Hidup yang penuh dengan kesusahan dan ketakutan adalah akibat dari kehidupanyang jauh dari iman, atau jauh dari kehendak Allah SWT,atau hidup yang dekat dengan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan.
Robin
Sharma
dalam bukunya “Who Will Cry When You
Die?” mengemukakan: “Banyak orang tidak menemukan makna hidup yang
sebenarnya hingga saat mereka hendak meninggal. Ketika masih muda, kita
menghabiskan hari hari dengan bekerja keras dan memenuhi berbagai tuntutan
sosial. Kita begitu sibuk mengejar kesenangan besar di dalam hidup sehingga
kita melewatkan kesenangan sederhana, seperti menari tanpa alas kaki di taman
pada saat hari hujan dengan anak anak, atau merawat tanaman, atau memandang
matahari terbit. Kita hidup pada masa ketika kita telah menaklukkan gunung
gunung tertinggi, tetapi tidak bisa menguasai diri kita. Kita memiliki gedung
gedung tinggi, tetapi memiliki watak buruk, lebih banyak harta tetapi kurang
bahagia, pikiran yang lebih penuh tetapi hidup menjadi kosong.
Jangan menungga sampai Anda berada di ambang
kematian untuk menyadari makna hidup dan peran berharga yang harus Anda mainkan
di dalamnya. Seringkali, orang berusaha menjalani kehidupan secara terbalik; mereka
menghabiskan hari hari mereka dengan bekerja keras untuk memperoleh hal hal
yang membuat mereka bahagia, alih alih memiliki kebijaksanaan untuk menyadari
bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu tempat yang Anda capai, melainkan suatu
situasi yang Anda ciptakan.
Kebahagiaan dan sebuah kehidupan yang sangat
memuaskan muncul ketika Anda berjanji kepada diri sendiri, dan pusat jiwa Anda,
untuk menggunakan bakat kemampuan Anda yang tertinggi demi tujuan yang akan
membuat perbedaan pada hidup orang lain. Ketika semua kekacauan pergi dari
kehidupan Anda, arti yang sebenarnya akan menjadi jelas; hidup untuk sesuatu
yang lebih dari diri Anda sendiri, Singkatnya, tujuan hidup adalah hidup yang
memiliki tujuan”.
Pesan dari tulisan Robin Sharma di atas
adalah: “Kita Harus Memiliki Tujuan
Hidup!”. Adanya tujuan hidup maka kita akan merasakan hidup ini menjadi
lebih berarti atau lebih bermakna dan tidak sia sia.”
Sebuah pertanyaan yang paling mendasar yang
pernah dijaukan oleh banyak manusia adalah apa itu tujuan hidup. Sepanjang
zaman, para filsuf menganggapnya sebagai pertanyaan paling mendasar. Ilmuwan,
sejarawan, filsuf, penulis, psikolog, dan orang awam semuanya bergulat dengan
pertanyaan ini dibeberapa titik dalam kehidupan mereka. Lalu, bagaimana kita
bisa menemukan tujuan hidup? Beruntunglah diri kita yang telah menyatakan diri
sebagai seorang muslim, karena telah memiliki tujuan hidup, yang kesemuanya
sudah ada di dalam kitab suci AlQuran.
Berikut ini penjelasan dari tujuan hidup
manusia menurut ajaran Islam yang termaktub di dalam AlQuran, yaitu:
1. Jika kita diciptakan oleh Pencipta, maka pastilah
Pencipta itu pasti memiliki alasan, tujuan, dalam menciptakan kita. Karena itu,
penting bagi kita untuk mengetahui tujuan Tuhan bagi keberadaan kita. Islam
adalah respons terhadap pencarian manusia akan makna. Tujuan penciptaan bagi
semua pria dan wanita selama ini adalah: untuk mengenal dan menyembah Tuhan. Allah
SWT melalui AlQuran telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap manusia
dilahirkan sadar akan adanya Tuhan dan telah bertuhankan kepada Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya
berikut ini: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab,
"Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”(Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya
kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan),
atau agar kalian tidak mengatakan, 'Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan
yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena
perbuatan orang-orang yang sesat dahulu'?” (surat Al A’raf (7) ayat 172-173)
Berdasarkan surat Al
A’raf (7) ayat 172, 173 di atas, Allah SWT berbicara langsung kepada jiwa (ruh)
manusia, sehingga membuat jiwa (ruh) manusia bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan
bagi jiwa (ruh) setiap manusia. Karena Allah SWT telah membuat semua jiwa (ruh)
umat manusia bersumpah dengan menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan, sehingga setiap
seorang anak yang dilahirkan ke muka bumi sudah memiliki keyakinan alamiah
(fitrah) tentang Keesaan Allah SWT.
2. Tentang tujuan hidup manusia, AlQuran juga telah
memaparkannya dengan sangat jelas. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan
mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat serta menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus.” (surat Al-Bayyinah (98) ayat 5).
Menurut “Ibrahim
Bafadhol”, dalam konteks hubungan dengan Rabb-nya setiap manusia adalah
hamba Allah. Sedangkan dalam konteks hubungan dengan alam semesta (kaun)
manusia adalah khalifah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan hidup
manusia adalah menunaikan penghambaan dan pengabdian –dalam makna yang luas- hanya
kepada Allah SWT. Sedangkan perannya di muka bumi adalah sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah (pemimpin) di alam semesta ini.
Manusia diciptakan
Allah untuk suatu tujuan yang besar dan misi yang penting yaitu beribadah
kepada Allah SWT semata. Pengertian ibadah sangatlah luas dan tidak hanya
terbatas pada ritual-ritual khusus semata. Semua aktivitas manusia yang
dilakukan dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT dan sejalan dengan
ridha Allah maka ia termasuk ibadah. Ibadah dijelaskan sebagai segala sesuatu
dalam Islam yang dilakukan seseorang untuk cinta dan kesenangan Allah. Ini
sama sekali tergantung pada tindakan yang benar atau tidak benar dari seseorang
yang mencakup poin-poin kekuatan berikut: (a) Keyakinan agama; (b) Kegiatan sosial;
(c) Kontribusi untuk kesejahteraan masyarakat dan sesama manusia.
3. Orang-orang Mukmin sangat percaya bahwa Allah SWT
menurunkan AlQuran dan mengutus Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan kita
bagaimana menyenangkan dan menyembah Sang Pencipta yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT: "... sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab
yang menjelaskan, dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang
mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan dan (dengan Kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izinNya, dan menunjukkan
ke jalan yang lurus. (surat Al Maaidah (5) ayat 15-16).” Selain
daripada itu, Allah SWT juga berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 31
berikut ini: “Katakanlah (hai Muhammad), jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, dan Allah akan
mencintaimu dan mengampuni dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha
Penyayang.” Mengemukakan bahwa jika kita benar-benar mencintai-Nya,
maka ikutilah rasul-Nya. Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah
menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan saat diri kita hidup di
dunia ini.
4. Tujuan hidup manusia adalah melakukan perbuatan baik dan
benar dalam kerangka ibadah ikhsan termasuk di dalamnya memberikan dan berbuat
amal shaleh, membebaskan budak, berdoa, menepati janji, dan bersabar selama
kesulitan. Allah SWT berfirman: “Bukanlah kebenaran bahwa kamu memalingkan
wajahmu ke timur atau barat. Tetapi adalah kebenaran untuk percaya kepada
Tuhan, dan Hari Terakhir, dan para Malaikat, dan Kitab, dan para
Utusan; untuk menghabiskan harta Anda, karena cinta untuk-Nya, untuk sanak
saudara Anda, untuk yatim piatu, untuk yang membutuhkan, untuk musafir, untuk
mereka yang meminta, dan untuk tebusan budak; untuk tabah dalam doa, dan
mempraktekkan kasih amal biasa, untuk memenuhi kontrak yang telah kamu
buat; dan untuk menjadi tegas dan sabar, dalam kesakitan (atau
penderitaan) dan kesulitan, dan di semua periode panik. Demikianlah
orang-orang yang benar, yang takut akan Allah.” (surat Al Baqarah (2) ayat
177).
Selain daripada itu,
bekerja untuk menjaga perdamaian atau berusaha untuk mendamaikan diantara
orang-orang adalah perbuatan besar yang lebih baik daripada amal, puasa, dan
doa. Nabi Muhammad (saw) berkata: “Apakah Anda tahu apa yang lebih baik
daripada amal dan puasa dan doa? Itu menjaga perdamaian dan hubungan yang
baik antara orang-orang, karena pertengkaran dan perasaan buruk menghancurkan
umat manusia.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim)
5. Adanya peringatan untuk kemanusiaan, dimana AlQuran dan
Hadits sudah memberi-kan peringaran bagi umat manusia bahwa mereka akan
mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang mereka lakukan dalam kehidupan ini.
Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Katakan, 'Tuhanlah yang
memberimu hidup, lalu membuatmu mati; dan pada akhirnya Dia akan
mengumpulkanmu pada Hari Kebangkitan (kedatangan) yang tidak diragukan, tetapi
kebanyakan orang tidak mengerti. Kepunyaan Tuhan adalah kerajaan langit
dan bumi. Dan pada hari itu ketika kiamat datang, pada hari itu semua
orang yang menolak untuk beriman adalah orang-orang yang merugi. Dan kamu
akan melihat semua orang tertatih-tatih berlutut, karena semua orang akan
dipanggil untuk (menghadapi) catatan mereka: 'Hari ini kamu akan mendapat
balasan atas semua yang pernah kamu lakukan. Ini adalah catatan Kami, ini
berbicara tentang Anda dalam semua kebenaran; karena Kami telah mencatat
semua yang kamu lakukan. (surat Al Jasiyah (45) ayat 26,27, 28,29).”
Allah juga SWT
berfirman: "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atom, ia akan
melihatnya, dan barangsiapa berbuat jahat terhadap atom, akan melihat
(balasannya)." (surat Az Zalzalah (99) ayat 7,8).” Adanya
ketentuan untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan kelak
dihadapan Allah SWT, menunjukkan bahwa hidup yang kita jalani tidak bisa
dilaksanakan seenaknya saja tanpa melihat aturan main yang telah ditetapkan
berlaku oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah. Berdasarkan uraian di atas ini
berarti salah satu tujuan hidup yang harus kita laksanakan adalah
bagaimana kita berupaya sebaik mungkin
agar laporan pertanggungjawaban kita dapat diterima oleh Allah SWT dengan
sebaik baiknya.
6. Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita juga telah
menggemakan (meng-ingatkan) kepada umatnya tentang pesan pertanggungjawaban,
sebagaimana hadits berikut ini: “Seorang pria akan ditanya mengenai lima
(hal) pada Hari Kebangkitan: tentang hidupnya dan bagaimana ia menghabiskannya,
tentang masa mudanya dan bagaimana ia menjadi tua, tentang kekayaannya: di mana
ia memperolehnya dan dengan cara apa ia menghabiskannya, dan apa yang dia
lakukan dengan pengetahuan yang dia miliki. "(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).
Nabi Muhammad SAW juga
bersabda: “Tiga hal mengikuti almarhum: anggota keluarganya, kekayaannya dan
tindakannya. Dua dari mereka kembali dan satu tetap
bersamanya. Anggota keluarga dan kekayaannya kembali, dan tindakannya
tetap bersamanya.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).” Berdasarkan
ketentuan hadits ini, tujuan hidup seorang pria adalah bagaimana bersikap dan
berbuat terhadap apa apa yang dimilikinya, seperti harta, ilmu serta waktu.
Lalu bagaimana memperolehnya serta untuk apa harta, ilmu dan waktu yang
dimilikinya, apakah untuk kepentingan duniawi semata ataukah untuk kepentingan
akhirat?.
Hal yang harus kita
jadikan pedoman adalah bahwa Allah SWT memiliki kriteria sendiri di dalam
menilai seseorang sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW menyatakan, Allah Yang
Mahakuasa menghakimi kamu bukan dari wajahmu atau kekayaanmu, tetapi oleh
kemurnian hatimu dan perbuatanmu." (Hadits Riwayat Muslim).
Berdasarkan ketentuan
ini, penampilan dan kekayaan yang kita miliki bukanlah kriteria untuk berhasil
dihadapan Allah. Selain daripada itu Allah SWT juga tidak mempergunakan
kriteria keturunan, suku, bahasa, warna kulit, budaya, pangkat, jabatan untuk
menilai manusia, namun Allah SWT menilai manusia berdasarkan keimanan dan
ketaqwaannya.
Adanya konsep tujuan hidup di atas, akhirnya
kita akan dihadapkan dengan konsep hidup adalah kesempatan. Kesempatan untuk
melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berlaku kepada diri
kita, atau tidak mau melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan berlaku, sehingga
hidup yang kita jalani saat ini adalah pilihan, pilihan memilih apa yang baik
atau apa yang buruk, mau ke syurga atau mau ke neraka, mau menjadikan hati yang
hidup lagi sehat atau mau menjadikan hati yang mati lagi sakit, mau jalan
kebaikan atau mau jalan keburukan, mau jiwa yang fitrah atau mau jiwa yang
fujur. Dan ingat, Allah SWT sangat demokratis sehingga kita diberi kebebasan
untuk memilih dan wajib bertanggungjawab atas pilihan yang telah diambil. Untuk
itu jangan sampai diri kita saya salah di dalam menentukan pilihan.
PENTINGNYA MEMILIKI TUJUAN HIDUP (PART 2 of 2)
Agar diri kita mampu memiliki tujuan hidup
yang jelas dan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ada baiknya kita
mempelajari apa yang dikemukakan oleh “Muhammad Taqi Ja’fari” dalam bukunya
“Misteri Kehidupan: Rahasia Di balik
Rahasia”, yang mengemukakan, apabila manusia mampu menata dirinya untuk
sebuah capaian dan tujuan tertinggi dalam hidup, dia akan mendapatkan kualitas
baru kehidupannya, yakni:
1. Menyadari nilai
kehidupan dan tidak merasa hampa. Jika manusia menganggap tu-juan hidupnya
adalah beribadah kepada Allah, dia akan meyakini bahwa setiap momen
kehidupannya menjadi milik Allah. Manusia tersebut tidak hanya akan memahami
nilai kehidupan, tetapi juga tidak akan pernah merasa hampa (nihil), bahkan
meski keinginannya dan mimpi mimpinya tidak pernah kesampaian.
2. Tanggung jawab
tertinggi adalah mengetahui posisi diri di alam semesta. Dalam hi-dup
bertujuan, manusia harus mengerti di mana posisinya di alam semesta ini dan
mesti merasakan perlunya beraktivitas sepanjang jalan kehidupannya.
3. Menghormati fitrah
yang dimilikinya dan (yang dimiliki) orang lain. Ketika ada tu-juan
dalam hidup, manusia menganggap fitrah (sifat alamiah)nya berharga dan
menghormati nilai alamiah dan fitrah sesamanya, sebab dia mengerti bahwa
manusia dipersatukan melalui potensi dan bakat untuk menemukan Tuhan dan bergerak menuju tujuan hidup yang paling
tinggi.
4. Menghargai berkah
Tuhan. Dalam
hidup yang memiliki tujuan, manusia memperoleh setiap manfaat dari yang dia
upayakan dan dari ilmu pengetahuan yang diajarkan.
5. Menyesuaikan secara layak hubungan antara sarana atau cara dan tujuan. Dalam hidup yang
memiliki tujuan, manusia tidak akan menggunakan cara yang tidak logis demi
mencapai tujuannya. Dia menganggap terdapat hubungan logis antara alat, cara
dan tujuan, dan memilih tujuannya
melalui penilaian yang benar dari cara yang digunakan.
6. Semangat kuat dalam bekerja
dan beraktivitas. Oleh
karena mencapai tujuan hidup itu mustahil tanpa bergerak di sepanjang jalur
daya Tarik Ilahi, maka kerja dan usaha sungguh sungguh merupakan sebuah
landasan krusial bagi manusia demi meraih tujuan hidup. Seperti dinyatakan oleh
Maulawi Rumi: Wahai manusia! Berjuanglah,
berusahalah dengan keras, dan ukirlah kehidupanmu demi keluar dari jalan kasar
ini, dan jangan pernah berhenti berusaha.
7. Memperoleh kebebasan
tertinggi. Dalam
hidup yang memilik tujuan, nafsu dan has-rat manusia dimanfaatkan untuk mencapai
kebebasan tertinggi. Hidup dengan kebebasan tertinggi adalah salah satu
karakteristik dari kehidupan yang memiliki tujuan, kehidupan mulia, dan agung.
Tanpa kebebasan semacam itu, yamg berisi pelepasan manusia dari egoism, halusinasi,
dan bahkan jenis lain dari kebebasan yang diperoleh dari kehidupa naturalnya;
seperti kebebasan sosial an kebebasan mengekspresikan gagasan.
8. Membebaskan manusia
dari absolutisme yang picik. Pikiran manusia cenderung menginginkan
absolutism, sehingga manusia selalu mempertimbangkan tujuan hidup tertinggi
sebagai yang mutlak. Karena itu, urusan dan hal hal lain baginya hanya sebagai
alat untuk mencapai tujuan.
Selanjutnya, “Muhammad Taqi Ja’fari”
masih dalam bukunya “Misteri Kehidupan:
Rahasia Di balik Rahasia”, juga mengemukakan akan adanya 6 (enam)
bentuk-bentuk kehidupan yang terjadi pada masyarakat saat ini, sebagaimana yang
akan kami kemukakan di bawah ini:
1. Kehidupan tanpa
karakter kesadaran, kemerdekaan, dan kehendak bebas. Dalam bentuk kehidupan
ini, yang menjadi perhatian hanyalah hal-hal yang diperlukan untuk kelangsungan
hidup alamiah belaka: seperti reproduksi dan menolak kesukaran-kesukaran
(alamiah). Manusia tidak pernah memikirkan tentang makna hidup maupun kehidupan
yang hakikii. Orang orang seperti itu tidak memiliki kemerdekaan diri, mereka
benar-benar hanya menuruti faktor-faktor alamiah atau jasmaniahnya saja.
2. Kehidupan yang semata-mata untuk dunia. Tidak ada hal lain yang dicari selain ke-hidupan material. Orang orang yang
melihat kehidupan secara demikian benar-benar mengamati hukum tentang alam dan
menganggapnya sebagai hal serius. Tetapi mereka merasa puas hanya dengan
kehidupan material belaka dan mengabaikan aspirasi yang lebih tinggi.
Mereka mengabaikan
posisi mereka di alam semesta dan mengabaikan kecenderungan untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan pertanyaan mendasar, seperti: Dari mana aku berasal?
Kemana aku pergi setelah ini (disini)? Mengapa aku disini?
3. Kehidupan spiritual
(yang disediakan) untuk kenikmatan spiritual. Menjalani kehi-dupan
semata mata untuk akhirat. Dalam bentuk kehidupan ini, seseorang menghabiskan
seluruh waktunya berjuang melawan hasrat, keinginan dan perasaan alamiahnya,
untuk menjaga gejolak potensi itu tetap terkendali demi memurnikan jiwanya.
Beberapa pertapa percaya bahwa tujuan hidup tertinggi adalah mengaktifkan aspek aspek ruhani yang halus dan peka.
4. Kehidupan yang
bertujuan untuk dunia dan akhirat; kehidupan dengan dua tujuan mandiri. Dalam gaya hidup
seperi ini, perhatian hanya ditujukan pada dua tempat, yaitu dunia dan akhirat.
Namun, orang orang ini tidak melihat hubungan antara dunia dan akhirat
tersebut. Mereka tidak menyadari bahwa kehidupan manusia adalah realitas yang
tak terpisahkan, kendati aspek aspeknya banyak sekali. Mereka mengabaikan
kesatuan antara kehidupan dunia dan akhirat.
5. Peri kehidupan (yang
tampak) spiritual yang bertujuan untuk kehidupan material; berkelakuan untuk
akhirat tetapi sebenarnya menginginkan dunia. Mereka yang memilih kehidupan seperti
ini tidak mampu memahami kebenaran tentang hidup dan hanya berlagak
mengetahuinya. Mereka mengabaikan fakta bahwa kesombongan tak lebih hanya bisa
menipu orang orang berpikiran dangkal, meski hanya sebentara. Orang-orang ini
benar-benar menipu diri sendiri dengan mengorbankan kehidupan spiritualnya.
Mereka tampak seperti orang suci, tetapi sesungguhnya jiwanya jahat.
6. Hidup di dunia dengan
menelusuri jalan menuju kehidupan ukhrawi. Inilah gaya hi-dup yang dikukuhkan oleh
para utusan Tuhan. Mereka percaya bahwa hidup adalah realitas yang sangat
mulia. Mereka juga meyakini bahwa pengetahuan dan perbuatan amal shaleh dan
pantas sangat diperlukan, seperti dua sayap yang dapat meninggikan manusia di
tiap tahap evolusinya, membimbing kehidupannya ke arah yang lebih tinggi
(ukhrawi).
Manusia
harus bisa memanfaatkan dunia ini sebagai tempat berkembang, dimana jantung dan
jiwa dari semua kegiatan duniawinya itu terhubung dengan alam yang lain. Dengan begitu, bentuk
kehidupan ini, yang tampil secara duniawi, tetapi sebenarnya bertujuan untuk
akhirat sehingga tidak akan pernah membuat manusia merasa hampa (nihilistik),
dan aneka problem di dalamnya bisa diatasi dengan mudah.
Itulah 6 (enam) buah bentuk-bentuk kehidupan
yang terjadi saat ini, lalu yang manakah yang menjadi pilihan diri kita? Semoga
kita mampu melaksanakan pola hidup di dunia dengan menelusuri jalan menuju
kehidupan ukhrawi. Amiin.
Ingat, Allah SWT sangat adil, adil sesuai
dengan apa apa yang kita perbuat kepada pilihan yang telah kita pilih maka
Allah SWT pun akan menetapkan keadilan sesuai dengan pilihan yang telah kita
perbuat. Seberapa baik dan seberapa buruk kualitas dari apa apa yang kita
perbuat maka seperti itu pula yang akan
ditetapkan berlaku terhadap apa apa yang telah kita perbuat.
Jika baik sesuai dengan kehendak Allah SWT
maka hasilnya pun akan baik, dan jika buruk sesuai dengan kehendak syaitan maka
hasilnya pun akan buruk. Inilah prinsip keadilan yang akan diterapkan berlaku
kepada seluruh umat manusia kelak. Lalu apa yang sudah kita persiapkan untuk
itu!
Agar kehidupan yang kita jalani sesuai dengan
kehendak Allah SWT, maka Allah SWT sudah memberikan kepada diri kita apa yang
dinamakan dengan hati. Hati adalah sebuah komponen yang sangat berharga bagi
kesuksesan manusia melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi. Dan di dalam setiap hati, telah ditempatkan oleh
Allah SWT apa yang dinamakan dengan akal, ketentraman, ketenangan, perasaan,
kehendak (iradat) dan lain sebagainya. Akal adalah anugerah Allah SWT yang sangat
luar biasa, dengan akal kita bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk,
mana yang benar dan mana yang salah. Kondisi ini akan berlaku sepanjang hati
manusia masih sehat, tidak mati, tetap dalam fitrah.
Matinya hati adalah sebuah tragedi dan juga bencana
bagi seorang manusia. Benar secara lahiriah seseorang masih hidup, fisiknya
sehat dan bugar, serta pikirannya cerdas, Tetapi dilain sisi, syahwatnya
menggebu gebu, nafsu berkuasanya tinggi, masih suka mencaci kekurangan orang
lain tanpa bisa berbuat kebaikan, omongannya luar biasa tanpa ada bukti karya
nyata yang bisa dinikmati masyarakat banyak, takabur dan riya dalam beramal,
dan sepak terjang bisnisnya menghalalkan segala cara. Inilah manusia yang telah
mati hatinya.
Karena itulah, pepatah Barat yang mengatakan,
“Didalam
tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat” tidak cocok dan bahkan tidak
berkesesuaian dengan konsep jiwa muthmainnah. Dimana jiwa muthmainnah ini
adalah suatu jiwa yang paling
dikehendaki oleh Allah SWT dan juga sesuai dengan konsep kefitrahan diri (jiwa)
manusia, yaitu datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha
Fitrah di tempat yang fitrah (syurga)”.
Paradigma yang sudah merasuk selama ratusan
tahun ke negeri kita agaknya sudah tidak cocok lagi bahkan harus ditinggalkan
selamanya oleh orang orang mukmin. Untuk apa kita memiliki tubuh yang sehat,
untuk apa kita masih hidup bila hatinya sakit atau mati dan untuk apa kita
hidup jika keburukan keburukan yang kita tinggalkan sehingga diri
kita/kepribadian kita berkesesuaian dengan kehendak syaitan.
Agar hati kita tetap hidup, tetap sehat, dan
bergairah dalam menghadapi kematian, ada baiknya kita menyimak dan merenungkan
kata kata hikmah berikut ini yang berasal dari
sahabat Salman Al Farisi ra, ia berkata: “Aku sangat heran pada tiga orang
hingga membuatku tertawa: orang yang memimpikan dunia padahal kematian selalu
memburunya, orang yang lupa padahal dia tidak pernah dilupakan, dan orang yang
tertawa sepenuh mulutnya sementara dia tidak mengetahui apakah Tuhan alam
semesta murka atau ridha padanya. Tiga hal yang membuatku sedih hingga
menangis: perpisahan dengan para kekasih (Nabi Muhammad SAW dan sehabatnya
ra,), dahsyatnya hari kebangkitan, dan berdiri dihadapan Allah sementara aku
tidak tahu apakah aku digiring ke syurga atau ke neraka.”
Hidup ternyata dapat membuat kita menjadi
mati. Mati sebelum mati itu datang menjemput. Jangan sia siakan manis dan
lezatnya kehidupan ini. Mari mengingat Allah
dan berpikir akan kebesaran, kemahaan dan kemuliaan Allah SWT sambil
berdiri, sambil duduk atau bahkan sambil berbaring.
Tak ada yang lebih indah di dunia ini
melainkan menjadi orang yang cerdas menurut kriteria Allah SWT selaku pencipta
dan pemilik alam semesta ini, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda
tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
berakal. Yaitu orang orang yang mengingat Allah SWT sambil berdiri, duduk, atau
dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini
sia sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab yang neraka. (surat Ali
Imran (3) ayat 190, 191).”
Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 190, 191
di atas ini, Allah SWT memerintahkan diri kita untuk mempergunakan akal, sebuah
pemberian Allah SWT yang diletakkan di dalam hati agar manusia bisa membedakan
mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana yang buruk sehingga kita
mampu cerdas dalam menghadapi segala problematika kehidupan ini. Gunakan akal,
gunakan kecerdasan untuk memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, agar
diri kita paham dan memahami arti tiga buah tahu, yaitu tahu diri, tahu aturan
dan tahu tujuan akhir.
Celakalah orang yang hidup tetapi hatinya
sakit sebab dia hidup di dalam kubangan kemaksiatan, Dan sia sialah orang yang
hidup tetapi memiliki hati yang mati sebab orang yang demikian hidup dalam
kekufuran. Hatinya dikunci mati oleh Allah, sama saja bagi mereka diberi petunjuk
atau tidak. Inilah hatinya orang kafir, sebagaimana Allah berfirman: “Sesungguhnya
orang orang kafir itu, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak
kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati
dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa
yang sangat berat.(surat Al Baqarah (2) ayat 6,7).” Jangan pernah
membiarkan hidup ini diwarnai dengan semerbak wangi bunga kematian dan jangan
biarkan hati kita menjadi taman bagi sekuntum bunga kematian, terkecuali jika
kita sendiri yang telah memilihnya.
Saat ini, setiap manusia, siapapun ia, apapun
kedudukannya, dapat dipastikan ia pasti akan bercita cita dan memiliki tujuan
untuk masuk syurga. Karena tidak ada satupun orang yang ingin masuk neraka. Akan tetapi
ketahuilah berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 214 berikut ini: “Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa
oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya
pertolongan Allah itu Amat dekat. (surat Al Baqarah (2) ayat 214)”.
Dan bersyukurlah kita
sebagai seorang mukmin karena telah memiliki tujuan hidup yang sangat jelas,
yaitu:
1. Hidup untuk mencari
ridha Allah SWT;
2. Hidup untuk meraih
cinta-Nya yang agung;
3. Hidup untuk akhirat;
4. Hidup untuk
melaksanakan konsep datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang
Maha Fitrah di tempat yang fitrah melalui prinsip tahu diri, tahu aturan dan
tahu tujuan akhir.
Lalu apakah kondisi
yang kami kemukakan di atas ini, sudah menjadi tujuan hidup yang kita jalani
saat ini!
Di lain sisi, untuk bisa masuk syurga tidak
serta merta begitu saja dapat kita raih. Kita akan diuji dengan cobaan
(kesulitan) terlebih dahulu. Sekarang tahukah kita dengan syarat dan ketentuan
ini? Adalah sesuatu yang mustahil diakal jika kita ingin masuk syurga namun
kita sendiri yang menentukan aturan mainnya, padahal kita hanyalah pemain
semata yang tidak memiliki apapun saat hadir ke muka bumi ini. Sedangkan
berdasarkan surat Al Mu’minuun (23) ayat 115 berikut ini: “Maka Apakah kamu mengira, bahwa
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada kami?”.
Allah SWT dengan tegas mengatakan bahwa sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan manusia dengan sungguh sungguh, bukan secara main main. Lalu seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah SWT atau dengan kata lain “dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT”. Dan dari uraian di atas maka kita akan mengetahui bahwa inilah tujuan hidup diri kita yang sesungguhnya, yaitu datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Fitrah.