4. PUPUKLAH IMAN ANDA DENGAN…….
Dalam kehidupan sehari-hari, untuk mendapatkan buah
mangga yang baik, besar dan banyak serta tidak berulat, kita tidak dapat hanya
menanam pohon mangga begitu saja, lalu mengharapkan buah mangga yang akan kita
petik sangat banyak dan bentuknya besar serta tidak diserang ulat. Untuk dapat
memperoleh buah mangga yang besar dan banyak serta tidak berulat, maka kita
harus merawat dan menjaga pohon mangga tersebut serta selalu memberikan pupuk
yang sesuai dengan kebutuhan pohon mangga. Adanya perawatan, pemberian pupuk
dan pemberian insektisida hama dapat membuat pohon mangga tumbuh secara baik
yang pada akhirnya akan menghasilkan buah yang besar dan banyak serta tanpa ada
ulat. Ini berarti kita tidak dapat hanya berdiam diri saja lalu berharap pohon
mangga yang kita tanam akan menghasilkan buah yang besar lagi banyak serta
tidak berulat. Selanjutnya jika untuk mendapatkan buah mangga saja kita harus
melalui hal-hal yang kami sebutkan di atas, apakah hal ini tidak berlaku pada
IMAN yang ada di dalam diri manusia? IMAN yang ada di dalam diri manusia juga
harus dirawat, dijaga, dipelihara agar kondisinya selalu sesuai dengan KEHENDAK
ALLAH SWT.
Berikut ini akan kami kemukakan beberapa PUPUK yang dapat kita pergunakan untuk merawat, menjaga, memelihara agar IMAN yang sudah ada di dalam diri terpelihara kualitasnya dari waktu ke waktu sehingga diri kita selalu sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, yaitu :
Berikut ini akan kami kemukakan beberapa PUPUK yang dapat kita pergunakan untuk merawat, menjaga, memelihara agar IMAN yang sudah ada di dalam diri terpelihara kualitasnya dari waktu ke waktu sehingga diri kita selalu sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, yaitu :
A. Pupuklah IMAN dengan TAUHID
ALLAH SWT melalui surat Ar Ra'd (13) ayat 16 di bawah ini memerintahkan
kepada seluruh umat manusia untuk mengatakan serta mengakui dengan
sejujur-jujurnya bahwa:
1.
ALLAH SWT adalah TUHAN langit dan bumi dan/atau ALLAH SWT adalah TUHAN bagi alam semesta.
2.
ALLAH SWT adalah PENCIPTA segala sesuatu yang ada di
langit dan di bumi.
Adanya 2(dua) buah pernyataan di atas ini yang diperintahkan oleh ALLAH
SWT kepada umat manusia, akan menghasilkan 2(dua) buah perbedaan manusia di muka bumi akibat adanya pernyataan di
atas, yaitu:
1.
Tidak akan mungkin sama orang yang BUTA dengan orang
yang MELIHAT.
2.
Tidak akan mungkin sama orang yang berjalan di jalan
yang LURUS dengan yang berjalan di jalan yang BENGKOK.
3.
Tidak akan mungkin sama sesuatu yang TERANG dengan
yang GELAP.
4.
Tidak akan mungkin sama orang yang BERIMAN dengan
orang KAFIR.
Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi saat ini,
jangan pernah berharap dan tidak mungkin
pernah terjadi ALLAH SWT akan menyamakan kedudukan baik dalam kehidupan
DUNIA maupun dalam kehidupan
AKHIRAT, antara orang yang BERIMAN
dengan orang yang KAFIR, antara orang
yang berbuat KEBAIKAN dengan orang yang berbuat KEJAHATAN, antara orang
yang berjalan di jalan yang lurus dengan orang yang berjalan di jalan yang
bengkok. Inilah ketentuan ALLAH SWT yang berlaku saat ini. Jika sampai ALLAH
SWT menyamakan kedudukan orang yang berbeda perilaku dan berbeda perbuatannya,
timbul pertanyaan dimanakah letak
keadilan yang ALLAH SWT terapkan di dalam rangka mengisi SYURGA dan NERAKA?
ALLAH SWT tidak akan pernah berbuat yang menjadikan posisi dan kedudukan ALLAH
SWT tercoreng dengan perbuatan-Nya sendiri.
Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan
menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh,
Yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka
sangka itu.
(surat Al Jaatsiyah
(45) ayat 21)
Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan
bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka Patutkah kamu
mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak
menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka
sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat
melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka
menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti
ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?"
Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang
Maha Esa lagi Maha Perkasa".
(surat
Ar Ra'd (13) ayat 16)
Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi kita harus
dapat melaksanakan dengan baik serta penuh kejujuran tentang pernyataan yang
telah kita buat, bahwa :
1.
ALLAH SWT adalah TUHAN langit dan bumi dan/atau ALLAH SWT adalah TUHAN bagi alam semesta.
2.
ALLAH SWT adalah PENCIPTA segala sesuatu yang ada di
langit dan di bumi.
Ini berarti diri kita telah mampu melaksanakan
dan/atau telah memberikan pernyataan KETAUHIDAN yang dikehendaki oleh ALLAH SWT
dalam rangka memberikan salah satu PUPUK yang terbaik bagi IMAN yang ada di
dalam diri. Timbul pertanyaan, kenapa harus dengan KETAUHIDAN kita merawat,
menjaga, memelihara IMAN yang ada di dalam diri? IMAN dan TAUHID tidak akan
mungkin dapat dipisahkan seperti IKAN dengan AIR. IMAN tidak akan bisa tumbuh
di dalam diri dan tidak berbuah jika tanpa ada PERNYATAAN SIKAP yang JUJUR
untuk mengakui bahwa:
1.
ALLAH SWT adalah TUHAN langit dan bumi dan/atau
ALLAH SWT adalah TUHAN bagi alam semesta.
2.
ALLAH SWT adalah PENCIPTA segala sesuatu yang ada di
langit dan di bumi.
Demikian pula dengan KETAUHIDAN, yang tidak akan
berjalan dengan mulus jika IMAN tidak tumbuh di dalam diri. IMAN dan TAUHID
laksana 2(dua) sisi dari mata uang, sehingga IMAN dan TAUHID harus ada di dalam
diri manusia secara bersamaan, saling isi mengisi di antara ke duanya. Setelah
IMAN dan TAUHID ada di dalam diri, sudah cukupkah hal itu kita lakukan? Seperti
halnya pohon MANGGA yang kita tanam, pohon mangga tidak akan cukup hanya disiram
sekali atau hanya sesekali saja di beri pupuk. Penyiraman dan pemberian pupuk
harus dilakukan secara rutin, berkelanjutan serta terus menerus sepanjang
pohon MANGGA kita harapkan berbuah
banyak dan besar. Hal yang sama juga berlaku kepada IMAN dan/atau TAUHID, IMAN
tidak dapat hanya di jaga, di rawat, dipelihara, diberi pupuk hanya sesekali
saja. IMAN dan/atau KETAUHIDAN sepanjang HAYAT masih di kandung BADAN harus
tetap konsisten dari waktu ke waktu dijaga, dipelihara, dirawat di beri pupuk
agar selalu sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT.
B. Pupuklah IMAN dengan IMAN
ALAM sebagai salah satu ciptaan ALLAH SWT mengajarkan
kepada diri kita, bahwa:
1.
Air tidak akan mungkin bersatu dengan minyak,
lihatlah kawanan burung pipit ia hanya akan terbang dan bergabung dengan burung
pipit pula. Burung pipit tidak akan pernah bergabung dengan buruk jalak.
2.
Sesuatu yang putih bersih akan menjadi kotor atau
tidak bersih lagi jika telah terkontaminasi dengan yang kotor pula.
3.
Untuk mempertahankan atau memelihara sesuatu yang
BERSIH maka kita harus mempergunakan sesuatu yang BERSIH pula untuk menjaganya,
untuk merawatnya. Lihatlah AIR yang putih jernih, ia akan tetap putih dan
jernih jika ia dicampur dengan air yang putih jernih pula. Bandingkan AIR yang
putih jernih jika dicampur dengan kopi, maka AIR masih tetap ada akan tetapi
sifat dan kondisi yang putih dan jernih telah digantikan oleh sifat dan kondisi
kopi.
Adanya 3(tiga) buah pelajaran dari ALAM ini, timbul pertanyaan dapatkah
pelajaran dari ALAM ini kita aplikasikan dengan IMAN yang ada di dalam diri?
Apabila pelajaran dari ALAM kita aplikasikan dengan IMAN, maka kita akan
mendapatkan hal-hal baru sebagai berikut:
1. IMAN dan KAFIR pasti berbeda
sehingga IMAN dan KAFIR tidak akan
diperlakukan sama oleh ALLAH SWT.
2. IMAN jika dianggap sebagai
sesuatu yang PUTIH BERSIH maka IMAN akan
menjadi kotor atau tidak bersih lagi jika telah terkontaminasi dengan sesuatu
yang kotor.
3. Untuk mempertahankan atau
memelihara IMAN sebagai sesuatu yang
SUCI maka kita harus mempergunakan sesuatu yang SUCI pula untuk menjaganya
dan/atau untuk merawatnya.
Jika PELAJARAN dari ALAM, kita jadikan asumsi untuk
memelihara, merawat dan menjaga kualitas IMAN sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, maka IMAN hanya akan dapat
menerima sesuatu yang sama kodratnya, sama fitrahnya dengan IMAN. Ini berarti
jika IMAN disambung, dijaga, dirawat, dipelihara dengan IMAN pula maka akan
terjadi sinergi yang positif di antara KEIMANAN yang ada di dalam dada setiap
manusia. Untuk itu lihatlah diri kita, jika IMAN telah ada di dalam dada, apa
yang kita rasakan? Di dalam diri akan timbul sebuah perasaan berupa KECINTAAN
kepada KEIMANAN itu sendiri
sehingga IMAN itu terasa indah, terasa
enak di dalam hati serta timbulnya rasa benci dan tidak suka kepada KEKAFIRAN, KEFASIKAN, dan KEDURHAKAAN.
Timbul pertanyaan kenapa hal ini bisa terjadi dan siapakah yang menjadikan ini
semua?
dan
ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti
kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi
Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah
di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
(surat Al Hujuraat
(49) ayat 7)
ALLAH SWT melalui surat Al Hujuraat (49) ayat 7 di
bawah ini, menerangkan bahwa ALLAH SWTlah yang melakukan itu semua. ALLAH SWT
memberikan PUPUK IMAN dengan IMAN kepada manusia yang telah merasakan nikmatnya
IMAN kepada ALLAH SWT. Ini berarti pupuk IMAN hanya akan diberikan oleh ALLAH
SWT kepada orang yang beriman saja.
Selanjutnya setelah BERIMAN kepada ALLAH SWT dan
kemudian ALLAH SWT telah pula memberikan pupuk IMAN kepada kita, sekarang
lakukan perbuatan yang bertentangan dengan IMAN itu sendiri, seperti tidak
melaksanakan shalat, tidak berpuasa di bulan Ramadhan, tidak bayar zakat,
mabuk, judi, apa yang kita rasakan? Jika kita merasa MENYESAL, jika kita merasa
JANGGAL, jika kita merasa BERSALAH, ini berarti KEIMANAN yang ada di dalam diri
kita masih tinggi kualitasnya. Jika kondisi ini yang terjadi pada diri kita
setelah melakukan tindakan yang bertentangan dengan KEIMANAN maka kita harus
secepatnya melalukan TAUBAT kepada ALLAH SWT.
Akan tetapi jika setelah melanggar atau melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan IMAN itu malah diri kita biasa-biasa saja atau tidak timbul
rasa menyesal di dalam diri, berhati-hatilah sebab kualitas KEIMANAN dalam diri kita masih rendah atau ada yang
salah di dalam diri kita. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, kami berharap jangan
pernah lakukan apa yang dikemukakan oleh
ALLAH SWT melalui surat An Nisaa'
(4) ayat 136-137 di bawah ini, yaitu
BERIMAN lalu KAFIR lalu BERIMAN lagi lalu kembali ke KAFIR lagi yang pada
akhirnya bertambah tebal tingkat kekafirannya.
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian
kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah
kekafirannya[362], Maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada
mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.
(surat
An Nisaa' (4) ayat 136-137)
[362] Maksudnya: di samping
kekafirannya, ia merendahkan Islam pula.
Apabila hal ini terjadi pada diri kita bersiap-siaplah menerima HADIAH
dan PENGHARGAAN berupa ditutupnya pintu ampunan dari ALLAH SWT serta tidak ada
lagi PETUNJUK JALAN yang LURUS dari ALLAH SWT. Jika sampai HADIAH dan
PENGHARGAAN ini kita peroleh maka NERAKA JAHANNAM lah tempat kembali kita
sehingga kita akan menjalani HIDUP BERTETANGGA dengan SYAITAN di sana.
A.
Pupuklah
IMAN dengan TAQWA
Dalam kehidupan sehari-hari, apa yang kita kehendaki
dari anak-anak kita sewaktu KULIAH di perguruan tinggi, apakah hanya sekedar
LULUS dan mendapat GELAR SARJANA, maka dapat dikatakan anak itu telah sukses
KULIAH? Sebagai orang tua tentu berharap dengan anaknya KULIAH bukan sekedar
mendapatkan GELAR SARJANA semata, akan tetapi sampai dengan kesuksesan KARIER
di masyarakat dapat diperoleh. Sekarang bagaimana jika anak kita yang telah
bersusah payah KULIAH akan tetapi tidak LULUS DI DALAM UJIAN baik TULIS dan
SIDANG untuk memperoleh GELAR SARJANA sehingga GELAR SARJANA gagal diperoleh?
UJIAN NEGARA baik tulis maupun SIDANG merupakan sarana untuk menentukan apakah
seseorang berhak menyandang GELAR SARJANA. Jika kondisi di atas dapat terjadi
pada kehidupan sehari-hari kita, selanjutnya dapat terjadikah kondisi di atas
pada saat kita melaksanakan KEIMANAN kepada ALLAH SWT? Hal yang sama juga berlaku
dengan KEIMANAN yang kita lakukan kepada
ALLAH SWT.
IMAN yang terdiri dari 3(tiga) buah ketentuan yaitu pertama, Di
ucapkan dengan Lisan; kedua, Ditancapkan di dalam Hati; ketiga, Dibuktikan
dengan Perbuatan; tidak akan diketahui mutu dan kualitasnya jika belum di uji oleh ALLAH SWT. ALLAH SWT selalu
pencipta KEKHALIFAHAN di muka bumi mempunyai banyak materi untuk menilai
KUALITAS KEIMANAN dari setiap KHALIFAHNYA yang ada di muka bumi. Apabila kita
berhasil melaksanakan UJIAN tentang KEIMANAN kepada ALLAH SWT maka HASIL AKHIR atau BUKTI AKHIR
yang kita peroleh dari KEIMANAN kepada ALLAH SWT adalah GELAR TAQWA. Berikut
ini akan kami kemukakan kemudahan-kemudahan yang dapat kita peroleh dari ALLAH
SWT apabila GELAR TAQWA atau TITEL TAQWA telah kita dapatkan, yaitu:
1) Berdasarkan
surat Al Hajj (22) ayat 37 di bawah ini, hanya ketaqwaanlah yang mampu
mendekatkan diri kita kepada KERIDHAAN ALLAH SWT dan/atau hanya ketaqwaanlah yang mampu menjadikan diri
kita DIRIDHAI oleh ALLAH SWT.
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik.
(surat Al Hajj (22)
ayat 37)
2) Berdasarkan
surat Al Baqarah (2) ayat 197 diterangkan
bahwa sebaik baik BEKAL/PERBEKALAN untuk pulang kampung dalam rangka
bertemu dengan ALLAH SWT di hari AKHIR adalah KETAQWAAN.Semakin tinggi tingkat
ketaqwaan yang kita peroleh semakin tinggi pula fasilitas yang kita peroleh di
SYURGA, demikian pula sebaliknya.
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.
(surat Al Baqarah (2)
ayat 197)
[122] Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan
Zulhijjah.
[123] Rafats artinya mengeluarkan Perkataan
yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.
[124] Maksud bekal takwa di sini ialah bekal
yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta
selama perjalanan haji.
3) Berdasarkan
surat Al Hujuraat (49) ayat 3 diterangkan
bahwa AMPUNAN dan PAHALA YANG BESAR dari ALLAH SWT hanya dapat diperoleh
melalui GELAR TAQWA atau TITEL TAQWA.
Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka Itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.
(surat Al Hujuraat (49)
ayat 3)
4) Berdasarkan
surat Al Hujuraat (49) ayat 13 diterangkan
bahwa KEMULYAAN seseorang di mata ALLAH SWT tergantung tinggi rendahnya
KETAQWAAN.
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa –
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
(surat
Al Hujuraat (49) ayat 13)
Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di
muka bumi, kita harus waspada dengan GELAR dan TITEL TAQWA, sebab GELAR dan
TITEL TAQWA bisa berasal dari ALLAH SWT juga bisa berasal dari SYAITAN. Jika
sampai GELAR dan TITEL TAQWA yang kita peroleh dari SYAITAN, bukannya SYURGA
dan KEMULYAAN yang akan kita peroleh di dunia dan di akhirat melainkan NERAKA
JAHANNAM yang akan kita dapatkan.
D. Pupuklah IMAN dengan SABAR dan TAWAKKAL
KULIAH di perguruan tinggi tidak cukup menghantarkan
kita memperoleh GELAR SARJANA. Untuk memperoleh GELAR SARJANA maka kita harus
terlebih dahulu di UJI melalui UJIAN TERTULIS dan juga UJIAN SIDANG. Apabila
kita mampu melaksanakan dengan baik maka GELAR SARJANA dapat kita raih. Hal
yang sama juga berlaku dalam hal melaksanakan KEIMANAN kepada ALLAH SWT
dan/atau untuk memperoleh TITEL TAQWA. ALLAH SWT juga akan menguji KEIMANAN HAMBA-HAMBANYA yang telah mengaku
BERIMAN kepada-Nya. UJIAN yang dilakukan oleh ALLAH SWT sangat berbeda dengan
UJIAN untuk memperoleh GELAR SARJANA. ALLAH SWT memberikan UJIAN kepada
hamba-Nya dapat melalui banyak pintu seperti melalui ujian TAHTA, ujian HARTA,
ujian WANITA atau ujian ANAK dan KETURUNAN. Adanya UJIAN yang diberikan
oleh ALLAH SWT kepada setiap hambanya,
maka ALLAH SWT akan mengetahui seberapa tinggi kualitas keimanan hambanya,
seberapa hebat kualitas keimanan hambanya, seberapa kuat tingkat keimanan
hambanya.
ALLAH SWT selaku PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi
tidak akan menerapkan STANDARD GANDA untuk menguji kualitas KEIMANAN hambanya.
SETIAP hambanya tanpa terkecuali akan di uji keimanannya oleh ALLAH SWT sebagai
wujud untuk memperoleh GELAR atau TITEL TAQWA. Sekarang bagaimana dengan diri
kita? DIRI KITA sepanjang dijadikan ALLAH SWT sebagai KHALIFAH di muka bumi,
tidak terkecuali dapat dipastikan akan di uji kualitas keimanannya oleh ALLAH
SWT. Timbul pertanyaan, apa yang harus kita perbuat dengan kondisi ini? Hal
yang pertama yang harus kita lakukan untuk menerima UJIAN KEIMANAN dari ALLAH SWT, kita diharuskan untuk bersabar dan
juga memaafkan atas apa-apa yang menimpa diri kita.
tetapi
orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu
Termasuk hal-hal yang diutamakan.
(surat Asy Syuura (42) ayat
43)
berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, Maka
bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah
diri."
(surat Yunus (10)
ayat 84)
dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan
bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah Dia Maha mengetahui dosa-dosa
hamba-hamba-Nya.
(surat Al Furqaan
(25) ayat 58)
SABAR dan MEMAAFKAN merupakan syarat pertama yang diminta oleh ALLAH SWT kepada hambanya yang sedang di uji keimanannya. Timbul pertanyaan, apakah cukup dengan BERSABAR dan MEMAAFKAN saja, maka UJIAN KEIMANAN dari ALLAH SWT dapat kita jalani? SABAR dan MEMAAFKAN walaupun merupakan hal-hal yang diutamakan, tidak cukup untuk menghadapi UJIAN KEIMANAN dari ALLAH SWT. Agar diri kita senantiasa berada di dalam KEHENDAK ALLAH SWT walaupun sedang di dalam melaksanakan UJIAN ALLAH SWT maka kita tetap harus selalu berada di dalam kesesuaian dengan KEHENDAK ALLAH SWT. Selanjutnya adakah jalan keluar yang diberikan oleh ALLAH SWT kepada hambanya yang sedang mengalami UJIAN? Sebelum menjawab pertanyaan ini, akan kami kemukakan sebuah ilustrasi sebagai berikut: Apabila kita mempunyai anak yang masih bersekolah di Sekolah Dasar, kemudian anak tersebut mempunyai pekerjaan rumah yang sulit dikerjakannya, apakah sebagai orang tua kita lepas tangan begitu saja setelah anak tersebut menyerahkan segala urusan pekerjaan rumah kepada diri kita?
Sebagai orang tua tentu kita akan bertanggungjawab
dengan apa-apa yang telah diserahkan anak itu kepada kita dengan cara dicarikan
jalan keluar yang terbaik dan/atau kita akan mengambil alih urusan pekerjaan
rumah anak tersebut. Apakah kondisi ini berlaku juga dengan ALLAH SWT kepada
hambanya? ALLAH SWT juga memberlakukan hal yang sama dengan diri kita selaku
orang tua kepada anaknya. Akan tetapi cara dan methode yang ALLAH SWT lakukan
tidak sama dengan tata cara yang kita lakukan. ALLAH SWT selaku INISIATOR yang
juga PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi, tentu mempunyai
MANAGEMENT SYSTEM tersendiri untuk membantu hambanya yang sedang mengalami
hambatan, kesulitan, ataupun sedang di uji keimanannya oleh ALLAH SWT. Untuk
itu ALLAH SWT menyediakan sebuah kemudahan yang bernama FASILITAS TAWAKKAL
kepada hambanya. Dimana FASILITAS TAWAKKAL adalah sebuah FASILITAS yang khusus
diberikan ALLAH SWT kepada hambanya yang beriman hanya kepada ALLAH SWT dengan
cara menyerahkan segala urusan yang sedang kita hadapi kepada ALLAH SWT.
Untuk dapat memperoleh FASILITAS TAWAKKAL dariALLAH SWT caranya sangat MUDAH yaitu BERIMANLAH hanya KEPADA ALLAH SWT saja serta BERTASBIHLAH hanya kepada ALLAH SWT saja. Adanya FASILITAS TAWAKKAL yang ALLAH SWT berikan, bukanlah berarti kita hanya berdiam diri saja tanpa melakukan kegiatan apapun, akan tetapi kita tetap berusaha untuk menyelesaikan persoalan yang kita hadapi. Akan tetapi peranan ALLAH SWT sangat kita harapkan di dalam memecahkan persoalan yang kita hadapi. Sehingga kita berharap hasil atau jalan keluar yang kita peroleh tidak berseberangan dengan KEHENDAK ALLAH SWT dan/atau yang terbaik bagi diri kita.
Untuk dapat memperoleh FASILITAS TAWAKKAL dariALLAH SWT caranya sangat MUDAH yaitu BERIMANLAH hanya KEPADA ALLAH SWT saja serta BERTASBIHLAH hanya kepada ALLAH SWT saja. Adanya FASILITAS TAWAKKAL yang ALLAH SWT berikan, bukanlah berarti kita hanya berdiam diri saja tanpa melakukan kegiatan apapun, akan tetapi kita tetap berusaha untuk menyelesaikan persoalan yang kita hadapi. Akan tetapi peranan ALLAH SWT sangat kita harapkan di dalam memecahkan persoalan yang kita hadapi. Sehingga kita berharap hasil atau jalan keluar yang kita peroleh tidak berseberangan dengan KEHENDAK ALLAH SWT dan/atau yang terbaik bagi diri kita.
E. Pupuklah IMAN dengan SYUKUR
SYUKUR mudah di ucapkan akan tetapi sulit untuk dilakasanakan sebab ungkapan rasa SYUKUR tidak cukup hanya dengan mengucapkan TERIMA KASIH. Untuk dapat dikatakan kita telah bersyukur, tentu harus ada parameter lainnya selain TERIMA KASIH. Sebagai contoh, jika saya diberi HADIAH berupa BAJU KOKO kemudian BAJU KOKO tersebut saya pakai untuk membersihkan mobil, apakah saya sudah bersyukur walaupun saya sudah mengucapkan terima kasih? TERIMA KASIH merupakan ADAB dan SOPAN SANTUN jika kita menerima sesuatu. Akan tetapi TERIMA KASIH bukanlah ukuran atas kesuksesan sebuah SYUKUR. Setelah menerima BAJU KOKO, kita harus dapat meletakkan dan menempatkan si pemberi BAJU KOKO sebagai berikut:
1. BAJU KOKO bukanlah sarana untuk membersihkan MOBIL,
apabila kita melakukannya berarti kita
telah keluar dari maksud dan tujuan diberikannya atau dihadiahkannya BAJU KOKO
kepada kita.
2. Menerima sebuah PEMBERIAN tidak terlepas dari
menyenangkan hati pemberi HADIAH.
3. Memakai BAJU KOKO sesuai dengan peruntukkannya
merupakan penghormatan kepada pemberi HADIAH.
Ketentuan yang kami kemukakan di atas ini berlaku secara umum dan mutlak harus kita laksanakan dalam rangka menjaga hubungan antar sesama umat manusia. Selanjutnya jika kepada sesama manusia saja kita harus berlaku seperti itu, sekarang bagaimana kita harus bersikap kepada ALLAH SWT? ALLAH SWT selaku Inisiator yang juga Pencipta dan Pemilik alam semesta ini termasuk di dalamnya diri kita, telah banyak memberikan kepada kita hal-hal sebagai berikut yang tidak ternilai harganya:
1.
Manusia
termasuk diri kita telah diberikan RUH oleh ALLAH SWT, dimana RUH yang
diberikan ALLAH SWT langsung ditiupkan tanpa ada bantuan ataupun dipengaruhi
oleh siapapun juga (lihat kembali surat As Sajdah (32) ayat 9). Sebagai
KHALIFAH yang sedang melaksanakan TUGAS di muka bumi, apa yang dapat kita
lakukan jika ALLAH SWT tidak pernah menciptakan dan meniupkan RUH kepada diri
kita? Setelah menerima dan mendapatkan RUH yang berasal langsung dari ALLAH SWT,
sudahkah kita menyenangkan dan membahagiakan ALLAH SWT dengan mempergunakan RUH
sesuai dengan peruntukkannya?
2.
ALLAH
SWT juga telah memberikan AMANAH 7 berupa sifat QUDRAT, IRADAT, SAMI', BASHIR;
ILMU, KALAM, HAYAT kepada diri kita, sudahkah pemberian ini kita pergunakan
sebagaimana mestinya dan/atau sudahkah AMANAH 7 dipergunakan sesuai dengan
KEHENDAK ALLAH SWT sebagai pemberi AMANAH 7?
3.
ALLAH
SWT juga telah memberikan AF'IDAH atau PERASAAN yang diletakkan di dalam HATI
RUHANI. Sekarang coba kita banyangkan jika sampai di dalam diri kita tidak ada
AF'IDAH atau PERASAAN, apa yang dapat kita rasakan dalam kehidupan ini?
4.
ALLAH
SWT juga telah menSIBBGHAH atau MENCELUP manusia, termasuk diri kita, dengan
ASMA ALLAH SWT yang berjumlah 99 perbuatan yang tertuang di dalam ASMAUL HUSNA.
Sudahkah pemberian ini kita pergunakan sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT?
5.
ALLAH
SWT juga telah memberikan kepada manusia apa yang dinamakan dengan
HUBBUL/KECINTAAN terhadap sesuatu. Apa jadinya jika sampai di dalam diri kita
tidak ada HUBBUL SYAHWAT, HUBBUL ISTITLAQ, HUBBUL MAAL, HUBBUL RIASAH, HUBBUL
MAADAH, HUBBUL HURRIYAH serta HUBBUL JAM'I? Selanjutnya sudahkah kita
mempergunakan itu semua sesuai dengan KEHENDAK
ALLAH SWT?
6.
ALLAH
SWT juga telah memberikan SARANA dan PRASARANA
JASMANI yang begitu canggih, lihatlah jantung, lihatlah pembuluh darah,
lihatlah ginjal, lihatlah mata, dapatkah kita beraktivitas jika tanpa diberikan
itu semua oleh ALLAH SWT?
7. ALLAH SWT juga telah memberikan AD DIIN atau DIINUL ISLAM bagi kepentingan KEKHALIFAHAN di muka bumi, sudahkah AD DIIN atau DIINUL ISLAM dilaksanakan sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT?
Sampai dengan saat ini, hanya ALLAH SWT sajalah yang mampu memberikan,
yang mampu menciptakan 7(tujuh) buah hal yang kami sebutkan di atas ini. Jika
hal ini adalah kondisi dasar dari yang diberikan ALLAH SWT kepada diri kita,
apakah cukup dengan mengucapkan TERIMA KASIH SAJA maka kita sudah dapat
dikatakan MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT? TERIMA KASIH tidak dapat dijadikan acuan
dan pedoman bagi kesuksesan pelaksanaan SYUKUR kepada ALLAH SWT seperti yang
dikemukakan ALLAH SWT dalam surat Al
Baqarah (2) ayat 152 di bawah ini?
karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
(surat Al Baqarah (2)
ayat 152)
[98] Maksudnya: aku
limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.
MANUSIA termasuk diri kita sebagai penerima RUH, sebagai penerima AMANAH7, sebagai penerima ASMA atau PERASAAN, penerima HUBBUL, sebagai penerima SIBHGHAH ASMA, penerima JASMANI yang begitu canggih, serta penerima AD DIIN atau DIINUL ISLAM, sudahkah kita mensyukuri pemberian ALLAH SWT sesuai dengan KEHENDAK pemberinya? Dalam surat Al Baqarah (2) ayat 152 ALLAH SWT memberikan tuntunannya kepada kita melalui:
1. Jika kita bersyukur telah
menerima RUH dari ALLAH SWT sudahkah kita melaksanakan PERNYATAAN KETUHANAN
kepada ALLAH SWT?
2. Jika kita bersyukur telah
menerima ILMU sebagai bagian AMANAH 7 sudahkah ILMU tersebut kita manfaatkan
sesuai dengan peruntukkannya dan juga apakah sudah kita ajarkan dengan baik
kepada yang membutuhkannya?
3. Jika kita bersyukur telah
menerima AF'IDAH atau PERASAAN dari ALLAH SWT, apakah kita masih terus
menyakiti orang lain?
4. Jika kita bersyukur telah
menerima HUBBUL MA'AL dari ALLAH SWT
sudahkan sebahagian REZEKI yang kita peroleh kita zakatkan, infaqkan, untuk
orang yang tidak mampu dan/atau sudahkah Hak ALLAH SWT kita keluarkan?
5. Jika kita bersyukur telah
menerima AR RAHMAN dan AR RAHHIM dari ALLAH SWT sudahkah kita berkasih sayang
dengan kepada sesama manusia?
6. Jika kita bersyukur telah
menerima TUBUH dan JASMANI yang CANGGIH sudahkah kekuatan yang ada di dalam
tubuh kita dipergunakan untuk kebaikan?
7. Jika kita besyukur telah menerima
AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ sudahkah kita menjalankannya
secara KAFFAH?
Jika kita tidak pernah berbuat dan melakukan tindakan yang sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT maka berarti diri kita bukanlah termasuk orang-orang yang telah BERSYUKUR. Tanda SYUKUR kepada ALLAH SWT atas pemberian yang telah kita terima harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1)
Saling memberi dan saling menerima, contohnya
setelah menerima REZEKI jangan simpan REZEKI itu untuk diri sendiri, bagilah
kepada yang membutuhkannya maka ALLAH
SWT akan memberikan kembali REZEKI tersebut kepada kita.
dan Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.
(surat Al Israa' (17)
ayat 19)
2) Tidak boleh ada DUSTA di antara kita dengan ALLAH SWT dan/atau jangan pernah mengingkari nikmat yang pernah ALLAH SWT berikan.
karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
(surat Al Baqarah (2) ayat 152)
Sebagai KHALIFAH yang sedang melaksanakan TUGAS di
muka bumi, sudahkah kita melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan
KEHENDAK ALLAH SWT selaku pemberi RUH, AMANAH7, AF"IDAH atau PERASAAN,
ataupun HUBBUL serta DIINUL ISLAM? Kami berharap pembaca buku ini termasuk
orang-orang yang TAHU dan MENGERTI arti dan makna BERSYUKUR kepada ALLAH SWT.
F. Pupuklah Iman dengan DZIKIR, DOA dan TAFAKUR
Untuk menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, yang sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT tentu bukanlah sebuah perkara mudah, perlu perjuangan yang tidak sedikit, melelahkan serta penuh rintangan. Di lain sisi sebelum diri kita ada di muka bumi sudah ada terlebih dahulu apa yang dinamakan dengan AHWA dan SYAITAN. AHWA dan SYAITAN akan membawa manusia berada di dalam NILAI-NILAI KEBURUKAN sedangkan KEHENDAK ALLAH SWT kepada manusia agar manusia selalu berada di dalam NILAI-NILAI KEBAIKAN. Adanya peperangan dan/atau adanya saling pengaruh mempengaruhi yang terjadi di dalam diri setiap manusia dapat mengakibatkan manusia bingung, susah, terjepit di antara kedua pusaran tersebut.
Agar diri kita selalu berada di dalam pusaran NILAI-NILAI KEBAIKAN tentu diri kita membutuhkan sesuatu yang dapat menjadikan diri kita tetap berada di dalam koridor tersebut. Selain AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang akan menjadikan diri kita selalu berada di dalam KEHENDAK ALLAH SWT, masih ada hal lainnya yang dapat menjadikan diri kita selalu berada dalam KEHENDAK ALLAH SWT, apakah itu? Berdasarkan surat Al Mu'min (40) ayat 60 ALLAH SWT memberikan FASILITAS kemudahan yang dapat membantu MANUSIA agar selalu berada di dalam KEHENDAKNYA yaitu melalui DOA.
dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".
(surat Al Mu'min (40)
ayat 60)
[1326] Yang dimaksud dengan menyembah-Ku
di sini ialah berdoa kepada-Ku.
MANUSIA diperkenankan untuk BERDOA dan/atau
memanjatkan DOA hanya kepada ALLAH SWT jika tidak ALLAH SWT akan murka kepada
manusia. Hal yang harus kita ingat adalah bahwa DOA yang kita lakukan kepada
ALLAH SWT dalam rangka membantu, menolong, memberikan jalan keluar, memberikan
semangat agar MANUSIA atau diri kita sukses melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH
di muka bumi yang sekaligus menjadi MAKHLUK PILIHAN. Adanya DOA yang kita
mohonkan dan panjatkan kepada ALLAH SWT berarti kita telah meletakkan diri kita
LEBIH RENDAH atau diri kita TIDAK MAMPU dibandingkan dengan ALLAH SWT sehingga
kita membutuhkan ALLAH SWT. Jika ini adalah kondisi dasar kita memohonkan dan
memanjatkan doa kepada ALLAH SWT, pantas dan patutkah atau patut dan pantaskah
kita menyombongkan diri kepada ALLAH SWT?
Selama kita berharap DOA yang kita panjatkan dan/atau agar DOA kita
diperkenankan oleh ALLAH SWT maka Jangan Pernah sekalipun kita MENYOMBONGKAN
DIRI kepada ALLAH SWT selaku PENCIPTA
dan PEMILIK alam semesta ini. Berikut ini akan kami kemukakan ADAB BERDOA yang
dikemukakan IMAM GAZALI dalam IHYA ULUMUDDIN, yaitu:
1. Pada waktu yang baik dan mulia,
seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum'at, sepertiga akhir dari
malam dan pada waktu sahur.
2. Dalam keadaan yang mulia, seperti ketika bersujud dalam sembahyang, ketika berhadapan dengan musuh dan peperangan, ketika turun hujan, sebelum menunaikan sembahyang dan sesudahnya, ketika jiwa sedang tenang dan bersih dari segala gangguan syaitan dan ketika menghadap ka'bah dan/atau dengan menghadap ka'bah/kiblat.
3. Merendahkan suara, yaitu antara terdengar dengan tiada oleh orang yang di sisi kita sebab ALLAH SWT sudah DEKAT.
4. Jangan bersajak, yakni tanpa menggunakan kata-kata bersajak dalam doa itu. Tetapi cukup dengan kata-kata yang sederhana, sopan, dan tepat mengenai seuatu yang dihajati dengan doa itu. Dan tidak perlu dilagukan dengan irama-irama tertentu. Sangat baik jika kita memilih lafazh-lafazh doa yang diterima dari Rasulullah SAW yang kandungannya sesuai dengan apa yang hendak kita doakan pula.
5. Berlaku khusyu' dan tadlaru'lah dengan merasakan kebesaran dan kehebatan ALLAH SWT dalam jiwa kita yang halus.
6. Mengokohkan kepercayaan bahwa doa itu akan diperkenankan ALLAH SWT dan tidak merasa gelisah jika doa kita tidak diperkenannya.
7. Mengulang-ulang doa itu dua tiga kali, yakni doa tentang sesuatu yang sangat kita utamakan memohonkannya kepada ALLAH SWT, akan lebih baik jika dibaca berulang-ulang sampai dua-tiga kali.
8.
Menyebut/memuji ALLAH SWT pada
permulaannya.
9. Bertaubat sebelum berdoa dan menghadapkan
diri dengan sesungguhnya kepada ALLAH SWT
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami
dari siksa neraka.
(surat
Ali Imran (3) ayat 191)
Selanjutnya apakah hanya melalui DOA saja yang dapat
menjadikan diri kita selalu berada di dalam KEHENDAK ALLAH SWT? Selain DOA masih
terdapat kegiatan lain yang dapat menjadikan diri kita selalu berada di dalam
KEHENDAK ALLAH SWT yaitu DZIKIR dan TAFAKUR seperti yang dikemukakan dalam
surat Ali Imran (3) ayat 191 di atas ini. DZIKIR dan TAFAKUR merupakan sarana
lainnya yang diberikan oleh ALLAH SWT
agar diri kita selalu berada di dalam KEHENDAKNYA. Yang menjadi persoalan saat
ini adalah maukah kita menerima kemudahan yang diberikan oleh ALLAH SWT melalui
DOA, DZIKIR dan TAFAKUR sehingga kita selalu berada di dalam KEHENDAKNYA? Jika
kita termasuk orang yang TAHU DIRI tentu kita tidak akan pernah menyianyiakan
sedikitpun kemudahan yang diberikan ALLAH SWT kepada diri kita.
Sekarang siapakah yang membutuhkan DOA, DZIKIR dan
TAFAKUR itu, ALLAH SWT kah atau diri kita? Jika kita merasa membutuhkan DOA,
sudahkah kita memenuhi hak-hak ALLAH SWT sebelum melakukan DOA kepada ALLAH
SWT? PEMBACA selain apa-apa yang telah kami sebutkan di atas ini tentang
PEMUPUKAN IMAN kepada ALLAH SWT. Masih banyak terdapat PUPUK-PUPUK IMAN yang
terdapat di dalam Al-Qur'an yang dapat kita pergunakan guna mempertahankan,
memelihara, menjaga KUALITAS KEIMANAN diri kita kepada ALLAH SWT.
1)
Berbakti kepada ORANG TUA merupakan sarana paling
ampuh untuk memelihara dan menjaga keutuhan IMAN yang ada di dalam dada.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
(surat Luqman (31)
ayat 14)
[1180]
Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
2) Selalu Menjaga dan Memelihara Tali Silaturrahmi di antara sesama umat manusia atau selalu menyambung
tali silaturahmi.
Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
(surat Muhammad (47)
ayat 22)
dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang
beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih
sayang.
(surat Al Balad (90)
ayat 17)
3) Selalu bersikap rendah hati, jauhkan diri dari sikap sombong atau
membanggakan diri baik kepada ALLAH SWT maupun kepada sesama manusia.
dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
(surat Luqman (31) ayat 18)
4) Bersikap
Lemah Lembut, Sopan dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyratakat sehingga
masyarakat terbantu oleh sebab keberadaan diri kita.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.
(surat
Ali Imran (3) ayat 159)
[246]
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan
politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
5) Berakhlak
Mulia, tidak suka menyakiti hati orang lain baik langsung maupun tidak langsung
yang pada akhirnya kita tidak menjadi beban masyarakat.
Perkataan yang baik dan pemberian maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
(surat Al Baqarah (2)
ayat 263)
[167]
Perkataan yang baik Maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan maksud
pemberian ma'af ialah mema'afkan tingkah laku yang kurang sopan dari si
penerima.
6) Jihad Fi
Sabilillah atau bersungguh-sungguh berjalan di jalan ALLAH SWT atau berjalan di
jalan yang dikehendaki ALLAH SWT melalui harta maupun jiwa.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.
(surat Al Hujuraat
(49) ayat 15)
7) Selalu
Berbuat Amal Kebajikan dengan segenap kemampuan diri dengan niat ikhlas
beribadah kepada ALLAH SWT.
Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu[506], Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini[507]. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.
(surat Al An'am (6) ayat
135)
[506]
Artinya: tetaplah dalam kekafiranmu sebagaimana aku tetap dalam keislamanku.
[507]
Maksudnya: Allah menjadikan dunia sebagai tempat mencari (hasil) yang baik
Yaitu kebahagiaan diakhirat.
8) Hidup dalam MAJELIS harus lapang melapangi atau tolong menolong dan
jangan pernah mendustakan apalagi menyakiti hati sesama.
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Mujaadilah (58) ayat 11)
9) Berhati-hatilah jika anda adalah ULAMA, atau USTADZ, atau KYAI karena apabila salah di dalam memberikan pelajaran
maka akan salah pula masyarakat.
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
(surat At Taubah (9)
ayat 34-35)
Pembaca, inilah PUPUK-PUPUK IMAN yang dapat kita
pergunakan sebagai PEMELIHARA, PENINGKAT KUALITAS KEIMANAN yang ada di dalam
diri yang dapat menghantarkan kesuksesan kepada diri kita sewaktu menjalankan
tugas di muka bumi dan semoga kita menjadi KHALIFAH yang juga adalah MAKHLUK PILIHAN. Setelah menjadi orang yang
beriman dan/atau setelah merawat dan memelihara IMAN dengan apa-apa yang telah
kami kemukakan di atas, maka ORANG yang BERIMAN wajib pula memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1) MAKANAN ORANG BERIMAN
Manusia terdiri dari JASMANI dan RUHANI. JASMANI manusia asalnya dari saripati TANAH sedangkan RUHANI asalnya dari ALLAH SWT. Sewaktu menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, kita harus dapat menjaga dan memelihara JASMANI dan RUHANI. Untuk menjaga JASMANI yang asalnya dari saripati tanah ALLAH SWT memerintahkan kepada MANUSIA untuk memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Hal ini terdapat pada surat Abasa (80) ayat 24 di bawah ini. Selanjutnya adakah persyaratan-persyaratan tertentu yang ALLAH SWT KEHENDAKI untuk menjaga dan merawat JASMANI? ALLAH SWT selaku INISIATOR yang juga PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi merupakan MAHA AHLI dan/atau YANG PALING MAHA TAHU akan kondisi dan keadaan JASMANI dan RUHANI manusia.
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
(surat Abasa (80) ayat 24)
Berikut ini akan kami kemukakan ketentuan yang harus
kita lakukan tentang makanan dan minuman yang akan kita konsumsi, yang tentunya
sesuai dengan kehemndak ALLAH SWT, yaitu:
a.
Wajib memenuhi kriteria HALAL
b.
Wajib memenuhi kriteria THAIB atau BAIK
c.
Wajib membaca BASMALLAH sebelum mengkonsumsi segala
sesuatu
d.
Wajib membaca DOA sebelum makan dan minum
Untuk apa ALLAH SWT memberikan ketentuan kepada
manusia jika ia akan MAKAN dan MINUM? Inilah bukti kasih sayang ALLAH SWT
kepada umat manusia supaya umatnya selalu di dalam lindungan dan ridha-Nya
serta selalu mendapatkan hal-hal yang berkualitas tinggi dan juga selalu di
dalam kehendak-Nya. HALAL dan BAIK di dalam MAKANAN dan MINUMAN yang dikonsumsi
oleh manusia merupakan sebuah kondisi yang kait mengkait serta keduanya tidak
dapat berdiri sendiri-sendiri. Kita tidak dapat hanya berpedoman kepada HALAL
saja dengan mengabaikan THAIB atau BAIK demikian pula sebaliknya. HALAL dan BAIK
harus seiring sejalan.
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
(surat Al Baqarah (2)
ayat 172)
HALAL mengindikasikan KUALITAS dan MUTU dari BAHAN
sedangkan BAIK adalah UKURAN, TAKARAN yang harus dikonsumsi dan/atau TINGKAT
KEBUTUHAN GIZI yang harus dipenuhi. Jika ketentuan HALAL dan ketentuan BAIK sudah kita buat
dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan, apakah hal ini sudah cukup di mata
ALLAH SWT? ALLAH SWT menunjukkan kasih
sayang-Nya kepada seluruh umat manusia bahwa KETENTUAN HALAL dan KETENTUAN
THAIB/BAIK belum cukup dikehendaki oleh ALLAH SWT. Untuk itu ALLAH SWT
memerintahkan kepada setiap manusia untuk selalu membaca BASMALLAH yang
dilanjutkan membaca DOA jika kita ingin MAKAN ataupun MINUM. Untuk apa
BASMALLAH dan DOA itu dan adakah hubungannya dengan Makanan dan Minuman yang
kita konsumsi?
Ibnu
Abbas r.a. berkata: Nabi SAW bersabda:
Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis: Ya Tuhan; Semua makhluk-Mu telah engkau
tentukan rezekinya, maka manakah rezekiku. Allah berfirman: Rezekimu adalah
makanan yang tidak disebut nama-Ku padanya.
(hr
Abussyekh; 272-259)
Berdasarkan Hadist Qudsi di atas ini, jika kita MAKAN dan MINUM tetapi tidak dibacakan BASMALLAH maka yang diberi MAKAN dan MINUM oleh setiap MANUSIA bukanlah dirinya sendiri melainkan memberi MAKAN dan MINUM kepada JIN/IBLIS/SYAITAN. Adanya kondisi ini berarti kita yang MAKAN dan MINUM tetapi yang diberi REZEQI adalah JIN/IBLIS/SYAITAN sebagai musuh utama dari diri kita sendiri. Adanya DOA yang kita panjatkan sebelum MAKAN atau MINUM, mudah-mudahan dapat memberikan dan/atau dapat meningkatkan dan/atau menambah manfaat kepada JASMANI kita dan/atau dapat mengurangi dampak negatif dari MAKANAN dan MINUMAN yang kita konsumsi.
Hal yang harus kita perhatikan adalah belum tentu
seluruh MAKANAN dan MINUMAN yang kita konsumsi 100% memenuhi KETENTUAN HALAL
dan KETENTUAN THAIB/BAIK maka dengan DOA itulah kita berharap kepada ALLAH SWT
untuk memberikan LINDUNGAN dan RIDHANYA terhadap MAKANAN dan MINUMAN yang kita
konsumsi jika belum sepenuhnya memenuhi KETENTUAN yang TELAH ALLAH SWT
tetapkan. Selain daripada itu ketentuan HALAL dan HARAM yang dikemukakan oleh
ALLAH SWT tidak hanya berlaku kepada makanan dan minuman yang kita konsumsi
saja namun pengertian HALAL dan HARAM mencakup bagaimana cara untuk memperoleh
dan/atau cara untuk mendapatkan makanan dan minuman yang kita konsumsi atau
dengan kata lain termasuk di dalam jenis pekerjaan yang kita lakukan untuk
memperoleh penghasilan. Selain daripada itu orang yang telah menyatakan beriman
kepada ALLAH SWT juga dilarang untuk memakan RIBA.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
(surat Al Baqarah (2) ayat 278)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan
berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.
(surat Ali Imran (3)
ayat 130)
[228]
Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama
bahwa Riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu
ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan
oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan
barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan
mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi,
dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat
ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
Pembaca pernahkah anda semua membayangkan jika JASMANI yang secara SUNNATULLAH sudah memiliki SIFAT-SIFAT yang mencerminkan asal-usulnya yang berasal dari alam dan/atau JASMANI yang memiliki perbuatan yang disebut AHWA dan/atau perbuatan JASMANI yang sejak diciptakan oleh ALLAH SWT sudah memiliki perbuatan-perbuatan yang mencerminkan NILAI NILAI KEBURUKAN, lalu kondisi ini ditambah dengan sewaktu kita merawat dan memeliharanya dan/atau menjadikan regenerasi kekhalifahan di muka bumi sumbernya atau makanan dan minuman yang kita konsumsi bersifat HARAM dan SYAIAT? Apabila makanan dan minuman yang kita konsumsi memenuhi unsur HARAM dan SYAIAT maka hal-hal sebagai berikut dapat saja terjadi, yaitu :
a. Sifat-sifat
alamiah JASMANI yang mencerminkan NILAI-NILAI KEBURUKAN akan lebih sempurna
keburukan-keburukannya.
b. NILAI-NILAI KEBURUKAN yang terdapat di dalam JASMANI menjadi lebih kental dan/atau bahkan menjadi bertambah dengan adanya unsur HARAM dan SYAIAT.
c. Adanya makanan dan minuman yang HARAM dan SYAIAT maka AHWA akan memperoleh tambahan bahan bakar sehingga kemampuan AHWA untuk mengendalikan RUHANI menjadi bertambah kuat.
Untuk
itu sadarilah sejak AWAL bahwa MAKANAN dan MINUMAN yang kita konsumsi dan/atau
cara untuk memperoleh penghasilan wajib kita perhatikan dengan seksama. Jika
sampai ini terjadi pada diri kita hanya TAUBATAN NASUHA jalan keluar yang
terbaik.
Selanjutnya
apakah hanya JASMANI saja yang membutuhkan makanan dan minuman sedangkan RUHANI
tidak perlu di rawat dan dipelihara? Jika kita berpedoman kepada asal usul dari
JASMANI dan RUHANI maka makanan dan minuman untuk merawat JASMANI dan RUHANI
pasti berbeda. Sekarang makanan dan minuman apakah yang paling dibutuhkan oleh
RUHANI? RUHANI yang asalnya dari ALLAH SWT pasti RUHANI memerlukan kedekatan
dengan ALLAH SWT. Untuk dapat mendekatkan RUHANI kepada asal-usulnya, dalam hal
ini adalah ALLAH SWT, maka makanan dan
minuman RUHANI adalah melaksanakan AD DIIN atau DIINUL ISLAM secara KAFFAH,
membaca dan mengamalkan Al-Qur'an, mendirikan SHALAT, menunaikan ZAKAT, PUASA,
HAJI atau UMROH, SHADAQAH ZARIAH serta DZIKRULLAH. Adanya perbedaan makanan dan
minuman antara JASMANI dan RUHANI maka kita harus pandai-pandai menyeimbangkan
pemberian makanan dan minuman baik kepada JASMANI dan RUHANI. Untuk itulah kita
tidak bisa hanya condong kepada JASMANI saja dengan melalaikan kebutuhan RUHANI
demikian pula sebaliknya. Kita tidak bisa hanya mementingkan makanan RUHANI
saja dengan mengabaikan kepentingan JASMANI sebab baik RUHANI maupun JASMANI
harus kita pelihara dan harus kita rawat sesuai dengan kondisinya
masing-masing.
2) PETUNJUK ORANG BERIMAN
Sebagai KHALIFAH tentu kita tidak bisa seenaknya saja
berbuat di muka bumi yang tidak pernah kita ciptakan dan tidak pernah kita
miliki. Sebagai KHALIFAH kita hanyalah perpanjangan tangan dari Pemilik dan
Pencipta bumi dalam rangka melaksanakan apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT
selaku Pemilik dan Pencipta dari bumi. ALLAH SWT tidak demikian saja menyuruh KHALIFAHNYA
bekerja di muka bumi, apalagi ALLAH SWT bertahta di ARSY. Dalam rangka
mensukseskan program KEKHALIFAHAN di
muka bumi, maka ALLAH SWT memberlakukan
dan/atau telah menetapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Menunjuk NABI dan RASUL sebagai
manusia-manusia pilihan dan/atau UTUSAN-UTUSAN yang TERHORMAT guna menerangkan
program kekhalifahan di muka bumi (dalam hal ini NABI dan RASUL dapat dikatakan
sebagai DUTA BESAR ALLAH SWT di muka bumi) dan sebagai NABI dan RASUL terakhir
adalah NABI MUHAMMAD SAW.
2. Menurunkan BUKU MANUAL dan/atau KITAB SAMAWI dalam hal ini adalah ZABUR, TAURAT, INJIL dan AL-QUR'AN sebagai KITAB PENYEMPURNA bagi kitab-kitab sebelumnya.
3. Adanya NABI dan RASUL (dalam hal ini adalah NABI MUHAMMAD SAW) di muka bumi yang telah mendapatkan mandat penuh dari ALLAH SWT maka lahirlah apa yang dinamakan HADITS.
4. Menciptakan MALAIKAT dan IBLIS/JIN/SYAITAN untuk suatu tujuan yang tertentu.
5. MENURUNKAN AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ.
Sekarang seluruh NABI dan RASUL (termasuk
NABI MUHAMMAD SAW sebagai NABI dan RASUL terakhir) sudah tidak ada lagi,
akan tetapi PROGRAM KEKHALIFAHAN di muka bumi harus tetap berjalan sesuai
dengan apa-apa yang telah direncanakan oleh
ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH tentu kita wajib melaksanakan program
kekhalifahan ini sesuai dengan KEHENDAK
ALLAH SWT, lalu apa yang harus kita perbuat dengan kondisi NABI dan RASUL
sudah tidak ada lagi sedangkan kita harus tetap melaksanakan tugas di muka
bumi? Setelah NABI dan RASUL tidak ada lagi, sebagai KHALIFAH yang BERIMAN
kepada ALLAH SWT maka kita harus:
1. MENYATAKAN bahwa ALLAH SWT
selamanya akan tetap ada dan ALLAH SWT tidak akan mungkin binasa.
2. AL-QUR'AN sebagai BUKU MANUAL yang diturunkan oleh ALLAH SWT akan tetap ada mendampingi KEKHALIFAHAN di muka bumi.
3. HADITS yang merupakan TAFSIR dari AL-QUR'AN akan tetap ada di muka bumi.
Menyatakan KEIMANAN kepada ALLAH SWT sudah memang seharusnya kita lakukan
dengan sebaik-baiknya. Sekarang bagaimana kita harus bersikap kepada Al-Qur'an
dan Hadits, mana yang harus kita dahulukan apakah Al-Qur'an ataukah Hadits?
Al-Quran diturunkan oleh ALLAH SWT tidak
mengenal adanya istilah, yang akan kami kemukakan di bawah ini dibandingkan
Hadits, yaitu :
1. Al-Qur'an tidak mengenal istilah
SHAHIH.
2. Al-Qur'an tidak mengenal istilah
SHANAT atau SHANAT HASAN.
3. Al-Qur'an tidak mengenal istilah
RAWI.
4. Al-Qur'an tidak mengenal istilah QUDSI.
5. Al-Qur'an tidak mengenal istilah
MUTHAFAQ ALAIH.
6. Al-Qur'an tidak mengenal istilah DHOIF.
7. Al-Qur'an mengenal istilah
KHATAM dan HAFIZS sedangkan Hadits tidak.
Hal ini dikarenakan AL-QUR'AN adalah SUCI, MURNI, hanya dari ALLAH SWT
tanpa ada campur tangan siapapun juga termasuk di dalamnya tidak ada masukan
sedikitpun dari NABI MUHAMMAD SAW. Jika ini adalah kondisi dasar Al-Qur'an yang
berasal dari ALLAH SWT seperti yang
dikemukakan dalam surat An Nahl (16) ayat 102, dibandingkan dengan Hadits,
siapakah yang lebih tinggi kedudukannya, apakah Al-Qur'an ataukah Hadits?
Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
(surat An Nahl (16)
ayat 102)
Dalam YURISDIKSI yang berlaku di INDONESIA yang lebih tinggi kedudukannya
adalah UNDANG-UNDANG DASAR , kemudian UNDANG-UNDANG, di bawahnya ada PERATURAN
PEMERINTAH, KEPUTUSAN PRESIDEN, selanjutnya ada KEPUTUSAN MENTERI dan yang
paling rendah adalah SURAT EDARAN DIREKTORAT JENDERAL yang berisi PETUNJUK
TEKNIS PELAKSANAAN. Jika Al-Qur'an yang berasal dari ALLAH SWT kita masukkan di dalam urut-urutan
YURISDIKSI ini maka KEDUDUKAN Al-Qur'an bagi KEKHALIFAHAN di muka bumi kedudukannya dapat dikatakan sebagai UNDANG-UNDANG
DASAR. Selanjutnya bagaimana dengan Hadits?
HADITS yang memiliki karakteristik dan memiliki istilah seperti SHAHIH, SHANAT, SHANAT HASAN, MUTHAWATIR, MUTHAFAQ ALAIH, QUDSI, dan DHOIF, tidak mungkin dapat diletakkan atau disejajarkan atau disamakan kedudukannya dengan kedudukan Al-Qur'an. Sekarang dapatkah sesuatu yang kedudukannya lebih rendah bertentangan dengan sesuatu yang lebih tinggi kedudukannya sedangkan ke duanya harus kita jadikan pedoman sewaktu melaksanakan kekhalifahan di muka bumi? Di dalam urut-urutan Yurisdiksi, jika ketentuan Yurisdiksi yang lebih rendah bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang lebih tinggi maka yang ketentuan yang lebih rendah menjadi batal sehingga yang berlaku adalah ketentuan yang lebih tinggi. Hal yang sama juga berlaku jika HADITS bertentangan atau tidak berkesesuaian dengan Al-Qur'an maka yang berlaku adalah ketentuan Al-Qur'an. Selanjutnya dapatkah kita hanya berpedoman kepada Al-Qur'an semata dengan mengabaikan ketentuan Hadits sedangkan kedua-dua harus kita jadikan pedoman di dalam melaksanakan kekhalifahan di muka bumi? ALLAH SWT selaku Pencipta dan Pemilik KEKHALIFAHAN di muka bumi sudah menetapkan bahwa dasar hukum yang dapat digunakan di muka bumi ini hanyalah Al-Qur'an dan HADITS. Jika ini sudah menjadi KETETAPAN ALLAH SWT maka sebagai KHALIFAH di muka bumi harus menjadikan Al-Qur'an dan HADITS sebagai PETUNJUK dan PEDOMAN di dalam melaksanakan tugas, dengan catatan:
HADITS yang memiliki karakteristik dan memiliki istilah seperti SHAHIH, SHANAT, SHANAT HASAN, MUTHAWATIR, MUTHAFAQ ALAIH, QUDSI, dan DHOIF, tidak mungkin dapat diletakkan atau disejajarkan atau disamakan kedudukannya dengan kedudukan Al-Qur'an. Sekarang dapatkah sesuatu yang kedudukannya lebih rendah bertentangan dengan sesuatu yang lebih tinggi kedudukannya sedangkan ke duanya harus kita jadikan pedoman sewaktu melaksanakan kekhalifahan di muka bumi? Di dalam urut-urutan Yurisdiksi, jika ketentuan Yurisdiksi yang lebih rendah bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan yang lebih tinggi maka yang ketentuan yang lebih rendah menjadi batal sehingga yang berlaku adalah ketentuan yang lebih tinggi. Hal yang sama juga berlaku jika HADITS bertentangan atau tidak berkesesuaian dengan Al-Qur'an maka yang berlaku adalah ketentuan Al-Qur'an. Selanjutnya dapatkah kita hanya berpedoman kepada Al-Qur'an semata dengan mengabaikan ketentuan Hadits sedangkan kedua-dua harus kita jadikan pedoman di dalam melaksanakan kekhalifahan di muka bumi? ALLAH SWT selaku Pencipta dan Pemilik KEKHALIFAHAN di muka bumi sudah menetapkan bahwa dasar hukum yang dapat digunakan di muka bumi ini hanyalah Al-Qur'an dan HADITS. Jika ini sudah menjadi KETETAPAN ALLAH SWT maka sebagai KHALIFAH di muka bumi harus menjadikan Al-Qur'an dan HADITS sebagai PETUNJUK dan PEDOMAN di dalam melaksanakan tugas, dengan catatan:
1. Kedudukan Al-Qur'an harus lebih
tinggi dibandingkan dengan kedudukan Hadits. Walaupun kedudukan Al-Qur'an lebih tinggi dari kedudukan
Hadits namun ketentuan yang ada di
dalam AL-QUR'AN tidak bisa meninggalkan
atau berjalan sendirian tanpa dibarengi dengan ketentuan Hadits. Contohnya kita
tidak bisa melaksanakan perintah SHALAT yang ada di Al-Qur'an karena tata cara SHALAT adanya di
dalam ketentuan Hadits.
2. Ketentuan Hadits tidak boleh mengalahkan ketentuan yang ada di dalam Al-Qur'an atau ketentuan Hadits tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Al-Qur'an.
Adanya keselarasan ketentuan yang terdapat di dalam Al-Qur'an dengan ketentuan yang ada di dalam
Hadits, akan memudahkan diri kita untuk melaksanakan apa-apa yang dikehendaki
ALLAH SWT. Selanjutnya, sewaktu kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi dapatkah:
1.
Kita hanya mengakui Al-Qur'an saja dengan
mengabaikan Hadits?
2. Kita hanya mengedepankan Hadits semata dan/atau kita hanya meributkan Hadits saja dan/atau kita hanya mempelajari Hadits lebih banyak ketimbang mempelajari Al-Qur'an?
3. Kita lebih bangga telah mempelajari Hadits dibandingkan dengan mempelajari Al-Qur'an, sehingga kedudukan Al-Qur'an kita letakkan lebih rendah dibandingkan dengan Hadits?
Jika kita hanya mengakui Al-Qur'an saja dengan mengabaikan Hadits tidak
ubahnya kita memiliki undang-undang dasar tanpa memiliki aturan pelaksanaan.
Akan tetapi jika kita hanya mendahulukan Hadits
atau lebih banyak mempelajari Hadits atau lebih bangga belajar Hadits
dibandingkan dengan Al-Qur'an, hal
ini tidak ubahnya kita sibuk mempelajari aturan pelaksanaan
akan tetapi melupakan UNDANG-UNDANG DASAR dan/atau kita sibuk mempelajari GARIS
BESAR HALUAN NEGARA akan tetapi kita malah meninggalkan PANCA SILA sebagai
DASAR NEGARA. Al-Qur'an dan Hadits
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sepanjang keduanya
diletakkan dan ditempatkan sesuai dengan porsinya masing-masing.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
(surat
Al Kahfi (18) ayat 110)
Untuk mempertegas kedudukan Al-Qur'an berada di atas kedudukan Hadits,
berikut ini akan kami kemukakan firman
ALLAH SWT yang terdapat di dalam surat Al Kahfi (18) ayat 110 di atas
ini. Seperti kita ketahui bersama bahwa kondisi dasar dari NABI MUHAMMAD SAW
sebelum di angkat menjadi NABI dan RASUL atau kondisi dasar MUHAMMAD bin
ABDULLAH kondisinya adalah sebagai
Manusia Biasa, Ummi, Tidak Pernah Belajar, Tidak Bisa Menulis, Tidak Bisa
Membaca, Miskin, Yatim dari Kecil, Jujur dari Kecil, Berwibawa dari Kecil, Dihormati, Terpercaya dan Rajin namun apa yang terjadi setelah menerima
WAHYU dari ALLAH SWT? Adanya WAHYU yang diterima oleh MUHAMMAD bin ABDULLAH
maka berubahlah kondisi dasar MUHAMMAD bin ABDULLAH menjadi NABI MUHAMMAD SAW
yang memiliki bakat dan
kemampuan jiwa besar, kecerdasan pikiran, ketajaman otak, kehalusan perasaan,
jujur, berbudi luhur, mempunyai kepribadian yang tinggi, kekuatan ingatan yang
tinggi, kecepatan tanggapan, kekerasan kemauan dan kedewasaan emosional yang
sempurna.
Sebagai khalifah di
muka bumi dapatkah kita memperoleh dan/atau memiliki bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan
pikiran, ketajaman otak, kehalusan perasaan, jujur, berbudi luhur, mempunyai
kepribadian yang tinggi, kekuatan ingatan yang tinggi, kecepatan tanggapan,
kekerasan kemauan dan kedewasaan emosional yang sempurna, seperti yang
diperoleh NABI MUHAMMAD SAW? ALLAH SWT tidak pernah melarang umat-Nya untuk
memperoleh itu semua, sepanjang umat-Nya
berkeinginan memperoleh itu semua maka ALLAH SWT akan memberikannya. Hal yang membedakan antara umat-Nya dengan NABI
MUHAMMAD SAW memperoleh itu semua adalah jika NABI MUHAMMAD SAW memperolehnya
melalui WAHYU sedangkan untuk umat-Nya, termasuk diri kita melalui
IMAN dan AMAL SHALEH. Hal ini dimungkinkan terjadi karena TUHANNYA NABI
MUHAMMAD SAW dengan TUHANNYA DIRI KITA adalah sama yaitu ALLAH SWT.
Selanjutnya dapatkah
HADITS yang berasal dari NABI MUHAMMAD SAW merubah kondisi dasar MUHAMMAD bin
ABDULLAH menjadi kondisi NABI MUHAMMAD SAW? Jika kita mengacu kepada
firman ALLAH SWT yang terdapat dalam
surat Al Kahfi (18) ayat 110 yang di dalamnya tidak mengenal istilah SHAHIH,
HASAN, SHANAT, RAWI, MUTHAWATIR, MUTHAFAQ ALAIH, dan DHOIF, maka HADITS tidak
bisa merubah kondisi dasar MUHAMMAD bin ABDULLAH menjadi kondisi NABI MUHAMMAD
SAW. Hal yang harus kita jadikan PEDOMAN
adalah bahwa KEBERHASILAN UTAMA NABI MUHAMMAD SAW bukan karena HADITS yang
dikemukakan oleh BELIAU akan tetapi karena adanya WAHYU yang di dapat dari ALLAH SWT melalui perantaraan
MALAIKAT JIBRIL sedangkan jika diri kita ingin memperoleh pula hal yang sama
dengan NABI MUHAMMAD SAW syaratnya adalah IMAN dan AMAL SHALEH. Sekarang jika
Hadits saja tidak bisa menggantikan atau mengalahkan Al-Qur'an, sekarang
bagaimana mungkin ada kitab-kitab baru yang dikatakan mampu menggantikan KALAM
ALLAH SWT?
5. PENTINGNYA IMAN KEPADA ALLAH SWT
Sebagaimana kita ketahui bersama sebelum diri kita dilahirkan dan/atau sebelum diri kita ada di muka bumi ini, ALLAH SWT sudah menetapkan dan/atau sudah terlebih dahulu ada hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya ketentuan tentang adanya
SYURGA dan NERAKA sebagai tempat kembali bagi KEKHALIFAHAN di muka bumi yang
berimplikasi kepada syarat dan ketentuan yang berlaku tentang tata cara mengisi
ke dua tempat tersebut secara adil.
2. Adanya ketentuan QADA; QADAR dan TAQDIR yang berlaku di alam raya ini termasuk di dalamnya ketentuan tentang SIFAT dan PERBUATAN dari JASMANI dan RUHANI.
3. Adanya JASMANI dan RUHANI yang memiliki SIFAT dan PERBUATAN yang saling bertentangan dimana JASMANI membawa NILAI-NILAI KEBURUKAN sedangkan RUHANI membawa NILAI-NILAI KEBAIKAN.
4. HIDUP adalah saat bersatunya RUHANI dengan JASMANI dan pada saat HIDUP itulah terjadi benturan antara SIFAT dan PERBUATAN yang dibawa RUHANI dengan SIFAT dan PERBUATAN yang dibawa JASMANI.
5. Adanya AMANAH7, HATI RUHANI atau AF'IDAH atau AKAL serta HUBBUL di dalam setiap diri manusia yang kesemuanya akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh ALLAH SWT.
6. Adanya MALAIKAT.
7. Adanya PERJANJIAN PERMUSUHAN ABADI antara anak dan keturunan NABI ADAM as dengan JIN/IBLIS/SYAITAN.
8. Adanya ketentuan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ.
9. RUH diri kita secara individual telah BERIKRAR dengan memberikan PENGAKUAN tentang KETUHANAN kepada ALLAH SWT dengan menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah TUHANKU.
Di lain sisi berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 30 diterangkan bahwa
MANUSIA termasuk di dalamnya diri kita, diciptakan oleh ALLAH SWT dalam rangka
hendak dijadikan sebagai KHALIFAH di muka bumi dan/atau akan dijadikan
perpanjangan tangan ALLAH SWT di muka bumi. Adanya kondisi ini berarti :
1.
keberadaan MANUSIA dan juga keberadaan diri kita di
muka bumi bukanlah suatu keadaan yang bersifat INSIDENTIL dan/atau terjadi
dengan begitu saja
2. ALLAH SWT lah yang paling ahli dan yang paling mengerti tentang KEKHALIFAHAN dan juga tentang MANUSIA dan juga tentang diri kita.
3. MANUSIA dan juga diri kita ada di muka bumi ini merupakan bagian dari KEHENDAK dan KEMAMPUAN ALLAH SWT selaku INISIATOR yang juga PENCIPTA dan PEMILIK alam semesta ini.
Jika saat ini kita masih HIDUP berarti diri kita adalah KHALIFAH yang
sedang menjalankan tugas di muka bumi dengan hal-hal sebagai berikut yang
menyertai diri kita, yaitu:
1.
Diri kita telah diberikan AMANAH 7, HUBBUL, HATI,
PERASAAN, AKAL serta AD DIIN atau DIINUL
ISLAM oleh ALLAH SWT dalam rangka memudahkan dan mensukseskan tugas kita
sebagai KHALIFAH di muka bumi.
2. Diri kita sudah melaksanakan IKRAR tentang KETUHANAN yang mengakui bahwa ALLAH SWT adalah TUHAN bagi diri kita.
3. Diri kita dihadapkan kepada 2(dua) buah pilihan tempat kembali yaitu SYURGA dan NERAKA.
4. Diri kita juga akan mengalami benturan kepentingan antara RUHANI dengan JASMANI dan/atau adanya TARIKAN untuk berbuat sesuatu yang mementingkan kebutuhan JASMANI semata dan/atau adanya AHWA di dalam diri.
5. Diri kita juga telah mewariskan PERMUSUHAN ABADI dengan JIN/IBLIS/SYAITAN sampai dengan hari kiamat.
Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, point 1 dan
point 2 di atas ini sudah ada di dalam diri kita, sekarang tinggal bagaimana
kita melaksanakan dan bertanggung jawab dengan apa yang telah kita lakukan.
Sedangkan point 4 dan point 5 adalah hambatan dan/atau rintangan yang tidak
nampak akan tetapi pengaruh negatifnya sangat kentara yang telah
ALLAH SWT tentukan dalam rangka menseleksi KEKHALIFAHAN yang ada di muka
bumi. Apabila KHALIFAH yang bertugas mampu memenangkan pertandingan maka point
3 di atas menjadi berlaku, yaitu yang menang mendapat SYURGA sedangkan yang
kalah mendapat NERAKA.
Adanya kondisi dan hal-hal yang kami kemukakan di atas ini, dapat
dikatakan bahwa untuk dapat melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi
tentu bukanlah sebuah perkara mudah. Walaupun di satu sisi kita telah diberikan
oleh ALLAH SWT alat bantu yang canggih untuk memenangkan pertandingan, akan
tetapi MUSUH dalam selimut baik AHWA maupun SYAITAN juga tidak akan tinggal
diam untuk menggagalkan misi kita sebagai KHALIFAH di muka bumi. ALLAH SWT
selaku INISIATOR yang juga PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi
tentu bertanggung jawab dengan apa yang telah diciptakannya. Untuk itu ALLAH
SWT memberikan pemberitahuan, wejangan kepada KHALIFAHNYA yang sedang
menjalankan tugas untuk selalu waspada terutama kepada AHWA dan SYAITAN. AHWA
dan SYAITAN adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata tetapi pengaruh
dan dampak dari keduanya dapat menghantarkan diri kita ke NERAKA JAHANNAM. Agar
diri kita jangan sampai dihantarkan oleh AHWA dan SYAITAN ke NERAKA JAHANNAM
maka jangan pernah keluar dari KEHENDAK ALLAH SWT. Selanjutnya agar diri kita
selalu WASPADA dengan AHWA dan SYAITAN, berikut ini akan kami kemukakan tentang
BAHAYA dari AHWA dan juga BAHAYA dari SYAITAN sebagai MUSUH ABADI umat MANUSIA
dan/atau pentingnya IMAN kepada ALLAH SWT bagi diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar