Untuk mempertegas tentang kedudukan Ka’bah yang menjadi
kiblat bagi umat manusia, berikut ini akan kami kemukakan beberapa hikmah dan rahasia
kenapa Allah SWT mengadakan kiblat yang dikemukakan oleh “KHM Ali Usman, dalam
bukunya Pelanggaran Kesucian Masjidil Haram”, yaitu:
1. Diadakannya kiblat (arah) menghadap dalam shalat, agar
setidak tidaknya pada lima waktu dalam sehari semalam, seorang hamba wajib
menghadapkan diri kepada Allah SWT, menyesuaikan semua bacaan dan pujian
kepadaNya, menunjukkan penghambaan dirinya kepada Allah SWT, ruku’ dan sujud
hanya kepadaNya serta agar selalu ingat tujuan hidupnya.
Katakanlah:
Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.
(surat
Al An’am (6) ayat 162)
2. Barulah seseorang itu mendapatkan
faedah dan kegunaan shalat dan merasakan pengaruh bathinnya apabila ia
melakukan khusyu’ dalam shalatnya. Salah satu cara mendapatkannya ialah
menghadapkan diri sepenuhnya kepada satu arah yang telah ditentukanNya dalam
hal ini Kiblat, lalu tenang dan hening, tidak boleh menoleh ke kanan dan ke
kiri.
3. Kiblat mengandung unsur pendidikan
yaitu menuntun orang orang mu’min ke arah senantiasa berkasih sayang, bergaul
dengan harmonis dan senantiasa ingat akan tujuan hidup, ingat tempat kembali
yaitu kepada Sang Maha Pencipta.
4. Kiblat mengandung unsur pendidikan
yaitu membimbing kearah permupakatan dan
persatuan.
5. Ka’bah dijadikan arah (kiblat) bagi orang yang mendirikan shalat ialah untuk
memberikan pengaruh dan bekas terhadap bathin orang muk’min yang menghadap
kepadaNya dalam shalat dan dalam arahnya serta pengaruh sifat sifat Allah SWT yang
juga telah menjadi modal dasar diri kita saat menjadi khalifah di muka bumi, seperti
: (a). Qudrat (kekuasaan); (b). Iradat (kemauan dan kehendak); (c). Ilmu
(keluasan ilmu pengetahuan); (d). Hayat (ketabahan) menempuh gelombang
gelombang hidup; (e). Sama’ (pendengaran) dan mendengarkan segala yang baik; (f).
Bashar (penglihatan) dan melihat segala yang menimbulkan suritauladan yang baik;
dan (g). Kalam (perkataan) dan mengucapkan kata kata yang bermanfaat.
6. Menurut ahli falak bahwa ruang angkasa
ini penuh dengan sinar sinar yang berasal dari semua makhluk antara lain juga
sinar yang berasal dari manusia dan sinar yang berasal dari Ka’bah. Hal ini
dikarenakan Allah SWT mengarahkan sinar manusia (energi positif dari doa,
harapan dan pengagungan manusia kepada Allah SWT) itu ke satu arah yaitu ka’bah, agar manusia senantiasa mendapat
pantulan sinar dari Ka’bah (maksudnya adalah dari Allah SWT).
7. Orang yang sedang mendirikan shalat
berarti orang itu sedang menghadap dan
menerima cahaya dan pantulan sinar (energi positif) yang terdapat di Ka’bah.
Allah SWT juga telah memerintahkan kepada para calon haji dan umroh dari
seluruh dunia agar berduyun duyun, sambil berpakaian ihram, satu warna, satu
corak dan satu tujuan untuk mengunjungi arah sumber sinar dan nur yang terpusat
di Ka’bah. Apalagi ditambahkan oleh Allah SWT kepada Masjidil Haram yaitu
tempat yang terhormat dan yang tersuci.
Allah (Pemberi) cahaya (kepada)
langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang
tak tembus[1039], yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca
(dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya)[1040], yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(surat An Nur (24) ayat 35)
[1039] Yang
dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah
yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu,
atau barang-barang lain.
[1040] Maksudnya:
pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu
matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur
dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.
a. Orang yang pernah mengunjungi Ka’bah,
selain akan mendapat sinar Allah SW yang lebih kuat dan keras voltasenya, juga
akan mendapat cahaya iman yang lebih terang. Bayangkan saja: Kaum muslimin yang
melakukan shalat berjamaah di Masjidil Haram. Mereka itu berbaris baris,
bershaf shaf mengelilingi Ka’bah sumber nur itu. Mulai dari yang terdekat di
belakang imam, terdekat kepada Ka’bah. Semakin jauh dari Ka’bah semakin besar
lingkaran shaf yang mengililingi Ka’bah. Begitu yang terjadi di dalam Masjidil
Haram dan juga yang di luarnya hingga meluas dan melebar lingkaran shaf kaum
muslimin berkeliling menghadapi Ka’bah yang terletak pada pusat daratan bumi
ini.
Keadaan ini benar benar laksana orang
yang melemparkan batu ke tengah tengah sungai atau danau. Jatuhnya batu itu ke
air menimbulkan lingkaran ombak (gelombang). Gelombang yang terbesar ialah yang
terdekat dengan jatuhnya batu itu. Lalu lingkaran gelombang gelombang itu
semakin jauh dari jatuhnya batu tadi semakin meluas dan mengecil hingga
menghilang sama sekali, sekalipun hakikatnya tidak hilang. Begitulah halnya
orang yang berdiri dekat dengan Ka’bah akan mendapat gelombang nur (cahaya)
Allah SWT yang lebih besar dan mendapat gelombang sinar (cahaya) yang lebih
keras. Begitupun orang yang berdiri jauh dari Ka’bah seperti halnya kita di
Indonesia..
Kesimpulannya adalah Ka’bah dapat
dikatakan sebagai sumber Nur dan Sinar (cahaya) atau sumber energi positif yang
tidak kelihatan. Orang yang baru datang dan dekat dengan Ka’bah adalah orang
yang mempunyai nur dan sinar yang keras apalagi kalau ia mendapat Haji dan
Umroh yang mabrur.
b. Menurut ilmu pengetahuan terbaru bahwa
manusia adalah laksana suatu alat pengirim dan penerima sinar. Kemanapun
manusia menghadap tidak akan terlepas dari ukuran 360 derajat. Bila kita
menghadap kea rah Ka’bah yang lebih dekat maka kita akan lebih cepat menerima
cahaya yang bersumber dari Ka’bah sehingga akan menerima cahaya dan sinar yang
lebih keras lag. Oleh sebab itu sinar atau cahaya orang yang beriman, orang
yang suka berwudhu, orang yang shalat khsusyu’ dan taat melaksanakan perintah
Allah SWT dan menjauhi larangannya, lebih kuat lebih keras, lebih bersemarak
dan berseri dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan hal tersebut di
atas.
8. Adanya pengaruh tempat dan pengaruh
arah bagi hati dan jiwa manusia:
a. Pengaruh tempat bagi jiwa, dapat kita
rasakan sendiri bila saja kita di dalam rumah sendiri berbeda dengan di dalam
rumah orang lain. Begitu juga Ka’bah. Ia mempunyai pengaruh yang unik kepada
jiwa dan raga manusia. Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Baitul Maqdis, masing
masing mempunyai pengaruh yang unik pula. Kota Makkah dan kota Madinah juga
mempunyai pengaruh yang sangat unik terhadap jiwa orang mukmin atau orang
muslim.
Pengaruh masjid atau mushalla lain
lagi dengan pengaruh rumah biasa. Pengaruh taman yang indah lain pula dengan
pengaruh perkuburan. Perkuburan bisa lain dengan pengaruh perkuburan orang
orang shaleh seperti Ma’la, Baqi dan perkuburan para syuhada perang Badar
seumpanya.
Kota Makkah, Masjidil Haram, dekat
Ka’bah nyatalah kepada orang orang yang pernah berkunjung kesana, mempunyai
pengaruh yang hebat untuk beribadah, memiliki pengaruh saat mendekatkan diri
kepada Allah SWT serta berpengaruh saat menggembleng jiwa serta membersihkan
akhlak dan budi pekerti.
b. Pengaruh arah juga demikian, segala
sesuatu mengarah untuk mengikuti daya tarik bumi yang mengakibatkan benda jatuh
ke bawah. Sekarang Allah SWT sudah menentukan arah yang paling baik adalah
Ka’bah. Dimanapun kita berada, maka arah yang paling baik buat umat manusia
adalah arah Ka’bah, menghadap Kiblat.
Hal yang harus kita perhatikan setelah diri kita
memperoleh kesempatan melihat Ka’bah secara langsung, jangan pernah terpesona dengan bangunan Ka’bah. Akan tetapi berusahalah
untuk bertemu dengan pemilik Ka’bah itu, karena pemilik Ka’bah itulah yang
telah mengundang diri kita ke Baitullah, dalam rangka melaksanakan Ibadah Haji
dan Umroh. Lalu jadikan diri kita menjadi Tamu yang sudah ditunggu-tunggu kedatangannya
oleh Tuan Rumah, atau jadikan diri kita menjadi pribadi-pribadi yang sangat
dibanggakan oleh Tuan Rumah, dengan berperilaku yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT baik di Baitullah maupun setelah pulang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.Adanya
kondisi yang kami kemukakan di atas, mengharuskan diri kita untuk mematuhi
segala ketentuan, segala peraturan saat menjadi tamu Allah SWT di Baitullah.
Disinilah letaknya kita harus memiliki ilmu tentang Tata Cara Berhaji dan Umroh
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pengundang dan pemilik alam
semesta ini. Sebagai bahan perbandingan, untuk bertemu dengan Presiden saja
kita harus memenuhi segala syarat protokoler istana, barulah kita bisa bertemu
dengan Presiden. Adanya
kondisi ini menunjukkan kepada diri kita untuk menjadi Tamu yang dikehendaki
oleh Allah SWT, dapat dipastikan kitapun harus pula memenuhi syarat dan
ketentuan yang berlaku, seperti memenuhi dan mematuhi serta melaksanakan Rukun
Haji dan Umroh, Wajib Haji dan Umroh serta Sunnah Haji dan Umroh yang juga
harus dibarengi dengan memiliki ilmu tentang manasik Haji dan Umroh serta mampu
melunasi biaya Haji dan Umroh dengan keuangan yang halal.
Saat
diri kita melaksanakan ibadah Haji dan Umroh, maka pada saat itu kita harus
bisa menyesuaikan diri dengan Kemahaan, Kebesaran dan Kesucian Allah SWT selaku
Tuan Rumah. Jika Allah SWT memiliki Af’al atau perbuatan Al-Quddus maka kita
harus suci pula saat menjadi tamu Allah SWT maupun setelah pulang dari
melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh dengan melakukan Thaharah terlebih dahulu serta
mempergunakan Ihram. Jika Allah SWT memiliki perbuatan Ar Rahman dan Ar Rahiem
maka kita harus pula berperilaku kasih sayang kepada sesama baik saat menjadi
Tamu Allah SWT maupun setelah melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.
Demikian
seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna.Adanya kesamaan perbuatan yang kita
lakukan dengan kemahaan dan kebesaran Allah SWT terjadilah apa yang dinamakan
kesesuaian antara diri kita selaku tamu yang diundang dengan pengundang yang
pada akhirnya akan memudahkan diri kita menjadi tamu yang dikehendaki oleh Allah
SWT. Sekarang bertanyalah kepada diri kita sendiri, apakah kondisi yang kami
kemukakan di atas ini sudah kita miliki dan juga kita terapkan saat melaksanakan ibadah Haji dan
Umroh dan juga setelah pulang melaksanakan ibadah Haji dan Umroh sebagai bentuk
manifestasi Haji dan Umroh yang mabrur?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar