Untuk dapat mengenal
Allah, kita harus mengenal diri.
Mengenal Allah itu tidak
sulit, yang sulit itu adalah mengenal diri.
Sudahkah kita mengenal Allah SWT?
Sudahkah kita mengenal diri sendiri? Dua buah pertanyaan yang mudah, namun
jawaban dari pertanyaan ini sangatlah sukar. Kita tidak bisa sembarangan untuk
bisa memiliki ilmunya. Jika salah maka salah pula pengertian dan pemahamannya.
Memiliki ilmu tentang Allah SWT dan juga ilmu tentang diri sangat penting bagi
kepentingan diri baik untuk kepentingan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.
Jangan sampai di usia yang telah
berada di persimpangan jalan, kita masih sibuk mencari dan menemukan Allah dan jati
diri kita sesungguhnya, lalu kapan lagi kita menikmati kenikmatan bertuhankan
kepada Allah SWT! Apakah mungkin di sisa usia ini kita masih memiliki
kesempatan untuk itu?
Usia dipersimpangan jalan adalah
sesuatu yang pasti sehingga segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan matang.
Jika ini kondisinya berarti baik dan buruknya keadaan di persimpangan jalan
sangat ditentukan oleh perjuangan saat masih muda atau saat usia produktif.
Jadi penyesalan terhadap tidak memiliki ilmu tentang Allah dan diri di usia
persimpangan jalan bukanlah sesuatu yang dikeluhkan. Melainkan buah dari
perjalanan hidup yang abai terhadap hal ini di saat usia muda.Alangkah indahnya
hidup dan kehidupan ini, apalagi saat berada di persimpangan jalan, jika kita
sudah mengetahui, sudah memahami, sudah menghayati dan sudah pula mengenal
Allah SWT dan mengenal diri lalu tinggal merasakan dan meraih apa yang seharusnya
kita raih dan rasakan lalu tercermin dalam perilaku kehidupan yang bermanfaat
bagi masyarakat luas.
Berikut ini akan kami kemukakan betapa
pentingnya kita mengenal diri yang kami ambil dari buku “Wilayah dan Shalat : Perantara ke Pendekatan Ilahi karya Allamah
Thahathaba’i dan Mirza Mahdi Isfahani, yang diterbitkan oleh penerbit
Citra, Jakarta, 2016, yaitu :
a.
Seorang yang cerdas adalah yang
mengenal dirinya dan melakukan segala sesuatu dengan ketutulusan.
b.
Mengenal diri itu lebih bermanfaat
daripada dua bentuk pengetahuan.
c.
Orang yang banyak tahu (arif) adalah
dia yang mengenal dirinya, dan membebaskan dan menghindarkan dari apapun yang
akan menjauhkannya dari Allah SWT.
d.
Kebodohan terbesar adalah orang yang
tidak mengenal dirinya.
e.
Kearifan terbesar adalah orang yang
mengenal dirinya.
f.
Orang orang yang paling kenal diri
mereka, lebih memiliki rasa takut terhadap Tuhan mereka.
g.
Intelektualitas terbaik adalah
pengenalan seseoang terhadap dirinya sendiri. Jadi, siapapun yang mengenal
dirinya maka ia adalah orang yang paling berilmu, sedangkan orang yang tidak
mengenal dirinya, akan jatuh tersesat.
h.
Aku heran kepada orang yang bisa
kehilangan sesuatu (miliknya) maka ia (langsung) mencarinya, sementara
kehilangn dirinya, ia tidak mencarinya.
i.
Aku heran kepada orang yang tidak
mengenal dirinya, bagaimana bisa ia mengenal Tuhannya.
j.
Tujuan dari pengetahuan bagi seseorang
(berilmu) ialah untuk mengenal dirinya.
k.
Bagaimana orang yang tidak mengenal
orang lain itu bisa mengenal dirinya sendiri.
l.
Cukuplah dikatakan berilmu seseorang ketika
mengenal dirinya.
m.
Cukuplah dikatakan bodoh seseorang
ketika tidak mengenal dirinya.
n.
Orang yang mengenal dirinya tidak akan
menjadi materialistis.
o.
Orang yang mengenal dirinya akan
berjuang dengannya.
p.
Orang yang tidak mengenal dirinya akan
melalaikannya.
q.
Orang yang mengenal dirinya niscaya
mengenal Tuhannya.
r.
Orang yang mengenal dirinya akan mulia
kedudukannya.
s.
Orang yang tidak mengenal dirinya akan
lebih tidak mengenal orang lain.
t.
Orang yang mengenal dirinya akan lebih
mengenal orang lain.
u.
Orang yang mengenal dirinya berarti
telah mencapai tujuan tertinggi dari setiap ilmu dan pengetahuan.
v.
Orang yang tidak mengenal dirinya
niscaya akan menjauh dari jalan keselamatan dan ia akan jatuh ke dalam
penyimpangan dan kebodohan.
w.
Pengenalan diri merupakan bentuk pengenalan
yang bermanfaat.
x.
Orang orang yang meraih pengenalan
diri, akan meraih kemenangan terbesar.
y.
Jangan sampai tidak mengenal dirimu,
karena orang yang tidak mengenal dirinya, ia tidak akan mengenali segala
sesuatu.
Secara keseluruhan, pengenalan diri
adalah jalan terbaik dan yang terdekat menuju kesempurnaan, dan ini tidak perlu
diragukan lagi.Bagaimanapun, inilah metode dalam menapaki jalan keselamatan dan
kesempurnaan.
Sebagai khalifah di muka bumi, apa
yang anda pikirkan setelah membaca, lalu merenungi tentang pentingnya mengenal
diri. Lalu sudah sampai di posisi manakah kita mengenal diri sendiri? Apakah
hanya sebatas jasmani dan ruhani semata? Jika kita hanya tahu sebatas itu, maka
sebatas itu pula kita tahu diri sendiri. Padahal ilmu tentang jasmani dan
ruhani sangatlah luas cakupannya dikarenakan banyak hal yang menyertai keduanya.
Ingat, adanya jasmani
dan ruh/ruhani pada diri kita, baru menghantarkan diri kita sebagai manusia
biasa. Akan tetapi untuk menjadikan diri kita sukses menjadi khalifah di muka bumi yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT, yang mampu pulang kampung ke syurga, tidak
cukup hanya mengandalkan serta bermodalkan jasmani dan ruh/ruhani semata.
Di lain sisi, Allah SWT menciptakan
kekhalifahan di muka bumi bukan sekedar untuk menciptakan manusia yang terdiri
dari jasmani dan ruhani dan bukan pula untuk regenerasi kekhalifahan yang ada
di muka bumi. Akan tetapi agar kemahaan dan kebesaran Allah SWT aktif dan juga
terlihat dengan jelas di dalam diri manusia sepanjang manusia itu tahu siapa
dirinya yang sesungguhnya dalam hal ini adalah: (1) manusia sebagai penampilan Allah
SWT di muka bumi; (2) manusia adalah gambaran dari sifat dan asmaNya; (3) manusia
adalah bayangan Allah SWT di muka bumi (khalifah);(4) manusia adalah pemandangan bagi penampilan
keindahan Allah SWT; (5) manusia adalah eksistensi Allah SWT bagi tersingkapnya
hijab Allah SWT; (6) manusia adalah
gudang perbendaharaan Allah SWT. Sudahkah kita tahu tentang hal ini?
Sebagai wujud tanggung jawab Allah SWT
untuk mensukseskan rencana besar kekhalifahan di muka bumi serta untuk
memudahkan serta melancarkan diri kita menjadi khalifah di muka bumi, maka Allah
SWT memberikan tambahan ataupun memberikan perlengkapan atau perhiasan kepada manusia
selain jasmani dan ruh/ruhani yang telah ada. Lalu apakah yang diberikan Allah
SWT itu? Yang Allah SWT berikan kepada setiap manusia adalah:
a.
Setiap
manusia diberikan modal dasar yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT (seperti
sifat qudrat, sifat iradat, sifat
kalam, sifat hayat, sifat ilmu, sifat sami’, sifat bashir) atau yang kami istilahkan dengan
Amanah yang 7, yang kesemuanya akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Allah
SWT di hari kiamat kelak.
b.
Setiap
ruh/ruhani telah disibghah atau telah disifati dengan sifat sifat ilahiah yang
berasal dari Nama Nama Allah SWT Yang
Indah yang mencerminkan Nilai Nilai Kebaikan sedangkan jasmani memiliki sifat
sifat alamiah yang mencerminkan Nilai Nilai Keburukan sehingga pada saat
keduanya bersatu terjadilah apa yang dinamakan dengan tarik menarik kepentingan
ruh/ruhani dengan kepentingan jasmani.
c.
Adanya
pertarungan antara jasmani dengan ruh/ruhani di dalam diri manusia yang
berakibat akan timbulnya apa yang dinamakan dengan kondisi jiwa manusia, dimana
jiwa manusia dapat digolongkan menjadi 2(dua) yaitu: jiwa Fujur (seperti jiwa hewani, jiwa amarah, jiwa mushawwilah)
dan jiwa Taqwa (seperti
jiwa lawwamah dan jiwa muthmainnah).
d.
Setiap
manusia telah diberikan apa yang dinamakan dengan af’idah atau perasaan serta akal yang diletakkan di dalam hati
Ruhani.
e. Adanya Hubbul (keinginan) sebagai motor penggerak untuk berbuat dan
bertindak seperti Hubbul Syahwat (ingin berhubungan dengan lawan
jenis), Hubbul Hurriyah (ingin
bebas), Hubbul Istitlaq (ingin
tahu), Hubbul Jam’i (ingin berkumpul),
Hubbul Maal (ingin harta), Hubbul Maadah (ingin dipuji) dan Hubbul Riasah (ingin jadi pemimpin).
f. Adanya Syaitan yang selalu menyertai
setiap manusia termasuk juga kepada Nabi dan Rasul dan juga adanya Malaikat
pencatat atau Malaikat Pengawas pada diri setiap manusia.
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan
yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan)
Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (surat Az
Zukhruf (43) ayat 36)
Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia
seorang malaikat, penggiring dan seorang malaikat penyaksi.Yang menyertai dia
berkata (pula): “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dialah yang
berada dalam kesesatan yang jauh”.
(surat
Qaaf (50) ayat 21-27)
g. Berdasarkan surat Al Anbiyaa (21) ayat
34, setiap manusia tidak ada yang kekal atau abadi selamanya hidup di dunia
ini.
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi
seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); Maka Jikalau kamu mati, Apakah
mereka akan kekal? (surat Al Anbiyaa’ (21) ayat 34)
h. Berdasarkan surat Al Mu’minuun (23)
ayat 33, setiap Manusia tanpa terkecuali dapat dipastikan memerlukan makanan
dan minuman untuk kepentingan Jasmani atau phisik. Tanpa adanya asupan makanan
dan minuman bagi kepentingan Jasmani, maka phisik atau jasmani manusia akan
menjadi lemah dan tidak mempunyai tenaga saat menjadi Khalifah di muka bumi.
dan berkatalah pemuka-pemuka yang
kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak)
dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) ini
tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, Dia Makan dari apa yang kamu makan,
dan meminum dari apa yang kamu minum.
(surat Al Mu’minuun (23) ayat 33)
i. Berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat
172, setiap ruh/ruhani manusia tanpa terkecuali sudah mengakui bertuhankan
kepada Allah SWT.
dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(surat Al A’raaf (7)
ayat 172)
Berdasarkan uraian di atas ini,
terlihat dengan jelas bahwa Allah SWT sangat cermat di dalam mempersiapkan
kekhalifahan yang ada di muka bumi ini, yang menunjukkan Allah SWT tidak
berkehendak kepada manusia yang dijadikannya khalifah gagal dalam melaksanakan
tugasnya. Jika ini adalah konsep dasar dari keberadaan manusia di muka bumi,
lalu sudahkah kita memiliki ilmu dan pemahaman yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT terutama tentang diri kita sendiri yang salah satunya adalah bentuk
penampilan Allah SWT di muka bumi? Semoga kita termasuk orang yang lebih banyak
belajar mengenai diri sendiri, daripada menilai orang lain sehingga kita tahu
diri dan tahu aturan serta tahu tujuan akhir.
Agar proses mengenal diri sendiri
tidak hanya sekedar basi basi dihadapan Allah SWT atau hanya ala kadarnya, ada
baiknya kita melakukan hal hal sebagai berikut: (1) Hargai diri sendiri sambil
melihat cermin lalu bertanyalah kepada diri sendiri masih sesuaikah diri kita
dengan konsep Allah; (2) Berhentilah untuk menilai setiap tindakan yang kita
lakukan; (3) Jangan minder karena penilaian orang lain karena kita tidak
bertanggungjawab kepadanya; (4) Berhentilah mencari kesalahan diri sendiri; (5)
Lupakan kenangan buruk masa lalu dan
jadikan kenangan itu sesuatu yang hanya kita lihat melalui kaca spion lalu
fokuslah ke masa depan; (6) Jangan mencoba untuk mengubah diri sendiri dengan
cara cara kita sendiri; (7) Menghargai ketrampilan dan bakat kita lalu
berbuatlah kebaikan; (8) Lakukan hal hal yang kita sukai dan jangan lupa
buatlah Allah SWT selalu tersenyum lebar kepada diri kita atau buatlah diri
kita menjadi kebanggaan Allah SWT lalu kita mampu menemukan dan bertemu Allah
SWT dalam diri kita masing.
Untuk mempertegas uraian di atas,
berikut ini akan kami kemukakan kisah Nabi Musa, as yang bisa kita jadikan
pelajaran saat hidup di muka bumi.
Suatu saat Nabi Musa as berkomunikasi
dengan Allah SWT. Nabi Musa as.: "Wahai Allah aku sudah melaksanakan
ibadah. Lalu manakah ibadahku yang membuat engkau senang?". Allah SWT:
“Syahadat mu itu untuk dirimu sendiri, karena dengan engkau bersyahadat maka
terbukalah pintu bagimu untuk bertuhankan kepadaKu. Allah SWT: "Shalat
mu bukan untuk Ku tetapi untukmu sendiri, karena dengan kau mendirikan shalat,
engkau terpelihara dari perbuatan keji dan munkar. Dzikir? Dzikirmu itu membuat
hatimu menjadi tenang. Puasa ? Puasamu itu melatih dirimu untuk memerangi hawa
nafsumu". Zakat itu untuk membersihkan apa apa yang telah engkau miliki.
Menunaikan Haji untuk menjadikan kamu menjadi lebih dekat kepadaKu setelah
berkunjung ke rumahKu.
Nabi Musa as: "lalu apa
ibadahku yang membuatmu senang ya Allah?" Allah SWT: "Sedekah,
Infaq, Wakaf serta akhlaqul karimah-mu yang menceriminkan Asmaul Husna. Itulah
yang membuat aku senang, Karena tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang
susah, kelaparan, aku hadir disampingnya. Dan aku akan mengganti dengan
ganjaran kepadamu”.
Jika kehadiran kita di muka bumi ini
bisa membuat Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita berarti kita sejalan
dengan kehendak Allah SWT atau sesuai dengan konsep Allah SWT dan berarti kita
juga telah mampu menampilkan penampilan Allah SWT melalui diri kita dan kitapun
mampu merasakan adanya Allah SWT dalam diri kita. Namun apabila kehadiran diri
kita di muka bumi membuat Allah SWT benci dan marah berarti ada yang salah
dalam diri kita dikarenakan kita tidak tahu dan tidak mengerti siapa diri kita
yang sesungguhnya dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya serta mengetahui dengan
pasti adanya hubungan antara diri kita dengan Allah SWT.
Sebelum semuanya
terlambat, selagi diri kita masih berada di persimpangan jalan, ayo gunakan
waktu yang tersisa untuk segera mempelajari dan memahami ilmu tentang diri dan
juga tentang Allah SWT saat ini juga. Ayo segera belajar karena belajar adalah
perintah Allah SWT. Jangan menunda nunda belajar karena kita tidak tahu kapan
kita sampai waktu Isya. Luangkan waktu untuk belajar dan jangan mencari cari
alasan untuk tidak mau belajar. Belajar untuk diri sendiri, bukan untuk orang
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar