G.
MEMOHON HANYA KEPADA ALLAH SWT SAJA
Berdasarkan surat Ali
Imran (3) ayat 147 dan 148 yang kami
kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk kebaikan yang harus kita laksanakan
sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah hanya memohon kepada Allah
SWT semata. Ingat, memohon hanya kepada Allah SWT semata, jangan pernah memohon
kepada selain Nya. Hal ini dikarenakan hanya Allah SWT yang berkuasa di alam
semesta ini karena Allah SWTlah pencipta dan pemilik dari alam semesta sehingga
hanya Allah SWT sajalah yang mampu dan siap menolong diri kita sepanjang diri
kita mau memohon kepada Nya.
tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan Kami, ampunilah
dosa-dosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam urusan
kami[235] dan tetapkanlah pendirian Kami, dan tolonglah Kami terhadap kaum yang
kafir".
karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia[236] dan
pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebaikan.
(surat Ali Imran (3) ayat 147 & 148)
[235] Yaitu melampaui batas-batas hukum yang telah
ditetapkan Allah s.w.t.
[236] Pahala dunia dapat berupa
kemenangan-kemenangan, memperoleh harta rampasan, pujian-pujian dan lain-lain.
Saat diri kita memohon
kepada Allah SWT menunjukkan bahwa diri kita lemah, menunjukkan bahwa diri kita
tidak mampu, menunjukkan bahwa diri kita butuh pertolongan dan perlindungan,
menunjukkan bahwa diri kita bodoh, menunjukkan bahwa diri kita miskin dan
seterusnya. Adanya kondisi ini sudah barang tentu kita harus keluar dari
permasalahan yang kita alami. Lalu kepada siapakah kita meminta
pertolongan? Berdasarkan ketentuan
Diinul Islam berlaku hanya Allah SWT sajalah yang mampu menolong dan yang mampu
memberikan jalan keluar atas permasalahan yang kita alami. Yang menjadi persoalan
adalah sebuah permohonan baru akan dikabulkan sepanjang memenuhi syarat dan
ketentuan yang Allah SWT kehendaki.
dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat;
Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman:
"Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku
meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang
yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada
ayat-ayat kami".
(surat Al A’raaf (7) ayat 156)
Adapun syarat dan ketentuan
yang dikehendaki oleh Allah SWT ada pada surat Al A’raaf (7) ayat 156, yaitu
kita harus bertaqwa, kita harus menunaikan zakat dan kita harus beriman kepada
ayat ayat Allah SWT. Tanpa adanya pemenuhan syarat dan ketentuan yang berlaku
jangan pernah berharap Allah SWT mengabulkan apa yang kita mohonkan kepada Nya.
Saat diri kita hidup di
muka bumi yang dimiliki oleh Allah SWT, bisa saja kita berbuat maksiat dengan
melanggar aturan, hukum dan ketentuan Allah SWT yang telah ditetapkan berlaku.
Berbuat maksiat belum tentu melanggar hukum positif. Berbuat maksiat akan
menimbulkan dosa yang pada akhirnya menjadi bintik hitam di dalam hati. Setelah
bintik hitam makin banyak di hati, akhirnya orang yang berbuat maksiat itu
melakukan kejahatan karena melanggar hukum positif. Adanya pelanggaran hukum
positif akan menghantarkan pelakunya di penjara dalam kurun waktu tertentu. Hal
yang harus kita jadikan pedoman adalah masuk penjaranya seseorang tidak
otomatis bisa menghapus dosa akibat perbuatan maksiat telah dilakukannya.
"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan Kami (sasaran) fitnah
bagi orang-orang kafir. dan ampunilah Kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
(Surat Al Mumtahanah (60) ayat 5)
Adapun permohonan yang kita
mohonkan kepada Allah SWT tidak hanya terbatas
memohon ampunan atas dosa dan kesalahan yang pernah kita lakukan, atas
keteledoran, atas berlebih lebihan dan lain sebagainya. Akan tetapi juga bisa
memohon perlindungan dari fitnah orang orang yang kafir, dari marabahaya,
bencana, penyakit, niat jahat dan busuk baik yang berasal dari jin dan juga
manusia. Hal yang harus kita jadikan pedoman saat memohon kepada Allah SWT, apa
yang kita minta dan yang minta mohonkan adalah bukanlah sesuatu yang sudah
dialamkan atau yang sudah berada di alam, atau yang menjadi tanda tanda
keberadaan Allah SWT melainkan sesuatu yang masih di Allah SWT (maksudnya
mintalah kepada Allah SWT sesuatu yang masih di Allah SWT)
H.
BERLAKU ADIL
Berdasarkan surat Al An’am
(6) ayat 152 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk kebaikan yang
harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah
berlaku adil, berbuat adil, menjaga keadilan, memelihara keadilan serta merawat
keadilan yang ada di dalam masyarkat. Selain daripada itu, berbuat keadilan
bukan hanya sebatas mengadili suatu perkara atau memutuskan suatu permasalahan
secara adil semata. Membalas suatu penghormatan dengan suatu penghormatan yang
lebih baik juga termasuk perbuatan adil. Hal ini termaktub di dalam surat An
Nisaa ‘(4) ayat 86 di bawah ini.
dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan
sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku
adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520].
yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
(surat Al An’am (6) ayat 152)
[519] Maksudnya mengatakan yang sebenarnya
meskipun merugikan Kerabat sendiri.
[520] Maksudnya penuhilah segala
perintah-perintah-Nya.
apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa)[327]. Sesungguhnya Allah
memperhitungankan segala sesuatu.
(surat An Nisaa (4) ayat 86)
[327] Penghormatan dalam Islam Ialah: dengan
mengucapkan Assalamu'alaikum.
Untuk
itu jika seseorang memberikan salam dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum” maka
kita harus membalas salam tersebut “Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh”.
Inilah salah satu bentuk keadilan yang harus kita jadikan pedoman dalam hidup
dan kehidupan. Jika semua orang yang ada di muka bumi ini mampu berbuat adil
yang tidak hanya saat mengadili seseorang, alangkah indahnya hidup ini.
Selanjutnya
apakah berbuat adil hanya sebatas itu saja? Berbuat adil memiliki makna yang
luas. Adil bisa bermakna berbuat sesuatu kebaikan yang sesuai dengan kebutuhan
bagi penerimanya. Sebagai contoh adalah sebuah keburukan jika kita berbuat
sebuah kebaikan berupa memberikan uang kepada seseorang padahal kebutuhannya
utamanya adalah pendidikan atau keahlian. Hasil akhir dari pada ini adalah
orang tersebut menjadi malas karena ikan yang kita berikan padahal yang terbaik
adalah kail dan pancing. Disinilah letaknya kita harus bijaksana sebelum
berbuat suatu kebaikan. Kebaikan baru bisa bermakna kebaikan jika dilakukan
dengan cara cara yang baik. Untuk itu bersegeralah berbuat kebaikan kepada
siapapun jika kita telah mengaku beriman kepada Allah SWT. Hal ini dikarenakan
bukti orang yang beriman adalah orang yang berguna dan yang bermanfaat bagi
orang lain.
Agar
diri kita mampu berbuat adil atau bijaksana di dalam bertindak dan berbuat, kita
bisa berpedoman kepada Asmaul Husna yang menjadi Nama Nama Allah SWT yang indah
seperti yang kami kemukakan di atas ini. Lalu bagaimana pedoman ini kita
laksanakan? Untuk menjadi orang yang adil dan bijaksana maka kita wajib
memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berpandangan luas serta memiliki wawasan
yang luas.Untuk itu perhatikanlah Asma Allah SWT yang menyatakan Al Aliem Al
Hakim (Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana). Adanya Asma Allah SWT ini menunjukkan
kepada diri kita untuk menjadi orang yang adil dan bijaksana harus diimbangi
dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, tanpa itu maka kita tidak bisa
menampilkan hal tersebut sebagai penampilan diri kita.
A S M A U L H U S N
A
|
1
|
Al Aliem Al Hakim
|
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
|
|
2
|
Al Azis Al Hakim
|
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
|
|
3
|
Al Waasi Al Hakim
|
Maha Luas lagi Maha Bijaksana
|
|
4
|
Al Hakam Al Hakim
|
Maha Menetapkan Hukum lagi Maha Bijaksana
|
|
5
|
At Tawwaab Al Hakim
|
Maha Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana
|
|
6
|
Al Aliyy Al Hakim
|
Maha Tinggi/Maha Luhur lagi Maha Bijaksana
|
|
7
|
Al Hakim Al Khoobir
|
Maha Pemaaf lagi Maha Waspada
|
|
8
|
Al Hakim Al Aliem
|
Maha Pemaaf lagi Maha Mengetahui
|
|
9
|
Al Hakim Al Hamid
|
Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji
|
Di
lain sisi seorang yang mampu adil dan bijaksana akan menjadikan orang tersebut
menjadi orang yang terpuji, seperti Asma Allah SWT yang berbunyi Al Hakim Al
Hamid. Seorang yang menjadi terpuji jika ia mampu berbuat adil dan bijaksana. Sekarang
sudahkah kondisi ini menjadi perilaku kita saat menjadi khalifah di muka bumi
ataukah kita hanya ingin dipuji saja tanpa menjadi orang yang bijaksana?
Pilihan ada di tangan diri kita sendiri, bukan pada orang lain. Ingat, Allah
SWT tidak akan rugi atau berkurang kebesaran dan kemahaan Nya jika kita tidak
mau berbuat kebaikan.
I.
BERDAKWAH DENGAN RASA KASIH SAYANG
Berdasarkan surat Asy
Syuura (42) ayat 23 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk
kebaikan yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah
Ikhsan adalah berdakwah atau menggembirakan seseorang dengan rasa kasih sayang.
Api tidak akan mungkin padam dengan Api. Api hanya akan padam dengan Air. Hal
yang samapun kita harus gunakan saat diri kita berdakwah atau menyampaikan
pelajaran kepada orang yang membutuhkan. Kita tidak bisa menyampaikan sesuatu
yang baik dengan cara cara yang tidak baik. Hal ini dikarenakan suatu ouput
tidak akan mungkin bisa dipisahkan dengan input serta proses, sebab ketiganya
tidak bisa dipisahkan.
Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak
meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam
kekeluargaan". dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan
baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri[1344].
(surat Asy Syuura (42) ayat 23)
[1344] Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada
permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam
raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang
menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat
mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya
ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa
huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar supaya
memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu
diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad.
kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya
buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran
itu.
Setelah berlaku kasih
sayang, Allah SWT masih mempertegas lagi yaitu harus menyeru manusia menuju
jalan kebaikan dengan hikmah dan pelajaran yang baik pula serta bantahlah
mereka denga cara cara yang baik lagi dibenarkan oleh Allah SWT serta
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang
sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu[846]. akan tetapi jika kamu
bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan
dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran)
mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang
yang berbuat kebaikan.
(surat An Nahl (16) ayat 125 s/d 128)
[845] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar
yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
[846] Maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas
mereka janganlah melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas kita.
Dalam sirah Nabawiyah yang
telah kita ketahui bersama, Nabi Muhammad SAW tidak pernah sekalipun berbuat
kasar atau membalas kekasaran yang diterimanya dengan kekasaran. Nabi Muhammad
SAW tidak pernah pula berkata kasar lagi menyakitkan hati. Nabi Muhammad SAW
selalu sabar di dalam menghadapi umatnya yang tidak senang kepadanya. Nabi
Muhammad SAW selalu berperilaku dan berakhlak mulia sehingga dengan perilaku
dan akhlak mulia yang menjadi perilaku Nabi Muhammad SAW lah banyak orang orang
memeluk Agama Islam. Sekarang apakah kita yang telah mengakui dan telah menyatakan
bersyahadat justru berperilaku yang tidak sesuai dengan apa yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW?
dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu)
dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia
ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
(surat Fushshilat (41) ayat 34)
Sekarang
mari kita perhatikan apa yang dikemukakan dalam surat Fushshilat (41) ayat 34
di atas, dikemukakan bahwa tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan (keburukan).
Untuk itu tolaklah kejahatan (keburukan) bukan dengan jalan kejahatan
(keburukan). Namun tolaklah dengan kebaikan karena api tidak akan mungkin padam
dengan api melainkan hanya dengan air lah api padam. Kondisi inilah yang
dilakukan dan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada diri kita,
lalu sudahkah kita berbuat seperti apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW?
Jika belum berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita.
Kejahatan yang dibalas dengan kejahatan adalah akhlak ular.
Kebajikan yang dibalas dengan kejahatan adalah akhlak buaya.
Kebajikan yang dibalas dengan kebajikan adalah akhlak anjing.
Kejahatan yang dibalas dengan kebajikan adalah akhlak manusia yang
bertaqwa.
Di lain sisi, Allah SWT
adalah tuan rumah karena Allah SWTlah yang menciptakan dan yang memiliki langit
dan bumi ini. Sedangkan diri kita termasuk seluruh manusia hanyalah tamu atau
orang yang menumpang di langit dan di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki
oleh Allah SWT. Sebagai tamu, sebagai orang yang menumpang, tentu kita harus
tahu batasan batasan yang tidak boleh kita langgar saat hidup di muka bumi ini.
Sebagai tamu, sebagai orang yang menumpang kita harus melaksanakan segala
hukum, peraturan, undang undang, ketentuan yang telah ditentukan oleh Tuan
Rumah dan selalu berbuat agar tuan rumah senang kepada tamunya atau senang
kepada orang yang menumpang.
Hal yang harus kita
hindari adalah sesama tamu, sesama orang yang menumpang justru saling caci
maki, membuat gaduh diantara sesama tamu dan orang yang menumpang dengan
menyatakan bahwa ia lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Bahkan berani menilai dan berani menghakimi
sesama tamu dengan sebutan kafir dan munafik yang bukan domain sesama tamu atau
bahkan membuat peraturan baru di langit dan di bumi yang tidak pernah mereka
ciptakan. Jika ini yang terjadi maka terjadilah apa yang dinamakan tamu yang
tidak tahu diri karena berani mengambil hak tuan rumah dengan berani menilai
tamu yang lainnya. Jika kita termasuk tamu yang tahu diri, maka jangan pernah
mengambil hak Allah SWT karena baik dan buruknya tamu atau orang yang menumpang
bukan ditentukan oleh tamu melainkan oleh Tuan Rumah. Sekarang ayo menjadi tamu
yang dibanggakan Tuan Rumah dengan selalu berbuat yang menyenangkan Tuan Rumah
yang dilanjutkan untuk selalu menghormati sesama tamu tanpa memandang latar
belakang tamu itu siapa. Lalu buatlah Allah SWT tersenyum sepanjang hayat masih
di kandung badan.
J.
BAIK BURUK ADALAH UNTUK UJIAN
Berdasarkan surat Al
A’raaf (7) ayat 168 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk
kebaikan yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah
Ikhsan adalah baik dan buruk adalah ujian dari Allah SWT sehingga setiap
manusia tanpa terkecuali akan diuji dalam hidup dan kehidupannya. Adanya ujian
yang diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita, maka terjadilah apa yang
dinamakan dengan seleksi alamiah dengan cara yang adil sehingga akan diketahui
siapa yang lebih baik amalnya dibandingkan dengan yang lainnya. Semakin baik
amalnya semakin baik hasilnya, semakin buruk amalnya semakin buruk hasilnya.
Ingat, tidak sama antara yang buruk dengan yang baik sehingga tidak sama pula
syurga dengan neraka.
dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di
antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian.
dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang
buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).
(surat Al A’raaf (7) ayat 168)
yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
(surat Al Mulk (67) ayat 2)
Kondisi ini dipertegas
oleh Allah SWT di dalam surat Al Mulk (67) ayat 2 di atas dan surat Huud (11)
ayat 7 di bawah ini, Allah SWT menetapkan adanya ujian atau akan menguji
siapapun juga tanpa terkecuali. Hal yang harus kita jadikan pedoman tentang
ujian adalah adanya ujian berarti akan adanya peningkatan status seseorang. Semakin
tinggi status seseorang maka semakin berat ujiannya. Ingat, syurga ada tujuh
lapis dan neraka juga ada tujuh lapis, sehingga syarat dan ketentuan untuk
masuk syurga dan neraka pasti berbeda beda pula.
dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan
adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di
antara kamu yang lebih baik amalnya[711], dan jika kamu berkata (kepada
penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati",
niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini[712] tidak lain
hanyalah sihir yang nyata".
(surat Huud (11) ayat 7)
[711] Maksudnya: Allah menjadikan langit dan bumi
untuk tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat berusaha dan beramal, agar nyata
di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.
[712] Maksud mereka mengatakan bahwa kebangkitan
nanti sama dengan sihir ialah kebangkitan itu tidak ada sebagaimana sihir itu
adalah khayalan belaka. menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan kata
ini ialah Al Quran ada pula yang menafsirkan dengan hari berbangkit.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan
baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik
perbuatannya.
(surat Al Kahfi (18) ayat 7)
Adanya hasil baik dan
adanya hasil buruk adalah sunnatullah yang sudah berlaku di muka bumi ini.
Allah SWT telah menetapkan adanya Sunnatullah lalu menyerahkan kepada diri kita
untuk memilih apa apa yang baik dan apa apa yang buruk. Allah SWT sangat demokratis
kepada diri kita. Allah SWT memberikan kebebasan memilih lalu berbuatlah dengan
pilihan dimaksud lalu bersiaplah menerima akibatnya jika kita salah di dalam
memilih pilihan karena resiko tanggung sendiri.
Sebagai Khalifah Allah SWT
di muka bumi tentunya kita harus paham dan mengerti dengan sebaik baiknya
ketentuan sunnatullah ini, jangan sampai sesal di kemudian hari akibat
kebodohan diri kita yang tidak mau belajar dan memahami apa apa yang
dikehendaki Allah SWT terutama di dalam melaksanakan ibadah Ikhsan. Untuk
itulah berfikirlah sebelum bertindak, berbuat baiklah jika ingin menikmati
kebaikan. Ingat, tidak akan ada keburukan yang akan menghasilkan kebaikan.
Kebaikan hanya akan dapat dirasakan jika kita berbuat kebaikan. Kebaikanlah
yang akan mendatangkan kebaikan selanjutnya kebaikan inilah yang menjadikan
diri kita bernilai dihadapan Allah SWT.
K.
SABAR DAN TAWAKKAL
Berdasarkan surat Huud
(11) ayat 115 dan surat Yusuf (12) ayat 90 yang kami kemukakan di bawah ini,
salah satu bentuk kebaikan yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari
pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah kesabaran yang diikuti dengan perbuatan dan
juga ketaqwaan yang diikuti dengan kesabaran. Adanya ketentuan ini maka kita
diwajibkan untuk memiliki hujjah tentang kesebaran yaitu kesabaran atau sabar
tidak akan menghasilkan sesuatu jika tanpa diiringi dengan perbuatan, demikian
pula suatu perbuatan ataupun aktivitas tertentu tidak akan berhasil jika tanpa
adanya kesabaran.
dan bersabarlah, karena Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat kebaikan.
(surat Huud (11) ayat 115)
mereka berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?". Yusuf
menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah
melimpahkan karunia-Nya kepada kami". Sesungguhnya barang siapa yang
bertakwa dan bersabar, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik"
(surat Yusuf (12) ayat 90)
Jika kita hanya sabar di
dalam menghadapi sesuatu persoalan, maka persoalan yang kita hadapi tidak akan
bisa dipecahkan. Kesabaran memang dibutuhkan untuk menyelesaikan sesuatu namun
kesabaran bukanlah cara untuk menyelesaikan sesuatu. Kesabaran adalah proses
untuk menyelesaikan sesuatu persoalan yang diikuti dengan aktivitas untuk
berbuat sesuatu. Katakan kita memiliki persoalan belajar lalu kita hanya sabar
menunggu untuk diberi pelajaran, maka hal ini tidak akan menyelesaikan masalah
belajar. Cari guru, cari sekolah lalu belajar dengan kesabaran tertentu maka
barulah persoalan belajar teratasi. Hal yang samapun berlaku dengan apa yang
kita hadapi saat menjadi Khalifah di muka bumi, kita tidak bisa hanya diam
dalam kesabaran untuk mendapat pertolongan Allah SWT tanpa pernah berbuat
sesuatu seperti bekerja dan berdoa.
dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri
bahagian timur bumi dan bahagian baratnya[560] yang telah Kami beri berkah
padanya. dan telah sempurnalah Perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji)
untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. dan Kami hancurkan apa yang
telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka[561].
(surat Al A’raaf (7) ayat 137)
[560] Maksudnya: negeri Syam dan Mesir dan
negeri-negeri sekitar keduanya yang pernah dikuasai Fir'aun dahulu. sesudah
kerjaan Fir'aun runtuh, negeri-negeri ini diwarisi oleh Bani Israil.
[561] Yang dimaksud dengan Bangunan-bangunan
Fir'aun yang dihancurkan oleh Allah ialah Bangunan-bangunan yang didirikan
mereka dengan menindas Bani Israil, seperti kota Ramses; menara yang
diperintahkan Hamaan mendirikannya dan sebagainya.
Sebagai Khalifah Allah SWT
di muka bumi tentunya kita harus bisa meletakkan dan menempatkan sabar dan
tawakkal dalam posisinya masing masing. Hal ini dikarenakan keduanya tidak bisa
dipisahkan saat diri kita melaksanakan tugas di muka bumi. Dalam kondisi
tertentu kesabaran dibutuhkan terlebih dahulu yang dilanjutkkan dengan tawakkal
dalam perbuatan, dan dilain sisi tawakkal dalam perbuatan dalam kondisi
tertentu bisa saja terlebih dahulu kita lakukan lalu diikuti dengan kesabaran.
Keduanya harus berjalan seiring dan sejalan. Tawakkal dalam perbuatan tidak ada
gunanya tanpa ada kesabaran, demikian pula kesabaran tanpa diiringi dengan
tawakkal dalam perbuatan tidak akan berhasil guna.
L.
KEMBALIKAN SEGALA URUSAN KEPADA ALLAH
SWT
Berdasarkan surat An
Nisaa’ (4) ayat 59 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk kebaikan
yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah
mengembalikan segala urusan kepada Allah SWT apabila kita berlainan pendapat
tentang sesuatu hal akibat tidak tercapainya suatu musyawarah untuk mufakat. Selain
daripada itu, masih melalui surat An Nisaa’ (4) ayat 59 adalah suatu kebaikan jika kita mampu
mentaati Allah SWT, mentaati Rasul serta mentaati Ulil Amri (pemimpin yang
telah disepakati untuk memimpin) diantara kita.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 59)
Hal ini ditegaskan oleh
Allah SWT agar diri kita memiliki pemimpin sehingga umat ada yang mengarahkan,
umat ada yang bertanggung jawab, umat ada yang mengatur sehingga terciptalah
kesejahteraan dan ketentraman di dalam masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan
ulil amri bukanlah dalam arti imam dalam shalat, melainkan pemimpin yang
berlaku di dalam masyarakat seperti ketua Rt, Ketua Rw, Lurah, Camat,
Walikota/Bupati, Gubernur, Menteri, dan juga Presiden.
Masih ada satu hal yang
juga termasuk kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan yaitu mengetahui,
mempelajari, lalu memenuhi segala hak hak Allah SWT sebelum diri kita meminta
hak hak kita kepada Allah SWT atau merasakan apa apa yang telah dijanjikan
Allah SWT kepada diri kita. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hak hak
Allah SWT yang paling utama yang harus kita ketahui dan lalu kita pelajari yang
selanjutnya wajib kita laksanakan sebagai sebuah kebutuhan, yaitu:
1.
Hak Allah SWT adalah Penentu
Ketentuan, Hukum, Undang Undang, Peraturan yang
berlaku di alam semesta ini yang kesemuanya termaktub di dalam Al
Qur’an.
Hal ini dikarenakan Allah
SWT adalah pemilik dan pencipta alam semesta ini. Sehingga Al Qur’an adalah
kumpulan dari ketentuan, hukum, undang undang, peraturan yang berlaku di alam
semesta ini.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal,
(surat Ali Imran (3) ayat 190)
Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit
dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang
sangat pedih,
(surat Ibrahim (14) ayat 2)
Katakanlah: "Terangkanlah kepada-Ku tentang
sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah. perlihatkanlah kepada-Ku
(bahagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan ataukah mereka
mempunyai saham dalam (penciptaan) langit atau Adakah Kami memberi kepada
mereka sebuah kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas
daripadanya? sebenarnya orang-orang yang zalim itu sebahagian dari mereka tidak
menjanjikan kepada sebahagian yang lain, melainkan tipuan belaka".
(surat Fathir (35) ayat 40)
Al Qur’an adalah hak
prerogratif Allah SWT sehingga segala
ketentuan, segala hukum, segala undang undang, segala peraturan yang wajib
berlaku di alam semesta ini adalah ketentuan, hukum, undang undang, peraturan
yang berasal dari Allah SWT. Jika ini kondisinya berarti kita yang ada di alam
semesta ini memiliki kewajiban untuk mempelajari, melaksanakan ketentuan,
hukum, undang undang, peraturan sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Selain daripada itu, kita
hanyalah penyampai dari apa apa yang ada di dalam Al Qur’an tanpa harus
menjadikan diri kita seperti Allah SWT. Katakan jika Allah SWT marah kepada
orang yang syirik dan musyrik atau tidak suka kepada orang yang munafik maka
kita tidak boleh mengambil hak Allah SWT dengan marah dan tidak suka kepada
orang yang bersangkutan. Kita harus tetap santun dan menghormati kepada sesame
umat manusia, urusan syirik, musyrik atau munafik bukanlah urusan kita
melainkan urusan yang melakoninya.
2.
Hak Allah SWT adalah Penilai dari
pelaksanaan dari segala Ketentuan, Hukum, Undang Undang, Peraturan yang
termaktub di dalam Al Qur’an.
Adanya kondisi ini maka
kita harus mampu melaksanakan segala apa yang telah ditetapkan berlaku sehingga
kita dapat dinilai oleh Allah SWT dengan hasil yang baik. Kita tidak pernah
diperkenankan untuk melakukan penilaian kepada orang lain karena kita dan orang
lain adalah sama sama yang akan dinilai oleh Allah SWT.
3.
Hak Allah SWT adalah Penentu Hasil
Akhir dari Pelaksanaan Ketentuan, Hukum, Undang Undang, Peraturan yang wajib
berlaku di alam semesta ini.
Menentukan, Menilai dan
Penentua Akhir dari pelaksanaan segala ketentuan, hukum, undang undang,
peraturan merupakan hak mutlak dari Allah SWT semata. Kita yang menumpang, kita
yang menjadi tamu tidak memiliki hak dimaksud kecuali mempelajari dan
melaksanakan ketentuan itu. Kita juga tidak diperkenankan menambah, mengurangi
apa apa yang menjadi hak Allah SWT.
Jangan sampai kita
mengambil hak Allah SWT ini terutama di dalam menilai orang lain yang sama sama
menumpang di alam semesta ini dan yang sama sama akan dinilai oleh Allah SWT.
Orang yang menumpang tidak memiliki hak sama sekali untuk memberikan penilaian
karena ia bukanlah pencipta dan pemilik dari alam semesta ini. Hal yang harus
kita ketahui pula adalah bahwa Allah SWT memiliki hak mutlak pula untuk
memberikan sanksi kepada siapapun yang tidak mau melaksanakan segala ketentuan
yang telah ditetapkannya berlaku.
4.
Hak Allah SWT adalah Sembahlah Allah SWT Semata.
Berdasarkan surat Thahaa
(20) ayat 14 di bawah ini, kewajiban pertama seorang manusia termasuk diri kita
adalah harus mengenal Allah SWT. Untuk itu maka kita harus memiliki ilmu
tentang Allah SWT yang sesuai dengan kehendak Allah SWT seperti: Apa itu Allah
SWT; Siapa Allah SWT; Bagaimana Allah SWT; Ada dimana Allah SWT; Ada berapa
Allah SWT; Apa yang dikehendaki Allah SWT; Apa yang harus diimani dari Allah
SWT, Apa yang membatalkan keimanan kepada Allah SWT; Lalu siapakah diri kita
serta ada hubungan apakah diri kita dengan Allah SWT dan lain sebagainya.
Sesungguhnya
aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
(surat
Thahaa (20) ayat 14)
Setelah diri kita mampu
mengenal Allah SWT dengan segala sifat dan kekuasaan yang dimiliki Nya serta
tahu siapa diri kita yang sesungguhnya. Lalu Allah SWT mewajibkan kepada diri
kita untuk hanya menyembah kepada Nya. Inilah loyalitas mutlak yang harus
diberikan hanya kepada-Nya. Tidak dibenarkan seorang hamba melakukan loyalitas
ganda kepada selain Allah SWT dan jika ini kita lakukan berarti kita telah
menyekutukan Allah SWT di langit dan di bumi Allah SWT. Ingat, menyekutukan
Allah SWT dengan sesuatu adalah dosa yang tidak diampuni oleh Allah SWT.
5.
Hak Allah SWT adalah Mengabdi Hanya
KepadaNya.
Berdasarkan
surat Az Zaariyaat (51) ayat 56 di bawah ini, hak Allah SWT selanjutnya
adalah mengabdi hanya kepada Allah SWT
semata yang tidak lain merupakan kewajiban diri kita kepada Allah SWT. Ingat, beribadah
hanya kepada Allah SWT atau mengabdi hanya kepada Allah SWT tidak hanya berlaku
untuk manusia saja, tetapi juga untuk jin.
dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(surat Az
Zaariyaat (51) ayat 56)
Jika ini kondisinya
sudahkah kita hanya mengabdi kepada Allah SWT karena hanya dengan mengabdi
kepada Allah SWT lah kita akan selamat hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Jika belum bertanyalah kepada diri kita sendiri, patutkah kita berbuat kepada
Allah SWT seperti itu? Semoga hal ini
tidak terjadi pada diri kita dan juga pada anak dan keturunan kita. Amien.
Selanjutnya, untuk
menambah wawasan tentang hak dan kewajiban manusia. Berikut ini akan kami
kemukakan nasehat dari Imam Syafie kepada murid muridnya sebelum ia meninggal
dunia terutama mengenai hak yang harus
ditunaikan dan dijaga oleh seseorang yaitu :
a. Hak kamu kepada diri sendiri, yaitu
kurangi tidur. Tidur berlebihan mengurangkan keberkahan umur dan menambah
kemalasan dalam urusan agama dan urusan dunia; kurangi makan. Makan berlebihan
mengundang penyakit seperti sabda Nabi SAW: “Perut itu rumah segala penyakit”.
Makan berlebihan juga menyebabkan mata mengantuk (berkaitan juga dengan
berlebihan tidur), mengeraskan hati dan menambah kemalasan dalam urusan agama
dan urusan dunia; kurangi berbicara. Banyak berbicara banyak mengundang maksiat
mulut; bersyukur dengan rezeki yang ada.
b. Hak kamu
kepada Malaikat Maut yaitu memohon maaf kepada orang yang dizalimi;
membuat persediaan amalan untuk menghadapi kematian dengan memperbanyak ibadah
wajib dan sunnah.
c.
Hak kamu kepada kubur yaitu menjauhi perbuatan menebar fitnah, menjaga
kebersihan, membiasakan shalat shalat sunnah, membantu orang yang tidak mampu.
d. Hak
kamu kepada Malaikat Mungkar dan Malaikat Nakir (malaikat yang
menyoal manusia di dalam kubur), yaitu berkata benar dan tidak berdusta;
meninggalkan maksiat, nasihat menasihati kepada sesama.
e. Hak
kamu kepada mizan (neraca timbangan di hari akhirat) yaitu menahan
ahwa (nafsu yang mengajak kepada kejahatan); selalu berzikir; mengaji
Al-Quran, Tahlil, Tahmid dan seumpamanya; ikhlas melakukan segala
amalan dan di dalam segala pekerjaan; ridha ketika menghadapi kesusahan;
bersyukur ketika mendapat nikmat.
f. Hak
kamu kepada Siratul Mustaqim (titian yang merentangi syurga dan
neraka) yaitu mematuhi segala perintah, jauhi segala larangan
Allah seperti mengumpat, menghina orang lain dan lain-lain; suka membantu
orang-orang beriman dan orang-orang yang memerlukan pertolongan tanpa
melihat bangsa dan agama; selalu shalat berjemaah di surau dan masjid.
g.
Hak kamu kepada Malaikat Malik Zabaniah (malaikat penjaga
neraka, yaitu menangis karena takut akan azab Allah di
hari Mahsyar (hari perhimpunan); berbuat baik kepada ibu bapak;
memperbanyakkan sedekah baik dalam bentuk uang, tenaga, buah fikiran dan
lain-lain; memperbaiki akhlak terhadap Allah SWT, Rasullulah SAW,
masyarakat dan lain-lain.
a.
Hak
kamu kepada Malik Ridzuan (malaikat penjaga syurga), yaitu bersabar ketika
menerima musibah/bencana; bersyukur atas nikmat Allah SWT; bertaubat
sebelum tibanya ajal, jangan menangguhkan taubat karena mati itu akan datang;
jangan mengulangi maksiat setelah bertaubat; sntiasa mengharap rahmat,
ridha dan ampunan AllahSWT; sentiasa muhasabah diri supaya sentiasa berada di
landasan yang betul;
i. Hak
kamu kepada Nabi SAW yaitu memperbanyakkan shalawat kepada
Rasullulah SAW, berpegang kepada syariat Islam , berpegang teguh
kepada hadis yang sahih, berlumba-lumba mencari keredhaan Allah.
j.
Hak kamu kepada Allah SWT, yaitu hendaklah mengajak manusia ke arah
kebaikan, mencegah masyarakat daripada melakukan kemungkaran, mengasihi
perkara-perkara yang baik dalam ketaatan kepada Allah SWT, membenci segala
bentuk maksiat terhadap Allah SWT, mendamaikan saudara kamu yang
bermusuhan, menjalin silaturrahim di kalangan kamu, kasih kepada saudara kamu
sebagaimana kamu kasih kepada diri kamu sendiri, kasih kepada
tetangga tanpa melihat bangsa dan agama.
Katakan saat ini kita
telah kita mampu berbuat kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan, namun apa yang
kita lakukan belum memberikan hasil yang optimal baik kepada diri, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Jika ini sampai terjadi pada diri kita, ada
baiknya kita merenungi nasehat dari Ibrahim bin Adham di bawah ini sehingga diri
kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.
Kalian mengenal Allah, tetapi kalian tidak menunaikan hak-Nya.
Kalian mengaku mencintai Nabi dan Rasul-Nya, tetapi kalian meninggalkan
Sunnahnya.
Kalian membaca Al-Quran, tetapi kalian tidak mengamalkan isinya.
Kalian banyak diberi nikmat karunia, tetapi kalian tidak mensyukurinya.
Kalian mengatakan bahwa syetan adalah musuh, tetapi kalian justru
mengikuti langkahnya.
Kalian mengaku bahwa surga adalah benar adanya, tetapi kalian tidak
melakukan amal-amal yang mengantar ke sana.
Kalian mengaku bahwa neraka adalah benar adanya, tetapi kalian tidak
lari dari panas siksanya.
Kalian mengaku bahwa kematian adalah benar adanya, namun kalian
tidak mempersiapkan diri ke sana.
Kalian sibuk mengurusi kekurangan orang lain, tetapi kalian lupa akan
kekurangan diri sendiri.
Kalian menguburkan jenazah, akan tetapi tidak mau mengambil pelajaran
dari peristiwa kematian.
(Nasehat Ibrahim bin Adham)
Untuk itu sadarilah dengan
sesadar sadarnya bahwa saat kita hidup adalah kesempatan bagi diri kita untuk
melaksanakan kebaikan dalam kerangka Ibadah Ikhsan. Perbaiki apa yang harus
kita perbaiki. Lakukan apa yang harus kita lakukan. Jangan pernah menunda nunda
apa yang seharusnya kita lakukan. Ingat, waktu yang tersedia tidak bisa
diputar. Berbuatlah kebaikan secara ikhlas. Lakukan kebaikan sekarang juga.
Ingat, lakukan sekarang juga dan ingat pula kebaikan itu untuk diri kita
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar