Keburukan adalah lawan
daripada Kebaikan. Keburukan adalah pembanding dari adanya Kebaikan sehingga
terlihatlah perbedaan diantara keduanya. Kebaikan membawa ke jalan yang
dikehendaki Allah SWT sedangkan Keburukan membawa ke jalan yang dikehendaki
oleh Syaitan. Kebaikan akan membawa ke Syurga sedangkan Keburukan akan membawa
ke Neraka. Allah SWT melalui surat Al Mu’min (40) ayat 31 yang kami kemukakan
di atas telah menyatakan bahwa Allah SWT tidak menghendaki berbuat kezaliman
terhadap hamba hambaNya. Adanya pernyataan Allah SWT seperti ini menunjukkan
bahwa Allah SWT berkehendak kepada diri kita agar selalu berbuat kebaikan dari
waktu ke waktu. Untuk itu jangan sampai pernyataan Allah SWT menjadi tidak
berlaku lagi karena ulah diri kita yang berbuat keburukan saat hidup di dunia.
Jadi jangan salahkan siapapun juga jika Allah SWT akhirnya memberikan
azab/siksa kepada diri kita yang telah keluar dari kehendak Allah SWT.
(yakni) seperti Keadaan
kaum Nuh, 'Aad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. dan Allah
tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.
(surat Al Mu’min (40)
ayat 31)
Jangan pernah berniat
untuk berbuat keburukan kapanpun juga. Jangan pernah berfikir tidak mengapa
melakukan keburukan pada saat berusia muda karena masih ada kesempatan untuk
taubat saat usia tua. Jangan pernah pula berbuat keburukan (korupsi, kolusi,
nepotisme) untuk menjadi kaya sehingga setelah kaya kita bisa menebus keburukan
dengan banyak bersedekah. Buang jauh jauh konsep ini, karena kita tidak tahu
sampai kapan kita hidup di muka bumi ini.
Selanjutnya
agar diri kita tidak salah jalan, agar diri kita selalu berada di dalam
kehendak Allah SWT, berikut ini akan kami kemukakan apa apa saja yang termasuk dengan
Keburukan itu, yaitu :
A.
MENGIKUTI AHWA (HAWA NAFSU)
Setiap
dzat memiliki sifat. Dimana sifat yang dimiliki dzat akan menjadi perbuatan
dari dzat itu sendiri. Sebagai contoh garam memiliki sifat asin, jika sifat
garam asin maka perbuatan garam adalah mengasinkan apa apa yang diliputinya
sesuai dengan kemampuan garam. Hal yang samapun berlaku kepada diri kita yang
sesungguhnya adalah Ruh, dimana Ruh telah disifatkan Asmaul Husna oleh Allah
SWT. Jika Ruh telah memiliki sifat Asmaul Husna maka perilaku Ruh yang tidak
lain adalah Asmaul Husna maka perbuatan Ruhpun harus sesuai dengan Asmaul
Husna.
Rasulullah SAW bersabda: “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram
(tersentuh) api neraka? Para sahabat berkata, iya, wahai Rasulullah. ‘Beliau
menjawab (haram tersentuh api neraka) adalah Hayyin (orang yang memiliki
ketenangan dan keteduhan lahir bathin); Layyin (orang yang lembut berkata dan
berbuat); Qarib (orang yang ramah dan menyenangkan) dan Sahl (orang yang gemar
mempermudah orang lain)”.
(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi, Ibnu Hibban)
Berdasarkan hadits yang
kami kemukakan di atas, kebaikan yang utama bagi diri kita yang telah diangkat
oleh Allah SWT sebagai Khalifah di muka bumi adalah kita wajib berperilaku yang
sesuai dengan Asmaul Husna yang telah menjadi sifat Ruh/Ruhani diri kita. Jika
Ruh/Ruhani diri kita telah disifati oleh Allah SWT dengan Ar Rachman (Yang Maha
Pengasih) dan Ar Rahiem (Yang Maha Penyayang) berarti perbuatan dan perilaku
diri kita harus pula mencerminkan perilaku Pengasih dan Penyayang pula. Jika
ini kita laksanakan berarti kita sudah bertindak apa yang dinamakan dengan
Layyin (sesuai kata dengan perbuatan).
Sekarang bagaimana jika
Ruh/Ruhani diri kita telah disifati dengan Asmaul Husna Ar Razaaq berarti
perilaku kita setelah memperoleh Rezeki dari Allah SWT maka rezeki itu tidak
untuk kepentingan diri sendiri, melainkan harus pula dibelanjakan di jalan
Allah melalui infaq, shadaqah ataupun wakaf. Jika tidak berarti perilaku diri
kita seperti garam yang sudah tidak asin lagi. Demikian seterusnya dengan sifat
sifat Ruh/Ruhani yang lainnya yang telah disifati dengan Asmaul Husna.
Untuk itu mari kita renungkan apa yang
dinamakan dengan sambal lado, dimana sambal lado merupakan gabungan dari bumbu
bumbu yang disatukan seperti cabai, garam, tomat, terasi, gula dan lain
sebagainya. Setiap dzat yang dipersatukan semuanya mempertontonkan dan
mempertunjukkan sifat sifat yang dimilikinya, seperti cabai dengan pedasnya,
garam dengan asinnya, tomat dengan rasa tomatnya, gula dengan rasa manisnya.
Hasil akhir dari itu semua adalah sambal lado yang enak dan lezat.
Sekarang apa jadinya jika
garam yang memiliki sifat asin menahan rasa asinnya? Kurang asin atau kurang
garam akan menyebabkan sambal lado menjadi kurang enak. Hal yang samapun berlaku dalam kehidupan
manusia, jika sampai sifat Ruh/Ruhani ditahan dalam pergaulan sehari hari atau
jika sampai sifat pengasih dan penyayang tidak ada di dalam kehidupan
bermasyarakat maka hidup terasa hambar dan terjadilah apa yang dinamakan
kebencian, kecurigaan serta tindas menindas karena hilangnya rasa welas asih di
antara sesama manusia. Demikian seterusnya dengan Asmaul Husna yang lain yang
harus menjadi perilaku diri kita saat hidup di muka bumi ini.
Inilah
salah satu bentuk kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan yang utama dalam
kehidupan kita. Ingat, kondisi ini baru bisa kita lakukan jika kita tahu dan
mengerti bahwa Ruh/Ruhani adalah jati diri manusia yang sesungguhnya yang telah
disifati oleh Allah SWT dengan Asmaul Husna. Sekarang semuanya tergantung
kepada diri kita sendiri, maukah menjadikan sifat alamiah Ruh/Ruhani menjadi
perbuatan diri kita seperti garam yang mampu yang berperilaku mengasinkan apa
apa yang diliputinya. Jika kita tidak mampu berarti diri kita sama dengan garam
yang sudah tidak asin lagi. Garam yang sudah tidak asin lagi berarti ia tidak
bisa menyandang gelar garam atau bahkan bisa menyandang gelar jadam.
Sekarang mari kita lihat sambal lado,
sambal lado merupakan campuran dari berbagai bahan baku yang kesemuanya wajib
mempertunjukkan sifat dan perbuatannya masing masing. Cabai harus menunjukkan
pedasnya, garam harus menunjukkan asinnnya, bawang, tomat harus pula
menunjukkan sifat dan perbuatannya masing masing. Akan tetapi melalui sebuah
olahan yang baik dan benar maka lahirlah sambal lado yang enak.
Sekarang apa jadinya jika garam tidak
mau menunjukkan sifat dan perbuatannya dalam hal ini asin yang mengasinkan,
maka hambarlah sambal lado dimaksud karena kurang garam. Hal yang samapun
berlaku dalam kehidupan sehari hari, dimana setiap orang wajib mempertunjukkan
perilaku Asmaul Husna yang dimilikinya. Jika semua orang melakukan apa yang
kami kemukakan maka terjadilah suasana aman tentram saling mengasihi di tengah
masyarakat. Akan tetapi jika orang yang telah memiliki perilaku Asmaul Husna
menahan perilakunya dengan tidak berbuat yang sesuai dengan Asmaul Husna
terjadilah kehidupan yang mementingkan diri sendiri. Kondisi inilah yang
dikehendaki Syaitan namun dibenci Allah SWT.
B.
MENSIASIAKAN JANJI JANJI ALLAH SWT
Berdasarkan surat Al
Baqarah (2) ayat 186 di bawah ini, mengajukan permohonan doa kepada Allah SWT
merupakan hak dari diri kepada Allah SWT dan Allah SWT berjanji kepada diri
kita akan mengabulkan permohonan diri kita sepanjang syarat dan ketentuan yang dikehendaki
Allah SWT kita penuhi, dalam hal ini memenuhi segala perintah dan larangan
Allah SWT yang dilanjutkan dengan beriman kepada Allah SWT. Jika sampai doa
yang kita ajukan kepada Allah SWT tidak dikabulkan oleh Allah SWT ini berarti
kita telah berbuat keburukan karena telah membuang kesempatan yang telah
diberikan oleh Allah SWT.
dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(surat Al Baqarah (2) ayat 186)
Agar diri kita tidak
berbuat keburukan karena mensiasiakan hak diri kita yaitu diperbolehkan untuk
mengajukan permohonan melalui doa kepada Allah SWT. Kiranya inspirasi di bawah
ini dapat kita jadikan pedoman agar diri kita mampu memperoleh apa apa yang
telah dijanjikan oleh Allah SWT atau agar diri kita berbuat keburukan karena
telah mensiasiakan kesempatan untuk berdoa namun hasilnya sia sia belaka.
Setelah mengetahui hal hal yang mengakibatkan doa kita tidak dikabulkan oleh
Allah SWT selanjutnya jadikan kesempatan untuk berdoa kepada Allah SWT
merupakan hak diri kita yang patut kita jadikan modal dasar di dalam mengarungi
hidup dan kehidupan.
Seseorang bertanya kepada Ali bin Abi Thalib ra, bukankah Allah
berfirman ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu” (Q.S. al-Mukmin: 60), lalu mengapa ketika
kami berdoa, tetapi tidak dikabulkan? Sayidina Ali menjawab, “Sebab hati kamu
keliru dalam delapan hal: (1). Engkau mengenal Allah, tetapi tidak memenuhi
hak-Nya; (2). Engkau beriman kepada Rasul-Nya, tetapi menentang sunnahnya; (3).
Engkau membaca kitab-Nya, tetapi tidak beramal dengannya; (4). Engkau takut
kepada neraka, tetapi selalu berbuat dosa yang mendekatkanmu kepadanya; (5).
Engkau ingin masuk surga, tetapi banyak berbuat maksiat yang menjauhkanmu
darinya; (6). Engkau makan rezeki-Nya, tetapi tidak mensyukurinya; (7). Engkau
menyatakan memusuhi setan, tetapi menjadi temannya; (8). Engkau melihat
kesalahan orang lain, dan melupakan dosamu sendiri. Maka bagaimana mungkin
Allah mengabulkan doamu, sementara engkau sendiri menutup pintu pegabulannya.
Karenanya, berkatakwalah kepada Allah dan tingkatkan amal ibadah, sucikan niat
dan laksanakan amar ma’ruf nahi munkar, barulah
Allah mengabulkan doa-doa kita.
Selanjutnya berikut ini
akan kami kemukakan beberapa hak diri kita yang siap diberikan oleh Allah SWT
sepanjang diri kita beriman kepada Allah SWT. Akan tetapi hal hal yang akan
kami kemukakan akan menjadi keburukan jika kita tidak mampu menjadikan sesuatu
yang menjadi hak diri kita menjadi sesuatu yang kita siasiakan saat kita hidup di muka bumi ini.
Berdasarkan surat Al
Mu’minun (23) ayat 1 dikemukakan hak orang yang beriman adalah menjadi orang
yang beruntung. Namun jika kemalangan atau keburukan yang kita raih dan rasakan
berarti kita telah berbuat keburukan yang dikehendaki Syaitan.
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(surat Al Mu’minun (23) ayat 1)
dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al
Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka
kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang
beriman kepada jalan yang lurus.
(surat Al Hajj (22) ayat 54)
dan Sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul
kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan
(yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang
berdosa[1175]. dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.
(surat Ar Ruum (30) ayat 47)
[1175] Dengan kedatangan Rasul-rasul yang cukup
membawa keterangan-keterangan kepada kaumnya itu, Maka sebahagian mereka
mempercayainya dan sebahagian lagi mendustakannya bahkan sampai ada yang
menyakitinya. Maka terhadap orang yang berdosa seperti itu Allah menyiksa
mereka.
Sedangkan
berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 54 di atas dikemukakan bahwa hak orang yang
beriman selalu diberi petunjuk oleh Allah SWT sehingga orang yang beriman tidak
akan sesat lagi menyesatkan orang lain. Di lain sisi berdasarkan surat Ar Ruum
(30) ayat 47 di atas dikemukakan bahwa hak orang yang beriman adalah selalu
ditolong oleh Allah SWT sehingga segala urusannya selalu dilancarkan dan
dibantu. Dan masih banyak lagi hak orang yang beriman yang siap diberikan oleh
Allah SWT. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah jangan sampai karena
kebodohan kita sendiri sesuatu yang sudah menjadi hak diri kita tidak bisa kita
nikmati karena kita berbuat keburukan.
C.
BERBUAT ZHALIM
Berdasarkan
surat An Naml (27) ayat 11 di bawah ini, salah satu bentuk keburukan yang
bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah berbuat Zhalim atau berperilaku Zhalim
saat hidup di muka bumi. Zhalim atau kezhaliman mempunyai beragam bentuk, salah
satunya yaitu syirik. Sementara kalimat zhalim dapat digunakan sebagai bentuk
dari sifat yang tak berperikemanusiaan, bengis, kemungkaran, gemar melihat
kesengsaraan dan penderitaan orang lain, ketidakadilan, dan lain sebagainya
berdasarkan pengertian zhalim itu sendiri.
tetapi orang yang Berlaku zalim, kemudian ditukarnya kezalimannya
dengan kebaikan (Allah akan mengampuninya); Maka seaungguhnya aku Maha
Pangampun lagi Maha Penyayang.
(surat An Naml (27) ayat 11)
Perbuatan zhalim termasuk
sifat yang hina dan keji serta bertentangan dengan fitrah dan akhlak manusia,
dimana seharusnya melakukan kebaikan. Berdasarkan Al-Quran sendiri, pengertian zhalim
sendiri terdiri dari beberapa jenis, yaitu diantaranya menurut beberapa surat
di bawah ini:
a. Menurut surat Huud (11) ayat 101,
makna zhalim yaitu manusia yang menyembah selain kepada Allah.
dan Kami tidaklah Menganiaya mereka tetapi
merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri, karena itu Tiadalah bermanfaat
sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di
waktu azab Tuhanmu datang. dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada
mereka kecuali kebinasaan belaka.
(surat Huud (11) ayat 101)
b. Menurut surat Al-Kahfi (18) ayat 35,
makna zhalim menurut surat ini berarti merupakan sifat keangkuhan maupun
perbuatan dari kekafirannya.
dan Dia memasuki kebunnya sedang Dia zalim
terhadap dirinya sendiri[882]; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan
binasa selama-lamanya,
(surat Al Kahfi (18) ayat 35.
[882]
Yaitu: dengan keangkuhan dan kekafirannya.
c. Menurut surat Al-Maaidah (5) ayat 47,
makna kata zhalim menurut surat ini berarti merugikan orang dan menuruti amarah atau hawa
nafsu.
dan hendaklah orang-orang pengikut Injil,
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya[419].
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka
mereka itu adalah orang-orang yang fasik[420].
(surat Al Maaidah (5) ayat 47)
[419]
Pengikut pengikut Injil itu diharuskan memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah didalam Injil itu, sampai pada masa diturunkan Al Quran.
[420]
Orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah, ada tiga macam: a.
karena benci dan ingkarnya kepada hukum Allah, orang yang semacam ini kafir
(surat Al Maa-idah ayat 44). b. karena menurut hawa nafsu dan merugikan orang
lain dinamakan zalim (surat Al Maa-idah ayat 45). c. karena Fasik sebagaimana
ditunjuk oleh ayat 47 surat ini.
d. Menurut surat Al-Ankabuut (29) ayat
46, orang zhalim menurut surat ini yaitu orang yang masih tetap membantah
meskipun sudah diberikan penjelasan dan keterangan kepadanya melalui cara
paling baik, serta tetap mengutamakan permusuhan.
dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab,
melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di
antara mereka[1154], dan Katakanlah: "Kami telah beriman kepada
(kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami
dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri".
(surat Al Ankabuut (29) ayat 46)
[1154]
Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim Ialah: orang-orang yang setelah
diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara
yang paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan
permusuhan.
e. Menurut surat Al-Anbiyaa (21) ayat 13,
orang zhalim itu ketika merasakan azab dari Allah akan melarikan diri, kemudian
orang yang beriman pun mengatakan pada orang zhalim secara mencemooh supaya
mereka pun di tempat yang semula serta menikmati semua kelezatan hidup seperti
biasanya dengan menjawab semua pertanyaan yang dihadapkan untuk mereka.
janganlah kamu lari tergesa-gesa; Kembalilah kamu kepada nikmat yang
telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu (yang baik), supaya kamu
ditanya[953].
(surat Al Anbiyaa (21) ayat 13)
[953] Maksudnya: orang yang zalim itu di waktu
merasakan azab Allah melarikan diri, lalu orang-orang yang beriman mengatakan
kepada mereka dengan secara cemooh agar mereka tetap ditempat semula dengan
menikmati kelezatan-kelezatan hidup sebagaimana biasa untuk Menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang akan dihadapkan kepada mereka.
Sedangkan menurut hadist
shahih yang diriwayatkan Ibnu Sirin, dimana Nabi Muhammad SAW mengatakan ”diantara jenis atau bentuk kezhaliman dari
seseorang kepada saudaraya yaitu jika ia telah menyebutkan suatu keburukan yang
diketahui oleh saudaranya serta menyembunyikan semua kebaikannya.” Berdasarkan
kisah dari Abu Dzar Al-Ghifari dimana ketika Rasulullah memperoleh wahyu Allah,
dan Allah pun berfirman, “Wahai hamba-Ku,
aku sesungguhnya telah mengharamkan suatu kezhaliman terhadap diri-Ku, Aku pun
telah menetapkan kezhaliman itu haram bagi kalian, untuk itu janganlah kalian
berlaku zhalim.”
Berdasarkan hadist yang
lainnya, dimana Rasulullah SAW pun menyatakan dimana setiap orang harus takut
akan kezhamilan sebab yang namanya kezhaliman merupakan kegelapan yang akan
terjadi di hari kiamat. Berdasarkan penjelasan diatas, kita bisa memahami apa
pengertian zhalim agama Islam, baik menurut Al-Quran maupun hadist. Perbuatan
zhalim adalah perbuatan yang sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah.
Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya
yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak
ditipu oleh syaitan)? Maka Sesungguhnya Allah karena Kesedihan terhadap mereka.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.
(surat Faathir (35) ayat 8)
Untuk
itu perhatikanlah apa yang dikemukakan Allah SWT dalam surat Faathir (35) ayat
8 di atas, dikatakan bahwa orang yang telah dipengaruhi oleh syaitan, orang
yang telah menjadikan syaitan sebagai pemimpinnya, akan memandang baik segala
perbuatan buruk yang telah dilakukannya. Adanya kondisi ini bukan tidak mungkin
orang yang telah berlaku zhalim tidak sadar bahwa ia telah melakukan perbuatan
yang tidak disukai Allah SWT akibat pengaruh syaitan. Hasil akhir dari itu
semua adalah Allah SWT lepas tangan kepada diri kita lalu bersiaplah merasakan
panasnya api neraka yang panasnya 70 (tujuh puluh) kali api dunia.
D.
MELANGGAR BATAS
Berdasarkan surat Al
Ahjzab (33) ayat 52 di bawah ini, salah satu bentuk keburukan yang bertentangan
dengan ibadah Ikhsan adalah berbuat sesuatu yang melanggar batas atau tidak
sesuai apa yang telah ditetapkan berlaku. Salah satu contohnya adalah seorang
lelaki bisa menikah lebih dari satu kali dengan catatan ia tidak boleh menikah
lebih dari empat kali atau ia tidak bisa mengganti istrinya yang sah dengan
wanita lain karena kecantikannya lebih menarik dibandingkan dengan istrinya
yang sah. Jika ini terjadi maka terjadilah apa yang dinamakan dengan melanggar
batas. Kondisi ini tidak dikehendaki oleh Allah SWT namun dikehendaki oleh
Syaitan.
tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak
boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun
kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang
kamu miliki. dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu[1227].
(surat Al Ahzab (33) ayat 52)
[1227] Nabi tidak dibolehkan kawin sesudah
mempunyai isteri-isteri sebanyak yang telah ada itu dan tidak pula dibolehkan
mengganti isteri-isterinya yang telah ada itu dengan menikahi perempuan lain.
Selain daripada itu,
berdoa kepada Allah SWT adalah hak diri kita yang diperkenankan oleh Allah SWT.
Namun hak yang diperkenankan oleh Allah SWT akan melampaui batas jika kita
melakukannya dengan suara yang keras lagi memekakkan telinga. Padahal yang
dikehendaki oleh Allah SWT adalah lakukan berdoa dengan berendah diri dihadapan
Allah SWT serta bersuara lemah lembut.
Alangkah ruginya kita yang
telah diberi hak untuk berdoa kepada Allah SWT justru kita sendiri yang mensiasiakannya
dengan meminta sesuatu yang melebihi batas serta cara meminta dengan yang tidak
pantas seperti bersuara keras saat berdoa seolah olah Allah SWT jauh dan juga
seolah olah Allah SWT tidak mendengar apa yang kita minta. Ingat, Allah SWT
pasti akan mengabulkan doa yang kita panjatkan sepanjang syarat dan ketentuan
berlaku telah mampu kita penuhi.
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[549].
dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima)
dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik.
(surat Al A’raaf (7) ayat 55 dan 56)
[549] Maksudnya: melampaui batas tentang yang
diminta dan cara meminta.
Di lain sisi jika saat
kita berdoa kepada Allah SWT menunjukkan bahwa diri kita lemah, diri kita tidak
mampu, diri kita butuh pertolongan, diri kita butuh perlindungan dan lain
sebagainya, yang kesemuanya menunjukkan bahwa yang butuh dengan Allah SWT
adalah diri kita. Lalu alangkah naifnya jika kita yang butuh dengan Allah SWT
justru berbuat dan bertindak yang berseberangan dengan kehendak Allah SWT?
mereka tidak memelihara (hubungan) Kerabat terhadap orang-orang mukmin
dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. dan mereka Itulah orang-orang yang
melampaui batas.
(surat At Taubah (9) ayat 10)
Selanjutnya berdasarkan
surat At Taubah (9) ayat 10 di bawah ini, termasuk perbuatan melampaui batas adalah tindakan memutuskan
hubungan kekerabatan dalam persaudaraan mukmin serta melanggar perjanjian apa
yang telah menjadi sebuah kesepakatan bersama tanpa memandang suku, agama,
warna kulit dan ras. Kita tidak bisa melanggar kesepakatan hanya karena ada
perbedaan agama, perbedaan suku, perbedaan warna kulit dan juga ras.
Kesepakatan harus tetap dilaksanakan sepanjang perjanjian belum dibatalkan oleh
para pihak.
E.
IRI, DENGKI, HASAD
Berdasarkan surat Ali
Imran (3) ayat 120 dan surat At Taubah (9) ayat 50 dan 51 di bawah ini, salah
satu bentuk keburukan yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah berbuat
iri, berbuat dengki, hasad kepada orang lain, Hal ini ditunjukkan saat orang lain
memperoleh kebaikan kita justru bersedih hati atau saat orang mendapat bencana
kita justru bergembira atau senang melihat orang susah atau susah melihat orang
senang. Kondisi inilah yang disebut dengan keburukan, sesuatu yang sangat
dikehendaki Syaitan. Bayangkan yang seharusnya kita turut prihatin atas musibah
atau bencana yang dialami orang lain lalu turut membantu orang tersebut. Namun
perbuatan kita justru bergembira di atas musibah orang lain atau justru lari
meninggalkan mereka. Lalu kemanakah perginya rasa kasih sayang yang ada di
dalam diri padahal Ruh/Ruhani telah disifati dengan sifat pengasih dan
penyayang?
jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi
jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan
bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan
kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
(surat Ali Imran (3) ayat 120)
jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang
karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata:
"Sesungguhnya Kami sebelumnya telah memperhatikan urusan Kami (tidak pergi
perang)" dan mereka berpaling dengan rasa gembira.
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa
yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada
Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."
(surat At Taubah (9) ayat 50 dan 51)
Sebagai makhluk yang telah
diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang terhormat maka sudah sepatutnya
kita berperilaku terhormat sesuai dengan kehormatan yang kita miliki. Jika kita
telah disifati oleh Allah SWT dengan sifat kasih sayang maka sudah sepatutnya
kita berkasih sayang pula kepada sesama. Jika tidak maka kita tidak pantas lagi
menyandang gelar makhluk yang terhomat. Perbuatan iri, dengki dan hasad
bukanlah ciri dari orang yang beriman, melainkan ciri orang yang paling disukai
oleh Syaitan. Selanjutnya jika iri, dengki dan hasad bukan menjadi ciri orang
yang beriman, maka jangan pernah menjadikan perbuatan menjadi perbuatan diri
kita karena resiko yang harus kita tanggung sangatlah berat.
F.
TIDAK MAU BERSYUKUR
Berdasarkan
surat Al A’raaf (7) ayat 94 sampai 96 di bawah ini, salah satu bentuk keburukan
yang bertentangan dengan ibadah Ikhsan adalah tidak mau bersyukur. Syukur mudah diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan sebab ungkapan
rasa Syukur tidak cukup hanya dengan mengucapkan Terima Kasih. Untuk dapat
dikatakan kita telah bersyukur, tentu harus ada parameter lainnya selain Terima
Kasih. Sebagai contoh, jika kita diberi Hadiah berupa Baju Koko kemudian Baju
Koko tersebut dipakai untuk membersihkan mobil, apakah hal ini sudah dikatakan
bersyukur walaupun kita sudah mengucapkan terima kasih?
Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu
penduduknya mendustakan Nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya
kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri.
kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan
dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek
moyang Kamipun telah merasai penderitaan dan kesenangan", Maka Kami
timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak
menyadarinya.
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.
(surat Al A’raaf (7) ayat 94 s/d 96)
Terima Kasih bukanlah ungkapan syukur, melainkan
adab dan sopan Santun jika kita menerima sesuatu. Untuk itu setelah menerima
Baju Koko, maka kita harus dapat meletakkan dan menempatkan Baju Koko dan juga
pemberi Baju Koko, sebagai berikut:
a.
Baju Koko bukanlah sarana
atau alat bantu untuk membersihkan Mobil, apabila kita melakukannya berarti
kita telah keluar dari maksud dan tujuan dihadiahkannya Baju Koko kepada kita.
b.
Menerima sebuah Pemberian
tidak terlepas dari menyenangkan hati pemberi Hadiah.
c.
Memakai Baju Koko sesuai
dengan peruntukkannya merupakan penghormatan kepada pemberi Hadiah.
Ketiga ketentuan yang kami kemukakan di atas,
berlaku secara umum dan harus kita laksanakan dalam rangka menjaga hubungan
yang harmonis antar sesama umat manusia. Sekarang mari kita perhatikan diri kita sendiri yang
telah diberikan Ruh yang berasal dari Nur-Nya Allah SWT, lalu juga telah
diberikan Jasmani yang begitu canggih oleh Allah SWT, serta diri kita juga
telah diberikan Amanah 7 yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT.
Selain
daripada itu Allah SWT juga telah mensibhghah Ruh/Ruhani diri kita dengan
Asmaul Husna-Nya serta Allah SWT juga telah memberikan Af’idah, Akal, Hubbul
serta Diinul Islam kepada diri kita, lalu wajibkah kita bersyukur kepada Allah
SWT yang telah memberikan itu semuanya kepada diri kita? Sampai dengan saat ini, hanya Allah SWT sajalah
yang mampu memberikan hal-hal yang kami sebutkan di atas. Jika hal ini adalah
kondisi dasar dari yang diberikan Allah SWT kepada diri kita, apakah cukup
dengan mengucapkan Terima Kasih saja maka kita sudah dapat dikatakan Mensyukuri
segala apa-apa yang telah diberikan Allah SWT? Terima Kasih tidak dapat kita
jadikan acuan dan pedoman bagi kesuksesan pelaksanaan Syukur kepada Allah SWT
seperti yang dikemukakan Allah SWT dalam surat
Al Baqarah (2) ayat 152 di bawah ini.
karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)
kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku.
(surat Al Baqarah (2) ayat 152)
[98] Maksudnya: aku limpahkan rahmat dan
ampunan-Ku kepadamu.
Setiap
manusia yang ada di muka bumi ini, termasuk diri kita adalah penerima Ruh,
penerima Amanah 7, penerima sibghah Asmaul Husna, penerima Akal dan Perasaan,
penerima Hubbul, penerima Jasmani yang
begitu canggih, serta penerima Diinul Islam, lalu sudahkah kita mensyukuri
pemberian Allah SWT tersebut? Jika kita ingin bersyukur kepada Allah SWT, maka
kita harus berpedoman kepada surat Al Baqarah (2) ayat 152 yang kami kemukakan
di atas, karena Allah SWT telah memberikan tuntunannya kepada kita jika ingin bersyukur
kepada-Nya, yaitu:
a. Jika kita
bersyukur telah menerima Ruh dari Allah SWT, sudahkah kita melaksanakan
pernyataan Ketuhanan kepada Allah SWT?
b. Jika kita
bersyukur telah menerima Ilmu sebagai bagian Amanah 7, lalu sudahkah Ilmu
tersebut kita manfaatkan sesuai dengan peruntukkannya dan juga apakah sudah
kita ajarkan dengan baik kepada yang membutuhkannya?
c. Jika kita
bersyukur telah menerima Af’idah atau Perasaan dan juga Akal dari Allah SWT, apakah kita masih juga terus menyakiti
orang lain?
d. Jika kita
bersyukur telah menerima Hubbul Maal dari Allah SWT, sudahkan sebahagian
RezekiI yang kita peroleh kita zakatkan, infaqkan, untuk orang yang tidak
mampu?
e. Jika kita
bersyukur telah menerima Ar Rahman dan Ar Rahhim dari Allah SWT, sudahkah kita
berkasih sayang dengan kepada sesama manusia?
f. Jika kita
bersyukur telah menerima Jasmani yang Canggih dari Allah SWT, sudahkah kekuatan
yang ada di dalam tubuh kita dipergunakan untuk kebaikan?
g. Jika kita bersyukur
telah menerima Diinul Islam sebagai Agama yang Haq, sudahkah kita
menjalankannya secara Kaffah?
Sebagai Khalifah yang tidak lain tamu di muka bumi
yang diciptakan oleh Allah SWT, sudahkah kita mampu melaksanakan 7(tujuh)
ketentuan yang kami kemukakan di atas sebagai wujud Syukur kita kepada Allah
SWT? Selain daripada itu, untuk membuktikan bahwa
kita telah mampu bersyukur kepada Allah SWT, kedua hal yang akan kami kemukakan
di bawah ini harus sudah mampu kita laksanakan saat hidup di dunia ini, yaitu:
1.
Saat kita bersyukur kepada Allah SWT maka kita harus
saling memberi dan saling menerima, contohnya setelah menerima Rezeki dari
Allah SWT jangan simpan Rezeki itu untuk kepentingan diri sendiri saja, bagilah
kepada yang membutuhkannya maka Allah SWT akan memberikan kembali Rezeki
tersebut kepada kita.
dan Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah
itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah
orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.
(surat Al Israa' (17) ayat 19)
2. Saat kita
bersyukur kepada Allah SWT maka sudah tidak ada lagi Dusta diantara kita dengan
Allah SWT, atau jangan pernah mengingkari segala nikmat yang pernah Allah SWT
berikan.
karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)
kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku.
(surat Al Baqarah (2) ayat 152)
Sebagai
Khalifah yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, sudahkah kita melakukan
tindakan-tindakan yang sesuai dengan Kehendak Allah SWT selaku pemberi Ruh,
Amanah 7, Af’idah atau Perasaan, Akal, Hubbul serta Diinul Islam? Kami berharap
pembaca buku ini termasuk orang-orang yang Tahu dan Mengerti serta paham akan
arti dan makna bersyukur kepada Allah SWT terkecuali jika anda berkehendak
sesuai dengan apa yang dikehendaki Syaitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar