Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 10 Juli 2016

IMAN KEPADA ALLAH SWT - part 2 of 3


4. PUPUKLAH IMAN ANDA DENGAN…….


Dalam kehidupan sehari-hari, untuk mendapatkan buah mangga yang baik, besar dan banyak serta tidak berulat, kita tidak dapat hanya menanam pohon mangga begitu saja, lalu mengharapkan buah mangga yang akan kita petik sangat banyak dan bentuknya besar serta tidak diserang ulat. Untuk dapat memperoleh buah mangga yang besar dan banyak serta tidak berulat, maka kita harus merawat dan menjaga pohon mangga tersebut serta selalu memberikan pupuk yang sesuai dengan kebutuhan pohon mangga. Adanya perawatan, pemberian pupuk dan pemberian insektisida hama dapat membuat pohon mangga tumbuh secara baik yang pada akhirnya akan menghasilkan buah yang besar dan banyak serta tanpa ada ulat. Ini berarti kita tidak dapat hanya berdiam diri saja lalu berharap pohon mangga yang kita tanam akan menghasilkan buah yang besar lagi banyak serta tidak berulat. Selanjutnya jika untuk mendapatkan buah mangga saja kita harus melalui hal-hal yang kami sebutkan di atas, apakah hal ini tidak berlaku pada IMAN yang ada di dalam diri manusia? IMAN yang ada di dalam diri manusia juga harus dirawat, dijaga, dipelihara agar kondisinya selalu sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT. 

Berikut ini akan kami kemukakan beberapa PUPUK yang dapat kita pergunakan untuk merawat, menjaga, memelihara agar IMAN yang sudah ada di dalam diri terpelihara kualitasnya dari waktu ke waktu sehingga diri kita selalu sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, yaitu :   


A. Pupuklah IMAN dengan TAUHID


ALLAH SWT melalui surat Ar Ra'd (13) ayat 16 di bawah ini memerintahkan kepada seluruh umat manusia untuk mengatakan serta mengakui dengan sejujur-jujurnya bahwa:

1.      ALLAH SWT adalah TUHAN langit dan bumi dan/atau  ALLAH SWT adalah TUHAN bagi alam semesta.
2.      ALLAH SWT adalah PENCIPTA segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi.

Adanya 2(dua) buah pernyataan di atas ini yang diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada umat manusia, akan menghasilkan 2(dua) buah perbedaan manusia  di muka bumi akibat adanya pernyataan di atas, yaitu:

1.      Tidak akan mungkin sama orang yang BUTA dengan orang yang MELIHAT.
2.      Tidak akan mungkin sama orang yang berjalan di jalan yang LURUS dengan yang berjalan di jalan yang BENGKOK.
3.      Tidak akan mungkin sama sesuatu yang TERANG dengan yang GELAP.
4.      Tidak akan mungkin sama orang yang BERIMAN dengan orang KAFIR.


Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi saat ini, jangan pernah berharap dan tidak mungkin  pernah terjadi ALLAH SWT akan menyamakan kedudukan baik dalam kehidupan DUNIA maupun dalam  kehidupan AKHIRAT,  antara orang yang BERIMAN dengan orang yang KAFIR, antara orang  yang berbuat KEBAIKAN dengan orang yang berbuat KEJAHATAN, antara orang yang berjalan di jalan yang lurus dengan orang yang berjalan di jalan yang bengkok. Inilah ketentuan ALLAH SWT yang berlaku saat ini. Jika sampai ALLAH SWT menyamakan kedudukan orang yang berbeda perilaku dan berbeda perbuatannya, timbul pertanyaan  dimanakah letak keadilan yang ALLAH SWT terapkan di dalam rangka mengisi SYURGA dan NERAKA? ALLAH SWT tidak akan pernah berbuat yang menjadikan posisi dan kedudukan ALLAH SWT tercoreng dengan perbuatan-Nya sendiri.


Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.
(surat Al Jaatsiyah (45) ayat 21)

  
Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".
(surat Ar Ra'd (13) ayat 16)

Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi kita harus dapat melaksanakan dengan baik serta penuh kejujuran tentang pernyataan yang telah kita buat, bahwa :

1.      ALLAH SWT adalah TUHAN langit dan bumi dan/atau  ALLAH SWT adalah TUHAN bagi alam semesta.
2.      ALLAH SWT adalah PENCIPTA segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi.

Ini berarti diri kita telah mampu melaksanakan dan/atau telah memberikan pernyataan KETAUHIDAN yang dikehendaki oleh ALLAH SWT dalam rangka memberikan salah satu PUPUK yang terbaik bagi IMAN yang ada di dalam diri. Timbul pertanyaan, kenapa harus dengan KETAUHIDAN kita merawat, menjaga, memelihara IMAN yang ada di dalam diri? IMAN dan TAUHID tidak akan mungkin dapat dipisahkan seperti IKAN dengan AIR. IMAN tidak akan bisa tumbuh di dalam diri dan tidak berbuah jika tanpa ada PERNYATAAN SIKAP yang JUJUR untuk mengakui bahwa:
 
1.      ALLAH SWT adalah TUHAN langit dan bumi dan/atau ALLAH SWT adalah TUHAN bagi alam semesta.
2.      ALLAH SWT adalah PENCIPTA segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi.

Demikian pula dengan KETAUHIDAN, yang tidak akan berjalan dengan mulus jika IMAN tidak tumbuh di dalam diri. IMAN dan TAUHID laksana 2(dua) sisi dari mata uang, sehingga IMAN dan TAUHID harus ada di dalam diri manusia secara bersamaan, saling isi mengisi di antara ke duanya. Setelah IMAN dan TAUHID ada di dalam diri, sudah cukupkah hal itu kita lakukan? Seperti halnya pohon MANGGA yang kita tanam, pohon mangga tidak akan cukup hanya disiram sekali atau hanya sesekali saja di beri pupuk. Penyiraman dan pemberian pupuk harus dilakukan secara rutin, berkelanjutan serta terus menerus sepanjang pohon  MANGGA kita harapkan berbuah banyak dan besar. Hal yang sama juga berlaku kepada IMAN dan/atau TAUHID, IMAN tidak dapat hanya di jaga, di rawat, dipelihara, diberi pupuk hanya sesekali saja. IMAN dan/atau KETAUHIDAN sepanjang HAYAT masih di kandung BADAN harus tetap konsisten dari waktu ke waktu dijaga, dipelihara, dirawat di beri pupuk agar selalu sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT.



B. Pupuklah IMAN dengan IMAN

ALAM sebagai salah satu ciptaan ALLAH SWT mengajarkan kepada diri kita, bahwa:

1.      Air tidak akan mungkin bersatu dengan minyak, lihatlah kawanan burung pipit ia hanya akan terbang dan bergabung dengan burung pipit pula. Burung pipit tidak akan pernah bergabung dengan buruk jalak.
2.      Sesuatu yang putih bersih akan menjadi kotor atau tidak bersih lagi jika telah terkontaminasi dengan yang kotor pula. 
3.      Untuk mempertahankan atau memelihara sesuatu yang BERSIH maka kita harus mempergunakan sesuatu yang BERSIH pula untuk menjaganya, untuk merawatnya. Lihatlah AIR yang putih jernih, ia akan tetap putih dan jernih jika ia dicampur dengan air yang putih jernih pula. Bandingkan AIR yang putih jernih jika dicampur dengan kopi, maka AIR masih tetap ada akan tetapi sifat dan kondisi yang putih dan jernih telah digantikan oleh sifat dan kondisi kopi.

Adanya 3(tiga) buah pelajaran dari ALAM ini, timbul pertanyaan dapatkah pelajaran dari ALAM ini kita aplikasikan dengan IMAN yang ada di dalam diri? Apabila pelajaran dari ALAM kita aplikasikan dengan IMAN, maka kita akan mendapatkan hal-hal baru sebagai berikut:

1.      IMAN dan KAFIR pasti berbeda sehingga  IMAN dan KAFIR tidak akan diperlakukan sama oleh ALLAH SWT.
2.      IMAN jika dianggap sebagai sesuatu yang PUTIH BERSIH  maka IMAN akan menjadi kotor atau tidak bersih lagi jika telah terkontaminasi dengan sesuatu yang kotor. 
3.      Untuk mempertahankan atau memelihara IMAN sebagai sesuatu  yang SUCI maka kita harus mempergunakan sesuatu yang SUCI pula untuk menjaganya dan/atau  untuk merawatnya.


Jika PELAJARAN dari ALAM, kita jadikan asumsi untuk memelihara, merawat dan menjaga kualitas IMAN sesuai dengan KEHENDAK  ALLAH SWT, maka IMAN hanya akan dapat menerima sesuatu yang sama kodratnya, sama fitrahnya dengan IMAN. Ini berarti jika IMAN disambung, dijaga, dirawat, dipelihara dengan IMAN pula maka akan terjadi sinergi yang positif di antara KEIMANAN yang ada di dalam dada setiap manusia. Untuk itu lihatlah diri kita, jika IMAN telah ada di dalam dada, apa yang kita rasakan? Di dalam diri akan timbul sebuah perasaan berupa KECINTAAN kepada KEIMANAN  itu sendiri sehingga  IMAN itu terasa indah, terasa enak di dalam hati serta timbulnya rasa benci dan tidak suka  kepada KEKAFIRAN, KEFASIKAN, dan KEDURHAKAAN. Timbul pertanyaan kenapa hal ini bisa terjadi dan siapakah yang menjadikan ini semua?
          
dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
(surat Al Hujuraat (49) ayat 7)


ALLAH SWT melalui surat Al Hujuraat (49) ayat 7 di bawah ini, menerangkan bahwa ALLAH SWTlah yang melakukan itu semua. ALLAH SWT memberikan PUPUK IMAN dengan IMAN kepada manusia yang telah merasakan nikmatnya IMAN kepada ALLAH SWT. Ini berarti pupuk IMAN hanya akan diberikan oleh ALLAH SWT kepada orang yang beriman saja.


Selanjutnya setelah BERIMAN kepada ALLAH SWT dan kemudian ALLAH SWT telah pula memberikan pupuk IMAN kepada kita, sekarang lakukan perbuatan yang bertentangan dengan IMAN itu sendiri, seperti tidak melaksanakan shalat, tidak berpuasa di bulan Ramadhan, tidak bayar zakat, mabuk, judi, apa yang kita rasakan? Jika kita merasa MENYESAL, jika kita merasa JANGGAL, jika kita merasa BERSALAH, ini berarti KEIMANAN yang ada di dalam diri kita masih tinggi kualitasnya. Jika kondisi ini yang terjadi pada diri kita setelah melakukan tindakan yang bertentangan dengan KEIMANAN maka kita harus secepatnya melalukan TAUBAT kepada ALLAH SWT.  Akan tetapi jika setelah melanggar atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan IMAN itu malah diri kita biasa-biasa saja atau tidak timbul rasa menyesal di dalam diri, berhati-hatilah sebab  kualitas KEIMANAN  dalam diri kita masih rendah atau ada yang salah di dalam diri kita. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, kami berharap jangan pernah lakukan apa yang dikemukakan oleh        ALLAH SWT melalui surat  An Nisaa' (4) ayat 136-137 di bawah  ini, yaitu BERIMAN lalu KAFIR lalu BERIMAN lagi lalu kembali ke KAFIR lagi yang pada akhirnya bertambah tebal tingkat kekafirannya.


Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya[362], Maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.
(surat An Nisaa' (4) ayat 136-137)

[362] Maksudnya: di samping kekafirannya, ia merendahkan Islam pula.


Apabila hal ini terjadi pada diri kita bersiap-siaplah menerima HADIAH dan PENGHARGAAN berupa ditutupnya pintu ampunan dari ALLAH SWT serta tidak ada lagi PETUNJUK JALAN yang LURUS dari ALLAH SWT. Jika sampai HADIAH dan PENGHARGAAN ini kita peroleh maka NERAKA JAHANNAM lah tempat kembali kita sehingga kita akan menjalani HIDUP BERTETANGGA dengan SYAITAN di sana.


A.  Pupuklah IMAN dengan TAQWA


Dalam kehidupan sehari-hari, apa yang kita kehendaki dari anak-anak kita sewaktu KULIAH di perguruan tinggi, apakah hanya sekedar LULUS dan mendapat GELAR SARJANA, maka dapat dikatakan anak itu telah sukses KULIAH? Sebagai orang tua tentu berharap dengan anaknya KULIAH bukan sekedar mendapatkan GELAR SARJANA semata, akan tetapi sampai dengan kesuksesan KARIER di masyarakat dapat diperoleh. Sekarang bagaimana jika anak kita yang telah bersusah payah KULIAH akan tetapi tidak LULUS DI DALAM UJIAN baik TULIS dan SIDANG untuk memperoleh GELAR SARJANA sehingga GELAR SARJANA gagal diperoleh? UJIAN NEGARA baik tulis maupun SIDANG merupakan sarana untuk menentukan apakah seseorang berhak menyandang GELAR SARJANA. Jika kondisi di atas dapat terjadi pada kehidupan sehari-hari kita, selanjutnya dapat terjadikah kondisi di atas pada saat kita melaksanakan KEIMANAN kepada ALLAH SWT? Hal yang sama juga berlaku dengan KEIMANAN yang kita lakukan kepada  ALLAH SWT.

IMAN yang terdiri dari  3(tiga) buah ketentuan yaitu pertama, Di ucapkan dengan Lisan; kedua, Ditancapkan di dalam Hati; ketiga, Dibuktikan dengan Perbuatan; tidak akan diketahui mutu dan kualitasnya jika  belum di uji oleh ALLAH SWT. ALLAH SWT selalu pencipta KEKHALIFAHAN di muka bumi mempunyai banyak materi untuk menilai KUALITAS KEIMANAN dari setiap KHALIFAHNYA yang ada di muka bumi. Apabila kita berhasil melaksanakan UJIAN tentang KEIMANAN kepada  ALLAH SWT maka HASIL AKHIR atau BUKTI AKHIR yang kita peroleh dari KEIMANAN kepada ALLAH SWT adalah GELAR TAQWA. Berikut ini akan kami kemukakan kemudahan-kemudahan yang dapat kita peroleh dari ALLAH SWT apabila GELAR TAQWA atau TITEL TAQWA telah kita dapatkan, yaitu:    

1)      Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 37 di bawah ini, hanya ketaqwaanlah yang mampu mendekatkan diri kita kepada KERIDHAAN ALLAH SWT dan/atau  hanya ketaqwaanlah yang mampu menjadikan diri kita DIRIDHAI oleh ALLAH SWT.

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
(surat Al Hajj (22) ayat 37)


2)      Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 197 diterangkan  bahwa sebaik baik BEKAL/PERBEKALAN untuk pulang kampung dalam rangka bertemu dengan ALLAH SWT di hari AKHIR adalah KETAQWAAN.Semakin tinggi tingkat ketaqwaan yang kita peroleh semakin tinggi pula fasilitas yang kita peroleh di SYURGA, demikian pula sebaliknya.


 (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
(surat Al Baqarah (2) ayat 197)

[122] Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[123] Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.
[124] Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.


3)      Berdasarkan surat Al Hujuraat (49) ayat 3 diterangkan  bahwa AMPUNAN dan PAHALA YANG BESAR dari ALLAH SWT hanya dapat diperoleh melalui GELAR TAQWA atau TITEL TAQWA.


Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka Itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.
(surat Al Hujuraat (49) ayat 3)


4)      Berdasarkan surat Al Hujuraat (49) ayat 13 diterangkan  bahwa KEMULYAAN seseorang di mata ALLAH SWT tergantung tinggi rendahnya KETAQWAAN.


Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
(surat Al Hujuraat (49) ayat 13)


Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, kita harus waspada dengan GELAR dan TITEL TAQWA, sebab GELAR dan TITEL TAQWA bisa berasal dari ALLAH SWT juga bisa berasal dari SYAITAN. Jika sampai GELAR dan TITEL TAQWA yang kita peroleh dari SYAITAN, bukannya SYURGA dan KEMULYAAN yang akan kita peroleh di dunia dan di akhirat melainkan NERAKA JAHANNAM yang akan kita dapatkan. 



D.  Pupuklah IMAN dengan SABAR dan TAWAKKAL


KULIAH di perguruan tinggi tidak cukup menghantarkan kita memperoleh GELAR SARJANA. Untuk memperoleh GELAR SARJANA maka kita harus terlebih dahulu di UJI melalui UJIAN TERTULIS dan juga UJIAN SIDANG. Apabila kita mampu melaksanakan dengan baik maka GELAR SARJANA dapat kita raih. Hal yang sama juga berlaku dalam hal melaksanakan KEIMANAN kepada ALLAH SWT dan/atau untuk memperoleh TITEL TAQWA. ALLAH SWT juga akan menguji  KEIMANAN HAMBA-HAMBANYA yang telah mengaku BERIMAN kepada-Nya. UJIAN yang dilakukan oleh ALLAH SWT sangat berbeda dengan UJIAN untuk memperoleh GELAR SARJANA. ALLAH SWT memberikan UJIAN kepada hamba-Nya dapat melalui banyak pintu seperti melalui ujian TAHTA, ujian HARTA, ujian WANITA atau ujian ANAK dan KETURUNAN. Adanya UJIAN yang diberikan oleh   ALLAH SWT kepada setiap hambanya, maka ALLAH SWT akan mengetahui seberapa tinggi kualitas keimanan hambanya, seberapa hebat kualitas keimanan hambanya, seberapa kuat tingkat keimanan hambanya.


ALLAH SWT selaku PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi tidak akan menerapkan STANDARD GANDA untuk menguji kualitas KEIMANAN hambanya. SETIAP hambanya tanpa terkecuali akan di uji keimanannya oleh ALLAH SWT sebagai wujud untuk memperoleh GELAR atau TITEL TAQWA. Sekarang bagaimana dengan diri kita? DIRI KITA sepanjang dijadikan ALLAH SWT sebagai KHALIFAH di muka bumi, tidak terkecuali dapat dipastikan akan di uji kualitas keimanannya oleh ALLAH SWT. Timbul pertanyaan, apa yang harus kita perbuat dengan kondisi ini? Hal yang pertama yang harus kita lakukan untuk menerima UJIAN KEIMANAN dari  ALLAH SWT, kita diharuskan untuk bersabar dan juga memaafkan atas apa-apa yang menimpa diri kita.


tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diutamakan.
(surat Asy Syuura (42) ayat 43)

berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, Maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri."
(surat Yunus (10) ayat 84)

  
dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah Dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.
(surat Al Furqaan (25) ayat 58)


SABAR dan MEMAAFKAN merupakan syarat pertama yang diminta oleh ALLAH SWT kepada hambanya yang sedang di uji keimanannya. Timbul pertanyaan, apakah cukup dengan BERSABAR dan MEMAAFKAN saja, maka UJIAN KEIMANAN dari ALLAH SWT dapat kita jalani? SABAR dan MEMAAFKAN walaupun merupakan hal-hal yang diutamakan, tidak cukup untuk menghadapi UJIAN KEIMANAN dari ALLAH SWT. Agar diri kita senantiasa berada di dalam KEHENDAK ALLAH SWT walaupun sedang di dalam melaksanakan UJIAN ALLAH SWT maka kita tetap harus selalu berada di dalam kesesuaian dengan KEHENDAK ALLAH SWT. Selanjutnya adakah jalan keluar yang diberikan oleh ALLAH SWT kepada hambanya yang sedang mengalami UJIAN? Sebelum menjawab pertanyaan ini, akan kami kemukakan sebuah ilustrasi sebagai berikut: Apabila kita mempunyai anak yang masih bersekolah di Sekolah Dasar, kemudian anak tersebut mempunyai pekerjaan rumah yang sulit dikerjakannya,  apakah sebagai orang tua kita lepas tangan begitu saja setelah anak tersebut menyerahkan segala urusan pekerjaan rumah kepada diri kita?


Sebagai orang tua tentu kita akan bertanggungjawab dengan apa-apa yang telah diserahkan anak itu kepada kita dengan cara dicarikan jalan keluar yang terbaik dan/atau kita akan mengambil alih urusan pekerjaan rumah anak tersebut. Apakah kondisi ini berlaku juga dengan ALLAH SWT kepada hambanya? ALLAH SWT juga memberlakukan hal yang sama dengan diri kita selaku orang tua kepada anaknya. Akan tetapi cara dan methode yang ALLAH SWT lakukan tidak sama dengan tata cara yang kita lakukan. ALLAH SWT selaku INISIATOR yang juga PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi, tentu mempunyai MANAGEMENT SYSTEM tersendiri untuk membantu hambanya yang sedang mengalami hambatan, kesulitan, ataupun sedang di uji keimanannya oleh ALLAH SWT. Untuk itu ALLAH SWT menyediakan sebuah kemudahan yang bernama FASILITAS TAWAKKAL kepada hambanya. Dimana FASILITAS TAWAKKAL adalah sebuah FASILITAS yang khusus diberikan ALLAH SWT kepada hambanya yang beriman hanya kepada ALLAH SWT dengan cara menyerahkan segala urusan yang sedang kita hadapi kepada ALLAH SWT. 


Untuk dapat memperoleh FASILITAS TAWAKKAL dariALLAH SWT caranya sangat MUDAH yaitu BERIMANLAH hanya KEPADA ALLAH SWT saja serta BERTASBIHLAH hanya kepada ALLAH SWT saja. Adanya FASILITAS TAWAKKAL yang  ALLAH SWT berikan, bukanlah berarti kita hanya berdiam diri saja tanpa melakukan kegiatan apapun, akan tetapi kita tetap berusaha untuk menyelesaikan persoalan yang kita hadapi. Akan tetapi peranan ALLAH SWT sangat kita harapkan di dalam memecahkan persoalan yang kita hadapi. Sehingga kita berharap hasil atau jalan keluar yang kita peroleh tidak berseberangan dengan KEHENDAK ALLAH SWT dan/atau yang terbaik bagi diri kita.


E. Pupuklah IMAN dengan SYUKUR


SYUKUR mudah di ucapkan akan tetapi sulit untuk dilakasanakan sebab ungkapan rasa SYUKUR tidak cukup hanya dengan mengucapkan TERIMA KASIH. Untuk dapat dikatakan kita telah bersyukur, tentu harus ada parameter lainnya selain TERIMA KASIH. Sebagai contoh, jika saya diberi HADIAH berupa BAJU KOKO kemudian BAJU KOKO tersebut saya pakai untuk membersihkan mobil, apakah saya sudah bersyukur walaupun saya sudah mengucapkan terima kasih? TERIMA KASIH merupakan ADAB dan SOPAN SANTUN jika kita menerima sesuatu. Akan tetapi TERIMA KASIH bukanlah ukuran atas kesuksesan sebuah SYUKUR. Setelah menerima BAJU KOKO, kita harus dapat meletakkan dan menempatkan si pemberi BAJU KOKO sebagai berikut:

1.      BAJU KOKO bukanlah sarana untuk membersihkan MOBIL, apabila kita melakukannya  berarti kita telah keluar dari maksud dan tujuan diberikannya atau dihadiahkannya BAJU KOKO kepada kita.
2.      Menerima sebuah PEMBERIAN tidak terlepas dari menyenangkan hati pemberi HADIAH.
3.      Memakai BAJU KOKO sesuai dengan peruntukkannya merupakan penghormatan kepada pemberi HADIAH.


Ketentuan yang kami kemukakan di atas ini berlaku secara umum dan mutlak harus kita laksanakan dalam rangka menjaga hubungan antar sesama umat manusia. Selanjutnya jika kepada sesama manusia saja kita harus berlaku seperti itu, sekarang bagaimana kita harus bersikap kepada ALLAH SWT? ALLAH SWT selaku Inisiator yang juga Pencipta dan Pemilik alam semesta ini termasuk di dalamnya diri kita, telah banyak memberikan kepada kita hal-hal sebagai berikut yang tidak ternilai harganya:


1.      Manusia termasuk diri kita telah diberikan RUH oleh ALLAH SWT, dimana RUH yang diberikan ALLAH SWT langsung ditiupkan tanpa ada bantuan ataupun dipengaruhi oleh siapapun juga (lihat kembali surat As Sajdah (32) ayat 9). Sebagai KHALIFAH yang sedang melaksanakan TUGAS di muka bumi, apa yang dapat kita lakukan jika ALLAH SWT tidak pernah menciptakan dan meniupkan RUH kepada diri kita? Setelah menerima dan mendapatkan RUH yang berasal langsung dari ALLAH SWT, sudahkah kita menyenangkan dan membahagiakan ALLAH SWT dengan mempergunakan RUH sesuai dengan peruntukkannya?

2.      ALLAH SWT juga telah memberikan AMANAH 7 berupa sifat QUDRAT, IRADAT, SAMI', BASHIR; ILMU, KALAM, HAYAT kepada diri kita, sudahkah pemberian ini kita pergunakan sebagaimana mestinya dan/atau sudahkah AMANAH 7 dipergunakan sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT sebagai pemberi AMANAH 7?

3.      ALLAH SWT juga telah memberikan AF'IDAH atau PERASAAN yang diletakkan di dalam HATI RUHANI. Sekarang coba kita banyangkan jika sampai di dalam diri kita tidak ada AF'IDAH atau PERASAAN, apa yang dapat kita rasakan dalam kehidupan ini?

4.      ALLAH SWT juga telah menSIBBGHAH atau MENCELUP manusia, termasuk diri kita, dengan ASMA ALLAH SWT yang berjumlah 99 perbuatan yang tertuang di dalam ASMAUL HUSNA. Sudahkah pemberian ini kita pergunakan sesuai dengan KEHENDAK       ALLAH SWT?

5.      ALLAH SWT juga telah memberikan kepada manusia apa yang dinamakan dengan HUBBUL/KECINTAAN terhadap sesuatu. Apa jadinya jika sampai di dalam diri kita tidak ada HUBBUL SYAHWAT, HUBBUL ISTITLAQ, HUBBUL MAAL, HUBBUL RIASAH, HUBBUL MAADAH, HUBBUL HURRIYAH serta HUBBUL JAM'I? Selanjutnya sudahkah kita mempergunakan itu semua sesuai dengan KEHENDAK  ALLAH SWT?

6.      ALLAH SWT juga telah memberikan SARANA dan PRASARANA  JASMANI yang begitu canggih, lihatlah jantung, lihatlah pembuluh darah, lihatlah ginjal, lihatlah mata, dapatkah kita beraktivitas jika tanpa diberikan itu semua oleh ALLAH SWT?

7.      ALLAH SWT juga telah memberikan AD DIIN atau DIINUL ISLAM bagi kepentingan KEKHALIFAHAN di muka bumi, sudahkah AD DIIN atau DIINUL ISLAM dilaksanakan sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT?
  

Sampai dengan saat ini, hanya ALLAH SWT sajalah yang mampu memberikan, yang mampu menciptakan 7(tujuh) buah hal yang kami sebutkan di atas ini. Jika hal ini adalah kondisi dasar dari yang diberikan ALLAH SWT kepada diri kita, apakah cukup dengan mengucapkan TERIMA KASIH SAJA maka kita sudah dapat dikatakan MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT? TERIMA KASIH tidak dapat dijadikan acuan dan pedoman bagi kesuksesan pelaksanaan SYUKUR kepada ALLAH SWT seperti yang dikemukakan ALLAH SWT dalam surat  Al Baqarah (2) ayat 152 di bawah ini?


karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
(surat Al Baqarah (2) ayat 152)


[98] Maksudnya: aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.


MANUSIA termasuk diri kita sebagai penerima RUH, sebagai penerima AMANAH7, sebagai penerima ASMA atau PERASAAN, penerima HUBBUL, sebagai penerima SIBHGHAH ASMA, penerima JASMANI yang begitu canggih, serta penerima AD DIIN atau DIINUL ISLAM, sudahkah kita mensyukuri pemberian ALLAH SWT sesuai dengan KEHENDAK pemberinya? Dalam surat  Al Baqarah (2) ayat 152 ALLAH SWT memberikan tuntunannya kepada kita melalui:

1.      Jika kita bersyukur telah menerima RUH dari ALLAH SWT sudahkah kita melaksanakan PERNYATAAN KETUHANAN kepada ALLAH SWT?

2.    Jika kita bersyukur telah menerima ILMU sebagai bagian AMANAH 7 sudahkah ILMU tersebut kita manfaatkan sesuai dengan peruntukkannya dan juga apakah sudah kita ajarkan dengan baik kepada yang membutuhkannya?

3.    Jika kita bersyukur telah menerima AF'IDAH atau PERASAAN dari ALLAH SWT, apakah kita masih terus menyakiti orang lain?

4.      Jika kita bersyukur telah menerima HUBBUL MA'AL dari  ALLAH SWT sudahkan sebahagian REZEKI yang kita peroleh kita zakatkan, infaqkan, untuk orang yang tidak mampu dan/atau sudahkah Hak ALLAH SWT kita keluarkan?

5.      Jika kita bersyukur telah menerima AR RAHMAN dan AR RAHHIM dari ALLAH SWT sudahkah kita berkasih sayang dengan kepada sesama manusia?

6.      Jika kita bersyukur telah menerima TUBUH dan JASMANI yang CANGGIH sudahkah kekuatan yang ada di dalam tubuh kita dipergunakan untuk kebaikan?

7.      Jika kita besyukur telah menerima AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ sudahkah kita menjalankannya secara KAFFAH?


Jika kita tidak pernah berbuat dan melakukan tindakan yang sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT maka berarti diri kita bukanlah termasuk orang-orang yang telah BERSYUKUR. Tanda SYUKUR kepada ALLAH SWT atas pemberian yang telah kita terima harus memenuhi kriteria sebagai berikut:


1)      Saling memberi dan saling menerima, contohnya setelah menerima REZEKI jangan simpan REZEKI itu untuk diri sendiri, bagilah kepada yang membutuhkannya maka  ALLAH SWT akan memberikan kembali REZEKI tersebut kepada kita.


dan Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.
(surat Al Israa' (17) ayat 19)


2)      Tidak boleh ada DUSTA di antara kita dengan ALLAH SWT dan/atau jangan pernah mengingkari nikmat yang pernah ALLAH SWT berikan.


karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
(surat Al Baqarah (2) ayat 152)


Sebagai KHALIFAH yang sedang melaksanakan TUGAS di muka bumi, sudahkah kita melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT selaku pemberi RUH, AMANAH7, AF"IDAH atau PERASAAN, ataupun HUBBUL serta DIINUL ISLAM? Kami berharap pembaca buku ini termasuk orang-orang yang TAHU dan MENGERTI arti dan makna BERSYUKUR kepada  ALLAH SWT.


F. Pupuklah Iman dengan DZIKIR, DOA dan TAFAKUR


Untuk menjalankan tugas sebagai KHALIFAH  di muka bumi, yang sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT tentu bukanlah sebuah perkara mudah,  perlu perjuangan yang tidak sedikit, melelahkan serta penuh rintangan.  Di lain sisi  sebelum diri kita ada di muka bumi sudah ada terlebih dahulu apa yang dinamakan dengan AHWA dan SYAITAN. AHWA dan SYAITAN akan membawa manusia berada di dalam NILAI-NILAI KEBURUKAN sedangkan KEHENDAK ALLAH SWT kepada manusia agar manusia selalu berada di dalam NILAI-NILAI KEBAIKAN. Adanya peperangan dan/atau adanya saling pengaruh mempengaruhi yang terjadi di dalam diri setiap manusia dapat mengakibatkan manusia bingung, susah, terjepit di antara kedua pusaran tersebut. 


Agar diri kita selalu berada di dalam pusaran NILAI-NILAI KEBAIKAN tentu diri kita membutuhkan sesuatu yang dapat menjadikan diri kita tetap berada di dalam koridor tersebut. Selain  AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang akan menjadikan diri kita selalu berada di dalam KEHENDAK ALLAH SWT, masih ada hal lainnya yang dapat menjadikan diri kita selalu berada dalam KEHENDAK ALLAH SWT, apakah itu? Berdasarkan surat  Al Mu'min (40) ayat 60 ALLAH SWT memberikan FASILITAS kemudahan yang dapat membantu MANUSIA agar selalu berada di dalam KEHENDAKNYA yaitu melalui DOA.


dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".
(surat Al Mu'min (40) ayat 60)

[1326] Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdoa kepada-Ku.


MANUSIA diperkenankan untuk BERDOA dan/atau memanjatkan DOA hanya kepada ALLAH SWT jika tidak ALLAH SWT akan murka kepada manusia. Hal yang harus kita ingat adalah bahwa DOA yang kita lakukan kepada ALLAH SWT dalam rangka membantu, menolong, memberikan jalan keluar, memberikan semangat agar MANUSIA atau diri kita sukses melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sekaligus menjadi MAKHLUK PILIHAN. Adanya DOA yang kita mohonkan dan panjatkan kepada ALLAH SWT berarti kita telah meletakkan diri kita LEBIH RENDAH atau diri kita TIDAK MAMPU dibandingkan dengan ALLAH SWT sehingga kita membutuhkan ALLAH SWT. Jika ini adalah kondisi dasar kita memohonkan dan memanjatkan doa kepada ALLAH SWT, pantas dan patutkah atau patut dan pantaskah kita menyombongkan diri kepada ALLAH SWT?  Selama kita berharap DOA yang kita panjatkan dan/atau agar DOA kita diperkenankan oleh ALLAH SWT maka Jangan Pernah sekalipun kita MENYOMBONGKAN DIRI kepada  ALLAH SWT selaku PENCIPTA dan PEMILIK alam semesta ini. Berikut ini akan kami kemukakan ADAB BERDOA yang dikemukakan IMAM GAZALI dalam IHYA ULUMUDDIN, yaitu:

1.        Pada waktu yang baik dan mulia, seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum'at, sepertiga akhir dari malam dan pada waktu sahur.

2.       Dalam keadaan yang mulia, seperti ketika bersujud dalam sembahyang, ketika berhadapan dengan musuh dan peperangan, ketika turun hujan, sebelum menunaikan sembahyang dan sesudahnya, ketika jiwa sedang tenang dan bersih dari segala gangguan syaitan dan ketika menghadap ka'bah dan/atau dengan menghadap ka'bah/kiblat.

3.       Merendahkan suara, yaitu antara terdengar dengan tiada oleh orang yang di  sisi kita sebab ALLAH SWT sudah DEKAT.

4.     Jangan bersajak, yakni tanpa menggunakan kata-kata bersajak dalam doa itu. Tetapi cukup dengan kata-kata yang sederhana, sopan, dan tepat mengenai seuatu yang dihajati dengan doa itu. Dan tidak perlu dilagukan dengan irama-irama tertentu. Sangat baik jika kita memilih lafazh-lafazh doa yang diterima dari Rasulullah SAW yang kandungannya sesuai dengan apa yang hendak kita doakan pula.

5.       Berlaku khusyu' dan tadlaru'lah dengan merasakan kebesaran dan kehebatan ALLAH SWT dalam jiwa kita yang halus.

6.            Mengokohkan kepercayaan bahwa doa itu akan diperkenankan  ALLAH SWT dan tidak merasa gelisah jika doa kita tidak diperkenannya.

7.     Mengulang-ulang doa itu dua tiga kali, yakni doa tentang sesuatu yang sangat kita utamakan memohonkannya kepada ALLAH SWT, akan lebih baik jika dibaca berulang-ulang sampai dua-tiga kali.
8.            Menyebut/memuji ALLAH SWT pada permulaannya.
9.           Bertaubat sebelum berdoa dan menghadapkan diri dengan sesungguhnya kepada ALLAH SWT


(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
(surat Ali Imran (3) ayat 191)


Selanjutnya apakah hanya melalui DOA saja yang dapat menjadikan diri kita selalu berada di dalam KEHENDAK ALLAH SWT? Selain DOA masih terdapat kegiatan lain yang dapat menjadikan diri kita selalu berada di dalam KEHENDAK ALLAH SWT yaitu DZIKIR dan TAFAKUR seperti yang dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 191 di atas ini. DZIKIR dan TAFAKUR merupakan sarana lainnya  yang diberikan oleh ALLAH SWT agar diri kita selalu berada di dalam KEHENDAKNYA. Yang menjadi persoalan saat ini adalah maukah kita menerima kemudahan yang diberikan oleh ALLAH SWT melalui DOA, DZIKIR dan TAFAKUR sehingga kita selalu berada di dalam KEHENDAKNYA? Jika kita termasuk orang yang TAHU DIRI tentu kita tidak akan pernah menyianyiakan sedikitpun kemudahan yang diberikan ALLAH SWT kepada diri kita.


Sekarang siapakah yang membutuhkan DOA, DZIKIR dan TAFAKUR itu, ALLAH SWT kah atau diri kita? Jika kita merasa membutuhkan DOA, sudahkah kita memenuhi hak-hak ALLAH SWT sebelum melakukan DOA kepada ALLAH SWT? PEMBACA selain apa-apa yang telah kami sebutkan di atas ini tentang PEMUPUKAN IMAN kepada ALLAH SWT. Masih banyak terdapat PUPUK-PUPUK IMAN yang terdapat di dalam Al-Qur'an yang dapat kita pergunakan guna mempertahankan, memelihara, menjaga KUALITAS KEIMANAN diri kita kepada ALLAH SWT.

1)      Berbakti kepada ORANG TUA merupakan sarana paling ampuh untuk memelihara dan menjaga keutuhan IMAN yang ada di dalam dada.


Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
(surat Luqman (31) ayat 14)

[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.


2)   Selalu Menjaga dan Memelihara Tali Silaturrahmi di antara  sesama umat manusia atau selalu menyambung tali silaturahmi.


Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
(surat Muhammad (47) ayat 22)

dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
(surat Al Balad (90) ayat 17)


3)   Selalu bersikap rendah hati, jauhkan diri dari sikap sombong atau membanggakan diri baik kepada ALLAH SWT maupun kepada sesama manusia.


dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
(surat Luqman (31) ayat 18)



4)   Bersikap Lemah Lembut, Sopan dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyratakat sehingga masyarakat terbantu oleh sebab keberadaan diri kita.


Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
(surat Ali Imran (3) ayat 159)

[246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.


5)   Berakhlak Mulia, tidak suka menyakiti hati orang lain baik langsung maupun tidak langsung yang pada akhirnya kita tidak menjadi beban masyarakat.


Perkataan yang baik dan pemberian maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
(surat Al Baqarah (2) ayat 263)

[167] Perkataan yang baik Maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan maksud pemberian ma'af ialah mema'afkan tingkah laku yang kurang sopan dari si penerima.


6)   Jihad Fi Sabilillah atau bersungguh-sungguh berjalan di jalan ALLAH SWT atau berjalan di jalan yang dikehendaki ALLAH SWT melalui harta maupun jiwa.


Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.
(surat Al Hujuraat (49) ayat 15)


7)   Selalu Berbuat Amal Kebajikan dengan segenap kemampuan diri dengan niat ikhlas beribadah kepada ALLAH SWT.


Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu[506], Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini[507]. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.
(surat Al An'am (6) ayat 135)

[506] Artinya: tetaplah dalam kekafiranmu sebagaimana aku tetap dalam keislamanku.
[507] Maksudnya: Allah menjadikan dunia sebagai tempat mencari (hasil) yang baik Yaitu kebahagiaan diakhirat.

8)   Hidup dalam MAJELIS harus lapang melapangi atau tolong menolong dan jangan pernah mendustakan apalagi menyakiti hati sesama.


Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
 (surat Al Mujaadilah (58) ayat 11)


9)   Berhati-hatilah jika anda adalah  ULAMA, atau  USTADZ, atau KYAI  karena apabila salah di dalam memberikan pelajaran maka akan salah pula masyarakat.


Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
(surat At Taubah (9) ayat 34-35)


Pembaca, inilah PUPUK-PUPUK IMAN yang dapat kita pergunakan sebagai PEMELIHARA, PENINGKAT KUALITAS KEIMANAN yang ada di dalam diri yang dapat menghantarkan kesuksesan kepada diri kita sewaktu menjalankan tugas di muka bumi dan semoga kita menjadi KHALIFAH yang juga adalah  MAKHLUK PILIHAN. Setelah menjadi orang yang beriman dan/atau setelah merawat dan memelihara IMAN dengan apa-apa yang telah kami kemukakan di atas, maka ORANG yang BERIMAN wajib pula memperhatikan hal-hal sebagai berikut:


1) MAKANAN ORANG BERIMAN


Manusia terdiri dari JASMANI dan RUHANI. JASMANI manusia asalnya dari saripati TANAH sedangkan RUHANI asalnya dari  ALLAH SWT. Sewaktu menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, kita harus dapat menjaga dan memelihara JASMANI dan RUHANI. Untuk menjaga JASMANI yang asalnya dari saripati tanah ALLAH SWT memerintahkan kepada MANUSIA untuk memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Hal ini terdapat pada surat Abasa (80) ayat 24 di bawah ini. Selanjutnya adakah persyaratan-persyaratan tertentu yang ALLAH SWT KEHENDAKI untuk menjaga dan merawat JASMANI? ALLAH SWT selaku INISIATOR yang juga PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi merupakan MAHA AHLI dan/atau YANG PALING MAHA TAHU akan kondisi dan keadaan JASMANI dan RUHANI manusia.


Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
(surat Abasa (80) ayat 24)


Berikut ini akan kami kemukakan ketentuan yang harus kita lakukan tentang makanan dan minuman yang akan kita konsumsi, yang tentunya sesuai dengan kehemndak ALLAH SWT, yaitu:

a.       Wajib memenuhi kriteria HALAL
b.      Wajib memenuhi kriteria THAIB atau BAIK
c.       Wajib membaca BASMALLAH sebelum mengkonsumsi segala sesuatu
d.      Wajib membaca DOA sebelum makan dan minum

Untuk apa ALLAH SWT memberikan ketentuan kepada manusia jika ia akan MAKAN dan MINUM? Inilah bukti kasih sayang ALLAH SWT kepada umat manusia supaya umatnya selalu di dalam lindungan dan ridha-Nya serta selalu mendapatkan hal-hal yang berkualitas tinggi dan juga selalu di dalam kehendak-Nya. HALAL dan BAIK di dalam MAKANAN dan MINUMAN yang dikonsumsi oleh manusia merupakan sebuah kondisi yang kait mengkait serta keduanya tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Kita tidak dapat hanya berpedoman kepada HALAL saja dengan mengabaikan THAIB atau BAIK demikian pula sebaliknya. HALAL dan BAIK harus seiring sejalan.


Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
(surat Al Baqarah (2) ayat 172)


HALAL mengindikasikan KUALITAS dan MUTU dari BAHAN sedangkan BAIK adalah UKURAN, TAKARAN yang harus dikonsumsi dan/atau TINGKAT KEBUTUHAN GIZI yang harus dipenuhi. Jika ketentuan  HALAL dan ketentuan BAIK sudah kita buat dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan, apakah hal ini sudah cukup di mata ALLAH SWT?  ALLAH SWT menunjukkan kasih sayang-Nya kepada seluruh umat manusia bahwa KETENTUAN HALAL dan KETENTUAN THAIB/BAIK belum cukup dikehendaki oleh ALLAH SWT. Untuk itu ALLAH SWT memerintahkan kepada setiap manusia untuk selalu membaca BASMALLAH yang dilanjutkan membaca DOA jika kita ingin MAKAN ataupun MINUM. Untuk apa BASMALLAH dan DOA itu dan adakah hubungannya dengan Makanan dan Minuman yang kita konsumsi?


Ibnu Abbas  r.a. berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis: Ya Tuhan; Semua makhluk-Mu telah engkau tentukan rezekinya, maka manakah rezekiku. Allah berfirman: Rezekimu adalah makanan yang tidak disebut nama-Ku padanya.
(hr Abussyekh; 272-259)


Berdasarkan Hadist Qudsi di atas ini, jika kita MAKAN dan MINUM tetapi tidak dibacakan BASMALLAH maka yang diberi MAKAN dan MINUM oleh setiap MANUSIA bukanlah dirinya sendiri melainkan memberi MAKAN dan MINUM kepada JIN/IBLIS/SYAITAN. Adanya kondisi ini berarti kita yang MAKAN dan MINUM tetapi yang diberi REZEQI adalah JIN/IBLIS/SYAITAN sebagai musuh utama dari diri kita sendiri. Adanya DOA yang kita panjatkan sebelum MAKAN atau MINUM, mudah-mudahan dapat memberikan dan/atau dapat meningkatkan dan/atau menambah manfaat kepada JASMANI kita dan/atau dapat mengurangi dampak negatif dari MAKANAN dan MINUMAN yang kita konsumsi.


Hal yang harus kita perhatikan adalah belum tentu seluruh MAKANAN dan MINUMAN yang kita konsumsi 100% memenuhi KETENTUAN HALAL dan KETENTUAN THAIB/BAIK maka dengan DOA itulah kita berharap kepada ALLAH SWT untuk memberikan LINDUNGAN dan RIDHANYA terhadap MAKANAN dan MINUMAN yang kita konsumsi jika belum sepenuhnya memenuhi KETENTUAN yang TELAH ALLAH SWT tetapkan. Selain daripada itu ketentuan HALAL dan HARAM yang dikemukakan oleh ALLAH SWT tidak hanya berlaku kepada makanan dan minuman yang kita konsumsi saja namun pengertian HALAL dan HARAM mencakup bagaimana cara untuk memperoleh dan/atau cara untuk mendapatkan makanan dan minuman yang kita konsumsi atau dengan kata lain termasuk di dalam jenis pekerjaan yang kita lakukan untuk memperoleh penghasilan. Selain daripada itu orang yang telah menyatakan beriman kepada ALLAH SWT juga dilarang untuk memakan RIBA.


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
            (surat Al Baqarah (2) ayat 278)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
(surat Ali Imran (3) ayat 130)

[228] Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa Riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.


Pembaca pernahkah anda semua membayangkan jika JASMANI yang secara SUNNATULLAH sudah memiliki SIFAT-SIFAT yang mencerminkan asal-usulnya yang berasal dari alam dan/atau JASMANI yang memiliki perbuatan yang disebut AHWA dan/atau perbuatan JASMANI yang sejak diciptakan oleh ALLAH SWT sudah memiliki perbuatan-perbuatan yang mencerminkan NILAI NILAI  KEBURUKAN, lalu kondisi ini ditambah dengan sewaktu kita merawat dan memeliharanya dan/atau menjadikan regenerasi kekhalifahan di muka bumi sumbernya atau makanan dan minuman yang kita konsumsi bersifat HARAM dan SYAIAT? Apabila makanan dan minuman yang kita konsumsi memenuhi unsur HARAM dan SYAIAT maka hal-hal sebagai berikut dapat saja terjadi, yaitu :

a.    Sifat-sifat alamiah JASMANI yang mencerminkan NILAI-NILAI KEBURUKAN akan lebih sempurna keburukan-keburukannya.

b.  NILAI-NILAI KEBURUKAN yang terdapat di dalam JASMANI menjadi lebih kental dan/atau bahkan menjadi bertambah dengan adanya unsur HARAM dan SYAIAT.

c.  Adanya makanan dan minuman yang HARAM dan SYAIAT maka AHWA akan memperoleh tambahan bahan bakar sehingga kemampuan AHWA untuk mengendalikan RUHANI menjadi bertambah kuat.   

Untuk itu sadarilah sejak AWAL bahwa MAKANAN dan MINUMAN yang kita konsumsi dan/atau cara untuk memperoleh penghasilan wajib kita perhatikan dengan seksama. Jika sampai ini terjadi pada diri kita hanya TAUBATAN NASUHA jalan keluar yang terbaik. 

Selanjutnya apakah hanya JASMANI saja yang membutuhkan makanan dan minuman sedangkan RUHANI tidak perlu di rawat dan dipelihara? Jika kita berpedoman kepada asal usul dari JASMANI dan RUHANI maka makanan dan minuman untuk merawat JASMANI dan RUHANI pasti berbeda. Sekarang makanan dan minuman apakah yang paling dibutuhkan oleh RUHANI? RUHANI yang asalnya dari ALLAH SWT pasti RUHANI memerlukan kedekatan dengan ALLAH SWT. Untuk dapat mendekatkan RUHANI kepada asal-usulnya, dalam hal ini adalah  ALLAH SWT, maka makanan dan minuman RUHANI adalah melaksanakan AD DIIN atau DIINUL ISLAM secara KAFFAH, membaca dan mengamalkan Al-Qur'an, mendirikan SHALAT, menunaikan ZAKAT, PUASA, HAJI atau UMROH, SHADAQAH ZARIAH serta DZIKRULLAH. Adanya perbedaan makanan dan minuman antara JASMANI dan RUHANI maka kita harus pandai-pandai menyeimbangkan pemberian makanan dan minuman baik kepada JASMANI dan RUHANI. Untuk itulah kita tidak bisa hanya condong kepada JASMANI saja dengan melalaikan kebutuhan RUHANI demikian pula sebaliknya. Kita tidak bisa hanya mementingkan makanan RUHANI saja dengan mengabaikan kepentingan JASMANI sebab baik RUHANI maupun JASMANI harus kita pelihara dan harus kita rawat sesuai dengan kondisinya masing-masing.


2)     PETUNJUK ORANG BERIMAN

Sebagai KHALIFAH tentu kita tidak bisa seenaknya saja berbuat di muka bumi yang tidak pernah kita ciptakan dan tidak pernah kita miliki. Sebagai KHALIFAH kita hanyalah perpanjangan tangan dari Pemilik dan Pencipta bumi dalam rangka melaksanakan apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku Pemilik dan Pencipta dari bumi. ALLAH SWT  tidak demikian saja menyuruh KHALIFAHNYA bekerja di muka bumi, apalagi ALLAH SWT bertahta di ARSY. Dalam rangka mensukseskan program  KEKHALIFAHAN di muka bumi,  maka ALLAH SWT memberlakukan dan/atau telah menetapkan hal-hal sebagai berikut:

1.  Menunjuk NABI dan RASUL sebagai manusia-manusia pilihan dan/atau UTUSAN-UTUSAN yang TERHORMAT guna menerangkan program kekhalifahan di muka bumi (dalam hal ini NABI dan RASUL dapat dikatakan sebagai DUTA BESAR ALLAH SWT di muka bumi) dan sebagai NABI dan RASUL terakhir adalah NABI MUHAMMAD SAW.

2.      Menurunkan BUKU MANUAL dan/atau KITAB SAMAWI dalam hal ini adalah ZABUR, TAURAT, INJIL dan  AL-QUR'AN sebagai KITAB PENYEMPURNA bagi kitab-kitab sebelumnya.

3.     Adanya NABI dan RASUL (dalam hal ini adalah NABI MUHAMMAD SAW) di muka bumi yang telah mendapatkan mandat penuh dari ALLAH SWT maka lahirlah apa yang dinamakan HADITS.

4.      Menciptakan MALAIKAT dan IBLIS/JIN/SYAITAN untuk suatu tujuan yang tertentu.

5.      MENURUNKAN AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ.


Sekarang seluruh NABI dan RASUL (termasuk  NABI MUHAMMAD SAW sebagai NABI dan RASUL terakhir) sudah tidak ada lagi, akan tetapi PROGRAM KEKHALIFAHAN di muka bumi harus tetap berjalan sesuai dengan apa-apa yang telah direncanakan oleh  ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH tentu kita wajib melaksanakan program kekhalifahan ini sesuai dengan KEHENDAK  ALLAH SWT, lalu apa yang harus kita perbuat dengan kondisi NABI dan RASUL sudah tidak ada lagi sedangkan kita harus tetap melaksanakan tugas di muka bumi? Setelah NABI dan RASUL tidak ada lagi, sebagai KHALIFAH yang BERIMAN kepada ALLAH SWT maka kita harus:

1.      MENYATAKAN bahwa ALLAH SWT selamanya akan tetap ada dan ALLAH SWT tidak akan mungkin binasa.

2.      AL-QUR'AN sebagai  BUKU MANUAL yang diturunkan oleh  ALLAH SWT akan tetap ada mendampingi KEKHALIFAHAN di muka bumi.

3.      HADITS yang merupakan TAFSIR dari AL-QUR'AN akan tetap ada di muka bumi.


Menyatakan KEIMANAN kepada ALLAH SWT sudah memang seharusnya kita lakukan dengan sebaik-baiknya. Sekarang bagaimana kita harus bersikap kepada Al-Qur'an dan Hadits, mana yang harus kita dahulukan apakah Al-Qur'an ataukah Hadits? Al-Quran diturunkan oleh  ALLAH SWT tidak mengenal adanya istilah, yang akan kami kemukakan di bawah ini dibandingkan Hadits, yaitu :

1.      Al-Qur'an tidak mengenal istilah SHAHIH.
2.      Al-Qur'an tidak mengenal istilah SHANAT atau SHANAT HASAN.
3.      Al-Qur'an tidak mengenal istilah RAWI.
4.      Al-Qur'an  tidak mengenal istilah QUDSI.
5.      Al-Qur'an tidak mengenal istilah MUTHAFAQ ALAIH.
6.      Al-Qur'an tidak mengenal istilah DHOIF.
7.      Al-Qur'an mengenal istilah KHATAM  dan  HAFIZS sedangkan Hadits tidak.


Hal ini dikarenakan AL-QUR'AN adalah SUCI, MURNI, hanya dari ALLAH SWT tanpa ada campur tangan siapapun juga termasuk di dalamnya tidak ada masukan sedikitpun dari NABI MUHAMMAD SAW. Jika ini adalah kondisi dasar Al-Qur'an yang berasal dari   ALLAH SWT seperti yang dikemukakan dalam surat An Nahl (16) ayat 102, dibandingkan dengan Hadits, siapakah yang lebih tinggi kedudukannya, apakah Al-Qur'an ataukah Hadits?


Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
(surat An Nahl (16) ayat 102)


Dalam YURISDIKSI yang berlaku di INDONESIA yang lebih tinggi kedudukannya adalah UNDANG-UNDANG DASAR , kemudian UNDANG-UNDANG, di bawahnya ada PERATURAN PEMERINTAH, KEPUTUSAN PRESIDEN, selanjutnya ada KEPUTUSAN MENTERI dan yang paling rendah adalah SURAT EDARAN DIREKTORAT JENDERAL yang berisi PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN. Jika Al-Qur'an yang berasal dari  ALLAH SWT kita masukkan di dalam urut-urutan YURISDIKSI ini maka KEDUDUKAN Al-Qur'an bagi KEKHALIFAHAN di muka bumi  kedudukannya dapat dikatakan sebagai UNDANG-UNDANG DASAR. Selanjutnya bagaimana dengan Hadits? 



HADITS yang memiliki karakteristik dan memiliki istilah seperti SHAHIH, SHANAT, SHANAT HASAN, MUTHAWATIR, MUTHAFAQ ALAIH, QUDSI, dan DHOIF, tidak mungkin dapat diletakkan atau disejajarkan atau disamakan kedudukannya dengan kedudukan  Al-Qur'an. Sekarang dapatkah sesuatu yang kedudukannya lebih rendah bertentangan dengan sesuatu yang lebih tinggi kedudukannya sedangkan ke duanya harus kita jadikan pedoman sewaktu melaksanakan kekhalifahan di muka bumi? Di dalam urut-urutan Yurisdiksi, jika ketentuan Yurisdiksi yang lebih rendah bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang lebih tinggi maka yang ketentuan yang lebih rendah menjadi batal sehingga yang berlaku adalah ketentuan yang lebih tinggi. Hal yang sama juga berlaku jika HADITS bertentangan atau tidak berkesesuaian dengan Al-Qur'an maka yang berlaku adalah ketentuan Al-Qur'an. Selanjutnya dapatkah kita hanya berpedoman kepada Al-Qur'an semata dengan mengabaikan ketentuan Hadits sedangkan kedua-dua harus kita jadikan pedoman di dalam melaksanakan kekhalifahan di muka bumi? ALLAH SWT selaku Pencipta  dan Pemilik KEKHALIFAHAN di muka bumi sudah menetapkan bahwa dasar hukum yang dapat digunakan di muka bumi ini hanyalah Al-Qur'an dan HADITS. Jika ini sudah menjadi KETETAPAN ALLAH SWT maka sebagai KHALIFAH di muka bumi harus menjadikan  Al-Qur'an dan HADITS sebagai PETUNJUK dan PEDOMAN di dalam melaksanakan tugas, dengan catatan:

1. Kedudukan Al-Qur'an harus lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan Hadits. Walaupun kedudukan  Al-Qur'an lebih tinggi dari kedudukan Hadits  namun ketentuan yang ada di dalam   AL-QUR'AN tidak bisa meninggalkan atau berjalan sendirian tanpa dibarengi dengan ketentuan Hadits. Contohnya kita tidak bisa melaksanakan perintah SHALAT yang ada di  Al-Qur'an karena tata cara SHALAT adanya di dalam ketentuan Hadits.

2.      Ketentuan Hadits  tidak boleh mengalahkan ketentuan yang ada di dalam Al-Qur'an atau ketentuan Hadits tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Al-Qur'an.          

Adanya keselarasan ketentuan yang terdapat di dalam  Al-Qur'an dengan ketentuan yang ada di dalam Hadits, akan memudahkan diri kita untuk melaksanakan apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT. Selanjutnya, sewaktu kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH  di muka bumi dapatkah:

1.      Kita hanya mengakui Al-Qur'an saja dengan mengabaikan Hadits?

2.      Kita hanya mengedepankan Hadits semata dan/atau kita hanya meributkan Hadits saja dan/atau kita hanya mempelajari Hadits lebih banyak ketimbang mempelajari Al-Qur'an? 

3.      Kita lebih bangga telah mempelajari Hadits dibandingkan dengan mempelajari Al-Qur'an,  sehingga kedudukan  Al-Qur'an kita letakkan lebih rendah dibandingkan dengan Hadits?

Jika kita hanya mengakui Al-Qur'an saja dengan mengabaikan Hadits tidak ubahnya kita memiliki undang-undang dasar tanpa memiliki aturan pelaksanaan. Akan tetapi jika kita hanya mendahulukan Hadits  atau lebih banyak mempelajari Hadits atau lebih bangga belajar Hadits dibandingkan dengan  Al-Qur'an, hal ini  tidak ubahnya  kita sibuk mempelajari aturan pelaksanaan akan tetapi melupakan UNDANG-UNDANG DASAR dan/atau kita sibuk mempelajari GARIS BESAR HALUAN NEGARA akan tetapi kita malah meninggalkan PANCA SILA sebagai DASAR NEGARA. Al-Qur'an dan Hadits  merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sepanjang keduanya diletakkan dan ditempatkan sesuai dengan porsinya masing-masing.


Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
(surat Al Kahfi (18) ayat 110)


Untuk mempertegas kedudukan Al-Qur'an berada di atas kedudukan Hadits, berikut ini akan kami kemukakan firman  ALLAH SWT yang terdapat di dalam surat Al Kahfi (18) ayat 110 di atas ini. Seperti kita ketahui bersama bahwa kondisi dasar dari NABI MUHAMMAD SAW sebelum di angkat menjadi NABI dan RASUL atau kondisi dasar MUHAMMAD bin ABDULLAH kondisinya adalah sebagai Manusia Biasa, Ummi, Tidak Pernah Belajar, Tidak Bisa Menulis, Tidak Bisa Membaca, Miskin, Yatim dari Kecil, Jujur dari Kecil, Berwibawa dari Kecil, Dihormati, Terpercaya dan Rajin namun apa yang terjadi setelah menerima WAHYU dari ALLAH SWT? Adanya WAHYU yang diterima oleh MUHAMMAD bin ABDULLAH maka berubahlah kondisi dasar MUHAMMAD bin ABDULLAH menjadi NABI MUHAMMAD SAW yang memiliki  bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan pikiran, ketajaman otak, kehalusan perasaan, jujur, berbudi luhur, mempunyai kepribadian yang tinggi, kekuatan ingatan yang tinggi, kecepatan tanggapan, kekerasan kemauan dan kedewasaan emosional yang sempurna.


Sebagai khalifah di muka bumi dapatkah kita memperoleh dan/atau memiliki  bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan pikiran, ketajaman otak, kehalusan perasaan, jujur, berbudi luhur, mempunyai kepribadian yang tinggi, kekuatan ingatan yang tinggi, kecepatan tanggapan, kekerasan kemauan dan kedewasaan emosional yang sempurna, seperti yang diperoleh NABI MUHAMMAD SAW? ALLAH SWT tidak pernah melarang umat-Nya untuk memperoleh itu semua,  sepanjang umat-Nya berkeinginan memperoleh itu semua maka ALLAH SWT akan memberikannya. Hal  yang membedakan antara umat-Nya dengan NABI MUHAMMAD SAW memperoleh itu semua adalah jika NABI MUHAMMAD SAW memperolehnya melalui WAHYU sedangkan untuk umat-Nya, termasuk diri kita  melalui  IMAN dan AMAL SHALEH. Hal ini dimungkinkan terjadi karena TUHANNYA NABI MUHAMMAD SAW dengan TUHANNYA DIRI KITA adalah sama yaitu ALLAH SWT.


Selanjutnya dapatkah HADITS yang berasal dari NABI MUHAMMAD SAW merubah kondisi dasar MUHAMMAD bin ABDULLAH menjadi kondisi NABI MUHAMMAD SAW? Jika kita mengacu kepada firman  ALLAH SWT yang terdapat dalam surat Al Kahfi (18) ayat 110 yang di dalamnya tidak mengenal istilah SHAHIH, HASAN, SHANAT, RAWI, MUTHAWATIR, MUTHAFAQ ALAIH, dan DHOIF, maka HADITS tidak bisa merubah kondisi dasar MUHAMMAD bin ABDULLAH menjadi kondisi NABI MUHAMMAD SAW. Hal yang harus kita jadikan PEDOMAN adalah bahwa KEBERHASILAN UTAMA NABI MUHAMMAD SAW bukan karena HADITS yang dikemukakan oleh BELIAU akan tetapi karena adanya WAHYU yang di dapat dari          ALLAH SWT melalui perantaraan MALAIKAT JIBRIL sedangkan jika diri kita ingin memperoleh pula hal yang sama dengan NABI MUHAMMAD SAW syaratnya adalah IMAN dan AMAL SHALEH. Sekarang jika Hadits saja tidak bisa menggantikan atau mengalahkan Al-Qur'an, sekarang bagaimana mungkin ada kitab-kitab baru yang dikatakan mampu menggantikan KALAM ALLAH SWT?


5. PENTINGNYA IMAN KEPADA ALLAH SWT


Sebagaimana kita ketahui bersama sebelum diri kita dilahirkan  dan/atau sebelum diri kita ada di muka bumi ini, ALLAH SWT sudah menetapkan dan/atau sudah terlebih dahulu ada  hal-hal sebagai berikut:

1.      Adanya ketentuan tentang adanya SYURGA dan NERAKA sebagai tempat kembali bagi KEKHALIFAHAN di muka bumi yang berimplikasi kepada syarat dan ketentuan yang berlaku tentang tata cara mengisi ke dua tempat tersebut secara adil.

2.      Adanya ketentuan QADA; QADAR dan TAQDIR yang berlaku di alam raya ini termasuk di dalamnya ketentuan tentang SIFAT dan PERBUATAN dari JASMANI dan RUHANI.

3.      Adanya JASMANI dan RUHANI yang memiliki  SIFAT dan PERBUATAN yang saling bertentangan dimana JASMANI membawa NILAI-NILAI KEBURUKAN sedangkan RUHANI membawa NILAI-NILAI KEBAIKAN.

4.      HIDUP adalah saat bersatunya RUHANI dengan JASMANI dan pada saat HIDUP itulah terjadi benturan antara SIFAT dan PERBUATAN yang dibawa RUHANI dengan SIFAT dan PERBUATAN yang dibawa JASMANI.

5.      Adanya AMANAH7, HATI RUHANI atau AF'IDAH atau AKAL serta HUBBUL di dalam setiap diri manusia yang kesemuanya akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh ALLAH SWT. 

6.      Adanya MALAIKAT.

7.      Adanya PERJANJIAN PERMUSUHAN ABADI antara anak dan keturunan NABI ADAM as dengan JIN/IBLIS/SYAITAN.

8.      Adanya ketentuan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ.

9.      RUH diri kita secara individual telah BERIKRAR dengan memberikan PENGAKUAN tentang KETUHANAN kepada ALLAH SWT dengan menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah TUHANKU.

Di lain sisi berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 30 diterangkan bahwa MANUSIA termasuk di dalamnya diri kita, diciptakan oleh ALLAH SWT dalam rangka hendak dijadikan sebagai KHALIFAH di muka bumi dan/atau akan dijadikan perpanjangan tangan ALLAH SWT di muka bumi. Adanya kondisi ini berarti :


1.      keberadaan MANUSIA dan juga keberadaan diri kita di muka bumi bukanlah suatu keadaan yang bersifat INSIDENTIL dan/atau terjadi dengan begitu saja

2.      ALLAH SWT lah yang paling ahli dan yang paling mengerti tentang KEKHALIFAHAN dan juga tentang MANUSIA dan juga tentang diri kita.

3.      MANUSIA dan juga diri kita ada di muka bumi ini merupakan bagian dari KEHENDAK dan KEMAMPUAN ALLAH SWT selaku INISIATOR yang juga PENCIPTA dan PEMILIK alam semesta ini.

Jika saat ini kita masih HIDUP berarti diri kita adalah KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi dengan hal-hal sebagai berikut yang menyertai diri kita, yaitu:


1.      Diri kita telah diberikan AMANAH 7, HUBBUL, HATI, PERASAAN, AKAL  serta AD DIIN atau DIINUL ISLAM oleh ALLAH SWT dalam rangka memudahkan dan mensukseskan tugas kita sebagai KHALIFAH di muka bumi.

2.      Diri kita sudah melaksanakan IKRAR tentang KETUHANAN yang mengakui bahwa ALLAH SWT adalah TUHAN bagi diri kita.

3.      Diri kita dihadapkan kepada 2(dua) buah pilihan tempat kembali yaitu SYURGA dan NERAKA.

4.      Diri kita juga akan mengalami benturan kepentingan antara RUHANI dengan JASMANI dan/atau adanya TARIKAN untuk berbuat sesuatu yang mementingkan kebutuhan JASMANI semata dan/atau adanya AHWA di dalam diri. 

5.      Diri kita juga telah mewariskan PERMUSUHAN ABADI dengan JIN/IBLIS/SYAITAN sampai dengan hari kiamat.


Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, point 1 dan point 2 di atas ini sudah ada di dalam diri kita, sekarang tinggal bagaimana kita melaksanakan dan bertanggung jawab dengan apa yang telah kita lakukan. Sedangkan point 4 dan point 5 adalah hambatan dan/atau rintangan yang tidak nampak akan tetapi pengaruh negatifnya sangat kentara  yang telah  ALLAH SWT tentukan dalam rangka menseleksi KEKHALIFAHAN yang ada di muka bumi. Apabila KHALIFAH yang bertugas mampu memenangkan pertandingan maka point 3 di atas menjadi berlaku, yaitu yang menang mendapat SYURGA sedangkan yang kalah mendapat NERAKA.


Adanya kondisi dan hal-hal yang kami kemukakan di atas ini, dapat dikatakan bahwa untuk dapat melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi tentu bukanlah sebuah perkara mudah. Walaupun di satu sisi kita telah diberikan oleh ALLAH SWT alat bantu yang canggih untuk memenangkan pertandingan, akan tetapi MUSUH dalam selimut baik AHWA maupun SYAITAN juga tidak akan tinggal diam untuk menggagalkan misi kita sebagai KHALIFAH di muka bumi. ALLAH SWT selaku INISIATOR yang juga PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi tentu bertanggung jawab dengan apa yang telah diciptakannya. Untuk itu ALLAH SWT memberikan pemberitahuan, wejangan kepada KHALIFAHNYA yang sedang menjalankan tugas untuk selalu waspada terutama kepada AHWA dan SYAITAN. AHWA dan SYAITAN adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata tetapi pengaruh dan dampak dari keduanya dapat menghantarkan diri kita ke NERAKA JAHANNAM. Agar diri kita jangan sampai dihantarkan oleh AHWA dan SYAITAN ke NERAKA JAHANNAM maka jangan pernah keluar dari KEHENDAK ALLAH SWT. Selanjutnya agar diri kita selalu WASPADA dengan AHWA dan SYAITAN, berikut ini akan kami kemukakan tentang BAHAYA dari AHWA dan juga BAHAYA dari SYAITAN sebagai MUSUH ABADI umat MANUSIA dan/atau pentingnya IMAN kepada ALLAH SWT bagi diri kita.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar