Agar hidup dan kehidupan yang kita jalani
sesuai dengan konsep Allah SWT maka hidup yang kita jalani saat ini harus memiliki tujuan. Lalu,
bagaimana kita bisa menemukan tujuan hidup? Beruntunglah diri kita yang telah
menyatakan diri sebagai seorang muslim, karena telah memiliki tujuan hidup,
yang kesemuanya sudah ada di dalam kitab suci Al-Qur’an. Berikut ini penjelasan dari tujuan hidup
manusia menurut Al-Qur’an.
1. Jika
kita diciptakan oleh Pencipta, maka pastilah Pencipta memiliki alasan, tujuan,
dalam menciptakan kita. Karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui tujuan penciptaan
manusia, termasuk keberadaan diri kita. Islam adalah respons terhadap pencarian
manusia akan makna. Tujuan penciptaan bagi semua pria dan wanita selama ini
adalah: untuk mengenal dan menyembah Tuhan. Allah SWT melalui Al-Qur’an telah
mengajarkan kepada kita bahwa setiap manusia dilahirkan sadar akan adanya Tuhan
dan telah bertuhankan kepada Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya berikut ini: "Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman),
"Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi.”(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan), atau agar kalian tidak mengatakan,
'Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak
dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah
mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang
yang sesat dahulu'?” (surat Al A’raf (7) ayat 172-173).
Allah SWT berbicara langsung kepada jiwa
(ruh) manusia, sehingga membuat jiwa (ruh) manusia bersaksi bahwa Allah adalah
Tuhan bagi jiwa (ruh) setiap manusia. Karena Allah SWT telah membuat semua jiwa
(ruh) umat manusia bersumpah dengan menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan,
sehingga setiap seorang anak yang dilahirkan ke muka bumi sudah memiliki
keyakinan alamiah (fitrah) tentang Keesaan Allah SWT.
2. Tentang
tujuan hidup manusia, Al-Qur’an juga telah memaparkannya dengan sangat jelas.
Allah SWT berfirman: “Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat; dan
yang demikian itulah agama yang lurus.” (surat Al-Bayyinah (98) ayat 5). Berdasarkan
ketentuan ini manusia diciptakan Allah untuk suatu tujuan yang besar dan misi
yang penting yaitu beribadah kepada Allah SWT semata. Dimana pengertian ibadah
sangatlah luas dan tidak hanya terbatas pada ritual-ritual khusus semata. Semua
aktivitas manusia yang dilakukan dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah
SWT dan sejalan dengan ridha Allah maka ia termasuk ibadah.
Ibadah juga dapat dijelaskan sebagai
segala sesuatu dalam Islam yang dilakukan seseorang untuk cinta dan kesenangan
Allah. Ini sama sekali tergantung pada tindakan yang benar atau tidak
benar dari seseorang yang mencakup poin-poin kekuatan berikut: (a) Keyakinan agama; (b) Kegiatan sosial;
(c) Kontribusi untuk kesejahteraan masyarakat dan sesama manusia.
3. Orang-orang
Mukmin sangat percaya bahwa Allah SWT menurunkan Al-Qur’an dan mengutus Nabi
Muhammad SAW untuk mengajarkan kita bagaimana menyenangkan dan menyembah Sang
Pencipta yang sesuai dengan kehendak Allah SWT: "... sungguh telah datang
kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab yang menjelaskan, dengan Kitab itulah
Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan
keselamatan dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya dengan izinNya, dan menunjukkan ke jalan yang
lurus. (surat Al Maaidah (5) ayat 15-16).”
Allah SWT juga berfirman dalam surat Ali
Imran (3) ayat 31 berikut ini: “Katakanlah
(hai Muhammad), jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, dan
Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan
Maha Penyayang.”
Berdasarkan ketentuan ini dikemukakan
bahwa jika kita benar-benar mencintai-Nya, maka ikutilah rasul-Nya. Adanya
kondisi ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah menjadikan Nabi Muhammad SAW
sebagai suri tauladan saat diri kita hidup di dunia ini. Adanya suri tauladan
akan memudahkan diri kita melaksanakan tugas sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.
4. Tujuan
hidup manusia adalah melakukan perbuatan baik dan benar dalam kerangka ibadah
ikhsan termasuk di dalamnya memberikan dan berbuat amal shaleh, membebaskan
budak, berdoa, menepati janji, dan bersabar selama kesulitan. Allah SWT
berfirman: “Bukanlah kebenaran bahwa kamu memalingkan wajahmu ke timur atau
barat. Tetapi adalah kebenaran untuk percaya kepada Tuhan, dan Hari
Terakhir, dan para Malaikat, dan Kitab, dan para Utusan; untuk
menghabiskan harta Anda, karena cinta untuk-Nya, untuk sanak saudara Anda,
untuk yatim piatu, untuk yang membutuhkan, untuk musafir, untuk mereka yang
meminta, dan untuk tebusan budak; untuk tabah dalam doa, dan mempraktekkan
kasih amal biasa, untuk memenuhi kontrak yang telah kamu buat; dan untuk
menjadi tegas dan sabar, dalam kesakitan (atau penderitaan) dan kesulitan, dan
di semua periode panik. Demikianlah orang-orang yang benar, yang takut
akan Allah.” (surat Al Baqarah (2) ayat 177).
Selain daripada itu, bekerja untuk
menjaga perdamaian atau berusaha untuk mendamaikan diantara orang-orang adalah
perbuatan besar yang lebih baik daripada amal, puasa, dan doa. Nabi
Muhammad (saw) berkata: “Apakah Anda tahu apa yang lebih baik
daripada amal dan puasa dan doa? Itu menjaga perdamaian dan hubungan yang
baik antara orang-orang, karena pertengkaran dan perasaan buruk menghancurkan
umat manusia.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim)
5. Adanya
peringatan untuk kemanusiaan, dimana Al-Qur’an dan juga Hadits sudah memberikan
peringatan bagi umat manusia bahwa mereka akan mempertanggung jawabkan setiap
tindakan yang mereka lakukan dalam kehidupan ini. Sebagaimana Allah SWT
berfirman berikut ini: “Katakan, 'Tuhanlah yang memberimu hidup,
lalu membuatmu mati; dan pada akhirnya Dia akan mengumpulkanmu pada Hari
Kebangkitan (kedatangan) yang tidak diragukan, tetapi kebanyakan orang tidak
mengerti. Kepunyaan Tuhan adalah kerajaan langit dan bumi. Dan pada
hari itu ketika kiamat datang, pada hari itu semua orang yang menolak untuk
beriman adalah orang-orang yang merugi. Dan kamu akan melihat semua orang
tertatih-tatih berlutut, karena semua orang akan dipanggil untuk (menghadapi)
catatan mereka: 'Hari ini kamu akan mendapat balasan atas semua yang pernah
kamu lakukan. Ini adalah catatan Kami, ini berbicara tentang Anda dalam
semua kebenaran; karena Kami telah mencatat semua yang kamu lakukan.
(surat Al Jasiyah (45) ayat 26,27, 28,29).”
Allah juga SWT berfirman: "Maka
barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atom, ia akan melihatnya, dan
barangsiapa berbuat jahat terhadap atom, akan melihat (balasannya)."
(surat Az Zalzalah (99) ayat 7,8).” Adanya ketentuan untuk
mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan kelak dihadapan Allah
SWT, menunjukkan bahwa hidup yang kita jalani tidak bisa dilaksanakan seenaknya
saja tanpa melihat aturan main yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT
selaku Tuan Rumah. Berdasarkan uraian di atas ini berarti salah satu tujuan
hidup yang harus kita laksanakan adalah bagaimana kita berupaya sebaik mungkin
agar laporan pertanggungjawaban kita dapat diterima oleh Allah SWT dengan
sebaik baiknya.
6. Nabi
Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita juga telah menggemakan (mengingatkan)
kepada umatnya tentang pesan pertanggungjawaban, sebagaimana hadits berikut
ini: “Seorang
pria akan ditanya mengenai lima (hal) pada Hari Kebangkitan: tentang hidupnya
dan bagaimana ia menghabiskannya, tentang masa mudanya dan bagaimana ia menjadi
tua, tentang kekayaannya: di mana ia memperolehnya dan dengan cara apa ia
menghabiskannya, dan apa yang dia lakukan dengan pengetahuan yang dia miliki.
"(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi). Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
“Tiga hal mengikuti almarhum: anggota keluarganya, kekayaannya dan
tindakannya. Dua dari mereka kembali dan satu tetap
bersamanya. Anggota keluarga dan kekayaannya kembali, dan tindakannya
tetap bersamanya.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).”
Berdasarkan ketentuan hadits ini, tujuan
hidup seorang pria adalah bagaimana bersikap dan berbuat terhadap apa-apa yang
dimilikinya, seperti harta, ilmu serta waktu. Lalu bagaimana memperolehnya
serta untuk apa harta, ilmu dan waktu yang dimilikinya, apakah untuk
kepentingan duniawi semata ataukah untuk kepentingan akhirat?.
Hal yang harus kita jadikan pedoman
adalah bahwa Allah SWT memiliki kriteria sendiri di dalam menilai seseorang
sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW menyatakan, Allah Yang Mahakuasa
menghakimi kamu bukan dari wajahmu atau kekayaanmu, tetapi oleh kemurnian
hatimu dan perbuatanmu." (Hadits Riwayat Muslim). Berdasarkan
ketentuan ini, penampilan, kekayaan, keturunan, harta kekayaan, pangkat dan
jabatan, pendidikan warna kulit yang kita miliki bukanlah kriteria yang akan
dipergunakan oleh Allah SWT untuk menilai keberhasilan diri kita.
Adanya konsep tujuan hidup di atas,
akhirnya kita akan dihadapkan dengan konsep hidup adalah kesempatan dan juga
pilihan serta hidup adalah perjalanan. Kesempatan untuk melaksanakan apa apa
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berlaku kepada diri kita atau tidak mau melaksanakan apa apa yang
telah ditetapkan berlaku. Sehingga hidup yang kita jalani saat ini adalah
pilihan, pilihan memilih apa yang baik atau apa yang buruk, mau masuk ke syurga
atau mau masuk ke neraka, mau menjadikan hati yang hidup lagi sehat atau mau
menjadikan hati yang mati lagi sakit, mau jalan kebaikan atau mau jalan
keburukan, mau jiwa yang fitrah atau mau jiwa yang fujur. Pilihan dan
konsekuensi dari pilihan yang kita ambil akan menentukan hasil akhir sehingga
sebab bukanlah karena akibat.
Dan yang pasti setiap manusia, siapapun dia,
apapun kedudukannya, dapat dipastikan ia pasti akan bercita-cita untuk masuk
syurga. Karena tidak ada satupun yang ingin masuk neraka. Akan tetapi
ketahuilah berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 214 berikut ini: “Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa
oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya
pertolongan Allah itu Amat dekat. (surat Al Baqarah (2) ayat 214)”.
Untuk bisa masuk syurga tidak serta merta
begitu saja dapat kita raih. Kita akan diuji dengan cobaan/kesulitan terlebih
dahulu. Sekarang tahukah kita dengan syarat dan ketentuan ini? Adalah sesuatu
yang mustahil diakal jika kita ingin masuk syurga namun kita sendiri yang
menentukan aturan mainnya, padahal kita hanyalah pemain (obyek, ciptaan, tamu)
semata yang tidak memiliki apapun saat hadir ke muka bumi ini. Sedangkan
berdasarkan surat Al Mu’minuun (23) ayat 115 berikut ini: “Maka Apakah kamu mengira, bahwa
Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada kami?”.
Allah SWT dengan tegas mengatakan bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu termasuk manusia dengan sungguh-
sungguh, bukan secara main main. Lalu seluruh manusia akan dikembalikan kepada
Allah SWT atau dengan kata lain “dari
Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT”.
Inilah salah satu konsep dasar dari rencana
besar penghambaan dan kekhalifahan di muka bumi yang harus kita ketahui dan
pahami dengan baik dan benar. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik rencana besar
tentu sudah mempersiapkan segalanya dengan baik dan benar, terutama
mempersiapkan apa yang dinamakan dengan buku manual, dalam hal ini adalah Al-Qur’an. Yang mana buku manual ini diturunkan
oleh Allah SWT untuk kepentingan manusia.