“Ketahuilah bahwa
berpuas diri dengan apa yang telah diraih adalah wujud kehinaan diri. Jadilah
seorang lelaki/perempuan yang tapak kakinya berpijak di atas tanah namun obsesi
dan cita citanya menggantung di atas bintang kejora.”
Umat manusia, termasuk diri kita, diutus
Allah SWT menjadi khalifah di muka bumi hanya sebentar saja dibandingkan dengan
kehidupan di akhirat kelak. Dalam waktu sekejab itu manusia dituntut untuk
mampu menyelesaikan semua masalah dunia dan mengenal akhirat, mengenal sang
pencipta dalam arti yang sebenarnya.Oleh sebab itu manusia harus berusaha
mengatasi permasalahan dunia dengan ilmunya. Kemudian dia harus berusaha
menemui Tuhan yang disembahnya, sebelum kembali kepadaNya.
Barangsiapa
yang mengharap Pertemuan dengan Allah, Maka Sesungguhnya waktu (yang
dijanjikan) Allah itu, pasti datang. dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
(surat
Al Ankabuut (29) ayat 5)
Setiap manusia lahir dengan bentuk
tubuh yang sama, berjalan di muka bumi dan hidup dalam batas ruang serta waktu
tertentu. Makhluk makhluk hidup yang
lain pun memiliki kesamaan pada sisi ini (ruang dan waktu). Namun, hakekat
kelahiran dari manusia ialah kemampuan meninggalkan jejak yang mendalam di muka
bumi. Pada saat itulah, ia akan menjadi manusia besar yang pernah hadir
di dunia ini. Untuk merealisasikan diri kita menjadi manusia besar yang
dibanggakan oleh Allah SWT bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan untuk
itulah dibutuhkan jihad/kesungguh sungguhan untuk merealisasikannya
dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai
kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al
Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua
menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah
zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka
Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
(surat
Al Hajj (22) ayat 78)
[993] Maksudnya: dalam
Kitab-Kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w.
Ketika Nabi Muhammad SAW ditanya oleh
sahabatnya: apakah yang harus kita perbuat sesudah menyelesaikan perang ini
(maksudnya perang Badar) ya Rasulullah? Nabi SAW menjawab, bahwa perang yang
sudah kita lakukan dengan senjata dan fisik ini belum berarti apa apa, sesudah
ini kita akan menghadapi perang yang paling berat, yaitu ke dalam diri. Perang
ke dalam diri ialah memerangi ahwa/hawa nafsu yang sesuai dengan kehendak
syaitan. Untuk itu Allah SWT melalui surat Ar Ra’d (13) ayat 11 di
bawah ini, mengemukakan bahwa perubahan untuk menjadi lebih baik tidak akan
pernah terjadi kita sendiri tidak mau merubah apa apa yang ada pada diri kita
sendiri. Katakan dari sifat malas menjadi rajin, dari sifat pelit menjadi
dermawan, dari sifat tergesa gesa menjadi sabar. Untuk merubah kondisi ini
dibutuhkan jihad atau kesungguhan untuk melakukan suatu terobosan dalam diri
untuk menuju suatu keadaan yang lebih baik
bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah
tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.
(surat
Ar Ra’d (13) ayat 11)
[767] Bagi tiap-tiap
manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada
pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki
dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut
Malaikat Hafazhah.
[768] Tuhan tidak akan
merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran
mereka.
Ingat, berjihad untuk kepentingan apapun,
apalagi untuk kepentingan diri sendiri bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.
Ia laksana mengubah pasir terapung untuk menjadi batu karang yang kuat
membutuhkan zat kimia tertentu dan jumlah yang tertentu pula. Hal yang samapun
berlaku saat diri kita ingin merubah kebiasaan pribadi yang kadung tersandera
oleh ahwa/hawa nafsu, serta cinta dunia pun tidak mudah. Solusi yang bisa kita
lakukan adalah melalui apa yang dinamakan dengan etos ala Zainudin MZ dengan
penuh humoris “Allahummapaksa”
artinya Ya Allah paksa hamba untuk mengubah kebiasaan hamba. Setelah diri kita
memiliki senjata ampuh berupa ‘Alllahummapaksa” maka pergunakanlah senjata ini untuk
berjihad bagi kepentingan jasmani dan juga jihad untuk kepentingan ruhani.
A.
JIHAD UNTUK KEPENTINGAN JASMANI.
Sebelum kami membahas jihad untuk
kepentingan jasmani, ada baiknya kita mempelajari dahulu apa yang dinamakan
dilema kesuksesan bagi masyarakat yang hidup di zaman modern ini. Ada sebuah
cerita yang dikemukakan oleh Prof Hung Zhao Guang, seorang pakar kesehatan
dunia.
Rumah sakit tempat saya bertugas,
pernah merawat seorang yang kaya raya. Pada usianya yang baru 38 tahun sudah menderita
‘mycordial
necrosis’ yang gawat, dan juga dinding jantung yang tipis. Suatu hari
ia mengeluh kepada saya, “Prof Hung,
saya ingin bertanya suatu hal, “mengapa Tuhan memperlakukan saya tidak adil,
mengapa orang lain tidak menderita sakit seperti saya, kenapa saya usia 38
tahun sudah kena penyakit terkutuk ini? Kenapa nasib saya begini sial?” Saya
menjawabnya: “Menurut pendapat saya, Tuhan itu paling adil! Dalam kehidupan
duniawi memang banyak ditemui hal hal yang tidak adil. Akan tetapi Tuhan adalah
Maha Adil. Lantas mengapa anda bisa menderita seperti ini? Jawabannya adalah
sederhana saja. Anda telah melanggar hukum kesehatan empat fondasi kesehatan.
Yaitu:”(1) makan dengan sepantasnya; (2) olahraga dengan takaran nya yang pas.
Lalu lihatlah anda ke rumah sakit naik mobil, menuju kantor ke lantai dua saja
naik lift, singkatnya anda sama sekali tidak berolahraga; (3) tidak merokok dan
batasi alkohol. Lihatlah kehidupan anda, setiap hari merokok dua pak, tiap kali
bersantap selalu diiringi dengan alkohol yang diminum tanpa batas ; (4) mental
bathin seimbang. Mana mungkin mental bathin anda bisa tenang seimbang. Bila
transaksi dagang mendatangkan untung, anda bergairah, bila rugi, anda menjadi
gelisah dan muruh.Tiada hari yang dilewatkan dengan mental bathin yang
seimbang!” Semuanya telah Anda langgar.
Hidup anda bertentangan dengan 4
fondasi kesehatan tersebut. Tidak heran, kalau anda dihinggapi penyakit. Contoh
hidup ini dengan jelas dapat memperlihatkan Tuhan itu Maha Adil. Dihadapan
hukum kesehatan setiap manusia diperlakukan sama. Siapa yang patuh terhadapnya,
dia pasti akan sehat, selamat sepanjang hayatnya.” (tulisan ini kami diambil dari buku 9 Kebiasaan Manusia Super Bahagia
karya Ismail Al Faruqi dan Syahrial Yusuf yang diterbitkan oleh Lentera Ilmu
Cendekia, Jakarta, 2013)
Berdasarkan kisah di atas, terlihat
dengan jelas tentang penderitaan hidup manusia modern yang berlimpah kekayaan
tapi miskin secara kesehatan jiwa (kefitrahan ruhani). Adanya kondisi ini
mengharuskan diri kita tidak hanya fokus untuk menjaga kesehatan jasmani
semata. Namun harus diimbangi dengan menjaga kesehatan ruhani (jiwa) yang pada
akhirnya kita harus seimbang menjaga keduanya.
Jihad untuk kepentingan jasmani adalah
sebuah sikap harus kita ambil dengan tegas yaitu bagaimana jasmani yang telah
diberikan oleh Allah SWT dijaga, dipelihara dan dirawat dan dimanfaatkan sesuai
dengan kehendak Allah SWT yang sesuai dengan ilmu kesehatan dan juga ilmu gizi.
Dalam kerangka berjihad untuk kepentingan jasmani diri kita sendiri, kita dapat
melakukan sebagai berikut:
1. Jihad untuk memperoleh atau
mendapatkan penghasilan dan juga pekerjaan yang halal. Bukan dari menipu, bukan
dari korupsi dan juga bukan dari usaha yang melanggar hukum Allah SWT dan juga ketentuan
negara. Lalu lanjutkan dengan selalu menjaga kebersihan dari penghasilan dan
harta kita melalui program zakat, infaq dan sedekah.
Hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.
(surat Al Baqarah (2) ayat 168)
Maka hendaklah manusia itu
memperhatikan makanannya. (surat Abasa (80) ayat 24)
2. Jihad kepada jasmani melalui
memberikan asupan makanan yang sesuai dengan ketentuan “halalan wa tayyiban.
Halal dari sisi jenis makanan dan minuman yang kita konsumsi, sedangkan
tayyiban sesuai dengan ketentuan ilmu gizi.
3. Jihad kepada jasmani melalui menjaga
tata cara mengkonsumsi makanan dan minuman yang telah diatur oleh Allah SWT
melalui NabiNya dengan selalu membaca Basmallah, doa sebelum mengkonsumsi
sesuatu dan tidak berlebihan di dalam mengkonsumsi sesuatu. Makanlah di kala
lapar berhenti sebelum kenyang.
4. Jihad kepada jasmani melalui menjaga
keseimbangan antara makanan dan minuman yang dikonsumsi dengan sesuatu yang
harus dikeluarkan dari jasmani,yaitu melalui udara kotor, melalui cairan kotor,
melalui kotoran dari usus besar serta melalui aktivitas bekerja dan berolah
raga untuk membakar karbohidrat dan juga lemak dalam tubuh.
5. Jihad kepada jasmani melalui membuang
pikiran pikiran negatif yang berasal dari olah pikir otak seperti gampang
marah, membenci orang, suka mengkritisi dan menilai orang lain, berprasangka
buruk dan suka berdebat tidak akan bisa menjadikan pikiran dan tubuh yang
sehat. Pikiran negatif adalah kotoran
dalam pikiran yang paling ampuh merusak kesehatan tubuh dan juga kesehatan
ruhani seseorang. Maka pikiran negatif yang kotor itu perlu dibersihkan
sesegara mungkin dan setuntas tuntasnya. Selain daripada itu, ketahuilah ada 3 (tiga)
racun yang bisa mendatangkan penderitaan, yaitu keserakahan, kebencian dan kebodohan. Orang yang suka marah besar
dan dendam kepada orang lain, hidupnya selalu tegang dan pikirannya tidak bisa
senang.
Untuk lebih mempertegas kotoran yang
ada di dalam pikiran, berikut ini akan kami kemukakan tentang penyakit penyakit
hati yang berhubungan erat dengan kotoran yang ada dalam pikiran, yang keduanya
juga harus dikeluarkan dari dalam tubuh kita. “Sembuhkan sakit hatimu, maka
akan sembuh seluruh tubuhmu”. Ada orang yang punya sakit hati yang
benar benar kronis dalam bentuk Benci Banget; Dendam Banget; Nggak Suka Banget;
Sedih Banget; Kecewa Banget. Semua itu dianggap serius, sampai sakitnya
berdampak pada tubuh. Begitu muncul dalam bentuk penyakit kanker, diabetes,
sakit jantung, baru diatasi.
Dan yang diatasi pun hanya
dipermukaannya saja.Diatasi dengan operasi, obat herbal bertahun tahun bahkan
seumur hidup, kemoterapi, radiasi. Semua yang membuat sel sel tubuh luluh
lantak. Tapi akar masalahnya tidak di atasi. Akar masalahnya adalah hati yang
sakit dan semakin rusak. Kemudian merusak seluruh jaringan tubuh seperti : (a)
Darah tetap dibiarkan asam; (b) Kondisi tubuh asam; (c) Pikiran tetap stress,
jiwa tidak tenang; (d) Dendam masih banyak; (e) Kecewa masih berlanjut; (f)
Perasaan masih tidak enak; (g) Benci masih kuat. Secara tidak langsung
kita membunuh diri sendiri. Serius?
Ingat Rasulullah SAW pernah berkata:
Ada segumpal daging yang jika ia baik maka seluruh tubuh akan baik. Dan kalau
ia buruk maka seluruh tubuh akan buruk. Itulah HATI. Seharusnya ia selalu dalam
kondisi indah dan baik. Selalu ikhlas, menerima ketentuan Allah SWT, bersyukur,
tulus berbagi dan bahagia bersama.Seperti anak yang selalu bahagia dan tertawa,
seperti itulah kondisi hati kita seharusnya.Pada saat kita sudah tidak lagi
seperti itu, itulah saat penyakit muncul. Dan deteksi dini harus dilakukan.
Akar permasalahan harus diatasi.
Jika ke lima hal yang kami kemukakan
di atas mampu kita lakukan dalam kerangka jihad untuk kepentingan jasmani,
alangkah nikmatnya hidup ini dan alangkan indahnya kita beribadah karena
ditunjang dengan jasmani yang sehat.
B.
JIHAD UNTUK KEPENTINGAN RUHANI.
Jihad untuk kepentingan ruhani adalah
suatu tindakan nyata guna mempertahankan dan menjaga konsep kefitrahan ruhani,
yaitu: datang fitrah, dalam perjalanan
fitrah dan kembali fitrah, untuk bertemu Allah SWT di tempat yang fitrah. Dalam
perjalanan kehidupan manusia, ruhani bisa menjadi tidak fitrah dikarenakan kita
melakukan maksiat karena tidak melakukan perintah dan larangan Allah SWT atau
memperturutkan ahwa/hawa nafsu atau karena pengaruh buruk dari penghasilan dan
kekayaan yang haram.
Berikut ini akan kami kemukakan
beberap tindakan nyata yang bisa kita lakukan untuk menjaga kefitrahan atau mengembalikan
kesucian diri atau mempertahankan kefitrahan, melalui hal hal sebagai berikut:
1.
Mengadu dan Berlindung Kepada Allah
Dari Kejahatan Nafsunya.
Seseorang tidak akan kuat menghadapi
ahwanya/hawa nafsunya tanpa pertolongan dari Allah SWT. Oleh karena itu, orang
yang dilindungi dan dijaga oleh Allah SWT berarti telah dibantu dan dipelihara
dari kekikiran dan kejahatan nafsunya, serta diberi kekuatan untuk melawan dan
memeranginya. Sedangkan orang yang menjadikan nafsunya sebagai pemimpin berarti
telah dikuasai, ditundukkan, ditawan, dan akan digiring kepada kehancuran dan
ia tidak bisa berbuat apa apa, akhirnya sengsara hidup baik di dunia maupun di
akhirat kelak.
Rasulullah
SAW memberikan arahan, agar membaca doa berikut ini: “Ya Allah, beri aku
petunjuk dan lindungi aku dari kejahatan nafsuku.”
(Hadits
Riwayat An Nassai, Ath Thirmidzi, Hakim dan Ibnu Hibban)
Rasulullah
SAW senantiasa mengawali khutbahnya dengan mengucapkan, “Segala puji hanya bagi
Allah, KepadaNya kami menyampaikan pujian, meminta pertolongan, dan meminta
ampunan. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu kami dan kebusukan
perbuatan kami”.
(Hadits
Riwayat Muslim).
Ketika
Abu Bakar berkata kepadanya, “Wahai Rasulullah, ajari aku doa yang kubaca
setiap pagi dan petang!. Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah, Ya Allah Pencipta
langit dan bumi, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang tampak, Yang Mengatur dan
Memiliki segala sesuatu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Aku
berlindung kepadaMu dari kejahatan nafsuku dan dari kejahatan syaitan dan
kemusyrikan, dan dari melakukan kejahatan atas diriku atau diri seorang
muslim.” Bacalah doa itu di saat pagi dan petang dan ketika hendak tidur.”
(Hadits Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ath Thirmidzi)
Oleh karena itu, hal penting yang
harus dilakukan oleh seorang hamba bila ingin selamat dari gangguan ahwa/hawa
nafsu adalah memohon kepada Allah SWT agar tidak menyerahkan dirinya kepada
nafsunya meski hanya sebentar.
Ibnul Qayyim al Jauziah berpendapat
bahwa orang bodoh adalah orang yang mengeluhkan ketidakadilan Allah kepada
manusia. Ini puncak kebodohan dan bukti konkret bahwa dirinya tidak mengenal
Allah dan siapa manusia. Jika ia mengenal Tuhannya, ia tidak akan mengeluh;
jika ia mengenal siapa manusia, ia tidak akan mengadu kepada mereka.Sedangkan
orang yang bijak hanya mengadu kepada Allah.
Orang yang paling bijak adalah orang
yang mengeluhkan kesalahan dari dirinya sendiri kepada Allah, bukan kepada
orang lain. Ingat, setiap manusia itu sangat tergantung bagaimana dia mendisain
dirinya, apakah menempuh jalan kefasikan ataukah menempuh jalan ketaqwaan. Jika
seseorang ingin beruntung dan tinggi derajatnya maka ia harus mampu mensucikan
jiwanya melalui jalan ketaqwaan. Sebaliknya, jika dia ingin merendahkan derajatnya
sehingga menjadi orang yang merugi maka kotorilah jiwanya melalui jalan
kefasikan atau berbuat maksiat dengan melakukan tindakan melanggar perintah dan
larangan Allah SWT.
dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu,dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(surat
Asy Syams (91) ayat 7, 8, 9, 10)
Sekarang pilihan hidup ada di tangan diri kita
sendiri. Namun apabila kita mengalami kekotoran jiwa akibat diri kita
memperturutkan ahwa/hawa nafsu jangan pernah berharap sukses di dunia dan di
akhirat kelak. Ingat, Allah SWT sudah menunjukkan adanya dua pilihan jalan
kehidupan, yaitu jalan taqwa atau jalan fujur. Dan jika kita salah memilih maka
resiko tanggung sendiri.
2.
Evaluasi Diri.
Sesungguhnya kesucian dan kebersihan
jiwa bergantung pada evaluasi yang dilakukan terhadap jiwa. Jiwa tidak akan
menjadi suci, bersih dan baik jika tidak diperhatikan. Perhatian ini dilakukan
dengan melihat aib dan kekurangan yang ada padanya. Dengan demikian,
memperbaikinya dapat dimungkinkan.Imam Ahmad mengatakan bahwa Umar ibn Khattab
ra, berkata, “Perhatikanlah dirimu sebelum engkau diperhatikan. Timbanglah dirimu
sebelum engkau ditimbang. Dengan memperhatikan diri sekarang, kelak engkau akan
mendapat kemudahan ketika diadili di akhirat kelak. Persiapkanlah dirimu untuk
menghadapi datangnya hari perhitungan. Hari itu, semua perbuatanmu ditampakkan
dan tidak ada satupun yang dapat disembunyikan.”
Agar upaya evaluasi diri dapat kita
lakukan dengan baik, ada baiknya kita mempelajari terlebih dahulu faktor faktor
penyebab dari kegagalan yang akan menghambat diri kita melakukan jihad untuk
kepentingan jasmani dan ruhani, yang bersumber dari dalam diri kita sendiri,
yaitu:
|
Tidak
punya tujuan pasti dalam hidupnya
|
Tidak
punya disipilin diri
|
|
Tidak
ada ambisi untuk membidik sasaran yang lebih tinggi
|
Keinginan
tidak terkendali terhadap sesuatu secara gratis.
|
|
Kesehatan
yang buruk
|
Sering
menunda pekerjaan.
|
|
Tidak
gigih
|
Kepribadian
negative.
|
|
Tidak
dapat mengendalika dorongan birahi
|
Keliru
memilih pasangan perkawinan.
|
|
Khawatir
berlebihan
|
Keliru
memilih rekan bisnis
|
|
Takhayul
atau prasangka
|
Keliru
memilih jenis pekerjaan
|
|
Kurang
konsentrasi dalam berusaha
|
Kebiasaan
menghabiskan uang
|
|
Tidak
memiliki antusiasme
|
Tidak
toleran atau berpikiran tertutup
|
|
Berlebihan
makan dan minum
|
Tidak
dapat bekerjasama dengan orang lain
|
|
Ketidakjujuran
yang disengaja
|
Egoisme
dan kesombongan
|
|
Menebak
bukan memikirkan
|
Pendidikan
kurang
|
|
Memiliki
kekuasaan yang tidak diperoleh dengan usaha sendiri
|
|
Setelah diri kita menemukan dan
mengindentifikasi faktor faktor yang akan menggagalkan diri untuk memulai berjihad
memerangi sifat sifat alamiah jasmani yang berkesesuaian dengan nilai nilai
keburukan. Ingat, jihad ini sangatlah berat, oleh sebab itu kita perlu berjihad
dalam arti yang sesungguhnya jika mengalaminya.
Perjuangan ini harus dimulai dengan renungan
suci, mengagungkan namaNya, AsmaNya dalam tekad yang kuat. Cara memeranginya
agar memperoleh sifat terpuji yang sesuai dengan kehendak Allah SWT adalah:
1. Jika kita memperturutkan sifat malas
lawanlah dengan aktifitas karena berdiam diri adalah musuh kesuksesan nomor
satu.
2. Jika kita memperturutkan sifat pelit
lawan sifat pelit dengan berbagi, lakukan secara rutin walaupun rutin.
3. Jika kita memperturutkan sifat tergesa
gesa lawan dengan mulai belajar sabar, katakan biasakan untuk mengantri.
4. Jika kita memperturutkan sifat tamak
diperangi dengan rasa cukup dari hasil usaha yang diperoleh.
5. Jika kita memperturutkan sifat marah,
emosi, dendam diubah menjadi sabar/penyabar dalam menghadapi sesuati.
6. Jika kita memperturutkan nafsu
hewani/jiwa fujur harus dilawan dengan sifat malu berbuat seperti binatang.
7. Jika kita memperturutkan sifat iri dan
dengki perangi sifat ini dengan sifat kepoloson, berterus terang dan koreksi
diri.
8. Jika kita memperturutkan sifat sombong
dan angkuh perangi sifat ini dengan sifat merendahkan diri.
9. Jika kita memperturutkan sifat riya perangi
sifat ini dengan berpindah menjadi ikhlas dalam berbuat.
Selain sembilan hal yang telah kami
kemukakan di atas, lanjutkan dengan apa yang kami istilahkan dengan kurangi
untuk menambah.
|
Kurangi
analisa perbanyak usaha
|
Kurangi
berfikir perbanyak rasa.
|
|
Kurangi
menilai perbanyak perhatian
|
Kurangi
kata lidah tingkatkan kata hati.
|
|
Kurangi
kertas perbanyak pohon
|
Kurangi
makan perbanyak puasa
|
|
Kurangi
asap perbanyak udara bersih
|
Kurangi
gadget perbanyak silaturahmi.
|
|
Kurangi
mengkritik perbanyak memuji.
|
Kurangi
pembelian tingkatkan berbagi.
|
|
Kurangi
perbedaan perbanyak pengertian.
|
Kurangi
bicara perbanyak diam.
|
|
Kurangi
meminta perbanyak memberi.
|
Kurangi
keinginan perbanyak bersyukur
|
|
Kurangi
penjelasan perbanyak perbuatan.
|
Kurangi
stress perbanyak tertawa.
|
|
Kurangi
jam bersama tv tingkatkan jam bersama membaca Al Qur’an.
|
Kurangi
mencari keluar perbanyak pencarian diri ke dalam
|
|
Kurangi
batasan perbanyak kebebasan.
|
Kurangi
bicara tingkatkan mendengar.
|
|
Kurangi
kepemilikan tingkatkan kreatifitas.
|
Kurangi
ketergantungan tingkatkan kesadaran.
|
Manusia hidup di dunia ini dituntut
untuk selalu berusaha dan bekerja keras baik untuk kehidupan di dunia maupun
perbekalan untuk akhirat. Bila kita malas untuk berdayung maka tidak mungkin
akan sampai ke seberang. Bila kita belum tahu jalan hendaklah rajin bertanya
agar tidak sesat di jalan.
Orang yang beriman adalah orang yang
paling bertanggungjawab atas dirinya, Ia memperhatikannya karena Allah. Orang
orang yang memperhatikan dirinya di dunia ini, kelak di akhirat akan dihisab
dengan mudah. Sedangkan orang orang yang melakukan sesuatu tanpa perhatian
terlebih dahulu, kelak di akahirat akan dihisab dengan penuh kesulitan.
Sesungguhnya orang orang yang beriman
adalah mereka yang dihentikan oleh AlQur’an dari kehancurannya. Di Dunia ini,
orang beriman adalah tawanan yang berusaha membebaskan dirinya. Ia tidak merasa
aman hingga berjumpa denganNya. Ia mengetahui bahwa ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas pendengarannya, atas penglihatannya, atas lisannya dan atas organ tubuhnya yang lain. Ia
mengetahui bahwa ia benar benar akan dimintai pertanggungjawaban atas semuanya.
3.
Meninggalkan Sesuatu yang Meragukan.
Orang yang menganggap remeh segala
sesuatu yang syubhat (tidak jelas halal dan haramnya) hampir dapat dipastikan
suka meremehkan sesuatu yang haram. Dengan demikian ia telah mendekatinya.
Nu’man
ibn Basyir ra, menyatakan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas. Di antara
keduanya ada sesuatu yang syubhat. Barangsiapa menjauhi sesuatu yang syubhat
berarti telah membebaskan agama dan kehormatannya. Barangsiapa terperosok ke
dalam sesuatu yang syubhat, berarti telah terperosok ke dalam sesuatu yang
haram, seperti orang yang menggembala di sekitar tanah larangan, hampir pasti
ia terperosok ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai batasan, dan
ketahuilah bahwa batasan Allah adalah laranganNya.”
(Muttafaq’Alaih)
Berdasarkan hadits di atas ini,
Rasulullah mengemukakan bahwa orang yang terperosok ke dalam sesutau yang
syubhat berarti telah terperosok ke dalam sesuatu yang haram.
Orang yang terperosok ke dalam sesuatu
yang syubhat diumpamakan seperti orang yang mengembalakan di sekitar tanah
larangan. Ia pasti mendekatinya. Barangsiapa menjauhi batasan, berarti telah
menghindar dari yang haram.
Orang yang membahas suatu permasalahan
kemudian tidak menemukan hukumnya yang pasti, sehingga ia ragu antara boleh dan
tidak maka sikap yang tepat terhadap masalah tersebut adalah mengerjakannya
apabila permasalahan tersebut berada di antara mubah dan wajib, dan
meninggalkannya apabila permasalahan tersebut berada di antara halal dan haram.
4.
Menjauhi Sikap Ingin Tahu Rahasia
Orang Lain.
Ahw/hawa nafsu diciptakan dengan sifat
ingin mengetahui dan menyelidiki segala sesuatu. Ia ingin mengetahui dan
terlibat di dalam percakapan manusia dan isu isu yang beredar diantara mereka,
baik itu berupa isu seputar harga barang, makanan, hal hal yang baru dan segala
sesuatu yang tidak ada kaitan dengannya.
Ia juga memperhatikan dan mencurahkan
pikiran untuk hal hal yang demikian. Itu semua merupakan tindakan yang
berlebihan dan tidak bermanfaat, karena di situ tidak ada sesuatu yang
dibutuhkannya. Perbuatan tersebut hanya membuang buang waktu, memperlemah
tekad, dan menyebabkan kelalaian.
Rasulullah
SAW bersabda: “Salah satu tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan
sesuatu yang tidak bermanfaat.”
(Hadits
Riwayat Ath Thirmidzi dan Ibnu Madjah)
Sesuatu yang tidak bermanfaat disini
bersifat umum, bisa melihat, mendengar, berjalan, berpikir, dan seluruh
aktivitas lahir maupun bathin yang lain. Hadits di atas sudah cukup untuk
menjelaskan makna wara’ yang sebenarnya. Wara’ adalah meninggalkan setiap yang
tidak jelas, yang tidak bermanfaat dan yang berlebihan. Apabila seseorang
meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat dan mengerjakan sesuatu yang
bermanfaat, maka telah sempurna dan baik Islamnya.
Selanjutnya agar diri kita terhindar
dari perbuatan perbuatan yang tidak bermanfaat, hal hal sebagai berikut bisa kita
jadikan patokannya, yaitu hindari berbicara secara berlebihan serta banyak tertawa; jangan
berlebihan dalam melihat sesuatu; jangan berlebihan dalam mendengar sesuatu;
jaga pikiran; jangan sampai makan berlebihan; jangan kebanyakan tidur; jangan
kebanyakan bergaul.
Waspadalah, karena jalan yang kita
lalui penuh dengan bahaya, sementara ahwa/hawa nafsu diciptakan dengan watak
zhalim dan bodoh serta memiliki sifat yang menampilkan nilai nilai keburukan.
Jika seorang hamba bertekad menempuh perjalanan menuju Allah, ahwa/hawa nafsu
siap memperdaya dan menghadangnya.
Setelah diri
kita mampu untuk berjihad untuk kepentingan jasmani dan ruhani diri kita
sendiri, jangan lupa kita wajib berjihad pula untuk kepentingan keluarga, anak
dan keturunan serta untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara secara
bersamaan sebagai bukti kita pernah ada di muka bumi ini.
Kita
tidak ingin membangun fatamorgana, secara kasat mata, anak anak terlihat baik
baik saja, rajin belajar, bersikap ramah, tenang mengikuti pelajaran, nilainya
juga bagus, namun ketika kita melihat dengan mata hati kita jauh ke dalam diri
anak, ternyata itu hanya ada dipermukaan saja. Mereka anak yang rapuh, mudah
menyerah, mudah putus asa, gandrung jalan pintas, mahir menjawab soal ujian,
namun gamang menjawab persoalan kehidupan.
(Zukfikri Anas, dalam
bukunya Kurikulum Untuk Kehidupan, AMP Press, Jakarta, 2017)
Jihad untuk
kepentingan keluarga, anak dan keturunan, dapat kita lakukan melalui hal hal
sebagai berikut: (1) selalu memberikan
nafkah yang halal lagi bersih dari pekerjaan dan penghasilan serta diiringi
dengan selalu menunaikan zakat, infaq dan sedekah; (2) menjadikan diri kita
sebagai suri tauladan utama bagi keluarga sendiri; (3) tidak menyerahkan
sepenuhnya pendidikan anak dan keturunan kepada sekolah, melainkan jadikan
pendidikan di dalam keluarga nomor satu; (4) anak shaleh dan shalehah ada
karena kita sendiri yang merencanakannya menjadi ada, buang jauh jauh konsep
anak shaleh dan shalehah turun dari langit untuk kita; (5) didik anak dan
keturunan kita sesuai dengan masanya (sesuai dengan jamannya) dengan
mengedepankan pendidikan akhlak (pendidikan mengenal diri dan Allah SWT)
dibandingkan dengan pendidikan jasmani dan lain sebagainya.
Sedangkan
jihad untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, juga harus kita lakukan
sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah ikhsan yang tidak terpisahkan dengan
pelaksanaan rukun iman dan rukun islam; atau juga bisa sebagai pembuktian dari
pelaksanaan napak tilas perjuangan keluarga Ibrahim as (ibadah sa’i); atau bisa
juga melalui pembuktian dari hasil telah dibuangnya nilai nilai syaitaniah
dalam diri sebagai wujud pelaksanaan ibadah jumroh; atau bisa juga sebagai
bukti dari selalu ihram dan thawafnya diri kita di tanah halal, sebagai
berikut: (1) melakukan bakti sosial
sesuai profesi masing masing secara teratur dari waktu ke waktu; (2) mengambil
peran di masyarakat sesuai dengan kemampuan, bakat dan profesi masing masing;
(3) menjadi donator rutin untuk dana pemeliharaan masjid, atau menjadi orang
tua asuh dan lain sebagainya secara jangka panjang; (4) mewakafkan waktu selama
satu jam untuk kepentingan masyarakat setiap seminggu sekali seperti mengajar,
memberikan bimbingan, memberikan motivasi untuk komunitas komunitas tertentu
dalam masyarakat secara terstruktur secara jangka panjang, dan lain sebagainya.
Intinya buat Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita. Jika ke empat
hal yang kami kemukakan di atas ini bisa kita lakukan berarti kesempatan diri
kita berumur panjang sudah kita miliki, yaitu dikenangnya diri kita melalui
perbuatan baik yang dapat dinikmati oleh generasi yang datang kemudian hari.
Hal yang harus kita pegang teguh agar selalu berumur panjang adalah jadikan
niat ikhlas dalam mencari ridha sebagai pedoman kita
Jika kita ingin
memperoleh kemakmuran satu tahun, tanamlah benih. Jika kita ingin memperoleh
kemakmuran sepuluh tahun, tanamlah pohon. Jika kita ingin kemakmuran seratus
tahun, didiklah manusia. (Kong Fu Tze (Confusius)
Dalam
pelaksanaan jihad untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara ini, jangan pernah
menunggu waktu yang tepat, jangan pernah menunggu ada teman yang akan membantu
teman. Lakukan sekarang juga. Lakukan sendirian agar yang lain termotivasi
dengan apa apa yang kita lakukan. Jangan pernah mendengarkan ocehan, omongan
orang lain atas apa yang kita lakukan. Biarkan para pencemooh mencemooh kita,
biarkan kritikus mengkritisi kita. Terus dan terus berkarya dengan tetap
menjaga niat ikhlas untuk mengejar dan memperoleh ridha Allah SWT. Jika hal ini
mampu kita lakukan sekarang ini berarti kita berani membayar mahal atas tiket
masuk ke SyurgaNya Allah SWT.
Syurga itu
mahal. Syurga bukanlah sesuatu yang bisa dikonversi dengan pahala. Syurga
adalah bentuk penghargaan Allah SWT kepada umatnya yang telah sukses
melaksanakan misinya sebagai khalifahNya di muka bumi. Sehingga masuk syurga
hanya bisa terealisir melalui ridha dan rahmatNya semata. Semoga kita bisa
bertemu, berkumpul dengan anak, keturunan kita masing masing. Amien.
Sebagai
tambahan tentang jihad yang telah kami kemukakan di atas. Jihad juga bisa
dibedakan menjadi beberapa kriteria, yaitu:
“Dari Ka’bah bin Ujrah
ia berkata: Telah berlalu seorang lelaki dihadapan Nabi SAW lalu para sahabat
Rasulullah melihat kekuatan dan ketangkasan orang itu, maka mereka berkata:
Alangkah baik dan hebatnya orang itu, jika orang ini berjihad pada jalan Allah,
Maka Rasulullah bersabda: Jika ia keluar berusaha untuk anaknya yang masih
kecil kecil maka ia pada jalan Allah, dan apabila ia keluar berusaha untuk ke
dua orang tuanya yang telah lanjut umurnya, maka ia pada jalan Allah, dan jika
ia keluar berusaha untuk dirinya agar terpelihara kehormatannya, maka ia pada
jalan Allah, dan jika keluar berusaha karena riya’ dan bermegah diri, maka ia
pada jalan syaitan”. (Hadits Riwayat Ath Thabrani)
(1)
Jihad kepada nafsu (jihad kepada diri sendiri).
Jihad ini wajib dan yang pertama tama dilaksanakan oleh tiap tiap orang yang
beriman.
“Seutama
utamanya jihad ialah orang yang berjihad terhadap nafsunya dalam berbakti
kepada Allah yang Maha Mulia dan Maha Menang”.
(Hadits
Riwayat Ath Thabrani)
Jihad kepada
diri sendiri terdiri dari empat tingkatan, yaitu : (a) Diri supaya rajin
mempelajari kebenaran atau agama yang benar, berdasarkan Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW; (b) Diri supaya rajin dengan sekuat kuatnya menjalankan kebenaran
yang telah di dapatnya dan dipelajarinya itu, karena kebenaran yang telah
diperolehnya itu tidak akan berguna sama sekali, jika tidak dijalankan
sebagaimana mestinya dan menurut kadar kekuatan dan kesungguhannya; (c) Diri
supaya rajin menyerukan dan mensyiarkan kebenaran itu kepad orang banyak yang
tidak atau belum mengetahuinya, sebab jika pengetahuan tentang kebenaran itu
tidak disebarluaskan, sudah tentu tidak akan berguna, lagi pula dirinya tidak
akan terlepas dari siksaan Tuhan; (d) Dalam menyerukan dan mensyiarkan
kebenaran itu diri harus sanggup menahan berbagai rasa sakit, harus berani
menderita bermacam macam kepayahan dan penderitaan, serta harus berani
menghadapi ancaman dan rintangan yang diperbuat orang orang yang tidak atau
belu mau menerima kebenaran.
(2)
Jihad kepada syaitan. Jihad kepada syaitan ini
adalah juga wajib dan utama, hal ini dikarenakan bersungguh sungguh mencurahkan
segenap tenaga dan upaya untuk mengalahkan syaitan yang terutama memerangi
segala tipu muslihatnya yang menimbulkan keraguraguan.
(3)
Jihad terhadap ahli ahli penganiaya, ahli ahli
berbuat jahat, dan ahli ahli bid’ah (pengubah peraturan peraturan agama Allah
yang telah pasti). Jihad ini wajin dilakukan oleh setiap orang yang beriman
jika ia telah berjihad terhadap dirinya (hawa nafsunya) dan terhadap syaitan.
Jihad ini ada tingkatannya, yaitu dengan tangan atau anggota tubuh lainnya;
dengan lisan atau semisalnya, dan dengan hati.
Seutama
utamanya jihad itu ialah perkataann yang benar di hadapan raja yang durhaka (menganiaya)
(Hadits Riwayat Ibnu Madjah)
“Berjihadlah
kamu terhadap orang orang musyrik dengan harta bendamu, dan tanganmu dan
lidahmu”. (Hadits Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan An Nassa’i)
Berangkatlah
kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan
harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui. (surat At Taubah (9) ayat 41)
(4)
Jihad terhadap orang kafir dan musyrik. Orang orang
yang beriman wajib melaksanakan jihad ini setelah mereka sempurna melaksanakan
jihad kepada hawa nafsu, jihad kepada syaitan dan jihad kepada ahli penganiaya.
Jihad ini ada empat tingkatannya, yaitu: (a) Dengan tangan atau anggota badan
lainnya; (b) Jika tidak kuasa dengan tangan, dengan lisan; (c) jika tidak kuasa
dengan lisan, dengan hartanya atau yang serupa dengannya; (d) jika tidak pula
kuasa dengan harta benda, dengan hati.
Sebagai
penutup, berdasarkan uraian yang kami kemukakan di atas, berjihad itu sangat
luas cakupannya yang berarti luas pula kesempatannya. Maukah kita
memanfaatkannya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Ali ibn Muhammad ad Dihami, Mengendalikan Hawa Nafsu, Upaya Meraih Ridha Allah, Qitshi Press,
Jakarta, 2005.
2.
Syahminan Zaini Drs, Mengapa Manusia Harus Beribadah, Al Ikhlas, Surabaya, 1981.
3.
Ismail Faruqi, Syahrial Yusuf, 9 Kebiasaan Manusia Super Bahagia, Lentera Ilmu Cendekia, Jakarta,
2013.