Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 02 Juni 2016

RUKUN IMAN : PONDASI DASAR DI DALAM MELAKSANAKAN DIINUL ISLAM SECARA KAFFAH


  

 Sebelum  membahas  tentang RUKUN IMAN, perkenankan kami untuk mengemukakan terlebih dahulu tentang DALIL AQLI dan DALIL NAQLI yang berlaku umum. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa untuk mempelajari sesuatu hal, dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menggunakan 2(dua) buah pendekatan, yaitu dengan  menggunakan pendekatan Dalil Aqli dan juga Dalil Naqli. Selanjutnya apakah itu Dalil Aqli dan Dalil Naqli? Dalil Aqli adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan/atau hasil penelahaan yang dilakukan oleh manusia di dalam menilai dan mempelajari sesuatu hal dengan mempergunakan Akal Sehat yang ada di dalam diri manusia, dalam hal ini hanya mengandalkan Panca Indera ditambah dengan kemampuan AMANAH 7 yang telah ada di dalam diri kita masing-masing. 


Selanjutnya jika kita mempergunakan Dalil Aqli untuk mempelajari atau menilai sesuatu hal maka kita akan memperoleh hasil dari penggunaan Dalil Aqli yaitu  3(tiga) buah ketentuan, yaitu: Mustahil diakal; Jais atau Bisa Ya, Bisa Tidak; Dapat di terima oleh Akal Sehat. Sedangkan Dalil Naqli adalah keterangan atau penjelasan yang dapat dipergunakan oleh manusia yang berasal dari ketentuan di luar ketentuan dari Dalil Aqli. Selanjutnya timbul pertanyaan, ketentuan apakah yang harus kita pergunakan jika kita ingin mempergunakan Dalil Naqli di dalam mempelajari AD DIIN atau DIINUL ISLAM dan/atau untuk mempelajari ALLAH SWT? Umat ISLAM hanya mempunyai 2(dua) buah sumber hukum yang harus dipergunakan di dalam mempergunakan Dalil Naqli yaitu AL-QUR'AN dan HADITS.


Sebagaimana telah kita ketahui dan yakini bersama bahwa adanya sesuatu Tidak Mungkin ada dengan sendirinya. Sesuatu ada  karena ada yang mengadakan atau ada yang menciptakan. Selanjutnya jika sesuatu itu ada karena ada yang mengadakan, pasti yang mengadakan harus lebih dahulu ada sebelum sesuatu itu ada atau pencipta harus lebih dahulu ada dibandingkan dengan yang diciptakan. Inilah sebuah ketentuan yang wajib menurut Dalil Aqli yaitu MUSTAHIL di akal sesuatu ada jika tidak ada yang mengadakan dan/atau  MUSTAHIL di akal jika yang diciptakan lebih dahulu ada daripada yang menciptakan. 


Sekarang langit dan bumi beserta isinya sudah ada sebelum diri kita dilahirkan dan ini berarti yang menciptakan atau yang mengadakan langit dan bumi harus ada sebelum langit dan bumi beserta isinya ada. Selanjutnya berdasarkan Dalil Aqli keberadaan langit dan bumi beserta isinya Tidak Mungkin Jais yaitu Bisa Ya Bisa Tidak keberadaannya. Sekarang bagaimana dengan keberadaan manusia di muka bumi? Jika sekarang MANUSIA itu ada di muka bumi, maka manusia juga pasti ada yang menciptakan dan yang menciptakan MANUSIA juga pasti harus terlebih dahulu ada sebelum MANUSIA itu ada. 


Selanjutnya untuk menciptakan sesuatu atau mengadakan sesuatu atau menghasilkan sesuatu, pasti dimulai dari adanya sesuatu KEHENDAK yang harus diiringi atau diimbangi dengan KEMAMPUAN untuk menciptakan sesuatu. KEHENDAK jika tanpa diiringi dan tanpa disertai dengan KEMAMPUAN menurut Dalil Aqli berarti hanya angan-angan belaka. Selanjutnya jika sesuatu itu ada karena ada yang menciptakan, maka yang menciptakan pasti mempunyai KEHENDAK yang diiringi dengan KEMAMPUAN. Selanjutnya jika sekarang langit dan bumi beserta segala isinya itu ada, dapat dipastikan bahwa yang menciptakan langit dan bumi juga pasti mempunyai KEHENDAK yang di iringi dengan KEMAMPUAN yang sangat HEBAT. Jika sekarang MANUSIA juga ada di muka bumi, maka yang menciptakan MANUSIA pasti mempunyai pula KEHENDAK yang diiringi dengan KEMAMPUAN yang sama-sama HEBAT.


Timbul pertanyaan, siapakah yang menciptakan  langit dan bumi beserta segala isinya termasuk menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi, apakah mungkin manusia yang menciptakan, apakah mungkin Malaikat yang menciptakan, apakah mungkin tumbuhan dan hewan yang menciptakan, atau apakah mungkin IBLIS/JIN/SYAITAN yang menciptakan? Berdasarkan Dalil Aqli mustahil di akal  manusia, Malaikat, tumbuhan, binatang, IBLIS/JIN/SYAITAN mampu menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Selanjutnya apabila berdasarkan Dalil Aqli sudah menyatakan Mustahil,  maka yang mampu dan yang sanggup menciptakan langit dan bumi beserta isinya pasti di luar Manusia, pasti di luar Malaikat, pasti di luar Tumbuhan, pasti di luar Binatang, pasti di luar IBLIS/JIN/SYAITAN.  Jadi, siapakah yang mampu menciptakan? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kita harus  mempergunakan Dalil Naqli untuk menjawabnya. Dalil Naqli yang berlaku bagi UMAT ISLAM adalah   Al-Qur'an dan Al Hadits. Untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kita lihat dan pelajari Al-Qur'an dan Hadits yang akan kami kemukakan di bawah ini.


Berdasarkan surat Fushshilat (41) ayat 11-12 dan surat  As Sajdah (32) ayat 4 serta Hadits yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi, maka kita dapat mengetahui dengan pasti siapakah PENCIPTA dari langit dan bumi beserta isinya. PENCIPTA dari langit dan bumi beserta segala isinya adalah ALLAH SWT.

  

kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
 Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.
(surat Fushshilat (41) ayat 11-12)



  Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?
(surat As Sajdah (32) ayat 4)


[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.



Sabda Nabi Muhammad SAW: “Ketika ALLAH menciptakan bumi terjadilah goncangan dan getaran-getaran, maka ALLAH ciptakan gunung-gunung hingga bumi menjadi tenang dan tetap. Malaikat kagum atas kehebatan gunung-gunung itu, mereka bertanya: “Tuhan kami, adakah Engkau ciptakan satu ciptaan yang lebih hebat dari gunung-gunung itu?” Firman Allah: “Ada yaitu Besi”. Adakah yang lebih hebat dari Besi? “ Ada Api” Adakah yang lebih hebat dari Api? Ada! Yaitu Air, yang lebih hebat dari semua itu ialah ANAK ADAM yang bersedekah tangan kanannya lalu sembunyikan dari tangan kirinya.
(HR At Tarmidzi)



ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(surat Al Baqarah (2) ayat 30)



Selanjutnya siapakah yang menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi atau yang menciptakan MANUSIA? Jika kita mempergunakan Dalil Aqli untuk menjawab pertanyaan ini, maka hasilnya MUSTAHIL DI AKAL jika MANUSIA diciptakan oleh HEWAN, TUMBUHAN, IBLIS/JIN/SYAITAN, MALAIKAT, atau MANUSIA diciptakan oleh MANUSIA juga. Berdasarkan Dalil Naqli yang terdapat pada surat  Al Baqarah (2) ayat 30 yang menciptakan Manusia dan/atau yang menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi adalah ALLAH SWT. Sekarang jika ALLAH SWT adalah PENCIPTA dari langit dan bumi beserta segala isinya dan juga  PENCIPTA KEKHALIFAHAN di muka bumi. Ini berarti bahwa:


1.      ALLAH SWT sebagai PENCIPTA pasti harus ada terlebih dahulu sebelum langit dan bumi diciptakan atau sebelum KEKHALIFAHAN di muka bumi diciptakan sebab MUSTAHIL DI AKAL jika CIPTAAN ada terlebih dahulu dibandingkan dengan PENCIPTANYA.

2.      ALLAH SWT pasti memiliki KEHENDAK yang HEBAT yang diiringi dengan KEMAMPUAN yang HEBAT pula sebab MUSTAHIL DI AKAL jika ALLAH SWT tidak memiliki KEHENDAK yang tidak diiringi dengan KEMAMPUAN yang sama-sama HEBAT untuk menciptakan segala sesuatu (ingat, jika KEHENDAK tanpa KEMAMPUAN artinya hanya angan-angan).

3.      ALLAH SWT pasti sudah memikirkan dan mempersiapkan segala kebutuhan bagi kepentingan seluruh ciptaan-Nya sepanjang ciptaan itu ada di antara langit dan bumi. 

4.      ALLAH SWT pasti sudah mempunyai sarana dan prasarana baik langsung maupun tidak langsung untuk kebutuhan makhluk yang diciptakannya di antara langit dan bumi tanpa terkecuali.

5.      ALLAH SWT pasti akan memelihara, menjaga, merawat apa-apa yang telah diciptakan-Nya sebagai perwujudan TANGGUNG JAWAB ALLAH SWT selaku PENCIPTA.  


Hal yang perlu kita garis bawahi di dalam mempergunakan Dalil Aqli  sewaktu mempelajari penciptaan langit dan bumi beserta segala isinya termasuk di dalamnya tentang penciptaan KEKHALIFAHAN di muka bumi, TIDAK MUNGKIN menghasilkan atau TIDAK MUNGKIN memberikan jawaban yang bersifat JAIS, yaitu BISA YA dan BISA TIDAK. Maksudnya keberadaan langit dan bumi bisa diciptakan dan juga bisa tidak diciptakan oleh ALLAH SWT. Hal ini disebabkan  langit dan bumi beserta KEKHALIFAHAN yang ada di muka bumi, tidak akan mungkin ada  dengan sendirinya. 



Sekarang ada sebuah pertanyaan lainnya, dimanakah letak dari KEHENDAK dan KEMAMPUAN yang dimiliki oleh ALLAH SWT sebelum ALLAH SWT menciptakan langit dan bumi beserta isinya dan/atau sebelum menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi? KEHENDAK dan KEMAMPUAN yang dimiliki oleh  ALLAH SWT sebelum menciptakan segala sesuatu tentu ada pada  ALLAH SWT itu sendiri yaitu masih terletak di dalam ILMU ALLAH SWT. Dan jika ini adalah kondisinya maka dapat dikatakan bahwa ALLAH SWT juga INISIATOR dari langit dan bumi beserta isinya termasuk juga INISIATOR dari KEKHALIFAHAN di muka bumi sebab seluruh konsep ataupun seluruh teori-teori yang menyangkut tentang apa-apa yang akan diciptakan ada pada ILMU ALLAH SWT itu sendiri.


Pembaca, kita sudah mengetahui dengan pasti baik melalui Dalil Aqli maupun Dalil Naqli bahwa ALLAH SWT adalah Inisiator dan Pencipta dari langit dan bumi beserta segala isinya termasuk di dalamnya Inisiator dan Pencipta dari KEKHALIFAHAN di muka bumi. Selanjutnya timbul pertanyaan baru yang lainnya, apakah Inisiator dan Pencipta sesuatu itu juga adalah Pemilik dari sesuatu yang diciptakannya? Berdasarkan Dalil Aqli inisiator dan pencipta pertama dari sesuatu adalah pemilik dari sesuatu itu, sebab tidak akan mungkin sesuatu ada tanpa ada yang menjadi inisiatornya, tanpa ada yang memiliki konsep-konsepnya dan juga tanpa ada yang menciptakannya. Dengan demikian Inisiator dan Pencipta dan Pencipta dapat dikatakan adalah PEMILIK dari sesuatu yang diciptakannya. Sekarang bagaimana dengan langit dan bumi beserta isinya termasuk di dalamnya KEKHALIFAHAN di muka bumi?


Jika kita merujuk keterangan di atas ini, maka ALLAH SWT selain sebagai INISIATOR dan PENCIPTA dari langit dan bumi, ALLAH SWT juga adalah PEMILIK dari langit dan bumi. Untuk itu lihatlah langit dan bumi beserta isinya, apakah ada yang sanggup mengalahkan ALLAH SWT di dalam menciptakan itu semua atau adakah makhluk selain ALLAH SWT yang sanggup menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi dengan mengawal  dan menjaga KEKHALIFAHAN sejak diciptakan sampai dengan KHALIFAH pulang kampung ke Syurga atau ke Neraka? Jika jawaban dari pertanyaan di atas, tidak ada yang mampu, maka jelas sudah  ALLAH SWT merangkap secara keseluruhan yaitu ALLAH SWT tidak hanya Inisiator, akan tetapi juga Pencipta dan juga Pemilik dari semuanya. Sekarang mari kita lihat Dalil Naqli yang menerangkan bahwa ALLAH SWT adalah Pemilik dari itu semua. 



ketahuilah Sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui Keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. dan Allah Maha mengehui segala sesuatu.
(surat An Nuur (24) ayat 64)


Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas ini baik yang mempergunakan Dalil Aqli maupun Dalil Naqli, tidak dapat dipungkiri lagi dan bahkan harus dijadikan KEIMANAN bagi diri kita bahwa  ALLAH SWT adalah Inisiator yang sekaligus juga Pencipta dan Pemilik dari langit dan bumi beserta segala isinya. Dan ALLAH SWT juga adalah Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari KEKHALIFAHAN di muka bumi. Sekarang bagaimana dengan diri kita, apakah keberadaan diri kita di dunia ini datang dengan tiba-tiba atau ada dengan sendirinya?



Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih,
(surat Ibrahim (14) ayat 2)



kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(surat Al Hadiid (57) ayat 2)



Jika kita mengacu kepada Rencana Besar ALLAH SWT tentang KEKHALIFAHAN di muka bumi, maka keberadaan diri kita tidak akan bisa dilepaskan dengan Kehendak dan Kemampuan ALLAH SWT. Selanjutnya jika diri kita saat ini ada di dunia dan sedang melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi berarti diri kita juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Kehendak dan kemampuan ALLAH SWT di dalam menciptakan segala sesuatu yang ada di alam raya ini tanpa terkecuali. Selanjutnya mari kita pelajari secara lebih mendalam lagi tentang ALLAH SWT sebagai Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dan apabila hal-hal yang telah kami kemukakan di atas kami jadikan asumsi dasar, di dalam menilai suatu hubungan antara Pencipta dan Ciptaan-Nya maka kita akan mendapatkan adanya 2(dua) buah hubungan yang melibatkan antara Pencipta dengan Ciptaan secara timbal balik, yaitu:


1.  Adanya hubungan antara PENCIPTA dengan CIPTAAN.


Dalam hal ini adalah hubungan antara ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan juga PEMILIK dengan apa-apa yang telah diciptakan-Nya dan dengan apa-apa yang telah dimiliki-Nya seperti langit dan bumi beserta isinya dan/atau hubungan antara ALLAH SWT dengan manusia yang dijadikannya KHALIFAH. Sebagaimana kita ketahui bersama setiap Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari sesuatu hal pasti mempunyai  hubungan yang tidak terpisahkan dengan apa-apa yang telah diciptakannya atau yang dimilikinya. Hal yang sama juga berlaku dengan ALLAH SWT kepada seluruh ciptaannya, dalam hal ini ALLAH SWT kepada langit dan bumi beserta isinya dan/atau ALLAH SWT kepada manusia yang dijadikannya KHALIFAH di muka bumi, termasuk juga  ALLAH SWT kepada Jin/Iblis/Syaitan serta kepada Malaikat. Adanya hubungan yang seperti ini maka dapat dikatakan bahwa:


a.       ALLAH SWT pasti yang MAHA TAHU dan yang MAHA AHLI atas langit dan bumi beserta isinya; ALLAH SWT juga yang MAHA TAHU dan MAHA AHLI atas  kekhalifahan di muka bumi, termasuk juga yang MAHA TAHU dan MAHA AHLI terhadap Jin/Iblis/Syaitan serta yang MAHA TAHU dan MAHA AHLI atas Malaikat. Sehingga dapat dikatakan bahwa ALLAH SWT pasti memiliki Ilmu dan Pengetahuan atas apa-apa yang diciptakan-Nya dan atas apa-apa yang dimiliki-Nya.

b.      ALLAH SWT pasti memiliki Kehendak dan Kemampuan atau  ALLAH SWT memiliki sifat QUDRAT dan IRADAT yang sama-sama HEBAT sebab jika suatu KEHENDAK tanpa dibarengi dengan KEMAMPUAN di dalam menciptakan sesuatu berarti hanya angan-angan belaka. 

c.       ALLAH SWT pasti memiliki KEMAHAAN atau  KEKUATAN atau KEMAMPUAN atau KEKUASAAN yang lebih dibandingkan dengan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh makhluk yang diciptakan-Nya.

d.      ALLAH SWT pasti lebih Berkuasa dibandingkan dengan kekuasaan dari apa-apa yang diciptakan-Nya sehingga dengan demikian EKSISTENSI keberadaan ALLAH SWT selaku Pemilik dan Pencipta  dapat dilihat, dapat dibedakan, dapat dinilai dengan sangat jelas di mata apa-apa yang diciptakan-Nya.

e.       ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik dapat dipastikan akan memelihara, akan menjaga, akan mengawasi, akan mengontrol, akan mengayomi, akan memberikan pertolongan kepada seluruh ciptaan-Nya. Hal ini untuk membuktikan ALLAH SWT adalah MAHA BERTANGGUNG JAWAB serta untuk menunjukkan EKSISTENSI ALLAH SWT di mata ciptaan-Nya.

f.       ALLAH SWT pasti akan memberikan SANKSI atau TEGURAN atau ANCAMAN kepada siapapun juga yang melecehkan ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari alam semesta ini  dan ALLAH SWT akan memberikan pula SANKSI atau TEGURAN, ANCAMAN kepada siapapun yang akan merusak atas apa-apa yang dimiliki oleh ALLAH SWT.

g.       ALLAH SWT pasti akan senang kepada ciptaan-Nya  yang mau menjaga dan mau memelihara segala sesuatu yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Dan juga ALLAH SWT pasti akan senang kepada ciptaan-Nya yang dapat menempatkan, dapat meletakkan dan dapat memposisikan ALLAH SWT sesuai dengan keadaan       ALLAH SWT yang sebenarnya, dalam hal ini menempatkan      ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik.

h.      ALLAH SWT pasti sudah memikirkan dan mempersiapkan segala kebutuhan untuk kepentingan seluruh apa-apa yang diciptakannya sepanjang ciptaan itu ada di antara langit dan bumi sehingga dapat dikatakan ALLAH SWT pasti sudah mempunyai sarana dan prasarana baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan makhluk yang diciptakannya di antara langit dan bumi tanpa terkecuali. Untuk itu lihatlah apa yang ALLAH SWT lakukan kepada manusia sejak mulai diciptakan sampai dengan hari kiamat nanti, berapa banyak udara dan air yang telah diciptakan oleh ALLAH SWT?


Pembaca, jika hal yang kami sebutkan di atas ini adalah KONDISI DASAR ALLAH SWT kepada seluruh CIPTAANNYA tanpa terkecuali. Selanjutnya jika ALLAH SWT melakukan, membuat, menetapkan, memberlakukan, hal-hal yang akan kami kemukakan di bawah ini, seperti :


a.       ALLAH SWT menetapkan dan memberlakukan adanya Ketentuan-Ketentuan atau adanya Undang-undang atau adanya Hukum-Hukum mengenai QHADA, QADAR dan TAQDIR harus berlaku di alam semesta ini dan/atau

b.      ALLAH SWT membuat GARIS-GARIS BESAR HALUAN ILAHIAH dengan menetapkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM menjadi AGAMA yang HAQ sehingga harus dipatuhi atau di taati oleh KHALIFAHNYA dan/atau

c.       ALLAH SWT menunjukkan EKSISTENSINYA kepada seluruh ciptaannya dengan menetapkan LARANGAN, PERINTAH, JANJI, ANCAMAN, kepada seluruh ciptaan-Nya dan/atau

d.      ALLAH SWT membuat, menetapkan dan menjalankan sebuah   MANAGEMENT SYSTEM yang sangat terintegrasi di LAUH MAHFUZH di dalam mengelola, menjaga, mengawasi, merawat seluruh ciptaan-Nya dan/atau 

e.        ALLAH SWT mempunyai KEKUASAAN MUTLAK atas seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi.


Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan dalam point a sampai dengan point e di atas ini, timbul pertanyaan,

1.      patut dan pantaskah ALLAH SWT menerapkan itu semua,  atau
2.      pantas dan patutkah ALLAH SWT memberlakukan itu semua, atau
3.      wajarkah ALLAH SWT melakukan hal-hal yang kami kemukakan di atas ini, atau
4.      apakah memang harus itu yang dilakukan oleh ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK  dari langit dan bumi beserta isinya?


ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK tentu WAJIB dan HARUS melakukan, memiliki, membuat, menetapkan, mempunyai, memperlihatkan, menunjukkan apapun juga dalam rangka menunjukkan bahwa   ALLAH SWT adalah segala-galanya, sehingga apa-apa yang kami sebutkan dalam point a sampai dengan point e di atas MUTLAK MILIK ALLAH SWT semata. Selanjutnya sampai kapankah KEMUTLAKAN yang DIMILIKI oleh  ALLAH SWT kepada seluruh ciptaan-Nya itu atau sampai kapankah masa berlakunya hubungan ALLAH SWT dengan seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi? Di dalam kehidupan sehari-hari, biasanya kita akan melindungi, merawat, memelihara, menjaga apa-apa yang kita miliki dengan sekuat tenaga sampai hayat dikandung badan. Ini berarti kemampuan untuk melindungi dan menjaga hak kepemilikan dari seorang manusia mempunyai batas tertentu yaitu hanya sampai dengan HAYAT DI KANDUNG BADAN. 


Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT yang akan KEKAL SELAMANYA dan yang tidak akan mungkin musnah oleh sebab apapun juga? Jika ini adalah kondisi ALLAH SWT maka KEMUTLAKAN yang DIMILIKI oleh ALLAH SWT kepada seluruh ciptaan-Nya itu akan tetap KEKAL SELAMANYA sesuai dengan kondisi  ALLAH SWT dan/atau hubungan ALLAH SWT dengan seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi sesuai dengan KEKEKALAN yang dimiliki-Nya. Yang sering menjadi persoalan saat ini adalah TAHUKAH, YAKINKAH, anda semua dengan KEMUTLAKAN yang dimiliki oleh ALLAH SWT? Selama ini kita hanya telah mengetahui itu semua akan tetapi keyakinan belum tumbuh di dalam diri dan yang lebih parah lagi kita tidak mau mempercayai itu semua.


2.  Adanya hubungan antara CIPTAAN dengan PENCIPTA.


Dalam hal ini adalah hubungan antara langit dan bumi beserta isinya termasuk hubungan manusia dengan ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan juga PEMILIK dari CIPTAAN itu sendiri.

Sekarang jika kita mengacu atau berkaca dengan KONDISI DASAR ALLAH SWT kepada apa-apa yang diciptakan-Nya, maka dapat dikatakan bahwa :

a.       Ciptaan itu adalah sesuatu yang hanya ada jika ia diciptakan dan jika ia tidak pernah diciptakan maka ia tidak akan pernah ada selamanya.

b.      Ciptaan itu adalah sesuatu yang tidak memiliki dan tidak mempunyai apapun juga dibandingkan dengan PENCIPTA, dan jika ciptaan itu memiliki dan mempunyai sesuatu itu karena diberikan oleh ALLAH SWT selaku PENCIPTA.   

c.       Ciptaan itu adalah sesuatu yang tidak mempunyai kekuasaan apapun juga dibandingkan dengan PENCIPTA dan jika ciptaan memiliki kekuasaan itu karena diberikan oleh ALLAH SWT selaku PENCIPTA,

d.      Ciptaan itu adalah sesuatu yang tidak akan sanggup melawan dan/atau tidak memiliki kemampuan untuk dapat mengalahkan PENCIPTA dalam hal ini adalah ALLAH SWT.

e.       Ciptaan itu adalah sesuatu yang keberadaannya hanya dijadikan sebagai obyek atau hanya sebagai mainan bagi penciptanya  dalam hal ini adalah mainan atau permaian ALLAH SWT. Dan jika ciptaan ini adalah MAINAN bagi penciptanya maka MAINAN tidak akan mungkin membuat sendiri aturan permainan untuk dirinya sendiri atau mainan tidak akan mungkin pula menjadi WASIT di dalam permainan yang dilakoninya sendiri.

f.       Ciptaan itu adalah sesuatu atau obyek yang tidak bisa berbuat sekehendak hatinya saja apalagi berbuat di tempat yang tidak dimilikinya sendiri sebab ia dan tempat itu juga sama-sama diciptakan oleh ALLAH SWT.


Jika apa-apa yang kami kemukakan di atas ini adalah KONDISI DASAR dari suatu hubungan antara CIPTAAN dengan  PENCIPTANYA, dalam hal ini adalah ALLAH SWT. Selanjutnya jika  KONDISI DASAR CIPTAAN ini kita bandingkan dengan KONDISI DASAR ALLAH SWT yang telah kami kemukakan juga di atas, apa yang harus diperbuat oleh CIPTAAN kepada PENCIPTANYA? Sebelum menjawab pertanyaan ini, akan kami kemukakan beberapa ayat yang tedapat di dalam AL-QUR'AN yang akan memberikan gambaran hubungan antara CIPTAAN dengan PENCIPTANYA.



semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hadiid (57) ayat 1)


Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
(surat Al Hajj (22) ayat 18)



Berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 1 dan surat Al Hajj (22) ayat 18 yang kami kemukakan di atas ini, diterangkan bahwa seluruh apa-apa yang ada di langit dan seluruh apa-apa yang ada di muka bumi, yang terdiri dari matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan, tanpa terkecuali melakukan SUJUD kepada ALLAH SWT dan/atau BERTASBIH kepada ALLAH SWT, dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran  ALLAH SWT; menyatakan dan mengakui akan kekuasan ALLAH SWT, menyatakan dan mengakui kemahaan       ALLAH SWT. Selanjutnya bagaimana dengan MANUSIA atau dengan DIRI KITA yang saat ini sama-sama berada di tengah-tengah langit dan bumi seperti halnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, dan tumbuhan? 


MANUSIA atau DIRI KITA sebagai MAKHLUK yang diciptakan oleh ALLAH SWT sama seperti halnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan, tentu kita tidak memiliki kekuatan dan kemampuan apapun juga dibandingkan dengan ALLAH SWT. Dan jika DIRI KITA adalah sama-sama makhluk yang diciptakan oleh ALLAH SWT, apakah DIRI KITA juga telah melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada ALLAH SWT? Selanjutnya jika DIRI KITA tidak mau melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada  ALLAH SWT, lalu apa bedanya DIRI KITA yang telah dijadikan KHALIFAH di muka bumi dibandingkan dengan matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan sedangkan  KHALIFAH itu sendiri dapat di artikan sebagai Makhluk yang Terhormat dibandingkan dengan makhluk ALLAH SWT lainnya?


Yang jelas jika kita mengacu kepada isi surat Al Hajj (22) ayat 18, hanya sebahagian saja MANUSIA yang melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada ALLAH SWT. Selanjutnya termasuk di dalam kelompok manakah DIRI KITA ini, apakah kelompok yang sujud dan bertasbih kepada ALLAH SWT atau apakah kelompok yang tidak mau sujud dan bertasbih kepada ALLAH SWT? Kami senantiasa berharap PEMBACA buku ini termasuk kelompok MANUSIA yang selalu SUJUD dan BERTASBIH kepada  ALLAH SWT. Sekarang bagaimana jika kita tidak mau sujud dan tidak mau bertasbih seperti sujud dan bertasbihnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada  ALLAH SWT, apakah ada sanksinya atau konsekuensinya? Jika kita tidak mau sujud dan bertasbih dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran ALLAH SWT, berarti MANUSIA atau DIRI KITA termasuk orang-orang yang TIDAK TAHU DIRI. 


Pembaca, jika saat ini kita ada di dunia ini, berarti keberadaan diri kita di muka bumi ini bukanlah sesuatu yang bersifat insidentil, namun keberadaan diri kita adalah bagian dari Kehendak dan Kemampuan ALLAH SWT di dalam melaksanakan Rencana Besar KEKHALIFAHAN di muka bumi. Diri Kita sebagai MAKHLUK yang diciptakan oleh ALLAH SWT berarti DIRI KITA dapat diibaratkan sebuah MAINAN bagi ALLAH SWT. MAINAN tidak akan mungkin menentukan sendiri ATURAN MAIN dalam suatu PERMAINAN. Akan tetapi PEMAIN hanyalah BONEKA-BONEKA yang harus melaksanakan dan menjalankan ATURAN PERMAINAN. Ini berarti jika DIRI KITA adalah MAINAN bagi ALLAH SWT maka DIRI KITA harus menjalankan dan melaksanakan ATURAN PERMAINAN yang telah DITETAPKAN oleh ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi. Selanjutnya jika hidup di dunia yang kita laksanakan saat ini kita artikan sebagai suatu  permainan, maka di dalam permainan yang saat ini kita jalankan, dalam hal ini kita menjalankan KEKHALIFAHAN di muka bumi, maka :

1.      Di dalam setiap permainan harus ada awalnya dan harus pula ada akhirnya.

2.      Di dalam setiap permaian maka harus ada tempat bertanding atau ada arenanya.

3.      Di dalam setiap permainan harus ada kawan dan harus pula ada lawan atau musuh sehingga dengan adanya lawan atau musuh maka akan menghasilkan suatu kemenangan atau suatu kekalahan atau ada yang menang atau ada yang kalah.

4.      Di dalam setiap permainan harus ada aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang baku untuk membedakan peserta permainan atau juga untuk menentukan siapakah pemenang dari suatu permainan. 

5.      Di dalam setiap permainan harus ada WASIT atau PENGAWAS PERTANDINGAN dalam rangka menegakkan prinsip FAIRPLAY dalam permainan. 


Selanjutnya adakah prinsip-prinsip dalam sebuah permainan yang kami kemukakan di atas ini, ada pada RENCANA BESAR KEKHALIFAHAN di muka bumi yang DICIPTAKAN oleh ALLAH SWT? ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi, juga sudah memiliki semua ketentuan yang mengatur tentang permainan di maksud, yaitu:


1.      ALLAH SWT sudah pula menentukan lamanya permainan MANUSIA atau permainan DIRI KITA saat menjadi KHALIFAH di muka bumi yaitu dimulai dari ditiupkannya  RUH sewaktu masih di dalam rahim ibu sampai dengan saat berpisahnya JASMANI dengan RUHANI atau saat tibanya AJAL manusia.

2.      ALLAH SWT telah menentukan Arena atau tempat bertandingnya MANUSIA atau DIRI KITA di dalam melaksanakan KEKHALIFAHAN di muka bumi, dalam skala kecil tempatnya di dalam diri manusia (dalam hal ini perang melawan AHWA serta memerangi SYAITAN) sedangkan dalam skala besar tempatnya ada di muka bumi ini.

3.      ALLAH SWT menetapkan MALAIKAT sebagai KAWAN bagi MANUSIA saat menjadi KHALIFAH di muka bumi dan menetapkan IBLIS/JIN/SYAITAN dan AHWA sebagai MUSUH dalam permainan yang kita lakukan. ALLAH SWT menyediakan bagi MANUSIA yang dapat mengalahkan MUSUHNYA berupa SYURGA dan memberikan NERAKA bagi MANUSIA yang gagal atau kalah.

4.      ALLAH SWT menurunkan dan menetapkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai satu-satunya ATURAN MAIN atau satu-satunya ALAT BANTU untuk membedakan PEMENANG ataupun PECUNDANG di dalam permainan KEKHALIFAHAN di muka bumi. 

5.      ALLAH SWT menetapkan DIRINYA SENDIRI sebagai WASIT ataupun PENGAWAS, PENGARAH dari permainan yang dilakukan oleh MANUSIA di muka bumi sehingga prinsip FAIRPLAY dapat terjaga dan terpelihara.


Adanya 5(lima) buah ketentuan ALLAH SWT yang mengatur tentang  permainan KEKHALIFAHAN di muka bumi, terlihat dengan jelas bahwa ALLAH SWT telah SEMPURNA di dalam mengatur KEKHALIFAHAN di muka bumi sejak mulai dalam perencanaan dan bahkan sampai dengan manusia menempati SYURGA atau NERAKA.


Sebagai PEMAIN di dalam PERMAINAN KEKHALIFAHAN di muka bumi, timbul pertanyaan yang paling mendasar bagi diri kita, yaitu mau menjadi PECUNDANGKAH atau mau menjadi PEMENANGKAH diri kita?  RASANYA tidak akan ada MANUSIA yang ingin menjadi PECUNDANG di dalam permainan KEKHALIFAHAN di muka bumi sebab HADIAH dan PENGHARGAAN yang akan diterimanya adalah NERAKA JAHANNAM. Semua MANUSIA termasuk DIRI KITA pasti ingin menjadi PEMENANG sebab akan memperoleh apa yang dinamakan dengan SYURGA sehingga dapat bertemu langsung dengan ALLAH SWT. Akan tetapi untuk menjadi PEMENANG bukanlah perkara mudah seperti membalik telapak tangan, sebab MUSUH atau LAWAN yang akan KITA hadapi adalah:


1.      MUSUH atau LAWAN yang sangat PROFESIONAL kerjanya,

2.      MUSUH atau LAWAN yang Tidak Nampak oleh Mata namun pengaruhnya sangat hebat,

3.      MUSUH atau LAWAN yang tidak pernah kenal lelah dalam rangka mengalahkan lawannya,

4.      MUSUH atau LAWAN yang dapat bergerak mengikuti delapan penjuru mata angin.

5.      MUSUH atau LAWAN yang sangat LICIN, LICIK, yang akan mempergunakan segala CARA tanpa ada batasan, apakah HALAL ataupun HARAM yang penting lawannya KALAH menjadi PECUNDANG.    
 

Selanjutnya MAMPUKAH DIRI KITA mengalahkan MUSUH atau LAWAN yang mempunyai KUALIFIKASI seperti di atas dan/atau mampukah kita mengalahkan IBLIS/JIN/SYAITAN seorang diri? RASANYA jika kita hanya seorang diri  dan/atau kita hanya mengandalkan kemampuan yang ada pada diri sendiri untuk menghadapi IBLIS/JIN/SYAITAN sangat sulit atau bahkan tidak akan mungkin kita dapat mengalahkan mereka. Apalagi di saat kita berperang melawan IBLIS/JIN/SYAITAN di dalam diri kita sendiri pun masih ada MUSUH yang tersembunyi, apakah itu? MUSUH dalam SELIMUT yang terdapat di dalam diri setiap MANUSIA adalah AHWA atau HAWA NAFSU. Untuk itu di saat kita berperang melawan IBLIS/JIN/SYAITAN, kita tidak boleh menganggap remeh, enteng dengan AHWA yang ada di dalam diri kita dan/atau kita tidak boleh mengatakan AHWA adalah  LAWAN atau MUSUH yang MUDAH dikalahkan. 


Hal ini dimungkinkan karena IBLIS/JIN/SYAITAN dapat mempergunakan AHWA sebagai kendaraan atau alat bantu untuk mengalahkan MANUSIA. Jika ini adalah KONDISI DASAR dari PERMAINAN yang sedang kita laksanakan, apakah yang harus kita perbuat? Apabila kita ingin memenangkan PERTANDINGAN melawan IBLIS/JIN/SYAITAN dan menang melawan AHWA dan/atau apabila kita ingin selalu  menjadikan diri kita sendiri sebagai  MAKHLUK yang TERHORMAT di antara makhluk ciptaan ALLAH SWT lainnya. Tidak ada jalan lain kecuali menerima, melaksanakan,  dengan sepenuh hati  AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai SATU-SATUNYA KONSEP ILAHIAH bagi diri kita tanpa harus dikurangi, tanpa harus ditambah, apalagi disesuaikan dengan kondisi apapun juga. Apabila kita mampu melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH dan/atau mampu menempatkan serta meletakkan ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi sesuai dengan KEHENDAKNYA maka kita akan mampu mengalahkan IBLIS/JIN/SYAITAN dan juga AHWA secara berbarengan. Selain daripada itu dengan adanya  AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ bagi diri kita maka hal itu akan menjadikan diri kita tetap sebagai MAKHLUK yang TERHORMAT, sebab tercermin dari perilaku kita yang selalu berperilaku TERHORMAT sehingga kitapun dapat pulang kampung secara TERHORMAT ke tempat yang TERHOMAT untuk bertemu dengan  ALLAH SWT dalam suasana yang penuh saling HORMAT MENGHORMATI. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi kondisi ini dengan sebaik-baiknya, RESIKO tanggung SENDIRI.


Selanjutnya apakah itu DIINUL ISLAM sehingga kita membutuhkannya agar dapat memenangkan pertandingan kekhalifahan di muka bumi? Untuk menjawab pertanyaan apakah itu DIINUL  ISLAM, maka kita harus mempelajari  surat An Nissa' (4) ayat 136 serta 2(dua) hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim  yang kami kemukakan di bawah ini.


Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
(surat An Nisaa' (4) ayat 136)



Ibn Umar ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Islam didirikan  di atas lima:
Percaya bahwa tiada Tuhan melainkan ALLAH, dan bahwa
Nabi Muhammad utusan ALLAH.
Mendirikan shalat.
Mengeluarkan zakat.
Hajji ke Baitullah, jika kuat perjalanannya.
Puasa bulan Ramadhan.
(HR Bukhari Muslim, Al Lulu Wal Marjan No. 9)



Dari Abu Hurairah ra. katanya:"Pada suatu hari Rasulullah SAW tampak sedang berkumpul dengan orang banyak. Sekonyong-konyong datang kepadanya seorang laki-laki, lalu dia bertanya: Ya, Rasulullah! Apakah yang dikatakan Iman?" Jawab Nabi SAW, "Iman ialah: (1) Iman dengan ALLAH; (2) Iman dengan para malaikat-Nya; (3) Iman dengan Kitab-kitab-Nya; (4) Iman akan menemui-Nya; (5) Iman dengan para Rasul-Nya; dan (6) Iman dengan berbangkit di akhirat." Dia bertanya pula, "Apakah yang dikatakan Islam?" Jawab Rasulullah SAW, "Islam ialah: (1) Menyembah ALLAH dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain-lain; (2) Menegakkan Shalat fardhu; (3) Membayar Zakat wajib; (4) Puasa Ramadhan." Tanyanya pula, "Ya Rasulullah! Apakah yang dikatakan Ikhsan?" Jawab Nabi SAW, "Menyembah ALLAH seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu". Tanyanya pula, "Bilakah terjadi hari Kiamat?" Jawab Nabi SAW, "Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang menanya. Tetapi akan kuterangkan kepadamu tanda-tandanya: (1) Apabila hamba sahaya perempuan telah melahirkan majikannya, itu adalah salah satu tandanya; (2) Apabila orang miskin yang hina dina telah menjadi pemimpin, itu juga termasuk tanda-tandanya; (3) Apabila gembala ternak yang hina, telah bermewah-mewah di gedung nan indah, itupun termasuk tanda-tandanya. Selanjutnya, ada lima perkara yang tidak seorangpun dapat mengetahuinya selain ALLAH SWT. Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat:"Sesungguhnya ALLAH, hanya Dia sajalah yang mengetahui tentang hari kiamat' dan Dialah yang menurunkan hujan, dan yang mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok; dan tiada seorangpun pula yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati; Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha mengenal." (surat Luqman ayat 34). Kemudian orang itu berlalu. Maka bersabda Rasulullah SAW, panggil orang itu kembali!" Para sahabat berusaha mencari orang itu untuk memanggilnya kembali, tetapi mereka tidak melihatnya lagi. Maka bersabda Rasulullah SAW. "Itulah Jibril. Dia datang mengajarkan Agama kepada orang banyak.
(HR Muslim No.2)



Berdasarkan 2(dua) hadits yang kami kemukakan di atas ini serta surat  An Nisaa' (4) ayat 136, AD DIIN atau DIINUL ISLAM diterangkan dan/atau  dapat dibedakan menjadi 3(tiga) buah ketentuan pokok dan/atau  AD DIIN atau DIINUL ISLAM terdiri 3(tiga) buah ketentuan induk yang terdiri dari:

A.     KETENTUAN tentang RUKUN IMAN yang terdiri dari 6 (enam) buah  ketentuan yaitu:

1)      Iman kepada ALLAH;
2)      Iman kepada para Rasul-NYA;
3)      Iman kepada para Malaikat-NYA;
4)      Iman kepada Kitab-Kitab-NYA;
5)      Iman kepada hari AKHIRAT;
6)      Iman kepada Qada; Qadar dan Taqdir.

B.     KETENTUAN tentang RUKUN ISLAM yang terdiri dari 5(lima) buah ketentuan yaitu:

  1. Percaya bahwa Tiada TUHAN melainkan ALLAH  dan bahwa NABI MUHAMMAD adalah UTUSAN ALLAH;
  2. Menegakkan Shalat fardhu;
  3. Membayar Zakat wajib;
  4. Puasa Ramadhan.
  5. Haji, jika mampu.

C.   KETENTUAN tentang IKHSAN, yaitu "Menyembah ALLAH seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu".

Selanjutnya apa yang disebut dengan RUKUN dan apa yang harus kita perbuat dengan RUKUN-RUKUN itu ? RUKUN dapat di artikan sebuah rangkaian ketentuan yang harus di taati dan dilaksanakan serta dijalankan oleh setiap orang dengan kesadaran penuh  dalam satu rangkaian yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lainnya. Sebagai contoh, kita tidak dapat hanya BERIMAN kepada ALLAH SWT saja sewaktu melaksanakan RUKUN IMAN dengan mengabaikan dan/atau meniadakan IMAN kepada yang lainnya atau sebaliknya. Jika kita ingin melaksanakan RUKUN IMAN maka kita wajib melaksanakan dan menjalankan RUKUN IMAN yang ENAM dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan dengan ketentuan yang lainnya. 



Hal yang sama juga berlaku dengan ketentuan RUKUN ISLAM, kita tidak diperkenankan hanya berSHAHADAT saja tetapi tidak mendirikan shalat, tidak menunanaikan zakat, tidak puasa dan tidak berhaji jika mampu. Akan tetapi jika kita sudah berSHAHADAT maka kita wajib melaksanakan seluruh ketentuan RUKUN ISLAM lainnya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkkan. Jika ini adalah ketentuan daripada RUKUN, selanjutnya bagaimana dengan ketentuan DIINUL ISLAM? Ketentuan RUKUN juga berlaku pada DIINUL ISLAM, yaitu kita wajib mentaati dan melaksanakan serta menjalankan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan rukun dengan ketentuan rukun yang lainnya. Contohnya kita tidak diperkenankan hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja dengan mengabaikan sebahagian atau secara keseluruhan RUKUN ISLAM dan IKHSAN atau sebaliknya, akan tetapi jika kita sudah menyatakan dan melaksanakan RUKUN IMAN maka kitapun wajib melaksanakan dan menjalankan RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika kita hanya melaksanakan hanya salah satu RUKUN saja atau hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja, hal ini seperti  kita memakai celana tapi tidak memakai baju dan/atau memakai baju tetapi tidak memakai celana. Ini berarti bahwa ketentuan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN merupakan satu kesatuan intergral yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.  


Hal yang harus kita jadikan pengetahuan secara mantap tentang AD DIIN adalah AD DIIN sebagai sebuah KONSEP yang berasal dari ALLAH SWT, tentu konsep ini harus bisa mencerminkan pula pemilik dari konsep itu sendiri. Jika  AD DIIN atau DIINUL ISLAM hanya dipandang sebgai sebuah AGAMA SEMATA, tentu hal ini tidak akan dapat mencerminkan KEBESARAN  dan KEMAHAAN dari pemilik konsep itu sendiri  dalam hal ini  ALLAH SWT. Apalagi jika AD DIIN atau DIINUL ISLAM hanya dimaknai atau diartikan hanya sebatas SYURGA dan NERAKA atau sebatas PAHALA dan DOSA, atau sebatas HALAL dan HARAM, atau sebatas KAFIR dan TAAT, atau sebatas SHAHADAT dan PUASA, atau sebatas SHALAT dan ZAKAT, atau sebatas HAJI, atau sebatas RUKUN IMAN, dan IKHSAN saja, hal ini bukannya salah akan tetapi AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai  KONSEP ILAHIAH bukan berarti sekedar itu semata akan tetapi lebih dari itu semua. AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang diciptakan dari FITRAH ALLAH SWT tentu harus dan wajib mencerminkan KEMAHAAN   ALLAH SWT di dalamnya. Ini berarti jika kita berpedoman kepada apa-apa yang kami kemukakan di atas ini, seolah-olah ALLAH SWT hanya sebatas itu saja kemahaan dan kehebatan yang dimiliki-Nya dan jika kita tetap  berpedoman dan/atau tetap berpandangan bahwa AD DIIN atau DIINUL ISLAM hanya itu semata, maka kita sendirilah yang telah menutup diri atau telah membatasi diri dengan arti dan makna dari sebuah konsep yang berasal dari ALLAH SWT sebagai sebuah TUNTUNAN dan PEDOMAN bagi keselamatan diri kita  di muka bumi. Untuk itu jangan salahkan  ALLAH SWT jika kita hanya memperoleh dan mendapatkan apa-apa yang telah kita persepsikan dan sangkakan kepada  AD DIIN atau DIINUL ISLAM.



Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah padanya akan menyangka apa saja kepada-Ku.
(HQR Muslim dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu Hurairah ra: 272: 67)



Watsilah bin Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu menurutkan sangkaan hamba-Ku terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku maka ia dapat dari padaku apa yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka kepada-Ku, maka ia dapat apa yang ia sangka dari pada-Ku.
(HQR Atthabarani dan Ibn Hibban; 272:71)



Untuk dapat memperoleh makna dan arti AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT, jangan pernah berprasangka seperti yang kami sebutkan di atas. Akan tetapi kita wajib meletakkan dan menempatkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai cerminan dari kebesaran  dan kemahaan ALLAH  SWT itu sendiri, sehingga kita akan dapat memperoleh apa-apa yang terkandung di dalam AD DIIN atau DIINUL ISLAM sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT atau sesuai dengan KEBESARAN ALLAH SWT. Apabila kita berbuat dan/atau mempersepsikan dan/atau menilai AD DIIN atau DIINUL ISLAM hanya berdasarkan prasangka yang dangkal, maka tidak bedanya kita seperti "katak di dalam tempurung". Untuk itu Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas, kiranya dapat di jadikan pedoman bagi diri kita UNTUK TIDAK bersikap dan tidak memandang sempit AD DIIN atau DIINUL ISLAM hanya sebatas RITUAL BELAKA seperti kita menganggap AD DIIN hanya sebatas PAHALA dan DOSA atau sebatas SYURGA dan NERAKA atau sebatas HALAL dan HARAM semata. Akan tetapi kita harus keluar dari pengertian itu semua, sebab jika kita terus berprinsip seperti itu maka yang akan kita peroleh dari AD DIIN atau DIINUL ISLAMpun hanya sebatas itu pula. Sedangkan telah kita ketahui bersama  bahwa  ALLAH SWT lebih dari sekadar itu semua sebab ALLAH SWT adalah segala-galanya. ALLAH SWT memang memberikan kebebasan kepada umat manusia atau kepada KHALIFAHNYA untuk berprasangka kepada-Nya, apakah itu prasangka baik ataupun prasangka buruk, atau apakah itu prasangka sempit ataupun prasangka yang mendalam. Adanya prasangka atau penilaian yang diberikan manusia kepada  AD DIIN atau DIINUL ISLAM, maka dari sinilah  ALLAH SWT memulai penilaian kepada manusia. Semakin baik dan semakin tinggi manusia  menilai atau berprasangka kepada  ALLAH SWT atau semakin tinggi manusia  berprasangka terhadap AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka akan semakin tinggi dan semakin baik pula yang akan diberikan ALLAH SWT kepada manusia. Berikut ini akan kami kemukakan sebuah Hadits Qudsi yang memperlihatkan bagaimanakah             ALLAH SWT bersikap kepada hamba-Nya yang selalu ingat kepada-Nya.



Anas ra. berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Wahai Anak Adam! Jika ingat kepada-Ku dalam dirimu, Akupun ingat kepadamu dalam diri-Ku dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam himpunan orang, akan Aku ingat kepadamu dalam himpunan yang lebih baik dari himpunanmu. Jika engkau mendekati-Ku sejengkal, Aku mendekatimu sedepa, bila engkau mendekati-Ku sedepa Aku dekati engkau sehasta. Dan bila engkau dating kepada-Ku berjalan , Aku akan datang kepadamu berlari.
(HQR Ahmad dan Abd. Bin Hamid; 272:185)



ALLAH SWT akan bersikap melebihi apa yang diperbuat oleh hambanya jika hambanya melakukan penilaian ataupun berprasangka atau mempunyai perbuatan yang  bersifat POSITIF POINT kepada                ALLAH SWT. Akan tetapi ALLAH SWT tidak melakukan sesuatu yang  melebihi jika hambanya berbuat negatif atau berseberangan dengan  ALLAH SWT.  ALLAH SWT hanya membalas sebatas penilaian atau prasangka yang dikemukakan oleh hamba-Nya tersebut. Disinilah ALLAH SWT menunjukkan kasih sayang-Nya kepada MANUSIA yang dijadikannya KHALIFAH di muka bumi.


Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika ALLAH SWT hanya bersikap apa adanya kepada diri kita atau bahkan ALLAH SWT tidak bersikap sama sekali kepada kita atau ALLAH SWT justru mengacuhkan diri kita, hal ini disebabkan   ALLAH SWT berbuat sesuai dengan apa yang kita perbuat. Akan tetapi jika kita ingin memperoleh sesuatu yang melebihi dari yang kita perbuat maka  bersikaplah sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh  ALLAH SWT selaku pemilik, pencipta dari langit dan bumi termasuk di dalamnya  AD DIIN atau DIINUL ISLAM. Jika saat ini   ALLAH SWT telah menurunkan DIINUL ISLAM kepada diri kita dalam rangka mensukseskan KEKHALIFAHAN di muka bumi, terimalah, letakkan, tempatkan, DIINUL ISLAM itu sesuai dengan KEMAHAAN  ALLAH SWT dan jangan pernah memberikan penilaian, persepsi, anggapan, seperti  KATAK DALAM TEMPURUNG untuk  AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebab baik dan buruknya PENILAIAN ALLAH SWT kepada diri kita dimulai dari apa yang kita lakukan kepada apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT.


Pembaca mari pelajari DIINUL ISLAM secara lebih terperinci lagi yaitu dengan mempelajari RUKUN IMAN yang terdiri dari 6 (enam) ketentuan  secara satu per satu, yaitu: IMAN kepada ALLAH SWT; IMAN kepada RASUL; IMAN kepada KITAB; IMAN kepada MALAIKAT; IMAN kepada HARI AKHIR; IMAN kepada QHADA, QADAR dan TAQDIR. Dan kami berharap buku  ini dapat menjadi NUANSA BARU bagi pemurnian, pemantapan serta peningkatan Aqidah Islam  bagi pembaca, keluarga, anak dan keturunan yang merupakan proses REGENERASI KEKHALIFAHAN di muka bumi ini sehingga dapat menghantarkan atau dapat menjadi MODAL AWAL bagi pembentukan MASYARAKAT DAN NEGERI yang MADANI di INDONESIA yang kita cintai ini. Amien Ya Rabbal Alamien.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar