Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 15 November 2019

BERJIHAD KE DALAM DIRI



“Ketahuilah bahwa berpuas diri dengan apa yang telah diraih adalah wujud kehinaan diri. Jadilah seorang lelaki/perempuan yang tapak kakinya berpijak di atas tanah namun obsesi dan cita citanya menggantung di atas bintang kejora.”

Umat manusia, termasuk diri kita, diutus Allah SWT menjadi khalifah di muka bumi hanya sebentar saja dibandingkan dengan kehidupan di akhirat kelak. Dalam waktu sekejab itu manusia dituntut untuk mampu menyelesaikan semua masalah dunia dan mengenal akhirat, mengenal sang pencipta dalam arti yang sebenarnya.Oleh sebab itu manusia harus berusaha mengatasi permasalahan dunia dengan ilmunya. Kemudian dia harus berusaha menemui Tuhan yang disembahnya, sebelum kembali kepadaNya.

Barangsiapa yang mengharap Pertemuan dengan Allah, Maka Sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
(surat Al Ankabuut (29) ayat 5)

Setiap manusia lahir dengan bentuk tubuh yang sama, berjalan di muka bumi dan hidup dalam batas ruang serta waktu tertentu.  Makhluk makhluk hidup yang lain pun memiliki kesamaan pada sisi ini (ruang dan waktu). Namun, hakekat kelahiran dari manusia ialah kemampuan meninggalkan jejak yang mendalam di muka bumi. Pada saat itulah, ia akan menjadi manusia besar yang pernah hadir di dunia ini. Untuk merealisasikan diri kita menjadi manusia besar yang dibanggakan oleh Allah SWT bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan untuk itulah dibutuhkan jihad/kesungguh sungguhan untuk merealisasikannya

dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
(surat Al Hajj (22) ayat 78)

[993] Maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w.

Ketika Nabi Muhammad SAW ditanya oleh sahabatnya: apakah yang harus kita perbuat sesudah menyelesaikan perang ini (maksudnya perang Badar) ya Rasulullah? Nabi SAW menjawab, bahwa perang yang sudah kita lakukan dengan senjata dan fisik ini belum berarti apa apa, sesudah ini kita akan menghadapi perang yang paling berat, yaitu ke dalam diri. Perang ke dalam diri ialah memerangi ahwa/hawa nafsu yang sesuai dengan kehendak syaitan. Untuk itu Allah SWT melalui surat Ar Ra’d (13) ayat 11 di bawah ini, mengemukakan bahwa perubahan untuk menjadi lebih baik tidak akan pernah terjadi kita sendiri tidak mau merubah apa apa yang ada pada diri kita sendiri. Katakan dari sifat malas menjadi rajin, dari sifat pelit menjadi dermawan, dari sifat tergesa gesa menjadi sabar. Untuk merubah kondisi ini dibutuhkan jihad atau kesungguhan untuk melakukan suatu terobosan dalam diri untuk menuju suatu keadaan yang lebih baik

bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(surat Ar Ra’d (13) ayat 11)

[767] Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah.
[768] Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

Ingat, berjihad untuk kepentingan apapun, apalagi untuk kepentingan diri sendiri bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Ia laksana mengubah pasir terapung untuk menjadi batu karang yang kuat membutuhkan zat kimia tertentu dan jumlah yang tertentu pula. Hal yang samapun berlaku saat diri kita ingin merubah kebiasaan pribadi yang kadung tersandera oleh ahwa/hawa nafsu, serta cinta dunia pun tidak mudah. Solusi yang bisa kita lakukan adalah melalui apa yang dinamakan dengan etos ala Zainudin MZ dengan penuh humoris “Allahummapaksa” artinya Ya Allah paksa hamba untuk mengubah kebiasaan hamba. Setelah diri kita memiliki senjata ampuh berupa ‘Alllahummapaksa” maka pergunakanlah senjata ini untuk berjihad bagi kepentingan jasmani dan juga jihad untuk kepentingan ruhani.

A.   JIHAD UNTUK KEPENTINGAN JASMANI.

Sebelum kami membahas jihad untuk kepentingan jasmani, ada baiknya kita mempelajari dahulu apa yang dinamakan dilema kesuksesan bagi masyarakat yang hidup di zaman modern ini. Ada sebuah cerita yang dikemukakan oleh Prof Hung Zhao Guang, seorang pakar kesehatan dunia.

Rumah sakit tempat saya bertugas, pernah merawat seorang yang kaya raya. Pada usianya yang baru 38 tahun sudah menderita ‘mycordial necrosis’ yang gawat, dan juga dinding jantung yang tipis. Suatu hari ia mengeluh kepada saya, “Prof Hung, saya ingin bertanya suatu hal, “mengapa Tuhan memperlakukan saya tidak adil, mengapa orang lain tidak menderita sakit seperti saya, kenapa saya usia 38 tahun sudah kena penyakit terkutuk ini? Kenapa nasib saya begini sial?” Saya menjawabnya: “Menurut pendapat saya, Tuhan itu paling adil! Dalam kehidupan duniawi memang banyak ditemui hal hal yang tidak adil. Akan tetapi Tuhan adalah Maha Adil. Lantas mengapa anda bisa menderita seperti ini? Jawabannya adalah sederhana saja. Anda telah melanggar hukum kesehatan empat fondasi kesehatan. Yaitu:”(1) makan dengan sepantasnya; (2) olahraga dengan takaran nya yang pas. Lalu lihatlah anda ke rumah sakit naik mobil, menuju kantor ke lantai dua saja naik lift, singkatnya anda sama sekali tidak berolahraga; (3) tidak merokok dan batasi alkohol. Lihatlah kehidupan anda, setiap hari merokok dua pak, tiap kali bersantap selalu diiringi dengan alkohol yang diminum tanpa batas ; (4) mental bathin seimbang. Mana mungkin mental bathin anda bisa tenang seimbang. Bila transaksi dagang mendatangkan untung, anda bergairah, bila rugi, anda menjadi gelisah dan muruh.Tiada hari yang dilewatkan dengan mental bathin yang seimbang!” Semuanya telah Anda langgar.

Hidup anda bertentangan dengan 4 fondasi kesehatan tersebut. Tidak heran, kalau anda dihinggapi penyakit. Contoh hidup ini dengan jelas dapat memperlihatkan Tuhan itu Maha Adil. Dihadapan hukum kesehatan setiap manusia diperlakukan sama. Siapa yang patuh terhadapnya, dia pasti akan sehat, selamat sepanjang hayatnya.” (tulisan ini kami diambil dari buku 9 Kebiasaan Manusia Super Bahagia karya Ismail Al Faruqi dan Syahrial Yusuf yang diterbitkan oleh Lentera Ilmu Cendekia, Jakarta, 2013)

Berdasarkan kisah di atas, terlihat dengan jelas tentang penderitaan hidup manusia modern yang berlimpah kekayaan tapi miskin secara kesehatan jiwa (kefitrahan ruhani). Adanya kondisi ini mengharuskan diri kita tidak hanya fokus untuk menjaga kesehatan jasmani semata. Namun harus diimbangi dengan menjaga kesehatan ruhani (jiwa) yang pada akhirnya kita harus seimbang menjaga keduanya.

Jihad untuk kepentingan jasmani adalah sebuah sikap harus kita ambil dengan tegas yaitu bagaimana jasmani yang telah diberikan oleh Allah SWT dijaga, dipelihara dan dirawat dan dimanfaatkan sesuai dengan kehendak Allah SWT yang sesuai dengan ilmu kesehatan dan juga ilmu gizi. Dalam kerangka berjihad untuk kepentingan jasmani diri kita sendiri, kita dapat melakukan sebagai berikut:

1.      Jihad untuk memperoleh atau mendapatkan penghasilan dan juga pekerjaan yang halal. Bukan dari menipu, bukan dari korupsi dan juga bukan dari usaha yang melanggar hukum Allah SWT dan juga ketentuan negara. Lalu lanjutkan dengan selalu menjaga kebersihan dari penghasilan dan harta kita melalui program zakat, infaq dan sedekah.

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
(surat Al Baqarah (2) ayat 168)

Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. (surat Abasa (80) ayat 24)

2.      Jihad kepada jasmani melalui memberikan asupan makanan yang sesuai dengan ketentuan “halalan wa tayyiban. Halal dari sisi jenis makanan dan minuman yang kita konsumsi, sedangkan tayyiban sesuai dengan ketentuan ilmu gizi.

3.      Jihad kepada jasmani melalui menjaga tata cara mengkonsumsi makanan dan minuman yang telah diatur oleh Allah SWT melalui NabiNya dengan selalu membaca Basmallah, doa sebelum mengkonsumsi sesuatu dan tidak berlebihan di dalam mengkonsumsi sesuatu. Makanlah di kala lapar berhenti sebelum kenyang.

4.      Jihad kepada jasmani melalui menjaga keseimbangan antara makanan dan minuman yang dikonsumsi dengan sesuatu yang harus dikeluarkan dari jasmani,yaitu melalui udara kotor, melalui cairan kotor, melalui kotoran dari usus besar serta melalui aktivitas bekerja dan berolah raga untuk membakar karbohidrat dan juga lemak dalam tubuh. 

5.      Jihad kepada jasmani melalui membuang pikiran pikiran negatif yang berasal dari olah pikir otak seperti gampang marah, membenci orang, suka mengkritisi dan menilai orang lain, berprasangka buruk dan suka berdebat tidak akan bisa menjadikan pikiran dan tubuh yang sehat. Pikiran negatif  adalah kotoran dalam pikiran yang paling ampuh merusak kesehatan tubuh dan juga kesehatan ruhani seseorang. Maka pikiran negatif yang kotor itu perlu dibersihkan sesegara mungkin dan setuntas tuntasnya. Selain daripada itu, ketahuilah ada 3 (tiga) racun yang bisa mendatangkan penderitaan, yaitu keserakahan, kebencian dan kebodohan. Orang yang suka marah besar dan dendam kepada orang lain, hidupnya selalu tegang dan pikirannya tidak bisa senang. 

Untuk lebih mempertegas kotoran yang ada di dalam pikiran, berikut ini akan kami kemukakan tentang penyakit penyakit hati yang berhubungan erat dengan kotoran yang ada dalam pikiran, yang keduanya juga harus dikeluarkan dari dalam tubuh kita. “Sembuhkan sakit hatimu, maka akan sembuh seluruh tubuhmu”. Ada orang yang punya sakit hati yang benar benar kronis dalam bentuk Benci Banget; Dendam Banget; Nggak Suka Banget; Sedih Banget; Kecewa Banget. Semua itu dianggap serius, sampai sakitnya berdampak pada tubuh. Begitu muncul dalam bentuk penyakit kanker, diabetes, sakit jantung, baru diatasi.

Dan yang diatasi pun hanya dipermukaannya saja.Diatasi dengan operasi, obat herbal bertahun tahun bahkan seumur hidup, kemoterapi, radiasi. Semua yang membuat sel sel tubuh luluh lantak. Tapi akar masalahnya tidak di atasi. Akar masalahnya adalah hati yang sakit dan semakin rusak. Kemudian merusak seluruh jaringan tubuh seperti : (a) Darah tetap dibiarkan asam; (b) Kondisi tubuh asam; (c) Pikiran tetap stress, jiwa tidak tenang; (d) Dendam masih banyak; (e) Kecewa masih berlanjut; (f) Perasaan masih tidak enak; (g) Benci masih kuat. Secara tidak langsung kita membunuh diri sendiri. Serius?

Ingat Rasulullah SAW pernah berkata: Ada segumpal daging yang jika ia baik maka seluruh tubuh akan baik. Dan kalau ia buruk maka seluruh tubuh akan buruk. Itulah HATI. Seharusnya ia selalu dalam kondisi indah dan baik. Selalu ikhlas, menerima ketentuan Allah SWT, bersyukur, tulus berbagi dan bahagia bersama.Seperti anak yang selalu bahagia dan tertawa, seperti itulah kondisi hati kita seharusnya.Pada saat kita sudah tidak lagi seperti itu, itulah saat penyakit muncul. Dan deteksi dini harus dilakukan. Akar permasalahan  harus diatasi.

Jika ke lima hal yang kami kemukakan di atas mampu kita lakukan dalam kerangka jihad untuk kepentingan jasmani, alangkah nikmatnya hidup ini dan alangkan indahnya kita beribadah karena ditunjang dengan jasmani yang sehat.

B.    JIHAD UNTUK KEPENTINGAN RUHANI.

Jihad untuk kepentingan ruhani adalah suatu tindakan nyata guna mempertahankan dan menjaga konsep kefitrahan ruhani, yaitu:  datang fitrah, dalam perjalanan fitrah dan kembali fitrah, untuk bertemu Allah SWT di tempat yang fitrah. Dalam perjalanan kehidupan manusia, ruhani bisa menjadi tidak fitrah dikarenakan kita melakukan maksiat karena tidak melakukan perintah dan larangan Allah SWT atau memperturutkan ahwa/hawa nafsu atau karena pengaruh buruk dari penghasilan dan kekayaan yang haram.

Berikut ini akan kami kemukakan beberap tindakan nyata yang bisa kita lakukan untuk menjaga kefitrahan atau mengembalikan kesucian diri atau mempertahankan kefitrahan, melalui hal hal sebagai berikut:

1.      Mengadu dan Berlindung Kepada Allah Dari Kejahatan Nafsunya.

Seseorang tidak akan kuat menghadapi ahwanya/hawa nafsunya tanpa pertolongan dari Allah SWT. Oleh karena itu, orang yang dilindungi dan dijaga oleh Allah SWT berarti telah dibantu dan dipelihara dari kekikiran dan kejahatan nafsunya, serta diberi kekuatan untuk melawan dan memeranginya. Sedangkan orang yang menjadikan nafsunya sebagai pemimpin berarti telah dikuasai, ditundukkan, ditawan, dan akan digiring kepada kehancuran dan ia tidak bisa berbuat apa apa, akhirnya sengsara hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Rasulullah SAW memberikan arahan, agar membaca doa berikut ini: “Ya Allah, beri aku petunjuk dan lindungi aku dari kejahatan nafsuku.”
(Hadits Riwayat An Nassai, Ath Thirmidzi, Hakim dan Ibnu Hibban)

Rasulullah SAW senantiasa mengawali khutbahnya dengan mengucapkan, “Segala puji hanya bagi Allah, KepadaNya kami menyampaikan pujian, meminta pertolongan, dan meminta ampunan. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu kami dan kebusukan perbuatan kami”.
(Hadits Riwayat Muslim).

Ketika Abu Bakar berkata kepadanya, “Wahai Rasulullah, ajari aku doa yang kubaca setiap pagi dan petang!. Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah, Ya Allah Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang tampak, Yang Mengatur dan Memiliki segala sesuatu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan nafsuku dan dari kejahatan syaitan dan kemusyrikan, dan dari melakukan kejahatan atas diriku atau diri seorang muslim.” Bacalah doa itu di saat pagi dan petang dan ketika hendak tidur.” (Hadits Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ath Thirmidzi)

Oleh karena itu, hal penting yang harus dilakukan oleh seorang hamba bila ingin selamat dari gangguan ahwa/hawa nafsu adalah memohon kepada Allah SWT agar tidak menyerahkan dirinya kepada nafsunya meski hanya sebentar.

Ibnul Qayyim al Jauziah berpendapat bahwa orang bodoh adalah orang yang mengeluhkan ketidakadilan Allah kepada manusia. Ini puncak kebodohan dan bukti konkret bahwa dirinya tidak mengenal Allah dan siapa manusia. Jika ia mengenal Tuhannya, ia tidak akan mengeluh; jika ia mengenal siapa manusia, ia tidak akan mengadu kepada mereka.Sedangkan orang yang bijak hanya mengadu kepada Allah.

Orang yang paling bijak adalah orang yang mengeluhkan kesalahan dari dirinya sendiri kepada Allah, bukan kepada orang lain. Ingat, setiap manusia itu sangat tergantung bagaimana dia mendisain dirinya, apakah menempuh jalan kefasikan ataukah menempuh jalan ketaqwaan. Jika seseorang ingin beruntung dan tinggi derajatnya maka ia harus mampu mensucikan jiwanya melalui jalan ketaqwaan. Sebaliknya, jika dia ingin merendahkan derajatnya sehingga menjadi orang yang merugi maka kotorilah jiwanya melalui jalan kefasikan atau berbuat maksiat dengan melakukan tindakan melanggar perintah dan larangan Allah SWT.

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(surat Asy Syams (91) ayat 7, 8, 9, 10)

 Sekarang pilihan hidup ada di tangan diri kita sendiri. Namun apabila kita mengalami kekotoran jiwa akibat diri kita memperturutkan ahwa/hawa nafsu jangan pernah berharap sukses di dunia dan di akhirat kelak. Ingat, Allah SWT sudah menunjukkan adanya dua pilihan jalan kehidupan, yaitu jalan taqwa atau jalan fujur. Dan jika kita salah memilih maka resiko tanggung sendiri.

2.      Evaluasi Diri.

Sesungguhnya kesucian dan kebersihan jiwa bergantung pada evaluasi yang dilakukan terhadap jiwa. Jiwa tidak akan menjadi suci, bersih dan baik jika tidak diperhatikan. Perhatian ini dilakukan dengan melihat aib dan kekurangan yang ada padanya. Dengan demikian, memperbaikinya dapat dimungkinkan.Imam Ahmad mengatakan bahwa Umar ibn Khattab ra, berkata, “Perhatikanlah dirimu sebelum engkau diperhatikan. Timbanglah dirimu sebelum engkau ditimbang. Dengan memperhatikan diri sekarang, kelak engkau akan mendapat kemudahan ketika diadili di akhirat kelak. Persiapkanlah dirimu untuk menghadapi datangnya hari perhitungan. Hari itu, semua perbuatanmu ditampakkan dan tidak ada satupun yang dapat disembunyikan.”

Agar upaya evaluasi diri dapat kita lakukan dengan baik, ada baiknya kita mempelajari terlebih dahulu faktor faktor penyebab dari kegagalan yang akan menghambat diri kita melakukan jihad untuk kepentingan jasmani dan ruhani, yang bersumber dari dalam diri kita sendiri, yaitu:

Tidak punya tujuan pasti dalam hidupnya
Tidak punya disipilin diri
Tidak ada ambisi untuk membidik sasaran yang lebih tinggi
Keinginan tidak terkendali terhadap sesuatu secara gratis.
Kesehatan yang buruk
Sering menunda pekerjaan.
Tidak gigih
Kepribadian negative.
Tidak dapat mengendalika dorongan birahi
Keliru memilih pasangan perkawinan.
Khawatir berlebihan
Keliru memilih rekan bisnis
Takhayul atau prasangka
Keliru memilih jenis pekerjaan
Kurang konsentrasi dalam berusaha
Kebiasaan menghabiskan uang
Tidak memiliki antusiasme
Tidak toleran atau berpikiran tertutup
Berlebihan makan dan minum
Tidak dapat bekerjasama dengan orang lain
Ketidakjujuran yang disengaja
Egoisme dan kesombongan
Menebak bukan memikirkan
Pendidikan kurang
Memiliki kekuasaan yang tidak diperoleh dengan usaha sendiri


Setelah diri kita menemukan dan mengindentifikasi faktor faktor yang akan menggagalkan diri untuk memulai berjihad memerangi sifat sifat alamiah jasmani yang berkesesuaian dengan nilai nilai keburukan. Ingat, jihad ini sangatlah berat, oleh sebab itu kita perlu berjihad dalam arti yang sesungguhnya jika mengalaminya.

Perjuangan ini harus dimulai dengan renungan suci, mengagungkan namaNya, AsmaNya dalam tekad yang kuat. Cara memeranginya agar memperoleh sifat terpuji yang sesuai dengan kehendak Allah SWT adalah:

1.      Jika kita memperturutkan sifat malas lawanlah dengan aktifitas karena berdiam diri adalah musuh kesuksesan nomor satu.
2.      Jika kita memperturutkan sifat pelit lawan sifat pelit dengan berbagi, lakukan secara rutin walaupun rutin.
3.      Jika kita memperturutkan sifat tergesa gesa lawan dengan mulai belajar sabar, katakan biasakan untuk mengantri.
4.      Jika kita memperturutkan sifat tamak diperangi dengan rasa cukup dari hasil usaha yang diperoleh.
5.      Jika kita memperturutkan sifat marah, emosi, dendam diubah menjadi sabar/penyabar dalam menghadapi sesuati.
6.      Jika kita memperturutkan nafsu hewani/jiwa fujur harus dilawan dengan sifat malu berbuat seperti binatang.
7.      Jika kita memperturutkan sifat iri dan dengki perangi sifat ini dengan sifat kepoloson, berterus terang dan koreksi diri.
8.      Jika kita memperturutkan sifat sombong dan angkuh perangi sifat ini dengan sifat merendahkan diri.
9.      Jika kita memperturutkan sifat riya perangi sifat ini dengan berpindah menjadi ikhlas dalam berbuat.

Selain sembilan hal yang telah kami kemukakan di atas, lanjutkan dengan apa yang kami istilahkan dengan kurangi untuk menambah.

Kurangi analisa perbanyak usaha
Kurangi berfikir perbanyak rasa.
Kurangi menilai perbanyak perhatian
Kurangi kata lidah tingkatkan kata hati.
Kurangi kertas perbanyak pohon
Kurangi makan perbanyak puasa
Kurangi asap perbanyak udara bersih
Kurangi gadget perbanyak silaturahmi.
Kurangi mengkritik perbanyak memuji.
Kurangi pembelian tingkatkan berbagi.
Kurangi perbedaan perbanyak pengertian.
Kurangi bicara perbanyak diam.
Kurangi meminta perbanyak memberi.
Kurangi keinginan perbanyak bersyukur
Kurangi penjelasan perbanyak perbuatan.
Kurangi stress perbanyak tertawa.
Kurangi jam bersama tv tingkatkan jam bersama membaca Al Qur’an.
Kurangi mencari keluar perbanyak pencarian diri ke dalam
Kurangi batasan perbanyak kebebasan.
Kurangi bicara tingkatkan mendengar.
Kurangi kepemilikan tingkatkan kreatifitas.
Kurangi ketergantungan tingkatkan kesadaran.

Manusia hidup di dunia ini dituntut untuk selalu berusaha dan bekerja keras baik untuk kehidupan di dunia maupun perbekalan untuk akhirat. Bila kita malas untuk berdayung maka tidak mungkin akan sampai ke seberang. Bila kita belum tahu jalan hendaklah rajin bertanya agar tidak sesat di jalan.

Orang yang beriman adalah orang yang paling bertanggungjawab atas dirinya, Ia memperhatikannya karena Allah. Orang orang yang memperhatikan dirinya di dunia ini, kelak di akhirat akan dihisab dengan mudah. Sedangkan orang orang yang melakukan sesuatu tanpa perhatian terlebih dahulu, kelak di akahirat akan dihisab dengan penuh kesulitan.

Sesungguhnya orang orang yang beriman adalah mereka yang dihentikan oleh AlQur’an dari kehancurannya. Di Dunia ini, orang beriman adalah tawanan yang berusaha membebaskan dirinya. Ia tidak merasa aman hingga berjumpa denganNya. Ia mengetahui bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban atas pendengarannya, atas penglihatannya, atas lisannya  dan atas organ tubuhnya yang lain. Ia mengetahui bahwa ia benar benar akan dimintai pertanggungjawaban atas semuanya.

3.      Meninggalkan Sesuatu yang  Meragukan.

Orang yang menganggap remeh segala sesuatu yang syubhat (tidak jelas halal dan haramnya) hampir dapat dipastikan suka meremehkan sesuatu yang haram. Dengan demikian ia telah mendekatinya.

Nu’man ibn Basyir ra, menyatakan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas. Di antara keduanya ada sesuatu yang syubhat. Barangsiapa menjauhi sesuatu yang syubhat berarti telah membebaskan agama dan kehormatannya. Barangsiapa terperosok ke dalam sesuatu yang syubhat, berarti telah terperosok ke dalam sesuatu yang haram, seperti orang yang menggembala di sekitar tanah larangan, hampir pasti ia terperosok ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai batasan, dan ketahuilah bahwa batasan Allah adalah laranganNya.”
(Muttafaq’Alaih)

Berdasarkan hadits di atas ini, Rasulullah mengemukakan bahwa orang yang terperosok ke dalam sesutau yang syubhat berarti telah terperosok ke dalam sesuatu yang haram.

Orang yang terperosok ke dalam sesuatu yang syubhat diumpamakan seperti orang yang mengembalakan di sekitar tanah larangan. Ia pasti mendekatinya. Barangsiapa menjauhi batasan, berarti telah menghindar dari yang haram.

Orang yang membahas suatu permasalahan kemudian tidak menemukan hukumnya yang pasti, sehingga ia ragu antara boleh dan tidak maka sikap yang tepat terhadap masalah tersebut adalah mengerjakannya apabila permasalahan tersebut berada di antara mubah dan wajib, dan meninggalkannya apabila permasalahan tersebut berada di antara halal dan haram.

4.      Menjauhi Sikap Ingin Tahu Rahasia Orang Lain.

Ahw/hawa nafsu diciptakan dengan sifat ingin mengetahui dan menyelidiki segala sesuatu. Ia ingin mengetahui dan terlibat di dalam percakapan manusia dan isu isu yang beredar diantara mereka, baik itu berupa isu seputar harga barang, makanan, hal hal yang baru dan segala sesuatu yang tidak ada kaitan dengannya.

Ia juga memperhatikan dan mencurahkan pikiran untuk hal hal yang demikian. Itu semua merupakan tindakan yang berlebihan dan tidak bermanfaat, karena di situ tidak ada sesuatu yang dibutuhkannya. Perbuatan tersebut hanya membuang buang waktu, memperlemah tekad, dan menyebabkan kelalaian.

Rasulullah SAW bersabda: “Salah satu tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.”
(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi dan Ibnu Madjah)

Sesuatu yang tidak bermanfaat disini bersifat umum, bisa melihat, mendengar, berjalan, berpikir, dan seluruh aktivitas lahir maupun bathin yang lain. Hadits di atas sudah cukup untuk menjelaskan makna wara’ yang sebenarnya. Wara’ adalah meninggalkan setiap yang tidak jelas, yang tidak bermanfaat dan yang berlebihan. Apabila seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat dan mengerjakan sesuatu yang bermanfaat, maka telah sempurna dan baik Islamnya.

Selanjutnya agar diri kita terhindar dari perbuatan perbuatan yang tidak bermanfaat, hal hal sebagai berikut bisa kita jadikan patokannya, yaitu hindari berbicara secara berlebihan serta banyak tertawa; jangan berlebihan dalam melihat sesuatu; jangan berlebihan dalam mendengar sesuatu; jaga pikiran; jangan sampai makan berlebihan; jangan kebanyakan tidur; jangan kebanyakan bergaul.

Waspadalah, karena jalan yang kita lalui penuh dengan bahaya, sementara ahwa/hawa nafsu diciptakan dengan watak zhalim dan bodoh serta memiliki sifat yang menampilkan nilai nilai keburukan. Jika seorang hamba bertekad menempuh perjalanan menuju Allah, ahwa/hawa nafsu siap memperdaya dan menghadangnya.

Setelah diri kita mampu untuk berjihad untuk kepentingan jasmani dan ruhani diri kita sendiri, jangan lupa kita wajib berjihad pula untuk kepentingan keluarga, anak dan keturunan serta untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara secara bersamaan sebagai bukti kita pernah ada di muka bumi ini.

Kita tidak ingin membangun fatamorgana, secara kasat mata, anak anak terlihat baik baik saja, rajin belajar, bersikap ramah, tenang mengikuti pelajaran, nilainya juga bagus, namun ketika kita melihat dengan mata hati kita jauh ke dalam diri anak, ternyata itu hanya ada dipermukaan saja. Mereka anak yang rapuh, mudah menyerah, mudah putus asa, gandrung jalan pintas, mahir menjawab soal ujian, namun gamang menjawab persoalan kehidupan.
(Zukfikri Anas, dalam bukunya Kurikulum Untuk Kehidupan, AMP Press, Jakarta, 2017)

Jihad untuk kepentingan keluarga, anak dan keturunan, dapat kita lakukan melalui hal hal sebagai berikut: (1) selalu memberikan nafkah yang halal lagi bersih dari pekerjaan dan penghasilan serta diiringi dengan selalu menunaikan zakat, infaq dan sedekah; (2) menjadikan diri kita sebagai suri tauladan utama bagi keluarga sendiri; (3) tidak menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak dan keturunan kepada sekolah, melainkan jadikan pendidikan di dalam keluarga nomor satu; (4) anak shaleh dan shalehah ada karena kita sendiri yang merencanakannya menjadi ada, buang jauh jauh konsep anak shaleh dan shalehah turun dari langit untuk kita; (5) didik anak dan keturunan kita sesuai dengan masanya (sesuai dengan jamannya) dengan mengedepankan pendidikan akhlak (pendidikan mengenal diri dan Allah SWT) dibandingkan dengan pendidikan jasmani dan lain sebagainya.

Sedangkan jihad untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, juga harus kita lakukan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah ikhsan yang tidak terpisahkan dengan pelaksanaan rukun iman dan rukun islam; atau juga bisa sebagai pembuktian dari pelaksanaan napak tilas perjuangan keluarga Ibrahim as (ibadah sa’i); atau bisa juga melalui pembuktian dari hasil telah dibuangnya nilai nilai syaitaniah dalam diri sebagai wujud pelaksanaan ibadah jumroh; atau bisa juga sebagai bukti dari selalu ihram dan thawafnya diri kita di tanah halal, sebagai berikut: (1) melakukan bakti sosial sesuai profesi masing masing secara teratur dari waktu ke waktu; (2) mengambil peran di masyarakat sesuai dengan kemampuan, bakat dan profesi masing masing; (3) menjadi donator rutin untuk dana pemeliharaan masjid, atau menjadi orang tua asuh dan lain sebagainya secara jangka panjang; (4) mewakafkan waktu selama satu jam untuk kepentingan masyarakat setiap seminggu sekali seperti mengajar, memberikan bimbingan, memberikan motivasi untuk komunitas komunitas tertentu dalam masyarakat secara terstruktur secara jangka panjang, dan lain sebagainya. Intinya buat Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita. Jika ke empat hal yang kami kemukakan di atas ini bisa kita lakukan berarti kesempatan diri kita berumur panjang sudah kita miliki, yaitu dikenangnya diri kita melalui perbuatan baik yang dapat dinikmati oleh generasi yang datang kemudian hari. Hal yang harus kita pegang teguh agar selalu berumur panjang adalah jadikan niat ikhlas dalam mencari ridha sebagai pedoman kita

Jika kita ingin memperoleh kemakmuran satu tahun, tanamlah benih. Jika kita ingin memperoleh kemakmuran sepuluh tahun, tanamlah pohon. Jika kita ingin kemakmuran seratus tahun, didiklah manusia. (Kong Fu Tze (Confusius)

Dalam pelaksanaan jihad untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara ini, jangan pernah menunggu waktu yang tepat, jangan pernah menunggu ada teman yang akan membantu teman. Lakukan sekarang juga. Lakukan sendirian agar yang lain termotivasi dengan apa apa yang kita lakukan. Jangan pernah mendengarkan ocehan, omongan orang lain atas apa yang kita lakukan. Biarkan para pencemooh mencemooh kita, biarkan kritikus mengkritisi kita. Terus dan terus berkarya dengan tetap menjaga niat ikhlas untuk mengejar dan memperoleh ridha Allah SWT. Jika hal ini mampu kita lakukan sekarang ini berarti kita berani membayar mahal atas tiket masuk ke SyurgaNya Allah SWT.

Syurga itu mahal. Syurga bukanlah sesuatu yang bisa dikonversi dengan pahala. Syurga adalah bentuk penghargaan Allah SWT kepada umatnya yang telah sukses melaksanakan misinya sebagai khalifahNya di muka bumi. Sehingga masuk syurga hanya bisa terealisir melalui ridha dan rahmatNya semata. Semoga kita bisa bertemu, berkumpul dengan anak, keturunan kita masing masing. Amien.

Sebagai tambahan tentang jihad yang telah kami kemukakan di atas. Jihad juga bisa dibedakan menjadi beberapa kriteria, yaitu:

“Dari Ka’bah bin Ujrah ia berkata: Telah berlalu seorang lelaki dihadapan Nabi SAW lalu para sahabat Rasulullah melihat kekuatan dan ketangkasan orang itu, maka mereka berkata: Alangkah baik dan hebatnya orang itu, jika orang ini berjihad pada jalan Allah, Maka Rasulullah bersabda: Jika ia keluar berusaha untuk anaknya yang masih kecil kecil maka ia pada jalan Allah, dan apabila ia keluar berusaha untuk ke dua orang tuanya yang telah lanjut umurnya, maka ia pada jalan Allah, dan jika ia keluar berusaha untuk dirinya agar terpelihara kehormatannya, maka ia pada jalan Allah, dan jika keluar berusaha karena riya’ dan bermegah diri, maka ia pada jalan syaitan”. (Hadits Riwayat Ath Thabrani)

(1)   Jihad kepada nafsu (jihad kepada diri sendiri). Jihad ini wajib dan yang pertama tama dilaksanakan oleh tiap tiap orang yang beriman.

“Seutama utamanya jihad ialah orang yang berjihad terhadap nafsunya dalam berbakti kepada Allah yang Maha Mulia dan Maha Menang”.
(Hadits Riwayat Ath Thabrani)

Jihad kepada diri sendiri terdiri dari empat tingkatan, yaitu : (a) Diri supaya rajin mempelajari kebenaran atau agama yang benar, berdasarkan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW; (b) Diri supaya rajin dengan sekuat kuatnya menjalankan kebenaran yang telah di dapatnya dan dipelajarinya itu, karena kebenaran yang telah diperolehnya itu tidak akan berguna sama sekali, jika tidak dijalankan sebagaimana mestinya dan menurut kadar kekuatan dan kesungguhannya; (c) Diri supaya rajin menyerukan dan mensyiarkan kebenaran itu kepad orang banyak yang tidak atau belum mengetahuinya, sebab jika pengetahuan tentang kebenaran itu tidak disebarluaskan, sudah tentu tidak akan berguna, lagi pula dirinya tidak akan terlepas dari siksaan Tuhan; (d) Dalam menyerukan dan mensyiarkan kebenaran itu diri harus sanggup menahan berbagai rasa sakit, harus berani menderita bermacam macam kepayahan dan penderitaan, serta harus berani menghadapi ancaman dan rintangan yang diperbuat orang orang yang tidak atau belu mau menerima kebenaran.

(2)   Jihad kepada syaitan. Jihad kepada syaitan ini adalah juga wajib dan utama, hal ini dikarenakan bersungguh sungguh mencurahkan segenap tenaga dan upaya untuk mengalahkan syaitan yang terutama memerangi segala tipu muslihatnya yang menimbulkan keraguraguan.
   
(3)   Jihad terhadap ahli ahli penganiaya, ahli ahli berbuat jahat, dan ahli ahli bid’ah (pengubah peraturan peraturan agama Allah yang telah pasti). Jihad ini wajin dilakukan oleh setiap orang yang beriman jika ia telah berjihad terhadap dirinya (hawa nafsunya) dan terhadap syaitan. Jihad ini ada tingkatannya, yaitu dengan tangan atau anggota tubuh lainnya; dengan lisan atau semisalnya, dan dengan hati.

Seutama utamanya jihad itu ialah perkataann yang benar di hadapan raja yang durhaka (menganiaya) (Hadits Riwayat Ibnu Madjah)

“Berjihadlah kamu terhadap orang orang musyrik dengan harta bendamu, dan tanganmu dan lidahmu”. (Hadits Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan An Nassa’i)

Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (surat At Taubah (9) ayat 41)

(4)   Jihad terhadap orang kafir dan musyrik. Orang orang yang beriman wajib melaksanakan jihad ini setelah mereka sempurna melaksanakan jihad kepada hawa nafsu, jihad kepada syaitan dan jihad kepada ahli penganiaya. Jihad ini ada empat tingkatannya, yaitu: (a) Dengan tangan atau anggota badan lainnya; (b) Jika tidak kuasa dengan tangan, dengan lisan; (c) jika tidak kuasa dengan lisan, dengan hartanya atau yang serupa dengannya; (d) jika tidak pula kuasa dengan harta benda, dengan hati.

Sebagai penutup, berdasarkan uraian yang kami kemukakan di atas, berjihad itu sangat luas cakupannya yang berarti luas pula kesempatannya. Maukah kita memanfaatkannya.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Ali ibn Muhammad ad Dihami, Mengendalikan Hawa Nafsu, Upaya Meraih Ridha Allah, Qitshi Press, Jakarta,  2005.
2.      Syahminan Zaini Drs, Mengapa Manusia Harus Beribadah, Al Ikhlas, Surabaya, 1981.
3.      Ismail Faruqi, Syahrial Yusuf, 9 Kebiasaan Manusia Super Bahagia, Lentera Ilmu Cendekia, Jakarta, 2013.