2.
SIAPAKAH YANG HARUS BERIMAN
Sewaktu kita memakan CABAI siapakah yang merasakan pedasnya CABAI, apakah
orang lain yang tidak memakannya yang akan merasakan pedasnya CABAI? Jika kita
yang memakan CABAI maka diri kita sendirilah yang akan merasakan PEDASNYA
CABAI. Bagaimana dengan orang lain? Sepanjang orang lain tidak ikut serta memakan
CABAI maka ia tidak akan pernah merasakan PEDASNYA CABAI. Inilah ketentuan
QADHA yang berlaku di alam, yang tidak akan mungkin dapat dibantah oleh
siapapun juga. Selanjutnya bagaimana dengan IMAN? Ketentuan IMAN juga berlaku
seperti kita memakan CABAI. IMAN hanya dapat dinikmati oleh orang yang mengakui
adanya IMAN atau hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah merasakan IMAN.
Jika kita tidak pernah mengakui dan tidak pernah merasakan IMAN maka kita tidak
akan pernah pula merasakan nikmatnya IMAN seperti kita merasakan PEDASNYA
CABAI. Jika ini adalah ketentuan dari
QADHA yang berlaku di alam tentang merasakan pedasnya CABAI atau tentang nikmatnya IMAN, timbul
pertanyaan siapakah yang harus beriman IMAN? Jika kita ingin merasakan
NIKMATNYA SAMBAL LADO maka diri kita sendirilah yang harus merasakan atau
menikmati secara langsung SAMBAL LADO.
dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di
muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?
dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan
Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.
(surat Yunus (10)
ayat 99-100)
Hal yang tidak mungkin terjadi adalah jika kita
ingin merasakan Nikmatnya Sambal Lado tetapi yang memakan dan yang merasakan
Sambal Lado adalah ORANG LAIN atau pihak ketiga. Ketentuan Sambal Lado juga
berlaku dalam ketentuan IMAN kepada ALLAH SWT, dimana kita tidak akan pernah
merasakan Nikmatnya IMAN atau kita tidak akan pernah merasakan Nikmatnya
Berrtuhankan kepada ALLAH SWT jika kita tidak pernah secara langsung beriman
kepada ALLAH SWT atau menjadikan ALLAH SWT sebagai satu-satunya TUHAN yang
berhak disembah. Inilah QADHA atau Ketetapan Dasar dari ALLAH SWT yang tidak
akan pernah berubah sampai kapanpun oleh sebab apapun juga.
Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudahkah
kita BERIMAN atau sudahkah kita MELAKSANAKAN AD DIIN dengan melaksanakan RUKUN
IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN secara KAFFAH? Apabila kita tidak pernah
melaksanakan AD DIIN jangan pernah berharap mendapatkan apa-apa yang telah di
janjikan oleh ALLAH SWT. JANJI ALLAH SWT hanya akan diberikan atau hanya akan
dapat dinikmati secara pribadi-pribadi atau secara individual atau hanya
KHALIFAH yang mau melaksanakan AD DIIN secara KAFFAH. Ini berarti ketentuan
IMAN kepada ALLAH SWT atau ketentuan tentang AD DIIN berlaku secara INDIVIDUAL
atau bersifat perseorangan, bukan bersifat GROUP apalagi diwakilkan melalui
lembaga tertentu atau melalui anak dan keturunan. Selain daripada itu IMAN
tidak dapat diwariskan atau tidak dapat diturunkan atau tidak dapat dihibahkan
kepada siapapun juga termasuk kepada istri, suami, anak dan keturunan. Kondisi
ini sejalan dengan KONTRAK PERMANEN yang pernah di buat oleh setiap INDIVIDU
sesaat setelah RUH ditiupkan di dalam rahim seorang ibu, seperti yang tertera
di dalam surat Al A'araf (7) ayat 172. Dimana tidak ada satupun RUH yang telah
ditiupkan oleh ALLAH SWT yang tidak memberikan kesaksian dengan menyatakan
bahwa ALLAH SWT adalah TUHANNYA. Dan jika sekarang ketentuan IMAN berlaku
secara INDIVIDUAL berarti apa-apa yang pernah kita IKRARKAN dalam bentuk
KONTRAK PERMANEN kepada ALLAH SWT merupakan bentuk dari pelaksanaan PERJANJIAN
kita kepada ALLAH SWT. Sebagai informasi tambahan bagi pembaca, suatu
perjanjian akan mengikat para pihak yang melaksanakan perikatan atau
perjanjian. Sehingga dengan adanya ikatan tersebut maka terjadilah HUKUM yang
berlaku bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Jika sekarang kita telah
menyatakan KONTRAK PERMANEN kepada ALLAH
SWT dengan menyatakan ALLAH SWT adalah TUHANKU maka pernyataan ini mengikat
secara INDIVIDUAL para pihak yang terikat perjanjian. Ini berarti di dalam
KONTRAK PERMANEN yang tertuang di dalam surat
Al A'raaf (7) ayat 172 hanya ada 2 (dua) pihak yang terlibat yaitu ALLAH
SWT yang menerima pernyataan dan RUH manusia yang memberikan pernyataan. Selain
daripada itu pertanggungjawaban kepada ALLAH SWT atas diri masing-masing juga
bersifat Individual. Berdasarkan kondisi inilah maka pernyataan IMAN berlaku
secara Individual atau Perseorangan sehingga IMAN tidak dapat di alihkan kepada
orang lain sehingga dengan adanya kondisi seperti ini maka konsep REINKARNASI
di dalam AJARAN ISLAM tidak berlaku.
3. DARI SIAPAKAH IMAN
Sewaktu kita telah merasakan RASA PEDASNYA CABAI, dari manakah RASA PEDAS
tersebut berasal atau dari siapakah asalnya RASA PEDAS yang kita rasakan,
apakah berasal dari CABAI yang kita makan ataukah dari CABAI lain yang tidak
kita makan? AKAL SEHAT MANUSIA menyatakan bahwa RASA PEDAS yang kita rasakan
PASTI berasal dari CABAI yang kita makan dan/atau CABAILAH sumber dari rasa
pedas yang kita rasakan. Ini berarti rasa PEDAS yang kita rasakan wajib berasal
dari CABAI yang kita makan dan TIDAK akan MUNGKIN RASA PEDAS yang kita rasakan
berasal dari CABAI LAIN yang tidak pernah kita makan dan/atau tidak mungkin
rasa PEDAS yang kita rasakan dari LADA dan JAHE yang tidak kita makan walaupun
keduanya memberikan rasa pedas.Selanjutnya setelah merasakan PEDASNYA CABAI, dapatkah
RASA PEDAS ini kita wariskan, kita
turunkan, kita alihkan kepada orang lain? RASA PEDAS yang kita rasakan tidak
dapat kita alihkan, tidak dapat kita wariskan, tidak dapat kita turunkan kepada
siapapun. Sekarang bagaimana jika ada orang yang belum tahu tentang CABAI atau
tidak mengerti tentang CABAI sehingga ia belum pernah merasakan PEDASNYA CABAI
akan tetapi ia ingin merasakan PEDASNYA CABAI, apa yang harus kita lakukan?
Jika kita termasuk orang yang telah merasakan
PEDASNYA CABAI, yang dapat kita lakukan kepada orang tersebut adalah
menginformasikan, mengajarkan, memberitahukan kepada orang tersebut tentang
CABAI. Berhasil atau tidaknya orang
tersebut merasakan PEDASNYA CABAI sangat tergantung apakah orang tersebut mau
menerima informasi dan pemberitahuan dari diri kita. Dan sepanjang jika orang
tersebut mau menerima pemberitahuan dari kita dan yang dilanjutkan dengan mau memakan CABAI maka barulah orang tersebut
dapat merasakan pedasnya CABAI. Berdasarkan keterangan di atas ini, berarti
untuk dapat merasakan PEDASNYA CABAI berlaku ketentuan sebagai berikut yaitu
tidak ada paksaan dan/atau harus keluar dari kesadaran diri sendiri untuk
merasakan langsung pedasnya CABAI. Inilah beberapa ketentuan tentang PEDASNYA
CABAI, selanjutnya timbul pertanyaan, sampai kapankah berlakunya
ketentuan-ketentuan tersebut? Menurut Akal Sehat, ketentuan tentang PEDASNYA
CABAI dapat dibedakan menjadi 2(dua) ketentuan yaitu secara umum akan berlaku
sampai dengan hari kiamat dan secara khusus untuk diri pribadi masing-masing
berlaku hanya sebatas hayat di kandung badan. Selanjutnya bagaimana dengan IMAN
kepada ALLAH SWT? Jika kita termasuk orang yang telah tahu diri, yaitu tahu
siapa diri kita dan tahu siapa ALLAH SWT serta tidak menerapkan STANDARD GANDA
kepada ALLAH SWT, maka apa-apa yang menjadi ketentuan tentang PEDASNYA CABAI
harus dapat di aplikasikan secara utuh di saat kita ingin memperoleh NIKMATNYA
IMAN kepada ALLAH SWT. Apabila kita tidak dapat memberlakukan, menerapkan,
melaksanakan IMAN kepada ALLAH SWT seperti kita memberlakukan CABAI, pasti ada
sesuatu yang salah di dalam diri kita.
Selanjutnya jika kita ingin merasakan nikmatnya IMAN
kepada ALLAH SWT, maka kita harus
merasakan sendiri-sendiri secara langsung IMAN kepada ALLAH SWT tersebut. Hal
ini disebabkan nikmatnya IMAN kepada ALLAH SWT di dalam diri tidak akan mungkin
dapat kita peroleh dan kita rasakan melalui sistem arisan, melalui warisan, diturunkan dari seseorang, adanya
pengalihan dari orang lain, meminta bagian dari orang lain. IMAN kepada ALLAH SWT hanya dapat dinikmati dan dirasakan
setelah kita langsung merasakan NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT secara
sendiri-sendiri seperti merasakan pedasnya CABAI. Ini berarti NIKMATNYA IMAN
kepada ALLAH SWT yang kita rasakan wajib berasal dari sesuatu yang kita IMANI
secara langsung (dalam hal ini adalah ALLAH SWT) sehingga nikmatnya pun harus
berasal dari ALLAH SWT pula.
Sebab TIDAK akan MUNGKIN NIKMAT IMAN kepada ALLAH SWT yang kita rasakan berasal
dari sesuatu yang tidak kita IMANI. Untuk itu perhatikanlah surat Yunus (10)
ayat 100 di bawah ini yang menerangkan kepada kita bahwa ALLAH SWT lah yang akan memberikan izin
dan/atau yang menerima dan/atau yang mengakui mutu dari keimanan dari manusia. Semakin tinggi ALLAH SWT mengakui
tingkat keimanan seseorang maka semakin tinggi pula ALLAH SWT memberikan
apresiasi-Nya demikian pula sebaliknya semakin rendah tingkat keimanan seseorang
semakin rendah pula apresiasi ALLAH SWT kepada orang tersebut. Jika sampai kita
masih tidak mau melaksanakan hal ini, berarti memang kita termasuk orang-orang
yang akan dimurkai-Nya sebab kita tidak tahu diri. Selanjutnya setelah kita
merasakan NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT, dapatkah IMAN kepada ALLAH SWT
dan/atau NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT ini kita wariskan, kita alihkan, kita
turunkan kepada orang lain apakah itu istri, suami, anak dan keturunan kita?
dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan
Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.
(surat Yunus (10)
ayat 100)
Sampai dengan saat ini belum ada TEKNOLOGI atau
belum ada ALAT PEMINDAI yang mampu mengalihkan, mewariskan, atau menurunkan
IMAN kepada ALLAH SWT dan/atau NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT yang kita
rasakan kepada orang lain. Sekarang bagaimana jika ada orang yang belum tahu
tentang ALLAH SWT dan/atau belum tahu tentang IMAN kepada ALLAH SWT sehingga ia belum pernah merasakan
NIKMATNYA BERIMAN kepada ALLAH SWT akan tetapi ia ingin merasakan NIKMATNYA
BERTUHANKAN kepada ALLAH SWT dan/atau merasakan NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT, apa yang harus kita lakukan? Jika
kita termasuk orang yang telah merasakan NIKMATNYA BERIMAN kepada ALLAH SWT,
maka yang dapat kita lakukan kepada orang tersebut hanyalah sekedar
menginformasikan, mengajarkan, memberitahukan kepada orang tersebut tentang
IMAN kepada ALLAH SWT.
Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi,
lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
(surat
Al Hajj (22) ayat 46)
Berhasil atau tidaknya orang tersebut merasakan
NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT sangat tergantung apakah orang tersebut mau
menerima informasi dan pemberitahuan dari diri kita dan/atau maukah orang
tersebut menerima keterangan-keterangan yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Dan
sepanjang orang tersebut mau menerima pemberitahuan dari kita dan/atau mau
mengakui keterangan-keterangan yang terdapat dalam Al-Qur'an yang dilanjutkan
dengan mau menerima ALLAH SWT sebagai
satu-satunya TUHAN yang berhak di sembah maka
barulah orang tersebut dapat memulai merasakan nikmatnya IMAN kepada
ALLAH SWT.
dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?
(surat Yunus (10)
ayat 99)
BERIMAN kepada ALLAH SWT dan/atau untuk dapat
merasakan NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT berlaku ketentuan sebagai berikut
yaitu:
1. BERIMAN
kepada ALLAH SWT tidak boleh dalam kondisi TERPAKSA atau DIPAKSA atau MEMAKSA
orang untuk BERIMAN sebab ALLAH SWT sendiri tidak pernah memaksa orang untuk
beriman kepada-Nya.
2. IMAN
harus keluar dari dalam DIRI SENDIRI atau IMAN kepada ALLAH SWT harus dilakukan dengan PENUH
KESADARAN tanpa ada paksaan dari siapapun juga dan/atau IMAN harus IKHLAS.
3. IMAN
tidak bisa hanya sebatas WACANA saja akan tetapi harus dibarengi dengan
KEYAKINAN dan juga PERBUATAN.
Jika kita mampu melaksanakan IMAN kepada ALLAH SWT
dengan kondisi di atas ini, maka kondisi keimanan diri kita sudah berada dalam
kesesuaian atau sudah berada di dalam kesamaan dengan KEHENDAK ALLAH SWT
seperti yang tertuang di dalam surat Yunus (10) ayat 99 di atas ini. Selanjutnya
timbul pertanyaan, sampai kapankah masa berlakunya ketentuan NIKMATNYA IMAN
kepada ALLAH SWT bagi umat manusia? Ketentuan tentang NIKMATNYA IMAN kepada
ALLAH SWT dapat dibedakan menjadi 2(dua) ketentuan yaitu secara umum akan
berlaku sampai dengan hari kiamat sedangkan khusus untuk diri pribadi
masing-masing berlaku hanya sampai HAYAT
di kandung BADAN. Jika ini adalah jangka waktu dari NIKMATNYA IMAN
kepada ALLAH SWT, sudahkah hal ini kita jadikan PENGETAHUAN? Kami berharap
kepada pembaca buku ini, jangan sampai setelah RUH tiba dikerongkongan barulah
kesadaran akan KEIMANAN kepada ALLAH SWT datang kepada diri kita sebab jika ini
yang terjadi tidak ada guna dan manfaatnya lagi. Untuk itu terima saja atas
apa-apa yang telah kita buat dan telah kita lakukan kepada ALLAH SWT.
Pembaca, di saat kita hidup di dunia, selain ada
CABAI masih ada LADA yang sama-sama dapat memberikan rasa pedas, apa yang harus
kita perbuat? Sebelum kita menjawab persoalan ini, alangkah baiknya kita
mempunyai PENGETAHUAN terlebih dahulu baik tentang CABAI ataupun tentang LADA.
Setelah mempunyai PENGETAHUAN tentang CABAI dan LADA maka kita harus menjadikan
ini sebagai sebuah PENGETAHUAN bahwa tidak semua yang PEDAS itu adalah CABAI
semata. Akan tetapi masih ada benda lainnya seperti LADA, JAHE yang juga memiliki
sifat PEDAS namun karakteristiknya berbeda jauh dengan CABAI. Adanya
PENGETAHUAN tentang CABAI dan LADA maka kita harus dapat mengetahui dengan
jelas apa manfaat dan juga mudharat dari CABAI dan LADA. Dan kemudian kita
harus dapat menghubungkan PENGETAHUAN tentang CABAI dan LADA dengan apa-apa yang akan kita
lakukan, dengan apa-apa yang kita butuhkan dan/atau dengan apa yan kita inginkan baik untuk jangka pendek maupun untuk
jangka panjang.
Jika dalam jangka pendek kita ingin merasakan
NIKMATNYA SAMBAL LADO tentu CABAILAH yang kita butuhkan atau bukan LADA yang
menjadi kebutuhan kita untuk dapat merasakan NIKMATNYA SAMBAL LADO. Demikian
pula jika kita ingin membuat SAYUR SOP maka pedasnya LADA yang kita butuhkan
untuk sayur kita. Adanya pengetahuan tentang CABAI dan LADA dalam diri maka
kita akan dapat menempatkan keduanya sesuai dengan kebutuhan yang kita perlukan
sehingga kita dapat mengambil manfaat yang sesuai pula dengan kebutuhan diri
kita. Selanjutnya, pada saat kita melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka
bumi, seringkali kita menjumpai atau bahkan kita sering memperoleh informasi
tentang adanya TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT yang dipromosikan oleh
orang-orang tertentu dengan mengatakan hal ini tidak bertentangan dengan
Al-Qur'an dan Hadits. Adanya kondisi seperti ini, secara tidak langsung, kita
akan mempunyai 3(tiga) kemungkinan yang terjadi, yaitu:
1.
kita
mengalami secara langsung keadaan tersebut, atau
2. kita
akan menghadapi orang-orang yang telah mengakui adanya TUHAN selain ALLAH SWT,
atau
3. kita
akan mengayomi orang-orang yang telah mengakui adanya TUHAN selain ALLAH
SWT.
Jika kita mengalami ke tiga hal yang kami sebutkan
di atas, apa yang harus kita perbuat? Surat Muhammad (47) ayat 19 yang kami
kemukakan di bawah ini dapat kita jadikan pedoman di dalam menjawab persoalan
di atas.
Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
(surat Muhammad (47)
ayat 19)
Dalam surat Muhammad (47) ayat 19 diterangkan bahwa
ALLAH SWT memberitahukan kepada diri kita untuk MENGETAHUI dan/atau untuk
menjadikan PENGETAHUAN tentang ALLAH SWT sebagai satu-satunya TUHAN yang berhak
disembah dan juga memerintahkan kepada diri kita untuk memohon ampun hanya
kepada ALLAH SWT jika kita mempunyai dosa dan kesalahan serta ALLAH SWT juga
mengetahui dimana kita berada. Adanya PENGETAHUAN yang kita miliki tentang
ALLAH SWT maka kita harus dapat meletakkan dan menempatkan ALLAH SWT pada
posisi sebenarnya dan kitapun harus dapat pula meletakkan diri kita dimana
harus ditempatkan. Jangan sampai kita termasuk orang yang TIDAK TAHU DIRI di
mata ALLAH SWT.
Selanjutnya ada sebuah pertanyaan tentang
Pengetahuan, yaitu dimanakah letak Pengetahuan yang kita miliki, apakah menyatu
atau terpisah dengan diri kita? Pengetahuan yang kita miliki dapat dipastikan
menyatu dengan diri kita sendiri. Untuk itu lihatlah keadaan diri kita sewaktu
bekerja atau berbuat sesuatu dengan Pengetahuan yang kita miliki, lalu adakah
bedanya jika kita bekerja dan berbuat sesuatu jika tidak memiliki Pengetahuan
tentang pekerjaan yang kita lakukan? Adanya Pengetahuan yang melekat dengan diri
kita akan sangat memudahkan kita dalam bekerja. Untuk itu lihatlah dokter
spesialis bedah yang bekerja dengan Pengetahuan yang dimilikinya, maka dengan
mudah ia melaksanakan tugas untuk membedah seseorang. Selanjutnya bandingkan
dengan orang yang tidak memiliki Pengetahuan ilmu bedah di dalam melakukan
sebuah pekerjaan, hasilnya pasti berantakan. Ini berarti Pengetahuan sangat
memegang peranan penting di dalam membimbing diri kita untuk bertindak dan
berbuat sesuatu. Sebagai KHALIFAH di muka bumi sudahkah kita memiliki
Pengetahuan yang melekat di dalam diri kita mengenai ALLAH SWT sehingga kita dapat bertindak dan
berbuat sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT? Setelah memiliki Pengetahuan tentang
ALLAH SWT apakah cukup dengan Pengetahuan tersebut saja maka kita dapat
menikmati NIKMATNYA IMAN kepada ALLAH SWT? Berikut ini akan kami sampaikan
beberapa Pengetahuan tentang ALLAH SWT
harus kita jadikan PEDOMAN untuk memperoleh KENIKMATAN IMAN kepada ALLAH SWT,
yaitu:
1. ALLAH
SWT adalah INISIATOR, PENCIPTA, PEMILIK dari langit dan bumi termasuk di
dalamnya KEKHALIFAHAN di muka bumi. Ini berarti ALLAH SWT sudah ada sebelum
CIPTAANNYA diciptakan. ALLAH SWT sebagai PENCIPTA dan PEMILIK pasti memiliki
HUBUNGAN yang sangat ERAT yang tidak terpisahkan dengan segala yang diciptakan
dan yang dimilikinya. Dengan demikian ALLAH SWT pasti yang MAHA TAHU dan
yang MAHA AHLI atas langit dan bumi beserta isinya; ALLAH SWT juga yang MAHA
TAHU dan MAHA AHLI atas KEKHALIFAHAN di
muka bumi, termasuk juga yang MAHA TAHU dan MAHA AHLI terhadap
JIN/IBLIS/SYAITAN serta yang MAHA TAHU dan MAHA AHLI atas MALAIKAT. Sehingga
dapat dikatakan bahwa ALLAH SWT pasti memiliki ILMU dan PENGETAHUAN atas
apa-apa yang diciptakan-Nya dan atas apa-apa yang dimiliki-Nya. Jika ini adalah
kondisinya sudahkah kita berguru kepada ALLAH SWT?
2. ALLAH
SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi, dapat
dipastikan ALLAH SWT akan memelihara, akan menjaga, akan mengawasi, akan
mengontrol, akan mengayomi, akan memberikan pertolongan kepada seluruh ciptaan-Nya.
Hal ini diperbuat oleh ALLAH SWT untuk membuktikan ALLAH SWT adalah MAHA
BERTANGGUNG JAWAB serta untuk menunjukkan EKSISTENSI ALLAH SWT di mata
ciptaan-Nya. Jika ini adalah hubungan PENCIPTA dengan CIPTAANNYA, sudahkah kita
merasakan pertolongan ALLAH SWT?
3. Walaupun
ALLAH SWT berkedudukan di ARSY, akan tetapi SIFAT MA'ANI dan AF'AL ALLAH SWT
yang berjumlah 99 aktivitas sudah berada bersama diri kita sehingga diri kita
sudah tidak terpisahkan dengan SIFAT MA'ANI dan AF'AL ALLAH SWT tersebut. Jika
sudah demikian dekatnya ALLAH SWT dengan
diri kita, masih maukah kita berdoa dan memohon sesuatu kepada ALLAH SWT dengan
suara keras atau masih maukah kita meninggalkan ALLAH SWT yang sudah begitu
dekat dengan berhubungan dengan yang selain-Nya? Untuk itu sudahkah kita
membina hubungan baik dengan ALLAH
SWT?
4. ALLAH
SWT selaku INISIATOR dan PENCIPTA serta PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi,
maka ALLAH SWT pasti memiliki KEHENDAK yang dibarengi dengan KEMAMPUAN yang
sama-sama HEBAT untuk menjaga dan memelihara KEKHALIFAHAN di mulai sejak masih
di dalam KEHENDAKNYA sampai dengan manusia menempati SYURGA atau NERAKA. Untuk
menunjukkan KEHEBATAN dari KEHENDAK dan KEMAMPUANNYA maka ALLAH SWT menciptakan RUH yang berasal dari
FITRAHNYA, AMANAH 7, HUBBUL, AKAL, PERASAAN, JASAD serta AD DIIN atau DIINUL
ISLAM yang berasal dari FITRAHNYA bagi KEPENTINGAN KHALIFAHNYA menjalankan
tugas di muka bumi, sudahkah kita bersyukur?
5. DIINUL
ISLAM merupakan satu-satunya KONSEP ILAHIAH bagi kepentingan KHALIFAHNYA
di muka bumi merupakan MEDIA dan SARANA untuk saling berhubungan bagi ALLAH SWT
selaku PENCIPTA dan juga bagi KHALIFAH selaku CIPTAAN sehingga apa-apa yang
dikehendaki ALLAH SWT dapat dijalankan dan dilaksanakan dengan baik oleh
KHALIFAHNYA. ALLAH SWT tidak mengenal STANDARD GANDA di dalam melaksanakan
KEHENDAKNYA, maka diciptakanlah AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai satu-satunya
KONSEP ILAHIAH jika manusia ingin selamat dan sukses di dalam menjalankan tugas
sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudah KAFFAH kah diri kita menerima dan
menjalankannya?
6. ALLAH
SWT selaku PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi akan memberikan apresiasi
yang sangat tinggi kepada
KHALIFAH-NYA yang mau menjaga dan mau
memelihara segala sesuatu yang dimiliki oleh ALLAH SWT, demikian pula
sebaliknya. ALLAH SWT juga akan memberikan apresiasi yang tinggi pula kepada
KHALIFAHNYA yang dapat menempatkan, dapat meletakkan dan dapat memposisikan
ALLAH SWT sesuai dengan keadaan ALLAH SWT yang sebenarnya, dalam hal ini
menempatkan ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi. Sudahkah kita
lakukan dengan baik dan benar?
Pembaca, jika kita termasuk orang-orang yang benar-benar telah memiliki PENGETAHUAN tentang ALLAH SWT, timbul pertanyaan, yaitu:
1.
Patut
dan pantaskah dan/atau pantas dan patutkah jika kita melecehkan ALLAH SWT
sebagai satu-satunya TUHAN yang berhak disembah dengan menggantinya dengan
TUHAN-TUHAN baru?
2. Wajarkah
ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK menentukan aturan main yang
diciptakannya sendiri di tempat yang
dimiliki-Nya sendiri dan/atau ALLAH SWT menunjukkan EKSISTENSINYA kepada
seluruh ciptaan-Nya ditempat yang dimiliki-Nya?
3. Patut
dan pantaskah dan/atau pantas dan patutkah diri kita selaku CIPTAAN menempatkan
dan meletakkan diri sejajar dengan ALLAH SWT dengan menciptakan aturan main
sendiri di dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia sedangkan ALLAH SWT telah menetapkan AD DIIN sebagai
satu-satunya AGAMA yang HAQ?
Jika ketiga pertanyaan di atas ini kita jawab
dengan menyatakan ALLAH SWT adalah SEGALA-GALANYA. Ini berarti kita termasuk
orang yang telah TAHU DIRI yaitu tahu siapa diri kita dan tahu siapa ALLAH SWT. Selanjutnya jika kita
telah memiliki PENGETAHUAN tentang ALLAH SWT yang sudah melekat dalam diri
kita, tentu pada waktu kita :
1.
melaksanakan
tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi pasti selalu berada di dalam KEHENDAKNYA,
dan/atau
2.
mengakui
ALLAH SWT sebagai satu-satunya TUHAN yang berhak disembah maka kita akan dapat
merasakan nikmatnya IMAN kepada ALLAH
SWT, dan/atau
3.
berbuat
dan berkehendak dalam kehidupan sehari-hari maka perbuatan dan kehendak kita
tidak akan mungkin bertolak belakang dengan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebab
kita selalu berada di dalam KEHENDAKNYA.
Jika sudah demikian keadaannya maka bersiap-siaplah
menerima dan merasakan NIKMATNYA BERTUHANKAN kepada ALLAH SWT seperti kita
merasakan NIKMATNYA SAMBAL LADO dan/atau terimalah dengan suka cita apa-apa
yang telah di janjikan oleh ALLAH SWT untuk setiap hamba-Nya yang BERIMAN dan
BERAMAL SHALEH.
Sekarang bagaimana dengan TUHAN-TUHAN baru selain
ALLAH SWT yang saat ini gencar ditawarkan dan dipromosikan oleh pihak-pihak
tertentu dan/atau adanya AGAMA baru untuk menggantikan AD DIIN atau DIINUL
ISLAM yang telah diciptakan oleh ALLAH SWT dari
FITRAHNYA dan/atau adanya NABI atau RASUL baru yang dipromposikan
sebagai pengganti kedudukan NABI
MUHAMMAD SAW sebagai RASUL TERAKHIR. Jika hal itu terjadi pada diri kita atau
pada anak dan keturunan kita, maka tanyakan kepada orang-orang yang menawarkan dan
mempromosikan TUHAN-TUHAN baru dan/atau orang yang mengajarkan AGAMA baru yang
akan menggantikan AD DIIN atau DIINUL ISLAM tersebut dan/atau tanyakan kepada
NABI dan RASUL baru, beberapa pertanyaan sebagai berikut, yaitu:
1.
Mampukah
TUHAN-TUHAN baru tersebut mengalahkan atau dapat melebihi KEMAMPUAN dan
KEHEBATAN yang dimiliki oleh ALLAH SWT
yaitu dengan menciptakan langit dan bumi beserta isinya termasuk menciptakan
KEKHALIFAHAN di muka bumi yang lebih hebat dari yang diciptakan oleh ALLAH SWT?
2.
Suruh
TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT tersebut untuk membuat NYAMUK ataupun LALAT?
3.
Suruh
NABI dan RASUL yang menggantikan posisi NABI MUHAMMAD SAW sebagai NABI TERAKHIR ALLAH SWT untuk memperlihatkan
kemampuan TUHAN yang diwakilinya tersebut untuk membuat NYAMUK atau IKAN
TERI?
4.
Mampukah
TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT
tersebut membuat SYURGA dan NERAKA sebagai tempat tinggal bagi manusia
kelak di kemudian hari?
5.
Mampukah
TUHAN-TUHAN baru tersebut membuat RUH, JASAD,AMANAH 7, HUBBUL, AKAL dan
PERASAAN manusia lebih hebat dan/atau minimal sama dengan yang sudah diciptakan oleh ALLAH SWT?
6.
Mampukah
TUHAN-TUHAN baru tersebut membuat KITAB baru, membuat MALAIKAT baru, mengutus
NABI dan RASUL baru, membuat QADA, QADAR dan TAQDIR baru?
7.
Mampukah
TUHAN-TUHAN baru dan/atau orang-orang tertentu dan/atau organisasi tertentu
membuat pengganti AD DIIN atau DIINUL
ISLAM sebagai satu-satunya AGAMA yang HAQ yang mencerminkan kemampuan
TUHAN-TUHAN baru tersebut yang tentunya harus berlaku di muka bumi baru yang
diciptakan oleh TUHAN-TUHAN baru tersebut?
Jika TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT yang
dipromosikan dan/atau ajaran-ajaran baru tersebut tidak mampu mengalahkan DIINUL ISLAM yang telah diciptakan ALLAH SWT
dan/atau TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT tidak mampu mengalahkan atas apa-apa
yang telah diciptakan oleh ALLAH SWT maka :
1.
CAMPAKKANLAH
AJARAN baru tersebut dan BUANGLAH TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT tersebut
sebab mereka tidak ada gunanya bagi diri kita.
2.
HIRAUKAN
AJARAN baru tersebut dan BUANG JAUH-JAUH TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH SWT
tersebut dan jangan pernah TAKUT kepada ancaman mereka sebab mereka tidak
mempunyai hak apapun juga di muka bumi ini dikarenakan mereka bukan PENCIPTA
dan PEMILIK langit dan bumi ini.
3.
Jika
kita sudah terlanjur mempercayai adanya AJARAN BARU sebagai pengganti AD DIIN
atau DIINUL ISLAM dan/atau telah mempertuhankan TUHAN-TUHAN baru selain ALLAH
SWT dan/atau telah mengakui adanya NABI dan RASUL baru setelah NABI MUHAMMAD
SAW tiada, hanya satu jalan keluarnya yaitu
TAUBATLAH dengan TAUBATAN NASUHA. Semakin cepat kita TAUBAT maka semakin
senang ALLAH SWT, semakin lambat kita
TAUBAT tunggulah AZAB ALLAH SWT. Hal yang harus diperhatikan adalah kesempatan
untuk TAUBAT hanya berlaku sebelum RUH tiba dikerongkongan. Untuk itu pergunakanlah
waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya untuk melakukan TAUBATAN NASUHA.
Jika hal-hal yang kami kemukakan di atas ini belum
cukup memberikan informasi yang dapat menyadarkan diri kita dari
ketidakpercayaan kepada ALLAH SWT dan dari ketersesatan yang kita alami, maka
siap-siaplah menjadi penghuni NERAKA JAHANNAM sebab ALLAH SWT tidak akan rugi
sedikitpun dengan ulah yang kita lakukan. Selain daripada itu, apabila kita
berani mengambil dan menjadikan TUHAN-TUHAN BARU sebagai pengganti ALLAH SWT,
berarti kita telah menyerahkan perlindungan diri kita kepada kepada sarang yang paling lemah di jagat raya ini,
yaitu SARANG LABA-LABA.
perumpamaan
orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti
laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah
rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.
(surat Al 'Ankabuut (29) ayat 41)
Sudahkah PENGETAHUAN tentang ALLAH SWT yang kami
kemukakan di atas ini, sama posisinya dengan PENGETAHUAN umum tentang PEKERJAAN
yang kita lakukan? Kami berharap kondisi dari PENGETAHUAN diri kita tentang ALLAH SWT sama persisnya dengan kondisi
PENGETAHUAN yang kita miliki untuk melakukan pekerjaan. Jika sudah demikian
PENGETAHUAN kita tentang ALLAH SWT, masih maukah kita beriman kepada selain
ALLAH SWT dan/atau dari siapakah IMAN yang paling baik untuk diri kitai? Kami
yakin pembaca buku ini adalah KHALIFAH di muka bumi yang telah BERIMAN kepada
ALLAH SWT yang sesuai dengan dengan KEHENDAKNYA.
Selanjutnya jika kita memang telah menyatakan
BERIMAN kepada ALLAH SWT maka kita harus
mendapatkan nikmatnya BERIMAN kepada
ALLAH SWT. Dan jika kita telah menyatakan beriman kepada ALLAH SWT, akan tetapi nikmatnya
justru kita dapatkan bukan dari ALLAH
SWT berarti ada yang salah dalam keimanan kita kepada ALLAH SWT. Untuk itu lakukanlah INTROSPEKSI
DIRI tentang KEIMANAN kita kepada ALLAH
SWT. Hal yang harus kita perhatikan di dalam pelaksanaan KEIMANAN kita
kepada ALLAH SWT adalah POSISI ALLAH SWT
adalah harus diletakkan sebagai sesuatu yang BESAR sedangkan posisi diri kita
harus diletakkan dalam posisi yang KECIL. Posisi yang BESAR baru akan
memberikan SINERGI kepada yang KECIL jika yang kecil memenuhi SYARAT dan
KETENTUAN yang ditetapkan oleh yang BESAR. Ini berarti yang kecil harus
bersikap PROAKTIF jika ingin memperoleh SINERGI dari yang BESAR. Sebab yang
BESAR tidak membutuhkan sama sekali SINERGI dengan yang KECIL dikarenakan yang
BESAR sudah sejak awal memiliki KEKEKALAN dalam KEBESARANNYA. Jadi siapakah
yang membutuhkan ALLAH SWT? Yang pasti ALLAH SWT tidak membutuhkan diri kita
sebab ALLAH SWT sudah MAHA, sehingga yang membutuhkan dan memerlukan ALLAH SWT
adalah KITA. Jika sudah demikian keadaannya, pilihan untuk menjadi PEMENANG dan
PECUNDANG ada di tangan kita sendiri.
4. UNTUK
APAKAH IMAN
Sewaktu menyuruh anak untuk mandi, mandinyakah yang kita harapkan dari
anak itu ataukah kesehatan kulit yang kita harapkan dari aktivitas mandi yang
dilakukan oleh anak? Sekarang jika anak tersebut sudah mandi, namun kesehatan
kulit tidak diperoleh oleh anak tersebut, apakah dapat dikatakan anak tersebut
telah mandi? Sepanjang kita menyuruh anak untuk mandi yang diiringi dengan
ketersediaan fasilitas air bersih, sabun, handuk, pakaian pengganti telah
disediakan, maka mandi yang dilakukan oleh anak tersebut harus dapat menjadikan
kesehatan kulit terjaga. Jika sampai anak tersebut tidak dapat memperoleh
kesehatan kulit dapat dikatakan anak tersebut belum mandi. Sekarang bagaimana
dengan IMAN, apakah dapat dikatakan kita telah BERIMAN kepada ALLAH SWT jika
kita belum merasakan NIKMAT dari BERIMAN kepada ALLAH SWT? Jika kita belum
sampai merasakan NIKMAT dari BERIMAN kepada ALLAH SWT padahal kita sudah
menyatakan BERIMAN pasti ada hal-hal yang salah di dalam diri kita. Berikut ini
akan kami kemukakan beberapa indikator-indikator kesuksesan yang harus kita
peroleh dari BERIMAN kepada ALLAH SWT, seperti:
A. UNTUK MEMPEROLEH BIMBINGAN ALLAH SWT KE JALAN
YANG LURUS
Rambu Lalu Lintas dibuat oleh
Kepolisian bukanlah untuk menyesatkan, bukan pula untuk merepotkan apalagi
membuat celaka pengguna jalan raya. Rambu-Rambu Lalu Lintas dibuat dalam rangka
memberikan kemudahan, kenyamanan, keselamatan berkendara serta sebagai penunjuk
arah jalan di dalam mengemudikan kendaraan. Ini berarti Kepolisian membuat
Rambu-Rambu Lalu Lintas untuk ditaati dan dilaksanakan oleh pengguna jalan jika
ingin memperoleh manfaat yang terkandung di balik Rambu-Rambu yang telah di
buat oleh Kepolisian. Selain dari pada itu dengan kita mentaati Rambu-Rambu
Lalu Lintas berarti kita telah memperoleh BIMBINGAN dalam mengemudikan
kendaraan dari Kepolisian melalui Rambu-Rambu Lalu Lintas. Setelah Rambu-Rambu
Lalu Lintas di buat dan dipasang di tepi jalan, pengguna jalanlah yang
selanjutnya menjadikan rambu-rambu itu bermanfaat atau tidak.
Hal yang sama juga berlaku
sewaktu kita telah menyatakan IMAN kepada ALLAH SWT. ALLAH SWT selaku
INISIATOR, PENCIPTA, PEMILIK dari langit dan bumi serta KEKHALIFAHAN di muka
bumi, juga memberikan RAMBU-RAMBU KHUSUS yang harus di taati oleh seluruh
KHALIFAHNYA yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi. Apabila KHALIFAHNYA
mempercayai ALLAH SWT maka ia pasti akan menjadikan RAMBU-RAMBU KHUSUS tersebut
sebagai PATOKAN dan PEDOMAN di dalam melaksanakan TUGAS sebagai KHALIFAH di
muka bumi. ALLAH SWT pasti memiliki alasan tersendiri dibalik RAMBU-RAMBU
KHUSUS yang dibuat untuk kepentingan KHALIFAHNYA di muka bumi. Berikut ini akan
kami kemukakan salah satu rambu khusus yang ALLAH SWT kemukakan di dalam Al-Qur'an.
ALLAH SWT melalui surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23
memberikan pula RAMBU-RAMBU KHUSUS kepada seluruh KHALIFAHNYA yaitu untuk tidak
menjadikan AHWA atau Hawa Nafsunya sebagai TUHAN pengganti selain ALLAH SWT. Apabila
KHALIFAHNYA sampai melakukan hal itu maka ALLAH SWT akan mengunci mati
pendengaran dan hati orang tersebut sehingga orang itu akan tersesat dan/atau
dapat gagal menjadi KHALIFAH di muka bumi dan/atau ALLAH SWT tidak akan pernah
memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya kepada diri kita.
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan
ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?
(surat
Al Jaatsiyah (45) ayat 23)
[1384]
Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa
Dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.
Ini berarti jika kita ingin memperoleh BIMBINGAN
ALLAH SWT seperti saat kita memperoleh BIMBINGAN dari Kepolisian melalui
Rambu-Rambu maka kitapun harus mentaati Rambu Rambu Khusus yang berasal dari
ALLAH SWT. Selanjutnya jika sampai kita tidak mau mengambil PELAJARAN dari apa
yang ALLAH SWT kemukakan dalam surat Al Jaatsiyah (45) ayat 23, berarti kita
sendirilah yang telah menjauhkan diri dari BIMBINGAN ALLAH SWT untuk menuju
jalan yang lurus. Sekarang maukah kita menerima BIMBINGAN dari ALLAH SWT untuk
menuju jalan yang lurus sebagai buah dari IMAN kepada ALLAH SWT?
B. UNTUK MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT
Adanya IMAN kepada ALLAH SWT di dalam diri manusia
selain untuk menghantarkan manusia menerima BIMBINGAN langsung dari ALLAH SWT,
juga untuk mendekatkan diri manusia (dalam hal ini RUHANI dan AMANAH 7 dan
HATI RUHANI) dengan ALLAH SWT. Hal ini terjadi karena manusia telah dapat
menyesuaikan diri dengan apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT kepada manusia. Untuk mempertegas
pernyataan ini, kita dapat mengambil contoh dari siaran radio. Sebuah RADIO,
jika selalu di dalam kesesuaian dengan GELOMBANG SIARAN yang dipancarkan
STASIUN PEMANCAR maka seluruh siaran RADIO dapat kita nikmati walaupun jarak
antara RADIO kita dengan STASIUN PEMANCAR memiliki jarak yang cukup jauh. Ini
berarti KESESUAIAN antara RADIO dengan STASIUN PEMANCAR memegang peranan yang
sangat penting di dalam memperoleh SIARAN RADIO atau dapat pula memperpendek
jarak antara RADIO yang ada di rumah kita dengan STASIUN PEMANCAR dan/atau
dapat mendekatkan diri para PENDENGAR RADIO dengan PENYIAR RADO yang berada di
STASIUN PEMANCAR.
ALLAH SWT juga melakukan hal yang hampir serupa
dengan SIARAN RADIO, yaitu ALLAH SWT juga memancarkan KEMAHAAN yang
dimiliki-Nya (dalam hal ini adalah SIFAT MA'ANI dan ASMA yang berjumlah 99
Nama Yang Indah) keseluruh alam
semesta ini. Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi, sudahkah kita dapat
merasakan dan menikmati pancaran dari KEMAHAAN ALLAH SWT dalam rangka mengatur,
memelihara, merawat alam semesta ini termasuk untuk diri kita? Untuk dapat
merasakan dan menikmati atas apa-apa yang telah ALLAH SWT pancarkan, tirulah
apa yang terjadi dengan RADIO. Jika RADIO saja baru dapat menerima SIARAN
setelah terjadi KESESUAIAN GELOMBANG maka diri kitapun harus pula menyesuaikan
diri dengan GELOMBANG dan SIARAN ALLAH
SWT dan/atau diri kita harus dapat memenuhi KEHENDAK ALLAH SWT barulah pancaran
KEMAHAAN ALLAH SWT dapat kita rasakan dan nikmati dan/atau KEDEKATAN dengan
ALLAH SWT dapat kita rasakan. Adalah sebuah KENISCAYAAN yang tidak mungkin
pernah terjadi jika kita berharap dekat dengan ALLAH SWT jika kita sendiri tidak
mau berada di dalam kesesuaian SIARAN dan GELOMBANG KEMAHAAN ALLAH SWT. ALLAH SWT yang tidak
membutuhkan sesuatu apapun dari nakhluk-Nya tentu hanya bersikap PASIF terhadap
manusia, untuk itu manusialah yang harus AKTIF jika ingin berada dekat dengan
ALLAH SWT.
Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, Maka itu untuk
kamu[1245]. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha mengetahui segala
sesuatu".
(surat Saba' (34)
ayat 47)
[1245]
Yang dimaksud dengan Perkataan ini ialah bahwa Rasulullah s.a.w. sekali-kali
tidak meminta upah kepada mereka. tetapi yang diminta Rasulullah s.a.w. sebagai
upah ialah agar mereka beriman kepada Allah. dan iman itu adalah buat kebaikan
mereka sendiri.
Selanjutnya setelah DEKAT dengan ALLAH SWT, apakah
kedekatan tersebut seperti kedekatan diri kita saat mendengarkan radio yaitu
sebatas hanya dapat menikmati siaran radio belaka? Kedekatan diri kita kepada
ALLAH SWT bukan berarti kedekatan diri kita dengan DZAT ALLAH SWT, akan tetapi
kedekatan diri kita dengan KEMAHAAN SIFAT MA'ANI dan KEMAHAAN ASMAUL HUSNA
ALLAH SWT yang dipancarkan ke seluruh alam semesta ini. Selain daripada itu
kedekatan diri kita kepada ALLAH SWT melebihi kedekatan kita dengan siaran radio.
Sebagai contoh, jika diri kita sampai memperoleh kedekatan dengan ILMU yang
dimiliki oleh ALLAH SWT, maka yang akan
terjadi adalah terjadinya KECEMERLANGAN PEMIKIRAN dan/atau MUDAHNYA mendapatkan
IDE-IDE SEGAR yang baru sehingga akan memudahkan bagi kita untuk berkarya nyata
baik untuk kepentingan diri maupun untuk masyarakat, bangsa dan negara. Hal
yang harus kita perhatikan setelah memperoleh hasil dari KEDEKATAN dengan ALLAH
SWT, jangan pernah TAKABUR, jangan pernah SOMBONG, jangan pernah PELIT dengan
apa yang kita dapatkan. Semakin kita sumbangkan dan/atau semakin kita berikan
sebagai sumbangsih kepada masyarakat maka ALLAH SWT akan memberikan kembali
kecemerlangan tersebut. Namun apabila kita tidak mau memberikan hal itu kepada
masyarakat biasanya hanya sampai disitu saja ALLAH SWT memberikan. Contohnya
semakin kita sering memberikan SHADAQAH dari REZEKI yang kita peroleh semakin
ditambah REZEKI yang kita dapatkan sebab tidak ada orang yang jatuh miskin
karena memberikan SHADAQAH JARIAH, justru bertambah kaya dan bertambah banyak
bekal yang akan di bawa ke akhirat kelak.
C. AGAR AMAL dan DOA DITERIMA ALLAH SWT
KHALIFAH sebagai mana kita ketahui adalah
PENGATUR dan/atau PEMELIHARA dan/atau
PENJAGA dan/atau PENGAYOM dan/atau
PENGAWAS terhadap apa-apa yang telah ALLAH SWT ciptakan di muka bumi. Adanya
KHALIFAH di muka bumi, maka KHALIFAH tersebut secara tidak langsung adalah
pelaksana tugas sehari-hari ALLAH SWT dan/atau perpanjangan tangan ALLAH SWT
(Ex Officio ALLAH SWT) di muka bumi, dengan demikian akan terciptalah kedamaian
dan akan terciptalah ketentraman oleh sebab adanya KHALIFAH di muka bumi.
Ketentuan ini masih bersifat umum, sehingga berlaku untuk setiap manusia tanpa
terkecuali. Di lain sisi ALLAH SWT telah merencanakan adanya 2(dua) buah tempat
kembali MANUSIA yaitu SYURGA dan NERAKA. Untuk itu harus ada alat bantu khusus
untuk membedakan KHALIFAH yang ada di muka bumi. Untuk itu ALLAH SWT menetapkan
adanya kriteria MAKHLUK PILIHAN. MAKHLUK PILIHAN digunakan ALLAH SWT untuk
membedakan secara adil siapa yang berhak menempati SYURGA dan siapa yang berhak
menempati NERAKA. Untuk itu ALLAH SWT menetapkan adanya DIINUL ISLAM sebagai
AGAMA yang HAQ kepada KHALIFAHNYA jika ingin menjadi MAKHLUK PILIHAN.
Selanjutnya untuk menjadi MAKHLUK PILIHAN bukanlah
sebuah perkara mudah bagi KHALIFAH yang ada di muka bumi termasuk juga dengan
diri kita. Sebab sewaktu kita mencoba menjadi MAKHLUK PILIHAN, AHWA dan SYAITAN
tidak akan tinggal diam dengan apa yang akan kita lakukan. AHWA dan SYAITAN
dapat menggagalkan diri kita menjadi KHALIFAH yang sekaligus MAKHLUK PILIHAN.
Ini berarti untuk menjadi MAKHLUK PILIHAN bukanlah suatu perkara mudah, penuh
perjuangan yang tidak mengenal lelah. Selanjutnya untuk lebih memudahkan
manusia termasuk diri kita menjadi MAKHLUK PILIHAN, maka ALLAH SWT
menurunkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM
sebagai AGAMA yang HAQ. Adanya DIINUL
ISLAM yang terdiri dari RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan,
kiranya dapat lebih memudahkan perjuangan manusia untuk menjadi KHALIFAH yang
sekaligus MAKHLUK PILIHAN. Setelah mendapatkan dan memperoleh DIINUL ISLAM
tentu kita harus melaksanakan seluruh ketentuan yang berlaku dengan sebaik
mungkin sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT.
Setelah melaksanakan dan menjalankan RUKUN IMAN,
RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan, selanjutnya sudah sesuaikah RUKUN
IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN yang kita lakukan itu dengan KEHENDAK ALLAH SWT?
Untuk meyakini dan/atau merasakan apakah pelaksanaan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM
dan IKHSAN yang kita laksanakan sudah sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, tentu
kita tidak dapat mengetahuinya secara pasti sebab barometer dari kesempurnaan
pelaksanaan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN tidak kita miliki sebab pemain
tidak bisa merangkap jadi wasit. Akan
tetapi jika kita mempergunakan KONSEP ILAHIAH berupa DIINUL ISLAM sebagai
acuannya, maka jika terjadi kekurangan, jika terjadi ketidaksempurnaan dari
pelaksanaan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN yang kita perbuat, minimal kita
masih mempunyai kesempatan dan/atau masih diberikan kesempatan untuk memohon
kepada ALLAH SWT kiranya dapat menerima kekurangan dan ketidaksempurnaan ibadah
atau amal perbuatan yang telah kita lakukan dalam upaya untuk menjadi MAKHLUK
PILIHAN. Sedangkan bagi orang yang tidak mempergunakan DIINUL ISLAM sebagai
acuan dalam bertindak dan berbuat, jangankan diterima memohon saja tidak
diperkenankan.
Pembaca, coba anda bayangkan, jika kita telah
bekerja dan telah berbuat dengan kesungguhan hati sampai-sampai tidak pulang
untuk kemajuan perusahaan, namun apa yang kita perbuat sama sekali tidak
dinilai oleh manajemen perusahaan, apa yang anda rasakan? Tentu saja anda akan
mengalami kekesalan, ketidaknyamanan, kejengkelan, dengan ulah manajemen
perusahaan tersebut. Sekarang maukah anda jika apa yang telah anda perbuat
untuk menjadikan diri sebagai KHALIFAH yang sekaligus MAKHLUK PILIHAN,
namun ALLAH SWT menolak itu
semua dengan tidak mau menerima hasil jerih payah kita?
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya
(dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan,
(karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka
orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti
pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah
pada sisi-Nya pahala yang baik."
(surat Ali Imran (3)
ayat 195)
[259]
Maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka
demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan.
Kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang satu dari yang lain
tentang penilaian iman dan amalnya.
Tentu kita berharap apa yang telah kita perbuat
dapat diterima oleh ALLAH SWT. Untuk itu jika kita ingin memperoleh hasil
penilaian dari ALLAH SWT dan/atau permohonan kita diperkenankan oleh ALLAH SW, maka kita harus memenuhi segala
SYARAT dan KETENTUAN ALLAH SWT.
dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang
beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka
dari karunia-Nya. dan orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang sangat
keras.
(surat
Asy Syuura (42) ayat 26)
Saat menjadi KHALIFAH di muka bumi, apakah hanya
sekali saja dalam hidup ini kita membutuhkan dan mengharapkan penilaian positif
dari ALLAH SWT dan/atau apakah hanya sekali saja dalam hidup ini kita memohon
kepada ALLAH SWT untuk menerima segala kekurangan dan ketidaksempurnaan ibadah
yang kita lakukan? Beratnya perjuangan untuk menjadi MAKHLUK PILIHAN, tentu
kita tidak hanya sekali saja dan/atau hanya sekali-kali saja membutuhkan dan
mengharapkan penilaian dari ALLAH SWT serta kita tidak hanya sekali saja dan/atau
hanya sekali-kali saja diri kita mengharapkan segala kekurangan dan segala
ketidaksempurnaan diterima oleh ALLAH SWT. Kita tidak bisa hanya hanya sekali
saja atau hanya sekali-kali saja berbuat seperti itu kepada ALLAH SWT, namun
kita harus dapat memperoleh dan merasakan hal itu semua secara berulang-ulang,
terus menerus, tidak berhenti hanya saat membutuhkan. Akan tetapi kita harus
dapat merasakan kembali, merasakan kembali dan terus merasakan kembali hasil
dari permohonan dan pengharapan kita kepada
ALLAH SWT.
Selanjutnya bagaimana dengan DOA yang kita panjatkan
dan mohonkan kepada ALLAH SWT? Hal yang sama juga berlaku untuk DOA yang kita
panjatkan dan mohonkan kepada ALLAH SWT. Kita tidak hanya memohonkan dan
memanjatkan DOA hanya sekali saja atau hanya sesekali saja, namun sedapat
mungkin kita harus terus memanjatkan dan memohonkan DOA kepada ALLAH SWT
sepanjang HAYAT masih di kandung BADAN. Melalui DOA yang kita panjatkan dan
mohonkan kepada ALLAH SWT dari waktu ke waktu, maka diri kita dari waktu ke
waktu sepanjang hayat di kandung badan, masih memiliki kesempatan untuk
merasakan dan merasakan kembali hasil dari DOA yang kita panjatkan dan mohonkan
kepada ALLAH SWT. Hal yang harus kita perhatikan agar diri kita selalu
merasakan kembali dan merasakan kembali dari waktu ke waktu hasil dari DOA yang
kita panjatkan adalah jangan pernah sekali-kali kita keluar dari KEHENDAK ALLAH
SWT. Terkecuali jika kita memang sudah merasa puas dengan hasil yang kita
peroleh atau jika kita memang sudah puas hanya menempati BARAK PANJANG di dalam
SYURGA. Selain daripada itu sepanjang ALLAH SWT masih memberikan dan
memperkenankan kita untuk memanjatkan dan memohonkan DOA kepada-Nya maka
sedapat mungkin kita manfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya dan semaksimal
mungkin. Apalagi kita memiliki keterbatasan waktu di dalam berdoa yaitu sebelum
RUH tiba di kerongkongan. Selanjutnya sudahkah kita berdoa hanya kepada ALLAH
SWT?
D.
DAPAT MENGHILANGKAN
PENYAKIT YANG ADA DI DALAM RONGGA DADA MANUSIA
IMAN kepada ALLAH SWT yang kita
lakukan sebagai wujud pelaksanaan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu
kesatuan, akan dapat menjadi obat suka
maupun duka yaitu dengan dihilangkannya
atau ditiadakannya atau akan disembuhkannya penyakit-penyakit yang terdapat di
dalam rongga dada manusia dan/atau dihapusnya penyakit-penyakit yang melekat di
HATI RUHANI manusia. Penyakit apakah itu? Penyakit itu adalah RESAH dan
GELISAH; TAKUT dan WAS-WAS; STRESS; TIDAK PERCAYA DIRI; MOTIVASI RENDAH;
KEBUNTUAN; SEDIH HATI. Sekarang bayangkan jika penyakit-penyakit ini ada dalam diri, selanjutnya dapat timbulkah
ketenangan jiwa atau adakah kebahagian bathin atau dapatkah kita berbuat segala
sesuatu dengan tenang atau dapatkah kita sukses menjadi KHALIFAH di muka bumi?
Adanya penyakit-penyakit di atas maka apa yang dinamakan dengan ketenangan dan
kebahagiaan bathin tidak akan pernah kita rasakan, atau bahkan yang ada adalah
perasaan takut, depresi, motivasi rendah sehingga kita gagal di dalam
menjalankan fungsi sebagai KHALIFAH di muka bumi. Selain daripada itu adanya
PENYAKIT yang bersarang di dalam dada manusia merupakan jalan masuk utama atau
diberikannya kesempatan oleh kita sendiri kepada SYAITAN untuk
memulai pekerjaan utamanya yaitu menggoda dan merayu manusia dan/atau adanya penyakit
ini akan memudahkan dan memuluskan pekerjaan SYAITAN untuk menjerumuskan
manusia.
Selanjutnya dari
manakah asalnya penyakit-penyakit
tersebut di atas? Timbulnya penyakit di dalam rongga dada manusia atau
penyakit yang terdapat dalam HATI RUHANI manusia disebabkan oleh :
1.
RUH dan AMANAH 7 sudah tidak
sanggup lagi melakukan reaksi atas
apa-apa yang dihadapinya dalam hal ini adalah akibat dari perbuatan JASMANI
atau AHWA dan/atau
2.
RUH dan AMANAH 7 sudah tidak
berdaya menghadapi apa-apa yang dilakukan oleh JASMANI atau AHWA termasuk juga
dengan SYAITAN dan/atau
3.
RUH dan AMANAH 7 mengalami
kekurangan atau mengalami kemunduran
kemampuan di dalam menghadapi perbuatan JASMANI atau AHWA termasuk juga
dengan SYAITAN dan/atau
4.
RUH dan AMANAH 7 telah putus
hubungan dengan ALLAH SWT selaku pemilik
dan pencipta daripada RUH dan AMANAH 7 itu sendiri.
Sehingga pada saat
terjadi benturan, persoalan, gejolak
dalam diri untuk keluar dari permasalahan, ataupun problema hidup yang tidak
terpecahkan, maka timbullah penyakit-penyakit yang kami sebutkan di atas.
Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
(surat
Yunus (10) ayat 57)
Jika ini keadaannya,
dapat dikatakan sumber dari penyakit-penyakit yang kami sebutkan di atas itu
berasal dari rusaknya atau berkurangnya kemampuan atau tidak berfungsinya
dengan baik RUH dan AMANAH 7 di dalam diri manusia. Timbul pertanyaan siapakah
yang sanggup merawat, memperbaiki, mengobati, RUH dan AMANAH 7 yang ada pada
diri manusia? Dunia kedokteran dengan segala kecanggihannya mungkin saja dapat
menyembuhkan penyakit yang ada di dalam rongga dada manusia dengan obat-obat tertentu.
Namun sanggupkah dunia kedokteran mampu menyembuhkan PENYEBAB UTAMA dari penyakit-penyakit yang kami
sebutkan di atas? Sampai kapanpun dunia
kedokteran tidak akan sanggup mengobati PENYEBAB UTAMA dari penyakit yang ada
di dalam rongga dada manusia atau penyakit yang ada di dalam HATI RUHANI
manusia, yaitu:
1.
Penyakit akibat dari tidak
berfungsinya RUH dan AMANAH 7 dengan baik atau,
2.
Penyakit akibat rusaknya RUH dan
AMANAH 7 akibat pengaruh AHWA dan SYAITAN atau,
3.
Penyakit yang disebabkan RUH dan AMANAH 7 tidak bekerja sesuai dengan
fitrahnya.
4.
Penyakit yang diakibatkan
oleh RUH dan AMANAH 7 yang telah lepas
hubungan dengan pemilik dan penciptanya.
Sekarang adakah obat
dari penyakit yang diderita RUH dan AMANAH 7 sebagai PENYEBAB UTAMA dari
penyakit yang terdapat dalam rongga dada manusia, dalam bentuk puyer, tablet,
kaplet, sirup, seperti kita menyembuhkan
sakit kepala dengan meminum obat sakit
kepala? Dan jika RUH dan AMANAH 7 memerlukan obat, perawatan dan pemeliharaan,
kemana kita harus mengobatinya? Jika kita mengacu kepada mobil yang kita
miliki, kita diharuskan menemui PABRIKAN atau menemui ATPM selaku perwakilan
pabrikan dan/atau meneliti dan menyesuaikan kembali kondisi mobil kita
dengan standard baku yang terdapat dalam BUKU MANUAL. Jika mobil saja harus
diberlakukan seperti itu, maka hal yang sama juga harus kita lakukan jika kita
ingin memperbaiki, merawat, memelihara
RUH dan AMANAH 7. RUH dan AMANAH 7 yang ada pada diri manusia asalnya
dari ALLAH SWT dan diciptakan juga oleh ALLAH SWT tanpa ada campur tangan
siapapun juga, dengan demikian jika RUH dan AMANAH 7 yang kita miliki mengalami
gangguan, kerusakan, memerlukan perawatan, memerlukan obat, maka kita
diharuskan menemui PEMILIK dan PENCIPTA dari RUH dan AMANAH 7 itu sendiri dalam
hal ini adalah ALLAH SWT yaitu dengan mempergunakan dan/atau melalui
perantaraan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai TUNTUNAN dan PEDOMAN BAKU yang
harus kita laksanakan. ALLAH SWT selaku pemilik dan pencipta dari RUH dan
AMANAH 7 pasti bertanggungjawab terhadap ciptaan-Nya, sekarang tergantung kita
maukah menemui pemilik dan pencipta RUH dan AMANAH 7 dengan mempergunakan AD DIIN atau DIINUL ISLAM dan/atau
melaksanakan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan, sehingga
PENYEBAB UTAMA dari penyakit-penyakit
yang ada di dalam rongga dada itu hilang atau disembuhkan ALLAH SWT.
Selanjutnya timbul
pertanyaan, kenapa kita harus mempergunakan AD DIIN atau DIINUL ISLAM dan/atau
melaksanakan RUKUN IMAN; RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan, untuk
menyembuhkan dan/atau meniadakan penyebab dari penyakit yang ada di dalam
rongga dada manusia? AD DIIN atau DIINUL
ISLAM adalah FITRAH ALLAH SWT demikian pula dengan RUH dan AMANAH 7 adalah FITRAH ALLAH SWT dan jika FITRAH ALLAH SWT bertemu dengan FITRAH ALLAH SWT
maka akan terjadilah keseseuaian dan keserasian serta keselarasan antar
masing-masing FITRAH, ditambah kejadian itu dibawah dan dinanungi secara langsung oleh FITRAH ALLAH
SWT yang MAHA BESAR. Ini berarti jika FITRAH yang kecil bersatu padu dengan
FITRAH yang MAHA BESAR maka secara otomatis FITRAH yang kecil akan tertolong
atau akan ditolong oleh FITRAH yang MAHA BESAR.
Sesungguhnya orang-orang
mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin[56],
siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah[57], hari
kemudian dan beramal saleh[58], mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka,
tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 62)
[56]
Shabiin ialah orang-orang yang mengikuti syari'at nabi-nabi zaman dahulu atau
orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa.
[57]
Orang-orang mukmin begitu pula orang Yahudi, Nasrani dan Shabiin yang beriman
kepada Allah Termasuk iman kepada Muhammad s.a.w., percaya kepada hari akhirat
dan mengerjakan amalan yang saleh, mereka mendapat pahala dari Allah.
[58]
Ialah perbuatan yang baik yang diperintahkan oleh agama Islam, baik yang
berhubungan dengan agama atau tidak.
Selanjutnya,
dengan adanya SINERGI POSITIF antara diri kita (dalam hal ini RUH dan AMANAH 7)
dengan ALLAH SWT melalui upaya berserah diri kepada ALLAH SWT dengan
mempergunakan DIINUL ISLAM atau dengan
melaksanakan RUKUN IMAN; RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan, maka
timbullah dalam diri manusia rasa optimis, rasa percaya diri, ketenangan
bathin, kebahagiaan hidup, yang pada akhirnya dapat mensukseskan kita menjadi
KHALIFAH di muka bumi. Adanya kondisi seperti ini maka KEKHAWATIRAN dan
KESEDIHAN HATI seperti yang diungkapkan ALLAH SWT dalam surat Al Baqarah (2)
ayat 62 di atas, tidak kita akan pernah di alami oleh orang-orang BERIMAN
kepada ALLAH SWT dan yang selalu berbuat
AMAL SHALEH. Sebagai KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, sudahkah
kita BERIMAN dan BERAMAL SHALEH sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT?
Selain
4(empat) hal yang dapat kita peroleh melalui IMAN kepada ALLAH SWT, masih terdapat beberapa manfaat
lainnya yang akan kita peroleh melalui IMAN kepada ALLAH SWT, yaitu:
1)
IMAN
kepada ALLAH SWT akan dapat menghilangkan kesusahan hidup di muka bumi serta
terhindar dari azab kehidupan dunia dan/atau agar diri kita tidak sengsara di
dunia dan di akhirat.
dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang
beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala
mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang
menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka
sampai kepada waktu yang tertentu.
(surat
Yunus (10) ayat 98)
2)
IMAN
kepada ALLAH SWT akan dapat memberikan kemenangan dan/atau keberuntungan hidup
baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang
saleh, semoga Dia Termasuk orang-orang yang beruntung.
(surat Al Qashash
(28) ayat 67)
3)
IMAN
kepada ALLAH SWT akan dapat menghindarkan diri kita dari azab dan siksa yang
pedih baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan
saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran
atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, Maka mereka
Itulah orang-orang yang zalim.
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
(surat At Taubah (9)
ayat 23-24)
4)
IMAN
kepada ALLAH SWT akan dapat meninggikan derajat kemuliaan manusia dan/atau
ALLAH SWT akan menjadikan diri kita sebagai pemenang.
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah
dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi
Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.
(surat At Taubah (9)
ayat 20)
5)
IMAN
kepada ALLAH SWT akan dapat menjadikan hidup kita aman dan sentosa baik di
dunia maupun di akhirat.
dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya
Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki
dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan
hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun aku beri
kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah
seburuk-buruk tempat kembali".
(surat
Al Baqarah (2) ayat 126)
Kami yakin anda semua adalah orang-orang yang telah
dapat merasakan apa yang dinamakan dengan NIKMATNYA BERTUHANKAN kepada ALLAH
SWT. Untuk itu teruskan berusaha dan yakinkan diri untuk bisa merasakan kembali
dan merasakan kembali kenikmatan dari bertuhankan kepada ALLAH SWT selama HAYAT
masih di kandung BADAN. Jangan pernah putus asa untuk memperoleh kenikmatan
bertuhankan kepada ALLAH SWT sepanjang RUH belum sampai di kerongkongan,
terkecuali anda memang sudah merasa cukup dengan apa yang telah ALLAH SWT
berikan. Ingat, ALLAH SWT tidak membutuhkan diri kita, tidak membutuhkan ibadah
kita, tidak membutuhkan doa kita, akan tetapi diri kitalah yang membutuhkan
ALLAH SWT. Hal yang harus kita camkan dalam diri adalah bahwa diri kita bukan
PERLU kepada ALLAH SWT akan tetapi BUTUH kepada ALLAH SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar