Sebelum membahas tentang RUKUN IMAN, perkenankan kami untuk
mengemukakan terlebih dahulu tentang DALIL AQLI dan DALIL NAQLI yang berlaku
umum. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa untuk mempelajari sesuatu hal,
dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menggunakan 2(dua) buah pendekatan,
yaitu dengan menggunakan pendekatan
Dalil Aqli dan juga Dalil Naqli. Selanjutnya apakah itu Dalil Aqli dan Dalil
Naqli? Dalil Aqli adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan/atau hasil penelahaan
yang dilakukan oleh manusia di dalam menilai dan mempelajari sesuatu hal dengan
mempergunakan Akal Sehat yang ada di dalam diri manusia, dalam hal ini hanya
mengandalkan Panca Indera ditambah dengan kemampuan AMANAH 7 yang telah ada di
dalam diri kita masing-masing.
Selanjutnya jika kita mempergunakan Dalil Aqli
untuk mempelajari atau menilai sesuatu hal maka kita akan memperoleh hasil dari
penggunaan Dalil Aqli yaitu 3(tiga) buah
ketentuan, yaitu: Mustahil diakal; Jais
atau Bisa Ya, Bisa Tidak; Dapat di terima oleh Akal Sehat. Sedangkan Dalil
Naqli adalah keterangan atau penjelasan yang dapat dipergunakan oleh manusia
yang berasal dari ketentuan di luar ketentuan dari Dalil Aqli. Selanjutnya
timbul pertanyaan, ketentuan apakah yang harus kita pergunakan jika kita ingin
mempergunakan Dalil Naqli di dalam mempelajari AD DIIN atau DIINUL ISLAM
dan/atau untuk mempelajari ALLAH SWT? Umat ISLAM hanya mempunyai 2(dua) buah
sumber hukum yang harus dipergunakan di dalam mempergunakan Dalil Naqli yaitu
AL-QUR'AN dan HADITS.
Sebagaimana
telah kita ketahui dan yakini bersama bahwa adanya sesuatu Tidak Mungkin ada
dengan sendirinya. Sesuatu ada karena
ada yang mengadakan atau ada yang menciptakan. Selanjutnya jika sesuatu itu ada
karena ada yang mengadakan, pasti yang mengadakan harus lebih dahulu ada
sebelum sesuatu itu ada atau pencipta harus lebih dahulu ada dibandingkan
dengan yang diciptakan. Inilah sebuah ketentuan yang wajib menurut Dalil Aqli
yaitu MUSTAHIL di akal sesuatu ada jika tidak ada yang mengadakan dan/atau MUSTAHIL di akal jika yang diciptakan lebih
dahulu ada daripada yang menciptakan.
Sekarang langit dan bumi beserta isinya
sudah ada sebelum diri kita dilahirkan dan ini berarti yang menciptakan atau
yang mengadakan langit dan bumi harus ada sebelum langit dan bumi beserta
isinya ada. Selanjutnya berdasarkan Dalil Aqli keberadaan langit dan bumi
beserta isinya Tidak Mungkin Jais yaitu Bisa Ya Bisa Tidak keberadaannya.
Sekarang bagaimana dengan keberadaan manusia di muka bumi? Jika sekarang
MANUSIA itu ada di muka bumi, maka manusia juga pasti ada yang menciptakan dan
yang menciptakan MANUSIA juga pasti harus terlebih dahulu ada sebelum MANUSIA
itu ada.
Selanjutnya untuk menciptakan sesuatu atau mengadakan sesuatu atau menghasilkan sesuatu, pasti dimulai dari adanya sesuatu KEHENDAK yang harus diiringi atau diimbangi dengan KEMAMPUAN untuk menciptakan sesuatu. KEHENDAK jika tanpa diiringi dan tanpa disertai dengan KEMAMPUAN menurut Dalil Aqli berarti hanya angan-angan belaka. Selanjutnya jika sesuatu itu ada karena ada yang menciptakan, maka yang menciptakan pasti mempunyai KEHENDAK yang diiringi dengan KEMAMPUAN. Selanjutnya jika sekarang langit dan bumi beserta segala isinya itu ada, dapat dipastikan bahwa yang menciptakan langit dan bumi juga pasti mempunyai KEHENDAK yang di iringi dengan KEMAMPUAN yang sangat HEBAT. Jika sekarang MANUSIA juga ada di muka bumi, maka yang menciptakan MANUSIA pasti mempunyai pula KEHENDAK yang diiringi dengan KEMAMPUAN yang sama-sama HEBAT.
Selanjutnya untuk menciptakan sesuatu atau mengadakan sesuatu atau menghasilkan sesuatu, pasti dimulai dari adanya sesuatu KEHENDAK yang harus diiringi atau diimbangi dengan KEMAMPUAN untuk menciptakan sesuatu. KEHENDAK jika tanpa diiringi dan tanpa disertai dengan KEMAMPUAN menurut Dalil Aqli berarti hanya angan-angan belaka. Selanjutnya jika sesuatu itu ada karena ada yang menciptakan, maka yang menciptakan pasti mempunyai KEHENDAK yang diiringi dengan KEMAMPUAN. Selanjutnya jika sekarang langit dan bumi beserta segala isinya itu ada, dapat dipastikan bahwa yang menciptakan langit dan bumi juga pasti mempunyai KEHENDAK yang di iringi dengan KEMAMPUAN yang sangat HEBAT. Jika sekarang MANUSIA juga ada di muka bumi, maka yang menciptakan MANUSIA pasti mempunyai pula KEHENDAK yang diiringi dengan KEMAMPUAN yang sama-sama HEBAT.
Timbul pertanyaan, siapakah yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya
termasuk menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi, apakah mungkin manusia yang
menciptakan, apakah mungkin Malaikat yang menciptakan, apakah mungkin tumbuhan
dan hewan yang menciptakan, atau apakah mungkin IBLIS/JIN/SYAITAN yang
menciptakan? Berdasarkan Dalil Aqli mustahil di akal manusia, Malaikat, tumbuhan, binatang,
IBLIS/JIN/SYAITAN mampu menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya.
Selanjutnya apabila berdasarkan Dalil Aqli sudah menyatakan Mustahil, maka yang mampu dan yang sanggup menciptakan
langit dan bumi beserta isinya pasti di luar Manusia, pasti di luar Malaikat,
pasti di luar Tumbuhan, pasti di luar Binatang, pasti di luar
IBLIS/JIN/SYAITAN. Jadi, siapakah yang
mampu menciptakan? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kita harus mempergunakan Dalil Naqli untuk menjawabnya.
Dalil Naqli yang berlaku bagi UMAT ISLAM adalah Al-Qur'an dan Al Hadits. Untuk menjawab
pertanyaan di atas, mari kita lihat dan pelajari Al-Qur'an dan Hadits yang akan
kami kemukakan di bawah ini.
Berdasarkan
surat Fushshilat (41) ayat 11-12 dan surat As Sajdah (32) ayat 4 serta Hadits yang
diriwayatkan oleh At Tarmidzi, maka kita dapat mengetahui dengan pasti siapakah
PENCIPTA dari langit dan bumi beserta isinya. PENCIPTA dari langit dan bumi
beserta segala isinya adalah ALLAH SWT.
kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua
masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit
yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.
(surat Fushshilat (41) ayat 11-12)
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?
(surat As Sajdah (32)
ayat 4)
[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat
Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan
sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang
lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi
orang-orang kafir.
Sabda Nabi Muhammad SAW: “Ketika ALLAH menciptakan bumi terjadilah goncangan dan getaran-getaran, maka ALLAH ciptakan gunung-gunung hingga bumi menjadi tenang dan tetap. Malaikat kagum atas kehebatan gunung-gunung itu, mereka bertanya: “Tuhan kami, adakah Engkau ciptakan satu ciptaan yang lebih hebat dari gunung-gunung itu?” Firman Allah: “Ada yaitu Besi”. Adakah yang lebih hebat dari Besi? “ Ada Api” Adakah yang lebih hebat dari Api? Ada! Yaitu Air, yang lebih hebat dari semua itu ialah ANAK ADAM yang bersedekah tangan kanannya lalu sembunyikan dari tangan kirinya.
(HR At Tarmidzi)
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui."
(surat Al
Baqarah (2) ayat 30)
Selanjutnya
siapakah yang menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi atau yang menciptakan
MANUSIA? Jika kita mempergunakan Dalil Aqli untuk menjawab pertanyaan ini, maka
hasilnya MUSTAHIL DI AKAL jika MANUSIA diciptakan oleh HEWAN, TUMBUHAN,
IBLIS/JIN/SYAITAN, MALAIKAT, atau MANUSIA diciptakan oleh MANUSIA juga.
Berdasarkan Dalil Naqli yang terdapat pada surat Al Baqarah (2) ayat 30 yang menciptakan
Manusia dan/atau yang menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi adalah ALLAH SWT.
Sekarang jika ALLAH SWT adalah PENCIPTA dari langit dan bumi beserta segala
isinya dan juga PENCIPTA KEKHALIFAHAN di
muka bumi. Ini berarti bahwa:
1. ALLAH SWT sebagai PENCIPTA pasti harus ada terlebih dahulu sebelum langit dan bumi diciptakan atau sebelum KEKHALIFAHAN di muka bumi diciptakan sebab MUSTAHIL DI AKAL jika CIPTAAN ada terlebih dahulu dibandingkan dengan PENCIPTANYA.
2. ALLAH SWT pasti memiliki KEHENDAK yang HEBAT yang diiringi dengan KEMAMPUAN yang HEBAT pula sebab MUSTAHIL DI AKAL jika ALLAH SWT tidak memiliki KEHENDAK yang tidak diiringi dengan KEMAMPUAN yang sama-sama HEBAT untuk menciptakan segala sesuatu (ingat, jika KEHENDAK tanpa KEMAMPUAN artinya hanya angan-angan).
3. ALLAH SWT pasti sudah memikirkan dan mempersiapkan segala kebutuhan bagi kepentingan seluruh ciptaan-Nya sepanjang ciptaan itu ada di antara langit dan bumi.
4. ALLAH SWT pasti sudah mempunyai sarana dan prasarana baik langsung maupun tidak langsung untuk kebutuhan makhluk yang diciptakannya di antara langit dan bumi tanpa terkecuali.
5. ALLAH SWT pasti akan memelihara, menjaga, merawat apa-apa yang telah diciptakan-Nya sebagai perwujudan TANGGUNG JAWAB ALLAH SWT selaku PENCIPTA.
Hal yang perlu kita garis bawahi di dalam mempergunakan Dalil Aqli sewaktu mempelajari penciptaan langit dan bumi beserta segala isinya termasuk di dalamnya tentang penciptaan KEKHALIFAHAN di muka bumi, TIDAK MUNGKIN menghasilkan atau TIDAK MUNGKIN memberikan jawaban yang bersifat JAIS, yaitu BISA YA dan BISA TIDAK. Maksudnya keberadaan langit dan bumi bisa diciptakan dan juga bisa tidak diciptakan oleh ALLAH SWT. Hal ini disebabkan langit dan bumi beserta KEKHALIFAHAN yang ada di muka bumi, tidak akan mungkin ada dengan sendirinya.
Sekarang ada sebuah pertanyaan lainnya, dimanakah letak dari KEHENDAK dan KEMAMPUAN yang dimiliki oleh ALLAH SWT sebelum ALLAH SWT menciptakan langit dan bumi beserta isinya dan/atau sebelum menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi? KEHENDAK dan KEMAMPUAN yang dimiliki oleh ALLAH SWT sebelum menciptakan segala sesuatu tentu ada pada ALLAH SWT itu sendiri yaitu masih terletak di dalam ILMU ALLAH SWT. Dan jika ini adalah kondisinya maka dapat dikatakan bahwa ALLAH SWT juga INISIATOR dari langit dan bumi beserta isinya termasuk juga INISIATOR dari KEKHALIFAHAN di muka bumi sebab seluruh konsep ataupun seluruh teori-teori yang menyangkut tentang apa-apa yang akan diciptakan ada pada ILMU ALLAH SWT itu sendiri.
Pembaca,
kita sudah mengetahui dengan pasti baik melalui Dalil Aqli maupun Dalil Naqli
bahwa ALLAH SWT adalah Inisiator dan Pencipta dari langit dan bumi beserta
segala isinya termasuk di dalamnya Inisiator dan Pencipta dari KEKHALIFAHAN di
muka bumi. Selanjutnya timbul pertanyaan baru yang lainnya, apakah Inisiator
dan Pencipta sesuatu itu juga adalah Pemilik dari sesuatu yang diciptakannya?
Berdasarkan Dalil Aqli inisiator dan pencipta pertama dari sesuatu adalah
pemilik dari sesuatu itu, sebab tidak akan mungkin sesuatu ada tanpa ada yang
menjadi inisiatornya, tanpa ada yang memiliki konsep-konsepnya dan juga tanpa
ada yang menciptakannya. Dengan demikian Inisiator dan Pencipta dan Pencipta
dapat dikatakan adalah PEMILIK dari sesuatu yang diciptakannya. Sekarang
bagaimana dengan langit dan bumi beserta isinya termasuk di dalamnya
KEKHALIFAHAN di muka bumi?
Jika
kita merujuk keterangan di atas ini, maka ALLAH SWT selain sebagai INISIATOR
dan PENCIPTA dari langit dan bumi, ALLAH SWT juga adalah PEMILIK dari langit
dan bumi. Untuk itu lihatlah langit dan bumi beserta isinya, apakah ada yang
sanggup mengalahkan ALLAH SWT di dalam menciptakan itu semua atau adakah
makhluk selain ALLAH SWT yang sanggup menciptakan KEKHALIFAHAN di muka bumi
dengan mengawal dan menjaga KEKHALIFAHAN
sejak diciptakan sampai dengan KHALIFAH pulang kampung ke Syurga atau ke
Neraka? Jika jawaban dari pertanyaan di atas, tidak ada yang mampu, maka jelas
sudah ALLAH SWT merangkap secara
keseluruhan yaitu ALLAH SWT tidak hanya Inisiator, akan tetapi juga Pencipta
dan juga Pemilik dari semuanya. Sekarang mari kita lihat Dalil Naqli yang
menerangkan bahwa ALLAH SWT adalah Pemilik dari itu semua.
ketahuilah Sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui Keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. dan Allah Maha mengehui segala sesuatu.
(surat An
Nuur (24) ayat 64)
Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas ini baik yang mempergunakan Dalil Aqli maupun Dalil Naqli, tidak dapat dipungkiri lagi dan bahkan harus dijadikan KEIMANAN bagi diri kita bahwa ALLAH SWT adalah Inisiator yang sekaligus juga Pencipta dan Pemilik dari langit dan bumi beserta segala isinya. Dan ALLAH SWT juga adalah Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari KEKHALIFAHAN di muka bumi. Sekarang bagaimana dengan diri kita, apakah keberadaan diri kita di dunia ini datang dengan tiba-tiba atau ada dengan sendirinya?
Allah-lah yang memiliki segala apa yang
di langit dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan
yang sangat pedih,
(surat
Ibrahim (14) ayat 2)
kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan
bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(surat Al Hadiid (57) ayat 2)
Jika
kita mengacu kepada Rencana Besar ALLAH SWT tentang KEKHALIFAHAN di muka bumi,
maka keberadaan diri kita tidak akan bisa dilepaskan dengan Kehendak dan
Kemampuan ALLAH SWT. Selanjutnya jika diri kita saat ini ada di dunia dan
sedang melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi berarti diri kita juga
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Kehendak dan kemampuan ALLAH SWT
di dalam menciptakan segala sesuatu yang ada di alam raya ini tanpa terkecuali.
Selanjutnya mari kita pelajari secara lebih mendalam lagi tentang ALLAH SWT
sebagai Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari segala sesuatu yang ada di alam
semesta ini. Dan apabila hal-hal yang telah kami kemukakan di atas kami jadikan
asumsi dasar, di dalam menilai suatu hubungan antara Pencipta dan Ciptaan-Nya
maka kita akan mendapatkan adanya 2(dua) buah hubungan yang melibatkan antara
Pencipta dengan Ciptaan secara timbal balik, yaitu:
1. Adanya hubungan antara PENCIPTA dengan CIPTAAN.
Dalam hal ini adalah hubungan antara ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan juga PEMILIK dengan apa-apa yang telah diciptakan-Nya dan dengan apa-apa yang telah dimiliki-Nya seperti langit dan bumi beserta isinya dan/atau hubungan antara ALLAH SWT dengan manusia yang dijadikannya KHALIFAH. Sebagaimana kita ketahui bersama setiap Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari sesuatu hal pasti mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan dengan apa-apa yang telah diciptakannya atau yang dimilikinya. Hal yang sama juga berlaku dengan ALLAH SWT kepada seluruh ciptaannya, dalam hal ini ALLAH SWT kepada langit dan bumi beserta isinya dan/atau ALLAH SWT kepada manusia yang dijadikannya KHALIFAH di muka bumi, termasuk juga ALLAH SWT kepada Jin/Iblis/Syaitan serta kepada Malaikat. Adanya hubungan yang seperti ini maka dapat dikatakan bahwa:
a. ALLAH
SWT pasti yang MAHA TAHU dan yang MAHA AHLI atas langit dan bumi beserta
isinya; ALLAH SWT juga yang MAHA TAHU dan MAHA AHLI atas kekhalifahan di muka bumi, termasuk juga yang
MAHA TAHU dan MAHA AHLI terhadap Jin/Iblis/Syaitan serta yang MAHA TAHU dan
MAHA AHLI atas Malaikat. Sehingga dapat dikatakan bahwa ALLAH SWT pasti
memiliki Ilmu dan Pengetahuan atas apa-apa yang diciptakan-Nya dan atas apa-apa
yang dimiliki-Nya.
b. ALLAH SWT pasti memiliki Kehendak dan Kemampuan atau ALLAH SWT memiliki sifat QUDRAT dan IRADAT yang sama-sama HEBAT sebab jika suatu KEHENDAK tanpa dibarengi dengan KEMAMPUAN di dalam menciptakan sesuatu berarti hanya angan-angan belaka.
c. ALLAH SWT pasti memiliki KEMAHAAN atau KEKUATAN atau KEMAMPUAN atau KEKUASAAN yang lebih dibandingkan dengan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh makhluk yang diciptakan-Nya.
d. ALLAH SWT pasti lebih Berkuasa dibandingkan dengan kekuasaan dari apa-apa yang diciptakan-Nya sehingga dengan demikian EKSISTENSI keberadaan ALLAH SWT selaku Pemilik dan Pencipta dapat dilihat, dapat dibedakan, dapat dinilai dengan sangat jelas di mata apa-apa yang diciptakan-Nya.
e. ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik dapat dipastikan akan memelihara, akan menjaga, akan mengawasi, akan mengontrol, akan mengayomi, akan memberikan pertolongan kepada seluruh ciptaan-Nya. Hal ini untuk membuktikan ALLAH SWT adalah MAHA BERTANGGUNG JAWAB serta untuk menunjukkan EKSISTENSI ALLAH SWT di mata ciptaan-Nya.
f. ALLAH SWT pasti akan memberikan SANKSI atau TEGURAN atau ANCAMAN kepada siapapun juga yang melecehkan ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari alam semesta ini dan ALLAH SWT akan memberikan pula SANKSI atau TEGURAN, ANCAMAN kepada siapapun yang akan merusak atas apa-apa yang dimiliki oleh ALLAH SWT.
g. ALLAH SWT pasti akan senang kepada ciptaan-Nya yang mau menjaga dan mau memelihara segala sesuatu yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Dan juga ALLAH SWT pasti akan senang kepada ciptaan-Nya yang dapat menempatkan, dapat meletakkan dan dapat memposisikan ALLAH SWT sesuai dengan keadaan ALLAH SWT yang sebenarnya, dalam hal ini menempatkan ALLAH SWT selaku Inisiator, Pencipta dan Pemilik.
h. ALLAH SWT pasti sudah memikirkan dan mempersiapkan segala kebutuhan untuk kepentingan seluruh apa-apa yang diciptakannya sepanjang ciptaan itu ada di antara langit dan bumi sehingga dapat dikatakan ALLAH SWT pasti sudah mempunyai sarana dan prasarana baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan makhluk yang diciptakannya di antara langit dan bumi tanpa terkecuali. Untuk itu lihatlah apa yang ALLAH SWT lakukan kepada manusia sejak mulai diciptakan sampai dengan hari kiamat nanti, berapa banyak udara dan air yang telah diciptakan oleh ALLAH SWT?
Pembaca, jika hal yang kami sebutkan di atas ini adalah KONDISI DASAR ALLAH SWT kepada seluruh CIPTAANNYA tanpa terkecuali. Selanjutnya jika ALLAH SWT melakukan, membuat, menetapkan, memberlakukan, hal-hal yang akan kami kemukakan di bawah ini, seperti :
a. ALLAH SWT menetapkan dan memberlakukan adanya Ketentuan-Ketentuan atau adanya Undang-undang atau adanya Hukum-Hukum mengenai QHADA, QADAR dan TAQDIR harus berlaku di alam semesta ini dan/atau
b. ALLAH SWT membuat GARIS-GARIS BESAR HALUAN ILAHIAH dengan menetapkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM menjadi AGAMA yang HAQ sehingga harus dipatuhi atau di taati oleh KHALIFAHNYA dan/atau
c. ALLAH SWT menunjukkan EKSISTENSINYA kepada seluruh ciptaannya dengan menetapkan LARANGAN, PERINTAH, JANJI, ANCAMAN, kepada seluruh ciptaan-Nya dan/atau
d. ALLAH SWT membuat, menetapkan dan menjalankan sebuah MANAGEMENT SYSTEM yang sangat terintegrasi di LAUH MAHFUZH di dalam mengelola, menjaga, mengawasi, merawat seluruh ciptaan-Nya dan/atau
e. ALLAH SWT mempunyai KEKUASAAN MUTLAK atas seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi.
Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan dalam point a sampai dengan point e di atas ini, timbul pertanyaan,
1.
patut dan pantaskah ALLAH SWT menerapkan itu
semua, atau
2.
pantas dan patutkah ALLAH SWT memberlakukan itu
semua, atau
3.
wajarkah ALLAH SWT melakukan hal-hal yang kami
kemukakan di atas ini, atau
4.
apakah memang harus itu yang dilakukan oleh ALLAH
SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK
dari langit dan bumi beserta isinya?
ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK
tentu WAJIB dan HARUS melakukan, memiliki, membuat, menetapkan, mempunyai,
memperlihatkan, menunjukkan apapun juga dalam rangka menunjukkan bahwa ALLAH SWT adalah segala-galanya, sehingga
apa-apa yang kami sebutkan dalam point a sampai dengan point e di atas MUTLAK
MILIK ALLAH SWT semata. Selanjutnya sampai kapankah KEMUTLAKAN yang DIMILIKI
oleh ALLAH SWT kepada seluruh
ciptaan-Nya itu atau sampai kapankah masa berlakunya hubungan ALLAH SWT dengan
seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi? Di dalam kehidupan
sehari-hari, biasanya kita akan melindungi, merawat, memelihara, menjaga
apa-apa yang kita miliki dengan sekuat tenaga sampai hayat dikandung badan. Ini
berarti kemampuan untuk melindungi dan menjaga hak kepemilikan dari seorang
manusia mempunyai batas tertentu yaitu hanya sampai dengan HAYAT DI KANDUNG
BADAN.
Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT yang akan KEKAL SELAMANYA dan yang tidak akan mungkin musnah oleh sebab apapun juga? Jika ini adalah kondisi ALLAH SWT maka KEMUTLAKAN yang DIMILIKI oleh ALLAH SWT kepada seluruh ciptaan-Nya itu akan tetap KEKAL SELAMANYA sesuai dengan kondisi ALLAH SWT dan/atau hubungan ALLAH SWT dengan seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi sesuai dengan KEKEKALAN yang dimiliki-Nya. Yang sering menjadi persoalan saat ini adalah TAHUKAH, YAKINKAH, anda semua dengan KEMUTLAKAN yang dimiliki oleh ALLAH SWT? Selama ini kita hanya telah mengetahui itu semua akan tetapi keyakinan belum tumbuh di dalam diri dan yang lebih parah lagi kita tidak mau mempercayai itu semua.
Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT yang akan KEKAL SELAMANYA dan yang tidak akan mungkin musnah oleh sebab apapun juga? Jika ini adalah kondisi ALLAH SWT maka KEMUTLAKAN yang DIMILIKI oleh ALLAH SWT kepada seluruh ciptaan-Nya itu akan tetap KEKAL SELAMANYA sesuai dengan kondisi ALLAH SWT dan/atau hubungan ALLAH SWT dengan seluruh ciptaan-Nya yang ada di langit dan di bumi sesuai dengan KEKEKALAN yang dimiliki-Nya. Yang sering menjadi persoalan saat ini adalah TAHUKAH, YAKINKAH, anda semua dengan KEMUTLAKAN yang dimiliki oleh ALLAH SWT? Selama ini kita hanya telah mengetahui itu semua akan tetapi keyakinan belum tumbuh di dalam diri dan yang lebih parah lagi kita tidak mau mempercayai itu semua.
2. Adanya hubungan antara
CIPTAAN dengan PENCIPTA.
Dalam hal ini adalah hubungan antara langit dan bumi beserta isinya termasuk hubungan manusia dengan ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan juga PEMILIK dari CIPTAAN itu sendiri.
Sekarang
jika kita mengacu atau berkaca dengan KONDISI DASAR ALLAH SWT kepada apa-apa
yang diciptakan-Nya, maka dapat dikatakan bahwa :
a. Ciptaan
itu adalah sesuatu yang hanya ada jika ia diciptakan dan jika ia tidak pernah
diciptakan maka ia tidak akan pernah ada selamanya.
b. Ciptaan itu adalah sesuatu yang tidak memiliki dan tidak mempunyai apapun juga dibandingkan dengan PENCIPTA, dan jika ciptaan itu memiliki dan mempunyai sesuatu itu karena diberikan oleh ALLAH SWT selaku PENCIPTA.
c. Ciptaan itu adalah sesuatu yang tidak mempunyai kekuasaan apapun juga dibandingkan dengan PENCIPTA dan jika ciptaan memiliki kekuasaan itu karena diberikan oleh ALLAH SWT selaku PENCIPTA,
d. Ciptaan itu adalah sesuatu yang tidak akan sanggup melawan dan/atau tidak memiliki kemampuan untuk dapat mengalahkan PENCIPTA dalam hal ini adalah ALLAH SWT.
e. Ciptaan itu adalah sesuatu yang keberadaannya hanya dijadikan sebagai obyek atau hanya sebagai mainan bagi penciptanya dalam hal ini adalah mainan atau permaian ALLAH SWT. Dan jika ciptaan ini adalah MAINAN bagi penciptanya maka MAINAN tidak akan mungkin membuat sendiri aturan permainan untuk dirinya sendiri atau mainan tidak akan mungkin pula menjadi WASIT di dalam permainan yang dilakoninya sendiri.
f. Ciptaan itu adalah sesuatu atau obyek yang tidak bisa berbuat sekehendak hatinya saja apalagi berbuat di tempat yang tidak dimilikinya sendiri sebab ia dan tempat itu juga sama-sama diciptakan oleh ALLAH SWT.
Jika
apa-apa yang kami kemukakan di atas ini adalah KONDISI DASAR dari suatu
hubungan antara CIPTAAN dengan PENCIPTANYA,
dalam hal ini adalah ALLAH SWT. Selanjutnya jika KONDISI DASAR CIPTAAN ini kita bandingkan
dengan KONDISI DASAR ALLAH SWT yang telah kami kemukakan juga di atas, apa yang
harus diperbuat oleh CIPTAAN kepada PENCIPTANYA? Sebelum menjawab pertanyaan
ini, akan kami kemukakan beberapa ayat yang tedapat di dalam AL-QUR'AN yang
akan memberikan gambaran hubungan antara CIPTAAN dengan PENCIPTANYA.
semua yang berada di langit dan yang
berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al
Hadiid (57) ayat 1)
Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa
kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan,
bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian
besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab
atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang
memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
(surat Al
Hajj (22) ayat 18)
Berdasarkan surat Al Hadiid (57) ayat 1 dan surat Al Hajj (22) ayat 18 yang kami kemukakan di atas ini, diterangkan bahwa seluruh apa-apa yang ada di langit dan seluruh apa-apa yang ada di muka bumi, yang terdiri dari matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan, tanpa terkecuali melakukan SUJUD kepada ALLAH SWT dan/atau BERTASBIH kepada ALLAH SWT, dengan menyatakan dan mengakui akan kebesaran ALLAH SWT; menyatakan dan mengakui akan kekuasan ALLAH SWT, menyatakan dan mengakui kemahaan ALLAH SWT. Selanjutnya bagaimana dengan MANUSIA atau dengan DIRI KITA yang saat ini sama-sama berada di tengah-tengah langit dan bumi seperti halnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, dan tumbuhan?
MANUSIA atau DIRI KITA sebagai MAKHLUK yang diciptakan oleh ALLAH SWT sama seperti halnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan, tentu kita tidak memiliki kekuatan dan kemampuan apapun juga dibandingkan dengan ALLAH SWT. Dan jika DIRI KITA adalah sama-sama makhluk yang diciptakan oleh ALLAH SWT, apakah DIRI KITA juga telah melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada ALLAH SWT? Selanjutnya jika DIRI KITA tidak mau melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada ALLAH SWT, lalu apa bedanya DIRI KITA yang telah dijadikan KHALIFAH di muka bumi dibandingkan dengan matahari, bulan, bintang, gunung, binatang, tumbuhan sedangkan KHALIFAH itu sendiri dapat di artikan sebagai Makhluk yang Terhormat dibandingkan dengan makhluk ALLAH SWT lainnya?
Yang
jelas jika kita mengacu kepada isi surat Al Hajj (22) ayat 18, hanya sebahagian
saja MANUSIA yang melaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh matahari, bulan,
bintang, gunung, binatang, tumbuhan kepada ALLAH SWT. Selanjutnya termasuk di
dalam kelompok manakah DIRI KITA ini, apakah kelompok yang sujud dan bertasbih
kepada ALLAH SWT atau apakah kelompok yang tidak mau sujud dan bertasbih kepada
ALLAH SWT? Kami senantiasa berharap PEMBACA buku ini termasuk kelompok MANUSIA
yang selalu SUJUD dan BERTASBIH kepada
ALLAH SWT. Sekarang bagaimana jika kita tidak mau sujud dan tidak mau
bertasbih seperti sujud dan bertasbihnya matahari, bulan, bintang, gunung, binatang,
tumbuhan kepada ALLAH SWT, apakah ada
sanksinya atau konsekuensinya? Jika kita tidak mau sujud dan bertasbih dengan
menyatakan dan mengakui akan kebesaran ALLAH SWT, berarti MANUSIA atau DIRI
KITA termasuk orang-orang yang TIDAK TAHU DIRI.
Pembaca,
jika saat ini kita ada di dunia ini, berarti keberadaan diri kita di muka bumi
ini bukanlah sesuatu yang bersifat insidentil, namun keberadaan diri kita
adalah bagian dari Kehendak dan Kemampuan ALLAH SWT di dalam melaksanakan
Rencana Besar KEKHALIFAHAN di muka bumi. Diri Kita sebagai MAKHLUK yang
diciptakan oleh ALLAH SWT berarti DIRI KITA dapat diibaratkan sebuah MAINAN
bagi ALLAH SWT. MAINAN tidak akan mungkin menentukan sendiri ATURAN MAIN dalam
suatu PERMAINAN. Akan tetapi PEMAIN hanyalah BONEKA-BONEKA yang harus
melaksanakan dan menjalankan ATURAN PERMAINAN. Ini berarti jika DIRI KITA
adalah MAINAN bagi ALLAH SWT maka DIRI KITA harus menjalankan dan melaksanakan
ATURAN PERMAINAN yang telah DITETAPKAN oleh ALLAH SWT selaku INISIATOR,
PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka bumi. Selanjutnya jika hidup di
dunia yang kita laksanakan saat ini kita artikan sebagai suatu permainan, maka di dalam permainan yang saat
ini kita jalankan, dalam hal ini kita menjalankan KEKHALIFAHAN di muka bumi,
maka :
1.
Di
dalam setiap permainan harus ada awalnya dan harus pula ada akhirnya.
2. Di dalam setiap permaian maka harus ada tempat bertanding atau ada arenanya.
3. Di dalam setiap permainan harus ada kawan dan harus pula ada lawan atau musuh sehingga dengan adanya lawan atau musuh maka akan menghasilkan suatu kemenangan atau suatu kekalahan atau ada yang menang atau ada yang kalah.
4. Di dalam setiap permainan harus ada aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang baku untuk membedakan peserta permainan atau juga untuk menentukan siapakah pemenang dari suatu permainan.
5. Di dalam setiap permainan harus ada WASIT atau PENGAWAS PERTANDINGAN dalam rangka menegakkan prinsip FAIRPLAY dalam permainan.
Selanjutnya
adakah prinsip-prinsip dalam sebuah permainan yang kami kemukakan di atas ini,
ada pada RENCANA BESAR KEKHALIFAHAN di muka bumi yang DICIPTAKAN oleh ALLAH
SWT? ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari KEKHALIFAHAN di muka
bumi, juga sudah memiliki semua ketentuan yang mengatur tentang permainan di maksud,
yaitu:
1.
ALLAH
SWT sudah pula menentukan lamanya permainan MANUSIA atau permainan DIRI KITA
saat menjadi KHALIFAH di muka bumi yaitu dimulai dari ditiupkannya RUH sewaktu masih di dalam rahim ibu sampai
dengan saat berpisahnya JASMANI dengan RUHANI atau saat tibanya AJAL manusia.
2. ALLAH SWT telah menentukan Arena atau tempat bertandingnya MANUSIA atau DIRI KITA di dalam melaksanakan KEKHALIFAHAN di muka bumi, dalam skala kecil tempatnya di dalam diri manusia (dalam hal ini perang melawan AHWA serta memerangi SYAITAN) sedangkan dalam skala besar tempatnya ada di muka bumi ini.
3. ALLAH SWT menetapkan MALAIKAT sebagai KAWAN bagi MANUSIA saat menjadi KHALIFAH di muka bumi dan menetapkan IBLIS/JIN/SYAITAN dan AHWA sebagai MUSUH dalam permainan yang kita lakukan. ALLAH SWT menyediakan bagi MANUSIA yang dapat mengalahkan MUSUHNYA berupa SYURGA dan memberikan NERAKA bagi MANUSIA yang gagal atau kalah.
4. ALLAH SWT menurunkan dan menetapkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai satu-satunya ATURAN MAIN atau satu-satunya ALAT BANTU untuk membedakan PEMENANG ataupun PECUNDANG di dalam permainan KEKHALIFAHAN di muka bumi.
5. ALLAH SWT menetapkan DIRINYA SENDIRI sebagai WASIT ataupun PENGAWAS, PENGARAH dari permainan yang dilakukan oleh MANUSIA di muka bumi sehingga prinsip FAIRPLAY dapat terjaga dan terpelihara.
Adanya 5(lima) buah ketentuan ALLAH SWT yang mengatur tentang permainan KEKHALIFAHAN di muka bumi, terlihat dengan jelas bahwa ALLAH SWT telah SEMPURNA di dalam mengatur KEKHALIFAHAN di muka bumi sejak mulai dalam perencanaan dan bahkan sampai dengan manusia menempati SYURGA atau NERAKA.
Sebagai
PEMAIN di dalam PERMAINAN KEKHALIFAHAN di muka bumi, timbul pertanyaan yang
paling mendasar bagi diri kita, yaitu mau menjadi PECUNDANGKAH atau mau menjadi
PEMENANGKAH diri kita? RASANYA tidak
akan ada MANUSIA yang ingin menjadi PECUNDANG di dalam permainan KEKHALIFAHAN
di muka bumi sebab HADIAH dan PENGHARGAAN yang akan diterimanya adalah NERAKA
JAHANNAM. Semua MANUSIA termasuk DIRI KITA pasti ingin menjadi PEMENANG sebab
akan memperoleh apa yang dinamakan dengan SYURGA sehingga dapat bertemu
langsung dengan ALLAH SWT. Akan tetapi untuk menjadi PEMENANG bukanlah perkara
mudah seperti membalik telapak tangan, sebab MUSUH atau LAWAN yang akan KITA
hadapi adalah:
1.
MUSUH
atau LAWAN yang sangat PROFESIONAL kerjanya,
2. MUSUH atau LAWAN yang Tidak Nampak oleh Mata namun pengaruhnya sangat hebat,
3. MUSUH atau LAWAN yang tidak pernah kenal lelah dalam rangka mengalahkan lawannya,
4. MUSUH atau LAWAN yang dapat bergerak mengikuti delapan penjuru mata angin.
5. MUSUH atau LAWAN yang sangat LICIN, LICIK, yang akan mempergunakan segala CARA tanpa ada batasan, apakah HALAL ataupun HARAM yang penting lawannya KALAH menjadi PECUNDANG.
Selanjutnya MAMPUKAH DIRI KITA mengalahkan MUSUH
atau LAWAN yang mempunyai KUALIFIKASI seperti di atas dan/atau mampukah kita
mengalahkan IBLIS/JIN/SYAITAN seorang diri? RASANYA jika kita hanya seorang
diri dan/atau kita hanya mengandalkan
kemampuan yang ada pada diri sendiri untuk menghadapi IBLIS/JIN/SYAITAN sangat
sulit atau bahkan tidak akan mungkin kita dapat mengalahkan mereka. Apalagi di
saat kita berperang melawan IBLIS/JIN/SYAITAN di dalam diri kita sendiri pun
masih ada MUSUH yang tersembunyi, apakah itu? MUSUH dalam SELIMUT yang terdapat
di dalam diri setiap MANUSIA adalah AHWA atau HAWA NAFSU. Untuk itu di saat
kita berperang melawan IBLIS/JIN/SYAITAN, kita tidak boleh menganggap remeh,
enteng dengan AHWA yang ada di dalam diri kita dan/atau kita tidak boleh
mengatakan AHWA adalah LAWAN atau MUSUH
yang MUDAH dikalahkan.
Hal ini dimungkinkan karena IBLIS/JIN/SYAITAN dapat mempergunakan AHWA sebagai kendaraan atau alat bantu untuk mengalahkan MANUSIA. Jika ini adalah KONDISI DASAR dari PERMAINAN yang sedang kita laksanakan, apakah yang harus kita perbuat? Apabila kita ingin memenangkan PERTANDINGAN melawan IBLIS/JIN/SYAITAN dan menang melawan AHWA dan/atau apabila kita ingin selalu menjadikan diri kita sendiri sebagai MAKHLUK yang TERHORMAT di antara makhluk ciptaan ALLAH SWT lainnya. Tidak ada jalan lain kecuali menerima, melaksanakan, dengan sepenuh hati AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai SATU-SATUNYA KONSEP ILAHIAH bagi diri kita tanpa harus dikurangi, tanpa harus ditambah, apalagi disesuaikan dengan kondisi apapun juga. Apabila kita mampu melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH dan/atau mampu menempatkan serta meletakkan ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi sesuai dengan KEHENDAKNYA maka kita akan mampu mengalahkan IBLIS/JIN/SYAITAN dan juga AHWA secara berbarengan. Selain daripada itu dengan adanya AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ bagi diri kita maka hal itu akan menjadikan diri kita tetap sebagai MAKHLUK yang TERHORMAT, sebab tercermin dari perilaku kita yang selalu berperilaku TERHORMAT sehingga kitapun dapat pulang kampung secara TERHORMAT ke tempat yang TERHOMAT untuk bertemu dengan ALLAH SWT dalam suasana yang penuh saling HORMAT MENGHORMATI. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi kondisi ini dengan sebaik-baiknya, RESIKO tanggung SENDIRI.
Hal ini dimungkinkan karena IBLIS/JIN/SYAITAN dapat mempergunakan AHWA sebagai kendaraan atau alat bantu untuk mengalahkan MANUSIA. Jika ini adalah KONDISI DASAR dari PERMAINAN yang sedang kita laksanakan, apakah yang harus kita perbuat? Apabila kita ingin memenangkan PERTANDINGAN melawan IBLIS/JIN/SYAITAN dan menang melawan AHWA dan/atau apabila kita ingin selalu menjadikan diri kita sendiri sebagai MAKHLUK yang TERHORMAT di antara makhluk ciptaan ALLAH SWT lainnya. Tidak ada jalan lain kecuali menerima, melaksanakan, dengan sepenuh hati AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai SATU-SATUNYA KONSEP ILAHIAH bagi diri kita tanpa harus dikurangi, tanpa harus ditambah, apalagi disesuaikan dengan kondisi apapun juga. Apabila kita mampu melaksanakan DIINUL ISLAM secara KAFFAH dan/atau mampu menempatkan serta meletakkan ALLAH SWT selaku INISIATOR, PENCIPTA dan PEMILIK dari langit dan bumi sesuai dengan KEHENDAKNYA maka kita akan mampu mengalahkan IBLIS/JIN/SYAITAN dan juga AHWA secara berbarengan. Selain daripada itu dengan adanya AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai AGAMA yang HAQ bagi diri kita maka hal itu akan menjadikan diri kita tetap sebagai MAKHLUK yang TERHORMAT, sebab tercermin dari perilaku kita yang selalu berperilaku TERHORMAT sehingga kitapun dapat pulang kampung secara TERHORMAT ke tempat yang TERHOMAT untuk bertemu dengan ALLAH SWT dalam suasana yang penuh saling HORMAT MENGHORMATI. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi kondisi ini dengan sebaik-baiknya, RESIKO tanggung SENDIRI.
Selanjutnya apakah itu DIINUL ISLAM sehingga kita
membutuhkannya agar dapat memenangkan pertandingan kekhalifahan di muka bumi?
Untuk menjawab pertanyaan apakah itu DIINUL
ISLAM, maka kita harus mempelajari
surat An Nissa' (4) ayat 136 serta 2(dua) hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari, Muslim yang kami kemukakan di
bawah ini.
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
(surat
An Nisaa' (4) ayat 136)
Ibn Umar ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Islam didirikan di atas lima:
Percaya bahwa tiada Tuhan melainkan ALLAH, dan
bahwa
Nabi Muhammad utusan ALLAH.
Mendirikan shalat.
Mengeluarkan zakat.
Hajji ke Baitullah, jika kuat perjalanannya.
Puasa bulan Ramadhan.
(HR
Bukhari Muslim, Al Lulu Wal Marjan No. 9)
Dari Abu Hurairah ra. katanya:"Pada suatu hari
Rasulullah SAW tampak sedang berkumpul dengan orang banyak. Sekonyong-konyong
datang kepadanya seorang laki-laki, lalu dia bertanya: Ya, Rasulullah! Apakah
yang dikatakan Iman?" Jawab Nabi SAW, "Iman ialah: (1) Iman dengan
ALLAH; (2) Iman dengan para malaikat-Nya; (3) Iman dengan Kitab-kitab-Nya; (4)
Iman akan menemui-Nya; (5) Iman dengan para Rasul-Nya; dan (6) Iman dengan
berbangkit di akhirat." Dia bertanya pula, "Apakah yang dikatakan
Islam?" Jawab Rasulullah SAW, "Islam ialah: (1) Menyembah ALLAH dan
tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain-lain; (2) Menegakkan Shalat fardhu;
(3) Membayar Zakat wajib; (4) Puasa Ramadhan." Tanyanya pula, "Ya
Rasulullah! Apakah yang dikatakan Ikhsan?" Jawab Nabi SAW, "Menyembah
ALLAH seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu". Tanyanya pula, "Bilakah terjadi hari
Kiamat?" Jawab Nabi SAW, "Orang yang ditanya tidak lebih tahu
daripada yang menanya. Tetapi akan kuterangkan kepadamu tanda-tandanya: (1)
Apabila hamba sahaya perempuan telah melahirkan majikannya, itu adalah salah
satu tandanya; (2) Apabila orang miskin yang hina dina telah menjadi pemimpin,
itu juga termasuk tanda-tandanya; (3) Apabila gembala ternak yang hina, telah
bermewah-mewah di gedung nan indah, itupun termasuk tanda-tandanya.
Selanjutnya, ada lima perkara yang tidak seorangpun dapat mengetahuinya selain
ALLAH SWT. Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat:"Sesungguhnya ALLAH, hanya
Dia sajalah yang mengetahui tentang hari kiamat' dan Dialah yang menurunkan
hujan, dan yang mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorangpun
yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok; dan
tiada seorangpun pula yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati;
Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha mengenal." (surat Luqman ayat
34). Kemudian orang itu berlalu. Maka bersabda Rasulullah SAW, panggil orang
itu kembali!" Para sahabat berusaha mencari orang itu untuk memanggilnya
kembali, tetapi mereka tidak melihatnya lagi. Maka bersabda Rasulullah SAW.
"Itulah Jibril. Dia datang mengajarkan Agama kepada orang banyak.
(HR
Muslim No.2)
Berdasarkan 2(dua) hadits yang
kami kemukakan di atas ini serta surat
An Nisaa' (4) ayat 136, AD DIIN atau DIINUL ISLAM diterangkan
dan/atau dapat dibedakan menjadi 3(tiga)
buah ketentuan pokok dan/atau AD DIIN
atau DIINUL ISLAM terdiri 3(tiga) buah ketentuan induk yang terdiri dari:
A. KETENTUAN tentang RUKUN IMAN yang
terdiri dari 6 (enam) buah ketentuan
yaitu:
1) Iman kepada ALLAH;
2) Iman kepada para Rasul-NYA;
3) Iman kepada para Malaikat-NYA;
4) Iman kepada Kitab-Kitab-NYA;
5) Iman kepada hari AKHIRAT;
6) Iman kepada Qada; Qadar dan
Taqdir.
B. KETENTUAN tentang RUKUN ISLAM
yang terdiri dari 5(lima) buah ketentuan yaitu:
- Percaya
bahwa Tiada TUHAN melainkan ALLAH
dan bahwa NABI MUHAMMAD adalah UTUSAN ALLAH;
- Menegakkan
Shalat fardhu;
- Membayar
Zakat wajib;
- Puasa
Ramadhan.
- Haji,
jika mampu.
C. KETENTUAN
tentang IKHSAN, yaitu "Menyembah ALLAH seolah-olah engkau melihat-Nya.
Sekalipun engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu".
Selanjutnya apa yang
disebut dengan RUKUN dan apa yang harus kita perbuat dengan RUKUN-RUKUN itu ?
RUKUN dapat di artikan sebuah rangkaian ketentuan yang harus di taati dan
dilaksanakan serta dijalankan oleh setiap orang dengan kesadaran penuh dalam satu rangkaian yang tidak terpisahkan
antara satu ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lainnya. Sebagai contoh,
kita tidak dapat hanya BERIMAN kepada ALLAH SWT saja sewaktu melaksanakan RUKUN
IMAN dengan mengabaikan dan/atau meniadakan IMAN kepada yang lainnya atau
sebaliknya. Jika kita ingin melaksanakan RUKUN IMAN maka kita wajib
melaksanakan dan menjalankan RUKUN IMAN yang ENAM dalam satu kesatuan yang
tidak terpisahkan antara satu ketentuan dengan ketentuan yang lainnya.
Hal yang sama juga berlaku dengan ketentuan RUKUN ISLAM, kita tidak diperkenankan hanya berSHAHADAT saja tetapi tidak mendirikan shalat, tidak menunanaikan zakat, tidak puasa dan tidak berhaji jika mampu. Akan tetapi jika kita sudah berSHAHADAT maka kita wajib melaksanakan seluruh ketentuan RUKUN ISLAM lainnya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkkan. Jika ini adalah ketentuan daripada RUKUN, selanjutnya bagaimana dengan ketentuan DIINUL ISLAM? Ketentuan RUKUN juga berlaku pada DIINUL ISLAM, yaitu kita wajib mentaati dan melaksanakan serta menjalankan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan rukun dengan ketentuan rukun yang lainnya. Contohnya kita tidak diperkenankan hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja dengan mengabaikan sebahagian atau secara keseluruhan RUKUN ISLAM dan IKHSAN atau sebaliknya, akan tetapi jika kita sudah menyatakan dan melaksanakan RUKUN IMAN maka kitapun wajib melaksanakan dan menjalankan RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika kita hanya melaksanakan hanya salah satu RUKUN saja atau hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja, hal ini seperti kita memakai celana tapi tidak memakai baju dan/atau memakai baju tetapi tidak memakai celana. Ini berarti bahwa ketentuan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN merupakan satu kesatuan intergral yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Hal yang sama juga berlaku dengan ketentuan RUKUN ISLAM, kita tidak diperkenankan hanya berSHAHADAT saja tetapi tidak mendirikan shalat, tidak menunanaikan zakat, tidak puasa dan tidak berhaji jika mampu. Akan tetapi jika kita sudah berSHAHADAT maka kita wajib melaksanakan seluruh ketentuan RUKUN ISLAM lainnya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkkan. Jika ini adalah ketentuan daripada RUKUN, selanjutnya bagaimana dengan ketentuan DIINUL ISLAM? Ketentuan RUKUN juga berlaku pada DIINUL ISLAM, yaitu kita wajib mentaati dan melaksanakan serta menjalankan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu ketentuan rukun dengan ketentuan rukun yang lainnya. Contohnya kita tidak diperkenankan hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja dengan mengabaikan sebahagian atau secara keseluruhan RUKUN ISLAM dan IKHSAN atau sebaliknya, akan tetapi jika kita sudah menyatakan dan melaksanakan RUKUN IMAN maka kitapun wajib melaksanakan dan menjalankan RUKUN ISLAM dan IKHSAN dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika kita hanya melaksanakan hanya salah satu RUKUN saja atau hanya melaksanakan RUKUN IMAN saja, hal ini seperti kita memakai celana tapi tidak memakai baju dan/atau memakai baju tetapi tidak memakai celana. Ini berarti bahwa ketentuan RUKUN IMAN, RUKUN ISLAM dan IKHSAN merupakan satu kesatuan intergral yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Hal yang harus kita
jadikan pengetahuan secara mantap tentang AD DIIN adalah AD DIIN sebagai sebuah
KONSEP yang berasal dari ALLAH SWT, tentu konsep ini harus bisa mencerminkan
pula pemilik dari konsep itu sendiri. Jika
AD DIIN atau DIINUL ISLAM hanya dipandang sebgai sebuah AGAMA SEMATA,
tentu hal ini tidak akan dapat mencerminkan KEBESARAN dan KEMAHAAN dari pemilik konsep itu
sendiri dalam hal ini ALLAH SWT. Apalagi jika AD DIIN atau DIINUL
ISLAM hanya dimaknai atau diartikan hanya sebatas SYURGA dan NERAKA atau
sebatas PAHALA dan DOSA, atau sebatas HALAL dan HARAM, atau sebatas KAFIR dan
TAAT, atau sebatas SHAHADAT dan PUASA, atau sebatas SHALAT dan ZAKAT, atau
sebatas HAJI, atau sebatas RUKUN IMAN, dan IKHSAN saja, hal ini bukannya salah
akan tetapi AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai
KONSEP ILAHIAH bukan berarti sekedar itu semata akan tetapi lebih dari
itu semua. AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang diciptakan dari FITRAH ALLAH SWT
tentu harus dan wajib mencerminkan KEMAHAAN
ALLAH SWT di dalamnya. Ini berarti jika kita berpedoman kepada apa-apa
yang kami kemukakan di atas ini, seolah-olah ALLAH SWT hanya sebatas itu saja
kemahaan dan kehebatan yang dimiliki-Nya dan jika kita tetap berpedoman dan/atau tetap berpandangan bahwa
AD DIIN atau DIINUL ISLAM hanya itu semata, maka kita sendirilah yang telah
menutup diri atau telah membatasi diri dengan arti dan makna dari sebuah konsep
yang berasal dari ALLAH SWT sebagai sebuah TUNTUNAN dan PEDOMAN bagi
keselamatan diri kita di muka bumi.
Untuk itu jangan salahkan ALLAH SWT jika
kita hanya memperoleh dan mendapatkan apa-apa yang telah kita persepsikan dan
sangkakan kepada AD DIIN atau DIINUL
ISLAM.
Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH
ta'ala berfirman: Aku selalu mengikuti sangkaan hamba-Ku pada-Ku, maka terserah
padanya akan menyangka apa saja kepada-Ku.
(HQR
Muslim dan Alhakiem dari Watsilah dan Ibu Abud-Dunia, Alhakiem dari Abu
Hurairah ra: 272: 67)
Watsilah bin Al-asqa' ra. berkata: Nabi SAW
bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku selalu menurutkan sangkaan hamba-Ku
terhadap diri-Ku, jika ia baik sangka kepada-Ku maka ia dapat dari padaku apa
yang ia sangka. Dan bila ia jahat (jelek) sangka kepada-Ku, maka ia dapat apa
yang ia sangka dari pada-Ku.
(HQR
Atthabarani dan Ibn Hibban; 272:71)
Untuk dapat
memperoleh makna dan arti AD DIIN atau DIINUL ISLAM yang sesuai dengan KEHENDAK
ALLAH SWT, jangan pernah berprasangka seperti yang kami sebutkan di atas. Akan
tetapi kita wajib meletakkan dan menempatkan AD DIIN atau DIINUL ISLAM sebagai
cerminan dari kebesaran dan kemahaan
ALLAH SWT itu sendiri, sehingga kita
akan dapat memperoleh apa-apa yang terkandung di dalam AD DIIN atau DIINUL
ISLAM sesuai dengan KEHENDAK ALLAH SWT atau sesuai dengan KEBESARAN ALLAH SWT.
Apabila kita berbuat dan/atau mempersepsikan dan/atau menilai AD DIIN atau
DIINUL ISLAM hanya berdasarkan prasangka yang dangkal, maka tidak bedanya kita
seperti "katak di dalam tempurung". Untuk itu Hadits Qudsi
yang kami kemukakan di atas, kiranya dapat di jadikan pedoman bagi diri kita
UNTUK TIDAK bersikap dan tidak memandang sempit AD DIIN atau DIINUL ISLAM hanya
sebatas RITUAL BELAKA seperti kita menganggap AD DIIN hanya sebatas PAHALA dan
DOSA atau sebatas SYURGA dan NERAKA atau sebatas HALAL dan HARAM semata. Akan
tetapi kita harus keluar dari pengertian itu semua, sebab jika kita terus
berprinsip seperti itu maka yang akan kita peroleh dari AD DIIN atau DIINUL
ISLAMpun hanya sebatas itu pula. Sedangkan telah kita ketahui bersama bahwa
ALLAH SWT lebih dari sekadar itu semua sebab ALLAH SWT adalah
segala-galanya. ALLAH SWT memang memberikan kebebasan kepada umat manusia atau
kepada KHALIFAHNYA untuk berprasangka kepada-Nya, apakah itu prasangka baik
ataupun prasangka buruk, atau apakah itu prasangka sempit ataupun prasangka
yang mendalam. Adanya prasangka atau penilaian yang diberikan manusia
kepada AD DIIN atau DIINUL ISLAM, maka
dari sinilah ALLAH SWT memulai penilaian
kepada manusia. Semakin baik dan semakin tinggi manusia menilai atau berprasangka kepada ALLAH SWT atau semakin tinggi manusia berprasangka terhadap AD DIIN atau DIINUL
ISLAM yang diturunkan oleh ALLAH SWT maka akan semakin tinggi dan semakin baik
pula yang akan diberikan ALLAH SWT kepada manusia. Berikut ini akan kami
kemukakan sebuah Hadits Qudsi yang memperlihatkan bagaimanakah ALLAH SWT bersikap kepada hamba-Nya yang
selalu ingat kepada-Nya.
Anas ra. berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman:
Wahai Anak Adam! Jika ingat kepada-Ku dalam dirimu, Akupun ingat kepadamu dalam
diri-Ku dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam himpunan orang, akan Aku ingat
kepadamu dalam himpunan yang lebih baik dari himpunanmu. Jika engkau
mendekati-Ku sejengkal, Aku mendekatimu sedepa, bila engkau mendekati-Ku sedepa
Aku dekati engkau sehasta. Dan bila engkau dating kepada-Ku berjalan , Aku akan
datang kepadamu berlari.
(HQR
Ahmad dan Abd. Bin Hamid; 272:185)
ALLAH SWT akan
bersikap melebihi apa yang diperbuat oleh hambanya jika hambanya melakukan
penilaian ataupun berprasangka atau mempunyai perbuatan yang bersifat POSITIF POINT kepada ALLAH SWT. Akan tetapi ALLAH
SWT tidak melakukan sesuatu yang
melebihi jika hambanya berbuat negatif atau berseberangan dengan ALLAH SWT.
ALLAH SWT hanya membalas sebatas penilaian atau prasangka yang
dikemukakan oleh hamba-Nya tersebut. Disinilah ALLAH SWT menunjukkan kasih sayang-Nya
kepada MANUSIA yang dijadikannya KHALIFAH di muka bumi.
Untuk itu jangan
pernah salahkan ALLAH SWT jika ALLAH SWT hanya bersikap apa adanya kepada diri
kita atau bahkan ALLAH SWT tidak bersikap sama sekali kepada kita atau ALLAH
SWT justru mengacuhkan diri kita, hal ini disebabkan ALLAH SWT berbuat sesuai dengan apa yang
kita perbuat. Akan tetapi jika kita ingin memperoleh sesuatu yang melebihi dari
yang kita perbuat maka bersikaplah
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
ALLAH SWT selaku pemilik, pencipta dari langit dan bumi termasuk di
dalamnya AD DIIN atau DIINUL ISLAM. Jika
saat ini ALLAH SWT telah menurunkan
DIINUL ISLAM kepada diri kita dalam rangka mensukseskan KEKHALIFAHAN di muka
bumi, terimalah, letakkan, tempatkan, DIINUL ISLAM itu sesuai dengan KEMAHAAN ALLAH SWT dan jangan pernah memberikan
penilaian, persepsi, anggapan, seperti
KATAK DALAM TEMPURUNG untuk AD
DIIN atau DIINUL ISLAM sebab baik dan buruknya PENILAIAN ALLAH SWT kepada diri
kita dimulai dari apa yang kita lakukan kepada apa-apa yang dikehendaki oleh
ALLAH SWT.
Pembaca mari pelajari
DIINUL ISLAM secara lebih terperinci lagi yaitu dengan mempelajari RUKUN IMAN
yang terdiri dari 6 (enam) ketentuan
secara satu per satu, yaitu: IMAN kepada ALLAH SWT; IMAN kepada RASUL;
IMAN kepada KITAB; IMAN kepada MALAIKAT; IMAN kepada HARI AKHIR; IMAN kepada
QHADA, QADAR dan TAQDIR. Dan kami berharap buku ini dapat menjadi NUANSA BARU bagi pemurnian,
pemantapan serta peningkatan Aqidah Islam
bagi pembaca, keluarga, anak dan keturunan yang merupakan proses
REGENERASI KEKHALIFAHAN di muka bumi ini sehingga dapat menghantarkan atau
dapat menjadi MODAL AWAL bagi pembentukan MASYARAKAT DAN NEGERI yang MADANI di
INDONESIA yang kita cintai ini. Amien Ya Rabbal Alamien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar