Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 09 Juni 2016

APAKAH IMAN ? part 2 of 2




2.     SIAPAKAH YANG HARUS BERIMAN


Sewaktu kita memakan CABAI siapakah yang merasakan pedasnya CABAI, apakah orang lain yang tidak memakannya yang akan merasakan pedasnya CABAI? Jika kita yang memakan CABAI maka diri kita sendirilah yang akan merasakan PEDASNYA CABAI. Bagaimana dengan orang lain? Sepanjang orang lain tidak ikut serta memakan CABAI maka ia tidak akan pernah merasakan PEDASNYA CABAI. Inilah ketentuan QADHA yang berlaku di alam, yang tidak akan mungkin dapat dibantah oleh siapapun juga. Selanjutnya bagaimana dengan IMAN? Ketentuan IMAN juga berlaku seperti kita memakan CABAI. IMAN hanya dapat dinikmati oleh orang yang mengakui adanya IMAN atau hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah merasakan IMAN. Jika kita tidak pernah mengakui dan tidak pernah merasakan IMAN maka kita tidak akan pernah pula merasakan nikmatnya IMAN seperti kita merasakan PEDASNYA CABAI.  Jika ini adalah ketentuan dari QADHA yang berlaku di alam tentang merasakan pedasnya CABAI atau tentang nikmatnya IMAN, timbul pertanyaan siapakah yang harus beriman IMAN? Jika kita ingin merasakan NIKMATNYA SAMBAL LADO maka diri kita sendirilah yang harus merasakan atau menikmati secara langsung SAMBAL LADO.


dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?
dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.
(surat Yunus (10) ayat 99-100)


Hal yang tidak mungkin terjadi adalah jika kita ingin merasakan Nikmatnya Sambal Lado tetapi yang memakan dan yang merasakan Sambal Lado adalah ORANG LAIN atau pihak ketiga. Ketentuan Sambal Lado juga berlaku dalam ketentuan IMAN kepada ALLAH SWT, dimana kita tidak akan pernah merasakan Nikmatnya IMAN atau kita tidak akan pernah merasakan Nikmatnya Berrtuhankan kepada ALLAH SWT jika kita tidak pernah secara langsung beriman kepada ALLAH SWT atau menjadikan ALLAH SWT sebagai satu-satunya TUHAN yang berhak disembah. Inilah QADHA atau Ketetapan Dasar dari ALLAH SWT yang tidak akan pernah berubah sampai kapanpun oleh sebab apapun juga.  


Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudahkah kita BERIMAN atau sudahkah kita MELAKSANAKAN AD DIIN dengan melaksanakan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN secara KAFFAH? Apabila kita tidak pernah melaksanakan AD DIIN jangan pernah berharap mendapatkan apa-apa yang telah di janjikan oleh ALLAH SWT. JANJI ALLAH SWT hanya akan diberikan atau hanya akan dapat dinikmati secara pribadi-pribadi atau secara individual atau hanya KHALIFAH yang mau melaksanakan AD DIIN secara KAFFAH. Ini berarti ketentuan IMAN kepada ALLAH SWT atau ketentuan tentang AD DIIN berlaku secara INDIVIDUAL atau bersifat perseorangan, bukan bersifat GROUP apalagi diwakilkan melalui lembaga tertentu atau melalui anak dan keturunan. Selain daripada itu IMAN tidak dapat diwariskan atau tidak dapat diturunkan atau tidak dapat dihibahkan kepada siapapun juga termasuk kepada istri, suami, anak dan keturunan. Kondisi ini sejalan dengan KONTRAK PERMANEN yang pernah di buat oleh setiap INDIVIDU sesaat setelah RUH ditiupkan di dalam rahim seorang ibu, seperti yang tertera di dalam surat Al A'araf (7) ayat 172. Dimana tidak ada satupun RUH yang telah ditiupkan oleh ALLAH SWT yang tidak memberikan kesaksian dengan menyatakan bahwa ALLAH SWT adalah TUHANNYA. Dan jika sekarang ketentuan IMAN berlaku secara INDIVIDUAL berarti apa-apa yang pernah kita IKRARKAN dalam bentuk KONTRAK PERMANEN kepada ALLAH SWT merupakan bentuk dari pelaksanaan PERJANJIAN kita kepada ALLAH SWT. Sebagai informasi tambahan bagi pembaca, suatu perjanjian akan mengikat para pihak yang melaksanakan perikatan atau perjanjian. Sehingga dengan adanya ikatan tersebut maka terjadilah HUKUM yang berlaku bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Jika sekarang kita telah menyatakan KONTRAK PERMANEN kepada  ALLAH SWT dengan menyatakan ALLAH SWT adalah TUHANKU maka pernyataan ini mengikat secara INDIVIDUAL para pihak yang terikat perjanjian. Ini berarti di dalam KONTRAK PERMANEN yang tertuang di dalam surat  Al A'raaf (7) ayat 172 hanya ada 2 (dua) pihak yang terlibat yaitu ALLAH SWT yang menerima pernyataan dan RUH manusia yang memberikan pernyataan. Selain daripada itu pertanggungjawaban kepada ALLAH SWT atas diri masing-masing juga bersifat Individual. Berdasarkan kondisi inilah maka pernyataan IMAN berlaku secara Individual atau Perseorangan sehingga IMAN tidak dapat di alihkan kepada orang lain sehingga dengan adanya kondisi seperti ini maka konsep REINKARNASI di dalam AJARAN ISLAM tidak berlaku.



3. DARI SIAPAKAH IMAN


Sewaktu kita telah merasakan RASA PEDASNYA CABAI, dari manakah RASA PEDAS tersebut berasal atau dari siapakah asalnya RASA PEDAS yang kita rasakan, apakah berasal dari CABAI yang kita makan ataukah dari CABAI lain yang tidak kita makan? AKAL SEHAT MANUSIA menyatakan bahwa RASA PEDAS yang kita rasakan PASTI berasal dari CABAI yang kita makan dan/atau CABAILAH sumber dari rasa pedas yang kita rasakan. Ini berarti rasa PEDAS yang kita rasakan wajib berasal dari CABAI yang kita makan dan TIDAK akan MUNGKIN RASA PEDAS yang kita rasakan berasal dari CABAI LAIN yang tidak pernah kita makan dan/atau tidak mungkin rasa PEDAS yang kita rasakan dari LADA dan JAHE yang tidak kita makan walaupun keduanya memberikan rasa pedas.Selanjutnya setelah merasakan PEDASNYA CABAI, dapatkah RASA PEDAS ini kita  wariskan, kita turunkan, kita alihkan kepada orang lain? RASA PEDAS yang kita rasakan tidak dapat kita alihkan, tidak dapat kita wariskan, tidak dapat kita turunkan kepada siapapun. Sekarang bagaimana jika ada orang yang belum tahu tentang CABAI atau tidak mengerti tentang CABAI sehingga ia belum pernah merasakan PEDASNYA CABAI akan tetapi ia ingin merasakan PEDASNYA CABAI, apa yang harus kita lakukan?


Jika kita termasuk orang yang telah merasakan PEDASNYA CABAI, yang dapat kita lakukan kepada orang tersebut adalah menginformasikan, mengajarkan, memberitahukan kepada orang tersebut tentang CABAI.  Berhasil atau tidaknya orang tersebut merasakan PEDASNYA CABAI sangat tergantung apakah orang tersebut mau menerima informasi dan pemberitahuan dari diri kita. Dan sepanjang jika orang tersebut mau menerima pemberitahuan dari kita dan yang dilanjutkan dengan  mau memakan CABAI maka barulah orang tersebut dapat merasakan pedasnya CABAI. Berdasarkan keterangan di atas ini, berarti untuk dapat merasakan PEDASNYA CABAI berlaku ketentuan sebagai berikut yaitu tidak ada paksaan dan/atau harus keluar dari kesadaran diri sendiri untuk merasakan langsung pedasnya CABAI. Inilah beberapa ketentuan tentang PEDASNYA CABAI, selanjutnya timbul pertanyaan, sampai kapankah berlakunya ketentuan-ketentuan tersebut? Menurut Akal Sehat, ketentuan tentang PEDASNYA CABAI dapat dibedakan menjadi 2(dua) ketentuan yaitu secara umum akan berlaku sampai dengan hari kiamat dan secara khusus untuk diri pribadi masing-masing berlaku hanya sebatas hayat di kandung badan. Selanjutnya bagaimana dengan IMAN kepada ALLAH SWT? Jika kita termasuk orang yang telah tahu diri, yaitu tahu siapa diri kita dan tahu siapa ALLAH SWT serta tidak menerapkan STANDARD GANDA kepada ALLAH SWT, maka apa-apa yang menjadi ketentuan tentang PEDASNYA CABAI harus dapat di aplikasikan secara utuh di saat kita ingin memperoleh NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT. Apabila kita tidak dapat memberlakukan, menerapkan, melaksanakan IMAN kepada ALLAH SWT seperti kita memberlakukan CABAI, pasti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita.


Selanjutnya jika kita ingin merasakan nikmatnya IMAN kepada  ALLAH SWT, maka kita harus merasakan sendiri-sendiri secara langsung IMAN kepada ALLAH SWT tersebut. Hal ini disebabkan nikmatnya IMAN kepada ALLAH SWT di dalam diri tidak akan mungkin dapat kita peroleh dan kita rasakan melalui sistem arisan, melalui  warisan, diturunkan dari seseorang, adanya pengalihan dari orang lain, meminta bagian dari orang lain. IMAN kepada  ALLAH SWT hanya dapat dinikmati dan dirasakan setelah kita langsung merasakan NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT secara sendiri-sendiri seperti merasakan pedasnya CABAI. Ini berarti NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT yang kita rasakan wajib berasal dari sesuatu yang kita IMANI secara langsung (dalam hal ini adalah ALLAH SWT) sehingga nikmatnya pun harus berasal dari ALLAH SWT pula. Sebab TIDAK akan MUNGKIN NIKMAT IMAN kepada ALLAH SWT yang kita rasakan berasal dari sesuatu yang tidak kita IMANI. Untuk itu perhatikanlah surat Yunus (10) ayat 100 di bawah ini yang menerangkan kepada kita bahwa  ALLAH SWT lah yang akan memberikan izin dan/atau yang menerima dan/atau yang mengakui mutu dari keimanan dari  manusia. Semakin tinggi ALLAH SWT mengakui tingkat keimanan seseorang maka semakin tinggi pula ALLAH SWT memberikan apresiasi-Nya demikian pula sebaliknya semakin rendah tingkat keimanan seseorang semakin rendah pula apresiasi ALLAH SWT kepada orang tersebut. Jika sampai kita masih tidak mau melaksanakan hal ini, berarti memang kita termasuk orang-orang yang akan dimurkai-Nya sebab kita tidak tahu diri. Selanjutnya setelah kita merasakan NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT, dapatkah IMAN kepada ALLAH SWT dan/atau NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT ini kita wariskan, kita alihkan, kita turunkan kepada orang lain apakah itu istri, suami, anak dan keturunan kita?



dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.
(surat Yunus (10) ayat 100)



Sampai dengan saat ini belum ada TEKNOLOGI atau belum ada ALAT PEMINDAI yang mampu mengalihkan, mewariskan, atau menurunkan IMAN kepada ALLAH SWT dan/atau NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT yang kita rasakan kepada orang lain. Sekarang bagaimana jika ada orang yang belum tahu tentang ALLAH SWT dan/atau belum tahu tentang IMAN kepada  ALLAH SWT sehingga ia belum pernah merasakan NIKMATNYA BERIMAN kepada ALLAH SWT akan tetapi ia ingin merasakan NIKMATNYA BERTUHANKAN kepada ALLAH SWT dan/atau merasakan NIKMATNYA IMAN kepada  ALLAH SWT, apa yang harus kita lakukan? Jika kita termasuk orang yang telah merasakan NIKMATNYA BERIMAN kepada ALLAH SWT, maka yang dapat kita lakukan kepada orang tersebut hanyalah sekedar menginformasikan, mengajarkan, memberitahukan kepada orang tersebut tentang IMAN kepada ALLAH SWT.


Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
(surat Al Hajj (22) ayat 46)


Berhasil atau tidaknya orang tersebut merasakan NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT sangat tergantung apakah orang tersebut mau menerima informasi dan pemberitahuan dari diri kita dan/atau maukah orang tersebut menerima keterangan-keterangan yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Dan sepanjang orang tersebut mau menerima pemberitahuan dari kita dan/atau mau mengakui keterangan-keterangan yang terdapat dalam Al-Qur'an yang dilanjutkan dengan  mau menerima ALLAH SWT sebagai satu-satunya TUHAN yang berhak di sembah maka  barulah orang tersebut dapat memulai merasakan nikmatnya IMAN kepada ALLAH SWT.


dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?
(surat Yunus (10) ayat 99)


BERIMAN kepada ALLAH SWT dan/atau untuk dapat merasakan NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT berlaku ketentuan sebagai berikut yaitu:

1.     BERIMAN kepada ALLAH SWT tidak boleh dalam kondisi TERPAKSA atau DIPAKSA atau MEMAKSA orang untuk BERIMAN sebab ALLAH SWT sendiri tidak pernah memaksa orang untuk beriman kepada-Nya.
2.    IMAN harus keluar dari dalam DIRI SENDIRI atau IMAN kepada  ALLAH SWT harus dilakukan dengan PENUH KESADARAN tanpa ada paksaan dari siapapun juga dan/atau IMAN harus IKHLAS.
3.  IMAN tidak bisa hanya sebatas WACANA saja akan tetapi harus dibarengi dengan KEYAKINAN dan juga PERBUATAN.


Jika kita mampu melaksanakan IMAN kepada ALLAH SWT dengan kondisi di atas ini, maka kondisi keimanan diri kita sudah berada dalam kesesuaian atau sudah berada di dalam kesamaan dengan KEHENDAK ALLAH SWT seperti yang tertuang di dalam surat Yunus (10) ayat 99 di atas ini. Selanjutnya timbul pertanyaan, sampai kapankah masa berlakunya ketentuan NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT bagi umat manusia? Ketentuan tentang NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT dapat dibedakan menjadi 2(dua) ketentuan yaitu secara umum akan berlaku sampai dengan hari kiamat sedangkan khusus untuk diri pribadi masing-masing berlaku hanya sampai HAYAT  di kandung BADAN. Jika ini adalah jangka waktu dari NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT, sudahkah hal ini kita jadikan PENGETAHUAN? Kami berharap kepada pembaca buku ini, jangan sampai setelah RUH tiba dikerongkongan barulah kesadaran akan KEIMANAN kepada ALLAH SWT datang kepada diri kita sebab jika ini yang terjadi tidak ada guna dan manfaatnya lagi. Untuk itu terima saja atas apa-apa yang telah kita buat dan telah kita lakukan kepada ALLAH SWT.


Pembaca, di saat kita hidup di dunia, selain ada CABAI masih ada LADA yang sama-sama dapat memberikan rasa pedas, apa yang harus kita perbuat? Sebelum kita menjawab persoalan ini, alangkah baiknya kita mempunyai PENGETAHUAN terlebih dahulu baik tentang CABAI ataupun tentang LADA. Setelah mempunyai PENGETAHUAN tentang CABAI dan LADA maka kita harus menjadikan ini sebagai sebuah PENGETAHUAN bahwa tidak semua yang PEDAS itu adalah CABAI semata. Akan tetapi masih ada benda lainnya seperti LADA, JAHE yang juga memiliki sifat PEDAS namun karakteristiknya berbeda jauh dengan CABAI. Adanya PENGETAHUAN tentang CABAI dan LADA maka kita harus dapat mengetahui dengan jelas apa manfaat dan juga mudharat dari CABAI dan LADA. Dan kemudian kita harus dapat menghubungkan PENGETAHUAN tentang CABAI  dan LADA dengan apa-apa yang akan kita lakukan, dengan apa-apa yang kita butuhkan dan/atau dengan apa yan kita  inginkan baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.


Jika dalam jangka pendek kita ingin merasakan NIKMATNYA SAMBAL LADO tentu CABAILAH yang kita butuhkan atau bukan LADA yang menjadi kebutuhan kita untuk dapat merasakan NIKMATNYA SAMBAL LADO. Demikian pula jika kita ingin membuat SAYUR SOP maka pedasnya LADA yang kita butuhkan untuk sayur kita. Adanya pengetahuan tentang CABAI dan LADA dalam diri maka kita akan dapat menempatkan keduanya sesuai dengan kebutuhan yang kita perlukan sehingga kita dapat mengambil manfaat yang sesuai pula dengan kebutuhan diri kita. Selanjutnya, pada saat kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, seringkali kita menjumpai atau bahkan kita sering memperoleh informasi tentang adanya TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT yang dipromosikan oleh orang-orang tertentu dengan mengatakan hal ini tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits. Adanya kondisi seperti ini, secara tidak langsung, kita akan mempunyai 3(tiga) kemungkinan yang terjadi, yaitu:

1.      kita mengalami secara langsung keadaan tersebut, atau
2.   kita akan menghadapi orang-orang yang telah mengakui adanya TUHAN selain ALLAH SWT, atau
3.   kita akan mengayomi orang-orang yang telah mengakui adanya TUHAN selain ALLAH SWT.   

Jika kita mengalami ke tiga hal yang kami sebutkan di atas, apa yang harus kita perbuat? Surat Muhammad (47) ayat 19 yang kami kemukakan di bawah ini dapat kita jadikan pedoman di dalam menjawab persoalan di atas.


Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
(surat Muhammad (47) ayat 19)


Dalam surat Muhammad (47) ayat 19 diterangkan bahwa ALLAH SWT memberitahukan kepada diri kita untuk MENGETAHUI dan/atau untuk menjadikan PENGETAHUAN tentang ALLAH SWT sebagai satu-satunya TUHAN yang berhak disembah dan juga memerintahkan kepada diri kita untuk memohon ampun hanya kepada ALLAH SWT jika kita mempunyai dosa dan kesalahan serta ALLAH SWT juga mengetahui dimana kita berada. Adanya PENGETAHUAN yang kita miliki tentang ALLAH SWT maka kita harus dapat meletakkan dan menempatkan ALLAH SWT pada posisi sebenarnya dan kitapun harus dapat pula meletakkan diri kita dimana harus ditempatkan. Jangan sampai kita termasuk orang yang TIDAK TAHU DIRI di mata ALLAH SWT.


Selanjutnya ada sebuah pertanyaan tentang Pengetahuan, yaitu dimanakah letak Pengetahuan yang kita miliki, apakah menyatu atau terpisah dengan diri kita? Pengetahuan yang kita miliki dapat dipastikan menyatu dengan diri kita sendiri. Untuk itu lihatlah keadaan diri kita sewaktu bekerja atau berbuat sesuatu dengan Pengetahuan yang kita miliki, lalu adakah bedanya jika kita bekerja dan berbuat sesuatu jika tidak memiliki Pengetahuan tentang pekerjaan yang kita lakukan? Adanya Pengetahuan yang melekat dengan diri kita akan sangat memudahkan kita dalam bekerja. Untuk itu lihatlah dokter spesialis bedah yang bekerja dengan Pengetahuan yang dimilikinya, maka dengan mudah ia melaksanakan tugas untuk membedah seseorang. Selanjutnya bandingkan dengan orang yang tidak memiliki Pengetahuan ilmu bedah di dalam melakukan sebuah pekerjaan, hasilnya pasti berantakan. Ini berarti Pengetahuan sangat memegang peranan penting di dalam membimbing diri kita untuk bertindak dan berbuat sesuatu. Sebagai KHALIFAH di muka bumi sudahkah kita memiliki Pengetahuan yang melekat di dalam diri kita mengenai  ALLAH SWT sehingga kita dapat bertindak dan berbuat sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT? Setelah memiliki Pengetahuan tentang ALLAH SWT apakah cukup dengan Pengetahuan tersebut saja maka kita dapat menikmati NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT? Berikut ini akan kami sampaikan beberapa Pengetahuan tentang  ALLAH SWT harus kita jadikan PEDOMAN untuk memperoleh KENIKMATAN IMAN kepada ALLAH SWT, yaitu:

1.   ALLAH SWT adalah INISIATOR, PENCIPTA, PEMILIK dari langit dan bumi termasuk di dalamnya KEKHALIFAHAN di muka bumi. Ini berarti ALLAH SWT sudah ada sebelum CIPTAANNYA diciptakan. ALLAH SWT sebagai PENCIPTA dan PEMILIK pasti memiliki HUBUNGAN yang sangat ERAT yang tidak terpisahkan dengan segala yang diciptakan dan yang dimilikinya. Dengan demikian ALLAH SWT pasti yang MAHA TAHU dan yang MAHA AHLI atas langit dan bumi beserta isinya; ALLAH SWT juga yang MAHA TAHU dan MAHA AHLI atas  KEKHALIFAHAN di muka bumi, termasuk juga yang MAHA TAHU dan MAHA AHLI terhadap JIN/IBLIS/SYAITAN serta yang MAHA TAHU dan MAHA AHLI atas MALAIKAT. Sehingga dapat dikatakan bahwa ALLAH SWT pasti memiliki ILMU dan PENGETAHUAN atas apa-apa yang diciptakan-Nya dan atas apa-apa yang dimiliki-Nya. Jika ini adalah kondisinya sudahkah kita berguru kepada ALLAH SWT?


2.  ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi, dapat dipastikan ALLAH SWT akan memelihara, akan menjaga, akan mengawasi, akan mengontrol, akan mengayomi, akan memberikan pertolongan kepada seluruh ciptaan-Nya. Hal ini diperbuat oleh ALLAH SWT untuk membuktikan ALLAH SWT adalah MAHA BERTANGGUNG JAWAB serta untuk menunjukkan EKSISTENSI ALLAH SWT di mata ciptaan-Nya. Jika ini adalah hubungan PENCIPTA dengan CIPTAANNYA, sudahkah kita merasakan pertolongan ALLAH SWT?


3.    Walaupun ALLAH SWT berkedudukan di ARSY, akan tetapi SIFAT MA'ANI dan AF'AL ALLAH SWT yang berjumlah 99 aktivitas sudah berada bersama diri kita sehingga diri kita sudah tidak terpisahkan dengan SIFAT MA'ANI dan AF'AL ALLAH SWT tersebut. Jika sudah demikian dekatnya  ALLAH SWT dengan diri kita, masih maukah kita berdoa dan memohon sesuatu kepada ALLAH SWT dengan suara keras atau masih maukah kita meninggalkan ALLAH SWT yang sudah begitu dekat dengan berhubungan dengan yang selain-Nya? Untuk itu sudahkah kita membina hubungan baik dengan  ALLAH SWT? 


4.      ALLAH SWT selaku INISIATOR dan PENCIPTA serta PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi, maka ALLAH SWT pasti memiliki KEHENDAK yang dibarengi dengan KEMAMPUAN yang sama-sama HEBAT untuk menjaga dan memelihara KEKHALIFAHAN di mulai sejak masih di dalam KEHENDAKNYA sampai dengan manusia menempati SYURGA atau NERAKA. Untuk menunjukkan KEHEBATAN dari KEHENDAK dan KEMAMPUANNYA maka   ALLAH SWT menciptakan RUH yang berasal dari FITRAHNYA, AMANAH 7, HUBBUL, AKAL, PERASAAN, JASAD serta AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang berasal dari FITRAHNYA bagi KEPENTINGAN KHALIFAHNYA menjalankan tugas di muka bumi, sudahkah kita bersyukur?


5.   DIINUL ISLAM merupakan satu-satunya KONSEP ILAHIAH bagi kepentingan KHALIFAHNYA di muka bumi merupakan MEDIA dan SARANA untuk saling berhubungan bagi ALLAH SWT selaku PENCIPTA dan juga bagi KHALIFAH selaku CIPTAAN sehingga apa-apa yang dikehendaki ALLAH SWT dapat dijalankan dan dilaksanakan dengan baik oleh KHALIFAHNYA. ALLAH SWT tidak mengenal STANDARD GANDA di dalam melaksanakan KEHENDAKNYA, maka diciptakanlah AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai satu-satunya KONSEP ILAHIAH jika manusia ingin selamat dan sukses di dalam menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudah KAFFAH kah diri kita menerima dan menjalankannya? 


6.      ALLAH SWT selaku PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi akan memberikan apresiasi yang sangat tinggi  kepada KHALIFAH-NYA  yang mau menjaga dan mau memelihara segala sesuatu yang dimiliki oleh ALLAH SWT, demikian pula sebaliknya. ALLAH SWT juga akan memberikan apresiasi yang tinggi pula kepada KHALIFAHNYA yang dapat menempatkan, dapat meletakkan dan dapat memposisikan ALLAH SWT sesuai dengan keadaan ALLAH SWT yang sebenarnya, dalam hal ini menempatkan ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan  PEMILIK dari langit dan bumi. Sudahkah kita lakukan dengan baik dan benar?


Pembaca, jika kita termasuk orang-orang yang benar-benar telah memiliki PENGETAHUAN tentang ALLAH SWT, timbul pertanyaan, yaitu:

1.      Patut dan pantaskah dan/atau pantas dan patutkah jika kita melecehkan ALLAH SWT sebagai satu-satunya TUHAN yang berhak disembah dengan menggantinya dengan TUHAN-TUHAN baru?
2.   Wajarkah ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK menentukan aturan main yang diciptakannya sendiri  di tempat yang dimiliki-Nya sendiri dan/atau ALLAH SWT menunjukkan EKSISTENSINYA kepada seluruh ciptaan-Nya ditempat yang dimiliki-Nya?
3.   Patut dan pantaskah dan/atau pantas dan patutkah diri kita selaku CIPTAAN menempatkan dan meletakkan diri sejajar dengan ALLAH SWT dengan menciptakan aturan main sendiri di dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia sedangkan  ALLAH SWT telah menetapkan AD DIIN sebagai satu-satunya AGAMA yang HAQ?    


Jika ketiga pertanyaan di atas ini kita jawab dengan menyatakan ALLAH SWT adalah SEGALA-GALANYA. Ini berarti kita termasuk orang yang telah TAHU DIRI yaitu tahu siapa diri kita dan tahu siapa           ALLAH SWT. Selanjutnya jika kita telah memiliki PENGETAHUAN tentang ALLAH SWT yang sudah melekat dalam diri kita, tentu pada waktu kita :

1.      melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi pasti selalu berada di dalam KEHENDAKNYA, dan/atau
2.      mengakui ALLAH SWT sebagai satu-satunya TUHAN yang berhak disembah maka kita akan dapat merasakan nikmatnya IMAN kepada  ALLAH SWT, dan/atau
3.      berbuat dan berkehendak dalam kehidupan sehari-hari maka perbuatan dan kehendak kita tidak akan mungkin bertolak belakang dengan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebab kita selalu berada di dalam KEHENDAKNYA.


Jika sudah demikian keadaannya maka bersiap-siaplah menerima dan merasakan NIKMATNYA BERTUHANKAN kepada ALLAH SWT seperti kita merasakan NIKMATNYA SAMBAL LADO dan/atau terimalah dengan suka cita apa-apa yang telah di janjikan oleh ALLAH SWT untuk setiap hamba-Nya yang BERIMAN dan BERAMAL SHALEH.


Sekarang bagaimana dengan TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT yang saat ini gencar ditawarkan dan dipromosikan oleh pihak-pihak tertentu dan/atau adanya AGAMA baru untuk menggantikan AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang telah diciptakan oleh ALLAH SWT dari  FITRAHNYA dan/atau adanya NABI atau RASUL baru yang dipromposikan sebagai pengganti  kedudukan NABI MUHAMMAD SAW sebagai RASUL TERAKHIR. Jika hal itu terjadi pada diri kita atau pada anak dan keturunan kita, maka tanyakan kepada orang-orang yang menawarkan dan mempromosikan TUHAN-TUHAN baru dan/atau orang yang mengajarkan AGAMA baru yang akan menggantikan AD DIIN atau DIINUL ISLAM tersebut dan/atau tanyakan kepada NABI dan RASUL baru, beberapa pertanyaan sebagai berikut, yaitu:

1.      Mampukah TUHAN-TUHAN baru tersebut mengalahkan atau dapat melebihi KEMAMPUAN dan KEHEBATAN yang dimiliki oleh  ALLAH SWT yaitu dengan menciptakan langit dan bumi beserta isinya termasuk menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi yang lebih hebat dari yang diciptakan oleh ALLAH SWT?
2.      Suruh TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT tersebut untuk membuat NYAMUK ataupun LALAT?
3.      Suruh NABI dan RASUL yang menggantikan posisi NABI MUHAMMAD SAW sebagai NABI  TERAKHIR ALLAH SWT untuk memperlihatkan kemampuan TUHAN yang diwakilinya tersebut untuk membuat NYAMUK atau IKAN TERI? 
4.      Mampukah TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT  tersebut membuat SYURGA dan NERAKA sebagai tempat tinggal bagi manusia kelak di kemudian hari?
5.      Mampukah TUHAN-TUHAN baru tersebut membuat RUH, JASAD,AMANAH 7, HUBBUL, AKAL dan PERASAAN manusia lebih hebat dan/atau minimal sama dengan  yang sudah diciptakan oleh ALLAH SWT?
6.      Mampukah TUHAN-TUHAN baru tersebut membuat KITAB baru, membuat MALAIKAT baru, mengutus NABI dan RASUL baru, membuat QADA, QADAR dan TAQDIR baru?
7.      Mampukah TUHAN-TUHAN baru dan/atau orang-orang tertentu dan/atau organisasi tertentu membuat pengganti  AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai satu-satunya AGAMA yang HAQ yang mencerminkan kemampuan TUHAN-TUHAN baru tersebut yang tentunya harus berlaku di muka bumi baru yang diciptakan oleh TUHAN-TUHAN baru tersebut?


Jika TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT yang dipromosikan dan/atau ajaran-ajaran baru tersebut tidak mampu mengalahkan  DIINUL ISLAM yang telah diciptakan ALLAH SWT dan/atau TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT tidak mampu mengalahkan atas apa-apa yang telah diciptakan oleh ALLAH SWT maka :


1.      CAMPAKKANLAH AJARAN baru tersebut dan BUANGLAH TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT tersebut sebab mereka tidak ada gunanya bagi diri kita.
2.      HIRAUKAN AJARAN baru tersebut dan BUANG JAUH-JAUH TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT tersebut dan jangan pernah TAKUT kepada ancaman mereka sebab mereka tidak mempunyai hak apapun juga di muka bumi ini dikarenakan mereka bukan PENCIPTA dan PEMILIK langit dan bumi ini.
3.      Jika kita sudah terlanjur mempercayai adanya AJARAN BARU sebagai pengganti AD DIIN atau DIINUL ISLAM dan/atau telah mempertuhankan TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT dan/atau telah mengakui adanya NABI dan RASUL baru setelah NABI MUHAMMAD SAW tiada, hanya satu jalan keluarnya yaitu  TAUBATLAH dengan TAUBATAN NASUHA. Semakin cepat kita TAUBAT maka semakin senang  ALLAH SWT, semakin lambat kita TAUBAT tunggulah AZAB ALLAH SWT. Hal yang harus diperhatikan adalah kesempatan untuk TAUBAT hanya berlaku sebelum RUH tiba dikerongkongan. Untuk itu pergunakanlah waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya untuk melakukan TAUBATAN NASUHA.


Jika hal-hal yang kami kemukakan di atas ini belum cukup memberikan informasi yang dapat menyadarkan diri kita dari ketidakpercayaan kepada ALLAH SWT dan dari ketersesatan yang kita alami, maka siap-siaplah menjadi penghuni NERAKA JAHANNAM sebab ALLAH SWT tidak akan rugi sedikitpun dengan ulah yang kita lakukan. Selain daripada itu, apabila kita berani mengambil dan menjadikan TUHAN-TUHAN BARU sebagai pengganti ALLAH SWT, berarti kita telah menyerahkan perlindungan diri kita kepada kepada  sarang yang paling lemah di jagat raya ini, yaitu SARANG LABA-LABA.

perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.
(surat Al 'Ankabuut (29) ayat 41)
  

Sudahkah PENGETAHUAN tentang ALLAH SWT yang kami kemukakan di atas ini, sama posisinya dengan PENGETAHUAN umum tentang PEKERJAAN yang kita lakukan? Kami berharap kondisi dari PENGETAHUAN diri kita tentang  ALLAH SWT sama persisnya dengan kondisi PENGETAHUAN yang kita miliki untuk melakukan pekerjaan. Jika sudah demikian PENGETAHUAN kita tentang ALLAH SWT, masih maukah kita beriman kepada selain ALLAH SWT dan/atau dari siapakah IMAN yang paling baik untuk diri kitai? Kami yakin pembaca buku ini adalah KHALIFAH di muka bumi yang telah BERIMAN kepada ALLAH SWT yang sesuai dengan dengan KEHENDAKNYA.


Selanjutnya jika kita memang telah menyatakan BERIMAN kepada  ALLAH SWT maka kita harus mendapatkan  nikmatnya BERIMAN kepada ALLAH SWT. Dan jika kita telah menyatakan beriman kepada          ALLAH SWT, akan tetapi nikmatnya justru kita dapatkan  bukan dari ALLAH SWT berarti ada yang salah dalam keimanan kita kepada  ALLAH SWT. Untuk itu lakukanlah INTROSPEKSI DIRI tentang KEIMANAN kita kepada  ALLAH SWT. Hal yang harus kita perhatikan di dalam pelaksanaan KEIMANAN kita kepada  ALLAH SWT adalah POSISI ALLAH SWT adalah harus diletakkan sebagai sesuatu yang BESAR sedangkan posisi diri kita harus diletakkan dalam posisi yang KECIL. Posisi yang BESAR baru akan memberikan SINERGI kepada yang KECIL jika yang kecil memenuhi SYARAT dan KETENTUAN yang ditetapkan oleh yang BESAR. Ini berarti yang kecil harus bersikap PROAKTIF jika ingin memperoleh SINERGI dari yang BESAR. Sebab yang BESAR tidak membutuhkan sama sekali SINERGI dengan yang KECIL dikarenakan yang BESAR sudah sejak awal memiliki KEKEKALAN dalam KEBESARANNYA. Jadi siapakah yang membutuhkan ALLAH SWT? Yang pasti ALLAH SWT tidak membutuhkan diri kita sebab ALLAH SWT sudah MAHA, sehingga yang membutuhkan dan memerlukan ALLAH SWT adalah KITA. Jika sudah demikian keadaannya, pilihan untuk menjadi PEMENANG dan PECUNDANG ada di tangan kita sendiri.


4.   UNTUK APAKAH IMAN

Sewaktu menyuruh anak untuk mandi, mandinyakah yang kita harapkan dari anak itu ataukah kesehatan kulit yang kita harapkan dari aktivitas mandi yang dilakukan oleh anak? Sekarang jika anak tersebut sudah mandi, namun kesehatan kulit tidak diperoleh oleh anak tersebut, apakah dapat dikatakan anak tersebut telah mandi? Sepanjang kita menyuruh anak untuk mandi yang diiringi dengan ketersediaan fasilitas air bersih, sabun, handuk, pakaian pengganti telah disediakan, maka mandi yang dilakukan oleh anak tersebut harus dapat menjadikan kesehatan kulit terjaga. Jika sampai anak tersebut tidak dapat memperoleh kesehatan kulit dapat dikatakan anak tersebut belum mandi. Sekarang bagaimana dengan IMAN, apakah dapat dikatakan kita telah BERIMAN kepada ALLAH SWT jika kita belum merasakan NIKMAT dari BERIMAN kepada ALLAH SWT? Jika kita belum sampai merasakan NIKMAT dari BERIMAN kepada ALLAH SWT padahal kita sudah menyatakan BERIMAN pasti ada hal-hal yang salah di dalam diri kita. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa indikator-indikator kesuksesan yang harus kita peroleh dari BERIMAN kepada ALLAH SWT, seperti: 


A.  UNTUK MEMPEROLEH BIMBINGAN ALLAH SWT KE JALAN YANG LURUS

Rambu Lalu Lintas dibuat oleh Kepolisian bukanlah untuk menyesatkan, bukan pula untuk merepotkan apalagi membuat celaka pengguna jalan raya. Rambu-Rambu Lalu Lintas dibuat dalam rangka memberikan kemudahan, kenyamanan, keselamatan berkendara serta sebagai penunjuk arah jalan di dalam mengemudikan kendaraan. Ini berarti Kepolisian membuat Rambu-Rambu Lalu Lintas untuk ditaati dan dilaksanakan oleh pengguna jalan jika ingin memperoleh manfaat yang terkandung di balik Rambu-Rambu yang telah di buat oleh Kepolisian. Selain dari pada itu dengan kita mentaati Rambu-Rambu Lalu Lintas berarti kita telah memperoleh BIMBINGAN dalam mengemudikan kendaraan dari Kepolisian melalui Rambu-Rambu Lalu Lintas. Setelah Rambu-Rambu Lalu Lintas di buat dan dipasang di tepi jalan, pengguna jalanlah yang selanjutnya menjadikan rambu-rambu itu bermanfaat atau tidak.


Hal yang sama juga berlaku sewaktu kita telah menyatakan IMAN kepada ALLAH SWT. ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA, PEMILIK dari langit dan bumi serta KEKHALIFAHAN di muka bumi, juga memberikan RAMBU-RAMBU KHUSUS yang harus di taati oleh seluruh KHALIFAHNYA yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi. Apabila KHALIFAHNYA mempercayai ALLAH SWT maka ia pasti akan menjadikan RAMBU-RAMBU KHUSUS tersebut sebagai PATOKAN dan PEDOMAN di dalam melaksanakan TUGAS sebagai KHALIFAH di muka bumi. ALLAH SWT pasti memiliki alasan tersendiri dibalik RAMBU-RAMBU KHUSUS yang dibuat untuk kepentingan KHALIFAHNYA di muka bumi. Berikut ini akan kami kemukakan salah satu rambu khusus yang  ALLAH SWT kemukakan di dalam  Al-Qur'an.


ALLAH SWT melalui surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23 memberikan pula RAMBU-RAMBU KHUSUS kepada seluruh KHALIFAHNYA yaitu untuk tidak menjadikan AHWA atau Hawa Nafsunya sebagai TUHAN pengganti selain ALLAH SWT. Apabila KHALIFAHNYA sampai melakukan hal itu maka ALLAH SWT akan mengunci mati pendengaran dan hati orang tersebut sehingga orang itu akan tersesat dan/atau dapat gagal menjadi KHALIFAH di muka bumi dan/atau ALLAH SWT tidak akan pernah memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya kepada diri kita.

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
(surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23)

[1384] Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa Dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.

Ini berarti jika kita ingin memperoleh BIMBINGAN ALLAH SWT seperti saat kita memperoleh BIMBINGAN dari Kepolisian melalui Rambu-Rambu maka kitapun harus mentaati Rambu Rambu Khusus yang berasal dari ALLAH SWT. Selanjutnya jika sampai kita tidak mau mengambil PELAJARAN dari apa yang ALLAH SWT kemukakan dalam surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23, berarti kita sendirilah yang telah menjauhkan diri dari BIMBINGAN ALLAH SWT untuk menuju jalan yang lurus. Sekarang maukah kita menerima BIMBINGAN dari ALLAH SWT untuk menuju jalan yang lurus sebagai buah dari IMAN kepada ALLAH SWT?

B. UNTUK MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT

Adanya IMAN kepada ALLAH SWT di dalam diri manusia selain untuk menghantarkan manusia menerima BIMBINGAN langsung dari ALLAH SWT, juga untuk mendekatkan diri manusia (dalam hal ini RUHANI dan AMANAH 7 dan HATI RUHANI) dengan ALLAH SWT. Hal ini terjadi karena manusia telah dapat menyesuaikan diri dengan apa-apa yang dikehendaki oleh  ALLAH SWT kepada manusia. Untuk mempertegas pernyataan ini, kita dapat mengambil contoh dari siaran radio. Sebuah RADIO, jika selalu di dalam kesesuaian dengan GELOMBANG SIARAN yang dipancarkan STASIUN PEMANCAR maka seluruh siaran RADIO dapat kita nikmati walaupun jarak antara RADIO kita dengan STASIUN PEMANCAR memiliki jarak yang cukup jauh. Ini berarti KESESUAIAN antara RADIO dengan STASIUN PEMANCAR memegang peranan yang sangat penting di dalam memperoleh SIARAN RADIO atau dapat pula memperpendek jarak antara RADIO yang ada di rumah kita dengan STASIUN PEMANCAR dan/atau dapat mendekatkan diri para PENDENGAR RADIO dengan PENYIAR RADO yang berada di STASIUN PEMANCAR.


ALLAH SWT juga melakukan hal yang hampir serupa dengan SIARAN RADIO, yaitu ALLAH SWT juga memancarkan KEMAHAAN yang dimiliki-Nya (dalam hal ini adalah SIFAT MA'ANI dan ASMA yang berjumlah 99 Nama Yang Indah)  keseluruh alam semesta ini. Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudahkah kita dapat merasakan dan menikmati pancaran dari KEMAHAAN ALLAH SWT dalam rangka mengatur, memelihara, merawat alam semesta ini termasuk untuk diri kita? Untuk dapat merasakan dan menikmati atas apa-apa yang telah ALLAH SWT pancarkan, tirulah apa yang terjadi dengan RADIO. Jika RADIO saja baru dapat menerima SIARAN setelah terjadi KESESUAIAN GELOMBANG maka diri kitapun harus pula menyesuaikan diri dengan GELOMBANG dan SIARAN  ALLAH SWT dan/atau diri kita harus dapat memenuhi KEHENDAK ALLAH SWT barulah pancaran KEMAHAAN ALLAH SWT dapat kita rasakan dan nikmati dan/atau KEDEKATAN dengan ALLAH SWT dapat kita rasakan. Adalah sebuah KENISCAYAAN yang tidak mungkin pernah terjadi jika kita berharap dekat dengan ALLAH SWT jika kita sendiri tidak mau berada di dalam kesesuaian SIARAN dan GELOMBANG  KEMAHAAN ALLAH SWT. ALLAH SWT yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari nakhluk-Nya tentu hanya bersikap PASIF terhadap manusia, untuk itu manusialah yang harus AKTIF jika ingin berada dekat dengan ALLAH SWT.

Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, Maka itu untuk kamu[1245]. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu".
(surat Saba' (34) ayat 47)

[1245] Yang dimaksud dengan Perkataan ini ialah bahwa Rasulullah s.a.w. sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka. tetapi yang diminta Rasulullah s.a.w. sebagai upah ialah agar mereka beriman kepada Allah. dan iman itu adalah buat kebaikan mereka sendiri.

Selanjutnya setelah DEKAT dengan ALLAH SWT, apakah kedekatan tersebut seperti kedekatan diri kita saat mendengarkan radio yaitu sebatas hanya dapat menikmati siaran radio belaka? Kedekatan diri kita kepada ALLAH SWT bukan berarti kedekatan diri kita dengan DZAT ALLAH SWT, akan tetapi kedekatan diri kita dengan KEMAHAAN SIFAT MA'ANI dan KEMAHAAN ASMAUL HUSNA ALLAH SWT yang dipancarkan ke seluruh alam semesta ini. Selain daripada itu kedekatan diri kita kepada ALLAH SWT melebihi kedekatan kita dengan siaran radio. Sebagai contoh, jika diri kita sampai memperoleh kedekatan dengan ILMU yang dimiliki oleh  ALLAH SWT, maka yang akan terjadi adalah terjadinya KECEMERLANGAN PEMIKIRAN dan/atau MUDAHNYA mendapatkan IDE-IDE SEGAR yang baru sehingga akan memudahkan bagi kita untuk berkarya nyata baik untuk kepentingan diri maupun untuk masyarakat, bangsa dan negara. Hal yang harus kita perhatikan setelah memperoleh hasil dari KEDEKATAN dengan ALLAH SWT, jangan pernah TAKABUR, jangan pernah SOMBONG, jangan pernah PELIT dengan apa yang kita dapatkan. Semakin kita sumbangkan dan/atau semakin kita berikan sebagai sumbangsih kepada masyarakat maka ALLAH SWT akan memberikan kembali kecemerlangan tersebut. Namun apabila kita tidak mau memberikan hal itu kepada masyarakat biasanya hanya sampai disitu saja ALLAH SWT memberikan. Contohnya semakin kita sering memberikan SHADAQAH dari REZEKI yang kita peroleh semakin ditambah REZEKI yang kita dapatkan sebab tidak ada orang yang jatuh miskin karena memberikan SHADAQAH JARIAH, justru bertambah kaya dan bertambah banyak bekal yang akan di bawa ke akhirat kelak.

C. AGAR AMAL dan DOA DITERIMA ALLAH SWT 

KHALIFAH sebagai mana kita ketahui adalah PENGATUR  dan/atau PEMELIHARA dan/atau PENJAGA dan/atau PENGAYOM  dan/atau PENGAWAS terhadap apa-apa yang telah ALLAH SWT ciptakan di muka bumi. Adanya KHALIFAH di muka bumi, maka KHALIFAH tersebut secara tidak langsung adalah pelaksana tugas sehari-hari ALLAH SWT dan/atau perpanjangan tangan ALLAH SWT (Ex Officio ALLAH SWT) di muka bumi, dengan demikian akan terciptalah kedamaian dan akan terciptalah ketentraman oleh sebab adanya KHALIFAH di muka bumi. Ketentuan ini masih bersifat umum, sehingga berlaku untuk setiap manusia tanpa terkecuali. Di lain sisi ALLAH SWT telah merencanakan adanya 2(dua) buah tempat kembali MANUSIA yaitu SYURGA dan NERAKA. Untuk itu harus ada alat bantu khusus untuk membedakan KHALIFAH yang ada di muka bumi. Untuk itu ALLAH SWT menetapkan adanya kriteria MAKHLUK PILIHAN. MAKHLUK PILIHAN digunakan ALLAH SWT untuk membedakan secara adil siapa yang berhak menempati SYURGA dan siapa yang berhak menempati NERAKA. Untuk itu ALLAH SWT menetapkan adanya DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ kepada KHALIFAHNYA jika ingin menjadi MAKHLUK PILIHAN.


Selanjutnya untuk menjadi MAKHLUK PILIHAN bukanlah sebuah perkara mudah bagi KHALIFAH yang ada di muka bumi termasuk juga dengan diri kita. Sebab sewaktu kita mencoba menjadi MAKHLUK PILIHAN, AHWA dan SYAITAN tidak akan tinggal diam dengan apa yang akan kita lakukan. AHWA dan SYAITAN dapat menggagalkan diri kita menjadi KHALIFAH yang sekaligus MAKHLUK PILIHAN. Ini berarti untuk menjadi MAKHLUK PILIHAN bukanlah suatu perkara mudah, penuh perjuangan yang tidak mengenal lelah. Selanjutnya untuk lebih memudahkan manusia termasuk diri kita menjadi MAKHLUK PILIHAN, maka ALLAH SWT menurunkan  AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ. Adanya  DIINUL ISLAM yang terdiri dari RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan, kiranya dapat lebih memudahkan perjuangan manusia untuk menjadi KHALIFAH yang sekaligus MAKHLUK PILIHAN. Setelah mendapatkan dan memperoleh DIINUL ISLAM tentu kita harus melaksanakan seluruh ketentuan yang berlaku dengan sebaik mungkin sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT.


Setelah melaksanakan dan menjalankan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan, selanjutnya sudah sesuaikah RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN yang kita lakukan itu dengan KEHENDAK ALLAH SWT? Untuk meyakini dan/atau merasakan apakah pelaksanaan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN yang kita laksanakan sudah sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, tentu kita tidak dapat mengetahuinya secara pasti sebab barometer dari kesempurnaan pelaksanaan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN tidak kita miliki sebab pemain tidak bisa merangkap jadi wasit.  Akan tetapi jika kita mempergunakan KONSEP ILAHIAH berupa DIINUL ISLAM sebagai acuannya, maka jika terjadi kekurangan, jika terjadi ketidaksempurnaan dari pelaksanaan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN yang kita perbuat, minimal kita masih mempunyai kesempatan dan/atau masih diberikan kesempatan untuk memohon kepada ALLAH SWT kiranya dapat menerima kekurangan dan ketidaksempurnaan ibadah atau amal perbuatan yang telah kita lakukan dalam upaya untuk menjadi MAKHLUK PILIHAN. Sedangkan bagi orang yang tidak mempergunakan DIINUL ISLAM sebagai acuan dalam bertindak dan berbuat, jangankan diterima memohon saja tidak diperkenankan.


Pembaca, coba anda bayangkan, jika kita telah bekerja dan telah berbuat dengan kesungguhan hati sampai-sampai tidak pulang untuk kemajuan perusahaan, namun apa yang kita perbuat sama sekali tidak dinilai oleh manajemen perusahaan, apa yang anda rasakan? Tentu saja anda akan mengalami kekesalan, ketidaknyamanan, kejengkelan, dengan ulah manajemen perusahaan tersebut. Sekarang maukah anda jika apa yang telah anda perbuat untuk menjadikan diri sebagai KHALIFAH yang sekaligus MAKHLUK PILIHAN, namun           ALLAH SWT menolak itu semua dengan tidak mau menerima hasil jerih payah kita?


Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
(surat Ali Imran (3) ayat 195)

[259] Maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. Kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.

Tentu kita berharap apa yang telah kita perbuat dapat diterima oleh ALLAH SWT. Untuk itu jika kita ingin memperoleh hasil penilaian dari ALLAH SWT dan/atau permohonan kita diperkenankan oleh  ALLAH SW, maka kita harus memenuhi segala SYARAT dan KETENTUAN ALLAH SWT.

dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. dan orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang sangat keras.
(surat Asy Syuura (42) ayat 26)


Saat menjadi KHALIFAH di muka bumi, apakah hanya sekali saja dalam hidup ini kita membutuhkan dan mengharapkan penilaian positif dari ALLAH SWT dan/atau apakah hanya sekali saja dalam hidup ini kita memohon kepada ALLAH SWT untuk menerima segala kekurangan dan ketidaksempurnaan ibadah yang kita lakukan? Beratnya perjuangan untuk menjadi MAKHLUK PILIHAN, tentu kita tidak hanya sekali saja dan/atau hanya sekali-kali saja membutuhkan dan mengharapkan penilaian dari ALLAH SWT serta kita tidak hanya sekali saja dan/atau hanya sekali-kali saja diri kita mengharapkan segala kekurangan dan segala ketidaksempurnaan diterima oleh ALLAH SWT. Kita tidak bisa hanya hanya sekali saja atau hanya sekali-kali saja berbuat seperti itu kepada ALLAH SWT, namun kita harus dapat memperoleh dan merasakan hal itu semua secara berulang-ulang, terus menerus, tidak berhenti hanya saat membutuhkan. Akan tetapi kita harus dapat merasakan kembali, merasakan kembali dan terus merasakan kembali hasil dari permohonan dan pengharapan kita kepada  ALLAH SWT.    


Selanjutnya bagaimana dengan DOA yang kita panjatkan dan mohonkan kepada ALLAH SWT? Hal yang sama juga berlaku untuk DOA yang kita panjatkan dan mohonkan kepada ALLAH SWT. Kita tidak hanya memohonkan dan memanjatkan DOA hanya sekali saja atau hanya sesekali saja, namun sedapat mungkin kita harus terus memanjatkan dan memohonkan DOA kepada ALLAH SWT sepanjang HAYAT masih di kandung BADAN. Melalui DOA yang kita panjatkan dan mohonkan kepada ALLAH SWT dari waktu ke waktu, maka diri kita dari waktu ke waktu sepanjang hayat di kandung badan, masih memiliki kesempatan untuk merasakan dan merasakan kembali hasil dari DOA yang kita panjatkan dan mohonkan kepada ALLAH SWT. Hal yang harus kita perhatikan agar diri kita selalu merasakan kembali dan merasakan kembali dari waktu ke waktu hasil dari DOA yang kita panjatkan adalah jangan pernah sekali-kali kita keluar dari KEHENDAK ALLAH SWT. Terkecuali jika kita memang sudah merasa puas dengan hasil yang kita peroleh atau jika kita memang sudah puas hanya menempati BARAK PANJANG di dalam SYURGA. Selain daripada itu sepanjang ALLAH SWT masih memberikan dan memperkenankan kita untuk memanjatkan dan memohonkan DOA kepada-Nya maka sedapat mungkin kita manfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Apalagi kita memiliki keterbatasan waktu di dalam berdoa yaitu sebelum RUH tiba di kerongkongan. Selanjutnya sudahkah kita berdoa hanya kepada ALLAH SWT? 

D.     DAPAT  MENGHILANGKAN  PENYAKIT  YANG ADA DI DALAM RONGGA DADA MANUSIA

IMAN kepada ALLAH SWT yang kita lakukan sebagai wujud pelaksanaan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan,  akan dapat menjadi obat suka maupun duka yaitu dengan  dihilangkannya atau ditiadakannya atau akan disembuhkannya penyakit-penyakit yang terdapat di dalam rongga dada manusia dan/atau dihapusnya penyakit-penyakit yang melekat di HATI RUHANI manusia. Penyakit apakah itu? Penyakit itu adalah RESAH dan GELISAH; TAKUT dan WAS-WAS; STRESS; TIDAK PERCAYA DIRI; MOTIVASI RENDAH; KEBUNTUAN; SEDIH HATI. Sekarang bayangkan jika penyakit-penyakit ini ada  dalam diri, selanjutnya dapat timbulkah ketenangan jiwa atau adakah kebahagian bathin atau dapatkah kita berbuat segala sesuatu dengan tenang atau dapatkah kita sukses menjadi KHALIFAH di muka bumi? Adanya penyakit-penyakit di atas maka apa yang dinamakan dengan ketenangan dan kebahagiaan bathin tidak akan pernah kita rasakan, atau bahkan yang ada adalah perasaan takut, depresi, motivasi rendah sehingga kita gagal di dalam menjalankan fungsi sebagai KHALIFAH di muka bumi. Selain daripada itu adanya PENYAKIT yang bersarang di dalam dada manusia merupakan jalan masuk utama atau diberikannya kesempatan oleh kita sendiri kepada SYAITAN untuk memulai pekerjaan utamanya yaitu menggoda dan merayu manusia dan/atau adanya penyakit ini akan memudahkan dan memuluskan pekerjaan SYAITAN untuk menjerumuskan manusia.

Selanjutnya dari manakah asalnya penyakit-penyakit  tersebut di atas? Timbulnya penyakit di dalam rongga dada manusia atau penyakit yang terdapat dalam HATI RUHANI manusia disebabkan oleh :

1.      RUH dan AMANAH 7 sudah tidak sanggup lagi  melakukan reaksi atas apa-apa yang dihadapinya dalam hal ini adalah akibat dari perbuatan JASMANI atau AHWA dan/atau
2.      RUH dan AMANAH 7 sudah tidak berdaya menghadapi apa-apa yang dilakukan oleh JASMANI atau AHWA termasuk juga dengan SYAITAN dan/atau
3.      RUH dan AMANAH 7 mengalami kekurangan atau mengalami kemunduran  kemampuan di dalam menghadapi perbuatan JASMANI atau AHWA termasuk juga dengan SYAITAN dan/atau
4.      RUH dan AMANAH 7 telah putus hubungan dengan  ALLAH SWT selaku pemilik dan pencipta daripada RUH dan AMANAH 7 itu sendiri.

Sehingga pada saat terjadi benturan, persoalan,  gejolak dalam diri untuk keluar dari permasalahan, ataupun problema hidup yang tidak terpecahkan, maka timbullah penyakit-penyakit yang kami sebutkan di atas.

Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
(surat Yunus (10) ayat 57)

Jika ini keadaannya, dapat dikatakan sumber dari penyakit-penyakit yang kami sebutkan di atas itu berasal dari rusaknya atau berkurangnya kemampuan atau tidak berfungsinya dengan baik RUH dan AMANAH 7 di dalam diri manusia. Timbul pertanyaan siapakah yang sanggup merawat, memperbaiki, mengobati, RUH dan AMANAH 7 yang ada pada diri manusia? Dunia kedokteran dengan segala kecanggihannya mungkin saja dapat menyembuhkan penyakit yang ada di dalam rongga dada manusia dengan obat-obat tertentu. Namun sanggupkah dunia kedokteran mampu menyembuhkan PENYEBAB  UTAMA dari penyakit-penyakit yang kami sebutkan di atas?  Sampai kapanpun dunia kedokteran tidak akan sanggup mengobati PENYEBAB UTAMA dari penyakit yang ada di dalam rongga dada manusia atau penyakit yang ada di dalam HATI RUHANI manusia, yaitu:

1.      Penyakit akibat dari tidak berfungsinya RUH dan AMANAH 7 dengan baik atau,
2.      Penyakit akibat rusaknya RUH dan AMANAH 7 akibat pengaruh AHWA dan SYAITAN atau,
3.      Penyakit yang disebabkan  RUH dan AMANAH 7 tidak bekerja sesuai dengan fitrahnya.
4.      Penyakit yang diakibatkan oleh  RUH dan AMANAH 7 yang telah lepas hubungan dengan pemilik dan penciptanya. 


Sekarang adakah obat dari penyakit yang diderita RUH dan AMANAH 7 sebagai PENYEBAB UTAMA dari penyakit yang terdapat dalam rongga dada manusia, dalam bentuk puyer, tablet, kaplet, sirup,  seperti kita menyembuhkan sakit kepala dengan  meminum obat sakit kepala? Dan jika RUH dan AMANAH 7 memerlukan obat, perawatan dan pemeliharaan, kemana kita harus mengobatinya? Jika kita mengacu kepada mobil yang kita miliki, kita diharuskan menemui PABRIKAN atau menemui ATPM selaku perwakilan pabrikan dan/atau  meneliti dan  menyesuaikan kembali kondisi mobil kita dengan standard baku yang terdapat dalam BUKU MANUAL. Jika mobil saja harus diberlakukan seperti itu, maka hal yang sama juga harus kita lakukan jika kita ingin memperbaiki, merawat, memelihara  RUH dan AMANAH 7. RUH dan AMANAH 7 yang ada pada diri manusia asalnya dari ALLAH SWT dan diciptakan juga oleh ALLAH SWT tanpa ada campur tangan siapapun juga, dengan demikian jika RUH dan AMANAH 7 yang kita miliki mengalami gangguan, kerusakan, memerlukan perawatan, memerlukan obat, maka kita diharuskan menemui PEMILIK dan PENCIPTA dari RUH dan AMANAH 7 itu sendiri dalam hal ini adalah ALLAH SWT yaitu dengan mempergunakan dan/atau melalui perantaraan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai TUNTUNAN dan PEDOMAN BAKU yang harus kita laksanakan. ALLAH SWT selaku pemilik dan pencipta dari RUH dan AMANAH 7 pasti bertanggungjawab terhadap ciptaan-Nya, sekarang tergantung kita maukah menemui pemilik dan pencipta RUH dan AMANAH 7 dengan mempergunakan  AD DIIN atau DIINUL ISLAM dan/atau melaksanakan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan, sehingga PENYEBAB UTAMA  dari penyakit-penyakit yang ada di dalam rongga dada itu hilang atau disembuhkan  ALLAH SWT.


Selanjutnya timbul pertanyaan, kenapa kita harus mempergunakan AD DIIN atau DIINUL ISLAM dan/atau melaksanakan RUKUN IMAN; RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan, untuk menyembuhkan dan/atau meniadakan penyebab dari penyakit yang ada di dalam rongga dada manusia?  AD DIIN atau DIINUL ISLAM adalah FITRAH ALLAH SWT demikian pula dengan RUH dan AMANAH 7  adalah FITRAH ALLAH SWT dan jika FITRAH  ALLAH SWT bertemu dengan FITRAH ALLAH SWT maka akan terjadilah keseseuaian dan keserasian serta keselarasan antar masing-masing FITRAH, ditambah kejadian itu dibawah dan  dinanungi secara langsung oleh FITRAH ALLAH SWT yang MAHA BESAR. Ini berarti jika FITRAH yang kecil bersatu padu dengan FITRAH yang MAHA BESAR maka secara otomatis FITRAH yang kecil akan tertolong atau akan ditolong oleh FITRAH yang MAHA BESAR.
  
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin[56], siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah[57], hari kemudian dan beramal saleh[58], mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(surat Al Baqarah (2) ayat 62)

[56] Shabiin ialah orang-orang yang mengikuti syari'at nabi-nabi zaman dahulu atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa.
[57] Orang-orang mukmin begitu pula orang Yahudi, Nasrani dan Shabiin yang beriman kepada Allah Termasuk iman kepada Muhammad s.a.w., percaya kepada hari akhirat dan mengerjakan amalan yang saleh, mereka mendapat pahala dari Allah.
[58] Ialah perbuatan yang baik yang diperintahkan oleh agama Islam, baik yang berhubungan dengan agama atau tidak.

Selanjutnya, dengan adanya SINERGI POSITIF antara diri kita (dalam hal ini RUH dan AMANAH 7) dengan ALLAH SWT melalui upaya berserah diri kepada ALLAH SWT dengan mempergunakan  DIINUL ISLAM atau dengan melaksanakan RUKUN IMAN; RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan, maka timbullah dalam diri manusia rasa optimis, rasa percaya diri, ketenangan bathin, kebahagiaan hidup, yang pada akhirnya dapat mensukseskan kita menjadi KHALIFAH di muka bumi. Adanya kondisi seperti ini maka KEKHAWATIRAN dan KESEDIHAN HATI seperti yang diungkapkan ALLAH SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 62 di atas, tidak kita akan pernah di alami oleh orang-orang BERIMAN kepada  ALLAH SWT dan yang selalu berbuat AMAL SHALEH. Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, sudahkah kita BERIMAN dan BERAMAL SHALEH sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT? 


Selain 4(empat) hal yang dapat kita peroleh melalui IMAN kepada  ALLAH SWT, masih terdapat beberapa manfaat lainnya yang akan kita peroleh melalui IMAN kepada ALLAH SWT, yaitu:

1)      IMAN kepada ALLAH SWT akan dapat menghilangkan kesusahan hidup di muka bumi serta terhindar dari azab kehidupan dunia dan/atau agar diri kita tidak sengsara di dunia dan di akhirat.

dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.
(surat Yunus (10) ayat 98)

2)      IMAN kepada ALLAH SWT akan dapat memberikan kemenangan dan/atau keberuntungan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh, semoga Dia Termasuk orang-orang yang beruntung.
(surat Al Qashash (28) ayat 67)

3)      IMAN kepada ALLAH SWT akan dapat menghindarkan diri kita dari azab dan siksa yang pedih baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
(surat At Taubah (9) ayat 23-24)

4)      IMAN kepada ALLAH SWT akan dapat meninggikan derajat kemuliaan manusia dan/atau ALLAH SWT akan menjadikan diri kita sebagai pemenang.

orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.
(surat At Taubah (9) ayat 20)


5)      IMAN kepada ALLAH SWT akan dapat menjadikan hidup kita aman dan sentosa baik di dunia maupun di akhirat.

dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali".
(surat Al Baqarah (2) ayat 126)


Kami yakin anda semua adalah orang-orang yang telah dapat merasakan apa yang dinamakan dengan NIKMATNYA BERTUHANKAN kepada ALLAH SWT. Untuk itu teruskan berusaha dan yakinkan diri untuk bisa merasakan kembali dan merasakan kembali kenikmatan dari bertuhankan kepada ALLAH SWT selama HAYAT masih di kandung BADAN. Jangan pernah putus asa untuk memperoleh kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT sepanjang RUH belum sampai di kerongkongan, terkecuali anda memang sudah merasa cukup dengan apa yang telah ALLAH SWT berikan. Ingat, ALLAH SWT tidak membutuhkan diri kita, tidak membutuhkan ibadah kita, tidak membutuhkan doa kita, akan tetapi diri kitalah yang membutuhkan ALLAH SWT. Hal yang harus kita camkan dalam diri adalah bahwa diri kita bukan PERLU kepada ALLAH SWT akan tetapi BUTUH kepada ALLAH SWT.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar