Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 20 November 2020

PENTINGNYA MEMILIKI TUJUAN HIDUP (PART 1 of 2) DAN (PART 2 of 2)

 

Hidup yang penuh dengan kesusahan dan ketakutan adalah akibat dari kehidupanyang jauh dari iman, atau jauh dari kehendak Allah SWT,atau hidup yang dekat dengan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan.

  

Robin Sharma dalam bukunya “Who Will Cry When You Die?” mengemukakan: “Banyak orang tidak menemukan makna hidup yang sebenarnya hingga saat mereka hendak meninggal. Ketika masih muda, kita menghabiskan hari hari dengan bekerja keras dan memenuhi berbagai tuntutan sosial. Kita begitu sibuk mengejar kesenangan besar di dalam hidup sehingga kita melewatkan kesenangan sederhana, seperti menari tanpa alas kaki di taman pada saat hari hujan dengan anak anak, atau merawat tanaman, atau memandang matahari terbit. Kita hidup pada masa ketika kita telah menaklukkan gunung gunung tertinggi, tetapi tidak bisa menguasai diri kita. Kita memiliki gedung gedung tinggi, tetapi memiliki watak buruk, lebih banyak harta tetapi kurang bahagia, pikiran yang lebih penuh tetapi hidup menjadi kosong.

 

Jangan menungga sampai Anda berada di ambang kematian untuk menyadari makna hidup dan peran berharga yang harus Anda mainkan di dalamnya. Seringkali, orang berusaha menjalani kehidupan secara terbalik; mereka menghabiskan hari hari mereka dengan bekerja keras untuk memperoleh hal hal yang membuat mereka bahagia, alih alih memiliki kebijaksanaan untuk menyadari bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu tempat yang Anda capai, melainkan suatu situasi yang Anda ciptakan.

 

Kebahagiaan dan sebuah kehidupan yang sangat memuaskan muncul ketika Anda berjanji kepada diri sendiri, dan pusat jiwa Anda, untuk menggunakan bakat kemampuan Anda yang tertinggi demi tujuan yang akan membuat perbedaan pada hidup orang lain. Ketika semua kekacauan pergi dari kehidupan Anda, arti yang sebenarnya akan menjadi jelas; hidup untuk sesuatu yang lebih dari diri Anda sendiri, Singkatnya, tujuan hidup adalah hidup yang memiliki tujuan”.

 

Pesan dari tulisan Robin Sharma di atas adalah: “Kita Harus Memiliki Tujuan Hidup!”. Adanya tujuan hidup maka kita akan merasakan hidup ini menjadi lebih berarti atau lebih bermakna dan tidak sia sia.”

 

Sebuah pertanyaan yang paling mendasar yang pernah dijaukan oleh banyak manusia adalah apa itu tujuan hidup. Sepanjang zaman, para filsuf menganggapnya sebagai pertanyaan paling mendasar. Ilmuwan, sejarawan, filsuf, penulis, psikolog, dan orang awam semuanya bergulat dengan pertanyaan ini dibeberapa titik dalam kehidupan mereka. Lalu, bagaimana kita bisa menemukan tujuan hidup? Beruntunglah diri kita yang telah menyatakan diri sebagai seorang muslim, karena telah memiliki tujuan hidup, yang kesemuanya sudah ada di dalam kitab suci AlQuran.

 

Berikut ini penjelasan dari tujuan hidup manusia menurut ajaran Islam yang termaktub di dalam AlQuran, yaitu:

 

1.   Jika kita diciptakan oleh Pencipta, maka pastilah Pencipta itu pasti memiliki alasan, tujuan, dalam menciptakan kita. Karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui tujuan Tuhan bagi keberadaan kita. Islam adalah respons terhadap pencarian manusia akan makna. Tujuan penciptaan bagi semua pria dan wanita selama ini adalah: untuk mengenal dan menyembah Tuhan. Allah SWT melalui AlQuran telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap manusia dilahirkan sadar akan adanya Tuhan dan telah bertuhankan kepada Allah SWT.

 

Sebagaimana firman-Nya berikut ini: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan), atau agar kalian tidak mengatakan, 'Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu'?” (surat Al A’raf (7) ayat 172-173)

 

Berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 172, 173 di atas, Allah SWT berbicara langsung kepada jiwa (ruh) manusia, sehingga membuat jiwa (ruh) manusia bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan bagi jiwa (ruh) setiap manusia. Karena Allah SWT telah membuat semua jiwa (ruh) umat manusia bersumpah dengan menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan, sehingga setiap seorang anak yang dilahirkan ke muka bumi sudah memiliki keyakinan alamiah (fitrah) tentang Keesaan Allah SWT.

 

2.  Tentang tujuan hidup manusia, AlQuran juga telah memaparkannya dengan sangat jelas. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (surat Al-Bayyinah (98) ayat 5).

 

Menurut “Ibrahim Bafadhol”, dalam konteks hubungan dengan Rabb-nya setiap manusia adalah hamba Allah. Sedangkan dalam konteks hubungan dengan alam semesta (kaun) manusia adalah khalifah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah menunaikan penghambaan dan pengabdian –dalam makna yang luas- hanya kepada Allah SWT. Sedangkan perannya di muka bumi adalah sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah (pemimpin) di alam semesta ini.

 

Manusia diciptakan Allah untuk suatu tujuan yang besar dan misi yang penting yaitu beribadah kepada Allah SWT semata. Pengertian ibadah sangatlah luas dan tidak hanya terbatas pada ritual-ritual khusus semata. Semua aktivitas manusia yang dilakukan dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT dan sejalan dengan ridha Allah maka ia termasuk ibadah. Ibadah dijelaskan sebagai segala sesuatu dalam Islam yang dilakukan seseorang untuk cinta dan kesenangan Allah. Ini sama sekali tergantung pada tindakan yang benar atau tidak benar dari seseorang yang mencakup poin-poin kekuatan berikut: (a) Keyakinan agama; (b) Kegiatan sosial; (c) Kontribusi untuk kesejahteraan masyarakat dan sesama manusia.

 

3.   Orang-orang Mukmin sangat percaya bahwa Allah SWT menurunkan AlQuran dan mengutus Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan kita bagaimana menyenangkan dan menyembah Sang Pencipta yang sesuai dengan kehendak Allah SWT: "... sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menjelaskan, dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izinNya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (surat Al Maaidah (5) ayat 15-16).” Selain daripada itu, Allah SWT juga berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 31 berikut ini:  “Katakanlah (hai Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, dan Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” Mengemukakan bahwa jika kita benar-benar mencintai-Nya, maka ikutilah rasul-Nya. Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan saat diri kita hidup di dunia ini.

 

4.   Tujuan hidup manusia adalah melakukan perbuatan baik dan benar dalam kerangka ibadah ikhsan termasuk di dalamnya memberikan dan berbuat amal shaleh, membebaskan budak, berdoa, menepati janji, dan bersabar selama kesulitan. Allah SWT berfirman: “Bukanlah kebenaran bahwa kamu memalingkan wajahmu ke timur atau barat. Tetapi adalah kebenaran untuk percaya kepada Tuhan, dan Hari Terakhir, dan para Malaikat, dan Kitab, dan para Utusan; untuk menghabiskan harta Anda, karena cinta untuk-Nya, untuk sanak saudara Anda, untuk yatim piatu, untuk yang membutuhkan, untuk musafir, untuk mereka yang meminta, dan untuk tebusan budak; untuk tabah dalam doa, dan mempraktekkan kasih amal biasa, untuk memenuhi kontrak yang telah kamu buat; dan untuk menjadi tegas dan sabar, dalam kesakitan (atau penderitaan) dan kesulitan, dan di semua periode panik. Demikianlah orang-orang yang benar, yang takut akan Allah.” (surat Al Baqarah (2) ayat 177).

 

Selain daripada itu, bekerja untuk menjaga perdamaian atau berusaha untuk mendamaikan diantara orang-orang adalah perbuatan besar yang lebih baik daripada amal, puasa, dan doa. Nabi Muhammad (saw) berkata: “Apakah Anda tahu apa yang lebih baik daripada amal dan puasa dan doa? Itu menjaga perdamaian dan hubungan yang baik antara orang-orang, karena pertengkaran dan perasaan buruk menghancurkan umat manusia.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim)

 

5.     Adanya peringatan untuk kemanusiaan, dimana AlQuran dan Hadits sudah memberi-kan peringaran bagi umat manusia bahwa mereka akan mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang mereka lakukan dalam kehidupan ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Katakan, 'Tuhanlah yang memberimu hidup, lalu membuatmu mati; dan pada akhirnya Dia akan mengumpulkanmu pada Hari Kebangkitan (kedatangan) yang tidak diragukan, tetapi kebanyakan orang tidak mengerti. Kepunyaan Tuhan adalah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari itu ketika kiamat datang, pada hari itu semua orang yang menolak untuk beriman adalah orang-orang yang merugi. Dan kamu akan melihat semua orang tertatih-tatih berlutut, karena semua orang akan dipanggil untuk (menghadapi) catatan mereka: 'Hari ini kamu akan mendapat balasan atas semua yang pernah kamu lakukan. Ini adalah catatan Kami, ini berbicara tentang Anda dalam semua kebenaran; karena Kami telah mencatat semua yang kamu lakukan. (surat Al Jasiyah (45) ayat 26,27, 28,29).”

 

Allah juga SWT berfirman: "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atom, ia akan melihatnya, dan barangsiapa berbuat jahat terhadap atom, akan melihat (balasannya)." (surat Az Zalzalah (99) ayat 7,8).” Adanya ketentuan untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan kelak dihadapan Allah SWT, menunjukkan bahwa hidup yang kita jalani tidak bisa dilaksanakan seenaknya saja tanpa melihat aturan main yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah. Berdasarkan uraian di atas ini berarti salah satu tujuan hidup yang harus kita laksanakan adalah bagaimana  kita berupaya sebaik mungkin agar laporan pertanggungjawaban kita dapat diterima oleh Allah SWT dengan sebaik baiknya.

 

6.  Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita juga telah menggemakan (meng-ingatkan) kepada umatnya tentang pesan pertanggungjawaban, sebagaimana hadits berikut ini: “Seorang pria akan ditanya mengenai lima (hal) pada Hari Kebangkitan: tentang hidupnya dan bagaimana ia menghabiskannya, tentang masa mudanya dan bagaimana ia menjadi tua, tentang kekayaannya: di mana ia memperolehnya dan dengan cara apa ia menghabiskannya, dan apa yang dia lakukan dengan pengetahuan yang dia miliki. "(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).

Nabi Muhammad SAW juga bersabda: “Tiga hal mengikuti almarhum: anggota keluarganya, kekayaannya dan tindakannya. Dua dari mereka kembali dan satu tetap bersamanya. Anggota keluarga dan kekayaannya kembali, dan tindakannya tetap bersamanya.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).” Berdasarkan ketentuan hadits ini, tujuan hidup seorang pria adalah bagaimana bersikap dan berbuat terhadap apa apa yang dimilikinya, seperti harta, ilmu serta waktu. Lalu bagaimana memperolehnya serta untuk apa harta, ilmu dan waktu yang dimilikinya, apakah untuk kepentingan duniawi semata ataukah untuk kepentingan akhirat?. 

 

Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah bahwa Allah SWT memiliki kriteria sendiri di dalam menilai seseorang sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW menyatakan, Allah Yang Mahakuasa menghakimi kamu bukan dari wajahmu atau kekayaanmu, tetapi oleh kemurnian hatimu dan perbuatanmu." (Hadits Riwayat Muslim).

 

Berdasarkan ketentuan ini, penampilan dan kekayaan yang kita miliki bukanlah kriteria untuk berhasil dihadapan Allah. Selain daripada itu Allah SWT juga tidak mempergunakan kriteria keturunan, suku, bahasa, warna kulit, budaya, pangkat, jabatan untuk menilai manusia, namun Allah SWT menilai manusia berdasarkan keimanan dan ketaqwaannya.

 

Adanya konsep tujuan hidup di atas, akhirnya kita akan dihadapkan dengan konsep hidup adalah kesempatan. Kesempatan untuk melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berlaku kepada diri kita, atau tidak mau melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan berlaku, sehingga hidup yang kita jalani saat ini adalah pilihan, pilihan memilih apa yang baik atau apa yang buruk, mau ke syurga atau mau ke neraka, mau menjadikan hati yang hidup lagi sehat atau mau menjadikan hati yang mati lagi sakit, mau jalan kebaikan atau mau jalan keburukan, mau jiwa yang fitrah atau mau jiwa yang fujur. Dan ingat, Allah SWT sangat demokratis sehingga kita diberi kebebasan untuk memilih dan wajib bertanggungjawab atas pilihan yang telah diambil. Untuk itu jangan sampai diri kita saya salah di dalam menentukan pilihan. 


PENTINGNYA MEMILIKI TUJUAN HIDUP (PART 2 of 2)

 

Agar diri kita mampu memiliki tujuan hidup yang jelas dan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ada baiknya kita mempelajari apa yang dikemukakan olehMuhammad Taqi Ja’fari dalam bukunya “Misteri Kehidupan: Rahasia Di balik Rahasia”, yang mengemukakan, apabila manusia mampu menata dirinya untuk sebuah capaian dan tujuan tertinggi dalam hidup, dia akan mendapatkan kualitas baru kehidupannya, yakni:

 

1.   Menyadari nilai kehidupan dan tidak merasa hampa. Jika manusia menganggap tu-juan hidupnya adalah beribadah kepada Allah, dia akan meyakini bahwa setiap momen kehidupannya menjadi milik Allah. Manusia tersebut tidak hanya akan memahami nilai kehidupan, tetapi juga tidak akan pernah merasa hampa (nihil), bahkan meski keinginannya dan mimpi mimpinya tidak pernah kesampaian.

 

2.    Tanggung jawab tertinggi adalah mengetahui posisi diri di alam semesta. Dalam hi-dup bertujuan, manusia harus mengerti di mana posisinya di alam semesta ini dan mesti merasakan perlunya beraktivitas sepanjang jalan kehidupannya.

 

3.    Menghormati fitrah yang dimilikinya dan (yang dimiliki) orang lain. Ketika ada tu-juan dalam hidup, manusia menganggap fitrah (sifat alamiah)nya berharga dan menghormati nilai alamiah dan fitrah sesamanya, sebab dia mengerti bahwa manusia dipersatukan melalui potensi dan bakat untuk menemukan Tuhan  dan bergerak menuju tujuan hidup yang paling tinggi.

 

4.    Menghargai berkah Tuhan. Dalam hidup yang memiliki tujuan, manusia memperoleh setiap manfaat dari yang dia upayakan dan dari ilmu pengetahuan yang diajarkan.

 

5.     Menyesuaikan  secara  layak  hubungan  antara  sarana atau cara dan tujuan. Dalam hidup yang memiliki tujuan, manusia tidak akan menggunakan cara yang tidak logis demi mencapai tujuannya. Dia menganggap terdapat hubungan logis antara alat, cara dan tujuan, dan memilih tujuannya  melalui penilaian yang benar dari cara yang digunakan.

 

6.   Semangat kuat dalam bekerja dan beraktivitas. Oleh karena mencapai tujuan hidup itu mustahil tanpa bergerak di sepanjang jalur daya Tarik Ilahi, maka kerja dan usaha sungguh sungguh merupakan sebuah landasan krusial bagi manusia demi meraih tujuan hidup. Seperti dinyatakan oleh Maulawi Rumi: Wahai manusia! Berjuanglah, berusahalah dengan keras, dan ukirlah kehidupanmu demi keluar dari jalan kasar ini, dan jangan pernah berhenti berusaha.

 

7.    Memperoleh kebebasan tertinggi. Dalam hidup yang memilik tujuan, nafsu dan has-rat manusia dimanfaatkan untuk mencapai kebebasan tertinggi. Hidup dengan kebebasan tertinggi adalah salah satu karakteristik dari kehidupan yang memiliki tujuan, kehidupan mulia, dan agung. Tanpa kebebasan semacam itu, yamg berisi pelepasan manusia dari egoism, halusinasi, dan bahkan jenis lain dari kebebasan yang diperoleh dari kehidupa naturalnya; seperti kebebasan sosial an kebebasan mengekspresikan gagasan.

 

8.  Membebaskan manusia dari absolutisme yang picik. Pikiran manusia cenderung menginginkan absolutism, sehingga manusia selalu mempertimbangkan tujuan hidup tertinggi sebagai yang mutlak. Karena itu, urusan dan hal hal lain baginya hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan.

 

Selanjutnya, Muhammad Taqi Ja’fari masih dalam bukunya “Misteri Kehidupan: Rahasia Di balik Rahasia”, juga mengemukakan akan adanya 6 (enam) bentuk-bentuk kehidupan yang terjadi pada masyarakat saat ini, sebagaimana yang akan kami kemukakan di bawah ini:

 

1.  Kehidupan tanpa karakter kesadaran, kemerdekaan, dan kehendak bebas. Dalam bentuk kehidupan ini, yang menjadi perhatian hanyalah hal-hal yang diperlukan untuk kelangsungan hidup alamiah belaka: seperti reproduksi dan menolak kesukaran-kesukaran (alamiah). Manusia tidak pernah memikirkan tentang makna hidup maupun kehidupan yang hakikii. Orang orang seperti itu tidak memiliki kemerdekaan diri, mereka benar-benar hanya menuruti faktor-faktor alamiah atau jasmaniahnya saja.

 

2.    Kehidupan yang semata-mata untuk dunia. Tidak ada hal lain yang dicari selain ke-hidupan material. Orang orang yang melihat kehidupan secara demikian benar-benar mengamati hukum tentang alam dan menganggapnya sebagai hal serius. Tetapi mereka merasa puas hanya dengan kehidupan material belaka dan mengabaikan aspirasi yang lebih tinggi.

 

Mereka mengabaikan posisi mereka di alam semesta dan mengabaikan kecenderungan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan pertanyaan mendasar, seperti: Dari mana aku berasal? Kemana aku pergi setelah ini (disini)? Mengapa aku disini?

 

3.   Kehidupan spiritual (yang disediakan) untuk kenikmatan spiritual. Menjalani kehi-dupan semata mata untuk akhirat. Dalam bentuk kehidupan ini, seseorang menghabiskan seluruh waktunya berjuang melawan hasrat, keinginan dan perasaan alamiahnya, untuk menjaga gejolak potensi itu tetap terkendali demi memurnikan jiwanya. Beberapa pertapa percaya bahwa tujuan hidup tertinggi adalah mengaktifkan  aspek aspek ruhani yang halus dan peka.

 

4.   Kehidupan yang bertujuan untuk dunia dan akhirat; kehidupan dengan dua tujuan mandiri. Dalam gaya hidup seperi ini, perhatian hanya ditujukan pada dua tempat, yaitu dunia dan akhirat. Namun, orang orang ini tidak melihat hubungan antara dunia dan akhirat tersebut. Mereka tidak menyadari bahwa kehidupan manusia adalah realitas yang tak terpisahkan, kendati aspek aspeknya banyak sekali. Mereka mengabaikan kesatuan antara kehidupan dunia dan akhirat.

 

5.   Peri kehidupan (yang tampak) spiritual yang bertujuan untuk kehidupan material; berkelakuan untuk akhirat tetapi sebenarnya menginginkan dunia. Mereka yang memilih kehidupan seperti ini tidak mampu memahami kebenaran tentang hidup dan hanya berlagak mengetahuinya. Mereka mengabaikan fakta bahwa kesombongan tak lebih hanya bisa menipu orang orang berpikiran dangkal, meski hanya sebentara. Orang-orang ini benar-benar menipu diri sendiri dengan mengorbankan kehidupan spiritualnya. Mereka tampak seperti orang suci, tetapi sesungguhnya jiwanya jahat.

 

6.    Hidup di dunia dengan menelusuri jalan menuju kehidupan ukhrawi. Inilah gaya hi-dup yang dikukuhkan oleh para utusan Tuhan. Mereka percaya bahwa hidup adalah realitas yang sangat mulia. Mereka juga meyakini bahwa pengetahuan dan perbuatan amal shaleh dan pantas sangat diperlukan, seperti dua sayap yang dapat meninggikan manusia di tiap tahap evolusinya, membimbing kehidupannya ke arah yang lebih tinggi (ukhrawi).

 

Manusia harus bisa memanfaatkan dunia ini sebagai tempat berkembang, dimana jantung dan jiwa dari semua kegiatan duniawinya itu terhubung  dengan alam yang lain. Dengan begitu, bentuk kehidupan ini, yang tampil secara duniawi, tetapi sebenarnya bertujuan untuk akhirat sehingga tidak akan pernah membuat manusia merasa hampa (nihilistik), dan aneka problem di dalamnya bisa diatasi dengan mudah.

 

Itulah 6 (enam) buah bentuk-bentuk kehidupan yang terjadi saat ini, lalu yang manakah yang menjadi pilihan diri kita? Semoga kita mampu melaksanakan pola hidup di dunia dengan menelusuri jalan menuju kehidupan ukhrawi. Amiin.

 

Ingat, Allah SWT sangat adil, adil sesuai dengan apa apa yang kita perbuat kepada pilihan yang telah kita pilih maka Allah SWT pun akan menetapkan keadilan sesuai dengan pilihan yang telah kita perbuat. Seberapa baik dan seberapa buruk kualitas dari apa apa yang kita perbuat maka seperti itu pula yang  akan ditetapkan berlaku terhadap apa apa yang telah kita perbuat.

 

Jika baik sesuai dengan kehendak Allah SWT maka hasilnya pun akan baik, dan jika buruk sesuai dengan kehendak syaitan maka hasilnya pun akan buruk. Inilah prinsip keadilan yang akan diterapkan berlaku kepada seluruh umat manusia kelak. Lalu apa yang sudah kita persiapkan untuk itu!

 

Agar kehidupan yang kita jalani sesuai dengan kehendak Allah SWT, maka Allah SWT sudah memberikan kepada diri kita apa yang dinamakan dengan hati. Hati adalah sebuah komponen yang sangat berharga bagi kesuksesan manusia melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Dan di dalam setiap hati, telah ditempatkan oleh Allah SWT apa yang dinamakan dengan akal, ketentraman, ketenangan, perasaan, kehendak (iradat) dan lain sebagainya. Akal adalah anugerah Allah SWT yang sangat luar biasa, dengan akal kita bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Kondisi ini akan berlaku sepanjang hati manusia masih sehat, tidak mati, tetap dalam fitrah.

 

Matinya hati adalah sebuah tragedi dan juga bencana bagi seorang manusia. Benar secara lahiriah seseorang masih hidup, fisiknya sehat dan bugar, serta pikirannya cerdas, Tetapi dilain sisi, syahwatnya menggebu gebu, nafsu berkuasanya tinggi, masih suka mencaci kekurangan orang lain tanpa bisa berbuat kebaikan, omongannya luar biasa tanpa ada bukti karya nyata yang bisa dinikmati masyarakat banyak, takabur dan riya dalam beramal, dan sepak terjang bisnisnya menghalalkan segala cara. Inilah manusia yang telah mati hatinya.

 

Karena itulah, pepatah Barat yang mengatakan, “Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat” tidak cocok dan bahkan tidak berkesesuaian dengan konsep jiwa muthmainnah. Dimana jiwa muthmainnah ini adalah  suatu jiwa yang paling dikehendaki oleh Allah SWT dan juga sesuai dengan konsep kefitrahan diri (jiwa) manusia, yaitu datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah (syurga)”.

 

Paradigma yang sudah merasuk selama ratusan tahun ke negeri kita agaknya sudah tidak cocok lagi bahkan harus ditinggalkan selamanya oleh orang orang mukmin. Untuk apa kita memiliki tubuh yang sehat, untuk apa kita masih hidup bila hatinya sakit atau mati dan untuk apa kita hidup jika keburukan keburukan yang kita tinggalkan sehingga diri kita/kepribadian kita berkesesuaian dengan kehendak syaitan.

 

Agar hati kita tetap hidup, tetap sehat, dan bergairah dalam menghadapi kematian, ada baiknya kita menyimak dan merenungkan kata kata hikmah berikut ini yang berasal dari  sahabat Salman Al Farisi ra, ia berkata: “Aku sangat heran pada tiga orang hingga membuatku tertawa: orang yang memimpikan dunia padahal kematian selalu memburunya, orang yang lupa padahal dia tidak pernah dilupakan, dan orang yang tertawa sepenuh mulutnya sementara dia tidak mengetahui apakah Tuhan alam semesta murka atau ridha padanya. Tiga hal yang membuatku sedih hingga menangis: perpisahan dengan para kekasih (Nabi Muhammad SAW dan sehabatnya ra,), dahsyatnya hari kebangkitan, dan berdiri dihadapan Allah sementara aku tidak tahu apakah aku digiring ke syurga atau ke neraka.

 

Hidup ternyata dapat membuat kita menjadi mati. Mati sebelum mati itu datang menjemput. Jangan sia siakan manis dan lezatnya kehidupan ini. Mari mengingat Allah  dan berpikir akan kebesaran, kemahaan dan kemuliaan Allah SWT sambil berdiri, sambil duduk atau bahkan sambil berbaring.

 

Tak ada yang lebih indah di dunia ini melainkan menjadi orang yang cerdas menurut kriteria Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda tanda  (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. Yaitu orang orang yang mengingat Allah SWT sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab yang neraka. (surat Ali Imran (3) ayat 190, 191).”

 

Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 190, 191 di atas ini, Allah SWT memerintahkan diri kita untuk mempergunakan akal, sebuah pemberian Allah SWT yang diletakkan di dalam hati agar manusia bisa membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana yang buruk sehingga kita mampu cerdas dalam menghadapi segala problematika kehidupan ini. Gunakan akal, gunakan kecerdasan untuk memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, agar diri kita paham dan memahami arti tiga buah tahu, yaitu tahu diri, tahu aturan dan tahu tujuan akhir.

 

Celakalah orang yang hidup tetapi hatinya sakit sebab dia hidup di dalam kubangan kemaksiatan, Dan sia sialah orang yang hidup tetapi memiliki hati yang mati sebab orang yang demikian hidup dalam kekufuran. Hatinya dikunci mati oleh Allah, sama saja bagi mereka diberi petunjuk atau tidak. Inilah hatinya orang kafir, sebagaimana Allah berfirman: “Sesungguhnya orang orang kafir itu, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang sangat berat.(surat Al Baqarah (2) ayat 6,7).” Jangan pernah membiarkan hidup ini diwarnai dengan semerbak wangi bunga kematian dan jangan biarkan hati kita menjadi taman bagi sekuntum bunga kematian, terkecuali jika kita sendiri yang telah memilihnya.

 

Saat ini, setiap manusia, siapapun ia, apapun kedudukannya, dapat dipastikan ia pasti akan bercita cita dan memiliki tujuan untuk masuk syurga. Karena tidak ada satupun orang  yang ingin masuk neraka. Akan tetapi ketahuilah berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 214 berikut ini: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat. (surat Al Baqarah (2) ayat 214)”. 

 

Dan bersyukurlah kita sebagai seorang mukmin karena telah memiliki tujuan hidup yang sangat jelas, yaitu:

 

1.      Hidup untuk mencari ridha Allah SWT;

2.      Hidup untuk meraih cinta-Nya yang agung;

3.      Hidup untuk akhirat;

4.     Hidup untuk melaksanakan konsep datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah melalui prinsip tahu diri, tahu aturan dan tahu tujuan akhir.

 

Lalu apakah kondisi yang kami kemukakan di atas ini, sudah menjadi tujuan hidup yang kita jalani saat ini!

 

Di lain sisi, untuk bisa masuk syurga tidak serta merta begitu saja dapat kita raih. Kita akan diuji dengan cobaan (kesulitan) terlebih dahulu. Sekarang tahukah kita dengan syarat dan ketentuan ini? Adalah sesuatu yang mustahil diakal jika kita ingin masuk syurga namun kita sendiri yang menentukan aturan mainnya, padahal kita hanyalah pemain semata yang tidak memiliki apapun saat hadir ke muka bumi ini. Sedangkan berdasarkan surat Al Mu’minuun (23) ayat 115 berikut ini: “Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?”.

 

Allah SWT dengan tegas mengatakan bahwa sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu  termasuk menciptakan manusia dengan sungguh sungguh, bukan secara main main. Lalu seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah SWT atau dengan kata lain “dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT”. Dan dari uraian di atas maka kita akan mengetahui bahwa inilah tujuan hidup diri kita yang sesungguhnya, yaitu datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Fitrah.