IMAN memiliki banyak arti dan makna. IMAN mudah diucapkan,
simpel dikatakan, namun sulit untuk diungkapkan, akan tetapi dapat dirasakan
manfaatnya. Apakah itu IMAN, sebuah pertanyaan remeh, ringan, serta
mungkin saja tidak relevan jika
ditanyakan di jaman teknologi maju saat ini. IMAN walaupun hanya terdiri dari
4(empat) buah HURUF, tetapi IMAN dapat
mempunyai makna yang sempit dan dangkal, namun IMAN juga dapat mempunyai makna yang sangat mendalam. IMAN
tidak bisa di anggap sepele dalam kehidupan kita sehari-hari sebab IMAN dapat
menghantarkan kesuksesan hidup MANUSIA termasuk diri kita di dunia dan
akhirat ataupun dapat pula mengakibatkan
MANUSIA termasuk diri kita sengsara di dunia dan di akhirat. Timbul pertanyaan
begitu hebatkah IMAN sehingga ia mampu membuat MANUSIA termasuk diri kita harus
mengakuinya dan meletakkannya sesuai dengan posisi yang semestinya. Jadi apakah
sebenarnya IMAN itu? Apakah IMAN hanya sebatas PERCAYA saja? Apakah setelah
IMAN ada di dalam diri apakah IMAN akan tetap kualitasnya dari waktu ke waktu?
Untuk menjawab pertanyaan-peratanyan ini mari kita bahas tentang IMAN kepada
ALLAH SWT secara lebih mendalam lagi.
1. PEDASNYA CABAI, NIKMATNYA IMAN
Sebelum kita melanjutkan pembahasan tentang IMAN, perkenankan kami untuk mengemukakan terlebih dahulu sebuah cerita tentang CABAI. CABAI menurut informasi yang kita peroleh PEDAS rasanya, selanjutnya percayakah kita jika CABAI itu PEDAS? Kita bisa saja mempercayai atau kita bisa juga tidak mempercayai jika CABAI itu PEDAS. Selanjutnya jika kita menyatakan bahwa CABAI itu PEDAS, timbul pertanyaan atas dasar apakah kita menyatakan bahwa CABAI itu PEDAS? Untuk dapat menyatakan bahwa CABAI itu PEDAS, terdapat 2(dua) cara untuk membuktikannya, yaitu:
1. Merasakan langsung pedasnya rasa
CABAI dengan cara memakan atau mencoba secara langsung CABAI dengan cara
digigit, atau
2. Mempercayai keterangan atau
informasi dari orang lain yang telah merasakan pedasnya rasa CABAI.
Timbul pertanyaan,
cara yang manakah dari kedua cara di atas yang paling baik untuk mempercayai
bahwa CABAI itu PEDAS rasanya? Merasakan langsung CABAI adalah cara yang paling
baik dibandingkan dengan mempercayai keterangan atau mempercayai informasi dari
seseorang yang telah merasakan pedasnya CABAI. Kenapa hal itu terjadi? Suatu
keterangan atau suatu informasi baru akan memberikan dampak kepercayaan bagi
seseorang jika orang yang memberikan keterangan haruslah orang yang benar-benar
memiliki kompetensi untuk dapat dipercaya keterangannya. Semakin tinggi tingkat
kompetensi seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan dari
keterangan yang disampaikannya. Demikian pula sebaliknya, apabila semakin
rendah tingkat kompetensi dari seseorang maka semakin rendah pula tingkat
kepercayaan dari keterangan yang disampaikannya.Ini berarti untuk dapat
menumbuhkan RASA PERCAYA terhadap CABAI itu PEDAS maka maka kita harus merasakan sendiri secara
langsung dan/atau mengalami langsung atau dapat pula mempercayai sesuatu
berdasarkan keterangan atau informasi dari orang lain sepanjang tingkat
kompetensi dari orang yang menyampaikan keterangan mempunyai kompetensi yang
sangat baik.
Selanjutnya dapatkah
kita mempercayai bahwa CABAI itu PEDAS jika kita sendiri belum pernah merasakan
pedasnya CABAI atau jika kita tidak pernah mempercayai keterangan dari orang
yang telah merasakan PEDASNYA rasa CABAI? Menurut DALIL AQLI adalah mustahil di
akal kita akan mempercayai CABAI itu PEDAS jika kita sendiri tidak pernah
merasakan langsung PEDASNYA rasa CABAI atau kita tidak pernah mempercayai
keterangan dari orang yang telah merasakan PEDASNYA rasa CABAI. Ini berarti
tingkat kepercayaan seseorang terhadap sesuatu hal baru akan timbul setelah
orang tersebut merasakan secara langsung atau mengalami secara langsung atau
orang tersebut meyakini seluruh
keterangan dan/atau meyakini apa-apa
yang telah disampaikan oleh orang yang tingkat kompetensinya tinggi
tentang sesuatu hal yang akan dipercayainya. Selanjutnya sudah seperti itukah
diri kita di dalam mempercayai bahwa CABAI itu PEDAS?
Jika saat ini kita
sudah MENGENAL, sudah MENGETAHUI dan
sudah pula MERASAKAN bahwa CABAI itu PEDAS rasanya atau berdasarkan INFORMASI
dan KETERANGAN yang kita peroleh sehingga dengan berdasarkan hal itu kitapun
telah meyakini CABAI itu PEDAS,
selanjutnya apakah cukup dengan hal itu semua maka kita dapat mempercayai bahwa
CABAI itu PEDAS? Rasanya tidak cukup hanya sebatas itu saja kita dapat
mempercayai dan meyakini bahwa CABAI itu PEDAS. Kita harus dapat menjadikan
kepercayaan dan keyakinan CABAI itu PEDAS sebagai sebuah PENGETAHUAN yang
melekat di dalam diri sehingga dengan itu pula kita dapat menyikapi hal-hal yang
positif dan negatif dari CABAI. Adanya PENGETAHUAN yang dibarengi dengan
kepercayaan dan keyakinan tentang CABAI maka hal-hal yang POSITIF dari CABAI
dapat kita peroleh seperti merasakan NIKMATNYA SAMBAL LADO sehingga walaupun
PEDAS kita tetap berusaha menikmati SAMBAL LADO sampai habis dan secara terus
menerus mengulangi.
Kemudian dengan PENGETAHUAN yang kita miliki tentang CABAI maka kitapun dapat menghindar dari efek NEGATIF CABAI atau dapat keluar dari pengaruh NEGATIF dari CABAI seperti sakit perut, terkena ke mata, memanaskan kulit dan lain sebagainya. Ini berarti sepanjang diri kita menjadikan PENGETAHUAN yang dibarengi kepercayaan dan keyakinan bahwa CABAI itu PEDAS maka kita dapat memperoleh sisi POSITIF dari CABAI secara terus menerus sedangkan sisi NEGATIF yang melekat pada CABAI dapat kita hindarkan atau akan timbul di dalam diri sikap bijak di dalam menghadapi CABAI.
Kemudian dengan PENGETAHUAN yang kita miliki tentang CABAI maka kitapun dapat menghindar dari efek NEGATIF CABAI atau dapat keluar dari pengaruh NEGATIF dari CABAI seperti sakit perut, terkena ke mata, memanaskan kulit dan lain sebagainya. Ini berarti sepanjang diri kita menjadikan PENGETAHUAN yang dibarengi kepercayaan dan keyakinan bahwa CABAI itu PEDAS maka kita dapat memperoleh sisi POSITIF dari CABAI secara terus menerus sedangkan sisi NEGATIF yang melekat pada CABAI dapat kita hindarkan atau akan timbul di dalam diri sikap bijak di dalam menghadapi CABAI.
Setelah diri kita
mempunyai PENGETAHUAN yang dibarengi dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa
CABAI itu PEDAS, timbul pertanyaan baru, sampai kapankah PENGETAHUAN,
KEPERCAYAAN dan KEYAKINAN tentang CABAI itu PEDAS ada di dalam diri kita? Jika
kita mengacu kepada pengalaman yang ada dalam kehidupan sehari-hari maka
PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN, KEYAKINAN tentang CABAI itu PEDAS ada selama HAYAT di
kandung BADAN. Timbul pertanyaan lagi, atas dasar apa kita sampai mempercayai
dan meyakini CABAI itu PEDAS sampai hayat dikandung badan atau apakah kondisi
ini terjadi begitu saja tanpa melalui sebuah proses? Untuk dapat memenuhi
kondisi di atas maka kita diharuskan untuk memenuhi syarat dan ketentuan
terlebih dahulu barulah kita dapat mempercayai CABAI itu PEDAS selama hayat di
kandung badan. Selanjutnya, apakah syarat dan ketentuan tersebut? Syarat dan
Ketentuan yang harus kita lakukakan adalah kita harus dapat meletakkan,
menempatkan, menyatakan dalam PENGETAHUAN bahwa CABAI itu PEDAS :
1. Di dalam LISAN atau UCAPAN kita.
2. Di dalam HATI atau PERASAAN kita.
3. Di dalam PERBUATAN kita.
Apabila kita mampu
melaksanakan ke tiga hal yang kami kemukakan di atas ini, maka PENGETAHUAN yang
di dasarkan KEPERCAYAAN, KEYAKINAN bahwa CABAI itu PEDAS dapat kita lakukan
sepanjang HAYAT di kandung BADAN. Sekarang setelah memiliki PENGETAHUAN,
KEPERCAYAAN, KEYAKINAN bahwa CABAI itu PEDAS, dapatkah PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN,
KEYAKINAN tentang CABAI itu PEDAS menghilang dari diri kita atau berkurang dari diri kita, sehingga kita tidak yakin lagi dan tidak
percaya lagi bahwa CABAI itu PEDAS? Sepanjang diri kita telah menyatakan
secara UCAPAN LISAN, menerima dalam HATI
serta menunjukkan dalam PERBUATAN maka PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN dan KEYAKINAN
bahwa CABAI itu PEDAS akan tetap terpelihara di dalam diri. Terkecuali jika
HAYAT telah berpisah dengan BADAN atau kita telah kehilangan AMANAH7, HUBBUL,
HATI RUHANI serta AKAL atau dengan kata lain kita telah menjadi orang tidak
WARAS.
Selanjutnya ALLAH SWT
adalah INISIATOR, PENCIPTA dan sekaligus PEMILIK dari langit dan bumi beserta
segala isinya termasuk di dalamnya ALLAH SWT juga sebagai INISIATOR dan
PENCIPTA serta PEMILIK dari KEKHALIFAHAN
di muka bumi. Sehingga jika saat ini
kita adalah KHALIFAH di muka bumi maka keberadaan diri kita di dunia ini
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan KEHENDAK ALLAH SWT. Selanjutnya
jika kita ingin sukses menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sesuai dengan
KEHENDAK ALLAH SWT maka kita wajib memenuhi segala syarat dan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh ALLAH SWT dalam
KEHENDAKNYA. ALLAH SWT selaku INISITOR, PENCIPTA, PEMILIK dari jagad raya telah
menetapkan dalam KEHENDAKNYA bahwa
DIINUL ISLAM adalah satu-satunya KONSEP ILAHIAH yang berlaku untuk kepentingan KHALIFAHNYA di
muka bumi. Ini berarti bahwa ALLAH SWT hanya mengakui dan/atau hanya meridhai
bahwa DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ bagi KHALIFAHNYA yang ingin menjadi
MAKHLUK TERHORMAT dan/atau dapat kembali ke tempat TERHORMAT secara TERHORMAT.
Selanjutnya untuk memudahkan KHALIFAHNYA melaksanakan KONSEP ILAHIAH yang diciptakan-Nya maka ALLAH SWT merinci DIINUL ISLAM menjadi 3(tiga) buah ketentuan pokok yaitu ketentuan RUKUN IMAN, ketentuan RUKUN ISLAM dan ketentuan IKHSAN. Ketentuan RUKUN IMAN, terdiri dari IMAN kepada ALLAH SWT; IMAN kepada RASUL; IMAN kepada KITAB; IMAN kepada MALAIKAT; IMAN kepada HARI AKHIR; IMAN kepada QHADA,QADAR dan TAQDIR. Sebagai KHALIFAH di muka bumi maka kita wajib melaksanakan RUKUN IMAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan RUKUN ISLAM dan IKHSAN. Setelah adanya ketentuan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN, selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi apa yang harus kita perbuat dan kita lakukan dengan adanya KETENTUAN AD DIIN di atas dan/atau terhadap ketentuan IMAN kepada ALLAH SWT; IMAN kepada RASUL; IMAN kepada KITAB; IMAN kepada MALAIKAT; IMAN kepada HARI AKHIR; IMAN kepada QHADA,QADAR dan TAQDIR? Sepanjang ilustrasi tentang CABAI yang kami kemukakan di atas, tetap kita berlakukan, maka kitapun dapat mengaplikasikan ilustrasi tentang CABAI dengan ketentuan AD DIIN atau ketentuan tentang IMAN kepada ALLAH SWT. Ini berarti untuk dapat BERIMAN kepada ALLAH SWT dapat dilakukan dengan 2(dua) cara, yaitu:
Selanjutnya untuk memudahkan KHALIFAHNYA melaksanakan KONSEP ILAHIAH yang diciptakan-Nya maka ALLAH SWT merinci DIINUL ISLAM menjadi 3(tiga) buah ketentuan pokok yaitu ketentuan RUKUN IMAN, ketentuan RUKUN ISLAM dan ketentuan IKHSAN. Ketentuan RUKUN IMAN, terdiri dari IMAN kepada ALLAH SWT; IMAN kepada RASUL; IMAN kepada KITAB; IMAN kepada MALAIKAT; IMAN kepada HARI AKHIR; IMAN kepada QHADA,QADAR dan TAQDIR. Sebagai KHALIFAH di muka bumi maka kita wajib melaksanakan RUKUN IMAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan RUKUN ISLAM dan IKHSAN. Setelah adanya ketentuan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN, selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi apa yang harus kita perbuat dan kita lakukan dengan adanya KETENTUAN AD DIIN di atas dan/atau terhadap ketentuan IMAN kepada ALLAH SWT; IMAN kepada RASUL; IMAN kepada KITAB; IMAN kepada MALAIKAT; IMAN kepada HARI AKHIR; IMAN kepada QHADA,QADAR dan TAQDIR? Sepanjang ilustrasi tentang CABAI yang kami kemukakan di atas, tetap kita berlakukan, maka kitapun dapat mengaplikasikan ilustrasi tentang CABAI dengan ketentuan AD DIIN atau ketentuan tentang IMAN kepada ALLAH SWT. Ini berarti untuk dapat BERIMAN kepada ALLAH SWT dapat dilakukan dengan 2(dua) cara, yaitu:
1. Merasakan langsung IMAN kepada
ALLAH SWT dan/atau mencoba secara
langsung IMAN kepada ALLAH SWT dan/atau
mengalami langsung IMAN kepada ALLAH SWT, atau
2. Mempercayai keterangan atau informasi (dalam hal ini melalui Al-Qur'an)dari orang yang sangat tinggi tingkat kompetensinya dimana orang tersebut telah merasakan secara langsung IMAN kepada ALLAH SWT atau telah mengalami secara langsung IMAN kepada ALLAH SWT (dalam hal ini adalah NABI dan RASUL).
Timbul pertanyaan, cara yang manakah dari kedua cara di atas yang paling baik untuk BERIMAN kepada ALLLAH SWT dan/atau melaksanakan RUKUN IMAN secara satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan RUKUN ISLAM dan IKHSAN? Merasakan secara langsung IMAN kepada ALLAH SWT adalah cara yang paling baik dibandingkan dengan mempercayai keterangan atau mempercayai informasi dari seseorang yang telah merasakan IMAN kepada ALLAH SWT. Kenapa hal itu terjadi? Suatu keterangan atau suatu informasi baru akan memberikan dampak kepercayaan bagi seseorang jika orang yang memberikan keterangan haruslah orang yang benar-benar memiliki kompetensi untuk dapat dipercaya keterangannya. Semakin tinggi tingkat kompetensi seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan dari keterangan yang disampaikannya. Demikian pula sebaliknya, apabila semakin rendah tingkat kompetensi dari seseorang maka semakin rendah pula tingkat kepercayaan dari keterangan yang disampaikannya.Ini berarti untuk dapat menumbuhkan IMAN kepada ALLAH SWT maka kita harus merasakan sendiri secara langsung dan/atau mengalami langsung atau dapat pula mempercayai sesuatu berdasarkan keterangan atau informasi dari orang lain sepanjang tingkat kompetensi dari orang yang menyampaikan keterangan mempunyai kompetensi yang sangat baik.
Dapatkah
kita BERIMAN kepada ALLAH SWT jika kita sendiri belum pernah merasakan
nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT atau nikmatnya beriman kepada ALLAH SWT
atau jika kita tidak pernah mempercayai keterangan dari orang yang telah
merasakan nikmatnya BERIMAN kepada ALLAH SWT? Menurut Dalil Aqli adalah
mustahil di akal kita akan mempercayai
ALLAH SWT atau mempercayai adanya ALLAH SWT atau merasakan nikmatnya
bertuhankan kepada ALLAH SWT jika kita sendiri tidak pernah merasakan langsung
NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT atau
kita tidak pernah mempercayai keterangan dari orang yang telah merasakan
NIKMATNYA BERIMAN kepada ALLAH SWT. Ini berarti tingkat kepercayaan seseorang
terhadap sesuatu hal baru akan timbul setelah orang tersebut merasakan secara
langsung atau mengalami secara langsung atau orang tersebut meyakini seluruh keterangan dan/atau meyakini
apa-apa yang telah disampaikan oleh
orang yang tingkat kompetensinya tinggi tentang sesuatu hal yang akan
dipercayainya. Sudah seperti itukah diri kita di dalam mempercayai ALLAH SWT
selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi?
Jika saat ini kita sudah MENGENAL, sudah MENGETAHUI dan sudah pula MERASAKAN pula NIKMATNYA BERIMAN kepada ALLAH SWT sehingga dengan berdasarkan hal itu kitapun telah mempercayai dan meyakini akan adanya ALLAH SWT, selanjutnya apakah cukup dengan hal itu saja maka kita dapat merasakan kenikmatan bertuhankan ALLAH SWT? Rasanya tidak cukup hanya sebatas itu saja kita mempercayai dan meyakini adanya ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK serta PEMELIHARA dari langit dan bumi.
Jika saat ini kita sudah MENGENAL, sudah MENGETAHUI dan sudah pula MERASAKAN pula NIKMATNYA BERIMAN kepada ALLAH SWT sehingga dengan berdasarkan hal itu kitapun telah mempercayai dan meyakini akan adanya ALLAH SWT, selanjutnya apakah cukup dengan hal itu saja maka kita dapat merasakan kenikmatan bertuhankan ALLAH SWT? Rasanya tidak cukup hanya sebatas itu saja kita mempercayai dan meyakini adanya ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK serta PEMELIHARA dari langit dan bumi.
Kita harus dapat menjadikan kepercayaan dan
keyakinan kepada ALLAH SWT menjadi sebuah PENGETAHUAN yang melekat di dalam
diri sehingga dengan itu pula kita dapat menyikapi hal-hal yang positif dan
negatif dari BERTUHANKAN kepada ALLAH
SWT. Adanya PENGETAHUAN yang dibarengi dengan kepercayaan dan keyakinan
tentang ALLAH SWT maka hal-hal yang POSITIF dari ALLAH SWT
selaku TUHAN bagi semesta alam dapat kita peroleh seperti kita merasakan
NIKMATNYA SAMBAL LADO sehingga walaupun
PEDAS kita tetap berusaha menikmati SAMBAL LADO sampai habis dan secara terus
menerus pula ingin mengulang dan ingin pula untuk merasakan kembali kenikmatannya. Kemudian dengan PENGETAHUAN yang kita miliki
tentang ALLAH SWT maka kitapun dapat
mengetahui apa saja resiko-resiko yang akan timbul dari ketidakpercayaan kita
kepada ALLAH SWT. Ini berarti sepanjang diri kita menjadikan PENGETAHUAN yang
dibarengi kepercayaan dan keyakinan bahwa ALLAH SWT itu adalah INISITOR,
PENCIPTA, PEMILIK, PENGAWAS, PEMELIHARA serta satu-satunya TUHAN yang berhak
disembah maka kita akan dapat memperoleh sisi POSITIF dari IMAN kepada
ALLAH SWT secara terus menerus sedangkan
sisi NEGATIF akibat ketidakpercayaan kita kepada ALLAH SWT dapat kita hindarkan atau akan timbul
di dalam diri sikap bijak di dalam
menempatkan, meletakkan, siapa diri kita dan siapa pula ALLAH SWT sehingga akan terjalin hubungan
yang baik antara CIPTAAN dengan PENCIPTANYA.
Setelah diri kita
mempunyai PENGETAHUAN yang dibarengi dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa
ALLAH SWT adalah TUHAN bagi semesta alam. Timbul pertanyaan baru, sampai
kapankah PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN dan KEYAKINAN tentang KEIMANAN kepada ALLAH
SWT ada di dalam diri kita? Jika mempergunakan ilustrasi yang tentang CABAI
maka PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN dan KEYAKINAN tentang ALLAH SWT harus tetap ada
selama HAYAT di kandung BADAN. Apabila kondisi
ini tidak sama dengan kondisi kita kepada CABAI berarti CABAI sudah kita
tempatkan dan kita letakkan di atas ALLAH SWT.
Timbul pertanyaan
lagi, atas dasar apakah kita sampai
mempercayai dan meyakini bahwa ALLAH SWT adalah TUHAN bagi alam semesta sampai
hayat di kandung badan atau apakah kondisi ini terjadi begitu saja tanpa
melalui sebuah proses? Untuk dapat memenuhi kondisi di atas maka kita diharuskan
untuk memenuhi syarat dan ketentuan terlebih dahulu barulah ketentuan itu
berlaku. Selanjutnya, apakah syarat dan ketentuannya? Untuk itu kita harus
dapat meletakkan, menempatkan, serta menyatakan ALLAH SWT dalam PENGETAHUAN
kita:
1. Di dalam LISAN atau UCAPAN kita.
2. Di dalam HATI atau PERASAAN kita.
3. Di dalam PERBUATAN kita.
Apabila kita mampu
melaksanakan ke tiga hal di atas ini secara sekaligus maka PENGETAHUAN,
KEPERCAYAAN, KEYAKINAN tentang ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA, PEMILIK,
PENGAWAS, PEMELIHARA langit dan bumi serta TUHAN bagi semesta ALAM dapat kita lakukan sepanjang HAYAT di kandung
BADAN.
Sekarang setelah
memiliki PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN, KEYAKINAN tentang ALLAH SWT, dapatkah
PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN, KEYAKINAN tentang ALLAH SWT menghilang dari diri kita
atau berkurang dari diri kita, sehingga kita tidak yakin lagi dan tidak
percaya lagi bahwa ALLAH SWT satu-satunya TUHAN yang berhak di sembah?
Sepanjang diri kita telah menyatakan secara
LISAN, yang dilanjutkan dengan menerima di dalam HATI serta
menunjukkannya di dalam Perbuatan secara sekaligus maka PENGETAHUAN,
KEPERCAYAAN dan KEYAKINAN tentang ALLAH
SWT akan tetap terpelihara di dalam diri. Terkecuali jika HAYAT telah berpisah
dengan BADAN atau kita telah kehilangan AMANAH7, HUBBUL, HATI RUHAN, PERASAAN
serta AKAL atau dengan kata lain kita telah menjadi orang tidak WARAS atau kita
sudah tidak dapat lagi menempatkan dan meletakkan siapa diri kita dan siapa
ALLAH SWT.
Sekarang setelah
menjadi KHALIFAH di muka bumi, apakah kondisi pernyataan BERIMAN kepada ALLAH SWT masih seperti yang kami kemukakan
di atas ini atau seperti kita mengkondisikan CABAI itu PEDAS? Jika jawabannya
adalah TIDAK ini berarti telah terjadi gangguan dalam diri kita dan/atau kita
telah memiliki dan melaksanakan STANDARD
GANDA yaitu kepada CABAI kita bisa PERCAYA seumur HIDUP sedangkan kepada ALLAH
SWT kita tidak bisa PERCAYA seumur HIDUP. Jika kita ingin tetap di dalam
KEHENDAK ALLAH SWT jangan pernah memiliki dan menerapkan STANDARD GANDA kepada
ALLAH SWT terkecuali memang kita mampu sanggup menerima azab dari ALLAH SWT
atau berkeinginan untuk pulang kampung ke NERAKA JAHANNAM.
Pembaca, jika
keterangan-keterangan baik tentang CABAI maupun tentang IMAN kepada ALLAH SWT
di atas ini kami jadikan patokan untuk menjawab apakah sebenarnya itu IMAN, maka IMAN dapat berarti sebuah
pernyataan sikap yang keluar dari diri manusia tanpa ada paksaan dari siapapun
untuk:
1.
menerima ALLAH SWT sebagai TUHAN dan/atau
2. mengakui ALLAH SWT adalah INISIATOR, PENCIPTA, PEMILIK, dari langit dan bumi beserta isianya sehingga hanya ALLAH SWT yang ada di alam semesta ini dan/atau
3. menjalankan perintah yang berasal dari ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi dan/atau
4. mempercayai bahwa ALLAH SWT adalah DZAT yang MAHA sehingga jika tanpa ada ALLAH SWT tidak akan ada alam semesta ini.
Untuk dapat meletakkan dan
menempatkan ALLAH SWT sesuai dengan KEMAHAAN dan KEBESARAN yang dimiliki-Nya, kita tidak bisa hanya
melakukan sewaktu-waktu saja . Akan tetapi harus melalui suatu proses yang
berkesinambungan dari waktu ke waktu, baik :
1.
Sewaktu proses MENGENAL terlebih
dahulu tentang sesuatu hal (dalam hal
ini dapat saja proses IMAN kepada ALLAH
SWT) baik dengan mempelajari langsung ataupun melalui penjelasan-penjelasan,
ataupun berdasarkan keterangan-keterangan yang tingkat kompetensinya sangat
tinggi dan yang dapat dipertanggungjawabkan (dalam hal ini melalui NABI dan
RASUL serta melalui AL-QUR'AN).
2. Sewaktu proses MEYAKINI yang dilanjutkan dengan MERASAKAN sendiri atas apa-apa yang telah kita KENAL tersebut atau dengan kata lain kita MENGALAMI LANGSUNG atas apa-apa yang telah kita percayai tersebut (dalam hal ini merasakan NIKMATNYA bertuhankan kepada ALLAH SWT)
3. Sewaktu berusaha untuk tetap dan terus berupaya mendapatkan kembali dari waktu ke waktu apa-apa yang menjadi hasil dari IMAN kepada ALLAH SWT dan berusaha agar jangan sampai menerima efek negatif jika kita tidak memiliki IMAN kepada ALLAH SWT.
Sehingga
IMAN (dalam hal ini melaksanakan RUKUN IMAN dalam satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan RUKUN ISLAM dan IKHSAN)
harus ada pula selama HAYAT di kandung BADAN atau selama RUHANI belum
berpisah dengan JASMANI dalam kondisi TETAP TERPELIHARA. Dan juga Pernyataan
tentang KEIMANAN ini harus tercermin :
1.
Di dalam LISAN atau UCAPAN kita.
2.
Di dalam HATI atau PERASAAN kita.
3.
Di dalam PERBUATAN kita.
Secara sekaligus dan
apabila kondisi KEIMANAN kita sudah tidak sesuai dengan apa yang kami kemukakan
di atas ini maka dapat dipastikan di dalam diri kita ada sesuatu yang salah
atau tidak sesuai lagi dengan prinsip yang berlaku yang disebabkan kita melaksanakan
STANDARD GANDA mampu mempercayai CABAI itu PEDAS namun tidak mampu mempercayai
ALLAH SWT selaku satu-satunya TUHAN yang berhak di sembah.
Pembaca jika kita
menyatakan telah BERIMAN kepada ALLAH SWT, berarti kita telah melaksanakan
RUKUN IMAN yang pertama. Akan tetapi apabila kita telah melaksanakan RUKUN IMAN
maka kita tidak bisa hanya menyatakan telah BERIMAN kepada ALLAH SWT saja
dengan mengabaikan ketentuan RUKUN IMAN yang lainnya. RUKUN IMAN harus
dilaksanakan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan
RUKUN yang satu dengan ketentuan RUKUN yang lainnya. Ini berarti jika kita
telah BERIMAN kepada ALLAH SWT maka kitapun wajib BERIMAN kepada RASUL, BERIMAN
kepada KITAB, BERIMAN kepada MALAIKAT, BERIMAN kepada HARI AKHIRAT dan BERIMAN
kepada QHADA, QADAR dan TAQDIR. Setelah melakanakan secara keseluruhan RUKUN
IMAN berarti kita telah melaksanakan salah satu ketentuan AD DIIN. Akan tetapi
hal ini belum cukup jika kita hanya melaksanakan RUKUN IMAN jika kita
mengabaikan RUKUN ISLAM dan IKHSAN. Untuk dapat melaksanakan AD DIIN secara
satu kesatuan kita wajib melaksanakan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam
satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Selanjutnya ALLAH SWT
selaku INISIATOR, PENCIPTA, PEMILIK, PEMELIHARA dari langit dan bumi termasuk
di dalamnya PENCIPTA diri kita, memberikan pernyataan tentang KETUHANAN yang
tertuang dalam surat Muhammad (47) ayat 19 dan surat Yunus (10) ayat 3 sebagai berikut :
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
(surat
Yunus (10) ayat 3)
1. ALLAH SWT menyatakan bahwa ALLAH
SWT adalah TUHAN bagi seluruh umat MANUSIA;
2. ALLAH SWT menyatakan bahwa
tidak ada Tuhan selain ALLAH SWT.
3. ALLAH SWT menyatakan bahwa ALLAH
SWT adalah PENCIPTA langit dan bumi dan kemudian bersemayam di ARSY untuk
mengatur segala urusan.
4. Seluruh apa-apa yang ada di
antara langit dan bumi, apakah itu IBLIS/JIN/SYAITAN, MALAIKAT, MANUSIA, HEWAN,
TUMBUHAN termasuk apapun juga tanpa terkecuali
adalah CIPTAAN ALLAH
SWT.
Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi, percayakah kita dengan 4 (empat) buah pernyataan di atas ini dan/atau mau berimankah diri kita dengan 4(empat) buah pernyataan yang dikemukakan ALLAH SWT di atas ini seperti kita menyatakan bahwa CABAI itu PEDAS?
Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
(surat
Muhammad (47) ayat 19)
Untuk
dapat menjawab pertanyaan ini, kita dapat mengambil persamaan dengan
ilustrasi tentang CABAI yang telah kami
kemukakan sebelum ini. Berdasarkan persamaan dengan ilustrasi tentang CABAI,
maka akan terdapat 3(tiga) ) buah jawaban yaitu:
1. Kita dapat MEMPERCAYAI secara
keseluruhan PERNYATAAN ALLAH SWT
2. Kita dapat MEMPERCAYAI secara
SETENGAH-SETENGAH PERNYATAAN ALLAH SWT
3. Kita TIDAK MEMPERCAYAI PERNYATAAN
ALLAH SWT
Jika kita mempercayai pernyataan ALLAH SWT berarti kita telah mengambil
sikap yang tidak mendua atas pernyataan ALLAH SWT di atas. Apabila kita hanya
mempercayai setengah-setengah pernyataan ALLAH SWT berarti kita melaksanakan
STANDARD GANDA sedangkan apabila kita menolak atau tidak mempercayai pernyataan ALLAH SWT berarti kita tidak bisa menerima
atas apa-apa yang dikemukakan ALLAH SWT. Selanjutnya KEIMANAN yang seperti
apakah yang dapat atau yang paling sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT selaku
INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi? Jika kita berkeinginan
untuk selalu berada di dalam KEHENDAK ALLAH SWT dalam hal IMAN kepada ALLAH SWT maka tidak ada jalan lain kecuali
memenuhi apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT seperti :
1) Kita harus dan Wajib Mempercayai
akan adanya ALLAH SWT mulai saat ini
sampai dengan hari KIAMAT kelak dan/atau
minimal sejak dalam rahim Ibu sampai dengan RUHANI berpisah dengan JASMANI,
dalam kondisi dan keadaan apapun juga.
dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum Kami melihat Allah dengan terang[50], karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya[51]".
(surat Al Baqarah (2)
ayat 55)
[50]
Maksudnya: melihat Allah dengan mata kepala.
[51]
Karena permintaan yang semacam ini menunjukkan keingkaran dan ketakaburan
mereka, sebab itu mereka disambar halilintar sebagai azab dari tuhan.
2) Kita harus dan wajib MEMPERCAYAI
akan KEKUASAAN ALLAH SWT mulai saat ini
sampai dengan hari KIAMAT kelak dalam kondisi apapun juga.
dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; Maka Inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya)."
(surat
Ar Ruum (30) ayat 56)
3) Kita hanya diperkenankan TAKUT
kepada ALLAH SWT semata, bukan takut kepada selain-Nya.
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.
(surat Ali Imran (3) ayat 175)
4) HANYA ALLAH SWT saja yang MAHA
PEMBERI PETUNJUK dan KABAR GEMBIRA bagi orang-orang yang berserah diri
kepada ALLAH SWT.
Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari
Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman,
dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)".
(surat An Nahl (16)
ayat 102)
5) HANYA ALLAH SWT saja yang wajib
kita TAATI dan HANYA ALLAH SWT sajalah yang berhak kita SEMBAH selain daripada
itu CAMPAKKANLAH sebab hanya akan menjadikan diri kita keluar dari KEHENDAK
ALLAH SWT.
dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. kepada
mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah
(dirimu)". mereka berkata: "Sekiranya Kami mengetahui akan terjadi
peperangan, tentulah Kami mengikuti kamu"[247]. mereka pada hari itu lebih
dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. mereka mengatakan dengan mulutnya
apa yang tidak terkandung dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui dalam
hatinya. dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.
(surat Ali Imran (3)
ayat 167)
[247]
Ucapan ini ditujukan kepada Nabi dan sahabat-sahabat beliau sebagai ejekan,
karena mereka memandang Nabi tidak tahu taktik berperang, sebab beliau
melakukan peperangan ketika jumlah kaum muslimin sedikit. Ucapan ini dapat
digunakan untuk mengelakkan cercaan yang ditujukan kepada diri orang-orang
munafik sendiri.
6) HANYA ALLAH SWT saja yang mampu
mengabulkan DOA dan PERMOHONAN yang kita
panjatkan dan yang kita mohonkan.
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
(surat Ali Imran (3)
ayat 195)
[259] Maksudnya sebagaimana
laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya
perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. Kedua-duanya sama-sama manusia,
tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.
7) CINTAI ALLAH SWT saja dan jangan
pernah berselingkuh dengan selain ALLAH SWT sebab diri kita telah berikrar
kepada ALLAH SWT secara individual
sewaktu masih di dalam rahim seorang ibu.
kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan[1462] yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.
(surat Al Mujaadilah
(58) ayat 22)
[1462]
Yang dimaksud dengan pertolongan ialah kemauan bathin, kebersihan hati,
kemenangan terhadap musuh dan lain lain.
8) Wajib Mempercayai adanya HARI AKHIRAT dalam rangka untuk
menentukan siapakah yang menjadi PEMENANG dan siapakah yang menjadi PECUNDANG
dan/atau siapakah yang berhak menempati SYURGA dan siapakah yang berhak
menempati NERAKA JAHANNAM.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka (pada hari
kiamat): "Sesungguhnya kebencian Allah (kepadamu) lebih besar daripada
kebencianmu kepada dirimu sendiri karena kamu diseru untuk beriman lalu kamu
kafir".
(surat Al Mu'min (40)
ayat 10)
Selanjutnya jika kita telah menyatakan BERIMAN kepada ALLAH SWT, sudahkah 8 (delapan) hal yang kami kemukakan di atas ini telah kita penuhi dengan kesadaran penuh? ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK langit dan bumi telah mempunyai kriteria-kriteria sendiri di dalam menilai tingkat keimanan seseorang. Untuk itu jika kita ingin tetap berada di dalam KEIMANAN yang sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT maka KEIMANAN yang ada di dalam diri harus memenuhi syarat dan ketentuan sebagai berikut:
1) Bukti IMAN diucapkan dengan LISAN
Di
dalam kehidupan sehari-hari untuk menyatakan sesuatu, dalam contoh di atas
mengenai CABAI, maka langkah awal dari pernyataan yang keluar dari manusia
adalah PERNYATAAN LISAN atau UCAPAN tentang KEBERADAAN CABAI. Tanpa menyatakan
dalam bentuk UCAPAN LISAN atau melalui BAHASA ISYARAT bagaimana kita akan tahu
bahwa seseorang telah mempunyai sebuah pernyataan? Adanya UCAPAN LISAN atau
BAHASA ISYARAT dari seseorang dapat merupakan pernyataan awal dari diri
seseorang dalam menyatakan sikap terhadap sesuatu atau adanya informasi yang
dapat kita peroleh dari seseorang untuk menyatakan sesuatu. Jika hal ini
berlaku dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana dengan sikap dan pernyataan
KEIMANAN kita kepada ALLAH SWT? Jika kita tidak menerapkan STANDARD GANDA maka
pernyataan KEIMANAN kepada ALLAH SWT
harus pula dinyatakan pertama kali melalui UCAPAN LISAN atau melalui BAHASA
ISYARAT. Adanya UCAPAN LISAN atau adanya BAHASA ISYARAT yang dikemukakan
tentang KEIMANAN kepada ALLAH SWT maka baru dapat dikatakan bahwa kita sudah
menyatakan KEIMANAN kepada ALLAH SWT.
Sekarang
UCAPAN LISAN atau BAHASA ISYARAT yang seperti apakah yang harus kita pergunakan
untuk menyatakan KEIMANAN kepada ALLAH SWT? ALLAH SWT melalui surat Ash Shaff
(61) ayat 2 memberikan petunjuk dan pedoman-Nya kepada orang yang beriman untuk
tidak melakukan tindakan atau perbuatan dusta/bohong dengan mengatakan atau
dengan mengemukakan atau menyatakan sesuatu yang tidak pernah dikerjakannya
atau tidak pernah dilakukannya. Ini berarti apabila kita termasuk orang yang
beriman maka kita diwajibkan dan diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk berkata
JUJUR terhadap apa yang kita perbuat dan yang kita kerjakan saat menjadi
KHALIFAH di muka bumi.
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
(surat Ash Shaff (62) ayat 2)
Selanjutnya
di saat kita menjadi KHALIFAH di muka bumi, kita dihadapkan dan diharuskan
untuk menerima adanya pernyataan untuk
BERIMAN kepada ALLAH SWT dan juga adanya perintah untuk mengakui bahwa
ALLAH SWT adalah TUHAN bagi semesta alam. Kemudian jika kita mengacu kepada
seruan ALLAH SWT yang terdapat dalam surat Ash Shaff (61) ayat 2, apa yang
harus kita perbuat? Kita pun diharuskan untuk berkata JUJUR jika kita mau
dikelompokkan atau dimasukkan sebagai orang yang beriman. Timbul pertanyaan,
JUJUR kepada apa? Jika kita menyadari bahwa diri kita hanyalah CIPTAAN dan/atau
diri kita hanyalah sesuatu yang tidak memiliki apapun juga di dunia ini. Hal
ini dikarenakan diri kita ada di dunia karena ada yang menciptakan, diri kita
tidak memiliki kekuasaan apapun termasuk kepada dirinya sendiri (seperti
menahan kantuk, menahan buang air besar atau menahan buang air kecil)
serta diri kitapun hidup di muka bumi juga bukan di bumi yang bukan kita miliki
sendiri, maka kita juga harus berani mengatakan dengan JUJUR dengan KENYATAAN
itu. Selanjutnya jika kita JUJUR dengan KENYATAAN yang ada maka kita telah
memasuki tahap awal dari PERNYATAAN KETUHANAN kepada ALLAH SWT dengan mengakui
dengan JUJUR yang tercermin dari UCAPAN LISAN atau melalui BAHASA ISYARAT bahwa
:
a.
ALLAH
SWT adalah TUHAN bagi seluruh alam.
b. Tidak ada Tuhan selain ALLAH SWT.
c. ALLAH SWT adalah PENCIPTA langit
dan bumi dan kemudian bersemayam di ARSY untuk mengatur segala urusan.
d. Seluruh apa-apa yang ada di
antara langit dan bumi, apakah itu IBLIS/JIN/SYAITAN, MALAIKAT, MANUSIA, HEWAN,
TUMBUHAN termasuk apapun juga adalah CIPTAAN ALLAH SWT.
UCAPAN
LISAN dapat pula dijadikan alat bantu
bagi kita untuk mengetahui pernyataan seseorang sebab bagaimana akan kita tahu
jika orang tersebut hanya diam saja tidak mengucapkan sepatah katapun. Untuk
ltu lihatlah orang yang telah mengaku sebagai orang ISLAM, ia diharuskan
terlebih dahulu mengucapkan SHAHADAT secara LISAN baru diketahuilah ia telah
memeluk dan beragama ISLAM.
Sekarang
bagaimana jika kita mengingkari isi dari surat
Ash Shaff (62) ayat 2 dengan berkata BOHONG atau TIDAK MAU MENGAKUI
dengan KENYATAAN yang ada bahwa diri kita adalah CIPTAAN dan ALLAH SWT adalah
PENCIPTANYA? Yang pasti KITA akan dimasukkan oleh ALLAH SWT sebagai MANUSIA
yang TIDAK BERIMAN atau MANUSIA yang Tidak Taat dan Patuh kepada ALLAH SWT.
Pembaca tentu sudah tahu apa yang akan diperoleh oleh MANUSIA yang MEMILIKI
predikat sebagai MANUSIA yang TIDAK BERIMAN. Setelah menyatakan KEIMANAN kepada
ALLAH SWT secara LISAN, timbul pertanyaan masih utuhkah pernyataan KEIMANAN
kepada ALLAH SWT yang telah kita ucapkan secara LISAN tersebut? Jika kondisi
keadaan pernyataan KEIMANAN kepada ALLAH SWT sudah tidak utuh seperti kita
menyatakan CABAI itu PEDAS. Ini berarti kita telah menerapkan STANDARD GANDA
kepada ALLAH SWT, hal ini dikarenakan kita telah menempatkan kepercayaan kepada
PEDASNYA RASA CABAI lebih tinggi dari pernyataan KEIMANAN kepada ALLAH SWT.
2) Bukti IMAN DITANCAPKAN
dalam HATI
Selanjutnya apakah cukup setelah menyatakan dengan UCAPAN LISAN atau melalui BAHASA ISYARAT saja maka KEIMANAN kita kepada ALLAH SWT akan tetap terpelihara selama HAYAT di kandung BADAN? Jika kita berpedoman kepada pepatah umum berlaku yang menyatakan bahwa LIDAH tidak BERTULANG maka UCAPAN LISAN biasanya akan mudah goyah sehingga mudah goyah pula KEIMANAN kita kepada ALLAH SWT. Untuk itu tidak cukup bagi kita jika hanya menyatakan KEIMANAN kepada ALLAH SWT hanya sebatas UCAPAN LISAN semata. Lalu harus bagaimana kita bersikap? Seperti halnya saat kita mengakui bahwa CABAI itu PEDAS, maka pernyataan PEDAS tersebut tidak cukup hanya sebatas UCAPAN LISAN atau melalui BAHASA ISYARAT belaka. Akan tetapi pernyataan CABAI itu PEDAS harus pula menjadi sebuah keyakinan tertancap di dalam HATI. Jika kepada CABAI saja kita mampu menerapkan hal itu, maka kepada ALLAH SWT pun kita harus lebih mampu pula memberlakukannnya. Sehingga KEIMANAN kepada ALLAH SWT tidak boleh hanya sebatas di dalam UCAPAN LISAN atau BAHASA ISYARAT belaka, namun KEIMANAN harus sampai ditancapkan ke dalam HATI RUHANI diri kita. Apabila kita tidak mampu maka kita telah menerapkan STANDARD GANDA kepada ALLAH SWT, yaitu mampu ke CABAI tidak mampu kepada ALLAH SWT.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.
(surat An
Nahl (16) ayat 106)
ALLAH
SWT melalui surat An Nahl (16) ayat 106 di atas ini, mengemukakan/menyatakan BERIMAN kepada ALLAH
SWT dan/atau menerima AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ, tidak
boleh ada unsur KETERPAKSAAN sedikitpun di dalam diri manusia dan/atau DIPAKSA
karena sesuatu hal untuk menerima dan menjadikan ALLAH SWT sebagai satu-satunya
TUHAN yang berhak disembah. Dengan demikian KEIMANAN yang ada di dalam diri,
baik yang sudah di ucapkan melalui LISAN dan yang sudah pula ditancapkan di
dalam HATI RUHANI harus memenuhi syarat sebagai berikut jika kita ingin selalu
sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, yaitu:
a.
BERIMAN
harus dengan PENUH KESADARAN.
b.
BERIMAN
secara JUJUR.
c.
BERIMAN
dengan IKHLAS.
d.
BERIMAN
tanpa KETERPAKSAAN.
e.
TIDAK
MENERAPKAN atau mempergunakan STANDARD GANDA dalam BERIMAN.
Selanjutnya,
jika saat ini kita sedang melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi,
sudahkah kita melaksanakan itu semua, sebagai BUKTI bahwa kita hanyalah CIPTAAN
yang tidak memiliki apapun juga dibandingkan dengan ALLAH SWT? Jika kita
termasuk orang yang telah TAHU DIRI tentunya kita sedang melaksanakan itu semua
sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT.
3) Bukti IMAN harus
DIIRINGI dengan PERBUATAN
Melanjutkan cerita tentang CABAI di atas, apakah cukup hanya dengan menyatakan bahwa CABAI itu PEDAS yang dikemukakan dengan LISAN yang kemudian ditancapkan di dalam HATI, maka sudah cukup bagi kita mengetahui, meyakini tentang CABAI sampai HAYAT di kandung BADAN? Rasanya tidak cukup hanya sebatas itu saja kita meyakini CABAI, masih diperlukan satu hal lagi yaitu dengan merasakan langsung nikmatnya SAMBAL LADO (bukan sebatas hanya pedasnya cabai) secara berulang-ulang dari waktu ke waktu tanpa ada kapoknya. Untuk itu lihatlah dalam kehidupan sehari-hari, walaupun kita sudah menyadari bahwa CABAI itu PEDAS, akan tetapi setelah merasakan NIKMATNYA SAMBAL LADO, walaupun CABAI itu PEDAS kita tetap dan terus berupaya untuk selalu mengulang dan mengulang kembali NIKMATNYA SAMBAL LADO walaupun PEDAS RASANYA.
Inilah
salah satu ANOMALI yang ada di dalam diri manusia, yang keberadaannya mungkin
luput dari pengamatan diri kita. Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi, apa
yang harus kita perbuat dengan IMAN kepada ALLAH SWT, apakah hanya cukup dengan
LISAN yang kemudian ditancapkan di dalam HATI RUHANI saja, maka keutuhan dan
kemantapan IMAN akan dapat terpelihara dalam diri? Apabila
kita tidak melaksanakan dan menerapkan STANDARD GANDA kepada ALLAH SWT, maka
KEIMANAN kita kepada ALLAH SWT tidak cukup hanya sebatas diucapkan secara lisan
saja yang kemudian ditancapkan dalam HATI RUHANI semata. Akan tetapi KEIMANAN
kepada ALLAH SWT harus pula di aplikasikan atau diwujudkan melalui PERBUATAN.
mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah
kamu berpikir?
(surat Al Baqarah (2) ayat 44)
dan
supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. kepada mereka
dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah
(dirimu)". mereka berkata: "Sekiranya Kami mengetahui akan terjadi
peperangan, tentulah Kami mengikuti kamu"[247]. mereka pada hari itu lebih
dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. mereka mengatakan dengan mulutnya
apa yang tidak terkandung dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui dalam
hatinya. dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.
(surat Ali Imran (3) ayat 167)
[247] Ucapan ini ditujukan kepada Nabi dan sahabat-sahabat
beliau sebagai ejekan, karena mereka memandang Nabi tidak tahu taktik
berperang, sebab beliau melakukan peperangan ketika jumlah kaum muslimin
sedikit. Ucapan ini dapat digunakan untuk mengelakkan cercaan yang ditujukan
kepada diri orang-orang munafik sendiri.
Dengan demikian kita tidak boleh hanya mengakui telah BERIMAN kepada ALLAH SWT jika tidak dibuktikan dalam PERBUATAN. Lihatlah betapa banyak orang yang telah mengaku JUJUR baik dalam lisan maupun tulisan, namun apabila kejujuran tadi tidak bisa dibuktikan dengan perbuatan, maka kejujuran yang telah dikemukakan melalui lisan maupun tulisan tidak ada gunanya dan/atau JUJUR harus ada pembuktiannya. Jika dalam kehidupan sehari-hari saja kita wajib menerapkan hal itu, tentu kepada ALLAH SWT pun kita harus pula menerapkan hal yang sama. KEIMANAN tanpa dibarengi dengan perbuatan atau tanpa menunjukkan unjuk prestasi kepada ALLAH SWT maka akan sia-sia saja KEIMANAN yang telah kita ucapkan dan telah ditancapkan di dalam HATI RUHANI. Untuk itu lihatlah bagaimana kita memberlakukan CABAI walaupun PEDAS, tetap saja kita berusaha untuk mengulang-ulang rasa pedasnya tanpa ada rasa kapok. Timbulnya keinginan untuk selalu mengulang-ulang pedasnya CABAI dikarenakan adanya dorongan dalam diri untuk merasakan kembali nikmatnya sambal lado tanpa ada rasa kapok dan/atau kita malah menerapkan Kapok Lombok.
Adanya tindakan kapok lombok yang kita kita lakukan, menunjukkan kepada kita
bahwa kepercayaan kepada CABAI yang tumbuh dalam diri harus dapat menghantarkan
diri kita untuk terus merasakan nikmatnya sambal lado secara berulang-ulang.
Apabila kita telah sampai pada posisi seperti ini kepada CABAI maka hal yang
samapun harus pula kita terapkan dalam melaksanakan dan menjalankan KEIMANAN
kepada ALLAH SWT. ALLAH SWT berkehendak kepada seluruh manusia, termasuk kepada
diri kita, agar jangan sampai hanya menyatakan beriman kepada ALLAH SWT sebatas
di mulut dan di hati semata. Akan tetapi harus dapat menghantarkan diri kita
untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT atau ingin merasakan
kembali nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT secara terus menerus sampai
HAYAT di kandung BADAN. Jika kita ingin tetap mempertahankan atau ingin selalu
memperoleh kembali atau ingin merasakan terus dan terus kenikmatan dari
bertuhankan kepada ALLAH SWT maka jangan pernah lakukan STANDARD GANDA kepada
ALLAH SWT sebab STANDARD GANDA tidak berlaku di mata ALLAH SWT. STANDARD GANDA
justru menjauhkan diri kita dengan KEHENDAK ALLAH SWT. STANDARD GANDA berarti
kita telah menempatkan dan meletakkan CIPTAAN lebih tinggi dari PENCIPTANYA.
Selanjutnya apakah cukup dengan BERIMAN kepada ALLAH
SWT saja maka kita telah sempurna melaksanakan RUKUN IMAN? RUKUN IMAN yang
terdiri dari 6(enam) ketentuan harus dilaksanakan dalam satu kesatuan yang
tidak terpisahkan antara satu ketentuan dengan ketentuan yang lainnya. Jika
kita hanya melaksanakan IMAN kepada ALLAH SWT saja maka pelaksanaan RUKUN IMAN
yang kita lakukan belum dapat dikatakan sempurna, walaupun seluruh konsep di
atas ini telah dilaksanakan sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT. Untuk itu
lihatlah hubungan antara IMAN kepada
ALLAH SWT dengan:
1) IMAN kepada RASUL.
RASUL adalah MANUSIA-MANUSIA PILIHAN ALLAH SWT yang ditugaskan ke muka bumi untuk menjadi PENYAMPAI RISALAH ALLAH SWT atau PENERANG bagi PROGRAM KEKHALIFAHAN di muka bumi. Seperti halnya PABRIKAN mobil TOYOTA yang tidak harus mendirikan pabrik di setiap negara yang menjual mobil TOYOTA. PABRIKAN cukup menunjuk ATPM atau PERWAKILAN TETAP TOYOTA di setiap negara yang menjual mobil TOYOTA. Dengan demikian fungsi ATPM atau PERWAKILAN TETAP merupakan REPRESENTASI dari PABRIKAN. Hal yang sama juga berlaku bagi NABI atau RASUL yang diutus oleh ALLAH SWT ke muka bumi. Sehingga melalui NABI dan RASUL inilah ALLAH SWT mengemukakan PROGRAM KEKHALIFAHAN di muka bumi sehingga NABI dan RASUL harus bertindak, harus bersikap sesuai dengan yang di wakilinya. Sekarang coba kita bayangkan jika ALLAH SWT yang berkedudukan tetap di ARSY sampai tidak mempunyai PERWAKILAN TETAP dan/atau tidak menunjuk NABI dan RASUL untuk menerangkan segala sesuatu baik tentang ALLAH SWT maupun tentang KEKHALIFAHAN di muka bumi, apa yang dapat kita peroleh?
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
(surat An Nisaa' (4)
ayat 136)
Apakah mungkin kita pergi ke ARSY untuk mempelajari adanya ALLAH SWT atau mengetahui adanya KEKHALIFAHAN di muka bumi yang telah direncanakan ALLAH SWT? Disinilah ALLAH SWT menunjukkan kepada kita semua tentang KESEMPURNAAN yang dimiliki ALLAH SWT di dalam merealisasikan KEKHALIFAHAN di muka bumi yaitu dengan menurunkan dan/atau menunjuk MANUSIA-MANUSIA PILIHAN yang akan dijadikan REPRESENTASI ALLAH SWT di muka bumi. Sehingga dengan demikian apa-apa yang DIKEHENDAKI oleh ALLAH SWT dapat diketahui, dapat dimengerti, dapat dicontohkan, dapat dijalankan, dapat dilaksanakan sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT melalui NABI dan RASUL.
2) IMAN kepada KITAB.
PABRIKAN dalam rangka untuk memudahkan para pihak yang berkepentingan dengan produk yang dihasilkannya maka PABRIKAN membuat BUKU MANUAL dalam rangka terjadinya sinkronisasi KEHENDAK PABRIKAN dengan pengguna mobil dan juga bagi ATPM sebagai pelaksana di lapangan yang menangani penjualan dan perawatan kendaraan. Hal yang sama juga ALLAH SWT lakukan dalam rangka mensukseskan dan melaksanakan PROGRAM KEKHALIFAHAN di muka bumi, yaitu dengan diturunkannya KITAB (dalam hal ini adalah ZABUR, TAURAT, INJIL dan AL-QUR'AN) sebagai satu-satunya Pedoman Baku baik bagi NABI dan RASUL di dalam rangka melaksanakan tugas sebagai Duta Besar ALLAH SWT di muka bumi dan juga untuk memudahkan manusia memahami, melaksanakan apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT. Adanya KITAB atau BUKU MANUAL yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka segala-segala yang dikehendaki oleh ALLAH SWT dapat diketahui secara pasti oleh NABI dan RASUL serta bagi MANUSIA. Sekarang jika sampai ALLAH SWT tidak menurunkan BUKU MANUAL, dapatkah Kehendak ALLAH SWT terlaksana dengan baik? Jika sampai ALLAH SWT tidak menurunkan BUKU MANUAL akan timbul kesimpangsiuran di dalam melaksanakan KEHENDAK ALLAH SWT.
3) IMAN kepada MALAIKAT.
ALLAH SWT setelah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa kemudian bertahta di ARSY. Ini berarti ALLAH SWT (dalam hal ini DZATNYA ALLAH SWT) berkedudukan tetap di luar dari apa-apa yang diciptakannya dan/atau TAHTA ALLAH SWT terpisah atau berdiri sendiri sehingga ARSY berada di luar langit dan bumi. Apa buktinya? Untuk itu pelajari kembali surat Yunus (10) ayat 3 serta HADITS tentang ISRA MI''RAJ. Adanya kedudukan ALLAH SWT yang berada di luar segala ciptaannya, dalam rangka untuk menunjukkan pula KEMAHATINGGIAN ALLAH SWT. Di lain sisi jika sampai ALLAH SWT bertahta di dalam ciptaannya maka bukan manfaat yang di dapat oleh ciptaannya akan tetapi mudharat kehancuran yang akan di dapat ciptaannya (pelajari kembali saat BUKIT TURSINA yang hancur tidak sanggup saat melihat atau saat diperlihatkan KEMAHAAN ALLAH SWT).
Ibnu Abbas r.a berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman:"Wahai Musa. Engkau tidak dapat melihat-Ku. Sesungguhnya tidaklah akan melihat-Ku suatu makhluk hidup melainkan ia mati dan suatu makhluk yang kering melainkan ia tergelincir dan makhluk yang basah melainkan ia bercerai-berai.Sesungguhnya hanyalah ahli syurga yang tidak kehilangan pandangan dan tidak rusak/hancur jasadnya dapat melihat-Ku".
(HQR
Al Hakim, 272:202)
Adanya kondisi kemahaan dan kebesaran ALLAH SWT yang
tidak mungkin diperlihatkan kepada langit dan bumi maka ALLAH SWT menciptakan
sebuah makhluk yang diciptakan dari NUUR untuk
menjadi perantara atau untuk menyampaikan apa-apa yang telah di program
oleh ALLAH SWT di dalam KEHENDAKNYA kepada NABI dan RASUL. Untuk itulah
MALAIKAT diciptakan oleh ALLAH SWT sehingga apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH
SWT dapat terlaksana sesuai dengan KEHENDAKNYA. Sekarang coba kita bayangkan
jika sampai ALLAH SWT tidak menciptakan MALAIKAT contohnya MALAIKAT JIBRIL as,
yang bertugas untuk menyampaikan WAHYU atau KALAM ALLAH SWT kepada NABI
MUHAMMAD SAW? Bisa-bisa bumi akan hancur berkeping-keping dan jika ini sampai
terjadi bagaimana KHALIFAH yang diciptakan ALLAH SWT dapat bekerja dan menjalankan
tugas jika buminya hancur. Adanya kondisi seperti ini, maka ALLAH SWT
menciptakan MALAIKAT yang kemudian kitapun wajib mempercayai MALAIKAT sebagai
bagian dari RUKUN IMAN yang enam, yang harus dilaksanakan dalam satu kesatuan
yang terpisahkan.
4) IMAN kepada HARI AKHIRAT.
KEKHALIFAHAN di muka bumi jika kita ibaratkan atau kita asumsikan sebagai sebuah permainan yang diciptakan ALLAH SWT, maka KEKHALIFAHAN harus ada awalnya dan harus ada pula akhirnya serta harus ada yang menang dan harus pula ada yang kalah. ALLAH SWT sebagai pencipta dari PERMAINAN ini tentu mempunyai HAK PENUH dengan PERMAINAN yang diciptakan-Nya. Selanjutnya jika PROGRAM KEKHALIFAHAN di muka bumi adalah sebuah PERMAINAN maka :
a. Awal dari permainan itu dimulai dari saat diciptakannya NABI ADAM as, sebagai
MANUSIA PERTAMA sampai dengan HARI KIAMAT sebagai batas akhirnya.
b. Peserta permainan atau yang mengkuti pertandingan adalah MANUSIA termasuk diri kita sedangkan lawan atau musuhnya adalah AHWA dan SYAITAN sedangkan Untuk mendapatkan sebuah PERMAINAN yang memenuhi PRINSIP FAIRPLAY maka ALLAH SWT selaku PENCIPTA permainan menetapkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai atarun mainnya.
c. PEMENANG dan PECUNDANG dari permainan KEKHALIFAHAN di muka bumi akan memperoleh hasil kejuaran yang telah ditetapkan oleh PENCIPTA dan PEMILIK PERMAINAN. PEMENANG akan menerima penghargaan dari ALLAH SWT berupa KAMPUNG KEBAHAGIAAN sedangkan bagi PECUNDANG yang kalah akan menerima KAMPUNG KEBINASAAN dan KESENGSARAAN dari ALLAH SWT.
Saat ini diri kita adalah PEMAIN yang sedang
melaksanakan PERMAINAN (maksudnya sedang melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di
muka bumi) maka kita harus mempercayai inti dari sebuah PERMAINAN, yaitu suatu
PERMAINAN pasti ada AKHIRNYA dan pasti akan ada yang KALAH dan yang MENANG
sehingga akan ada JUARA bagi yang memenangkan pertandingan ataupun PECUNDANG
yang kalah dalam pertandingan. ALLAH SWT menetapkan adanya HARI KIAMAT adalah
untuk menyempurnakan konsep dasar dari adanya PERMAINAN sehingga apa-apa yang
dikehendaki ALLAH SWT dapat terlaksana.
5) IMAN kepada QADHA; QADAR dan TAQDIR.
MANUSIA diciptakan oleh ALLAH SWT sebagai KHALIFAH di muka bumi, sehingga MANUSIA pada dasarnya sudah ditempatkan, sudah diletakkan sebagai PENGATUR, PENJAGA, PENGAWAS, PEMELIHARA atas apa-apa yang ada di muka bumi. Adanya KEKHALIFAHAN di muka bumi akan timbul adanya ketenangan, ketentraman serta terpeliharanya seluruh ciptaan ALLAH SWT yang ada di muka bumi. Selanjutnya dapatkah MANUSIA menjalankan tugas KEKHALIFAHAN di muka bumi, jika di bumi yang akan di atur, yang akan di jaga, yang akan dipelihara oleh MANUSIA tidak memiliki suatu ketentuan atau ketetapan yang jelas atau tidak memiliki adanya sesuatu yang spesifik yang dapat dipergunakan oleh KHALIFAH di dalam mengatur, menjaga, memelihara bumi? ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK tentu sangat mengerti dan mengetahui atas apa-apa yang diciptakan-Nya dan atas apa-apa yang dimiliki-NYA. Dalam rangka memudahkan KHALIFAHNYA menjalankan tugas ALLAH SWT tidak secara langsung memberikan sesuatu yang spesifik kepada ciptaan-Nya. Namun ALLAH SWT menetapkan apa yang dinamakan dengan QADHA; QADAR dan TAQDIR atas apa-apa yang diciptakan dan yang dimilikinya.
sebagai suatu sunnatullah[1403] yang telah Berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan peubahan bagi sunnatullah itu.
(surat Al Fath (48)
ayat 23)
[1403]
Sunnatullah Yaitu hukum Allah yang telah ditetapkannya.
Selanjutnya apakah itu QADHA? QADHA adalah suatu KETETAPAN ALLAH SWT atau SUNNATULLAH yang berlaku dan/atau KETETAPAN ALLAH SWT atas SIFAT DASAR yang terdapat di dalam ciptaan-Nya yang tidak akan berubah oleh sebab apapun juga. Contoh QADHA adalah GARAM bersifat ASIN, GULA bersifat MANIS, ION atau ATOM atau PARTIKEL seperti HIDROGEN, OKSIGEN, BESI, TEMBAGA yang mempunyai kekuatan, ketahanan, kondisi yang tetap dan tertentu baik kepada cahaya ataupun kepada bunyi. Bagaimana dengan QADAR? QADAR adalah UKURAN-UKURAN atau TAKARAN-TAKARAN yang berlaku jika kondisi QADHA yang diciptakan oleh ALLAH SWT dipersatukan atau dikombinasikan atau dilaksanakan atau dibuatkan sebuah PERIMBANGAN antar SIFAT DASAR yang berlaku pada CIPTAAN ALLAH SWT tersebut. Sedangkan hasil dari QADHA yang berlaku yang kemudian dikombinasikan dengan takaran dan ukuran tertentu maka hasil dari itu semua disebut dengan TAQDIR. Contoh dari adanya ketentuan QADHA, QADAR dan TAQDIR dalam skala kecil adalah AIR. AIR jika dipecah menjadi ION maka AIR akan terdiri dari HIDROGEN dan OKSIGEN. Akan tetapi jika HIDROGEN dan OKSIGEN disenyawakan begitu saja tanpa ukuran-ukuran tertentu tidak akan menghasilkan AIR. Hal ini disebabkan untuk dapat menghasilkan AIR maka setiap 1(satu) partikel HIDROGEN harus bersenyawa dengan 2(dua) partikel OKSIGEN barulah ia akan menjadi AIR. Jika AIR di atas ini, kita jadikan contoh maka AIR adalah TAQDIR dari QADHA yang dimiliki HIDROGEN jika dicampur dengan QADHA yang dimiliki OKSIGEN dengan ketentuan UKURAN atau TAKARAN atau QADAR satu berbanding dua antara HIDROGEN dan OKSIGEN maka barulah terjadi AIR.
Pembaca ini baru satu contoh dari adanya KETENTUAN QADHA, QADAR dan TAQDIR dalam skala kecil dari bauran partikel atau ion yang terdapat di alam. Sekarang coba kita bayangkan jika sampai ALLAH SWT tidak memberlakukan adanya QADHA, QADAR dan TAQDIR yang ada di alam ini, apa yang dapat kita perbuat? Semua akan menjadi kacau balau, semua akan menjadi tidak beraturan. Pembaca inilah salah satu kebesaran ALLAH SWT yang ditunjukkan kepada diri kita melalui partikel HIDROGEN dan OKSIGEN, sudahkah hal ini menambah keimanan diri kita. Selanjutnya bagaimana jadinya jika ALLAH SWT tidak menetapkan dan menjadikan MATAHARI dan BULAN berjalan sesuai dengan orbitnya? Tentu MATAHARI dan BULAN akan berjalan tidak beraturan, tidak beredar pada garis edarnya. Jika ini terjadi bagaimana dengan kita yang berada di muka bumi yang sedang menjalankan tugas sebagai KHALIFAH? Kita yang di bumi tidak akan mengetahui kapan siang dan kapan itu malam, kita tidak akan pernah mengetahui apa itu detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun. Hal yang harus kita perhatikan dari IMAN kepada QADHA; QADAR dan TAQDIR adalah:
a. Posisi
ALLAH SWT sebagai PENENTU KEBIJAKAN, atau PEMBUAT KEBIJAKAN, atau PENETAP dari
KETETAPAN bukan sebagai PELAKSANA KEBIJAKAN.
b. MANUSIA
atau DIRI KITA adalah PELAKSANA dari KEBIJAKAN atau yang menjadikan KETETAPAN
itu berlaku di alam.
c. Ketetapan
dan ketentuan dalam QADHA; QADAR dan TAQDIR tidak hanya terbatas kepada ciptaan
saja, akan tetapi berlaku juga kepada KEBIJAKAN-KEBIJAKAN ALLAH SWT yang
lainnya seperti HALAL dan HARAM, BAIK dan BURUK atau SUKSES dan GAGAL.
Adanya ketetapan ALLAH SWT yang tertuang di dalam
IMAN kepada QADHA, QADAR dan TAQDIR bukan untuk menyengsarakan KHALIFAHNYA di
muka bumi. Akan tetapi untuk mensukseskan KHALIFAHNYA di dalam menjalankan
tugas sehingga selamat dan bertemu dengan ALLAH SWT dan/atau menjadikan
KHALIFAHNYA sesuai dengan KEHENDAKNYA. Pembaca, itulah gambaran awal dari RUKUN
IMAN yang ENAM yang harus dilaksanakan dalam satu kesatuan yang tidak
terpisahkan antara ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lainnya serta
dengan RUKUN ISLAM dan IKHSAN. Pembahasan tentang RUKUN IMAN secara lebih
terperinci akan kami kemukakan secara satu persatu di bab berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar