Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 27 Maret 2017

APA ITU IKHSAN (KEBAIKAN) (part 2 of 2)

G.   MEMOHON HANYA KEPADA ALLAH SWT SAJA

Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 147 dan 148  yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk kebaikan yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah hanya memohon kepada Allah SWT semata. Ingat, memohon hanya kepada Allah SWT semata, jangan pernah memohon kepada selain Nya. Hal ini dikarenakan hanya Allah SWT yang berkuasa di alam semesta ini karena Allah SWTlah pencipta dan pemilik dari alam semesta sehingga hanya Allah SWT sajalah yang mampu dan siap menolong diri kita sepanjang diri kita mau memohon kepada Nya.


tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami[235] dan tetapkanlah pendirian Kami, dan tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir".
karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia[236] dan pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.
(surat Ali Imran (3) ayat 147 & 148)

[235] Yaitu melampaui batas-batas hukum yang telah ditetapkan Allah s.w.t.
[236] Pahala dunia dapat berupa kemenangan-kemenangan, memperoleh harta rampasan, pujian-pujian dan lain-lain.

Saat diri kita memohon kepada Allah SWT menunjukkan bahwa diri kita lemah, menunjukkan bahwa diri kita tidak mampu, menunjukkan bahwa diri kita butuh pertolongan dan perlindungan, menunjukkan bahwa diri kita bodoh, menunjukkan bahwa diri kita miskin dan seterusnya. Adanya kondisi ini sudah barang tentu kita harus keluar dari permasalahan yang kita alami. Lalu kepada siapakah kita meminta pertolongan?  Berdasarkan ketentuan Diinul Islam berlaku hanya Allah SWT sajalah yang mampu menolong dan yang mampu memberikan jalan keluar atas permasalahan yang kita alami. Yang menjadi persoalan adalah sebuah permohonan baru akan dikabulkan sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan yang Allah SWT kehendaki.

dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami".
(surat Al A’raaf (7) ayat 156)

Adapun syarat dan ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT ada pada surat Al A’raaf (7) ayat 156, yaitu kita harus bertaqwa, kita harus menunaikan zakat dan kita harus beriman kepada ayat ayat Allah SWT. Tanpa adanya pemenuhan syarat dan ketentuan yang berlaku jangan pernah berharap Allah SWT mengabulkan apa yang kita mohonkan kepada Nya.

Saat diri kita hidup di muka bumi yang dimiliki oleh Allah SWT, bisa saja kita berbuat maksiat dengan melanggar aturan, hukum dan ketentuan Allah SWT yang telah ditetapkan berlaku. Berbuat maksiat belum tentu melanggar hukum positif. Berbuat maksiat akan menimbulkan dosa yang pada akhirnya menjadi bintik hitam di dalam hati. Setelah bintik hitam makin banyak di hati, akhirnya orang yang berbuat maksiat itu melakukan kejahatan karena melanggar hukum positif. Adanya pelanggaran hukum positif akan menghantarkan pelakunya di penjara dalam kurun waktu tertentu. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah masuk penjaranya seseorang tidak otomatis bisa menghapus dosa akibat perbuatan maksiat telah dilakukannya. 

"Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan Kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. dan ampunilah Kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
(Surat Al Mumtahanah (60) ayat 5)

Adapun permohonan yang kita mohonkan kepada Allah SWT tidak hanya terbatas  memohon ampunan atas dosa dan kesalahan yang pernah kita lakukan, atas keteledoran, atas berlebih lebihan dan lain sebagainya. Akan tetapi juga bisa memohon perlindungan dari fitnah orang orang yang kafir, dari marabahaya, bencana, penyakit, niat jahat dan busuk baik yang berasal dari jin dan juga manusia. Hal yang harus kita jadikan pedoman saat memohon kepada Allah SWT, apa yang kita minta dan yang minta mohonkan adalah bukanlah sesuatu yang sudah dialamkan atau yang sudah berada di alam, atau yang menjadi tanda tanda keberadaan Allah SWT melainkan sesuatu yang masih di Allah SWT (maksudnya mintalah kepada Allah SWT sesuatu yang masih di Allah SWT)

H.   BERLAKU ADIL  

Berdasarkan surat Al An’am (6) ayat 152 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk kebaikan yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah berlaku adil, berbuat adil, menjaga keadilan, memelihara keadilan serta merawat keadilan yang ada di dalam masyarkat. Selain daripada itu, berbuat keadilan bukan hanya sebatas mengadili suatu perkara atau memutuskan suatu permasalahan secara adil semata. Membalas suatu penghormatan dengan suatu penghormatan yang lebih baik juga termasuk perbuatan adil. Hal ini termaktub di dalam surat An Nisaa ‘(4) ayat 86 di bawah ini.

dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
(surat Al An’am (6) ayat 152)

[519] Maksudnya mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan Kerabat sendiri.
[520] Maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.

apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)[327]. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.
(surat An Nisaa (4) ayat 86)

[327] Penghormatan dalam Islam Ialah: dengan mengucapkan Assalamu'alaikum.

Untuk itu jika seseorang memberikan salam dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum” maka kita harus membalas salam tersebut “Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh”. Inilah salah satu bentuk keadilan yang harus kita jadikan pedoman dalam hidup dan kehidupan. Jika semua orang yang ada di muka bumi ini mampu berbuat adil yang tidak hanya saat mengadili seseorang, alangkah indahnya hidup ini.

Selanjutnya apakah berbuat adil hanya sebatas itu saja? Berbuat adil memiliki makna yang luas. Adil bisa bermakna berbuat sesuatu kebaikan yang sesuai dengan kebutuhan bagi penerimanya. Sebagai contoh adalah sebuah keburukan jika kita berbuat sebuah kebaikan berupa memberikan uang kepada seseorang padahal kebutuhannya utamanya adalah pendidikan atau keahlian. Hasil akhir dari pada ini adalah orang tersebut menjadi malas karena ikan yang kita berikan padahal yang terbaik adalah kail dan pancing. Disinilah letaknya kita harus bijaksana sebelum berbuat suatu kebaikan. Kebaikan baru bisa bermakna kebaikan jika dilakukan dengan cara cara yang baik. Untuk itu bersegeralah berbuat kebaikan kepada siapapun jika kita telah mengaku beriman kepada Allah SWT. Hal ini dikarenakan bukti orang yang beriman adalah orang yang berguna dan yang bermanfaat bagi orang lain.

Agar diri kita mampu berbuat adil atau bijaksana di dalam bertindak dan berbuat, kita bisa berpedoman kepada Asmaul Husna yang menjadi Nama Nama Allah SWT yang indah seperti yang kami kemukakan di atas ini. Lalu bagaimana pedoman ini kita laksanakan? Untuk menjadi orang yang adil dan bijaksana maka kita wajib memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berpandangan luas serta memiliki wawasan yang luas.Untuk itu perhatikanlah Asma Allah SWT yang menyatakan Al Aliem Al Hakim (Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana). Adanya Asma Allah SWT ini menunjukkan kepada diri kita untuk menjadi orang yang adil dan bijaksana harus diimbangi dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, tanpa itu maka kita tidak bisa menampilkan hal tersebut sebagai penampilan diri kita.

A S M A U L   H U S N A
1
Al Aliem Al Hakim
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
2
Al Azis Al Hakim
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
3
Al Waasi Al Hakim
Maha Luas lagi Maha Bijaksana
4
Al Hakam Al Hakim
Maha Menetapkan Hukum lagi Maha Bijaksana
5
At Tawwaab Al Hakim
Maha Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana
6
Al Aliyy Al Hakim
Maha Tinggi/Maha Luhur lagi Maha Bijaksana
7
Al Hakim Al Khoobir
Maha Pemaaf lagi Maha Waspada
8
Al Hakim Al Aliem
Maha Pemaaf lagi Maha Mengetahui
9
Al Hakim Al Hamid
Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji

Di lain sisi seorang yang mampu adil dan bijaksana akan menjadikan orang tersebut menjadi orang yang terpuji, seperti Asma Allah SWT yang berbunyi Al Hakim Al Hamid. Seorang yang menjadi terpuji jika ia mampu berbuat adil dan bijaksana. Sekarang sudahkah kondisi ini menjadi perilaku kita saat menjadi khalifah di muka bumi ataukah kita hanya ingin dipuji saja tanpa menjadi orang yang bijaksana? Pilihan ada di tangan diri kita sendiri, bukan pada orang lain. Ingat, Allah SWT tidak akan rugi atau berkurang kebesaran dan kemahaan Nya jika kita tidak mau berbuat kebaikan.

I.   BERDAKWAH DENGAN RASA KASIH SAYANG

Berdasarkan surat Asy Syuura (42) ayat 23 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk kebaikan yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah berdakwah atau menggembirakan seseorang dengan rasa kasih sayang. Api tidak akan mungkin padam dengan Api. Api hanya akan padam dengan Air. Hal yang samapun kita harus gunakan saat diri kita berdakwah atau menyampaikan pelajaran kepada orang yang membutuhkan. Kita tidak bisa menyampaikan sesuatu yang baik dengan cara cara yang tidak baik. Hal ini dikarenakan suatu ouput tidak akan mungkin bisa dipisahkan dengan input serta proses, sebab ketiganya tidak bisa dipisahkan. 

Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri[1344].
(surat Asy Syuura (42) ayat 23)

[1344] Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.


Setelah berlaku kasih sayang, Allah SWT masih mempertegas lagi yaitu harus menyeru manusia menuju jalan kebaikan dengan hikmah dan pelajaran yang baik pula serta bantahlah mereka denga cara cara yang baik lagi dibenarkan oleh Allah SWT serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.  

serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu[846]. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
(surat An Nahl (16) ayat 125 s/d 128)

[845] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
[846] Maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas mereka janganlah melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas kita.

Dalam sirah Nabawiyah yang telah kita ketahui bersama, Nabi Muhammad SAW tidak pernah sekalipun berbuat kasar atau membalas kekasaran yang diterimanya dengan kekasaran. Nabi Muhammad SAW tidak pernah pula berkata kasar lagi menyakitkan hati. Nabi Muhammad SAW selalu sabar di dalam menghadapi umatnya yang tidak senang kepadanya. Nabi Muhammad SAW selalu berperilaku dan berakhlak mulia sehingga dengan perilaku dan akhlak mulia yang menjadi perilaku Nabi Muhammad SAW lah banyak orang orang memeluk Agama Islam. Sekarang apakah kita yang telah mengakui dan telah menyatakan bersyahadat justru berperilaku yang tidak sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW?

dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
(surat Fushshilat (41) ayat 34)

Sekarang mari kita perhatikan apa yang dikemukakan dalam surat Fushshilat (41) ayat 34 di atas, dikemukakan bahwa tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan (keburukan). Untuk itu tolaklah kejahatan (keburukan) bukan dengan jalan kejahatan (keburukan). Namun tolaklah dengan kebaikan karena api tidak akan mungkin padam dengan api melainkan hanya dengan air lah api padam. Kondisi inilah yang dilakukan dan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada diri kita, lalu sudahkah kita berbuat seperti apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW? Jika belum berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita. 

Kejahatan yang dibalas dengan kejahatan adalah akhlak ular.
Kebajikan yang dibalas dengan kejahatan adalah akhlak buaya.
Kebajikan yang dibalas dengan kebajikan adalah akhlak anjing.
Kejahatan yang dibalas dengan kebajikan adalah akhlak manusia yang bertaqwa.

Di lain sisi, Allah SWT adalah tuan rumah karena Allah SWTlah yang menciptakan dan yang memiliki langit dan bumi ini. Sedangkan diri kita termasuk seluruh manusia hanyalah tamu atau orang yang menumpang di langit dan di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT. Sebagai tamu, sebagai orang yang menumpang, tentu kita harus tahu batasan batasan yang tidak boleh kita langgar saat hidup di muka bumi ini. Sebagai tamu, sebagai orang yang menumpang kita harus melaksanakan segala hukum, peraturan, undang undang, ketentuan yang telah ditentukan oleh Tuan Rumah dan selalu berbuat agar tuan rumah senang kepada tamunya atau senang kepada orang yang menumpang. 

Hal yang harus kita hindari adalah sesama tamu, sesama orang yang menumpang justru saling caci maki, membuat gaduh diantara sesama tamu dan orang yang menumpang dengan menyatakan bahwa ia lebih baik dibandingkan dengan yang lain.  Bahkan berani menilai dan berani menghakimi sesama tamu dengan sebutan kafir dan munafik yang bukan domain sesama tamu atau bahkan membuat peraturan baru di langit dan di bumi yang tidak pernah mereka ciptakan. Jika ini yang terjadi maka terjadilah apa yang dinamakan tamu yang tidak tahu diri karena berani mengambil hak tuan rumah dengan berani menilai tamu yang lainnya. Jika kita termasuk tamu yang tahu diri, maka jangan pernah mengambil hak Allah SWT karena baik dan buruknya tamu atau orang yang menumpang bukan ditentukan oleh tamu melainkan oleh Tuan Rumah. Sekarang ayo menjadi tamu yang dibanggakan Tuan Rumah dengan selalu berbuat yang menyenangkan Tuan Rumah yang dilanjutkan untuk selalu menghormati sesama tamu tanpa memandang latar belakang tamu itu siapa. Lalu buatlah Allah SWT tersenyum sepanjang hayat masih di kandung badan.

J.   BAIK BURUK ADALAH UNTUK UJIAN

Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 168 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk kebaikan yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah baik dan buruk adalah ujian dari Allah SWT sehingga setiap manusia tanpa terkecuali akan diuji dalam hidup dan kehidupannya. Adanya ujian yang diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan seleksi alamiah dengan cara yang adil sehingga akan diketahui siapa yang lebih baik amalnya dibandingkan dengan yang lainnya. Semakin baik amalnya semakin baik hasilnya, semakin buruk amalnya semakin buruk hasilnya. Ingat, tidak sama antara yang buruk dengan yang baik sehingga tidak sama pula syurga dengan neraka.  

dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).
(surat Al A’raaf (7) ayat 168)

yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
(surat Al Mulk (67) ayat 2)

Kondisi ini dipertegas oleh Allah SWT di dalam surat Al Mulk (67) ayat 2 di atas dan surat Huud (11) ayat 7 di bawah ini, Allah SWT menetapkan adanya ujian atau akan menguji siapapun juga tanpa terkecuali. Hal yang harus kita jadikan pedoman tentang ujian adalah adanya ujian berarti akan adanya peningkatan status seseorang. Semakin tinggi status seseorang maka semakin berat ujiannya. Ingat, syurga ada tujuh lapis dan neraka juga ada tujuh lapis, sehingga syarat dan ketentuan untuk masuk syurga dan neraka pasti berbeda beda pula.

dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya[711], dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini[712] tidak lain hanyalah sihir yang nyata".
(surat Huud (11) ayat 7)

[711] Maksudnya: Allah menjadikan langit dan bumi untuk tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat berusaha dan beramal, agar nyata di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.
[712] Maksud mereka mengatakan bahwa kebangkitan nanti sama dengan sihir ialah kebangkitan itu tidak ada sebagaimana sihir itu adalah khayalan belaka. menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan kata ini ialah Al Quran ada pula yang menafsirkan dengan hari berbangkit.

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
(surat Al Kahfi (18) ayat 7)

Adanya hasil baik dan adanya hasil buruk adalah sunnatullah yang sudah berlaku di muka bumi ini. Allah SWT telah menetapkan adanya Sunnatullah lalu menyerahkan kepada diri kita untuk memilih apa apa yang baik dan apa apa yang buruk. Allah SWT sangat demokratis kepada diri kita. Allah SWT memberikan kebebasan memilih lalu berbuatlah dengan pilihan dimaksud lalu bersiaplah menerima akibatnya jika kita salah di dalam memilih pilihan karena resiko tanggung sendiri.     

Sebagai Khalifah Allah SWT di muka bumi tentunya kita harus paham dan mengerti dengan sebaik baiknya ketentuan sunnatullah ini, jangan sampai sesal di kemudian hari akibat kebodohan diri kita yang tidak mau belajar dan memahami apa apa yang dikehendaki Allah SWT terutama di dalam melaksanakan ibadah Ikhsan. Untuk itulah berfikirlah sebelum bertindak, berbuat baiklah jika ingin menikmati kebaikan. Ingat, tidak akan ada keburukan yang akan menghasilkan kebaikan. Kebaikan hanya akan dapat dirasakan jika kita berbuat kebaikan. Kebaikanlah yang akan mendatangkan kebaikan selanjutnya kebaikan inilah yang menjadikan diri kita bernilai dihadapan Allah SWT. 

K.   SABAR DAN TAWAKKAL

Berdasarkan surat Huud (11) ayat 115 dan surat Yusuf (12) ayat 90 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk kebaikan yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah kesabaran yang diikuti dengan perbuatan dan juga ketaqwaan yang diikuti dengan kesabaran. Adanya ketentuan ini maka kita diwajibkan untuk memiliki hujjah tentang kesebaran yaitu kesabaran atau sabar tidak akan menghasilkan sesuatu jika tanpa diiringi dengan perbuatan, demikian pula suatu perbuatan ataupun aktivitas tertentu tidak akan berhasil jika tanpa adanya kesabaran.

dan bersabarlah, karena Sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.
(surat Huud (11) ayat 115)

mereka berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?". Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami". Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik"
(surat Yusuf (12) ayat 90)

Jika kita hanya sabar di dalam menghadapi sesuatu persoalan, maka persoalan yang kita hadapi tidak akan bisa dipecahkan. Kesabaran memang dibutuhkan untuk menyelesaikan sesuatu namun kesabaran bukanlah cara untuk menyelesaikan sesuatu. Kesabaran adalah proses untuk menyelesaikan sesuatu persoalan yang diikuti dengan aktivitas untuk berbuat sesuatu. Katakan kita memiliki persoalan belajar lalu kita hanya sabar menunggu untuk diberi pelajaran, maka hal ini tidak akan menyelesaikan masalah belajar. Cari guru, cari sekolah lalu belajar dengan kesabaran tertentu maka barulah persoalan belajar teratasi. Hal yang samapun berlaku dengan apa yang kita hadapi saat menjadi Khalifah di muka bumi, kita tidak bisa hanya diam dalam kesabaran untuk mendapat pertolongan Allah SWT tanpa pernah berbuat sesuatu seperti bekerja dan berdoa.    

dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya[560] yang telah Kami beri berkah padanya. dan telah sempurnalah Perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka[561].
(surat Al A’raaf (7) ayat 137)

[560] Maksudnya: negeri Syam dan Mesir dan negeri-negeri sekitar keduanya yang pernah dikuasai Fir'aun dahulu. sesudah kerjaan Fir'aun runtuh, negeri-negeri ini diwarisi oleh Bani Israil.
[561] Yang dimaksud dengan Bangunan-bangunan Fir'aun yang dihancurkan oleh Allah ialah Bangunan-bangunan yang didirikan mereka dengan menindas Bani Israil, seperti kota Ramses; menara yang diperintahkan Hamaan mendirikannya dan sebagainya.

Sebagai Khalifah Allah SWT di muka bumi tentunya kita harus bisa meletakkan dan menempatkan sabar dan tawakkal dalam posisinya masing masing. Hal ini dikarenakan keduanya tidak bisa dipisahkan saat diri kita melaksanakan tugas di muka bumi. Dalam kondisi tertentu kesabaran dibutuhkan terlebih dahulu yang dilanjutkkan dengan tawakkal dalam perbuatan, dan dilain sisi tawakkal dalam perbuatan dalam kondisi tertentu bisa saja terlebih dahulu kita lakukan lalu diikuti dengan kesabaran. Keduanya harus berjalan seiring dan sejalan. Tawakkal dalam perbuatan tidak ada gunanya tanpa ada kesabaran, demikian pula kesabaran tanpa diiringi dengan tawakkal dalam perbuatan tidak akan berhasil guna.

L.    KEMBALIKAN SEGALA URUSAN KEPADA ALLAH SWT

Berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 59 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu bentuk kebaikan yang harus kita laksanakan sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah Ikhsan adalah mengembalikan segala urusan kepada Allah SWT apabila kita berlainan pendapat tentang sesuatu hal akibat tidak tercapainya suatu musyawarah untuk mufakat. Selain daripada itu, masih melalui surat An Nisaa’ (4) ayat 59  adalah suatu kebaikan jika kita mampu mentaati Allah SWT, mentaati Rasul serta mentaati Ulil Amri (pemimpin yang telah disepakati untuk memimpin) diantara kita.

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 59)

Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT agar diri kita memiliki pemimpin sehingga umat ada yang mengarahkan, umat ada yang bertanggung jawab, umat ada yang mengatur sehingga terciptalah kesejahteraan dan ketentraman di dalam masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan ulil amri bukanlah dalam arti imam dalam shalat, melainkan pemimpin yang berlaku di dalam masyarakat seperti ketua Rt, Ketua Rw, Lurah, Camat, Walikota/Bupati, Gubernur, Menteri, dan juga Presiden.  

Masih ada satu hal yang juga termasuk kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan yaitu mengetahui, mempelajari, lalu memenuhi segala hak hak Allah SWT sebelum diri kita meminta hak hak kita kepada Allah SWT atau merasakan apa apa yang telah dijanjikan Allah SWT kepada diri kita. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hak hak Allah SWT yang paling utama yang harus kita ketahui dan lalu kita pelajari yang selanjutnya wajib kita laksanakan sebagai sebuah kebutuhan, yaitu:

1.      Hak Allah SWT adalah Penentu Ketentuan, Hukum, Undang Undang, Peraturan yang  berlaku di alam semesta ini yang kesemuanya termaktub di dalam Al Qur’an.

Hal ini dikarenakan Allah SWT adalah pemilik dan pencipta alam semesta ini. Sehingga Al Qur’an adalah kumpulan dari ketentuan, hukum, undang undang, peraturan yang berlaku di alam semesta ini.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(surat Ali Imran (3) ayat 190)

Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih,
(surat Ibrahim (14) ayat 2)

Katakanlah: "Terangkanlah kepada-Ku tentang sekutu-sekutumu yang kamu seru selain Allah. perlihatkanlah kepada-Ku (bahagian) manakah dari bumi ini yang telah mereka ciptakan ataukah mereka mempunyai saham dalam (penciptaan) langit atau Adakah Kami memberi kepada mereka sebuah kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas daripadanya? sebenarnya orang-orang yang zalim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebahagian yang lain, melainkan tipuan belaka".
(surat Fathir (35) ayat 40)

Al Qur’an adalah hak prerogratif  Allah SWT sehingga segala ketentuan, segala hukum, segala undang undang, segala peraturan yang wajib berlaku di alam semesta ini adalah ketentuan, hukum, undang undang, peraturan yang berasal dari Allah SWT. Jika ini kondisinya berarti kita yang ada di alam semesta ini memiliki kewajiban untuk mempelajari, melaksanakan ketentuan, hukum, undang undang, peraturan sesuai dengan kehendak Allah SWT. 

Selain daripada itu, kita hanyalah penyampai dari apa apa yang ada di dalam Al Qur’an tanpa harus menjadikan diri kita seperti Allah SWT. Katakan jika Allah SWT marah kepada orang yang syirik dan musyrik atau tidak suka kepada orang yang munafik maka kita tidak boleh mengambil hak Allah SWT dengan marah dan tidak suka kepada orang yang bersangkutan. Kita harus tetap santun dan menghormati kepada sesame umat manusia, urusan syirik, musyrik atau munafik bukanlah urusan kita melainkan urusan yang melakoninya.

2.      Hak Allah SWT adalah Penilai dari pelaksanaan dari segala Ketentuan, Hukum, Undang Undang, Peraturan yang termaktub di dalam Al Qur’an.

Adanya kondisi ini maka kita harus mampu melaksanakan segala apa yang telah ditetapkan berlaku sehingga kita dapat dinilai oleh Allah SWT dengan hasil yang baik. Kita tidak pernah diperkenankan untuk melakukan penilaian kepada orang lain karena kita dan orang lain adalah sama sama yang akan dinilai oleh Allah SWT.

3.      Hak Allah SWT adalah Penentu Hasil Akhir dari Pelaksanaan Ketentuan, Hukum, Undang Undang, Peraturan yang wajib berlaku di alam semesta ini.

Menentukan, Menilai dan Penentua Akhir dari pelaksanaan segala ketentuan, hukum, undang undang, peraturan merupakan hak mutlak dari Allah SWT semata. Kita yang menumpang, kita yang menjadi tamu tidak memiliki hak dimaksud kecuali mempelajari dan melaksanakan ketentuan itu. Kita juga tidak diperkenankan menambah, mengurangi apa apa yang menjadi hak Allah SWT.

Jangan sampai kita mengambil hak Allah SWT ini terutama di dalam menilai orang lain yang sama sama menumpang di alam semesta ini dan yang sama sama akan dinilai oleh Allah SWT. Orang yang menumpang tidak memiliki hak sama sekali untuk memberikan penilaian karena ia bukanlah pencipta dan pemilik dari alam semesta ini. Hal yang harus kita ketahui pula adalah bahwa Allah SWT memiliki hak mutlak pula untuk memberikan sanksi kepada siapapun yang tidak mau melaksanakan segala ketentuan yang telah ditetapkannya berlaku.

4.      Hak Allah SWT  adalah Sembahlah Allah SWT Semata.

Berdasarkan surat Thahaa (20) ayat 14 di bawah ini, kewajiban pertama seorang manusia termasuk diri kita adalah harus mengenal Allah SWT. Untuk itu maka kita harus memiliki ilmu tentang Allah SWT yang sesuai dengan kehendak Allah SWT seperti: Apa itu Allah SWT; Siapa Allah SWT; Bagaimana Allah SWT; Ada dimana Allah SWT; Ada berapa Allah SWT; Apa yang dikehendaki Allah SWT; Apa yang harus diimani dari Allah SWT, Apa yang membatalkan keimanan kepada Allah SWT; Lalu siapakah diri kita serta ada hubungan apakah diri kita dengan Allah SWT dan lain sebagainya.

Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
(surat Thahaa (20) ayat 14)

Setelah diri kita mampu mengenal Allah SWT dengan segala sifat dan kekuasaan yang dimiliki Nya serta tahu siapa diri kita yang sesungguhnya. Lalu Allah SWT mewajibkan kepada diri kita untuk hanya menyembah kepada Nya. Inilah loyalitas mutlak yang harus diberikan hanya kepada-Nya. Tidak dibenarkan seorang hamba melakukan loyalitas ganda kepada selain Allah SWT dan jika ini kita lakukan berarti kita telah menyekutukan Allah SWT di langit dan di bumi Allah SWT. Ingat, menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu adalah dosa yang tidak diampuni oleh Allah SWT.

5.      Hak Allah SWT adalah Mengabdi Hanya KepadaNya.

Berdasarkan surat Az Zaariyaat (51) ayat 56 di bawah ini, hak Allah SWT selanjutnya adalah  mengabdi hanya kepada Allah SWT semata yang tidak lain merupakan kewajiban diri kita kepada Allah SWT. Ingat, beribadah hanya kepada Allah SWT atau mengabdi hanya kepada Allah SWT tidak hanya berlaku untuk manusia saja, tetapi juga untuk jin.

dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(surat Az Zaariyaat (51) ayat 56)

Jika ini kondisinya sudahkah kita hanya mengabdi kepada Allah SWT karena hanya dengan mengabdi kepada Allah SWT lah kita akan selamat hidup di dunia dan di akhirat kelak. Jika belum bertanyalah kepada diri kita sendiri, patutkah kita berbuat kepada Allah SWT seperti itu?  Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita dan juga pada anak dan keturunan kita. Amien.

Selanjutnya, untuk menambah wawasan tentang hak dan kewajiban manusia. Berikut ini akan kami kemukakan nasehat dari Imam Syafie kepada murid muridnya sebelum ia meninggal dunia terutama  mengenai hak yang harus ditunaikan dan dijaga oleh seseorang yaitu :

a.      Hak kamu kepada diri sendiri, yaitu kurangi tidur. Tidur berlebihan mengurangkan keberkahan umur dan menambah kemalasan dalam urusan agama dan urusan dunia; kurangi makan. Makan berlebihan mengundang penyakit seperti sabda Nabi SAW: “Perut itu rumah segala penyakit”. Makan berlebihan juga menyebabkan mata mengantuk (berkaitan juga dengan berlebihan tidur), mengeraskan hati dan menambah kemalasan dalam urusan agama dan urusan dunia; kurangi berbicara. Banyak berbicara banyak mengundang maksiat mulut; bersyukur dengan rezeki yang ada.

b.      Hak kamu kepada Malaikat Maut yaitu memohon maaf kepada orang yang dizalimi; membuat persediaan amalan untuk menghadapi kematian dengan memperbanyak ibadah wajib dan sunnah.

c. Hak kamu kepada kubur yaitu menjauhi perbuatan menebar fitnah, menjaga kebersihan, membiasakan shalat shalat sunnah, membantu orang yang tidak mampu.

d.  Hak kamu kepada Malaikat Mungkar dan Malaikat Nakir (malaikat yang menyoal manusia di dalam kubur), yaitu berkata benar dan tidak berdusta; meninggalkan maksiat, nasihat menasihati kepada sesama. 

e.  Hak kamu kepada mizan (neraca timbangan di hari akhirat) yaitu menahan ahwa (nafsu yang mengajak kepada kejahatan); selalu berzikir; mengaji Al-Quran, Tahlil, Tahmid dan seumpamanya; ikhlas melakukan segala amalan dan di dalam segala pekerjaan; ridha ketika menghadapi kesusahan; bersyukur ketika mendapat nikmat.

f.   Hak kamu kepada Siratul Mustaqim (titian yang merentangi syurga dan neraka) yaitu mematuhi segala perintah, jauhi segala larangan Allah  seperti mengumpat, menghina orang lain dan lain-lain; suka membantu orang-orang beriman dan orang-orang yang memerlukan pertolongan tanpa melihat bangsa dan agama; selalu shalat berjemaah di surau dan masjid.

g.  Hak kamu kepada Malaikat Malik Zabaniah (malaikat penjaga neraka, yaitu menangis karena takut akan azab Allah di hari Mahsyar (hari perhimpunan); berbuat baik kepada ibu bapak; memperbanyakkan sedekah baik dalam bentuk uang, tenaga, buah fikiran dan lain-lain; memperbaiki akhlak terhadap Allah SWT, Rasullulah SAW, masyarakat dan lain-lain.
     
a.      Hak kamu kepada Malik Ridzuan (malaikat penjaga syurga), yaitu bersabar ketika menerima musibah/bencana; bersyukur atas nikmat Allah SWT; bertaubat sebelum tibanya ajal, jangan menangguhkan taubat karena mati itu akan datang; jangan mengulangi maksiat setelah bertaubat; sntiasa mengharap rahmat, ridha dan ampunan AllahSWT; sentiasa muhasabah diri supaya sentiasa berada di landasan yang betul;

i.   Hak kamu kepada Nabi SAW yaitu memperbanyakkan shalawat kepada Rasullulah SAW, berpegang kepada syariat Islam , berpegang teguh kepada hadis yang sahih, berlumba-lumba mencari keredhaan Allah.

j.  Hak kamu kepada Allah SWT, yaitu hendaklah mengajak manusia ke arah kebaikan, mencegah masyarakat daripada melakukan kemungkaran, mengasihi perkara-perkara yang baik dalam ketaatan kepada Allah SWT, membenci segala bentuk maksiat terhadap Allah SWT, mendamaikan saudara kamu yang bermusuhan, menjalin silaturrahim di kalangan kamu, kasih kepada saudara kamu sebagaimana kamu kasih kepada diri kamu sendiri, kasih kepada tetangga  tanpa melihat bangsa dan agama.

Katakan saat ini kita telah kita mampu berbuat kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan, namun apa yang kita lakukan belum memberikan hasil yang optimal baik kepada diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Jika ini sampai terjadi pada diri kita, ada baiknya kita merenungi nasehat dari Ibrahim bin Adham di bawah ini sehingga diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.

Kalian mengenal Allah, tetapi kalian tidak menunaikan hak-Nya.
Kalian mengaku mencintai Nabi dan Rasul-Nya, tetapi kalian meninggalkan Sunnahnya.
Kalian membaca Al-Quran, tetapi kalian tidak mengamalkan isinya.
Kalian banyak diberi nikmat karunia, tetapi kalian tidak mensyukurinya.
Kalian mengatakan bahwa syetan adalah musuh, tetapi kalian justru mengikuti langkahnya.
Kalian mengaku bahwa surga adalah benar adanya, tetapi kalian tidak melakukan amal-amal yang mengantar ke sana.
Kalian mengaku bahwa neraka adalah benar adanya, tetapi kalian tidak lari dari panas siksanya.
Kalian mengaku bahwa kematian adalah benar adanya, namun kalian tidak mempersiapkan diri ke sana.
Kalian sibuk mengurusi kekurangan orang lain, tetapi kalian lupa akan kekurangan diri sendiri.
Kalian menguburkan jenazah, akan tetapi tidak mau mengambil pelajaran dari peristiwa kematian.
(Nasehat Ibrahim bin Adham)


Untuk itu sadarilah dengan sesadar sadarnya bahwa saat kita hidup adalah kesempatan bagi diri kita untuk melaksanakan kebaikan dalam kerangka Ibadah Ikhsan. Perbaiki apa yang harus kita perbaiki. Lakukan apa yang harus kita lakukan. Jangan pernah menunda nunda apa yang seharusnya kita lakukan. Ingat, waktu yang tersedia tidak bisa diputar. Berbuatlah kebaikan secara ikhlas. Lakukan kebaikan sekarang juga. Ingat, lakukan sekarang juga dan ingat pula kebaikan itu untuk diri kita sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar