Allah SWT adalah pencipta dan pemilik
dari alam semesta ini, termasuk di dalamnya diri kita dan anak keturunan kita.
Jika Allah SWT adalah pencipta dan pemilik berarti Allah SWT adalah Tuan Rumah
sedangkan diri kita adalah tamu yang berada di langit dan di muka bumi dengan
catatan kita tidak selamanya menjadi tamu. Adanya ketentuan bahwa Allah SWT
adalah Tuan Rumah berarti segala ketentuan, segala hukum, segala aturan, segala
undang undang yang berlaku di langit dan di muka bumi ini hak Allah SWT
sehingga Allah SWT yang berhak menentukan, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at
di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka
dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi.
dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi
Maha besar. (surat Al Baqarah (2) ayat 255)
[161] Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.
Sedangkan tamu, yang di dalamnya termasuk diri kita dan juga anak keturunan kita, wajib mempelajari, wajib memahami, wajib melaksanakan segala apa apa yang telah ditentukan berlaku oleh Tuan Rumah, terkecuali jika kita ingin menjadi tamu yang tidak tahu diri dihadapan Tuan Rumah.
Di lain sisi, salah satu ajaran Diinul Islam berlaku saat ini adalah kita diwajibkan untuk selalu menghormati tamu. Sekarang bagaimana dengan Allah SWT selaku Tuan Rumah dengan tamunya, apakah juga akan menghormati tamunya? Allah SWT dapat dipastikan pasti menghormati semua tamunya, sesuai dengan ketentuan yang telah diwajibkannya kepada diri kita. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah penghormatan Allah SWT selaku Tuan Rumah kepada tamunya sangat tergantung dengan kualitas dari tamunya. Lalu adakah kualifikasi atas kualitas tamu? Kualitas tamu yang ada di langit dan di muka bumi, secara sederhana dapat kami kelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu: (1) tamu yang beriman dan bertaqwa; (2) tamu yang Islam yang belum tentu beriman dan bertaqwa dan; (3) tamu yang Non Islam, dalam hal ini orang yang tidak mengakui Allah SWT. Jika kita mengacu kepada ketiga kelompok ini dapat dipastikan penghormatan Allah SWT selaku Tuan Rumah tidak lah sama terhadap ketiganya terkecuali dalam penggunaan fasilitas yang bersifat umum, dalam hal ini penggunaan matahari, bulan, air, udara serta tanah untuk tempat tinggal.
Sekarang mari kita perhatikan apa yang termaktub di dalam surat Al Mu’minuun (23) ayat 1 sebagaimana berikut ini: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.” Dan juga yang termaktub dalam surat An Nuur (24) ayat 55 berikut ini: “dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.” serta perhatikan juga yang terdapat dalam surat Al Ashr (103) ayat 1 sampai 3 berikut ini: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” dimana Allah SWT telah menegaskan hanya kepada tamu yang memenuhi kualifikasi beriman sajalah yang beruntung dan berkuasa di muka bumi sedangkan yang tidak memenuhi kriteria ini menjadi orang yang merugi. Sekarang pilihan untuk menjadi orang yang merugi ataukah menjadi orang yang beruntung ada di tangan kita. Allah SWT tidak akan rugi ataupun beruntung dengan apa yang kita pilih karena Allah SWT sudah Maha dan akan Maha selama lamanya. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita masing masing. Ingat resiko dari memilih menjadi tanggung jawab diri sendiri sehingga tidak bisa dilimpahkann kepada orang lain.
Berikut ini akan kami kemukakan beberapa ketentuan yang termaktub dalam AlQuran yang menunjukkan bahwa Allah SWT selaku tuan rumah di dalam kerangka besar kekhalifahan di muka bumi adalah Dzat Yang Super Ikhsan yang tiadataranya dan kebaikanNya siap diberikan kepada diri kita sepanjang diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT, yaitu:
A. SELURUH KEBAIKAN ASALNYA DARI ALLAH SWT.
Allah SWT selaku tuan rumah telah
menyatakan dengan tegas bahwa seluruh kebaikan, seluruh kenikmatan yang
dinikmati oleh semua orang asalnya hanya dari Allah SWT semata sedangkan jika
terjadi kemalangan, ketidaknyamanan, keburukan, bencana asalnya bukan dari
Allah SWT melainkan dari manusia itu sendiri. Hal ini termaktub dalam surat An
Nisaa’ (4) ayat 78 dan 79 berikut ini: “di mana saja kamu berada, kematian akan
mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan
jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi
Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:
"Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah:
"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? apa saja
nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul
kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi.” Adanya pernyataan seperti ini yang
bersumber dari Allah SWT menunjukkan bahwa Allah SWT tidak memiliki kepentingan
apapun dengan kebaikan ataupun dengan keburukan yang menimpa manusia. Akan
tetapi Allah SWT sudah mempersiapkan segala kebaikan untuk seluruh makhluknya
sepanjang makhluk itu membutuhkan kebaikan dengan selalu berbuat kebaikan. Hal
yang samapun berlaku kepada keburukan, yang akan diberikan kepada yang berbuat
keburukan pula.
Sekarang lihatlah kebaikan kebaikan yang ada di muka bumi ini, kesemuanya berasal hanya dari Allah SWT yang dipersiapkan untuk seluruh makhluknya, seperti adanya air dan udara yang sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk. Apa jadinya jika air dan udara penggunaannya dibatasi oleh Allah SWT yaitu hanya bagi orang orang yang beriman lagi bertaqwa saja sedangkan yang tidak beriman tidak boleh menikmati air dan udara. Selanjutnya akan terjadi kesenjangan dan ketidaknyamanan dalam kehidupan atau bahkan mungkin tidak akan ada kehidupan di dunia ini.
Kenyataannya adalah air dan udara
boleh dipergunakan oleh siapapun juga tanpa ada embel embel beriman ataupun
tidak beriman. Setiap makhluk bisa menikmati air dan udara tanpa adanya
ketentuan beriman kepada Allah SWT namun yang harus kita pahami adalah ada
perbedaan sikap antara orang yang beriman dan orang yang tidak beriman saat
menikmati air dan udara. Orang yang
beriman pasti mengetahui air dan udara yang dipergunakannya selalu bersujud
kepada Allah SWT dan juga bertasbih kepada Allah SWT sehingga orang yang
beriman akan sujud dan bertasbih pula kepada Allah SWT seperti halnya air dan
udara yang dikonsumsinya. Lalu orang yang beriman sebelum mengkonsumsi atau
mempergunakan keduanya selalu dimulai dengan membaca basmallah dan diakhiri
dengan Alhamdulillah. Ingat, di dalam kata Alhamdulillah di dalamnya termaktub
dua hal yaitu adanya rasa syukur kepada
Allah SWT dan juga penghargaan dan pujian kepada Allah SWT.
Sekarang lihat dan rasakan dengan apa yang Allah SWT berikan kepada diri kita seperti adanya jantung. Lalu apa yang bisa kita lakukan saat hidup di dunia jika kita tidak punya jantung? Jawabannya adalah jika kita tidak punya jantung berarti kematian yang ada atau bahkan kekhalifahan di muka bumi menjadi tidak ada. Akan tetapi Allah SWT selaku pemberi kebaikan memberikan jantung tanpa ada syarat dan ketentuan beriman ataukah tidak beriman, semua orang diberikan tanpa syarat sehingga semua orang memiliki jantung. Lalu, perhatikanlah jantung yang selalu berdetak setiap detiknya (satu detak satu detik) dan jika saat ini kita berumur 50 tahun berarti jantung telah berdetak sebanyak 1.576.800.000 kali. Selanjutnya apa jadinya jika Allah SWT meminta bayaran kepada diri kita atas penggunaan jantung lalu mampukah kita membayarnya? Jika saat ini kita termasuk orang yang beriman lagi beramal shaleh maka sudah sepatutnya diri kita menjalani kehidupan dengan sebaik baiknya sesuai dengan rencana besar kekhalifahan di muka bumi.
Lalu apakah Allah SWT hanya memberikan
jantung kepada diri kita? Allah SWT tidak hanya memberikan jantung semata,
tetapi juga memberikan mata, telinga, otak, hidung, mulut, lidah, jaringan sel
sel syaraf, darah, hati, ginjal, rambut, usus, kuku, tulang dan lain
sebagainya. Sekarang sudahkah diri kita mampu mempergunakan apa apa yang diberikan
oleh Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT? Ingat, apa apa yang telah
diberikan oleh Allah SWT bukanlah barang gratisan yang bisa dipergunakan
seenaknya saja dan tanpa pertanggungjawaban kelak di hari kiamat. Adanya aturan
main seperti ini jangan sampai kita tidak bisa mempergunakan apa apa yang telah
diberikan Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pemberi itu semua.
Untuk itu mari kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT melalui surat Al A’raf (7) ayat 179 sebagaimana berikut ini: “dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” Allah SWT melalui ayat ini, telah memberikan pedoman atas apa apa yang telah diberikan kepada diri kita seperti hiduplah berjantung yang berhati (berakal, berperasaan, memiliki motivasi), hiduplah bermata yang mampu melihat, hiduplah yang bertelinga yang mampu mendengar, hiduplah dengan hati sehingga hidup menjadi tentram dan tenang.
Jika tidak mau menerima petunjuk Allah SWT maka seperti binatang ternaklah kita (seperti sapi dan kerbaulah kita). Untuk itu lihatlah sapi atau kerbau yang sedang makan rumput, ia tidak akan bergeming dengan suara kencang atau sesuatu yang mengagetkan. Sapi atau kerbau akan terus dan terus makan rumput tanpa terpengaruh sedikitpun sedangkan binatang lain seperti burung akan langsung terbang jika ada suara kencang atau sesuatu yang mengagetkannya. Disinilah letak perbedaannya, jika kita mampu mempergunakan apa apa yang telah diberikan Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT kita akan selalu mawas diri, waspada, mau mendengarkan nasehat, mau menerima pelajaran yang kesemuanya untuk kebaikan dan keselamatan diri sendiri, bukan untuk orang lain.
Dalam kehidupan kita sehari hari,
tentu kita tidak hanya merasakan adanya kebaikan semata namun kita juga
merasakan apa yang dinamakan dengan bencana atau keburukan sedangkan Allah SWT
sudah menyatakan jika kebaikan itu berasal dari padaNya. Lalu darimanakah
bencara atau keburukan itu? Jika kita mengacu kepada ketentuan surat An Nisaa’
(4) ayat 78 dan 79 di atas, setiap bencana atau setiap keburukan bukan berasal
dari Allah SWT melainkan akibat ulah dari dirimu sendiri yang bertindak dan
berbuat tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Disinilah Allah SWT memberikan
pilihan secara demokratis kepada diri kita silahkan memilih, mau berbuat baik
silahkan, mau berbuat buruk silahkan karena keduanya tidak dibutuhkan Allah
SWT.
Allah SWT begitu sayang kepada
hambaNya dengan memberi petunjuk cara hidup di dunia seperti yang dikemukakan
dalam surat An Naml (27) ayat 77 sebagaimana berikut ini: “dan
Sesungguhnya AlQuran itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman. (surat An Naml (27) ayat 77).” Dan juga
berdasarkan hadits berikut ini: “Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda:
Allah Ta’ala berfirman: Carilah kebaikan pada umatKu yang mempunyai belas
kasih, tentu kamu akan dapat hidup di bawah lindungannya, karena rahmatKu ada
pada mereka. Dan janganlah mencari kebaikan pada orang yang kejam hati, karena
murkaKu menimpa atas mereka. (Hadits Qudsi Riwayat Al Qudha’i dari Abi Said:
272: 28).
Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi, sudahkah kita tahu aturan main ini lalu sudahkah kita berusaha menjadi orang yang memiliki belas kasih kepada sesama sehingga rahmat Allah SWT selalu bersama kita? Jika saat ini kita menyadari bahwa Allah SWT telah memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kesuksessan diri kita saat menjadi Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi, dapat dipastikan kita tahu dan mengerti tentang adanya petunjuk hidup (maksudnya AlQuran dan Hadits) karena dengan melaksanakan petunjuk hidup ini akan menjadikan diri kita selamat sampai ke tujuan (maksudnya syurga). Harapan kami setelah membaca dan mempelajari buku ini kita mampu menjadi pribadi pribadi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT lalu Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita. Amiin.
B. NAMA NAMA ALLAH SWT YANG INDAH DAN BAIK ADALAH SUMBER KEBAIKAN.
Berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 180 yang kami kemukakan berikut ini: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” Ayat ini mengemukakan bahwa Allah SWT lah pemilik dari Asmaul Husna yaitu Nama Nama Yang Indah lagi Baik. Sedangkan berdasarkan surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24 berikut ini: “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Ayat ini juga mengemukakan bahwa tidak ada tuhan tuhan yang lain selain Allah SWT sehingga hanya Allah SWT sajalah yang memiliki nama nama yang indah yang termaktub dalam Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan). Adanya nama nama Allah SWT yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan) menunjukkan kepada diri kita hanya Allah SWT sajalah sumber dari segala sumber dari keindahan baik keindahan nama maupun keindahan dari Af’al yang baik (perbuatan perbuatan baik) yang ada di alam semesta ini, diluar Allah SWT tidak akan ada yang memilikinya terkecuali jika diberikan Allah SWT.
Sekarang mari kita perhatikan dua nama Allah SWT yang termaktub dalam Asmaul Husna, yaitu Ar Rahmaan dan Ar Rahiem yang selalu kita kemukakan disetiap memulai pekerjaan ataupun sebelum mengkonsumsi sesuatu atau saat mendirikan shalat dan lain sebagainya, sebagaimana termaktub dalam 4 (empat buah) firmanNya berikut ini:
Allah
SWT berfirman: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.” (surat Al-Fatihah (1) ayat 1)
Allah SWT berfirman: “Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (surat Al-Fatihah (1) ayat 3)
Allah SWT berfirman: “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan
malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada
orang-orang yang beriman. (surat Al Ahzab (33) ayat 43)
Allah SWT berfirman: “Apakah
kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan
bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan Dia menahan
(benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (surat Al
Hajj (22) ayat 65).
Berdasarkan empat buah ayat di atas, timbul pertanyaan ada apakah di balik dua nama Allah SWT tersebut? Kata Ar Rahmaan dan kata Ar Rahiem berasal dari akar kata yang sama yaitu r-h-m (rahim), bila kita menyebut kata ini, yang terlintas dalam benak kita orang Indonesia adalah “peranakan” dan subjek yang terlibat adalah ibu dan anak, dan seketika terbayang dalam benak kita rasa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, namun begitu, sifat Rahim Allah tidak bisa disamakan seperti itu (Maha suci Allah dari segala perumpamaan). Penggambaran kasih sayang ini hanyalah sekedar membuat kita paham dan dapat “merasakan” seperti apa bentuk kasih sayang itu.
Sebagian ulama ada yang memahami kata ar-Rahmaan sebagai sifat Allah SWT yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara di dunia ini (temporer), sedangkan ar-Rahiem adalah Rahmat-Nya yang bersifat kekal (continue). Rahmat-Nya di dunia yang sementara ini (ar-Rahman) meliputi seluruh makhluk, tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara yang beriman maupun yang tidak beriman. Nikmat kita bisa bernafas di dunia ini berasal dari Allah SWT dan ini tidak hanya diperuntukan bagi yang beriman tetapi berlaku untuk semua makhlukNya. Lalu apakah hal ini akan kekal selamanya? Tentu tidak, setelah kita mati kita tidak bisa lagi menikmati nikmatnya bernafas. Sedangkan rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat (ar-Rahiem), tempat kehidupan yang kekal, yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya.
Sekarang mari kita perhatikan makna kata Rahim dalam artian tempat peranakan, bukankah kasih sayang yang terlimpah dari seorang ibu berkelanjutan di dua alam (periode) yang berbeda? Seorang ibu melindungi dan memelihara anaknya yang masih dalam rahimnya dan setelah kita lahir masih tetap dilindunginya dan dipeliharanya dengan kasih sayang yang tulus. Ketika seseorang membaca Basmalah, ketika orang membaca Al Fatehah, maka makna-makna di atas diharapkan mampu menghiasi jiwanya. Ini membawa kepada kesadaran akan kelemahan diri serta kebutuhan kepada Allah. Yang membaca basmalah dan juga Al Fatehah juga seharusnya menghayati yang tercurah bagi seluruh makhluk. Kalau yang demikian itu tertanam di dalam jiwa, maka pasti nilai-nilai luhur keluar dalam bentuk perbuatan yang sesuai dengan nilai nilai kebaikan, karena perbuatan merupakan cerminan dari suasana kejiwaan atau cerminan dari diri kita sendiri.
Setiap orang yang mampu membaca basmalah dan juga yang mampu membaca surat Al Fatehah seharusnya dapat mencurahkan rahmat dan kasih sesuai pola Allah SWT di dalam menurunkan dan mencurahkan Rahmat-Nya, yang tidak hanya menyentuh orang yang seiman saja akan tetapi juga yang berlainan keimanannya dengan kita atau bahkan untuk seluruh makhluk tanpa terkecuali. Bukankah dengan membaca ar-Rahman tergambar dalam di dalam benak kita tergambar rahmat tuhan yang menyentuh seluruh alam? Bukankah pula Nabi Muhammad SAW yang menjadi tauladan seorang muslim membawa rahmat bagi keseluruh alam? Demikian juga saat kita mengucapkan Ar-Rahiem, maka harus terlintas dalam pikiran kita rahmat Allah yang akan membawa kenikmatan akhirat. Adanya kondisi ini maka kita diharapkan untuk selalu melakukan perbuatan baik yang tidak hanya bermanfaat di dunia tetapi juga harus bermanfaat di akhirat kelak.
Allah SWT sudah mempertunjukkan kepada diri kita tentang AsmaNya yaitu Ar Rahmaan dan Ar Rahiem dan kitapun sudah merasakan hal itu dalam hidup dan kehidupan kita. Lalu sudahkah kita mampu berbuat kebaikan berdasarkan pola Ar Rahmaan dan Ar Rahiem seperti yang kami kemukakan di atas? Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi sudah tentu kita mampu berbuat kebaikan berdasarkan pola Ar Rahmaan dan Ar Rahiem, jika tidak ada sesuatu yang salah dalam diri kita.
Untuk itu, bagi orang yang tidak mampu berbuat kebaikan ada baiknya kita memperhatikan apa yang dikemukakan Allah SWT di dalam surat Al A’raf (7) ayat 156 yang kami kemukakan berikut ini: “dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami.” Ayat ini mengemukakan bahwa Allah SWT akan menimpakan siksa kepada siapa saja yang tidak mampu berbuat kebaikan saat hidup di muka bumi ini. Sekarang berfikir ulanglah ribuan kali jika kita tidak mampu berbuat kebaikan padahal kebaikan itu untuk kebaikan diri kita sendiri.
Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah
Allah SWT di muka bumi sudahkah kita memenuhi syarat dan ketentuan untuk
menerima balasan dari Allah SWT berupa tempat kembali yang bermartabat tinggi
atau tempat kesudahan yang baik seperti yang dikemukakan Allah SWT dalam surat
Ar Ra’d (13) ayat 22, 23, 24 berikut ini: “dan orang-orang yang sabar karena mencari
keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami
berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak
kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan
(yang baik), (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama
dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak
cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua
pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka
Alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (surat Ar Ra’d (13) ayat 22 s/d 24)
Dan juga berdasarkan surat Al Kahfi (18) ayat 30, 31 sebagaimana berikut ini: “Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. mereka Itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera Halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.” serta berdasarkan ketentuan surat Al Furqaan (25) ayat 75 dan 76 yang kami kemukakan berikut ini: “mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. syurga itu Sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.” Berdasarkan tiga ketentuan yang telah kami kemukakan di atas di dapat keterangan: jika kita ingin pulang kampung ke kampung kebahagian yang bermartabat tinggi maka kita wajib memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Allah SWT seperti: (1) sabar dalam mencari keridhaan Allah SWT, (2) mendirikan shalat dan menafkahkan harta di jalan Allah SWT baik terang terangan atau sembuyi sembunyi, (3) menolak kejahatan dengan kebaikan, (4) beriman dan beramal shaleh, terkecuali jika kita ingin hidup bertetangga dengan syaitan sang laknatullah di neraka jahannam kelak.
Sekarang mari kita berkaca kepada salah satu ciptaan Allah SWT yang bernama singkong (ketela) dimana singkong bisa memberikan banyak kebaikan tergantung proses yang kita lakukan. Singkong bisa menjadi tiwul, singkong bisa menjadi getuk, singkong bisa menjadi gaplek, singkong bisa menjadi keripik, singkong bisa menjadi sanjai, singkong bisa menjadi combro dan misro dan lain sebagainya. Hal yang sama juga berlaku kepada padi. Dimana padi jika diolah akan menjadi gabah. Gabah jika diolah akan menjadi beras, menir, sekam, dedek dan lainnya. Beras akan menjadi nasi, lontong, bubur, ketupat, arem arem dan lainnya. Sedangkan nasi jika sudah diolah akan menjadi nasi uduk, nasi ulam, nasi padang, nasi jamblang, nasi kucing dan lain sebagainya.Lalu apa yang bisa kita jadikan pelajaran dari singkong atau padi ini? Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil, yaitu: (1) Jika ciptaan Allah SWT saja bisa seperti ini maka dapat dipastikan Allah SWT selaku pencipta dari singkong adalah mampu lebih dari itu semua karena Allah SWT Dzat Yang Sangat Maha; (2) Jangan sampai diri kita meributkan atau mengkultuskan hasil olahan singkong atau memaksanakan kehendak agar orang lain menyukai hasil olahan singkong atau padi. Akan tetapi kembalikan segala sesuatunya kepada asal usulnya yaitu singkong (padi) tanpa merendahkan hasil dari olahan singkong (padi) atau memaksakan kehendak kepada orang lain untuk memilih inilah yang terbaik dari olahan singkong, atau olahan padi.
Untuk itu jika terjadi ketidaksesuaian, perselisihan dalam hidup dan kehidupan kembalikan segala sesuatunya kepada Allah SWT selaku asal usul dari keberadaan diri kita di dunia. Jika tidak melakukannya terjadilah apa yang dinamakan dengan salah pemahaman, salah jalan, salah persepsi, karena bertanya bukan kepada ahlinya. Sekarang bertanyalah kepada diri sendiri sudahkah kita mampu menjadi orang yang bermanfaat seperti singkong (padi) atau sudahkah kita mengembalikan segala sesuatu kepada Allah SWT jika kita mengalami hal hal yang tidak menyenangkan atau mengalami hal hal yang membahagiakan kepada Allah SWT? Jika kita termasuk orang yang tahu diri, tahu siapa diri sendiri dan tahu siapa Allah SWT yang sesungguhnya, maka sudah sepatutnya kita tunduk, patuh dan taat kepada Allah SWT dengan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah sehingga kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT selama hidup di dunia ini.
C. MANUSIA DISHIBGHAH DENGAN NAMA NAMA YANG INDAH LAGI BAIK.
Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 138 yang kami kemukakan berikut ini: Shibghah Allah. dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya-lah Kami menyembah.” Ayat ini mengemukakan bahwa Allah SWT telah mensibghah atau mencelup setiap manusia dengan shibghah yang berasal dari pada Allah SWT. Adanya konsep shibghah ini ada hal hal yang harus kita jadikan perhatian yaitu: (1) Allah SWT adalah pemberi shibghah, (2) Penerima Shibghah, (3) Shibghah, (4) Kapan proses Shibghah dilakukan oleh Allah SWT, (5) Tujuan dari pemberian Shibgah. Allah SWT lah yang memberikan Shibghah atau Allah SWT lah sumber utama dari Shibghah yang akan dishibghahkan. Lalu kepada siapakah shibghah yang akan dishibghahkan itu, apakah kepada ruh/ruhani ataukah kepada jasmani karena setiap manusia pasti terdiri dari 2 (dua) hal ini? Jika kita meyakini dan mengimani bahwa jasmani asalnya dari tanah/alam maka jasmani pasti akan memiliki sifat yang sesuai dengan asal usulnya, yaitu tanah/alam yang mencerminkan nilai nilai keburukan. Sedangkan ruh/ruhani asalnya dari Allah SWT maka ruh/uhani akan memiliki sifat yang sesuai dengan asal usulnya yaitu Allah SWT yang mencerminkan nilai nilai kebaikan.
Berdasarkan uraian di atas ini maka shibghah dapat dikatakan sebagai proses pewarnaan atau mencelup atau memberi warna kepada ruh/ruhani yang pada akhirnya ruh/ruhani akan memiliki sifat sifat ilahiah yang berasal dari af’al Allah SWT sehingga melalui proses ini akan tampillah penampilan Allah SWT di muka bumi melalui ruh/ruhani manusia sepanjang manusia mampu menampilkan hal tersebut. Inilah salah satu tujuan dari menshibghah manusia.
Sekali lagi kami kemukakan, Allah SWT menshibghah Ruh/Ruhani dengan nama nama Allah SWT yang indah yang termaktub dalam Asmaul Husna sehingga Ruh/Ruhani akan memiliki sifat yang berkesesuaian dengan Asmaul Husna seperti yang Allah SWT miliki. Proses shibghah yang dilakukan oleh Allah SWT laksanakan seperti layaknya proses menginstall atau memprogram Asmaul Husna ke dalam Ruh/Ruhani sehingga Ruh/Ruhani mampu berbuat atau menampilkan Asmaul Husna menjadi perbuatan Ruh/Ruhani atau menjadikan Asmaul Husna menjadi perilaku Ruh/Ruhani. Lalu kapan proses shibghah dilakukan oleh Allah SWT kepada Ruh/Ruhani? Proses menshibghah ruh/ruhani berdasarkan ketentuan surat As Sajdah (32) ayat 7 sampai 9 berikut ini: “yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” Ayat ini menerangkan bahwa proses shibghah terjadi pada saat ruh/ruhani dipertemukan atau disatukan dengan jasmani saat masih dalam rahim seorang ibu melalui proses peniupan. Adanya proses shibghah yang terjadi saat masih di dalam rahim ibu berarti ruh/ruhani sejak awal sudah diprogram oleh Allah SWT memiliki perbuatan yang sesuai dengan Asmaul Husna sehingga perbuatan diri kita yang paling hakiki (fitrah) adalah sesuai dengan nilai nilai ilahiah.
Untuk apa Allah SWT menshibghah ruh/ruhani
setiap manusia dengan Asmaul Husna? Sebagai khalifah Allah SWT yang tidak lain
adalah pengganti, perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi maka sudah
sepantasnya orang yang menjadi pengganti dan yang menjadi perpanjangan tangan
Allah SWT memiliki pola dan perbuatan yang mencerminkan Allah SWT selaku
pengutusnya. Dan adalah sebuah kejanggalan jika yang menjadi pengganti dan yang
menjadi perpanjangan tangan Allah SWT memiliki sifat yang berlainan atau
berlawanan dengan Allah SWT, dalam hal ini bersifat alam. Sebagai khalifah
Allah SWT di muka bumi, kita harus tahu dan paham tentang hal ini karena hal
ini adalah asal usul dari diri kita. Jika kita tahu asal usul diri kita maka
akan memudahkan kita melaksanakan tugas sebagai khalifah Allah SWT di muka
bumi.
Salah satu sifat jasmani adalah pelit dan jika ini sifatnya maka perbuatannya adalah memelitkan sehingga orang yang bersangkutan akan mementingkan kepentingan dirinya sendiri tanpa menghiraukan orang lain. Sedangkan kemampuan dari memelitkan/mementingkan diri sendiri sangat tergantung besar atau kecilnya pengaruh ahwa yang ada dalam diri seseorang. Semakin besar kekuatan ahwanya semakin kuat mementingkan diri sendiri, demikian pula sebaliknya.Demikian pula dengan ruh/ruhani. Ruh/Ruhani jika ditinjau dari sisi sifatnya dinamakan dalam AlQuran sebagai nass. Ruh/Ruhani akan dinamakan dengan nafs/anfuss jika ditinjau sisi perbuatannya sedangkan kemampuannya tetap dinamakan dengan ruh.
Sekarang mari kita pelajari tentang garam. Dimana sifat dari garam adalah asin. Adanya sifat asin pada garam maka garam akan mengasinkan segala sesuatu yang diliputinya. Akan tetapi akan menjadi sebuah persoalan jika garam yang seharusnya bersifat asin justru tidak asin sehingga tidak mampu mengasinkan segala sesuatu yang diliputinya. Jika hal ini terjadi maka garam sudah tidak bisa lagi dikatakan sebagai garam (tidak pantas menyandang preditat garam) karena sudah tidak mencerminkan lagi sifat dan perbuatannya. Lalu bagaimana dengan ruh/ruhani yang tidak lain adalah jati diri kita yang sesungguhnya yang telah disifati dishibghah dengan Ar Rahmaan dan Ar Rahiem lalu justru berbuat semena mena terhadap orang lain, hanya mementingkan diri dan kelompoknya saja. Jika ini terjadi maka kejadian yang menimpa garam di atas terjadi pula kepada diri kita yaitu sudah tidak pantas lagi menyandang predikat nass ataupun sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai khalifah Allah SWT karena sudah menyimpang dari sifat dan perbuatan yang hakiki, yaitu sesuai dengan nilai nilai ilahiah.
Hal yang harus kita perhatikan adalah perbuatan adalah kemasan, sedangkan sifat adalah isi. Perbuatan merupakan akibat dari adanya sifat sehingga sifatlah yang akan menurunkan suatu bentuk perbuatan. Perbuatan bisa diketahui oleh panca indera, sedangkan sifat hanya bisa dirasakan melalui hati dan keimanan. Perbuatan bisa menipu isi (sifat). Sifat identik dengan kesadaran/pikiran/rasa jiwa. Sifat yang baik akan menghasilkan perbuatan yang baik. Sedangkan perbuatan yang baik, belum tentu sifatnya baik (munafik). Maka yang paling utama dalam hal ini contohlah Rasulullah Muhammad SAW dari sifat sifatnya, baru kemudian perbuatan perbuatannya.
Bisa saja terjadi, ada orang yang perbuatannya seperti Rasulullah, tapi sifat sifatnya seperti syaitan (munafik). Sifat sifat dari Rasulullah Muhammad SAW adalah sifat sifat yang baik lagi terpuji seperti terpercaya, amanah, jujur, sabar, syukur, cinta kasih, bijaksana, rendah hati, pemaaf, pintar, ikhlas, zuhud, suka menolong, tidak mementingkan diri sendiri, dll. Kemudian sifat sifat Rasulullah yang dilaksanakannya menjadi hadits. Hadist terdiri dari segala perbuatan Nabi Muhammad SAW, segala perkataan Nabi Muhammad SAW, dan segala perbuatan sahabat yang direstui oleh Nabi Muhammad SAW. Dan setiap orang Islam harus mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Tapi sayangnya, banyak orang Islam yang tidak mengerti tentang Nabi Muhammad SAW. Banyak orang Islam yang terlalu kaku dalam memahami hadits, sedangkan memahami sifat sifat Nabi Muhammad SAW malah banyak yang diabaikan. Ini termasuk sebuah kesesatan.
Kebenaran sejati dalam mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW adalah mencontoh atau mengikuti sifat sifat Nabi Muhammad SAW, baru kemudian mengikuti perbuatan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Bagi orang Islam yang mengikuti sifat sifat Nabi Muhammad SAW, tentu akan memperoleh pengalaman spiritual yang hampir sama dengan apa yang dirasakan oleh Nabi Muhammad SAW. Mereka inilah orang orang yang berada dalam kebenaran sejati, seperti para wali Allah SWT dan orang orang mukmin yang disucikan.
Jangan sampai kita salah di dalam menempatkan dan memposisikan Nabi Muhammad SAW karena hasil akhirnya bisa berbeda dan tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ingat, diri kita diutus ke muka bumi oleh Allah SWT bukan untuk dijadikan sebagai khalifah Nabi Muhammad SAW (menjadi pengganti atau perpanjangan tangan atau duta besar Nabi Muhammad SAW). Kita diutus menjadi abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi dan agar diri kita berhasil maka Allah SWT memberikan petunjuknya dengan memerintahkan diri kita untuk menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita saat hidup di muka bumi ini.
Sekali lagi kami tegaskan, kita diutus ke muka bumi untuk menjadi khalifah Allah SWT sehingga kita harus mampu menampilkan penampilan Allah SWT di muka bumi dengan menampilkan perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan apa yang telah dishibghah, yaitu berpenampilan Asmaul Husna yang pada akhirnya terlihatlah penampilan di dalam penampilan diri kita serta tampak dengan jelaslah Islam untuk semua. Semoga diri kita, anak dan keturunan kita mampu menjadi Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi yang dapat dibanggakan serta dapat bertemu langsung dengan Allah SWT di tempat yang terhormat yaitu syurga. Amien.
D. ALLAH SWT BERSAMA ORANG YANG BAIK.
Allah SWT bersama orang yang baik
sebagaimana dikemukakan dalam surat
Yusuf (12) ayat 23 dan 24 yang kami kemukakan di bawah ini, “dan
wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata:
"Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah,
sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya
orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah
bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan
pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya[750].
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian.
Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” Ayat di atas mengemukakan bahwa Allah
SWT selaku Dzat Super Ikhsan akan selalu bersama dengan orang yang baik
dimanapun orang itu berada dan siap memberikan pertolongan kepada orang orang
yang berperilaku baik.
[750] Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Yusuf a.s. punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu (Zulaikha), akan tetapi godaan itu demikian besanya sehingga andaikata Dia tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah s.w.t tentu Dia jatuh ke dalam kemaksiatan.
Hal ini
telah ditunjukkan Allah SWT kepada Nabi Yusuf as, lalu apakah Allah SWT hanya
akan bersama Nabi Yusuf as, lalu kepada diri kita tidak? Allah SWT akan selalu
bersama orang yang berperilaku baik kepada siapapun juga termasuk kepada diri
kita, kepada anak keturunan kita, sepanjang diri kita selalu berada di dalam
kehendak Allah SWT. Agar Allah SWT
selalu bersama dengan diri kita maka kita harus bisa menyesuaikan diri dengan
apa apa yang dikehendaki Allah SWT seperti beriman dan beramal shaleh, beriman
lagi bersyukur maka barulah terjadi hubungan antara diri kita yang kecil dengan
Allah SWT Yang Maha Besar.
Hubungan dengan Allah SWT Yang Maha Besar baru akan dapat terjadi dan memberikan dampak positif kepada diri kita selaku yang kecil jika: (1) Kita yang kecil wajib menyelaraskan, wajib menyerasikan, dan wajib menyeimbangkan dengan kondisi dan keadaan Allah SWT Yang Maha Besar, (2) Kita yang kecil harus berada di dalam ketentuan Allah SWT Yang Maha Besar, (3) Kita yang kecil harus sesuai dengan Syarat dan Ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT Yang Maha Besar, (4) Kita yang kecil jangan pernah sekalipun meninggalkan Allah SWT Yang Maha Besar, (5) Kita yang kecil jangan pernah mencoba mengalahkan Allah SWT Yang Maha Besar, (6) Kita yang kecil jangan pernah sekalipun melecehkan Allah SWT Yang Maha Besar, (7) Kita yang kecil harus selalu berada di dalam gelombang dan siaran yang sama dengan Allah SWT Yang Maha Besar. Selaku makhluk yang tidak memiliki apapun juga saat datang ke muka bumi ini, sudahkah kita melaksanakan tujuh ketentuan yang kami kemukakan di atas?
Jika kita termasuk orang yang telah tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir, apa yang kami kemukakan di atas sudah pasti dapat kita lakukan dengan sebaik mungkin karena hanya dengan itulah kita bisa bersinergi dengan Allah SWT atau Allah SWT akan selalu bersama dengan diri kita. Sekarang siapakah yang paling diuntungkan jika kita mampu bersinergi dengan Allah SWT? Allah SWT sampai kapanpun juga tidak butuh bersinergi dengan apapun juga. Akan tetapi kitalah yang sangat membutuhkan sinergi dengan Allah SWT sehingga yang paling diuntungkan adalah diri kita sendiri, bukan orang lain. Disinilah salah satu letak betapa pentingnya kita melaksanakan Habbluminallah.
Katakan saat ini, kita sudah mampu bersinergi dengan Allah SWT melalui proses Habblum Minallah, berarti saat ini kita sedang mensinergikan Ruhani kita dengan Allah SWT, kita sedang mensinergikan Amanah yang 7 yang ada pada diri kita dengan Allah SWT serta kita juga sedang mensinergikan sibghah Asmaul Husna yang ada pada ruh/ruhani diri kita dengan Allah SWT. Akan tetapi jika proses sinergi yang telah kita lakukan dengan Allah SWT tidak dapat dikatakan berjalan sesuai dengan konsep ibadah Ikhsan jika jika apa-apa yang telah tersambung dengan Allah SWT, jika apa-apa yang telah bersinergi dengan Allah SWT, tidak mampu kita tunjukkan di dalam perbuatan kepada sesama umat manusia secara utuh. Untuk itu kita harus bisa menghilangkan saat ini juga konsep untung rugi di dalam berbuat dan bertindak. Selain daripada itu, konsep menyembunyikan sesuatu saat mengajarkan tidak berlaku lagi, yang ada hanyalah Ikhlas berbuat karena Allah SWT semata tanpa ada udang di balik batu.
Agar diri kita mampu berada di dalam kehendak Allah SWT sehingga proses sinergi terjadi pada diri kita, berikut ini akan kami kemukakan beberapa contoh dari sinergi dimaksud, yaitu:
1. Jika ruh/ruhani
bersinergi dengan Allah SWT, atau ruh/ruhani diri kita tersambung dengan Allah
SWT berarti ruh/ruhani diri kita mampu menguasai jasmani diri kita, sehingga nilai-nilai
kebaikan yang dibawa oleh ruh/ruhani mampu mengalahkan nilai-nilai keburukan
yang dibawa oleh jasmani. Dan jika ini terjadi pada diri kita berarti segala
perbuatan diri kita selalu berada di dalam koridor nilai-nilai kebaikan yang
tidak hanya dapat dinikmati oleh diri sendiri, tetapi juga oleh keluarga, oleh
anak dan keturunan, oleh masyarakat, oleh bangsa dan negara.
2. Jika Ilmu yang kita miliki mampu bersinergi dengan Ilmu Allah SWT maka Ilmu tersebut tidak disimpan hanya untuk kepentingan diri, keluarga atau kelompok tertentu saja. Namun Ilmu itu akan diajarkan kepada semua orang tanpa ada yang ditutup-tutupi, tanpa ada yang disembunyikan sehingga ilmu yang kita miliki dapat berguna bagi semua orang sehingga kita mampu melaksanakan konsep sehabis belajar tidak lupa untuk mengajar.
3. Jika Qudrat (kekuatan) yang kita miliki mampu tersambung dengan Qudrat Allah SWT maka segala kekuatan, segala kekuasaan yang kita miliki tidak hanya bermanfaat bagi diri, keluarga semata. Akan tetapi dengan Qudrat (kekuatan) yang kita miliki semua orang menjadi tertolong, terbantu, tanpa memandang latar belakang yang kita tolong sehingga tidak mengakibatkan kerugian bagi masyarakat luas.
4. Jika Kalam yang kita miliki mampu tersambung dengan Kalam Allah SWT maka kata-kata, tutur kata, omongan yang keluar dari mulut kita tidak akan menyakiti hati orang lain, selalu bermanfaat, dapat menyenangkan banyak orang, dapat menjadi pendengar yang baik serta mampu menerapkan falsafah diam itu emas.
5. Jika Ar Rahmaan dan Ar Rahiem, yang kita miliki tersambung dengan Allah SWT maka banyak orang tidak mampu yang ada disekitar diri kita tertolong, terbantu, oleh sebab keberadaan diri kita tanpa melihat siapa mereka, darimana mereka berasal serta kesenjangan sosial dapat teratasi dengan sendirinya.
6. Jika Ar Razaq yang kita miliki dapat tersambung dengan Af’al (perbuatan) Ar Razaq yang dimiliki Allah SWT? Hal yang akan terjadi adalah kita tidak mau mengambil hak orang lain, kita tidak akan mau Kolusi, Korupsi, Nepotisme di dalam mencari Rezeki serta setelah memperoleh Rezeki sebagian dari Rezeki itu dikeluarkan kembali dalam bentuk Zakat, Infaq, Shadaqah, Jariah, yang pada intinya untuk menolong banyak orang. Demikian seterusnya.
Jika kita mampu melaksanakan hal hal yang kami contohkan di atas, dapat dipastikan Allah SWT akan tersenyum kepada diri kita atau kita mampu menempatkan diri kita selalu bersama Allah SWT sehingga Allah SWT pun tidak akan meninggalkan kita saat hidup di muka bumi ini. Dan ingat, Allah SWT saat ini sedang menunggu doa kita, menunggu taubat kita dan jangan sampai Allah SWT hanya menunggu dan menunggu tanpa pernah memberikan apa apa kepada diri kita karena kita tidak pernah mengajukan permohonan kepadaNya. Lalu apa jadinya jika kita yang sudah tidak bisa melepaskan diri dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT justru kita berbuat dan bertindak yang berseberangan dengan perilaku atau Af’al (perbuatan) Allah SWT yang mencerminkan Asmaul Husna? Allah SWT dapat dipastikan akan berseberangan pula dengan diri kita sehingga diri kita berkesesuaian dengan kehendak syaitan. Selanjutnya Allah SWT lepas tangan dengan keadaaan diri kita dan syaitan siap membantu diri kita yang tentunya sangat berbeda dengan bantuan dan pertolongan Allah SWT.
E. SEBAIK BAIK TEMPAT KEMBALI ADALAH SYURGA.
Sebaik baik tempat kembali adalah
syurga sebagaimana termaktub dalam surat Al Kahfi (18) ayat 30 dan 31 yang kami
kemukakan berikut ini: “Sesunggunya
mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. mereka Itulah
(orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya;
dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian
hijau dari sutera Halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar
di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat
istirahat yang indah.” Berdasarkan ayat ini, Allah SWT yang telah
menunjukkan dan memperlihatkan kebaikanNya kepada diri kita dengan memberikan
tempat yang terbaik sepanjang diri kita mampu berperilaku kebaikan dalam
kerangka ibadah Ikhsan yaitu kampung
kebahagiaan bagi diri kita kelak berupa syurga. Adapun kondisi dasar syurga,
dapat kami kemukakan di bawah ini:
1. Kondisi Dasar Syurga. Allah SWT berfirman, “Wahai manusia, bagaimana engkau mencintai dunia yang fana dan kehidupan yang sementara, padahal bagi mereka yang taat ada syurga? Mereka bisa masuk dari pintunya yang berjumlah delapan. Pada setiap syurga ada tujuh puluh ribu taman. Pada setiap taman ada tujuh puluh ribu istana yaqut. Pada setiap istana terdapat tujuh puluh ribu tempat tinggal dari zamrud. Pada setiap tempat tinggal ada tujuh puluh ribu rumah dari emas merah. Pada setiap rumah ada tujuh puluh ribu balai dari perak putih. Pada setiap balai ada tujuh puluh ribu meja makan. Di atas meja makan terdapat tujuh puluh ribu piring permata. Pada setiap piring terdapat tujuh puluh ribu aneka makanan. Di sekitar masing masing balai terdapat tujuh puluh ribu ranjang dari emas merah. Di atas setiap ranjang terdapat tujuh puluh ribu selimut dari sutera dan permadani. Di sekitar ranjang ada tujuh puluh ribu sungai dari air kehidupan, susu, madu, dan khamar. Di tengah tengah sungai terdapat tujuh puluh ribu aneka buah. Pada setiap rumah terdapat tujuh puluh ribu kemah dari pohon kayu kecil, Di atas setiap ranjang ada bidadari bidadari yang di hadapannya ada tujuh puluh ribu pelayan muda bagaikan kuningnya telur yang tersimpan. Di atas setiap istana ada tujuh puluh ribu kubah. Pada setiap kubah ada tujuh puluh ribu hadiah dari Tuhan yang tak pernah dilihat oleh mata, tak pernah di dengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati manusia. “dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik. sebagai Balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan. (surat Al Waaqiah (56) ayat 20, 21, 22, 23, 24).” Mereka tidak mati dan tidak pernah tua. Mereka tidak sedih, tidak puasa, tidak shalat, tidak sakit, tidak pernah kencing, serta tidak pernah buang air besar. “mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya” (surat Al Hijr (15) ayat 48). Siapa yang menginginkannya, mengingat kemurahanKu, bertetangga denganKu, serta nikmatKu, maka mendekatlah kepadaKu secara tulus seraya meremehkan dunia dan merasa cukup dengan yang sedikit.” Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Terbaik tentu akan mempersiapkan yang terbaik pula bagi Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifahnya di muka bumi dengan sesuatu yang terbaik, yaitu syurga.” (Imam Al Ghazali, Bahagia Senantiasa: Kimia Ruhani Untuk Kebahagiaan Abadi, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2007)
Sekarang bagaimana dengan khalifah yang telah diutusnya tidak mampu sesuai dengan kehendak Allah SWT, apakah akan diberikan tempat yang sama dengan khalifah yang terbaik? Allah SWT tentu tidak akan menciderai kemahaan dan kebesaran yang dimilikiNya dengan memberikan tempat kembali yang sama. Disinilah letak keadilan Allah SWT yang memiliki Af’al (perbuatan) Yang Maha Adil yaitu dengan memberikan tempat berupa neraka yang tidak lain adalah kampung kebinasaan dan kesengsaraan bagi Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi yang gagal. Berikut ini akan kami kemukakan kondisi dan keadaan neraka itu seperti apa.
2. Kondisi Dasar Neraka. Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam! Bagaimana engkau bisa bermaksiat padaKu padahal engkau masih tak tahan terhadap panasnya matahari. Neraka Jahannam mempunyai tujuh tingkatan. Di dalamnya ada api yang sebagian melahap yang lainnya. Di setiap tingkatan ada tujuh puluh ribu cabang api. Pada setiap cabang ada tujuh puluh ribu tempat tinggal. Pada setiap tempat tinggal ada tujuh puluh ribu rumah. Pada setiap rumah ada tujuh puluh ribu sumur. Pada setiap sumur ada tujuh puluh ribu peti api. Pada setiap peti api ada tujuh puluh ribu kalajengking dari api, dan di atas setiap peti terdapat tujuh puluh ribu pohon zaqqum. Di setiap pohon ada tujuh puluh ribu pemimpin dari api. Bersama setiap pemimpin tersebut ada tujuh puluh ribu malaikat dari api, dan tujuh puluh ribu ular api. Panjang masing masing ular itu tujuh puluh ribu hasta dari api. Pada setiap perut ular itu ada lautan dari racun hitam. Setiap kalajengking memiliki seribu ekor. Panjang masing masing ekornya tujuh puluh ribu hasta.Pada setiap ekor terdapat tujuh puluh ribu liter racun merah. Wahai anak Adam! Aku tidak menciptakan api kecuali diperuntukkan bagi setiap orang kafir, pengadu domba, orang yang durhaka kepada orang tua, orang yang riya, orang yang tidak memberi zakat hartanya, pezina, pemakan harta riba, peminum khamar, penganiaya anak yatim, pegawai yang berkhianat, wanita yang meratapi musibah, dan setiap orang yang menyakiti tetangganya. “kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (surat Al Furqaan (25) ayat 70). Oleh karena itu, kasihilah diri kalian sendiri wahai para hambaKu. Sebab, badanmu sangat lemah, sedang perjalanan masih jauh, beban sangat berat, ash shirath begitu halus, pengintai Maha Melihat, dan hakimnya adalah Tuhan semesta alam.” (Imam Al Ghazali, Bahagia Senantiasa: Kimia Ruhani Untuk Kebahagiaan Abadi, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2007).
Setelah diri kita memiliki pengetahuan tentang kondisi dasar syurga dan juga neraka, sekarang beranikah kita menyatakan bahwa Kampung Kebinasaan dan Kesengsaraan lebih baik daripada Kampung Kebahagiaan sehingga kampung itulah yang akan menjadi tempat tinggal kita yang abadi kelak? Jika anda tidak berani mengatakannya atau tidak berani memilih neraka Jahannam sebagai kampung halaman kita kelak maka jangan pernah menjadi hamba syaitan atau menjadi hamba ahwa (hawa nafsu), akan tetapi jadilah hamba Allah SWT yang taat dan patuh dari waktu ke waktu, dalam kondisi apapun, dimanapun kita berada.Selanjutnya mari kita perhatikan dengan seksama hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari berikut ini:
“Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Syurga dan Neraka komplain, Neraka berkata, “Aku dihuni oleh orang-orang yang sombong dan angkuh.’ Syurga berkata, “Aku hanya dihuni oleh orang-orang yang lemah dan hina. Allah SWT berfirman kepada syurga, “Kamu adalah rahmat-Ku. Aku melimpahkan rahmat kepada hamba-Ku yang Aku kehendaki dengan menjadikannya sebagai penghunimu. Kemudian Allah SWT berfirman kepada Neraka, “Kamu adalah siksa-Ku. Aku menyiksa hamba-Ku yang Aku kehendaki dengan menjadikannya sebagai penghunimu.” Baik Syurga dan Neraka akan dipenuhi dengan penghuninya masing-masing. Tapi, neraka tidak akan penuh hingga Allah meletakkan kaki-Nya lalu neraka berkata, “Cukup, cukup, cukup.” Pada saat itu, nerakapun penuh hingga setiap sudutnya tidak ada yang kosong. Allah tidak pernah menganiaya makhluk-Nya, dan Allah menciptakan makhluk untuk menjadi penghuni Syurga. (Hadits Riwayat Bukhari). Hadits ini menjelaskan tentang: (a) kondisi dasar dari penghuni neraka dan juga kondisi dasar dari penghuni syurga yang mana kualitas penghuninya sangatlah jauh berbeda; (b) adanya pernyataan Allah SWT kepada syurga yang berbunyi, “kamu adalah rahmatKu” sedangkan kepada neraka dikatakan, “kamu adalah siksaKu.”:(c) Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan yang ada di muka bumi ini sudah menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan manusia untuk menjadi penghuni syurga. Jika sampai diri kita, anak keturunan kita bukan menjadi penghuni syurga berarti kita telah keluar dari rencana besar tentang kekhalifahan di muka bumi ini.
Sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus
khalifah di muka bumi, pernahkah kita membayangkan hidup kekal di syurga yang
kondisinya telah kami kemukakan diatas? Lalu setelah diri kita mampu pulang
kampung ke syurga, apakah hanya sekedar pulang kampung ataukah ada lagi sesuatu
yang luar biasa? Untuk menjawabnya, mari kita perhatikan dengan seksama hadits
berikut ini:“Syuhaib ra, meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: “Ketika penghuni
syurga telah masuk ke syurga, Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, “Jika kalian
masih menginginkan sesuatu, Aku akan menambahkannya untuk kalian”. Mereka
menjawab, “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau
telah memasukkan kami ke syurga dan menyelamatkan kami dari neraka? Kemudian
Allah membukakan tabir (antara Allah dan mereka). Makaa tidak ada pemberian
yang lebih disenangi bagi mereka daripada anugerah bisa melihat Tuhan mereka.” (Hadits
Riwayat Muslim) Berdasarkan hadits ini, setiap penghuni
syurga akan melihat wajah Allah SWT secara langsung tanpa hijab. Lalu bisakah
kita membayangkannya? Lalu bisakah kita melukiskannya? Apa yang kita rasakan setelah melihat Allah
SWT? Inilah pemandangan dan kebahagiaan yang paling tidak bisa dilukiskan dan
dibayangkan dengan kata kata, yang ada adalah rasa kagum, rasa harus, rasa
bahagia dan perasaan yang tidak bisa kami kemukakan lagi. Semoga diri kita, kedua orang tua kita dan kedua orang mertua kita,
keluarga kita, anak dan keturunan kita semuanya mampu masuk ke syurga lalu bisa
melihat Allah SWT di syurga secara langsung tanpa hijab. Ya Allah
perkenankan doa kami. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar