Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 05 Oktober 2019

AHWA/HAWA NAFSU: MUSUH DALAM SELIMUT


Allah SWT menciptakan malaikat dengan akal tanpa syahwat; menciptakan binatang dengan syahwat tanpa akal dan menciptakan Anak Adam dengan menyertakan akal dan syahwat. Barangsiapa akalnya dapat mengalahkan syahwatnya, maka termasuk golongan malaikat, dan barangsiapa akalnya dikalahkan oleh syahwatnya, maka termasuk golongan binatang.


Setiap manusia pasti terdiri dari jasmani dan juga ruhani. Jasmani asalnya dari sari pati tanah sedangkan ruhani asalnya dari Nur Allah SWT. Adanya perbedaan asal usul dari keduanya maka dapat dipastikan antara jasmani dan ruhani pasti memiliki sifat, perbuatan dan kemampuan yang berbeda.Jasmani memiliki sifat yang di dalam Al Qur’an diistilahkan sebagai insan. Perbuatan dari sifat jasmani (insan) disebut juga dengan ahwa/hawa nafsu, sedangkan kemampuan jasmani untuk melakukan perbuatannya disebut juga dengan basyar. Adapun sifat sifat alamiah jasmani mencerminkan nilai nilai keburukan yang berasal dari alam yang kesemuanya sangat dikehendaki oleh syaitan.


Lalu bagaimana dengan ruhani? Ruhani juga memiliki sifat yang di dalam Al Qur’an dikemukakan sebagai Nass. Lalu perbuatan dari Nass itu disebut juga dengan Nafs/Anfuss sedangkan kemampuan dari ruhani disebut juga dengan Ruh. Adapun sifat sifat alamiah ruhani mencerminkan nilai nilai kebaikan yang berasal dari Allah SWT yaitu cerminan dari asmaul husna.

kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(surat As Sajdah (32) ayat 9)


Adanya ketentuan berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 9 di atas, setiap manusia pasti terdiri jasmani dan ruhani. Ini menunjukkan bahwa di dalam diri manusia termasuk di dalam diri kita, pasti terdapat dua buah sifat, yaitu adanya nilai nilai keburukan yang berasal dari jasmani dan juga adanya nilai nilai kebaikan yang berasal dari ruhani. Lalu dengan adanya dua buah sifat yang berlainan ini maka akan memiliki dampak yang sangat berbeda dalam kehidupan manusia jika terpengaruh dari keduanya.   


Lalu bisakah kita menghindarkan diri dari ketentuan dalam surat As Sajdah (32) ayat 9 di atas? Sepanjang diri kita masih disebut manusia maka sepanjang itu pula kita tidak bisa melepaskan ketentuan yang berlaku. Sehingga kita harus tetap berhadapan dengan nilai nilai keburukan (ahwa/hawa nafsu) yang ada di dalam jasmani manusia. Inilah yang kami istilahkan dengan musuh dalam selimut. Adanya musuh di dalam selimut yang terdapat di dalam jasmani, disinilah salah satu letak dari permainan yang sesungguhnya dimana diri kita yang sesungguhnya adalah ruh/ruhani harus mampu memanfaatkan dan mendayagunakan jasmani yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dengan ketentuan gunakan dan manfaatkan jasmani untuk kepentingan ruhani tetapi sifat sifat alamiahnya harus dihilangkan lalu diganti dengan sifat sifat alamiah ruhani sehingga yang tampil menjadi perilaku kehidupan kita adalah nilai nilai kebaikan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Di lain sisi, hidup adalah saat dipersatukannya Ruhani dengan Jasmani. Sehingga pada saat hidup itulah terjadi apa yang dinamakan dengan tarik menarik antar dua buah sifat yang saling bertentangan dikarenakan berasal dari asal usul yang berbeda. Lalu dengan adanya tarik menarik di antara keduanya maka manusia dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1.  Golongan yang dikalahkan, diperbudak, dibinasakan dan senantiasa berada di bawah perintah nafsunya (suatu keadaan dimana Jasmani mampu mengalahkan Ruhani) sehingga nilai nilai kebaikan mampu dikalahkan oleh nilai nilai keburukan (jiwa fujur) sehingga nilai nilai keburukan yang menjadi perilaku manusia.

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(surat Asy Syams (91) ayat 7 sampai 10)

2.      Golongan yang dapat mengalahkan dan menundukkan nafsunya sehingga nafsunya taat dan menjalankan perintahnya (suatu keadaan dimana Jasmani mampu dikalahkan oleh Ruhani) sehingga nilai nilai kebaikan mampu mengalahkan nilai nilai keburukan (jiwa taqwa) sehingga nilai nilai kebaikan yang menjadi perilaku manusia

Lalu di posisi manakah diri kita, apakah yang termasuk di dalam jiwa fujur ataukah yang termasuk di dalam jiwa taqwa? Semoga jiwa taqwa adalah jiwa diri kita.


Ketahuilah bahwa ahwa/hawa nafsu dapat dipastikan akan menjerumuskan manusia kepada kebinasaan, menolong musuh, rakus terhadap sesuatu yang buruk, dan mengikuti kejahatan. Ahwa/hawa nafsu, sesuai dengan tabiatnya menyukai pelanggaran. Karena itu, nikmat yang tidak ada bandingnya adalah dapat lari darinya dan membebaskan diri dari perbudakan ahwa/hawa nafsu. Ahwa/hawa nafsu juga adalah hijab terbesar antara hamba dengan Allah SWT. Manusia yang paling mengetahui nafsunya adalah manusia yang paling keras menegur dan membencinya. Disinilah letak dari pentingnya kita berjihad melawan hawa nafsu yang sesuai dengan  ketentuan hadits di bawah ini.

“Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsunya”  (Hadits shahih diriwayatkan oleh ibnu Najjar dari Abu Dzarr).

Selain daripada itu, berdasarkan surat An Nazi’at (79) ayat 37 sampai 41 di bawah ini, ahwa/hawa nafsu pada hakekatnya menyeru manusia untuk berbuat melampaui batas dan mengutamakan kehidupan dunia. Sedangkan Allah menyeru untuk bertaqwa dan tidak menuruti keinginan hawa nafsu. Adanya kondisi ini menunjukkan di dalam diri manusia ada sesuatu yang saling kontroversial namun dibalik kontroversial ini terdapat sebuah permainan yang harus kita laksanakan, yaitu mampukah diri kita berada sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Adapun orang yang melampaui batas,dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,
Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).
(surat An Nazi’at (79) ayat 37 sampai 41)

Di dalam ahwa/hawa nafsu juga terdapat perilaku binatang, seperti keserakahan burung gagak, ketamakan anjing, kebodohan burung merak, kedurhakaan biawak, kedengkian unta, keganasan singa, kefasikan tikus, kekejian ular, kesiasiaan kera, penghimpunan lebar, makarnya srigala, kepandiran kupu kupu, dan tidurnya anjing hutan. Adanya perilaku binatang yang kami kemukakan di atas ini, bukanlah isapan jempol melainkan sesuatu yang nyata. Lihatlah orang yang mempertuhankan ahwa/hawa nafsunya perilakunya telah berubah tidak ubahnya seperti perilaku binatang.  

Sebagai khalifah di muka bumi, ketahuilah bahwa dalam jiwa setiap manusia, ada tiga penyeru yang saling tarik menarik, yaitu:

1.  Penyeru yang mendorong seseorang untuk berperilaku seperti perilaku syaitan, misalnya congkak, dengki, tinggi hati, melampaui batas, suka berbuat jahat, suka mencela, merusak dan suka menipu.

2. Penyeru yang mendorong seseorang untuk berperilaku seperti perilaku binatang, yaitu penyeru yang menuntutnya untuk memenuhi tuntutan syahwat.

3.  Penyeru yang mendorong seseorang untuk berperilaku seperti perilaku malaikat, misalnya suka berbuat kebajikan, gemar memberi dan menerima nasehat, berbakti, cinta ilmu, dan selalu bersikap taat.


Melatih nafsu (mengendalikan ahwa/hawa nafsu) lebih sulit daripada melatih singa. Singa, jika sudah dimasukkan ke dalam kerangkeng oleh pemiliknya, amanlah kita dari bahayanya. Adapun hawa nafsu, walaupun sudah dipenjarakan, belum tentu kita aman dari bahayanya.

Jihad melawan ahwa/hawa nafsu wajib hukumnya bagi setiap manusia tanpa terkecuali. Jihad melawan ahwa/hawa nafsu terdiri dari empat tahapan, yaitu:

1. Melawannya dengan mempelajari petunjuk dan Agama yang benar. Agama yang keberuntungan dan kebahagiaan dalam hidup dan mati hanya dapat diraih dengan agama ini, Jika tidak mengetahui ajaran agama ini, maka seseorang akan merana di dunia dan akhirat.

2. Melawannya dengan mengamalkan ajaran Islam setelah mengetahuinya. Jika tidak diamalkan, agama hanya menjadi pengetahuan yang tidak bermanfaat atau bahkan menjadi pengetahuan yang berbahaya.

3.  Melawanya dengan mengajak manusia kepada agama yang benar dan mengajarkannya kepada yang belum mengetahui. Jika tidak melakukan hal ini, seseorang dapat dituduh telah menyembunyikan petunjuk dan keterangan yang diturunkan oleh Allah SWT. Ilmunya tidak bermanfaat, dan karenanya tidak dapat menyelamatkannya dari siksa api neraka.

4.  Melawanya dengan kesabaran dalam menghadapi kesulitan dan celaan ketika mengajak manusia ke jalan Allah dan semuanya harus dilakukan karena Allah semata.


Agar diri kita mampu sukses melawan ahwa/hawa nafsu, Allah SWT berfirman dalam surat Al Ankabuut (29) ayat 69 di bawah ini, kesuksesan melawan ahwa/hawa nafsu sangatt tergantung kepada jihadnya (kesungguhannya) di dalam memerangi ahwa/hawa nafsu. Oleh karena itu, orang yang paling sempurna pencapaiannya adalah orang yang paling keras jihadnya.

dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
(surat Al Ankabuut (29) ayat 69)

Adapun jihad yang diwajibkan, secara berurutan dapat kami kemukakan adalah: (1) jihad melawan hawa nafsu; (2) jihad melawan ego; (3) jihad melawan syaitan dan; (4) jihad melawan dunia. Barangsiapa berjihad melawan hal ini, Allah SWT akan membentangkan baginya jalan untuk meraih ridhaNya yang akan menghantarkannya ke syurga. Sementara orang yang meninggalkan jihad secara sengaja, akan kehilangan petunjuk sebesar jihad yang ditinggalkannya. Rasulullah SAW bersabda: “Jihad yang paling utama adalah orang yang berjihad melawan nafsunya karena Allah SWT”.


Orang yang berjihad adalah orang yang menerangi nafsunya dalam taat kepada Allah, sedangkan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan larangan Allah.
(Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah)


Oleh karena itu, selama belum mampu menundukkan dan memaksa nafsunya untuk melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, seseorang tidak mungkin dapat memerangi musuh yang berada di luar dirinya.  Tidak mungkin ia dapat memerangi dan berada di tengah tengah musuh jika musuh yang berada di depannya masih menguasai dirinya. Sekedar keluar untuk menghadapinya, ia pun tidak akan mampu, kecuali jika ia menundukkan nafsunya terlebih dahulu. Dan menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath Thirmidzi di atas ini, manusia terbagi dua kelompok, yaitu : orang yang cerdas dan orang yang lemah akalnya.

Orang yang cerdas adalah orang yang dapat menundukkan nafsunya kemudian bekerja untuk kehidupan setelah mati. Sementara orang yang lemah akalnya adalah orang yang menuruti hawa nafsunya kemudian berharap kepada Allah.”
(Hadits Riwayat Ahmad dan Ath Thirmidzi)


Orang yang cerdas adalah orang yang cerdik yang berpendirian teguh dan selalu memperhatikan akibat segala sesuatu. Ia dapat menundukkan dan menggunakan nafsunya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan di akhirat. Orang yang lemah akalnya adalah orang yang dungu yang tidak berpengetahuan, yang tidak pernah memikirkan buah dari perbuatannya. Orang tersebut lebih suka mengikuti nafsunya yang cenderung kepada sesuatu yang membawa kenikmatan duniawi, meskipun sebenarnya kenikmatan itu membawa malapetaka bagi kehidupannya di akhirat, bahkan juga bagi kehidupannya di dunia.


Selain daripada itu, orang yang mengikuti keinginan ahwa/hawa nafsunya, dan ini yang biasanya terjadi, akan segera mendapatkan aib di dunia, akan segara jatuh martabatnya di mata Allah dan manusia, dan akan segera mendapatkan kehinaan. Dia tidak akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat yang berupa ilmu yang bermanfaat dan rezeki yang luas lagi berkah. Sedangkan orang yang melawan nafsunya serta tidak menuruti keinginannya, akan segera mendapatkan balasan di dunia serta berkahnya yang berupa ilmu, iman dan rezeki. Atau dengan kata lain, siapa saja yang mampu menguasai, mengalahkan dan menundukkan nafsunya, maka ia akan menjadi orang yang mulia karena ia telah mengalahkan dan menawan musuhnya yang paling kuat serta mencegah kejahatannya.


Ia yang mengenal pihak lain (musuh) dan mengenal dirinya sendiri,
tidak akan dikalahkan dalam seratus pertempuran. Ia yang tidak mengenal pihak lain (musuh) tetapi mengenal dirinya sendiri memiliki suatu peluang yang seimbang untuk menang atau kalah. Ia yang tidak mengenal pihak lain (musuh) dan dirinya sendiri cenderung kalah dalam setiap pertempuran.
Jika Anda mengenal diri dan musuh Anda, Anda tidak akan kalah dalam seratus pertempuran.
(sun tzu dalam the art of war)

Agar diri kita mudah mengalahkan ahwa/nafsu atau sukses jihad melawan hawa nafsu, hal yang pertama yang harus kita ketahui adalah mengetahui hakekat dan sifat sifat jasmani  itu sendiri sehingga dengan kita mengetahui hal yang paling mendasar ini maka langkah untuk melawan atau mengalahkan hawa nafsu menjadi lebih mudah (kenali terlebih dahulu apa yang dinamakan dengan musuh dalam selimut itu) yang dibarengi dengan diri kita tahu tentang diri sendiri.

Untuk lebih memudahkan diri kita belajar tentang ahwa/hawa nafsu. Ada baiknya kita terlebih dahulu  mempelajari sebuah pernyataan  dari ‘Dorothy Law Nolte, Phd’ tentang anak anak yang belajar dari lingkungannya.  

a.      Jika anak tumbuh di lingkungan yang sering mengkritik, ia belajar untuk menyalahkan.
b.      Jika anak tumbuh di lingkungan yang penuh kekerasan, ia belajar untuk berkelahi.
c.   Jika anak tumbuh di lingkungan  yang sering menakutnatuki, ia belajar untuk mudah khawatir.
d.     Jika anak tumbuh di lingkungan yang penuh kesedihan, ia belajar untuk mengasihi diri.
e.      Jika anak tumbuh di lingkungan yang sering mempermalukan, ia belajar menjadi pemalu.
f.       Jika anak tumbuh di lingkungan yang penuh kecemburuan, ia belajar untuk mendendam.
g.      Jika anak tumbuh di lingkungan yang sering menyalahkan, ia dihantui rasa bersalah.
h.     Jika anak tumbuh di lingkungan yang memberi semangat, ia belajar untuk percaya diri.
i.       Jika anak tumbuh di lingkungan yang penuh toleransi, ia belajar untuk bersabar.
j.       Jika anak tumbuh di lingkungan yang memberi pujian, ia belajar untuk menghargai.
k.     Jika anak tumbuh di lingkungan yang menerima apa adanya, ia belajar untuk mencintai.
l.    Jika anak tumbuh di lingkungan yang memberikan dukungan, ia belajar untuk menyenangi dirinya.
m. Jika anak tumbuh di lingkungan yang memberikan penghargaan, ia belajar memiliki tujuan dan cita cita.
n. Jika anak tumbuh di lingkungan yang menjunjung tinggi kejujuran, ia belajar untuk mencintai kebenaran.
o.   Jika anak tumbuh di lingkungan yang menghargai keadilan, ia belajar untuk bersikap adil.
p. Jika anak tumbuh di lingkungan yang baik hati dan penuh tanggung jawab, ia belajar untuk menghormati.
q. Jika anak tumbuh di lingkungan yang penuh rasa aman, ia belajar untuk memiliki keyakinan dan berbaik sangka.
r.    Jika anak tumbuh di lingkungan yang bersahabat, ia belajar untuk merasa bahwa dunia ini indah dan hidup ini begitu berharga.

Jika anak saja bisa berubah perilakunya dikarenakan adanya pengaruh lingkungan. Hal yang samapun berlaku pada diri kita jika selalu berada di dalam lingkungan yang sama dengan anak tersebut.

Sekarang mari kita perhatikan diri kita. Saat diri kita masih hidup berarti kita sedang berhadapan langsung dengan dua buah lingkungan, yaitu lingkungan yang bercirikan nilai nilai keburukan (insan) yang berasal dari jasmani dan juga lingkungan yang bercirikan nilai nilai kebaikan (nass) yang berasal dari ruhani. Lalu di posisi manakah diri kita saat ini, apakah yang sesuai dengan kehendak syaitan ataukah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT!.Untuk bisa menentukan dimana posisi kita saat ini, mari kita pelajari salah satu lingkungan yang melingkungi diri kita dalam hal ini adalah lingkungan yang berasal dari dalam jasmani diri kita sendiri yang bercirikan nilai nilai keburukan (insan), yaitu :

A.   Diciptakan Dengan Keadaan Lemah (Terbatas).

Berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 28 dan surat Ar Ruum (30) ayat 54 di bawah ini, disebutkan bahwa salah satu sifat dari jasmani manusia adalah lemah atau bersifat lemah atau disebut juga dengan dhaif. Adanya sifat lemah dalam jasmani menunjukkan bahwa jasmani memiliki keterbatasan sehingga jasmani tidak mampu selamanya kuat sehingga jasmani memiliki penurunan fungsi setelah mencapai titik optimalnya.

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 28)

Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (surat Ar Ruum (30) ayat 54)
,
Jika jasmani memiliki sifat lemah (dhaif) berarti perbuatan jasmani (ahwa yang ada pada diri kita) adalah melemahkan diri kita. Sedangkan kekuatan untuk melemahkan sangat tergantung dengan kemampuan sifat lemah mempengaruhi manusia. Adanya sifat lemah di dalam jasmani, ini menandakan kepada kita bahwa kemampuan jasmani manusia ada batasnya (terbatas). Jika sifat jasmani adalah lemah atau mempunyai keterbatasan, sekarang bagaimana dengan sifat Allah SWT dan juga dengan sifat ruh/ruhani yang juga berasal dari Allah SWT? Allah SWT tidak mempunyai sedikitpun sifat lemah dan juga kelemahan dan demikian pula dengan ruh/ruhani. Ruh/Ruhani juga tidak mempunyai kelemahan sepanjang ruh/ruhani dapat dijaga dan dirawat dengan baik dan benar atau tidak dijajah oleh jasmani.

Sekarang adakah sifat lemah di dalam diri kita? Sifat lemah pasti ada di dalam diri kita sebab diri kita sama-sama lemah dibandingkan alam karena keduanya ada karena ada yang mengadakan atau ada yang menciptakan. Pencipta pasti ada sebelum ciptaannya ada serta pencipta lebih kuat dan lebih mampu dari yang diciptakan. Ini berarti diri kita dan alam sama-sama diciptakan dalam kondisi lemah.

Jika setiap jasmani telah memiliki sifat lemah lalu bagaimanakah ahwa dari sifat lemah ini mempengaruhi diri kita atau mempengaruh sifat ruh/ruhani? Jika sifat lemah mampu mempengaruhi atau mampu mengalahkan sifat ruh/ruhani maka manusia dibuat malas untuk beraktifitas, hanya berorientasi jangka pendek, rendah motivasi, selalu bersikap pesimis dan lain sebagainya yang akhirnya manusia berada di dalam koridor nilai-nilai keburukan atau  berada di dalam suatu keadaan yang paling dikehendaki oleh syaitan. 

Hal ini sangat bertentangan kehendak Allah SWT kepada diri kita yang selalu memerintahkan diri kita untuk selalu aktif berbuat kebaikan dimanapun dan kapanpun, beriorientasi jangka panjang (maksudnya tidak hanya untuk duniawi semata), selalu memiliki motivasi untuk maju dengan selalu bersikap optimis. Dan jika sampai diri kita mampu dipengaruhi oleh ahwa berarti kita sendirilah yang memberikan kesempatan bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita.

B.    Keluh Kesah dan Kikir (Bakhil).

Berdasarkan surat Al Ma’aarij (70) ayat 19-20-21 di bawah ini, dikemukakan salah satu sifat jasmani manusia selalu berkeluh kesah dan selalu kikir (bakhil). Jika jasmani memiliki sifat berkeluh kesah dan selalu kikir (bakhil) berarti perbuatan jasmani (ahwa yang ada pada diri kita) adalah selalu merasa dirinya kekurangan sehingga memilitkan diri untuk tidak berbagi kepada orang yang membutuhkan. Pada akhirnya orang seperti ini hanya mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya saja.

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusuahan ia berkeluh kesah. Dan apabila dapat kebaikan ia amat kikir.
(surat Al Ma’aarij (70) ayat 19-20-21)

Hal ini terlihat jika manusia ditimpa kesusahan ia selalu berkeluh kesah dan jika ia mendapat kebaikan selalu merasa kurang dan akan kikir untuk berbagi kepada sesama. Jika di dalam diri kita sudah ada sifat demikian, bagaimanakah kita harus bersikap sedangkan di lain sisi kita harus berbagi kepada fakir miskin atau wajib menunaikan hak Allah SWT melalui zakat, infaq, shadaqah. Kedua keadaan tersebut di atas akan ada selama ruhani dan jasmani masih bersatu maka tarik menarik keduanya akan terjadi. Jika Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal dari ruhani dapat mengalahkan sifat-sifat jasmani yang berasal dari alam maka kita akan menjadi dermawan dan jika sebaliknya yang terjadi maka kikir dan bakhil serta mementingkan diri sendiri yang terjadi.

Selanjutnya apa yang akan terjadi jika sifat keluh kesah dan kikir sampai mempengaruhi diri kita atau jika ahwa mempengaruhi diri kita melalui sifat keluh kesah dan kikir? Jika sifat ini mempengaruhi diri kita maka kita selalu merasa kekurangan sehingga tidak bisa menerima sesuatu secara ikhlas, selalu iri melihat orang lain sukses dan juga selalu mementingkan diri sendiri, susah untuk diajak berbagi untuk kepentingan bersama, demikian seterusnya yang kesemuanya berkesesuaian dengan kehendak syaitan. Kondisi ini sangat bertentangan dengan perintah Allah SWT kepada diri kita, seperti kita diharuskan ikhlas menerima sesuatu, mau berbagi, tidak mendahulukan kepentingan pribadi serta selalu bersyukur. Sekarang yang manakah perbuatan kita?

C.    Loba, Tamak Akan Harta.

Berdasarkan surat Al Fajr (89) ayat 17-18-19-20 yang kami kemukakan di bawah ini, sifat jasmani adalah  loba, tamak atau rakus akan harta benda. Jika jasmani memiliki sifat loba, tamak atau rakus akan harta benda berarti perbuatan jasmani (ahwa yang ada pada diri kita) adalah selalu merasa dirinya kekurangan sehingga semua ingin dimilikinya yang pada akhirnya ia berbuat tanpa memikirkan dari mana harta ataupun benda itu berasal, apakah halal ataupun haram semuanya dianggap sama rata. Pernahkah anda merasakan sifat ini di dalam diri kita atau adakah sifat ini di dalam diri kita? Jika saat ini kita merasa memiliki sifat loba, tamak apakah akan kita pertahankan atau jika kita merasa tidak memiliki sifat loba, tamak apakah kita akan tetap mempertahankannya? Ingat, tangan di atas selalu lebih baik dari tangan di bawah.

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil) dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (surat Al Fajr (89) ayat 17-18-19-20)

Lalu, apa yang terjadi jika sifat loba, tamak akan harta sampai mempengaruhi diri manusia atau seperti apakah kondisi ahwa di dalam mempengaruhi diri kita melalui sifat loba, tamak?  Jika sampai perbuatan loba, tamak akan harta menjadi perbuatan kita maka ahwa dari itu semua membuat diri kita melakukan segala cara untuk mendapatkan sesuatu, halal dan haram bukanlah ukuran, melanggar hukum bukanlah masalah, yang penting apa yang diinginkan dapat tercapai. Selanjutnya kondisi inilah yang paling dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah dan yang paling tidak disukai/dibenci oleh Allah SWT.  

D.   Selalu Berburuk Sangka Dengan Allah SWT.

Berdasarkan surat Al Fajr (89) ayat 15-16 yang kami kemukakan di bawah ini, sifat jasmani adalah selalu buruk sangka tidak hanya kepada manusia saja tetapi ia juga  berburuk sangka kepada Allah SWT. Jika ini adalah sifat jasmani berarti perbuatan dari sifat jasmani ini adalah memandang sesuatu hal dari sisi keburukan semata tanpa pernah mampu melihat dari sisi kebaikan/sisi positif sesuatu hal. Sehingga menjadikan seseorang menjadi orang yang pesimis. Dan saking pesimisnya ia berani untuk berburuk sangka kepada Allah SWT.

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakanNya dan diberiNya kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila TuhanNya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.
(surat Al Fajr (89) ayat 15-16)

Sekarang pejamkan mata dan renungkan adakah sifat ini di dalam diri kita? Jika sifat itu ada di dalam diri kita, baikkah jika sifat negatif kita pelihara dan kita lestarikan? Sekarang apa yang terjadi jika sifat buruk sangka sampai mempengaruhi perbuatan manusia melalui ahwa? Jika sifat buruk sangka menyerang diri kita maka diri kita akan selalu berprasangka negatif kepada siapapun, merasa diri kita benar sehingga orang lain selalu salah, merasa orang lain ingin mencelakakan diri kita padahal orang tersebut ingin menolong diri kita. Dan jika sifat ini terus mengendap di dalam diri maka ketenangan bathin di dalam diri sirna dikarenakan prasangka-prasangka buruk selalu menghantui diri, padahal apa yang kita sangkakan belum tentu benar adanya.

E.    Selalu Bermaksiat Terus Menerus.

Berdasarkan surat Al Qiyamah (75) ayat 5 yang kami kemukakan di bawah ini, sifat jasmani yang lainnya adalah selalu ingin berbuat maksiat terus menerus. Jika ini adalah sifat dari jasmani maka perbuatan dari sifat jasmani (ahwa) ini adalah tidak pernah mau bersyukur atas apa apa yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita yang ada hanyalah kurang dan kurang. Selain tidak mau bersyukur, juga tidak mau mengalah atau selalu mau menang sendiri seperti halnya hukum alam yang lemah selalu dikalahkan oleh yang kuat.

Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus. (surat Al Qiyaamah (75) ayat 5)

Selama di alam itu ada maka hukum alam akan tetap berlaku dan terus berlaku. Adanya hukum alam maka sifat alam juga akan ada di dalam jasmani manusia. Jika manusia melakukan tindakan berbuat zhalim kepada sesama atau selalu menganiaya yang lemah atau selalu berbuat maksiat dengan tidak mau bersyukur maka hukum alam yang telah berlaku dan juga  merupakan sunnatullah telah menjadi perbuatan diri kita. Selanjutnya jika hal ini terjadi di dalam diri kita, bagaimana kita harus menyikapinya? Jika kita ingin selalu berada di dalam kehendak Allah SWT maka tidak ada jalan lain kecuali kita menolak atau meniadakan atau tidak menjadikan hukum alam tersebut berlaku bagi diri kita.Sekarang apa jadinya jika sampai sifat Jasmani yang selalu bermaksiat terus menerus sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka kenyamanan, ketentraman, kerukunan hidup di dalam masyarakat hilang, yang ada perasaan untuk mengintimidasi orang lain, tingginya rasa permusuhan di antara sesama, serta hilangnya kepercayaan di tengah masyarakat. Adanya kondisi ini memudahkan syaitan memecah belah umat dan serta memudahkan syaitan menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.

F.     Selalu Minta Perlindungan Kepada Makhluk.

Berdasarkan surat Al Jin (72) ayat 6 yang kami kemukakan di bawah ini, dikemukakan bahwa sifat jasmani adalah yang kuat selalu menjadi komandan bagi yang lemah (perhatikan di dalam dunia hewan). Adanya kondisi ini menimbulkan yang lemah akan selalu meminta perlindungan atau akan selalu minta untuk dilindungi oleh yang kuat sehingga terjadilah adu kuat di antara mereka. Sekarang adakah kondisi yang terjadi di alam juga terjadi di dalam diri manusia?

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.
(surat Al Jin (72) ayat 6)

Di dalam diri setiap manusia juga terjadi hal yang sama jika terjadi pertentangan ataupun di dalam keadaan tertentu yang mengakibatkan manusia terjepit. Untuk itu manusia biasanya akan selalu meminta perlindungan kepada makhluk tertentu yang dianggap mampu untuk melindunginya. Di lain sisi Allah SWT sudah menyatakan dengan tegas bahwa Allah SWT akan menjadi penolong dan pelindung bagi hamba-Nya yang beriman. Sekarang jika kita mengalami hal tersebut di atas kemanakah kita mencari perlindungan? Semuanya terpulang kepada diri kita sendiri.

Selanjutnya apa yang terjadi jika sifat jasmani yang selalu meminta perlindungan kepada makhluk sampai mempengaruhi diri kita melalui jalan ahwa?Jika ini yang terjadi maka akan ada manusia-manusia yang merasa dirinya jagoan, akan ada apa yang dinamakan jawara-jawara yang dapat dimintakan tolong baik untuk kebaikan maupun untuk keburukan. Adanya kondisi ini maka akan timbul di dalam masyarakat apa yang dinamakan rasa kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu, rasa mementingkan kelompok tertentu tumbuh di dalam masyarakat, stigma negatif kepada kelompok tertentu tumbuh subur, yang pada akhirnya akan menghancurkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
  
G.   Suka Membantah, Menantang dan Membangkang

Berdasarkan surat Al Nahl (16) ayat 4 dan surat Al Kahfi (18) ayat 54 yang kami kemukakan di bawah ini, dikemukakan bahwa sifat jasmani suka membantah, suka menentang serta suka menjadi  pembangkang. Kenapa timbul sifat ini di dalam diri manusia, padahal sebelumnya manusia itu tidak mempunyai kemampuan apa-apa pada waktu dilahirkan?

Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.
(surat An Nahl (16) ayat 4)

Timbulnya sifat pembantah, penentang dan pembangkang di dalam diri setiap orang disebabkan di dalam diri manusia juga terdapat hawa panas yang berasal dari api. Sifat api atau hawa panas biasanya selalu ingin menang sendiri dan tidak mau tunduk kepada siapapun. Api atau hawa panas biasanya akan langsung keok atau tidak dapat berbuat apa-apa jika api bertemu dengan air.

Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam  Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.
(surat Al Kahfi (18) ayat 54)

Sekarang perhatikan orang  pembangkang dan pembantah dia baru akan terdiam jika sudah tersudutkan atau setelah di skak-mat baru tidak dapat membantah lagi. Pernahkah anda merasakan hal tersebut di atas. Sekarang apa jadinya jika sifat Jasmani yang suka membantah, membangkang dan juga suka menantang sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka akan di dalam diri dan juga masyarakat rasa untuk memberontak, rasa tidak puas serta merasa diri jagoan, merasa diri benar orang lain salah dan seterusnya yang pada akhirnya akan selalu berada di dalam kehendak Syaitan, tetapi tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. 

H.   Suka Ingkar.

Berdasarkan surat Az Zukhruf  (43) ayat 15 yang kami kemukakan di bawah ini, dikemukakan bahwa sifat jasmani suka ingkar atau tidak mau mengakui rahmat dan kebaikan yang berasal dari Allah SWT atau kufur terhadap nikmat Allah SWT. Sekarang pernahkah anda merasakan atau mengalami hal tersebut di atas? Setiap manusia pasti mengalami apa yang dinamakan dengan ingkar, merasa kufur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran diri akibat selalu mementingkan jasmani dibandingkan mementingkan ruhani (ruhani nomor sepatu, jasmani nomor satu).

Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hambaNya sebagai bahagian dari padaNya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap) rahmat Allah).
(surat Az Zukhruf (43) ayat 15)

Sekarang apa jadinya jika sifat jasmani yang suka ingkar atau suka kufur nikmat sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka di dalam diri dan juga di dalam masyarakat, akan  timbul rasa tidak pernah puas dengan apa yang telah diperoleh, susah untuk bersyukur atau susah untuk mengakui kekalahan walaupun sudah menyatakan siap menang dan siap kalah. Hal ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah SWT namun sesuai dengan kehendak syaitan. Sebagai khalifah di muka bumi yang baik, tentu kita tidak diperkenankan berbuat seperti apa yang kami kemukakan di atas, terkecuali diri kita merasa nyaman dengan kehendak syaitan.

I.       Suka Zhalim dan Tidak Mensyukuri Nikmat.

Berdasarkan surat Ibrahim (14) ayat 34 yang kami kemukakan di bawah ini, dikemukakan bahwa sifat jasmani suka bertindak zhalim serta sulit untuk bersyukur. Timbul pertanyaan, dari manakah asalnya sifat ini?Untuk itu lihatlah dan perhatikanlah dunia hewan, seekor  hewan buas ditolong oleh manusia apakah hewan tersebut berterima kasih kepada manusia yang telah menolongnya? Hewan buas setelah ditolong bukannya berterima kasih malah menyerang balik manusia yang telah menolongnya. Jika sekarang di dalam diri manusia terjadi hal yang serupa, apakah ini berarti manusia mengambil contoh dari apa yang terjadi di alam? Jasmani yang berasal dari alam tentunya mempunyai nilai-nilai tertentu yang diturunkan dari alam (ingat, kita juga senang mengkonsumsi hewan).

Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).
(surat Ibrahim (14) ayat 34)

Timbul pertanyaan manusiakah yang mengambil contoh atas perilaku hewan ataukah hewan yang mengikuti perilaku manusia?  Sekarang apa jadinya jika sifat jasmani yang suka berbuat zhalim dan tidak suka bersyukur sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka di dalam diri dan juga di dalam masyarakat maka akan terjadilah apa yang dinamakan yang kuat menindas yang lemah, yang berkuasa menindak yang membutuhkan sesuatu, aparatur yang seharusnya melayani justru ingin dilayani serta rendahnya tingkat kesadaran di dalam masyarakat untuk berbuat kebaikan. Jika sampai hal ini terjadi rusaklah tatanan hidup di masyarakat bangsa dan negara dan kondisi ini sangat dinantikan oleh syaitan namun sangat dibenci oleh Allah SWT.

J.      Dalam Bahaya Ingat Allah SWT, Jika Selamat Lupa Untuk Bersyukur.

Berdasarkan surat Al israa' (17) ayat 67 yang kami kemukakan di bawah ini, dikemukakan bahwa sifat jasmani akan ingat kepada Allah SWT saat dalam bahaya atau dalam posisi susah, setelah selesai lupa kepada Allah SWT. Sifat jasmani yang seperti ini tidak ubahnya dengan sifat hewan buas, setelah ditolong menyerang balik penolongnya. Sekarang bagaimana dengan manusia dalam hidupan sehari-hari? Manusia juga sering lupa siapa yang menolongnya.

Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. (surat Al Israa’ (17) ayat 67)

Sekarang apa jadinya jika sifat jasmani yang ingat kepada  Sekarang apa jadinya jika sifat Jasmani yang ingat kepada Allah SWT hanya pada saat ada perlunya saja sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka di dalam diri dan juga di dalam masyarakat maka akan terjadi budaya pamrih, hilang rasa ikhlas di dalam bekerja dan berbuat sesuatu, tumbuh subur budaya udang di balik batu, tingkat produktifitas rendah karena kurang ikhlas di dalam bekerja dan berkarya. Kondisi sangat disukai oleh syaitan sang laknatullah namun sangat dibenci oleh Allah SWT dan semoga kita tidak termasuk orang-orang yang melakukan itu semua.

K.    Tergesa-gesa Tidak Sabaran dan Ingin Cepat.

Adapun sifat lainnya yang ada di dalam diri manusia atau jasad adalah suka tergesa-gesa, tidak sabaran dan selalu ingin cepat. Keinginan ini biasanya akan tercermin pada saat kita diharuskan untuk mengantri atau berbaris satu persatu untuk mengambil sesuatu atau pada waktu terjadi kemacetan lalu lintas. Selanjutnya apa yang terjadi pada tubuh kita setelah kita melakukan hal tersebut diatas? Biasanya kita akan mengumpat, menggerutu dan seterusnya dan sebaliknya kita akan senang jika orang lain dibuat susah.

dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (surat Al Isra’ (17) ayat 11)

Sekarang adakah sifat tergesa-gesa dan tidak sabaran serta ingin cepat dalam diri kita? Sekarang bagaimana jika Ahwa yang berasal dari sifat Tergesa-gesa atau tidak sabaran atau ingin cepat mempengaruhi sifat Ruhani atau mempengaruhi perbuatan manusia? Jika sifat jasmani yang seperti ini sampai mempengaruhi perbuatan manusia maka manusia tersebut tidak akan mau disuruh mengantri, selalu meminta perlakuan khusus jika harus mengantri, tidak mau di atur di dalam kepentingan bersama secara urutan, sehingga apa yang dilakukan harus ia dahulu yang dilayani, harus ia dahulu yang memperoleh sesuatu sedangkan secara urutan ia memperoleh belakangan. Jangan sampai diri kita melakukan hal seperti ini dan jika sampai kita laksanakan berarti diri telah dipengaruhi oleh Ahwa.

L.    Tidak Mau Mensyukuri Nikmat Allah SWT.

Dalam kehidupan sehari-hari hukum penjumlahan dan hukum perkalian merupakan hal yang sangat di-inginkan oleh manusia sedangkan hukum pengurangan dan pembagian merupakan hal yang sulit dilakukan. Jika ini yang terjadi dalam kehidupan diri kita berarti sifat Jasmani yang dikemukakan di dalam surat Al Hajj (22) ayat 66 ada pada diri kita, yaitu tidak mau bersyukur atau tidak mau mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita atau kepada keluarga kita merupakan sesuatu yang susah dilakukan oleh manusia.

Dan dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, sesungguhnya manusia itu, benar-benar sangat mengingkari ni’mat.((surat Al Hajj (22) ayat 66)

Selanjutnya yang kami maksudkan dengan hukum pembagian dan pengurangan adalah manusia sangat sulit untuk berbagi kepada sesama atau manusia paling tidak suka untuk mengurangi haknya kepada orang lain. Manusia lebih senang dan suka untuk selalu menambah dan mengalikan apa yang dimilikinya,  dimana kondisi ini sangat bertentangan dengan hukum pembagian dan pengurangan. Sekarang yang manakah yang anda miliki apakah hukum pembagian dan pengurangan yang anda miliki ataukah hukum perkalian dan penjumlahan yang anda miliki?

M.  Ditimpa Bahaya Berdoa, Senang Kafir.

Berdasarkan surat Asy Syuura (42) ayat 48 dan surat Yunus (10) ayat 12 yang kami kemukakan di bawah ini, sifat Jasmani yang lainnya adalah jika ditimpa bahaya atau mengalami kekurangan atau dalam posisi terjepit, ia akan  akan selalu berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah SWT namun setelah doanya dikabulkan, ia lupa, ia lalai, merasa apa yang telah diperolehnya bukan atas bantuan Allah SWT.

Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami dia bergembira ria karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada ni’mat).
(surat Asy Syuura (42) ayat 48)

Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (surat Yunus (10) ayat 12)

Di dalam kehidupan, terutama di dalam kehidupan binatang, coba anda perhatikan pada waktu kita menolong seekor hewan buas yang terjepit, pada saat ditolong hewan tersebut menurut dan tidak menunjukkan gelagat yang tidak baik. Akan tetapi setelah semuanya berakhir maka hewan tersebut akan menyerang kita yang telah menyelamatkannya. Selanjutnya jika perbuatan yang kita lakukan seperti di atas ini, berarti apa yang kita lakukan sama dengan hewan yang telah kita tolong. Sekarang hewankah yang meniru kita atau kita kah yang meniru tingkah laku hewan?

N.   Selalu Dalam Kerugian.

Berdasarkan surat Al ‘Ashr (103) ayat 1-2 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu sifat jasmani yang lainnya adalah selalu menghambur-hamburkan waktu atau melalaikan waktu. Jika ini adalah sifat dari jasmani berarti perbuatan dari jasmani (ahwa) adalah menghabiskan waktu dengan cara cara yang tidak berguna atau menganggap waktulah yang menunggunya. Manusia berpikir bahwa waktu adalah sesuatu yang dapat dikendalikannya atau bahkan dapat dibelinya sehingga pada saat waktu itu telah habis atau akan berakhir barulah manusia itu sadar dan berharap waktu akan kembali lagi.  

Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.
(surat Al ‘Ashr (103) ayat 1-2)

Di sinilah letaknya jika manusia dikatakan selalu berada di dalam kerugian. Kerugian yang terjadi akibat kelalaian di dalam memanfaatkan waktu atau tidak mampunya kita memanfaatkan saat bersatunya ruh/ruhani dengan jasmani sehingga fungsi dari kekhalifahan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada diri kita tidak dapat terlaksana dengan baik dan benar. 

Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan tentang sifat-sifat  alamiah jasmani, yang di dalam Al-Qur'an disebut dengan Insan, tidak ada satupun sifat-sifat alamiah jasmani atau perbuatan insan yang sesuai dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah termasuk juga perbuatan dari sifat insan itu sendiri yang dinamakan dengan ahwa. Sifat-sifat jasmani dan juga ahwa kesemuanya mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan yang sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah. Lalu perlukah kita meratapi dan mempertanyakan kembali sifat-sifat jasmani?

Sifat jasmani yang telah kami sebutkan diatas merupakan sunnatullah yang harus berlaku di muka bumi ini sama seperti sifat garam yaitu asin dan mengasinkan atau sifat gula yaitu manis dan memaniskan. Kita semua tidak dapat merubah sifat gula maupun sifat garam, yang dapat kita lakukan adalah meramu atau mencampur sifat gula dan sifat garam menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. Jika sekarang sifat-sifat jasmani sudah ada di dalam diri setiap manusia dapatkah sifat-sifat itu dirubah atau ditiadakan? Sifat-sifat jasmani tidak dapat dirubah dan ditiadakan, akan tetapi harus kita jadikan rambu-rambu atau larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar jika kita ingin selamat dan sukses menjadi khalifah di muka bumi sehingga mampu menghantarkan diri kita pulang kampung ke syurga. 

Jika saat ini kita masih hidup tentu kondisi ini sedang kita alami, tinggal bagaimana kita menyikapi hal ini yang sunnatullah sudah berlaku di alam semesta ini. Perjalanan masih panjang. Jangan berhenti belajar.

dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
(surat Al Ankabuut (29) ayat 69)


Setelah diri kita mengetahui tentang sifat sifat jasmani yang kesemuanya bercirikan nilai nilai keburukan yang berasal dari sifat sifat alam dan sekarang ada di dalam jasmani diri kita.  Adanya hal ini menunjukkan kepada diri kita bahwa kita selalu berada di dalam lingkungan tersebut. Untuk itu ketahuilah kondisi ini jika diperturutkan oleh diri kita,  inilah yang dinamakan dengan memperturutkan hawa nafsu. Dan kondisi ini tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT namun sangat disukai oleh syaitan sang laknatullah. Selanjutnya kita harus mengetahui pola kerja sifat sifat jasmani atau cara kerja ahwa/hawa nafsu di dalam mempengaruhi diri manusia.


1.  MENGETAHUI CARA KERJA AHWA (HAWA NAFSU) MEMPENGARUHI DIRI MANUSIA.

Seperti kita telah ketahui bersama, bahwa lingkungan sangat berpengaruh di dalam kehidupan manusia. Apabila lingkungan bercirikan nilai nilai keburukan berarti nilai nilai keburukan yang ada di dalam lingkungan bisa merubah diri kita dari yang baik bisa menjadi buruk dan bisa juga dari yang buruk menjadi lebih buruk lagi. Hal yang samapun berlaku dengan lingkungan yang bercirikan nilai nilai kebaikan. Lingkungan ini bisa merubah orang yang berperilaku buruk menjadi baik dan juga bisa membuat orang baik menjadi lebih baik lagi.

Saat ini, kita tidak bisa melepaskan diri dari jasmani dikarenakan hidup harus terdiri dari jasmani dan ruhani. Jika ini kondisinya berarti sepanjang diri kita masih hidup maka kita tidak bisa keluar dari lingkungan jasmani (lingkungan insan) dan juga lingkungan ruhani (lingkungan nass). Jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam lingkungan jasmani maka kita sangat dikehendaki oleh syaitan namun dibenci oleh Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, jika kita berada dan masuk serta terpengaruh di dalam lingkungan ruhani maka kita sangat dibenci oleh syaitan namun sesuai dengan kehendak Allah SWT. Pilihan untuk menjadikan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT atau sesuai dengan kehendak syaitan ada pada diri kita masing masing.

Lingkungan kebaikan (nass) ataupun lingkungan keburukan (insan) tidak akan pernah memberikan dampak kepada diri kita jika kita sendiri tidak pernah meresponnya, atau kita tidak terpengaruh oleh keberadaannya, atau kita tidak pernah memperturutkannya.  Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai nilai keburukan saat hidup, dari sinilah mulai timbul adanya nafsu untuk berbuat sesuatu. Dan jika sampai keadaan ini terjadi maka nafsu ini menjadi pintu masuk bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Sehingga nafsu yang semula hanya berkekuatan kecil setelah dipengaruhi oleh syaitan memiliki kekuatan besar di dalam mempengaruhi tingkah laku manusia. Lalu berlakulah ketentuan di bawah ini, yaitu mempertuhankan hawa nafsu.

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
(surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23)

[1384] Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa Dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.

Setelah diri kita mengetahui tentang sifat alamiah jasmani (insan) dan juga perbuatan dari jasmani (ahwa/hawa nafsu), lalu adakah hubungan antara sifat alamiah jasmani (insan) dengan perbuatan dari jasmani (ahwa)? Sifat-sifat alamiah jasmani dan perbuatan jasmani keduanya tidak bisa dipisahkan begitu saja, karena keduanya saling berhubungan erat dimana keduanya sangat tergantung dari kemampuan dari jasmani itu sendiri. Apa maksudnya? Seperti telah kita ketahui bersama sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam, termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (Ahwa) di dalam mempengaruhi perbuatan manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan dari jasmani itu sendiri, yang disebut juga di dalam Al-Qur’an sebagai Basyar.

Untuk itu perhatikanlah garam yang memiliki sifat asin, dimana garam baru bisa mengasinkan apa-apa yang ada disekitarnya jika kemampuan garam melebihi kemampuan dari apa-apa yang ada disekelilingnya. Semakin tinggi kemampuan garam maka semakin tinggi pula perbuatan garam di dalam mengasinkan sesuatu, demikian pula sebaliknya. Hal yang samapun terjadi pada sifat-sifat alamiah jasmani (insan) yang berasal dari alam di dalam mempengaruhi perbuatan manusia (ahwa).

Semakin tinggi kualitas sifat-sifat alamiah jasmani (kualitas insan) maka semakin tinggi pula kualitas ahwa di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, demikian pula sebaliknya.Timbul pertanyaan, apa dasarnya? Jika kita berbicara tentang kemampuan dari sifat-sifat alamiah jasmani yang asalnya dari alam dan juga perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, maka hal ini tidak terlepas dari asal-usul dari jasmani itu sendiri. Sekarang darimanakah asal usul dari jasmani manusia?


Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
(surat Abasa (80) ayat 24)

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
(surat Al Baqarah (2) ayat 168)

 Kemampuan alamiah jasmani manusia tidak terlepas dari makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia itu sendiri, apakah sudah sesuai dengan kriteria yang sudah di tetapkan oleh Allah SWT dalam hal ini Halal dan Thayib (Halal dan juga sesuai dengan kecukupan gizi), serta dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan sel telur dengan sperma sesuai dengan syariat.

Semakin kita memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT semakin baik pula kemampuan Jasmani. Demikian pula sebaliknya, semakin jelek kita memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan semakin jelek pula kemampuan jasmani. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kondisi yang dikehendaki oleh syaitan yaitu Haram lagi Syaiat (tidak sesuai dengan kecukupan gizi), tidak dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan sel telur dengan sperma tidak sesuai dengan syariat.

Hal yang harus kita perhatikan adalah ketentuan Halal dan Thayib serta dibacakan Basmallah dan doa sewaktu mengkonsumsi makanan dan minuman serta mempertemukan sel telur dengan sperma sesuai dengan syariat tidak bisa menghilangkan begitu saja sifat-sifat alamiah jasmani (sifat Insan) yang sesuai dengan koridor nilai-nilai keburukan yang sangat dikehendaki oleh syaitan. Akan tetapi, kondisi di atas mampu mengurangi kemampuan sifat-sifat alamiah jasmani (sifat Insan) di dalam mempengaruhi perbuatan diri kita sehingga kemampuan ahwa berkurang kualitasnya.

Sekarang coba kita bayangkan Halal dan Thayib serta dibacakan Basamallah dan Doa saja tidak mampu menghilangkan sifat-sifat alamiah Jasmani (sifat Insan), sekarang bagaimana jika makanan dan minuman yang kita konsumsi, yang anak keturunan kita konsumi, memenuhi konsep Haram dan Syaiat? Jawaban dari pertanyaan ini sudah pasti yaitu sifat Insan tetap utuh yang diikuti dengan kemampuan Ahwa yang sangat besar.

Adanya keadaann yang kami kemukakan di atas memang sudah seharusnya kita harus memperhatikan segala apa yang kita makan dan segala apa yang kita minum karena akan berdampak langsung kepada Ahwa yang akan mempengaruhi diri kita dan juga memberikan kesempatan bagi syaitan untuk memiliki pintu masuk untuk mengganggu dan menggoda manusia melalui pintu ahwa. Sekarang tergantung diri kita sendiri mau makan dan minum yang seperti apa, karena dampak dari kualitas insan dan kualitas ahwa yang ada pada diri kita, bukan orang lain yang menentukan melainkan kita sendiri yang menentukan.

Selain daripada itu masih ada hal lain yang harus pula kita perhatikan yaitu sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam, termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) kesemuanya adalah sunnatullah atau sudah menjadi ketetapan Allah SWT yang wajib berlaku bagi jasmani setiap manusia yang menjadi khalifah di muka bumi. Sehingga setiap orang yang ada di muka bumi ini, tanpa terkecuali, siapapun orangnya, apapun kedudukannya, apapun jabatannya, baik laki-laki ataupun perempuan, termasuk Nabi Muhammad SAW, juga  memiliki sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam, juga memiliki ahwa dan juga memiliki kemampuan sifat insan dan ahwa seperti manusia-manusia lainnya yang ada di muka bumi. _nkan laki-laki ataupun perempukan,  

Perbuatan sifat jasmani (ahwa) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan melalui ahwa yang didukung syaitan kita dapat menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Sebagai khalifah di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang paling disukai oleh syaitan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada (maksudnya ahwa dan syaitan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita laksanakan atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi atau kita tidak akan dapat merasakan apa yang dinamakan dengan kemenangan jika tidak ada musuh dalam suatu permainan.

2. HUBUNGAN ANTARA AHWA (HAWA NAFSU) DENGAN SYAITAN SANG LAKNATULLAH.

Perbuatan sifat jasmani (ahwa) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah sesuatu yang menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan melalui ahwa yang didukung syaitan kita dapat menikmati apa yang dinamakan syurga dan neraka atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi pemenang ataupun pecundang. Sebagai khalifah di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang paling disukai oleh syaitan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada (maksudnya ahwa dan syaitan tidak ada) maka hambarlah hidup yang kita laksanakan atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi atau kita tidak akan dapat merasakan apa yang dinamakan dengan kemenangan jika tidak ada musuh dalam suatu permainan.

Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga yang menyebabkan kamu menjadi celaka”. (surat Thaaha (20) ayat 117)

Benar iblis/syaitan telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai musuh yang nyata bagi manusia, termasuk musuh bagi diri kita. Syaitan pada dasarnya tidak bisa melaksanakan aksinya secara langsung untuk mengganggu, menggoda, merayu diri kita sepanjang diri kita tidak memberikan kesempatan bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya tersebut.

kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).
(surat Al A’raf (7) ayat 17)


Di lain sisi, berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 17 di atas ini, syaitan sudah berada di depan diri kita, di belakang diri kita, di kiri diri kita dan di kanan diri kita, sehingga diri kita selalu di dalam pantauan syaitan atau syaitan selalu mengitari dan mengelilingi diri kita sebelum melaksanakan aksinya. Lalu jika ada kesempatan ia akan melaksanakan aksinya. Sekali lagi kami ingatkan, syaitan walaupun sudah ada dihadapan (mengelilingi) diri kita, namun ia belum bisa melaksanakan aksinya kepada diri kita sepanjang pintu masuk untuk melaksanakan aksinya tidak ada. Salah satu pintu masuk yang harus kita waspadai adalah saat diri kita mulai terpengaruh baik langsung ataupun tidak langsung dari adanya nilai nilai kebaikan yang berasal dari ruhani ataupun dari nilai nilai keburukan yang berasal dari jasmani.

Jika kita terpengaruh dengan nilai nilai kebaikan lalu berusaha untuk berbuat kebaikan maka syaitan mulai melancarkan aksinya agar diri kita jangan sampai berbuat hal hal yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan jika sampai kita melaksanakannya (maksudnya syaitan tidak mampu mempengaruhi diri kita) maka langkah yang dilakukan oleh syaitan berikutnya adalah merubah besaran atau merubah kualitas niat seseorang dalam berbuat, atau mengaburkan keikhlasan di dalam berbuat sehingga hasilnya tidak maksimal. Lalu bagaimana jika nilai nilai keburukan mulai mempengaruhi diri kita?

Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai nilai keburukan maka syaitan seperti diberikan bahan bakar yang hebat untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Syaitan langsung menyuruh kita untuk berbuat tanpa harus memikirkan akibatnya. Syaitan berupaya jangan sampai hal yang sudah dihadapannya gagal dilaksanakan oleh manusia. Syaitan akan berusaha terus dan terus mempengaruhi manusia untuk melaksanakan apa apa yang berasal dari nilai nilai keburukan dan bahkan akan menunjukkan jalan bagaimana hal itu bisa dilaksanakan oleh manusia yang sudah terpengaruh dengan nafsunya.

Hal yang harus kita perhatikan adalah akhir dari pekerjaan syaitan untuk menggoda dan mengganggu serta merayu manusia, ada pada firman Allah SWT di bawah ini. Syaitan lepas tangan dengan segala perbuatannya kepada manusia, dengan mengatakan “janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri.” Jika ini jawaban syaitan kepada manusia manusia yang telah terpengaruh oleh ahwa/hawa nafsunya, lalu apa yang bisa kita perbuat saat hari berhisab kelak, selain menyesali diri sendiri!

dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (surat Ibrahim (14) ayat 22)

Ingat, syaitan berbuat dan melaksanakan aksinya sudah disetujui oleh Allah SWT jadi jadilkah orang yang cerdas yaitu orang yang  memiliki kesadaran tentang tahu diri, tahu aturan dan tahu tujuan akhir saat hidup di muka bumi ini. Amien.


“SEBAB BUKANLAH KARENA AKIBAT, AKIBAT PASTI BERASAL DARI SEBAB”.


C. SIFAT-SIFAT PENGIKUT AHWA (HAWA NAFSU).

Dalam kehidupan yang kita jalani saat ini memiliki hukum yang dinamakan hukum kausalitas. Dimana hukum ini mengatur tentang apa yang kami istilahkan dengan sebab bukanlah karena akibat, melainkan akibat berawal dari adanya sebab. Hal yang samapun berlaku jika kita mengikuti, terpengaruh, memperturutkan ahwa/hawa nafsu yang berasal dari sifat sifat alamiah jasmani sehingga diri kita mengalami sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah SWT namun sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa akibat yang berawal dari terpengaruhnya diri kita sehingga memperturutkan ahwa/hawa nafsu, yaitu:

1.      Pengikut Ahwa Suka Menolak Yang Haq.

Sifat pengikut ahwa/hawa nafsu, berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 120 yang kami kemukakan di bawah ini, selalu menolak kebaikan atau akan sulit menerima sebuah kebenaran walaupun telah datang petunjuk yang benar dihadapan mereka. Hal ini dikarenakan pengaruh nilai nilai keburukan yang berasal dari jasmani yang begitu dominan yang dikendalikan oleh syaitan lalu merubah nilai nilai kebaikan yang berasal dari ruhani. Jika ini sampai terjadi berarti kita sudah merasa hebat karena sudah tidak memerlukan perlindungan dan pertolongan dari Allah SWT sehingga Allah SWTpun tidak akan mau menjadi pelindung dan penolong diri kita lagi.

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
(surat Al Baqarah (2) ayat 120)

Sebagai khalifah yang juga makhluk yang terhormat, tentu kita tidak bisa melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Untuk itu sebelum kita bertindak dan berbuat sesuatu, pikirkanlah segala sesuatunya dengan cermat. Jika kita berharap untuk memperoleh kebaikan tidak akan bisa diperoleh melalui jalan keburukan. Dikarenakan sesuatu yang bersifat keburukan tidak akan dapat menghasilkan sesuatu yang bersifat kebaikan sebab keduanya saling bertolak belakang. Untuk mendapatkan atau menghasilkan sesuatu yang baik harus di mulai dari niat yang baik melalui  proses yang baik pula. Hal ini dikarenakan ukuran dan parameter dari kebaikan yang kita lakukan bukanlah parameter dari diri kita sendiri, akan tetapi parameter yang dari sisi Allah SWT.

Jika di dalam diri manusia tidak mempunyai atau tidak mengakui adanya kebaikan, mungkinkah manusia tersebut dapat memperoleh dan menghasilkan sebuah kebaikan? Jika apa yang kami kemukakan di atas merupakan parameter dari ketetapan Allah SWT untuk memperoleh kebaikan, sekarang bisakah, mampukah, berhasilkah manusia memperoleh dan mendapatkan kebaikan dan kesuksesan hidup melalui Jiwa Fujur atau menjadikan Jiwa Fujur sebagai alat bantu saat diri kita hidup di dunia? Jawabannya bisa berhasil, tetapi di dalam koridor Nilai-Nilai Syaitani yang menghantarkan kita ke Neraka.

2.      Mengikuti Ahwa berarti Mendzalimi Diri Sendiri.

Sifat pengikut ahwa/hawa nafsu, berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 145 yang kami kemukakan di bawah ini, selalu mendzalimi dirinya sendiri. Tindakan Dzalim terutama kepada diri sendiri merupakan tindakan bodoh dan tidak dapat dibenarkan sebab hanya manusia yang gila, hilang ingatan yang mau mendzalimi dirinya sendiri.Hal ini dikarenakan  di dalam diri kita sendiri ada sesuatu yang terbaik yang Allah SWT berikan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain seperti Ruh/Ruhani, Amanah yang 7, Hati Ruhani, untuk kepentingan manusia itu sendiri. Akan tetapi apa-apa yang telah diberikan oleh Allah SWT justru menjadi bumerang bagi manusia itu sendiri, justru tidak memberikan dampak yang positif/berguna bagi bagi manusia itu sendiri, yang pada akhirnya tidak mampu dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah SWT.

Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim.
(surat Al Baqarah (2) ayat 145)


Jika saat ini kita termasuk orang yang telah tahu diri, tahu aturan serta tahu tujuan akhir, dan juga sehat, normal, berilmu, dan telah mendapatkan petunjuk dan anugrah dari Allah SWT tentu kita tidak akan pernah sekalipun menjadikan sifat sifat alamiah jasmani yang mencerminkan nilai nilai keburukan menjadi perilaku diri kita sehari hari. Inilah kedzaliman yang kita lakukan kepada diri sendiri. Lalu jika kita sendiri yang berbuat zhalim kepada diri sendiri, maka  sesuailah diri kita dengan kehendak syaitan sang laknatullah.


3.      Pengikut Awa Sulit Diatur.

Berdasarkan surat Al Furqaan (25) ayat 43 dan  44  yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang telah terpengaruh oleh ahwanya  sehingga berbuat sesuai dengan nilai nilai keburukan akan sulit dan susah di atur, maunya menang sendiri dan bandel, tidak disiplin, bebal, hanya mementingkan diri dan kelompoknya saja, selalu mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan umum, yang kesemuanya sangat dikehendaki oleh syaitan.

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan ) hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,
atau Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).
(surat Al Furqaan (25) ayat 43, 44)

Hasil akhir dari ini semua akan mengakibatkan kita pulang kampung ke Neraka. Lain halnya jika sifat sifat alamiah ruhani (nass) mampu menjadi perilaku diri kita  maka akan menghasilkan manusia-manusia yang taat, mau dan mudah diatur, mau ditertibkan, tidak egois, mengedepankan kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan pribadi, dermawan, selalu berfikiran jernih dikarenakan sifat dasar dari Ruhani itu sendiri sudah berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan. Hal yang harus kita perhatikan adalah sesuatu yang berasal dari Allah SWT tidak akan mengakibatkan keburukan atau mempunyai sifat jahat apalagi sampai membahayakan dan mencelakakan orang lain. Sadarilah hal ini, lalu jadilah khalifah yang dikehendaki oleh Allah SWT mulai saat ini juga.

4.      Pengikut Ahwa selalu Mendustakan Ayat-Ayat Allah SWT.

Berdasarkan surat Al Qamar (54) ayat 3 dan ayat 42 yang kami kemukakan di bawah ini, manusia yang memperturutkan ahwanya akan melakukan apapun guna mencapai tujuan yang di-inginkannya, termasuk kalau perlu mendustakan ayat-ayat Allah SWT, sepanjang ia dapat meraih tujuan atau dapat mempertahankan kedudukannya atau dapat memperjuangkan kepentingan diri dan kelompoknya saja.

Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya. (surat Al Qamar (54) ayat 3)

Mereka mendustakan mu’jizat-mu’jizat Kami semuanya, lalu Kami azab mereka sebagai azab dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa. (surat Al Qamar (54) ayat 42)

Manusia yang telah mengabdi kepada ahwanya akan menganggap Allah SWT tidak ada sehingga diapun berani mendustakan ayat-ayat Allah SWT. Jika manusia sudah berani mendustakan ayat-ayat  Allah SWT atau berani mendustakan kalam Allah SWT maka orang seperti ini pasti lebih berani mendustakan ketentuan-ketentuan yang berlaku, mengakali hukum-hukum positif  berlaku  di masyarakat.

Jika berdusta, mendustakan ayat-ayat Allah SWT sudah kita laksanakan maka apa yang kita lakukan adalah sesuatu yang paling disukai oleh syaitan, yang paling dikehendaki syaitan, yang paling dimuliakan oleh syaitan serta paling tidak disukai oleh Allah SWT. Sekarang pilihan ada di tangan diri kita sendiri mau yang disukai dan yang dicintai oleh syaitan atau yang disukai oleh Allah SWT. Selamat memilih.

5.      Pengikut Ahwa suka Melalaikan Shalat.

Berdasarkan surat Maryam (19) ayat 59 yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang telah menggadaikan memperturutkan ahwanya suka melalaikan shalat atau suka meninggalkan shalat tanpa alasan yang jelas atau suka menjadikan shalat sebagai alasan bagi keterlambatan suatu aktivitas tertentu. Kenapa shalat sampai ditinggalkan atau dilalaikan manusia? Orang yang telah mengikuti ahwanya akan selalu merasa kurang waktu atau akan merasa sibuk terus menerus sehingga dia merasa tidak mempunyai waktu untuk shalat. Akan tetapi ia mempunyai waktu untuk berbuat dusta, untuk menipu, untuk memperkaya diri, untuk memprovokasi demi tujuan yang akan dicapainya.

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.
(surat Maryam (19) ayat 59)

Shalat adalah kesempatan bagi manusia untuk berkomunikasi kepada Allah SWT, shalat adalah saat yang tepat mengajukan permohonan, shalat adalah sarana bagi manusia untuk bertemu dengan  Allah SWT, shalat adalah kesempatan bagi manusia untuk meminta perlindungan kepada Allah SWT. Sekarang jika sampai diri kita melalaikan shalat atau bahkan meninggalkan shalat berarti diri kita sudah merasa lebih hebat dibandingkan dengan Allah SWT dikarenakan diri kita sudah tidak membutuhkan bantuan dan pertolongan Allah SWT serta menyianyiakan kesempatan berharga yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita melalui shalat yaitu berkomunikasi dan mengajukan doa kepada Allah SWT.

Selain daripada itu alangkah tidak tahu dirinya kita yang telah menjadi perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi jika  tidak mau berkomunikasi, tidak mau melaporkan segala aktifitas yang dilaksanakannya padahal Allah SWT yang mengutus diri kita ke muka bumi dan Allah SWT pula yang memiliki langit dan bumi. Semoga kita tidak melakukan hal ini.

6.      Ahwa Suka Membikin-bikin Syariat Tanpa Tuntunan dari Allah SWT.

Berdasarkan surat Al Jaatsiyah (45) ayat 18 dan ayat 20 yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang sudah memperturutkan ahwanya akan berbuat dengan segala cara termasuk di dalamnya membuat ketentuan-ketentuan baru atau membuat dan membikin syariat baru tanpa tuntunan dari Allah SWT asalkan ia dapat meloloskan keinginannya ataupun mencapai tujuannya tersebut.

kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
(surat Al Jaatsiyah (45) ayat 18)
Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.
(surat Al Jaatsiyah (45) ayat 20)

Jika sampai diri kita memperturutkan ahwa demi mengejar keinginan tertentu melalui cara-cara yang tidak terhormat, seperti membuat syariat-syariat baru atau membuat ketentuan untuk kepentingan sesaat, berarti diri kita memang sudah tidak layak lagi menyandang status terhormat. Dan jika ini sudah terjadi atau kita sudah melakukannya berarti kita tidak akan pernah sampai ke tempat yang terhormat dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati, karena kita pulang kampung ke Neraka Jahannam.

7.      Bila Yang Haq Kalah oleh Ahwa maka Binasalah Langit dan Bumi.

Berdasarkan surat Al Mu’minuun (23) ayat 71 yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang telah memperturutkan ahwanya akan membuat langit, bumi beserta isinya hancur, rusak, punah atau binasa tanpa mengindahkan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam.

Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.
(surat Al Mu’minuun (23) ayat 71)

Lihatlah hutan yang semakin gundul, lihatlah kerusakan lingkungan akibat eksplorasi yang mengabaikan amdal, lihatlah flora dan fauna yang telah punah karena hobbi yang tidak berguna, lihatlah sisa-sisa penambangan yang ditinggalkan begitu saja tanpa direstorasi kembali, yang kesemuanya terjadi akibat  keserakahan manusia yang hanya memikirkan keuntungan sesaat, yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan siapa yang menciptakan itu semua.

Jika sampai diri kita menjadi pelaku kerusakan alam berarti diri kita sudah gagal melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi. Hal ini dikarenakan tujuan dari diciptakannya kekhalifahan di muka bumi adalah untuk menjaga, merawat, memelihara alam serta terciptanya kedamaian dan keteraturan di muka bumi melalui kekhalifahan yang diciptakan Allah SWT. Hal lain yang harus kita perhatikan adalah keserakahan, tamak, loba tidak akan bisa menjadikan diri kita tetap menjadi makhluk terhormat serta tidak akan bisa pula menghantarkan diri kita ke Tempat yang Terhormat dengan Cara yang Terhormat.

8.      Pengikut Ahwa Suka Berlebih-lebihan.

Berdasarkan surat Al Maaidah (5) ayat 77 yang kami kemukakan di bawah ini, orang-orang yang telah menjadikan ahwanya sebagai tujuan hidupnya maka tindak tanduknya selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan yang sesuai dengan kehendak syaitan. Salah satu yang paling disukai oleh Syaitan adalah suka berlebih-lebihan atau pemboros atau suka melakukan kegiatan mubazir tetapi pelit untuk berbagi.
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.
(surat Al Maa-Idah (5) ayat 77)

Jika sampai diri kita suka berlebih-lebihan atau senang menjadi pemboros atau suka melakukan kegiatan mubazir yang dibarengi dengan pelit untuk berbagi maka kondisi ini merupakan hal yang paling disukai, yang paling dikehendaki oleh Syaitan sang laknattullah. Untuk itu bersiap-siaplah menjadi tetangga yang baik bagi Syaitan di Neraka Jahannam kelak.

9.      Pengikut Ahwa Dikunci Hatinya.

Berdasarkan surat Muhammad (47) ayat 16 yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang telah dipengaruhi oleh ahwanya, akan dikunci mati hati ruhaninya oleh Allah SWT. Apa maksudunya? Setiap manusia tanpa terkecuali diberikan oleh Allah SWT apa yang dinamakan dengan perasaan, yang diletakkan di dalam hati ruhani. Adanya perasaan yang ada di dalam hati, maka kita dapat merasakan rasa sedih ataupun gembira ataupun kecewa. Dan melalui perasaan kita dapat juga mengungkapkan rasa syukur atau rasa penyesalan atas apa-apa yang telah kita perbuat. Sekarang jika kondisi itu dicabut oleh Allah SWT apa yang dapat kita rasakan?

Dan diantara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apa bila mereka ke luar dari sisimu mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): “Apakah yang dikatakannya tadi?” Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.
(surat Muhammad (47) ayat 16)

Dapatkah kita menangis setelah merasakan kesedihan atau mengungkapkan rasa syukur atau dpatkah kita tertawa setelah merasakan kebahagiaan atau setelah bergurau? Selain daripada itu, jika sampai Allah SWT menutup hati kita berarti kita tidak akan dapat berkomunikasi dengan Allah SWT, kita tidak akan dapat merasakan kebesaran Allah SWT, kita tidak dapat merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT. Kenapa hal ini bisa terjadi? Ingat, hanya hati ruhanilah yang dapat menjangkau  Allah SWT.

Di dalam kehidupan sehari-hari hanya orang yang hilang ingatan atau yang tidak waras atau hanya orang gila saja yang disebut dengan orang tidak mempunyai perasaan. Sekarang jika kita tidak mau kehilangan perasaan yang telah diletakkan oleh Allah SWT di dalam Hati Ruhani maka jangan serahkan atau jangan perturutkan Ahwa saat menjadi khalifah di muka bumi, terkecuali jika kita ingin menjadi pengikut Syaitan yang ingin merasakan pulang kampung ke Neraka. 

10.  Pengikut Ahwa Suka Memutar Balikkan Fakta.

Berdasarkan surat Muhammad (47) ayat 14 yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang telah memperturutkan ahwanya akan melakukan cara apapun jika ingin mencapai sebuah tujuan yang dikehendakinya. Salah satu cara yang favorit dipergunakan oleh orang yang telah memperturutkan ahwa adalah melalui menipu, memutar balikkan fakta, menyebarkan berita bohong maupun mengintimidasi orang-orang yang lemah.

Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang  buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?
(surat Muhammad (47) ayat 14)

Sebagai khalifah berarti diri kita adalah perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi. Jika ini adalah kondisinya maka sudah sepatutnya dan sepantasnya kita harus memiliki prinsip untuk mencapai sesuatu yang kebaikan yaitu harus dimulai dari niat yang baik serta cara yang baik untuk mencapainya. Untuk itu jika kita ingin sukses, apakah itu promosi jabatan atau sukses di dalam berbisnis, tidak ada cara lain kecuali melakukannya dengan niat yang tulus dan dengan cara yang baik pula. Pilihan menjadi baik atau memperoleh kebaikan dan pilihan menjadi buruk atau memperoleh ketidakberhasilan atau keterpurukan ada di tangan kita sendiri. Yang pasti Allah SWT tidak membutuhkan kebaikan atau keberhasilan dari diri kita, akan tetapi Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas hidup kita ini.

11.  Pengikut Ahwa suka Melupakan Tuhan.

Berdasarkan surat Al Kahfi (18) ayat 28-29 yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang telah memperturutkan ahwanya, sering melupakan adanya Tuhan di dalam hidup dan kehidupannya. Hal ini dimungkinkan sebab jalan yang ditempuh oleh manusia tersebut adalah jalan yang berada di dalam koridor nilai-nilai keburukan atau nilai-nilai kejahatan yang dikehendaki syaitan. Sedangkan Allah SWT berada dan akan menyertai manusia yang selalu berjalan di dalam koridor nilai-nilai Ilahiah.

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya  di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
(surat Al Kahfi (18) ayat 28-29)

Adanya kondisi ini berarti jalan yang memenuhi kriteria Nilai-Nilai Keburukan adalah jalan yang berlawanan dengan jalan yang memenuhi kriteria Nilai-Nilai Kebaikan. Apabila kita mengambil jalan yang berada di dalam koridor Nilai-Nilai Keburukan maka itulah jalan yang menjauhkan diri kita kepada Allah SWT atau dapat membuat diri kita lupa kepada Allah SWT. Akan tetapi jika kita mengambil jalan yang memenuhi kriteria Nilai-Nilai Kebaikan maka itulah jalan yang mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Pilihan selanjutnya ada di tangan kita masing-masing.

12.  Pengikut Ahwa Suka Membuat Hukum Seenaknya.

Berdasarkan surat Al An’aam (6) ayat 150 yang kami kemukakan dibawah ini, orang yang selalu memperturutkan ahwanya,  paling suka membuat hukum seenaknya saja, tanpa mengindahkan orang lain. Membuat  hukum, aturan, ketentuan yang seenaknya saja tanpa memperdulikan kepentingan khalayak atau membuat ketentuan dan peraturan yang mementingkan diri sendiri serta kelompok tertentu saja.  

Katakanlah: “Bawalah ke mari saksi-saksi kamu yang dapat mempersaksikan bahwanya Allah telah mengharamkan (makanan yang kamu) haramkan ini.” Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka; dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sedang mereka mempersekutukan Tuhan mereka.
(surat Al An’aam (6) ayat 150)

Disinilah letak nilai perjuangan seorang manusia atau seorang khalifah yang sekaligus makhluk pilihan yaitu apakah akan memperturutkan ahwanya, atau berdamai dengan ahwa atau apakah mau melakukan jihad melawan ahwa. Jika anda khalifah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT pasti anda tahu, pilihan mana yang tepat bagi kesuksesan hidup di dunia dan akhirat.

13.  Pengikut Ahwa Disamakan Dengan Anjing.

Berdasrkan surat Al A’raaf  (7) ayat 176 yang kami kemukakan dibawah ini, orang yang memperturutkan ahwanya, disamakan dengan Anjing oleh Allah SWT.Untuk itu lihatlah anjing, dari sisi negatifnya yaitu “setiap orang dicela dan diolok-olok (maksudnya tuan rumah digonggong, tamu juga digonggong), anjing tak tahu yang baik dan buruk (maksudnya diberi bangkai dimakan, diberi makanan enak dimakan), anjing kemana-mana selalu menjulurkan lidah (maksudnya senang berkeluh kesah, susah berkeluh kesah).” Di lain sisi anjing juga memiliki sifat-sifat positif yaitu “kesetiaan dan amanah”.

Sekarang Allah SWT berdasarkan surat Al A'raaf (7) ayat 176 menyatakan bahwa orang yang memperturutkan Ahwanya disamakan dengan Anjing. Timbul pertanyaan, jika manusia disamakan dengan Anjing, sisi manakah dari Anjing yang disamakan dengan manusia, apakah sisi yang negatif ataukah sisi yang positif?

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya kami tinggikan (derjat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
(surat Al A’raaf  (7) ayat 176)

Allah SWT menyamakan manusia dengan anjing, bukan dilihat dari sisi positif yang dimiliki oleh anjing melainkan dari sisi negatif dari anjing. Jika sekarang manusia hanya dapat memberi komentar tanpa dapat memberi solusi, jika manusia hanya melihat kejelekan seseorang tanpa bisa melihat kebaikan seseorang, jika manusia hanya bisa mencela tanpa dapat melihat kebaikan seseorang, jika manusia hanya mampu memberikan opini miring tanpa melihat masalah secara seutuhnya, jika manusia hanya selalu berburuk sangka kepada siapapun tanpa mau tahu apa latarbelakang dari itu semua, itulah sisi buruk dari anjing yang dipakai oleh manusia akibat memperturutkan ahwa/hawa nafsu.

Coba kita renungkan kenapa Allah SWT menyamakan manusia dengan Anjing, padahal awalnya manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai Makhluk yang Terhormat yang mampu menjadi menjadi perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi? Jika pencipta dan penggagas dari Manusia sudah seperti itu penilaiannya kepada ciptaannya sendiri yang telah diangkat menjadi khalifah, berarti manusia tersebut sudah keluar dari konsep awal penciptaan manusia atau ada sesuatu yang salah di dalam diri manusia tersebut.

Sekarang siapakah yang meniru, apakah  anjing yang meniru manusia, ataukah manusia yang meniru anjing? Yang pasti anjing  tidak meniru manusia, akan tetapi manusialah yang meniru anjing. Jika ini yang terjadi, jadi siapakah yang lebih hebat, manusiakah atau anjingkah? Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi pada diri kita, dan juga pada anak dan keturunan kita.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar