Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 11 Desember 2021

MELIHAT ALLAH SWT! LALU RASAKANLAH KEBESARAN DAN KEMAHAANNYA (part 2 of 2)

 

C.     ALLAH SWT BERADA DI MANA SAJA. 

Sekarang mari kita lihat dimanakah Allah SWT berada? Apakah Allah SWT itu ghaib sehingga tidak bisa dilihat oleh mata? Allah SWT bukanlah sesuatu yang bersifat ghaib hal ini dikarenakan apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT dapat kita lihat dengan mata dan dapat kita rasakan melalui adanya tanda tanda kebesaran dan kemahaan Allah SWT melalui hati serta Allah SWT selalu berada di balik ciptaanNya dan juga selalu bersama tanda tandaNya melalui rasa keimanan yang ada dalam diri kita. Apa yang kami kemukakan akan menjadi sesuatu yang mustahil terjadi jika ada suatu ciptaan dan jika ada suatu tanda tanda dari kebesaran dan kemahaan tanpa ada yang menciptakan dan tanpa ada yang memberikan tanda tanda sebagai manifestasi kemahaan dan kebesaran pemilik tanda.

 Kenyataan yang terjadi saat ini adalah ciptaannya dapat kita lihat dengan mata, tanda tanda kebesaran dan kemahaannya dapat kita lihat melalui mata hati. Adanya hal ini menunjukkan kepada diri kita melalui keimanan bahwa Allah SWT pasti ada dibalik ciptaannya dan Allah SWT pasti ada dibalik tanda tandanya serta Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan kedua hal tersebut sampai kapanpun juga. Jika disetiap ciptaan yang ada di langit dan di muka bumi ini berlaku ketentuan seperti yang kami kemukakan di atas maka dapat dipastikan Allah SWT pasti berada di mana saja karena Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang telah diciptakanNya dan Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang dimilikiNya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 115 berikut ini: “dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui. 

[83] Disitulah wajah Allah maksudnya; kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah. 

Allah SWT berada di manapun, ada di barat, ada di timur, ada di utara, ada di selatan sehingga Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan segala apa yang diciptakanNya. Dan hal yang harus kita pahami tentang hal ini adalah yang berada di manapun dari Allah SWT bukanlah Dzatnya karena DzatNya Allah SWT berada di Arsy. Sedangkan yang ada di mana mana adalah kemahaan Allah SWT, kebesaran Allah SWT, pengawasan Allah SWT kekuasaan Allah SWT yang kesemuanya tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang diciptakanNya oleh sebab apapun juga. Jika sekarang Allah SWT berada di setiap apa apa yang diciptakanNya lalu diposisi manakah Allah SWT pada diri kita? Sepanjang manusia termasuk diri kita adalah ciptaan Allah SWT maka sepanjang itu pula keberadaan Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan diri kita. 

Dan yang menjadi persoalan adalah diri kita sendiri yang sering melepaskan diri dari Allah SWT dan jika sudah demikian berarti kita sendiri pula yang memberikan kesempatan bagi syaitan melaksanakan aksinya kepada diri kita, sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman:” Wahai anak Adam, jika engkau ingat kepadaKu pasti Aku juga akan ingat kepadamu, dan bila engkau lupa kepadaKu Akupun akan ingat kepadamu. Dan jika engkau taat padaKu pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan Aku. Engkau berpaling dariKu padahal Aku menghadap padamu. Siapakah yang memberimu makan di kala engkau masih janin dalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan memeliharamu sampai terlaksanalah kehendakKu atas dirimu, maka setelah Aku keluarkan engkau kea lam dunia engkau berbuat banyak maksiat. Apakah demikian seharusnya pembalasan kepada orang yang telah berbuat kebaikan kepadamu. (diriwayatkan oleh Abu Nashr Rabi’ah bin Ali Al Ajli dan Ar Rafii’: 272:182). Sekarang sudahkah kita mampu melihat dan merasakan Allah SWT yang sudah berada di manapun sepanjang ada ciptaanNya? Semoga kita mampu merasakan kehadiran Allah SWT melalui rasa keimanan yang ada di dalam dada sehingga saat diri kita beribadah terasa nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT selalu menyertai diri kita. Kondisi ini baru akan terjadi jika ibadah yang kita lakukan bukanlah untuk melepaskan kewajiban semata dan juga bukan untuk mencari pahala melainkan kita melaksanakan ibadah karena ibadah itu kebutuhan diri kita sehingga kita mampu merasakan hakekat dari ibadah tanpa melanggar syariat.  

Adanya keberadaan Allah SWT yang tidak akan bisa dipisahkan dengan segala apa yang diciptakanNya berarti keberadaan Allah SWT sangat dekat dengan diri kita dan juga siap memberikan pertolongan kepada diri kita sepanjang kita memohon kepada Allah SWT. Untuk itu tolong perhatikan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT yang terdapat di dalam surat            Al Ankabuut (29) ayat 41 berikut ini: “perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” Ayat ini mengemukakan bahwa Allah SWT yang keberadaanNya sudah tidak akan bisa dipisahkan dengan ciptaanNya telah menyatakan bahwa pelindung pelindung selain Allah SWT seperti melindungi diri dengan perlindungan sarang laba laba, sebuah rumah yang paling lemah karena tidak mampu melindungi penghuninya dari pengaruh luar ruangan seperti angin dan panas. 

Lalu jauhkah Allah SWT selaku pelindung diri kita? Jauh dekatnya perlindungan Allah SWT sangat tergantung kepada diri kita sendiri. Jika Allah SWT sudah tidak bisa dipisahkan dengan ciptaanNya berarti perlindungan Allah SWT kepada ciptaanNya juga sangat dekat dengan diri kita sepanjang diri kita mengimani perlindungan itu dekat dengan diri kita dan siap diberikan Allah SWT sepanjang syarat dan ketentuan dapat kita penuhi. Disinilah letaknya melaksanakan ibadah yang diikuti dengan ibadah Ikhsan yaitu melihat Allah SWT. Alangkah nikmatnya jika kita mampu beribadah dengan kemampuan melihat Allah SWT melalui rasa keimanan bahwa Allah SWT selalu bersama diri kita serta dekat dengan diri kita dan kitapun mampu menempatkan Allah SWT pada posisi yang sebenarnya, yaitu dekat yang tidak bisa terpisahkan dengan diri kita. 

Lalu rasakanlah nikmat bertuhankan kepada Allah SWT dari waktu ke waktu. Namun apa yang dikehendaki oleh Allah SWT belum tentu mampu kita laksanakan karena pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan syaitan yang mengakibatkan diri kita melakukan kesalahan atau berdosa. Tidak ada orang yang ada di muka bumi ini yang tidak melakukan kesalahan dan dosa. Lalu apa yang bisa kita perbuat dengan kondisi ini? Agar diri kita mampu lebih baik lagi dari waktu ke waktu, ada baiknya kita memperhatikan apa yang dikemukakan Allah SWT dalam surat Faathir (35) ayat 45 yang kami kemukakan berikut ini: dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. Ayat ini mengemukakan bahwa Allah SWT tidak hendak menyiksa manusia saat ini melainkan Allah SWT menangguhkan penyiksaan sampai waktu tertentu. Untuk apa Allah SWT menunda hal ini? 

Allah SWT menunda karena Allah SWT sayang kepada manusia dengan memberikan kesempatan ke dua untuk bertaubat, atau memberikan kesempatan kedua bagi yang memohon ampun kepadaNya sampai batas waktu yang ditentukan. Jika ini kondisinya berarti saat ini Allah SWT sedang menunggu taubat kita, Allah SWT sedang menunggu doa dan harapan yang kita panjatkan kepadaNya serta menunjukkan pula bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Sabar.. Dan jangan sampai Allah SWT sudah dekat yang sedekat dekatnya dengan diri kita hanya menunggu taubat semata seperti ayat di atas. Namun ketahuilah bahwa Allah SWT menunggu segala permohonan yang dimohonkan kepadaNya tanpa ada batasnya sepanjang kita mau mengajukan doa dan permohonan. Alangkah sayangnya Allah SWT kepada diri kita namun sangat disayangkan kita tidak mengerti kalau kita disayang oleh Allah SWT lalu menyianyiakan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita.

D.      SUJUD, PATUH, BERTASBIH KEPADA ALLAH SWT SELURUH ALAM. 

Sekarang mari kita melihat Allah SWT melalui patuh, tunduk, sujud dan bertasbihnya seluruh alam kepada Allah SWT seperti yang dikemukakan dalam surat Al Hajj (22) ayat 18 berikut ini: “Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” dan juga berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 1 berikut ini: “semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Serta berdasarkan surat An Nuur (24) ayat 41 sebagaimana kami kemukakan berikut ini: “Tidakkah engkau (Muhammad) tahu bahwa kepada Allahlah bertasbih apa yang di langit dan di bumi, dan juga burung yang mengembangkan sayapnya.Masing masing  sungguh telah mengetahui (cara) berdoa dan bertasbih. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.

 Berdasarkan ke tiga ayat yang kami kemukakan di atas ini, seluruh apa apa yang ada di langit dan di bumi, seperti bulan, bintang, gunung, hewan, tumbuhan, burung, air dan udara masing masing telah mengetahui (cara) berdoa, cara tunduk patuh, cara bersujud, serta cara bertasbih kepada Allah SWT. Sedangkan berdasarkan surat Al Israa’ (17) ayat 44 berikut ini: “langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” dikemukakan bahwa cara bertasbihnya, cara tunduk patuhnya segala apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT tidak dimengerti oleh manusia. Manusia hanya bisa melihat sisi keteraturan dari ciptaan Allah SWT semata. Untuk itu lihatlah keteraturan matahari, bulan, bumi yang beredar sesuai dengan garis edarnya masing masing sebagai bentuk ketertundukkan mereka kepada Allah SWT. Dalam hal ini terhadap apa apa yang telah ditetapkan berlaku kepadanya. Tidak ada satupun yang keluar jalur dari apa apa yang telah  ditetapkan Allah SWT berlaku kepada seluruh apa apa yang telah diciptakannya.

 

Selain daripada itu, kita juga bisa mendengar langsung kicauan burung, namun pernahkah kita tahu dan mengerti isi dari kicauan burung tersebut. Namun yang jelas adalah burung berkicau bukanlah sembarangan berkicau, tetapi itu juga bermakna sebagai salah satu wujud bertasbihnya burung kepada Allah SWT. Dan ingat tasbihnya burung bukanlah tasbih untuk meminta balasan, tetapi tasbihnya sebagai wujud dari patuh dan taatnya burung kepada Allah SWT tanpa pamrih. Jika burung dengan kasat mata sudah mampu memperlihatkan secara langsung tasbihnya kepada Allah SWT dihadapan diri kita lalu bagaimana dengan diri kita? Jika kita tidak mampu bertasbih sebagai wujud patuh dan taatnya diri kita kepada Allah SWT berarti tidak berlebihan jika burung lebih baik dari diri kita.

 

Berikut ini akan kami kemukakan bentuk lain dari sujud, patuh dan bertasbihnya apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi, yang kami hubungkan dengan keadaan yang terjadi di sekeliling kita, yaitu: (a) Padi, Tikus dan Wereng bertasbih dan sujud kepada Allah  SWT, sekarang relakah padi; sudikah padi, bersediakah padi, ikhlaskah padi, di makan oleh manusia yang tidak mau sujud dan yang tidak mau bertasbih kepada Allah SWT; (b) Air dan Udara bertasbih dan sujud kepada Allah SWT, sekarang relakah air dan udara, sudikah air dan udara, bersediakan air dan udara, ikhlaskah air dan udara, jika dipergunakan oleh manusia yang membutuhkannya dimana manusia tersebut justru melakukan perbuatan dan tindakan yang berseberangan dengan perbuatan air dan udara kepada Allah SWT? Dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa jengkel dan rasanya sangat marah jika kita memberikan sesuatu kepada orang lain, katakanlah memberikan sejumlah uang, lalu uang tersebut dipergunakan untuk foya-foya atau untuk membiayai perbuatan maksiat atau untuk berjudi.

  Hal yang sama juga terjadi pada padi, air dan udara yang juga merasa jengkel, marah, tidak suka, kepada manusia yang perilakunya sangat berseberangan dengan perilaku dirinya sedangkan manusia itu sendiri mempergunakan diri mereka untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk itu jangan pernah salahkan tikus ataupun juga wereng jika ia menjadi hama padi atau memakan padi secara sporadis sebab padi lebih suka, padi lebih ikhlas, padi lebih rela di makan oleh tikus dan juga wereng karena mereka semua sama-sama bertasbih dan sujud kepada Allah SWT seperti yang padi lakukan dibandingkan dengan manusia atau petani yang mengolah padi atau jangan pernah salahkan air dan juga udara jika air tiba-tiba menjelma menjadi banjir bandang atau malah menghilang atau jika udara yang bergerak menjelma menjadi angin puting beliung atau bahkan menjadi badai yang menghancurkan dan meluluh lantakkan apa-apa yang ditemuinya.

 Jika saat ini masih hidup berarti kita hidup di muka bumi. Dimana bumi beserta apa apa yang ada di dalamnya semuanya bertasbih, sujud serta patuh kepada Allah SWT. Lalu apa yang terjadi jika udara yang kita hirup, air yang kita konsumsi, yang kesemuanya diciptakan oleh Allah SWT sehingga kesemuanya tidak bisa melepaskan diri dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT melakukan ketertundukan kepada Allah SWT sedangkan kita yang menghirup udara dan mengkonsumsi air justru bersikap bertolak belakang dengan melakukan keengkaran kepada Allah SWT? Jika sampai ini terjadi pada diri kita berarti terjadilah apa yang dinamakan dengan ketidakridhaan dari bumi, dari udara, dari air kepada diri kita. Air yang seharusnya membawa berkah justru membawa bencana. Udara yang seharusnya nyaman justru menjadi bencana atau bumi yang seharusnya tenang menjadi bergejolak karena ulah kita yang berseberangan dengan apa yang dilakukan yaitu tunduk, patuh, bertasbih kepada Allah SWT.

 Akhirnya, jangan pernah salahkan padi yang lebih suka dimakan wereng dan tikus dikarenakan keduanya bertasbih kepada Allah SWT dibandingkan dengan petaninya yang bersikap sesuai dengan kehendak syaitan. Jangan pernah salahkan air yang menjadi bencana karena ulah manusia yang merusak sunnatullah yang berlaku pada air, yaitu air selalu turun dari atas ke bawah. Selanjutnya jika kita menyadari bahwa kita bukan yang menciptakan apa apa yang ada di langit dan di bumi maka tidak ada jalan lain kitapun harus menyesuaikan diri dengan apa apa yang ada di langit di bumi yaitu tunduk, patuh serta berstasbih kepada Allah SWT seperti tunduk, bertasbihnya makhluk makhluk Allah SWT yang ada di muka bumi saat ini juga. Jangan pernah menunda nunda untuk berbuat hal seperti ini karena kesempatan untuk berbuat hanya ada pada sisa usia kita.

E. YANG MENURUNKAN AIR HUJAN DARI LANGIT LALU MENYUBURKAN TANAH. 

Sekarang mari kita lihat Allah SWT melalui hujan yang diturunkan dari langit yang dikemukakan dalam surat Al Hajj (22) ayat 63 berikut ini: Apakah kamu tiada melihat, bahwasanya Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi itu hijau? Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui.”  lalu perhatikan juga apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Zumar (39) ayat 21 berikut ini: “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”  Kedua ayat di atas ini, menunjukkan kepada diri kita bahwa secara kasat mata kita tidak bisa melihat Allah SWT. Akan tetapi kita bisa secara kasat mata mampu melihat Allah SWT melalui salah satu ciptaanNya yaitu Allah SWT menurunkan air melalui hujan yang turun dari langit. 

Hujan bisa kita lihat dan kita rasakan secara langsung saat kita hidup di muka bumi ini, namun hujan yang kita lihat  dan rasakan bukanlah semata mata ciptaan Allah SWT. Hujan juga merupakan tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT. Dan dengan adanya hujan yang tidak lain adalah tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT berarti Allah SWT pasti ada dan tidak ghaib keberadaannya, hal ini terbukti dari adanya hujan yang merupakan tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT.Lalu dimanakah Allah SWT itu? Allah SWT pasti ada di balik keberadaan air yang turun melalui hujan (Allah SWT tersembunyi dibalik keberadaan air yang turun melalui hujan) sehingga di setiap air yang turun melalui hujan dapat dipastikan ada Allah SWT yang menyertainya. Sekarang ada apa dibalik turunnya air melalui hujan? Air yang turun melalui hujan bukanlah semata mata turunnya air dari langit untuk menyuburkan tanah. 

Air yang turun melalui hujan juga merupakan cara dan metode Allah SWT untuk mensirkulasi air dari satu tempat ke tempat lain serta metode Allah SWT untuk menambah jumlah air yang ada dan yang dibutuhkan di muka bumi untuk seluruh makhluknya. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT sangat berkuasa kepada air dan juga kepada hujan, termasuk di dalamnya berkuasa terhadap air yang sudah ada di bumi. Jika hal ini sudah ditunjukkan oleh Allah SWT melalui air yang turun melalui hujan dan juga melalui air yang ada di muka bumi, lalu bisakah kita menciptakan hujan dan juga air? Sampai dengan kapanpun juga manusia termasuk diri kita tidak akan mampu menurunkan hujan dan juga menciptakan air dan hal ini juga dibuktikan dengan tidak adanya produk substitusi atau produk pengganti yang bisa menggantikan air. 

Kita hanya bisa melihat, menyaksikan, mendengar, merasakan turunnya air melalui hujan serta hanya bisa mempergunakan air untuk kepentingan hidup dan kehidupan kita. Lalu apa yang harus kita sikapi dengan kondisi ini? Jadikan ketentuan yang ada di dalam hadits berikut ini sebagai pernyataan keimanan diri kita. Ibn Mas’ud ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Sesungguhnya barangsiapa berkata: Hujan telah turun kepada kami karena bintang ini atau bintang itu, maka sungguh ia telah kufur kepadaKu dan beriman kepada bintang itu. Sebaliknya barangsiapa berkata: Allah telah menurunkan hujan kepada kami, maka ia telah beriman kepadaKu dan kufur kepada bintang itu. (Hadits Qudsi Riwayat Ath Thabrani; 272:33). Hadits ini melarang diri kita untuk mengatakan bahwa hujan turun karena bintang ini dan bintang itu, atau karena sebab sebab yang bersifat klenik. Kita wajib mengatakan bahwa hujan turun karena Allah SWT semata. 

 Selanjutnya yang harus kita sikapi adalah kita harus bersikap dan berbuat serta melakukan seperti air yang air lakukan kepada Allah SWT yaitu sujud, patuh dan tunduk serta bertasbih kepada Allah SWT. Sebagaimana firmanNya berikut ini: “semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (surat Al Hadiid (57) ayat 1).” Jika sampai kita berseberangan dengan air maka air tidak akan pernah ridha jika kita konsumsi dan pergunakan untuk kepentingan hidup dan kehidupan kita sehingga air lebih suka menjadi banjir ketimbang diambil manfaatnya oleh diri kita.  

Di lain sisi, walaupun diri kita sudah berkesesuaian dengan perilaku dan perbuatan air tidak serta merta kita bisa memperlakukan air dengan sekehendak hati kita. Agar air mau memberikan manfaat secara sukarela atau ridha dimanfaatkan oleh diri kita maka kita diwajibkan oleh Allah SWT untuk membaca Basmallah sebelum memanfaatkan air. Dengan diri kita membaca Basmallah berarti kita telah mengatakan kepada air yaitu atas nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, engkau ku konsumsi (engkau ku pergunakan) maka ridhalah air kepada diri kita. Sekarang lihatlah tubuh kita yang sebahagian besar terdiri dari unsur air yang berarti kita tidak bisa melepaskan diri dari air sedangkan kita tidak bisa menciptakan air. Jika sudah seperti ini keadaannya maka kita harus menghargai air, menghormati air sebagai bagian yang tidak bisa dilepaskan dari Allah SWT selaku penciptanya. Terkecuali jika kita tidak lagi membutuhkan air, berbuatlah semena mena dengan air lalu bersiaplah merasakan betapa tidak enaknya, betapa susahnya hidup tanpa air. Air sangat kita butuhkan, namun jika sesuatu yang kita butuhkan justru kita berlakukan tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh air kepada Allah SWT berarti kita juga telah  mengabaikan atau tidak memperdulikan Allah SWT yang selalu menyertai air. 

Kondisi inilah yang paling berbahaya yaitu kita butuh kepada air namun meniadakan atau mengabaikan Allah SWT selaku pencipta air dan yang juga selalu menyertai air. Jika ini yang terjadi Allah SWT menjadi murka kepada diri kita dan air yang seharusnya bermanfaat bagi kita tetapi justru menyerang diri kita melalui banjir, kekeringan dan lain sebagainya. Ayo sadari dengan sesadar sadarnya bahwa Allah SWT selalu berada di balik keberadaan air sampai kapanpun juga lalu bijak dan berhematlah saat mempergunakan air dalam hidup dan kehidupan kita karena air juga sangat dibutuhkan oleh anak dan keturunan diri kita sendiri yang akan ada di kemudian hari. Jangan sampai kita menganiaya mereka karena ulah diri kita yang tidak peduli dengan air.   

F.  YANG MENCIPTAKAN, YANG MENGHIDUPKAN DAN YANG MEMATIKAN MANUSIA.

 Sekarang mari kita lihat Allah SWT berdasarkan surat Al Mu’min (40) ayat 67 sampai 69 dan surat Al Hajj (22) ayat 66 yang kami kemukakan di bawah ini, dimana kita tidak bisa melihat Allah SWT secara kasat mata, namun kita hanya bisa melihat Allah SWT melalui penciptaan manusia, menghidupkan dan mematikan manusia yang ada di muka bumi ini. Kita bisa melihat secara kasat mata orang yang sedang mengandung anak, kita bisa juga melihat bayi yang baru dilahirkan dan juga kita bisa melihat secara langsung orang yang meninggal dunia.

Lalu siapakah diri kita? Apakah diri kita juga termasuk yang dikemukakan dalam surat Al Mu’min (40) ayat 67, 68, 69 berikut ini:“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya). Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, Maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya: "Jadilah", Maka jadilah ia. Apakah kamu tidak melihat kepada orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah? Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan?”

Jawaban dari pertanyaan ini adalah kita termasuk yang diciptakan oleh Allah SWT yang lalu diangkat menjadi khalifahNya di muka bumi. Kita juga merupakan tanda tanda dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT serta keberadaan diri kita tidak bisa dilepaskan dari Allah SWT karena Allah SWT selalu menyertai diri kita dimanapun kita berada, sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam, jika engkau ingat kepadaKu pasti Aku juga akan ingat kepadamu, dan bila engkau lupa kepadaKu Akupun akan ingat kepadamu. Dan jika engkau taat kepadaKu pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan Aku. Engkau berpaling dariKu padahal Aku menghadap kepadamu. Siapakah yang memberimu makan di kala engkau masih janin di dalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan memeliharamu sampai terlaksanalah kehendakKu atas dirimu, maka setelah Aku keluarkan engkau ke alam dunia engkau banyak berbuat maksiat. Apakah demikian seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan kepadamu”.(Hadits Riwayat Abu Nashr Rabiah bin Ali al Ajli dan Ar Rafi’i; 272:182). Dan ingat, kita juga yang akan dimatikan oleh Allah SWT dengan cara memisahkan ruh/ruhani dengan jasmani pada saat yang telah ditentukanNya. Ruh/Ruhani akan pulang sementara waktu ke alam barzah sedangkan jasmani akan dimakamkan di tanah (tempat pemakaman) sebagaimana firmanNya berikut ini: “dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), Sesungguhnya manusia itu, benar-benar sangat mengingkari nikmat. (surat Al Hajj (22) ayat 66).”

 

Untuk mempertegas tentang keberadaan diri kita di muka bumi sebagai tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT, berikut ini akan kami kemukakan hakekat dari diri kita yang tidak lain adalah: (1) Simbol dari penampilan Allah SWT di muka bumi; (2) Simbol dari keghaiban Allah SWT (terutama tentang Ruh); (3) Simbol dari pemandangan bagi penampilan keindahan Allah SWT; (4) Simbol dari gudang perbendaharaan Allah SWT selalui ibadah Zakat, Infaq dan Shadaqah; (5) Simbol dari gambaran dari sifat dan AsmaNya Allah SWT serta Simbol dari Eksistensi Allah SWT bagi tersingkapNya hijab Allah SWT. Jika kita menyadari hal ini betapa mulianya diri kita karena mampu menunjukkan Islam rahmat bagi seluruh alam. 

 Di lain sisi, kita juga bisa melihat Allah SWT melalui orang yang meninggal dunia. Adanya orang yang meninggal dunia menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT Maha Berkuasa di muka bumi, yaitu selain mampu menghidupkan juga mampu mematikan manusia. Lalu apakah ketentuan ini hanya berlaku untuk orang lain kepada diri kita tidak? Ketentuan mematikan berlaku kepada seluruh umat manusia termasuk di dalamnya diri kita pasti akan dimatikan oleh Allah SWT. Dan jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti saat ini kita sedang menuju ke liang kubur (menuju kematian). Hal yang harus kita yakini adalah kecepatan menuju liang kubur bersifat konstan yaitu berkecapatan 60 (enam puluh) menit per jam serta kita juga telah diingatkan oleh Allah SWT untuk memanfaatkan sisa usia yang ada pada saat ini terkecuali jika kita bermaksud mengingkari nikmat Allah SWT. Jangan sampai terlambat memanfaatkan sisa usia yang tersedia karena kita tidak tahu kapan Malaikat Maut datang kepada diri kita serta yang pasti adalah pesan pesan dari Malaikat Maut sudah sampai kepada diri kita melalui mata yang sudah tidak awas lagi, melalui semangat yang sudah mengendur, melalui kaki dan tangan yang sekarang sudah mulai gemetar dan lemah serta melalui rambut yang sudah tidak hitam lagi. 

Hal yang harus kita ingat adalah mati atau suatu kematian adalah kepastian yang tidak bisa kita hindari. Tidak harus kaya dahulu baru mati, tidak harus tua dahulu baru mati, tidak harus memiliki jabatan dahulu baru mati, tidak harus sarjana dahulu baru mati, tidak harus berhaji dahulu baru mati, tidak harus berkeluarga dahulu baru mati. Mati adalah rahasia Allah SWT  lalu sudahkah diri kita mempersiapkan diri untuk menuju kematian? Ayo gunakan waktu yang tersisa dengan manajemen waktu yang baik dan benar karena waktu tidak bisa diputar ulang dan jangan sampai diri kita menjadi yang merugi di akhirat kelak. Sekarang semuanya sangat terpulang kepada diri kita sendiri, mampukah kita melihat kebesaran dan kemahaan Allah SWT melalui kematian manusia serta yang juga pasti terjadi pada diri kita. Jika saat ini kita masih hidup berarti kita sedang menuju kepada kematian namun nomor urut belum sampai kepada diri kita. Ayo segera persiapkan kematian dengan sebaik baiknya karena kecepatan menuju liang kubur memiliki rumus kecepatan tertentu, yaitu: 60 (enam puluh) menit per jam. Rumus ini berlaku konstan dan akan mengurangi dengan pasti sisa usia yang kita miliki.

H.      YANG MEMPERGANTIKAN SIANG DAN MALAM. 

Sekarang mari kita lihat Allah SWT melalui mata telanjang. Kita bisa melihat terjadinya silih bergantinya malam dan siang seperti yang terdapat di dalam surat Ali Imran (3) ayat 190 berikut ini: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” dan juga yang terdapat dalam surat Yunus (10) ayat 6 berikut ini:“Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.”  Dan masih masih berdasarkan ayat di atas bahwa terjadinya pertukaran malam dan siang merupakan tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran serta kekuasaan Allah SWT bagi orang yang berakal dan juga bagi orang yang bertaqwa. Adanya syarat yang dikemukakan oleh Allah SWT tentang silih bergantinya siang dan malam di atas, menunjukkan kepada diri kita hanya orang orang yang berakal dan hanya orang orang yang bertaqwa yang mampu menyatakan bahwa adanya siang dan malam merupakan adalah tanda tanda kebesaran dan kemahaan serta kekuasaan Allah SWT. Sekarang bagaimana dengan orang yang tidak memenuhi kriteria di atas? Adanya perbedaan kriteria akan menghasilkan pernyataan yang berbeda pula. Orang yang tidak memenuhi kriteria di atas akan menyatakan silih bergantinya malam dan siang adalah proses alam.

 

Silih bergantinya siang dengan malam akan melahirkan apa yang dinamakan dengan waktu. Lahirnya waktu akan memudahkan diri kita melaksanakan ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT berlaku,  yang kesemuanya sangat berhubungan erat dengan waktu. Mendirikan shalat lima waktu terikat dengan waktu, melaksanakan puasa Ramadhan terikat dengan waktu, menunaikan zakat terikat dengan waktu (dalam hal ini haul), melaksanakan ibadah Haji juga terikat dengan waktu seperti Wukuf di Arafah, mabid di Muzdalifah, melontar Jumroh, serta berkurban.  Sekarang apa jadinya jika Allah SWT tidak mempergantikan siang dan malam? Dapat dipastikan kita akan susah untuk melaksanakan ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT.  

Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti kita akan berhadapan dengan waktu waktu untuk beribadah. Dimana waktu waktu ibadah tidak bisa terlepas dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT serta Allah SWT bersama dengan waktu tersebut. Untuk itu sadarilah sejak saat ini juga bahwa pada saat diri kita melaksanakan atau menunaikan ibadah selalu berada di dalam waktu yang Allah SWT miliki lalu apakah kita akan menyianyiakan ibadah dengan berlaku tergesa gesa, terburu buru serta tanpa kekhusyuan? Alangkah ruginya jika kita tidak mampu beribadah sesuai dengan kehendak Allah SWT pada waktu untuk beridah hanya ada pada sisa usia kita.  

Bicara waktu, maka kita akan berhadapan dengan ketentuan tentang waktu yang menyatakan waktu adalah uang (maksudnya waktu sangat berharga laksana uang) dan juga waktu adalah modal dasar kehidupan karena di dalamnya ada kesempatan bagi diri kita untuk berbuat dan melaksanakan tugas sebagai Abd’ (hamba) dan juga sebagai khalifah di muka bumi. Dan jika kita termasuk orang yang berakal maka kita harus mengetahui dan menyadari bahwa kehidupan dunia tidak digunakan untuk bersenang senang. Oleh karena itu kita harus berhati hati dalam mempergunakan dan memanfaatkan waktu dalam setiap kesempatan. Ingat, di dalam ketentuan waktu juga berlaku ketentuan “ waktu tidak bisa diputar ulang serta menyesal adanya di kemudian hari”. Jika kita termasuk orang yang beriman dan beramal shaleh maka kita harus memanfaatkan waktu karena yang singkat adalah waktu serta waktu bukanlah sesuatu yang menunggu diri kita.  

 

Hal yang harus pula kita ketahui dengan kesadaran yang tinggi adalah waktu adalah harta yang paling berharga saat kita hidup di dunia ini. Hal ini dikarenakan hanya di dalam waktu yang tersisalah kita bisa melakukan apa apa yang dikehendaki Allah SWT dan hanya di dalam waktu itupula kita bisa menikmati apa yang dinamakan dengan harta kekayaan, kesenangan dunia serta merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT dan juga bisa berbuat kebaikan. Jangan sampai kita lalai saat masih berusia muda serta menyesal di hari tua akibat tidak bisa memanfaatkan waktu. Menyesal dan penyesalan tidak ada gunanya jika waktu telah berlalu karena jika waktu habis berarti selesai sudah hidup kita di dunia ini. Ayo segera manfaatkan waktu itu sebelum diri kita ditinggalkan oleh sang waktu.   

I.      YANG MENJADIKAN MANUSIA BERMACAM MACAM SUKU BANGSA, RAS DAN WARNA KULIT.

 Kita juga bisa melihat Allah SWT melalui bermacam macam suku bangsa yang ada di muka bumi ini, melalui adanya perbedaan suku, melalui bermacam macam ras, melalui keturunan, melalui warna kulit dan juga melalui berbagai macam bahasa yang dipergunakan oleh umat manusia serta melalui perbedaan adat dan kebiasaan yang sangat beragam. Hal ini seperti yang termaktub dalam surat Al Hujurat (49) ayat 13 berikut ini: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” dan juga berdasarkan surat Ar Ruum (30) ayat 22 sebagaimana berikut ini:“dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” Allah SWT menciptakan perbedaan perbedaan hal ini bukanlah tanpa maksud dan tujuan yang tertentu, terutama untuk saling kenal mengenal diantara satu dengan yang lainnya.  Hal yang harus kita jadikan pedoman saat hidup di muka bumi ini adalah adanya perbedaan bangsa, suku, ras, keturunan, warna kulit, bahasa, budaya, adat istiadat bukanlah parameter yang dipergunakan oleh Allah SWT untuk menilai keberhasilan manusia saat menjadi khalifah di muka bumi.

 

Allah SWT telah memiliki parameter tersendiri di dalam menilai keberhasilan Abd’ (hamba) yang sekaligus juga khalifahNya di muka bumi, dalam hal ini adalah parameter ketaqwaan. Adanya parameter ketaqwaan yang diterapkan oleh Allah SWT maka Allah SWT tidak akan pernah memandang bangsa, tidak akan pernah memandang suku, tidak akan pernah memandang ras, tidak akan pernah memandang keturunan, tidak akan penah memandang harta, tidak akan pernah memandang pangkat dan jabatan, tidak akan pernah memandang warna kulit dan juga tidak akan pernah memandang bahasa yang dipergunakan, tidak memandang penampilan manusia dari penampilan kulit luar saja, apalagi menilai berdasarkan budaya dan adat istiadat.

 

Jika sudah seperti ini maka tidak ada jalan lain bagi diri kita yang saat ini masih diberi kesempatan hidup di muka bumi untuk segera membuang jauh jauh paham dan  pengertian hanya bangsa tertentu, suku tertentu, keturunan tertentu, ras tertentu, warna kulit tertentu, pangkat dan jabatan tertentu, memiliki kekayaan tertentu, budaya dan adat istiadat tertentu, bahasa tertentu, penampilan tertentu,  yang lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Disinilah letak adanya prinsip heterogen dalam hidup dan kehidupan manusia dan ketentuan ini sudah menjadi ketetapan Allah SWT dan dari sini pulalah kita bisa melihat Allah SWT secara kasat mata Allah SWT melalui prinsip heterogenitas manusia dan prinsip heterogenitas ini menjadi tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT. Serta di balik keberadaan prinsip heterogenitas ini ada Allah SWT yang selalu menyertainya.

 

Allah SWT selaku pencipta kekhalifahan di muka bumi, sudah menetapkan adanya prinsip  heterogen dalam hidup dan kehidupan manusia sehingga konsep ini harus kita jalankan dengan sebaik baiknya. Kita tidak bisa merubah konsep heterogen menjadi konsep homogen karena adanya kepentingan tertentu, seperti kepentingan politik praktis. Hal yang harus kita jadikan pedoman saat hidup di muka bumi ini adalah adanya perbedaan bangsa, suku, ras, harta, pangkat dan jabatan, keturunan, warna kulit, bahasa, penampilan jasad, bukanlah parameter yang dipergunakan oleh Allah SWT untuk menilai keberhasilan manusia saat menjadi khalifah di muka bumi sebagaimana hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk tubuh dan harta benda kalian, tetapi memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian”. (Hadits Riwayat Muslim dan Ibnu Majah) 

Jika sekarang ada kelompok tertentu tidak bisa menerima konsep heterogenitas sehingga menyatakan hanya golongannya saja yang terbaik, hanya kelompoknya saja yang diterima oleh Allah SWT yang lain tidak. Bertanyalah kepada hati nurani kita sendiri, siapakah diri kita dan siapakah Allah SWT? Jangan sampai kita yang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT menjadi tuan rumah menggantikan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari langit dan bumi atau menjadi fir’aun fir’aun generasi baru. 

Sekarang kita sudah bisa melihat Allah SWT berdasarkan 8 (delapan) hal yang kami kemukakan di atas ini berarti modal utama untuk melaksanakan ibadah Ikhsan yang tidak lain cerminan diri kita sudah kita miliki. Ingat, kemampuan melihat Allah SWT bukanlah perkara mudah untuk melakukakannya. Untuk itu hal yang pertama yang harus kita miliki adalah sudahkah kita memiliki Ilmu tentang Diinuil Islam yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hanya dengan proses belajar yang berkesinambungan yang dibarengi dengan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah barulah kita bisa melihat Allah SWT seperti yang telah kami uraikan di atas. 

Sebagai khalifah di muka bumi ketahuilah masih banyak hal yang bisa kita lakukan untuk melaksanakan ibadah Ikhsan. Agar ibadah Ikhsan mampu kita laksanakan dengan sebaik baiknya mari kita lanjutkan pembahasan ini. Diinul Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu Iman,Islam, dan Ikhsan. Oleh karena itu, seorang mukmin hendaknya tidak hanya  memandang Ikhsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari keimanan seseorang. Lalu bagaimana caranya? Dalam rangka mengejawantahkan ibadah Ikhsan bagi makhluk sosial seperti manusia, khususnya kaum muslim ialah dengan cara berbuat baik. Karena dengan pemahaman Ikhsan ini kita merasa selalu diawasi oleh Allah Yang Maha Melihat, dengan begitu kita tidak akan mau melakukan perbuatan buruk, kalaupun sampai terbersit maka tetap saja kita tidak akan mau mengerjakannya disebabkan Ihsan tadi. Selain berbuat baik, Ikhsan juga merupakan salah satu cara agar kita bisa khusyuk dalam beribadah kepada Allah. 

Ingatlah selalu bahwa setiap orang yang mampu melaksanakan ibadah Ikhsan dalam kerangka melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, maka ia akan selalu rajin berbuat kebaikan, konsisten berbuat kebaikan, tidak pernah bosan berbuat kebaikan,  karena dia berusaha membuat senang Allah SWT (membuat Allah SWT tersenyum) karena selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah SWT pasti melihat segala perbuatan yang dilakukannya, sebagaimana 3 (tiga) buah firman Allah SWT yang akan kami kemukakan di bawah ini: 

Allah SWT berfirman: “dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.(surat Qaaf (50) ayat 16 sampai 18) 

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (Surat Al Fajr (89) ayat 14) 

Allah SWT juga berfirman: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (surat Al Baqarah (2) ayat 284) 

Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi, ketahuilah bahwa di dalam AlQuran banyak terdapat ayat ayat yang berbicara tentang ibadah Ikshan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam AlQuran. Dan Rasulullah pun sangat memberi perhatian terhadap permasalahan Ikhsan ini. Hal ini dikarenakan ibadah Ikhsan merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Dan puncak semua pengajaran yang dilakukan Rasul pun mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Bahkan, di antara hadits-hadits mengenai ibadah Ikhsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini.  Rasulullah SAW. menerangkan mengenai Ikhsan ketika ia menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang Ikhsan dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”(Hadits Riwayat Muslim). 

Ibadah Ikhsan sebagai puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah SWT. Sebab, melalui ibadah Ikhsan akan menjadikan diri kita menjadi sosok yang mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT, sebagaimana firmanNya dan juga hadits berikut ini: Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (surat An Nahl (16) ayat 90). Dan juga berdasarkan hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik.” (Hadits Riwayat Muslim).  Dan sebaliknya, jika seorang Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi  tidak mampu mencapai target ini (tidak mampu melaksanakan puncak ibadah) maka ia akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal, yaitu dalam hal ini kehilangan kedudukan sehingga tidak dapat menduduki posisi terhormat dihadapan Allah SWT dan juga menjadikan Allah SWT buang muka kepada diri kita karena senyum bangga Allah SWT kepada diri kita sirna oleh sebab ulah diri kita sendiri. Dan semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita, pada keluarga kita dan juga pada anak keturunan kita.

MELIHAT ALLAH SWT1! LALU RASAKANLAH KEBESARAN DAN KEMAHAANNYA (part 1 of 2)


Segala peristiwa dan kejadian yang terjadi tidak akan mempunyai arti apa apa bagi orang yang tidak mengerti dan memahami bagaimana membaca peristiwa dan kejadian tersebut. Akan tetapi, bagi orang yang diberikan pemahaman dan pengertian yang mendalam, akan mengetahui bahwa segala peristiwa dan kejadian yang terjadi di dunia ini tentu mempunyai hikmah tersendiri. Yang terpenting bagi kita adalah bahwa kita mengetahui bagaimana caranya membaca semua peristiwa dan kejadian itu dengan nalar (akal sehat) dan mata hati dan bukan dengan mata biasa.Setiap orang harus belajar kemana saja, dengan siapa saja, dan membaca buku apa saja, untuk meluaskan cakrawala pikirannya. Ambil yang baik, buang yang buruk. Ambil yang mendekatkan diri kepada Allah serta buang yang menjauhkan diri dari Allah SWT.

 

Bagaimana caranya kita dapat melihat dan mengenal Allah melalui karya karyaNya? Bagaimana caranya kita dapat melihat dan mengenal Allah melalui makhluk makhluk ciptaanNya? Bagaimana caranya kita mengetahui apa yang tersembunyi di balik berbagai peristiwa? Dan bagaimana pula caranya kita dapat memecahkan rahasia yang telah ditetapkan Allah dalam buku catatan amal kita masing masing? Kesemuanya ini merupakan contoh dari ru’yah (melihat) dengan akal, mata hati dan pemahaman serta keimanan. Inilah keuntungan dari orang orang yang dapat melihat Allah, yaitu dapat melihat segala kebesaran dan hikmahNya di alam semesta ini, serta memahami semua ciptaanNya. Sementara itu, orang orang yang dekat dengan Allah dan selalu bersimpuh di hadapanNya atas dasar keimanan dan ketaqwaan, mempunyai keuntungan yang sangat besar, dimana mereka dapat melihat dan merasakan Allah dengan mata hatinya.

 

Di lain sisi, Ikhsan adalah menyembah Allah SWT seakan akan melihatNya, dan jika kita tidak dapat melihatNya, ketahuilah bahwa Allah SWT pasti melihatmu. Inilah pengertian dasar dari ibadah Ikhsan yang tidak bisa dipisahkan dengan pelaksanaan Rukun Iman dan pelaksanaan Rukun Islam dalam satu kesatuan (kaffah) sehingga ketiga ketentuan ini tidak bisa dipisahkan oleh sebab apapun juga. Selanjutnya agar diri kita mampu melaksanakan ibadah Ikhsan dengan sebaik mungkin serta semaksimal mungkin, ada baiknya kita melihat Allah SWT terlebih dahulu seperti pengertian Ikhsan yang telah kami kemukakan di atas. Lalu apakah bisa kita melihat Allah SWT saat hidup di muka bumi?

 

Setiap manusia tidak akan bisa melihat Allah SWT secara langsung saat hidup di muka bumi ini, akan tetapi Allah SWT mampu melihat segala apapun yang ada di alam semesta ini karena Allah SWT Dzat yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui, sebagaimana termaktub dalam surat Al An’am (6) ayat 103 berikut ini: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.” dan juga berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 143 sebagaimana berikut ini: “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu[565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.” Sekarang jika manusia termasuk diri kita tidak bisa melihat Allah SWT saat hidup di dunia lalu untuk apa kita disuruh melihat Allah SWT saat melaksanakan ibadah Ikhsan?

 

[565] Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.

 

Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita pelajari tingkatan tingkatan dari arti yang termaktub dalam AlQuran. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa arti dan makna yang terkandung yang termaktub di dalam AlQuran dapat terdiri dari 3 (tiga) tingkatan, yaitu:

 

1.      Adanya Arti dan Makna Secara Tersurat. Allah SWT adalah pencipta dari apa apa yang ada di antara langit dan bumi. Salah satu yang diciptakan Allah SWT adalah pohon. Lihatlah salah satu pohon, yaitu pohon durian atau tumbuhan yang tumbuh di lingkungan kita, dimana pohon durian atau tumbuhan itu memiliki arti dan makna secara tersurat yaitu ciptaan Allah SWT. Kebanyakan manusia, kemungkinan termasuk diri kita hanya mampu melihat sesuatu yang tersurat semata, yaitu sesuatu yang terlihat secara lahiriah. Hal ini dikarenakan hanya sedikit saja orang yang mampu melihat secara tersirat apalagi melihat secara tersembunyi. Padahal inilah salah satu modal dasar yang sangat penting agar diri kita bisa melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, terutama saat diri kita melaksanakan ibadah Ikhsan. Untuk bisa melihat secara tersurat kita tidak perlu belajar karena Allah SWT sudah melengkapi diri kita dengan sepasang mata yang secara otomatis bisa langsung dipergunakan untuk melihat. Sedangkan untuk bisa melihat secara tersirat dan juga secara tersembunyi tidak bisa dilakukan begitu saja. Untuk bisa melihat secara tersirat harus diperjuangkan dengan memadukan akal dan pikiran yang jernih serta melihat dengan hati yang bening (mata hati). Sedangkan untuk bisa melihat secara tersembunyi lebih berat lagi karena harus melibatkan keimanan barulah kita bisa mencapainya. 

 

2.    Adanya Arti dan Makna Secara Tersirat. Pohon durian atau tumbuhan yang tumbuh di lingkungan kita, selain bermakna arti dan makna secara tersurat adalah ciptaan Allah SWT juga memiliki arti dan makna secara tersirat sebagai tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT. Jika pohon durian dan semua tumbuhan itu adalah ciptaan Allah SWT dan juga tanda tanda dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT ini berarti bahwa Allah SWT pasti ada karena ada ciptaanNya dan juga ada tanda tanda dari kemahaan dan kebesaranNya sehingga mustahil di akal sehat jika Allah SWT sampai tidak ada.

 

Dan untuk mengetahui apakah diri kita sudah mampu melihat secara tersirat atau tidak, berikut ini akan kami kemukakan 7(tujuh) buah pertanyaan yang harus kita jawab, yaitu: (a) Apakah kita sering terpana dengan penampilan lahiriah/phisik seseorang; (b) Apakah kita sering tenggelam dalam fakta; (c) Apakah kita sering terfokus pada hadiah yang diperoleh bukan pada siapa yang memberinya; (d) Apakah ketika anak kita berbuat kesalahan kita masih terfokus pada perbuatannya; (e) Apakah kita masih terpana pada pemandangan indah yang kita lihat, lupa siapa yang menciptakannya; (f) Apakah hati kita masih terfokus pada kezaliman yang menimpa kita, bukan pada transfer pahala yang akan kita terima; (g) Apakah kita masih terfokus pada musibahnya buka pada hikmah di balik musibah. Apabila ke tujuh jawaban dari pertanyaan di atas adalah “ya”, berarti diri kita masih di dalam kondisi terendah, yaitu baru bisa melihat dengan mata sehingga sesuatu yang tersurat saja yang bisa kita lihat. Untuk itu segera lakukan perjuangan untuk meningkatkan kemampuan agar kita bisa melihat sesuatu yang tersirat dengan selalu mempergunakan akal dan hati saat melihat sesuatu atau saat mendengar sesuatu sehingga modal dasar untuk menuju melihat sesuatu yang tersembunyi sudah kita miliki.

 

3.    Adanya Arti dan Makna Secara Tersembunyi. Jika ciptaan itu juga bermakna sebagai tanda tanda dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT selaku pencipta berarti antara Allah SWT dengan apa apa yang diciptakanNya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Lalu dimanakah Allah SWT itu berada? Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang telah diciptakanNya serta Allah SWT tidak bisa pula dipisahkan dengan tanda tanda dari kebesaran dan kemahaanNya sehingga  Allah SWT selalu berada di balik keberadaan ciptaanNya, Allah SWT selalu menyertai apa apa yang telah diciptakanNya sampai dengan kapanpun juga. Dan jika saat ini kita masih hidup berarti kita bisa melihat dan mendengar karena kita telah dianugerahi mata dan telinga oleh Allah SWT. Kita bisa berfikir karena kita telah diberi Ilmu yang diletakkan di otak oleh Allah SWT. Kita juga telah diberikan waktu atau kesempatan. Kita juga telah diberi af’idah (perasaan) dan akal yang diletakkan di kalbu oleh Allah SWT untuk memudahkan diri kita beraktifitas. Kita juga telah diberikan Qudrat (kekuatan), Iradat (kehendak), Kalam (berkata kata) dan Hayat (hidup) oleh Allah SWT yang tidak lain adalah  modal dasar kita menjadi Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi. Lalu dimanakah letaknya melihat Allah SWT?

 

Allah SWT secara kasat mata memang tidak akan bisa dilihat oleh mata manusia. Lalu apa yang bisa dilihat dari Allah SWT? Yang bisa dilihat secara langsung dari Allah SWT adalah melalui apa apa yang telah diciptakanNya, dalam hal ini melihat melalui arti dan makna secara tersurat seperti melihat burung, melihat pohon, melihat bulan, melihat matahari dan lain sebagainya. Adapun salah satu tujuan dari melihat melalui mata secara langsung diharapkan terciptalah apa yang dinamakan dengan rasa takjub (kagum) atas kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang mampu menciptakan segala sesuatu yang pada akhirnya mampu menghantarkan diri kita mengetahui arti dan makna yang tersirat dan yang tersembunyi dari apa apa yang dikemukakan dalam AlQuran. 

 

Sekarang bagaimana dengan tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT yang tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang telah diciptakanNya? Ingat, tanda tanda kemahaan dan kebesaran Allah SWT bukanlah Allah SWT atau tanda tanda kemahaan dan kebesaran Allah SWT tidaklah sama dengan Allah SWT. Selanjutnya jika ada tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT maka dapat dipastikan Allah SWT pasti ada karena tidak akan mungkin ada tanda tanda kebesaran dan kemahaan jika tidak ada Allah SWT.Lalu bisakah tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT ini dilihat dan didengar melalui mata dan telinga? Tanda Tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT tidak bisa dilihat dengan mata secara langsung, tidak bisa didengar melalui telinga secara langsung. Tanda Tanda Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT hanya hanya bisa dirasakan melalui ilmu, melalui akal dan melalui af’idah (perasaan) yang ada di dalam diri kita atau hanya bisa dilihat dan dirasakan melalui mata hati yang terdapat di dalam sanubari (hati ruhani).  

 

Lalu bagaiman dengan kebesaran Allah SWT yang berada di balik setiap apa apa yang telah diciptakanNya dan yang juga tidak bisa dipisahkan dengan tanda tanda dari kemahaan dan kebesaranNya? Kebesaran Allah SWT yang selalu berada dibalik setiap apa apa yang telah diciptakannya tidak akan bisa dilihat dan didengar secara langsung  namun  hanya bisa dirasakan dan diyakini dengan rasa keimanan yang tertanam di dalam hati. Disinilah letak betapa pentingnya kita memiliki iman (keimanan) dalam diri. Hal yang harus kita ketahui bersama adalah jika kita sudah mampu merasakan tanda tanda kebesaran dan kemahaan Allah SWT melalui akal, melalui ilmu, melalui af’idah (perasaan), melalui mata hati, akan memudahkan diri kita merasakan kebesaran Allah SWT melalui rasa keimanan yang selalu ada didekat diri kita. Disinilah letak pentingnya keimanan dalam diri karena faktor keimanan inilah yang mampu merasakan rasa bertuhankan kepada Allah SWT. Sekarang sudah dimanakah posisi diri kita? Semoga dengan adanya penjelasan ini kita sudah berada di dalam rasa keimanan kepada Allah SWT.

 

Adanya perbedaan melihat Allah SWT baik secara tersurat (melihat melalui ciptaanNya) dan melihat Allah SWT secara tersirat melalui Tanda Tanda Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT serta melihat Allah SWT secara tersembunyi mengharuskan diri kita memiliki keimanan yang tertanam di dalam hati akan memudahkan diri kita melaksanakan ibadah Ikhsan yang merupakan cerminan dari diri kita sendiri. Hal yang harus kita jadikan pedoman, saat diri kita hanya mampu melihat mempergunakan atau merasakan dengan panca indera baik itu telinga ataupun hidung berarti kondisi dasar dari pemahaman kita masih tergolong rendah. Jika ini terjadi maka apa yang kita lihat dengan mata, apa yang kita dengar melalui telinga, apa yang kita cium dengan hidung masih bisa diintervensi oleh syaitan sehingga kita bisa tertipu olehnya. Ingat, syaitan mampu merubah pandangan, merubah pendengaran serta merubah penciuman kita dengan konsep memandang baik perbuatan buruk. Untuk itu tingkatkanlah keadaan ini!

 

Selanjutnya jika kita sudah mampu merasakan segala ciptaan Allah SWT yang merupakan tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT berarti posisi pemamaham diri kita sudah meningkat dari yang hanya ada di mata, di telinga dan di hidung sekarang sudah mulai melibatkan hati saat melihat, melibatkan hati saat mendengar, melibatkan hati saat merasakan sesuatu dikarenakan di dalam hati terdapat alat alat ruhaniah seperti akal dan perasaan. Sehingga saat diri kita melihat dengan hati maka akal  kita libatkan untuk melihat sesuatu yang pada akhirnya kita akan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah melalui akal. Dan jika kita sudah bisa melihat apa apa yang diciptakan Allah SWT sebagai tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT, maka kondisi ini harus terus ditingkatkan menjadi merasakan, melihat, mendengar sesuatu dengan rasa keimanan.

 

Hal ini dikarenakan jika posisi kita masih dalam posisi melihat, mendengar, merasakan dengan mata hati hal  ini belum bisa dikatakan sebagai posisi aman karena masih akan terjadi apa yang dinamakan dengan gamang, ragu, kadang terasa kadang tidak. Akan tetapi jika kita mampu sampai menyatakan ada Allah SWT dibalik ciptaanNya dan ada Allah SWT dibalik tanda tanda kebesaran dan kemahaanNya yang dirasakan melalui keimanan maka kondisi inilah yang terbaik. Semoga kita mampu mencapai hal ini secepat mungkin dan lalu merasakan betapa nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT.

 

Selanjutnya mari kita perhatikan tentang Ru’yatullah (melihat Allah) sebagaimana pernah digambarkan oleh Rasulullah dalam sebuah diskusi, yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim sebagaimana berikut ini:

 

“Suatu saat dalam sebuah diskusi, khalayak umum bertanya kepada Rasulullah, apakah mereka dapat melihat Allah (Ru’yatullah). Rasulullah bersabda, “Sulitkah kamu meru’yah bulan purnama pada malam empat belas?”. (Ru’yah: melihat tanda tanda keberadaan sesuatu. Malam ke 14 penanggalan hijriah adalah malam dimana bulan purnama muncul). Jawab mereka, “Tidak ya Rasulullah!”. Tanya Rasulullah lagi, “Apakah sulit bagimu meru’yah matahari di langit tak berawan?”. Jawab mereka lagi, “Tidak ya Rasulullah!. Sabda Rasulullah, “Sesungguhnya anda semua akan mengenaliNya seperti itu. Di hari kiamat, Allah akan menghimpun seluruh manusia dan berkata kepada mereka, “Barangsiapa yang menyembah suatu benda, maka ikutilah benda tersebut. Bagi yang menyembah matahari, mereka akan mengikuti matahari tersebut. Bagi yang menyembah bulan maka mereka akan mengikuti bulan tersebut. Manakala orang yang menyembah thogut maka mereka akan mengikuti thogutnya itu. Jadi tinggallah umat ini yaitu umat yang percaya kepada Allah yang didalamnya termasuk pula orang orang munafik yang tetap dalam kemunafikan mereka. Lalu Allah mendatangi mereka dengan gambaran (shurah) yang tidak mereka kenali dan berfirman kepada mereka, “Akulah Tuhanmu”. Mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari tipu dayamu. Kami akan tetap ditempat kami sampai Tuhan kami datang menjemput kami. Apabila Tuhan kami telah datang, kami akan mengenaliNya”. Lalu Allah mendatangi mereka dengan gambaranNya (shurah) yang mereka kenali dan berfirman kepada mereka, “Akulah Tuhan Kamu”. Merekapun menjawab, “Ya, Engkaulah Tuhan kami!”. Merekapun mengikutiNya. Kemudian Allah merentangkan kepada mereka suatu titian (shirath) yang merentangi Neraka. Maka aku (Nabi Muhammad SAW) bersama umatku adalah orang pertama yang menyeberanginya”. Berdasarkan hadits ini, terlihat dengan jelas dan gamblang bahwa Nabi SAW menuturkan kepada kita, bahwa Allah sesuai dengan penggambaran hambanya. Oleh karena itu sempurna penglihatan seseorang hamba kepada Allah di dunia, akan menentukan sempurnanya penglihatan akan Allah di akhirat kelak, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Dan barangsiapa buta (hatinya) di dunia ini, maka di akhirat dia akan buta dan tersesat jauh dari jalan (yang benar). (surat Al Isra’ (17) ayat 72).”

Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi ketahuilah bahwa melihat Allah SWT ada dua macam sebagaimana dikemukakan oleh Asy Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani dalam kitabnya “Sirrul Asrar”, yaitu: pertama, melihat jamaliah (keindahan) Allah di akhirat kelak secara langsung tanpa perantara cermin hati, dan yang kedua,  melihat sifat sifat Allah di muka bumi ini dengan perantara cermin hati, melalui pandangan nurani terhadap pantulan cahaya cahaya keindahanNya. Sebagaimana disebut dalam firman Allah, “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (surat An Najm (52) ayat 11) dan juga berdasarkan hadits berikut ini: Nabi SAW bersabda, “Hati seorang mukmin adalah cermin dari Allah yang bersifat Al Mukmin”. Yang dimaksud dengan mukmin yang pertama adalah hati hamba yang beriman, sedang Mukmin yang kedua adalah Dzat Allah yang bersifat Al Mukmin. Jadi manusia yang mampu melihat sifat sifat Allah pada segala sesuatu yang ada dan terjadi di muka bumi ini, berarti dia pasti akan melihat Dzat Allah alam akhir tanpa perantara. 

 

Hal inilah yang selalu diinginkan oleh para wali wali Allah. Seperti Umar bin Khattab ra, berkata: “Hatiku melihat Tuhanku dengan Cahaya dari Tuhanku.” Sedangkan Ali bin Abi Thalib ra, berkata: “Aku tidak beribadah kepada Tuhan yang tidak aku lihat”. Yang dimaksud dengan melihat  adalah menyaksikan sifat sifat Allah dari segala sesuatu yang ada dan terjadi di muka bumi ini. Sungguh Allah SWT menginginkan kita untuk menatap wajahNya, agar kita temukan kepribadianNya yang sesungguhnya. Agar kita temukan senyumNya, kasihNya, dan kelembutanNya. Tapi sayangnya kita lalai dalam hal ini, sehingga mata hati kita tak mampu menatap wajah Allah. Sehingga senantiasa bertanya, “Allah itu dimana?”. Allah telah menginformasikan bahwa bukan mata lahir yang buta tetapi hatinya yang buta, sebagaimana firmanNya berikut ini: Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka daoat mendengar? Sebenarnya buka mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Surat Al Hajj (22) ayat 46).” Dan kegagalan manusia dalam mengenal Allah SWT disebabkan dari ketidakmampuannya menyaksikan wajah Allah SWT. Dan ketidakmampuan ini umumnya diawali oleh adanya 3 (tiga) faktor ini, yaitu:

 

a.    Tidak mengerti bahwa Allah memiliki wajah. Kelalaian ini membuat kita ibarat bayi yang baru melek matanya. Meski matanya membuka tetapi belum mampu merasakan kehadiran wajah orang tuanya yang mengajaknya tersenyum. Begitu pula diri kita dikala melihat alam dan membuka Al Qur’an. Wajah Allah yang ada di sana tidak bisa kita rasakan kehadirannya. Kita belum bisa menjadi Abu Bakar Ash Shiddiq ra, yang berkata, “Tidaklah aku melihat segala sesuatu, melainkan aku melihat Allah sebelumnya.” Kita juga belum bisa menjadi Ja’far Ash Shadiq ra, yang berkata, “Sesungguhnya Allah menampakkan dirinya di dalam Al Qur’an.”

 

b.    Tidak Mau menatap wajah Allah SWT. Ini diakibatkan karena kelalaian kita. Apakah kita takut, malu, tidak mencintaiNya, dan lainnya. Tapi semua ini bermuara dari persepsi kita yang salah tentang Allah. Karena yang terlihat hanya tanganNya yang tampak sedang menjewer kita, maka persepsi kitapun hanya sebatas itu. Meski Al Qur’an dan Al Hadits kita buka, persepsi yang salah itu telah menghalangi kita menatap wajahNya. Padahal Dia pernah berkata, “Aku ini sesuai dengan persangkaan hambaKu kepadaKu”. (Hadits Qudsi)

 

c.    Tidak percaya akan adanya Wajah Allah. Penyebab awalnya adalah 2 kelalaian di atas. Tapi karena mereka tidak pernah bisa keluar dari kelalaian tersebut dan cenderung membiarkan, akhirnya mereka jadi kebal dan buta secara permanen. Sehingga akhirnya membuat ia mengingkari eksistensi wajah Allah. Allah SWT berfirman: Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapatkan azab yang berat. (surat Al Baqarah (2) ayat 7).”

 

Semoga diri kita tidak termasuk orang orang yang tidak mampu melihat wajah Allah saat kita masih hidup di muka bumi ini. Jika saat hidup saja kita sudah tidak mampu melihat wajah Allah lalu bagaimana kita bisa melihat wajah Allah di syurga kelak. Dan selanjutnya kami akan mengajak jamaah sekalian yang tidak lain Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi untuk melihat dan bertemu Allah SWT melalui hal hal sebagai berikut sehingga kita selalu mampu bersama Allah SWT dimanapun dan kapanpun juga dan akhirnya Allah SWT akan memberikan pertolongan dan penjagaanNya kepada diri kita serta menjadi bekal bagi diri kita untuk bertemu langsung dengan Allah SWT di syurga kelak.

 

A.     LIHATLAH HEWAN DAN TUMBUHAN DI ALAM SEMESTA INI.

 

Berdasarkan surat Ibrahim (14) ayat 19 berikut ini: “tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak? jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru, (Surat Ibrahim (14) ayat 19).” Ayat ini mengemukakan bahwa Allah SWT lah yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya. Lalu Allah SWT menegaskan bahwa apa yang diciptakanNya itu dilakukan dengan hak, dengan sungguh sungguh, dengan selalu mempertimbangkan segala sesuatu yang menunjukkan kebesaran dan kemahaan dari Allah SWT itu sendiri. Dan jika sekarang Allah SWT sudah menyatakan bahwa langit dan bumi adalah ciptaanNya ini berarti hanya Allah SWT sajalah yang paling menguasai, yang paling tahu, yang paling mengerti dan yang paling ahli tentang langit dan bumi dan juga berarti bahwa Allah SWT lebih dahulu ada dibandingkan dengan apa apa yang diciptakanNya.

 

Di lain sisi, Allah SWT melalui surat Al Hajj (22) ayat 64  berikut ini: “Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. dan Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”  Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT adalah pemilik dari langit dan bumi sehingga Allah SWT sangat berkuasa mutlak atas langit dan bumi yang telah diciptakannya. Selanjutnya dengan adanya ketentuan yang tertuang di dalam surat Ibrahim (14) ayat 19 dan surat Al Hajj (22) ayat 64 di atas, ini berarti Allah SWT adalah pencipta dan juga pemilik dari  langit dan bumi. Jika sekarang kita telah mengimani Allah SWT adalah pencipta dan pemilik dari langit dan bumi berarti kitapun wajib mengimani pula bahwa segala ketentuan, segala hukum, segala aturan dan segala undang undang  yang berlaku di langit dan di bumi adalah ketentuan, hukum, aturan  dan undang undang Allah SWT selaku pencipta dan pemilik. Selain daripada itu dengan kita mengimani Allah SWT selaku pencipta dan pemilik berarti kita wajib mengimani bahwa Allah SWT yang paling berkuasa mutlak di alam semesta ini.

 

Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi ketahuilah dengan seksama bahwa Allah SWT sudah menunjukkan kepada diri kita inilah ciptaanNya lalu mampukah kamu menciptakan seperti yang Allah SWT ciptakan? Jika diri kita Allah SWT yang ciptakan lalu siapakah kamu? Jika kita termasuk orang yang memiliki akal sehat, memiliki hati yang bersih, maka kita pasti mengakui kebesaran dan kemahaan Allah SWT dan dibuktikan dengan pernyataan beriman kepada Allah SWT. Jika hal ini tidak terjadi berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita dikarenakan komponen diri kita tidak berfungsi sebagai mana mestinya seperti akal yang tidak bisa lagi membedakan mana yang benar atau mana yang salah, ilmu yang tidak bisa menjalankan fungsinya untuk berfikir dan perasaan (af’idah) yang hilang arah karena sudah terpengaruh atau dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan.

 

Saat ini, kita hidup di langit dan di muka bumi yang bukan kita ciptakan dan bukan pula kita miliki, lalu harus bagaimana kita bersikap kepada pemilik dan penciptanya? Jika kita termasuk orang yang tahu diri berarti kita harus bisa menyenangkan hati “Tuan Rumah” (maksudnya Allah SWT) dengan mengimani Allah SWT, mempelajari ketentuan yang telah ditetapkannya, lalu  melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT tanpa dibantah, tanpa ditambah, tanpa dikurangi serta tanpa dipilah pilah. Sekarang gunakan mata dan telinga serta perasaan kita dengan rasa keimanan  lalu renungkan dan rasakan dengan kalbu kita dengan melihat segala apa yang telah diciptakanNya. Lalu apa perasaan kita dengan apa yang kita lihat, dengan apa yang kita dengar, dengan apa yang kita rasakan, apakah menjadikan diri kita sombong atau merasa hebat di rumah orang lain? Adanya kondisi ini seharusnya menjadikan diri kita tawadhu, rendah hati baik dihadapan Allah SWT maupun dihadapan manusia dan jika sampai kita menjadi sombong dan angkuh di muka bumi berarti ada yang salah dalam diri kita atau kita sudah keluar dari keftrahan diri.

 

Allah SWT selaku pemilik dan pencipta alam semesta ini telah memerintahkan kepada diri kita untuk melaksanakan ibadah Ikhsan, dengan menyembah Allah SWT seakan akan kita melihat Nya, dan jika kita tidak dapat melihatNya, ketahuilah bahwa Allah SWT pasti melihatmu, lalu apa yang anda rasakan saat melaksanakan ibadah seakan akan dapat melihat Allah SWT? Jika pada saat beribadah kita hanya mampu melihat ciptaan Allah SWT maka ibadah yang kita laksanakan sebatas rutinitas belaka tanpa ada rasa kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT dan itulah yang disebut ibadah hampa. Ibadah baru terasa menjadi sebuah kebutuhan jika kita mampu menempatkan dan merasakan tanda tanda kebesaran dan kemahaan Allah SWT di setiap ciptaanNya dan ibadah baru terasa sangat nikmat jika rasa keimanan mendominasi saat diri kita beribadah karena kita tidak bisa dipisahkan dengan Allah SWT. Yang menjadi persoalan saat ini adalah di posisi manakah diri kita, apakah baru mampu melihat Allah SWT atau sudah mampu merasakan tanda tanda kebesaran dan kemahaan Allah SWT melalui hati ataukah sudah bisa merasakan keberadaan Allah SWT melalui keimanan yang ada di dalam hati? Hal ini penting kita ketahui karena posisi ini akan sangat menentukan hasil akhir dari ibadah yang kita laksanakan.

 

Di lain sisi, diri kita juga adalah ciptaan Allah SWT; diri kita juga tanda tanda dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT dan kebesaran Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan ciptaanNya dan juga tanda tandaNya, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan. (surat Adz Dzariyat (51) ayat 21).”  Lalu jika ini kondisi dan keadaan diri kita yang sesungguhnya dihadapan Allah SWT lalu punya apakah diri kita yang saat ini hidup menumpang di langit dan di bumi Allah SWT? Sebagai orang yang tidak memiliki apapun juga, sebagai orang yang dalam posisi lemah sudah sepatutnya dan sepantasnya beriman kepada Allah SWT dengan mematuhi segala perintah dan larangannya saat ini juga. Lalu jadilah makhluk yang dibanggakan oleh Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat kelak, terkecuali kita sendiri memilih hal lain yaitu berada di dalam kehendak syaitan.

 

Dan Apabila kita ingin melihat berbagai keajaiban segala karya cipta Allah, maka kita bisa mengamati dan memperhatikan dengan seksama dua buah ciptaan Allah SWT yaitu berupa binatang dan tumbuhan, seperti yang dikemukakan oleh “Dr Musthafa Mahmud” dalam bukunya yang berjudul “Nikmatnya Melihat Allah”, yaitu:

 

a.    Seekor kucing yang membuang kotorannya, tidak akan pergi sebelum menutupi kotorannya itu dengan tanah. Lalu muncul pertanyaan, apakah kucing tersebut mengerti dan memahami arti kebaikan dan keburukan?

 

b.    Terkadang ada seekor kucing yang mencuri sepotong ikan, sementara kedua matanya memancarkan rasa ketakutan. Apakah kucing itu memahami peraturan? Atau apakah ada seseorang yang mengajarinya sepuluh perintah Tuhan sebagaimana termaktub dalam kitab Taurat?

 

c.    Seekor unta jantan tidak akan mengawini betinanya kecuali di tempat yang tertutup dan tersembunyi dari pandangan manusia. Jika kebetulan ada seseorang yang melihat dan memperhatikan apa yang sedang dilakukannya, niscaya ia akan menghentikan dan menundukkan kepalanya ke tanah, karena merasa malu. Apakah unta jantan tersebut memahami arti malu?

 

d.   Adapula ikan paus besar yang dapat membangun bendungan dan beberapa serangga yang membangun sarang sarangnya yang mempunyai alat pendingin, di mana lubang lubang yang berada di bawah berfungsi sebagai tempat masuknya hawa dingin, sedangkan lubang lubang yang berada di atas berfungsi sebagai tempat keluarnya hawa panas. Siapakah yang mengajarinya?

e.    Begitu pula dengan nyamuk yang membekali kantung udara bagi telur telurnya yang berada di rawa rawa hingga dapat mengapung di atas air. Lalu siapakah yang menginformasikan kepadanya tentang hukuk Archimides?

 

f.     Pohon kaktus bukanlah termasuk spesies binatang dan juga tidak memiliki pengetahuan seperti binatang. Tetapi, siapakah yang memberitahukannya tentang bagaiman cara menyimpan air di dalam daun untuk menghadapi kegersangang padang pasir dan minimnya air hujan?

 

g.    Pohon pohon khas padang pasir yang membekali sayap bagi biji bijiannya hingga akhirnya ia dapat terbang jauh terbawa angin seraya mencari tempat berkembang biak di daratan rendah yang gersang.

 

h.   Binatang jenis serangga ada yang dapat melontarkan bom yang menimbulkan gas yang dapat membakar. Kemudian ia pun melemparkannya kepada para musuhnya untuk menakut nakutinya.

 

i.     Ulat yang dapat berubah ubah warna sesuai dengan lingkungan dan kondisinya untuk mengelabui dan bersembunyi dari sergapan musuh. Kunang kunang yang dapat bercahaya di malam hari untuk menarik perhatian nyamuk. Setelah nyamuk itu mendekat, maka secepat kilat kunang kunang tersebut memangsanya.

 

j.     Lihatlah tumbuhan yang hidup dan berkembang dalam lingkungan yang serba kekurangan nitrogen. Allah menganugerahkan kepadanya berbagai kecakapan dan alat yang unik untuk dapat memangsa dan memakan serangga. Terkadang tumbuh tumbuhan tersebut tercipta dengan daun daun yang licin, hingga serangga serangga yang menjadi mangsanya akan tertempel dan tidak dapat bergerak lagi.

 

k.   Ada juga tumbuhan dipersenjatai dengan daun daun yang berporos dalam bentuk gelas yang memiliki tembok tembok halus dan licin, dimana setiap serangga yang hinggap di daun itu akan terpeleset dan jatuh ke dalam gelas yang penuh dengan getah pemangsa hingga akhirnya mati. Bahkan ada pula tumbuhan yang dilengkapi dengan daun yang menyerupai jari jari yang dapat bergerak ke sana sini. Kemudian ia akan menangkap dan mencengkeram segala sesuatu yang berjalan di atasnya, dan selanjutnya menghisap darahnya.

 

Berdasarkan hal hal yang telah kami kemukakan di atas, tentunya tidak dapat ditafsirkan begitu saja dengan akal. Terlebih lagi hal tersebut berhubungan dengan tumbuh tumbuhan yang tidak memiliki akal dan taktik untuk mencari makan. Namun tentunya, di sana ada akal dan aktor yang tersembunyi. Dialah Tuhan yang telah membuatkan dan membekali semua makhlukNya dengan berbagai kelebihan dan keterampilan  untuk mencari makan. Dan siapakah yang mengajari semua itu tentang hikmah, ilmu kedokteran, moral dan politik?  Juga, mengapa kita tidak berani membenarkan ketika membaca dalam AlQuran bahwa Allah yang mengajarkan itu semua. Sebab, dari mana semua makhluk itu memperoleh pengetahuan tersebut jika bukan dari Allah, sang pencipta? Jika sudah seperti ini keadaannya maka tidak berlebihan jika kita mengatakan dengan sejujur jujurnya bahwa Allah SWT adalah sesuatu yang dapat dibuktikan dengan sesuatu dan bukan sesuatu yang dapat dibuktikan denganNya.

 

Allah SWT adalah penjelas segala sesuatu. Dia adalah yang Haq lagi Mutlak. Karena keterbatasan akal kita, kira pun meminta bukti dari Allah seraya mencari dalilnya dari alam yang serba kurang ini. Kita bisa mengambil bukti dari adanya cahaya matahari untuk mengetahui datangnya siang. Meskipun kita memahami bahwa siang tidak aka nada kecuali dengan kehadiran cahaya matahari. Dengan demikian, cahaya adalah kebenaran itu sendiri yang menjelaskan dirinya dengan kehadiran dirinya sendiri tanpa membutuhkan adanya perantara.

 

Dialah yang mengeluarkan segala sesuatu ke dunia yang nyata dan nampak. Segala sesuatu bergantung kepadaNya untuk dapat menampakkan diri, sementara Dia tidak membutuhkan apapun untuk menampakkan diriNya. Dengan demikian, Dia adalah bukti bagi diriNya sendiri, sedangkan benda benda tersebut tidak pantas menjadi bukti keberadaanNya. pabila kita bertanya kepada hati kita tentang Allah, maka kita tidak perlu lagi berdebat ataupun meminta bukti yang lain, karena Allah telah hadir dan bercokol di hati kita untuk selama lamanya.

 

Kita menuntut keadilan, kebebasan dan kemuliaan karena kita yakin bahwa Allah ada di sana. Kita memerangi kedzaliman, kecurangan, dan permusuhan, karena kita yakin bahwa Dia ada di sana. Kita rela berkorban dan berupaya mati syahid, karena kita yakin bahwa Dia ada di sana. Di sana, Dia selalu mendengar dan melihat. Dia untuk selamanya. Tidak ada tempat berlari kecuali kepadaNya. Kemana saja Anda memalingkan wajah Anda, maka tidak ada yang ada di sana melainkan wajahNya. Mahaagung Allah, Tuhan kita, untuk kita buktikan keberadaanNya. Dan juga, dengan apa kita akan membuktikan keberadaanNya? Bukanlah segala sesuatu berasal dan kembali kepadaNya? Hanya Dia yang Mahaada dan semua karya adalah ciptaanNya. Dia adalah rahasia di balik rahasia. Dia tidak memiliki definisi dan tidak bisa didefinisikan, karena Dia adalah sumber segala definisi. Dan tidak mungkin bagi kita mengembalikan Dia kepada sesuatu.

 

Allah ada di setiap yang indah, pada saat fajar bersinar di pagi hari, pada saat merah sinar matahari di sore hari, pada saat bunga mekar, pasa nyanyian burung, pada keelokan bayi, an pada benda benda yang luas seperti gelas gelas kelembutan. Meskipun demikian, kita tidak boleh membatasi kebesaran Tuhan pada sebuah manifestasi. Karena, Allah adalah yang Mahanyata dan bukan manifestasi. Ada perbedaan yang sangat jelas antara yang nyata dengan manifestasi. Yang nyata itu akan tampak pada segala manifestasi tanpa perlu memberi batasan. Dia akan muncul pada manifestasi tersebut dengan segala sifat dan namaNya yang tidak ada batasannya.

 

Ketika Anda berupaya membaca berbagai peristiwa dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan Anda, Anda menduga bahwa semua itu hanya kebetulan saja. Akan tetapi, pada akhirnya Anda akan mengetahui bahwa setiap peristiwa dan kejadian tersebut menpunyai arti. Semua itu merupakan suatu upaya untuk melihat dan memahami Allah melalui ciptaanNya, dalam hal ini tumbuhan dan hewan. Melihat dan memahami keadilan Tuhan dari balik kedzaliman yang tampak di depan mata juga merupakan suatu upaya untuk melihat dan memahami keadilan dan kehendak Allah yang tersembunyi. Akan tetapi, orang yang arif dan bijaksana mampu untuk memecahkan rahasia ilahiah yang terdapat pada berbagai peristiwa tersebut.

 

Selain itu, dia juga akan dapat memahami kandungan, alur cerita, dan hikmah yang terdapat pada rahasia tersebut. Sebagaimana Champollion, seorang arkeolog Perancis, yang mampu menyingkap rahasia huruf Hieroglypha (huruf Mesir kuno) dan bahkan mampu memahaminya. Dengan demikian, jelas sudah bahwa setiap benda itu ada artinya dan setiap peristiwa yang terjadi secara kebetulan itu pasti memiliki kedudukannya sendiri dalam rencana Tuhan yang menyeluruh. Bagi orang yang diberikan pemahaman dan pengertian yang mendalam, akan mengetahui bahwa segala peristiwa yang terjadi di dunia ini tentu mempunyai hikmahnya tersendiri. Yang terpenting bagi kita adalah bahwa kita mengetahui bagaimana caranya membaca semua peristiwa itu dengan nalar dan mata hati dan bukan dengan mata biasa.

 

Bagaimana caranya kita dapat melihat dan mengenal Allah melalui karya karya nyataNya? Bagaimana caranya kita dapat melihat dan mengenal Allah melalui makhluk makhluk ciptaanNya? Bagaimana caranya kita mengetahui apa yang tersembunyi di balik berbagai peristiwa? Dan bagaimana pula caranya kita dapat memecahkan rahasia yang telah ditetapkan Allah dalam buku catatan amal kita masing masing? Kesemuanya ini merupakan contoh dari Ru’yah (melihat) dengan akal, mata hati dan pemahaman. Inilah keuntungan orang orang yang dapat melihat Allah, yaitu dapat melihat segala kebesaran dan hikmahNya di alam semesta ini, serta memahami semua ciptaanNya.Sementara itu, orang orang yang dekat dengan Allah dan yang selalu bersimpuh dihadapanNya, mempunyai keuntungan yang sangat besar, di mana mereka dapat melihat Allah dengan mata hatinya. Dalam penglihatan seperti ini, semua tabir penghalang akan diruntuhkan, Tetapi, Dzat Ilahiah akan tetap tertutup dengan berbagai cahayanya, sehingga ia tidak dapat dilihat secara langsung ataupun dengan kasat mata.

 

B.      LIHATLAH DIRIMU SENDIRI.

 

Setelah melihat, merenungi tentang hewan dan tumbuhan dengan mata hati, lalu pernahkah kita melihat dengan mata hati atas apa apa yang ada pada diri kita sendiri, sebagaimana dikemukakan dalam surat Fussilat (41) ayat 53 berikut ini: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?. Dalam ayat ini Allah SWT telah menegaskan tentang kebesaranNya yang tidak hanya ada diseantero penjuru alam semesta, ia juga ada pada diri kita sendiri. Jika hal ini sudah dikemukakan oleh Allah maka sudah sepatutnya kita mampu melihat adanya kebesaran Allah SWT dalam diri sendiri sepanjang kita masih memiliki mata hati. Bayangkan jika apa apa yang ada pada diri kita tidak diciptakan oleh Allah SWT yang Mahasempurna, seperti apakah diri kita? Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Hebat. Allah SWT adalah Dzat yang sangat luar biasa.

 

Jika ini kondisi dasar dari Allah SWT maka segala kehebatanNya yang sangat luar biasa akan tercermin langsung di setiap yang diciptakanNya. Sehingga mustahil di akal jika segala apa apa yang diciptakanNya tidak mencerminkan segala kemahaan dari Allah SWT itu sendiri. Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi berarti kita pasti terdiri dari jasmani yang sangat luar biasa kehebatannya dan juga ruh/ruhani yang memiliki tingkat kerahasiaan yang sangat luar biasa pula. Allah SWT berfirman: “dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? (surat Adz Dzariyaat (51) ayat 20,21).

 

Selanjutnya kami akan mengajak jamaah sekalian yang juga adalah Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi untuk melihat Allah SWT melalui perenungan akan dimensi dari kehebatan jasmani dari diri kita sendiri, sebagaimana dikemukakan oleh “Imam Al Ghazali” dalam bukunya “Keajaiban Penciptaan Makhluk: Merenungkan Hikmah Setiap Ciptaan Allah” berikut ini :

 

a.    Allah SWT menjadikan jenis laki laki dan perempuan dan Allah SWT juga telah memberikan “Hubbul Syahwat” dengan memasukkan dalam hati mereka perasaan cinta dan dorongan dorongan nafsu sehingga mereka tidak mampu menahan diri dan tidak tidak memiliki kemampuan untuk menjauhi syahwat. Syahwat yang merupakan bawaan dari diri manusia akan menggiring manusia untuk melakukan hubungan dengan lawan jenis.

 

b.    Pertunjukkan pertama yang bisa kita renungi adalah bagaimana sperma yang jumlahnya begitu banyak memperebutkan satu indung telur yang terdapat di dalam rahim seorang ibu. Dan hanya sperma yang paling baiklah yang bisa memenangkan pertandingan diantara sesama sperma, yang dibuktikan dengan terjadinya pembuahan sel telur dalam rahim seorang ibu oleh sperma yang terbaik. Lalu terjadilah sebuah proses yang sangat luar biasa di dalam rahim seorang ibu, yang kesemuanya dicatat oleh Malaikat, yang dilanjutkan dengan adanya peniupan ruh ke dalam jasad, jika jasad sudah berumur 120 hari. Proses ini dikemukakan oleh Allah SWT di dalam surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9 yang kami kemukakan berikut ini:. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.Dari sinilah kita mengetahui bahwa setiap manusia, termasuk diri kita, pasti terdiri dari unsur Jasmani dan juga unsur Ruhani. Ruhani asalnya dari Allah SWT sedangkan Jasmani asalnya dari tanah dari saripati makanan dan minuman yang kita konsumsi.

 

c.    Allah SWT menciptakan kekhalifahan di muka bumi bukan sekedar untuk menciptakan manusia dan juga adanya regenerasi kekhalifahan yang ada di muka bumi. Akan tetapi agar kemahaan dan kebesaran Allah SWT aktif dan juga terlihat dengan jelas di dalam diri manusia sepanjang manusia itu tahu siapa dirinya yang sesungguhnya dalam hal ini adalah manusia sebagai penampilan Allah SWT di muka bumi; manusia adalah gambaran dari sifat dan asmaNya manusia adalah bayangan Allah SWT di muka bumi (khalifah); manusia adalah pemandangan bagi penampilan keindahan Allah SWT; manusia adalah eksistensi Allah SWT bagi tersingkapnya hijab Allah SWT; manusia adalah gudang perbendaharaan Allah SWT. Dan juga Allah SWT tidak berkehendak kepada manusia yang dijadikannya khalifah gagal dalam melaksanakan tugasnya di muka bumi. Jika ini adalah konsep dasar dari keberadaan manusia di muka bumi, lalu sudahkah kita memiliki ilmu dan pemahaman yang sesuai dengan kehendak Allah SWT terutama tentang diri kita sendiri adalah penampilan Allah SWT di muka bumi?

 

d.   Allah SWT juga menjadikan pikiran dapat menggerakkan organ tubuh yang khusus agar meletakkan air mani di tempat yang kokoh (rahim) dimana disitu diciptakan janin. Kemudian Allah SWT membungkusnya dengan daging, mengikatnya dengan syaraf dan tulang, dan menyusunnya dengan urat. Allah SWT juga menciptakan anggota anggota badan dan menyusunnya. Allah SWT lalu menjadikan kepala dan membukakan (memunculkan) pendengaran, penglihatan, perasaan, hidung, mulut dan semua rongga.

 

e.    Allah SWT menjadikan mata untuk melihat. Diantara keajaiban mata adalah rahasia di balik kemampuannya melihat berbagai hal. Itu rahasia yang tidak mudah untuk dijelaskan. Perhatikanlah bentuk kelopak mata yang mengelilinginya dan gerakannya yang diciptakan dapat bergerak dengan cepat untuk melindungi mata dari sesuatu yang dapat membahayakan nya seperti debu dan benda benda lainnya. Jadi, kelopak mata itu seperti pintu yang dapat dibuka ketika dibutuhkan. Di lain sisi, kelopak mata ditujukan untuk keindahan mata dan wajah, maka rambut (bulu) yang ada padanya diciptakan dalam ukuran tertentu dimana ia tidak memanjang terus yang akan membahayakan mata dan juga tidak dikurangi sampai pada ukuran yang dapat membahayakannya.

 

f.     Perhatikanlah mulut dan lidah serta hikmah hikmahnya. Allah SWT menjadikan kedua bibir sebagai penutup bagi mulut, seolah olah ia bagaikan pintu yang dapat ditutup ketika kebutuhan untuk membukanya sudah berakhir. Ia pelindung bagi gusi dan gigi serta bermanfaat untuk keindahan. Jika tidak ada keduanya, makhluk menjadi jelek. Kedua bibir itu juga membantu untuk berbicara. Sedangkan lisan berguna untuk bertutur kata dan mengungkapkan apa yang ada dalam hati, untuk mengunyah makanan dan meletakkannya di bawah gigi sehingga mudah untuk dikunyah dan ditelan. Dan  Allah SWT juga menjadikan gigi terdiri dari beberapa buah yang terpisah, tidak merupakan satu tulang. Sehingga, bila sebagiannya rusak maka yang lainnya dapat tetap bermanfaat. Pada gigi itu, Allah SWT gabungkan antara manfaat dan keindahan. Allah SWT juga menjadikannya keras tidak seperti tulang badan, karena ia selalu dibutuhkan. Gigi geraham dijadikan besar namun tidak berlebihan karena ia diperlukan untuk menghancurkan makanan. Allah SWT menguatkan akar akar gigi, menentukan kekuatannya untuk menghancurkan makanan, dan memutihkan warnanya dengan warna merah di sekelilingnya. Gigi gigi itu sama tingginya dan serasi susunannya, seolah olah ia mutiara yang tersusun rapi.

 

g.    Sekarang perhatikanlah pula bahwa pada mulut diciptakan air liur yang tidak muncul kecuali pada saat dibutuhkan. Jika ia muncul dan mengalir sebelum dibutuhkan, hal itu akan membuat jelek manusia. Ia dijadikan agar makanan yang dikunyah dapat menjadi basah sehingga mudah untuk dimasukkan ke kerongkongan tanpa kesulitan dan tanpa ada rasa sakit. Jika tidak ada makanan, air liur yang dijadikan untuk membasahkan itu pun hilang dan hanya tinggal sekedar untuk membasahi anak lidah dan kerongkongan untuk keperluan berbicara dan agar tidak kering. Karena, bila kering, itu akan dapat membinasakan manusia.

 

h.   Perhatikanlah pula bagaimana Allah SWT meninggikan hidung di tengah tengah wajah, lalu membaguskan bentuknya, dan membukan lubangnya. Allah SWT juga menjadikannya sebagai indera penciuman agar dengan hirupannya ia dapat mengetahui bau dari makanan dan minuman, juga agar dapat menikmati bau bauan yang wangi, menjadi sesuatu yang berbau busuk dan kotorm dan agar dapat menghirup ruh kehidupan sebagai makanan bagi hatinya dan penyejuk bagi panas yang ada di dalam tubuh.

 

i.     Kemudian Allah SWT juga menciptakan pangkal tenggorokan dan menyiapkannya untuk tempat keluar suara. Allah SWT menjadikan pangkal tenggorokan berbeda beda dalam kesempitan dan keluasannya, kasar dan halusnya, keras dan lunaknya, serta panjang dan pendeknya. Dengan sebab itu berbeda beda suara yang keluar. Sebagaimana pada dua gambar diciptakan perbedaan sehingga tidak ada dua gambar yang sama, tidak ada dua suara yang serupa. Pada dua suara akan tampak perbedaan sehingga orang yang mendengar dapat membedakan seseorang dari yang lain hanya dari mendengar suaranya. Begitu juga akan tampak perbedaan antara dua orang. Rahasia di balik itu adalah agar dapat saling mengenal satu dengan yang lainnya.

 

j.     Kemudian perhatikanlah bagaiman Allah SWT menciptakan dua tangan yang diberikan kepada manusia untuk mengambil apa apa yang dituju dan menolak bahaya. Bagaimana pula Ia membentangkan telapak tangan, membagi jari yang lima, dan membagi jari dengan ujung jari. Empat jari dijadikan di satu sisi dan ibu jari dijadikan pada sisi  lain, sehingga ibu jari mengelilingi semuanya. Kemudian Allah SWT menjadikan kuku kuku di ujung ujung sebagai penghias bagi ujung jari dan penopang baginya dari sebelah belakang sehingga ia tidak lemah. Dengan kuku seseorang dapat mengambil/memungut sesuatu yang kecil yang tidak dapat dicapai dengan ujung jari bila tanpa kuku. Kuku juga dapat digunakan untuk menggaruk tubuh ketika seseorang membutuhkan itu.

 

k.   Kemudian Allah SWT juga menjadikan kuku dapat dijadikan petunjuk untuk menggaruk baik di saat tidur maupun di saat jaga dan menuju tempat tempat yang dibutuhkan di tubuhnya. Seandainya ia beralih kepada anggota badan yang lain dan memintanya untuk menggaruk, maka anggota yang lain itu tidak dapat mengetahui tempat tempat yang dibutuhkannya kecuali dalam waktu yang lama dan setelah ia merasakan lelah.

 

l.     Kemudian lihatlah bagaimana Allah SWT memanjangkan kedua paha dan kedua betis serta membentangkan kedua kaki agar seseorang dapat berjalan. Allah SWT menghias kedua kaki dengan jari jari yang dijadikanNya sebagai penghias dan penguat untuk berjalan serta Allah SWT juga menghias dan menguatkan jari jari dengan kuku.

 

m. Kemudian perhatikan bagaimana Allah SWT menciptakan semua ini dari air mani yang sangat sederhana. Kemudian darinya Allah SWT menjadikan tulang belulang tubuh yang dijadikanNya sebagai jisim yang kuat dank eras agar dapat menjadi penyanggah dan tiang bagi tubuh. Allah SWT menentukan ukuran masing masing tulang belulang itu dalam ukuran yang berbeda beda dan dalam bentuk yang saling bersesuaian. Diantaranya ada yang kecil, ada yang panjang, ada yang bulat, ada yang berlubang, ada yang tidak berlubang, ada yang lebar, dan ada yang kecil.

 

n.   Allah SWT juga menempatkan sumsum yang halus yang terjaga pada tulang tulang ini untuk kepentingannya dan untuk menguatkannya. Karena manusia membutuhkan sejumlah tubuhnya dan sebagian anggota badannya maka Allah SWT tidak menjadikan tulang tulang pada tubuh manusia menjadi satu tulang, melainkan menjadi banyak tulang. Diantara tulang tulang itu terdapat persendian persendian sehingga ia mudah untuk digerakkan. Allah SWT menentukan bentuk masing masing tulang dalam ukuran tertentu sesuai dengan gerakan yang dituntut darinya. Kemudian Allah SWT menyambungkan antara persendian persendian itu dan mengikatkan satu sama lain dengan pasak pasak pada salah satu sisi dari tulang dan Allah SWT lekatkan sisi yang lain seperti pembalut.

 

o.   Allah SWT juga menjadikan bagian yang menonjol pada salah satu sisi dari tulang dan pas sisi tulang yang lain terdapat lubang yang sesuai dengan bentuk bagian yang menonjol agar bagian yang menonjol dapat masuk dan menutup bagiau dari tulang yang berlubang. Sehingga manusia ingin menggerak bagian tertentu dari tubuhnya dan bukan bagian yang lain, maka tidak ada halangan baginya. Seandainya hikmah penciptaan persendian itu tidak ada, maka ia akan mengalami kesulitan untuk itu.

 

p.   Kemudian perhatikanlah bagaimana Allah SWT menciptakan kepala yang tersusun dari 55 buah tulang yang berbeda beda bentuknya dan menyatukan satu dengan yang lainnya sedemikian rupa sehingga batok kepala menjadi kokoh seperti yang kita lihat. Enam tulang di antaranya pada tulang tengkorak, sedang pada gigi terdapat 23 buah tulang, dimana sebagiannya lebar sehingga cocok untuk menggiling dan sebagiannya lagi tajam sehingga sesuai untuk memotong motong. Kemudian Allah SWT menjadikan tengkuk sebagai pusat dari kepala dan menyusunnya dari tujuh tulang belakang, yang bolong dan yang bundar, yang lebih dan yang kurang, agar yang satu dapat menutup yang lain.

 

q.    Sekarang perhatikanlah bagaimana Allah SWT menciptakan alat alat untuk menggerakkan tulang tulang, yaitu otot otot. Di dalam badan manusia, Allah SWT menjadikan 529 buah otot. Otot tersusun dari daging, urat syarafm selaput dan pembalut. Otot otot itu berbeda beda ukuran dan bentuknya sesuai dengan perbedaan tempat tempatnya dan kebutuhan kebutuhannya. Diantaranya 24 buah untuk menggerakkan mata dan pelupuknya, dimana jika satu saja dari otot otot itu kurang maka fungsi mata pun menjadi terganggu. Demikianlah, setiap anggota bada memiliki otot otot dalam jumlah tertentu dan ukuran yang sesuai dengannya.

 

r.     Kemudian perhatikanlah kemuliaan dan kekhususan yang diberikan pada penciptaan manusia. Manusia diciptakan tegak ketika berdiri dan lurus ketika duduk; mengerjakan sesuatu dengan kedua tangannya dan anggota anggota tubuhnya yang lain, dan ia dapat mengobati dirinya dan melakukan sesuatu. Manusia tidak diciptakan menelungkup seperti sejumlah hewan. Karena, seandainya demikian manusia tidak akan mampu mengerjakan pekerjaan pekerjaan tersebut.

 

s.    Perhatikanlah secara keseluruhan bagian dalam dan luar dari manusia. Niscaya kita akan mendapatinya tercipta dalam bentuk yang memiliki suatu hikmah yang menimbulkan kekaguman. Allah SWT menjadikan anggota anggota tubuh manusia penuh dengan makanan yang terus menerus masuk. Tetapi Allah menentukannya dengan ukuran yang tidak melebihinya. Karena, bila makanan yang masuk berlebihan niscaya badan manusia akan menjadi besar dan sulit untuk bergerak. Dalam hal pakaian pun demikian.Diantara hikmah yang besar dan pengaturan yang bagus adalah berhentinya anggota anggota tubuh dalam mengkonsumsi makanan pada batas yang tertentu ini, sebagai rahmat dari Allah SWT dan kasih sayangNya terhadap hambaNya. Jika kita mendapati semua ini sebagai ciptaan Allah SWT dari setetes air, maka bagaimana perkiraanmu dengan ciptaanNya di alam langit dan bumi, termasuk mataharinya, bulannya dan bintang bintangnya? Bagaimana pula hikmah hikmah yang ada dalam ukuran ukurannya, bentuk bentuknya, jumlah jumlahnya, letak letaknya, berkumpulnya sebagian benda alam tersebut dan berpisahnya sebagian yang lain.

 

Janganlah kita menyangka bahwa suatu benda yang kecil di langit, di bumi, dan di semua alam ini terlepas dari hikmah hikmah. Bahkan semuanya mengandung keajaiban keajaiban dan hikmah hikmah, dimana tidak ada yang dapat mengetahui semuanya kecuali Allah SWT.  Apakah kita tidak pernah tahu tentang firman Allah SWT dalam AlQuran berikut ini: “Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya (membangunnya), (surat An Nazi’at (79) ayat 27)

 

Renungkanlah, seandainya manusia dan jin berkumpul untuk menciptakan pendengaran, pendengaran, dan perasaan serta kehidupan bagi air mani, niscaya mereka tidak mampu melakukan itu semua. Perhatikanlah bagaimana Allah SWT menciptakannya di dalam rahim. Allah SWT membentuknya dengan bentuk yang sebaik baiknya, menentukan ukurannya dengan ukuran sebaik baiknya, membagi bagian bagiannya dari yang mirip sampai yang berbeda beda, menyempurnakan tulang tulang di tempat tempatnya, membaguskan bentuk bagian bagiannya, menyusun urat urat syarafnya, menata bagian luar dan bagian dalamnya, dan menciptakan saluran saluran makanannya agar kehidupannya dapat tetap bertahan.

 

Kemudian perhatikan bagaimana Allah SWT mengatur bagian bagian dalam dari tubuh seperti jantung, hati, perut, limpa, paru paru, rahim, kandung kemih, dan usus. Masing masing anggota tubuh dalam bentuk tertentu, dengan ukuran tertentu, dan untuk tugas (fungsi) tertentu. Agar perut dapat mematangkan makanan, di dalamnya Allah SWT jadikan urat yang sangat membantu kebutuhannya, sehingga makanan dapat dihancurkan dan digiling. Penggilingan (penghalusan) yang pertama yang dilakukan oleh gigi geraham dijadikan sebagai bantuan bagi perut besar.

 

Hati dijadikan untuk mengubah makanan menjadi darah, lalu dari sana diserap makanan yang sesuai ke setiap bagian. Makanan untuk tulang berbeda dengan makanan untuk daging, makanan untuk urat berbeda dengan makanan untuk urat syaraf, makanan untuk rambut berbeda dengan makanan untuk yang lain. Limpa, empedu, dan buah pinggang dijadikan untuk membantu hati. Kemudian perhatikanlah bagaimana Allah SWT menjadikan pada manusia akal dan kemampuan untuk membedakan/mengenali sesuatu secara bertahap sampai saat kematangannya. Pikirkanlah dan renungkanlah rahasia manusia dilahirkan dalam keadaan jahil, tidak memiliki pikiran dan pemahaman. Jika manusia dilahirkan dalam keadaan telah dapat berfikir niscaya ia akan mengingkari ala mini ketika ia keluar dari rahim sehingga ia menjadi bingung dan kacau pikirannya, karena ia melihat apa yang ia tidak kenal, didatangi oleh sesuatu yang belum pernah dilihat dan dialaminya.

 

Kemudian ia akan mendapati dirinya rendah (lemah) ketika ia melihat dirinya dikandung dan dilahirkan dengan dibalut kain, serta diselimuti ketika dalam buaian padahal ia membutuhkan itu semua karena kondisi badannya yang lunak dan basah ketika dilahirkan. Apakah manusia tidak melihat bahwa Allah SWT menjadikan segala sesuatu dengan hikmah yang setinggi tingginya dan dengan cara yang tepat? Kemudian jangan lupa perhatikanlah pula hikmah dari perasaan marah yang diciptakan pada manusia yang membuatnya dapat membela dirinya dari sesuatu yang membahayakannya. Juga hikmah dari perasaan iri yang membuatnya berusaha untuk mendapatkan apa yang bermanfaat baginya. Hanya saja ia diperintah untuk mengambil sikap pertengahan dalam kedua hal ini. Karena, bila ia melampaui batas dalam keduanya ia akan mencapai derajat para syaitan. Bahkan ia wajib membatasi kemarahannya hanya untuk menolak bahaya dan membatasi perasaan irinya sampai pada ghibthah, yaitu menginginkan apa yang bermanfaat baginya tanpa harus merugikan orang lain.

 

Pikirkanlah tentang otak. Jika ia diperlihatkan, kita akan mendapati sebagian darinya menyelubungi bagian yang lain untuk menjaganya. Ia ditutupi oleh tengkorak kepala dan rambut. Rambut merupakan penutup tengkorak kepala, sekaligus keindahan baginya. Rambut juga menjauhkannya dari hal hal yang dapat membahayakan seperti  panas, dingin, dan sebagainya. Allah SWT menjaga otak dengan penjagaan yang demikian karena Allah SWT tahu bahwa otak itu penting dan ia patut untuk mendapatkan penjagaan demikian karena ia merupakan sumber dari indra.Kemudian perhatikanlah bagaimana hati disembunyikan di dalam dada dan ditutupi oleh selaput yang merupakan penutupnya. Karena mulianya hati ini, Allah SWT menyempurnakan dan menjaganya dengan tulang yang berdaging dan berurat syaraf. Itulah yang sesuai untuknya.

 

Kemudian perhatikan bagaimana Allah SWT menjadikan dua buah rongga di tenggorakan. Salah satunya untuk suara, yaitu kerongkongan yang berhubungan dengan paru paru. Sedangkan yang satu lagi untuk makanan, yang berhubungan ke perut besar. Di atas tenggorokan dijadikan penutuh yang mencegah makanan masuk ke situ. Allah SWT menjadikan paru paru sebagai kipas bagi hati agar panas tidak hanya terbatas di dalam jantung yang dapat merusakkanya. Kemudian Allah SWT memenuhi angkasa dengan udara untuk kepentingan ini dan untuk kepentingan kepentingan lain. Tidakkah kita pikirkan bagaimana keadaan seseorang manusia bila ia kehilangan satu kemampuan, misalnya mengingat. Ia tidak ingat apa yang baik dan apa yang buruk bagi dirinya. Ia tidak ingat apa yang telah ia kirimkan dan apa yang telah sampai kepadanya, apa yang telah ia berikan dan apa yang telah ia ambil, apa yang telah ia lihat dan apa yang telah ia dengar, apa yang telah ia katakana dan apa yang telah dikatakan kepadanya. Ia juga tidak ingat orang yang berbuat baik kepadanya dan orang yang berbuat jahat kepadanya serta orang yang menguntungkannya dan orang yang merugikannya. Ia tidak dapat mengambil petunjuk dari jalan yang pernah dilaluinya; tidak dapat mengingat ilmu yang pernah dipelajarinya; tidak dapat mengambil manfaat dari apa yang ditulisnya; tidak dapat mengungkapkan tentang orang orang yang terdahulu.

 

Yang lebih menakjubkan lagi dari nikmat ingat adalah nikmat lupa. Seandainya tidak ada sifat lupa maka ia tidak akan dapat lupa pada suatu musibah, tidak akan berkurang penyesalannya, dan tidak akan hilang perasaan dendam dari dirinya. Ia juga tidak dapat menikmati kelezatan kelezatan nafsu duniawi bila ia teringat musibah musibah, bencana bencana, dan segala hal yang membuatnya marah. Ia pun tidak dapat melupakan orang yang lalim terhadapnya, orang yang dengki kepadanya, atau orang yang bermaksud membahayakannya. Maka perhatikanlah bagaimana Allah SWT menjadikan sifat ingat dan lupa pada manusia yang keduanya itu berlawanan. Pada masing masingnya terdapat berbagai maslahat bagi manusia. Kita juga bisa memperhatikan rasa malu yang hanya Allah SWT berikan kepada manusia, dan tidak diberikan kepada yang lain. Seandainya tidak ada rasa malu, tidak sedikit kesalahan yang dibuat, tidak akan terpenuhi kebutuhan kebutuhan. Ia juga tidak akan menghormati tamunya dan tidak akan berlaku ramah. Sehingga, ia akan melakukan apa saja dan tidak beralih dari sesuatu yang buruk. Maka ia akan meninggalkan berbagi hal, termasuk banyak perintah yang wajib. Sesungguhnya banyak hal dilakukan manusia karena adanya perasaan malu kepada orang lain. Ia menyerahkan (mengembalikan) amanat amanat milik orang lain, memperhatikan hak hak orang tua dan orang orang lain, enggan melakukan hal hal yang keji dan sebagainya. Semua itu karena ia senang dengan perasaan malu.

 

Kemudian pikirkanlah tentang penciptaan rambut dan kuku yang keduanya dapat memanjang. Karena dalam memendekkan kedua terdapat maslahat bagi manusia, maka keduanya diciptakan tidak memiliki rasa sehingga orang tidak merasa sakit ketika memotongnya. Seandainya tidak ada hikmah ini, maka manusia akan berada di antara dua keadaan berikut: bila ia membiarkan (tidak memotong) rambut dan kukunya maka ia menjadi jelek, dan bila ia memotongnya ia akan merasa sakit.

 

Kemudian pikirkanlah kembali tentang rambut. Seandainya ia tumbuh di mata niscaya ia akan menghalangi pandangan, bila tumbuh di mulut ia akan menyulitkan ketika makan dan minum, bila tumbuh ditelapak tangan, niscaya akan hilang kenikmatan meraba, dan bila tumbuh di kemaluan akan mengganggu. Padahal, pada tempat tempat tersebut rambut dapat saja tumbuh. Maha Suci Tuhan yang mengatur dan memberi nikmat nikmat ini. Kemudian perhatikan pula apa yang diberikan dan apa yang tidak diberikan pada manusia yang juga untuk kepentingannya. Diantaranya adalah harapan. Dengan sebab adanya harapan ini, dunia menjadi makmur dan keturunan akan tetap lestari, dimana orang orang yang lemah mewarisi manfaat manfaat kemakmuran dari orang orang yang kuat. Karena, makhluk pada awalnya adalah lemah. Bila ia tidak menemukan peninggalan peninggalan kaum yang telah menempati suatu tempat dan yang telah membangun dunia ini, maka tidak ada baginya tempat untuk berlindung dan tidak ada alat yang dapat dimanfaatkan. Jadi, harapanlah yang menjadi sebab orang orang sekarang melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang orang yang akan datang dikemudian hari. Demikianlah hal itu diwarisi sampai hari kiamat.

 

Tetapi manusia tidak diberikan pengetahuan tentang ajalnya dan tentang batas usianya karena adanya manfaat tertentu. Jika ia mengetahui lama hidupnya dan masa usianya yang pendek, maka hidupnya tidak akan senang dan ia tidak merasa gembira dengan adanya keturunan, dengan adanya kemakmuran di muka bumi, dan lain lainnya. Seandainya ia mengetahui bahwa masa hidupnya panjang, niscaya ia akan terus mengikuti nafsu, melampaui batas batas, dan akan menceburkan diri ke dalam segala hal yang dapat membinasakan. Para pemberi peringatan tidak akan dapat menghentikan dan mencegahnya dari sesuatu yang akan membawanya kepada kerusakan. Jadai pada ketidaktahuan manusia tentang masa usianya terdapat suatu maslahat, yaitu ia akan mengkhawatirkan kemungkinan datangnya kematian secara mendadak dan ia akan segera melakukan perbuatan perbuatan baik sebelum masanya lewat.

 

Kemudian perhatikanlah apa apa yang bermanfaat bagi manusia seperti berbagai jenis makanan yang berbeda beda rasanya, berbagai buah buahan yang bermacam macam warna dan keindahannya, berbagai kendaraan yang dapat ia naiki dan dapat diambil manfaat manfaatnya, burung burung yang dapat dinikmati suaranya, uang dan permata yang ia kumpulkan untuk mencapai tujuan tujuannya, rumput rumputan yang ia gunakan untuk menjaga kesehatannya, binatang binatang ternak yang dapat ia makan dan dapat digunakan untuk hal hal lain seperti mengolah tanah, mengangkut beban, dan lain lain, bunga bungaan dan wangi wangian lain yang dapat ia nikmati keharumannya dan dapat ia manfaatkan, berbagai macam pakaian yang berbeda beda jenisnya. Semua itu merupakan buah dari akal dan pemahaman yang diciptakan pada dirinya.

 

Diantara hikmah yang besar adalah berbeda bedanya manusia dalam memiliki apa apa yang bermanfaat baginya dapat dibedakan yang kaya dari yang miskin. Sehingga, hal itu menjadi sebab adanya pembangunan di dunia ini. Dengan sebab itu terkadang dalam banyak keadaan manusia menyibukkan diri dengan sesuatu dapat merugikan dirinya sendiri. Dalam kesibukannya itu manusia bagaikan seorang anak kecil yang karena akalnya masih kurang ia sibuk dengan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya dan tidak mau diam (berhenti) karena diam itu merupakan kesusahan baginya.

 

Bagaimana seseorang akan dapat menghitung hikmah hikmah dan anugerah anugerah Allah SWT yang dimaksudkan untuk keseimbangan ala mini dan agar para hamba beribadah kepadaNya. Semua hikmah dan anugerah itu tidak terbatas dan tidak dapat dihitung. Tidak ada yang dapat mengetahui puncak hakekatnya dan menghitung jumlahnya kecuali Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui yang rahmat dan ilmuNya memenuhi segala sesuatu. Hanya Allah SWT lah yang dapat menghitung segala sesuatu.

 

Apa yang kami kemukakan tentang hikmah hikmah yang berhubungan dengan jasmani manusia, menunjukkan Allah SWT adalah dzat yang maha hebat sehingga kehebatan Allah SWT tampil disetiap ciptaanNya. Sekarang tidakkah kita bisa melihat, merasakan, merenung kan betapa hebatnya jasmani diri kita ini lalu sudahkah diri kita bersyukur dengan diberikannya jasmani yang begitu luar biasa! Jika sampai kita tidak mampu bersyukur kepada Allah SWT tentu ada yang salah di dalam diri kita. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita.

 

Hai hambaKu, Aku telah menciptakan segala sesuatu ini untukmu. Karenanya, bagaimana mungkin Aku akan merelakan dirimu dikuasai oleh sesuatu? Sebenarnya Aku telah melarangmu untuk bergantung kepada sesuatu karena rasa cinta dan kasih sayangKu kepadamu. Hai hambaKu, Aku tidak akan merelakanmu dikuasai oleh sesuatu. Sesungguhnya Aku telah menciptakanmu agar kamu sepenuhnya dapat menjadi milikKu. Aku telah menciptakanmu dalam bentukKu yang Mahaesa, Mahamendengar, Mahamelihat, Mahaberkehendak, dan Mahaberbicara. Aku menciptakanmu agar kamu dapat menerima semua penjelmaan nama namaKu dan pertolonganKu. Hai hambaKu, kamu laksana pandangan mataKu. Tidak ada tabir yang dapat menutupi antara diriKu dan dirimu.  Hai hambaKu, kamu laksana teman dekatKu. Tidak ada jarak yang memisahkan antara diriKu dengan dirimu.Ketahuilah hai hambaKu, sesungguhnya antara Aku dan kamu itu tidak ada jarak yang memisahkan. Aku lebih dekat kepadamu daripada dirimu sendiri dan Aku lebih dekat kepadamu daripada urat lehermu. Oleh karena itu, pandanglah Aku! Karena sesungguhnya Aku sangat suka melihat dirimu.