Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 28 September 2019

DOA SEORANG AYAH OLEH JENDERAL DOUGLAS MAC ARTHUR




Tuhanku, bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengakui kelemahannya. Dan cukup berani menghadapi dirinya sendiri manakala dia takut.


Manusia yang tetap teguh berdiri tegak dalam kesalahan, jujur dan rendah hati serta berbudi halus dalam kemenangan.


Bentuklah puteraku menjadi manusia yang mampu mewujudkan cita citanya, tidak hanya tenggelam dalam angan angan saja.


Manusia yang mengenal Engkau, dan insyaf bahwa memahami dirinya sendiri adalah landasan semua pengetahuan.


Tuhanku, aku mohon agar puteraku, jangan Kau bawa ke jalan yang mudah dan lunak, tetapi tuntunlah ia di jalan yang penuh tekanan dan godaan, kesulitan dan tantangan.


Di jalan itu, didiklah puteraku supaya teguh berdiri di atas badai serta berbelas kasih terhadap mereka yang lemah dan tak berdaya.


Bentuklah puteraku menjadi manusia yang berhati jernih, yang cita citanya tinggi.


Manusia yang sanggup memimpin dirinya sendiri sebelum berhasrat memimpin orang lain.


Manusia yang mampu menjangkau masa depan namun tidak pernah melupakan masa lampau.


Dan setelah dia menjadi seperti itu, aku mohon agar puteraku juga diberi secercah kejenakaan, agar dia dapat serius dan bersungguh sungguh mengejar cita citanya sekaligus bisa menikmati dan mensyukuri hidupnya.


Karuniai dia kerendahan hati untuk menyadari bahwa keagungan sejati selalu bersahaja, kebijaksanaan diraih dengan berpikiran terbuka, dan kekuatan sejati ada dalam kepatuhan.


Jika Kau jadikan anakku seperti itu, ya Tuhan, maka aku ayahnya, dengan berani berbisik: “Hidupku tidak sia sia”.

JALAN MENUJU SYURGA: JADIKAN DIRI HAMBA YANG DIRINDUKAN NABI MUHAMMAD SAW


 Hadits yang kami kemukakan di bawah ini, baru akan memberikan dampak yang luar biasa bagi yang membacanya (atau yang mempelajarinya) jika dibaca lalu direnungi dengan mempergunakan mata bathin yang ada di dalam hati ruhani. Lalu bayangkan apa yang dimaksud oleh Nabi Muhammad SAW itu adalah diri kita. Sekarang apa yang kita rasakan?


Diriwayatkan dari Abu Jum’ah ra, yang berkata: “Suatu saat kami pernah makan siang bersama Rasulullah SAW dan ketika itu ada Abu Ubaidah bin Jarrah ra, yang berkata  “Wahai Rasulullah adakah orang yang lebih baik dari kami? Kami memeluk Islam dan berjihad bersama Engkau”. Beliau menjawab “Ya ada, yaitu kaum yang akan datang setelah kalian, yang beriman kepadaku padahal mereka tidak melihatku”
(Hadits Riwayat Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad juz 4 hal 106 hadits no.17017)


Dari Ibnu Abbas ra, diriwayatkan suatu ketika selepas shalat shubuh, seperti biasa Rasulullah SAW duduk menghadap ke para sahabat. Kemudian Beliau bertanya, “wahai manusia siapakah makhluk Tuhan yang imanya paling menakjubkan?” Sahabat menjawab “ Malaikat, ya Rasul.”
“Bagaimana Malaikat tidak beriman, sedangkan mereka pelaksana perintah Tuhan?” Tukas Rasulullah.
“Kalau begitu, para Nabi ya Rasulullah, “ para sahabat kembali menjawab.
“Bagaimana nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun kepada mereka?” kembali ujar Rasul.
“Kalau begitu para sahabat sahabatmu, ya Rasul.” Tanya salah seorang sahabat.
“Bagaimana sahabat sahabatku tidak beriman, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu langsung denganku, melihatku, mendengar kata kataku, dan juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda tanda kerasulanku.” Ujar Rasulullah. Lalu Nabi SAW terdiam sejenak, kemudian dengan lembut beliau bersabda, “yang paling menakjubkan imannya,” ujar Rasulullah “adalah kaum yang datang sesudah kalian semua. Mereka beriman kepadaku, tanpa pernah melihatku. Mereka membenarkanku tanpa pernah menyaksikanku. Mereka menemukan tulisan dan beriman kepadaku. Mereka mengamalkan apa apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka mengamalkan apa apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membela aku seperti kalia membelaku. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan saudara saudaraku itu”.
Kemudian, Nabi SAW meneruskan dengan membaca surat Al Baqarah (2) ayat 3.
(yaitu) mereka yang beriman[13] kepada yang ghaib[14], yang mendirikan shalat[15], dan menafkahkan sebahagian rezki[16] yang Kami anugerahkan kepada mereka.
(surat Al Baqarah (2) ayat 3)

[13] Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.
[14] Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. percaya kepada yang ghjaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.
[15] Shalat menurut bahasa 'Arab: doa. menurut istilah syara' ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu', memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.
[16] Rezki: segala yang dapat diambil manfaatnya. menafkahkan sebagian rezki, ialah memberikan sebagian dari harta yang telah direzkikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang disyari'atkan oleh agama memberinya, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.


Lalu Nabi SAW bersabda, “berbahagialah orang yang pernah melihatku dan beriman kepadaku’ Nabi SAW mengucapkan itu satu kali. “Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal tidak pernah melihatku”. Nabi SAW mengucapkan kalimat kedua itu hingga tujuh kali. “Aku sungguh rindu hendak bertemu dengan mereka,” ucap Rasulullah lagi setelah membisu untuk sementara waktu.
(Hadits Riwayat Adh Darimi dalam Sunan Ad Darimi juz 2 hal 398 hadits no.2744)


Bayangkan jika yang dirindukan oleh Nabi SAW berdasarkan ketentuan hadits di atas itu adalah diri kita, suami/istri kita, anak keturunan kita. Tentu hal ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Lalu apakah kerinduan Nabi SAW kepada diri kita datang secara tiba tiba tanpa pernah ada perjuangan yang luar biasa dari diri kita? Kerinduan Nabi SAW kepada diri kita sangat tergantung kepada diri kita sendiri.


Sekarang apakah pantas kita yang kondisinya seperti ini dirindukan oleh Nabi SAW, apalagi tempat bertemunya kita dengan Nabi SAW dapat dipastikan di Syurga. Lalu apa yang sudah kita lakukan untuk menuju syurga sehingga Nabi SAW yang telah merindukan diri kita mau menemui diri kita di Syurga kelak? Jangan sampai kita hanya mampu berkhayal lalu berdiam diri karena Nabi SAW yang merindukan diri kita lalu dengan seenaknya saja kita hidup di muka bumi ini tanpa mengindahkan ketetuan yang berlaku!


Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah Nabi SAW tidak akan pernah merindukan sama sekali hambanya/umatnya yang masuk ke dalam neraka jahannam. Sehingga hanya umatnya yang mampu masuk syurgalah yang dirindukan oleh Nabi SAW dan Nabi SAW pun bersedia untuk menemui umatnya yang masuk syurga tersebut. Semoga hal ini menjadi kenyataan bagi diri kita, bagi suami/istri kita, bagi anak dan keturunan kita kelak. Amien.


Sekarang mari kita perhatikan dengan seksama sebuah riwayat berikut ini. Menurut sebuah riwayat, Nabi Daud as, telah bertanya kepada Allah SWT dalam doanya: Siapakah yang akan masuk ke dalam syurga, dan siapakah yang shalatnya akan Engkau terima?’ Terhadap pertanyaan ini Allah SWT telah berkata: “Orang yang akan masuk ke dalam syurgaKu dan shalatnya Aku terima adalah yang rendah hati terhadap keagunganKu, yang selalu berdzikir di siang dan malam, yang mengekang nafsunya demi mendapatkan ridhaKu, yang memberi makan kepada sesamanya yang lapar, yang berteman dengan orang orang yang shaleh, yang merasa pedih dengan musibah yang menimpa sesamanya.


Orang orang yang seperti inilah yang cahaya nurnya di langit seterang matahari. Aku mengabulkan doa mereka dan Aku akan memberi apa yang mereka minta. Aku terangi kejahilayahannya dengan kelembutan, kebuntuannya dengan berdzikir. Aku terangi kegelapan darinya. Orang orang yang seperti inilah makamnya seperti syurga firdaus sebagai makam syurga yang paling tinggi. Sungai mengalir untuknya tanpa pernah mengering, buah buahan juga tidak akan pernah melayu”. Subhanallah, mungkinkah kita bisa masuk syurga yang sudah disiapkan oleh Allah SWT? Lalu bagaimana dengan “track record” yang  kita miliki, apakah sudah sesuai dengan kehendak Allah SWT?


Banyak jalan menuju Roma. Banyak methode dan cara untuk sampai ke suatu  tujuan. Demikian pula jika kita ingin masuk syurga untuk bertemu Allah SWT, yang dilanjutkan  ditemui oleh Nabi Muhammad SAW berikutnya berkumpul dengan keluarga besar kita disana. Ketahuilah bahwa Syurga adalah milik Allah SWT. Syurga adalah hak Allah SWT, sehingga Allah SWT lah yang memiliki kekuasaan untuk menentukan siapa siapa saja yang bisa menempati syurgaNya. Untuk itu kita harus mengetahui methode dan cara (syarat dan ketentuan) yang ditetapkan oleh Allah SWT selaku pemilik syurga lalu berusaha untuk memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku semaksimal mungkin. Apalagi kita tahu bahwa syurga bukanlah barang  gratisan  yang bersifat murahan dan yang tidak mungkin akan diobral secara murahan oleh Allah SWT. Syurga adalah bentuk penghargaan yang diberikan oleh Allah SWT untuk khalifahNya yang sukses melaksanakan tugasnya di muka bumi sesuai dengan konsep Allah SWT.


Dalam sebuah hadits dikemukakan bahwa Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: “Terdengar seruan pada hari Kiamat dari tengah Arsy: Wahai umat Muhammad! Sesungguhnya Allah SWT berfirman: Aku telah hibahkan kepada kalian hak hakKU yang menjadi kewajibanmu dan tersisalah akibat akibat yang harus dipertanggungjawabkan, maka saling berhibahlah kalian dan masuklah syurga dengan rahmatKu” (272:271).


 Lalu bagaimana dengan kita yang bercita cita untuk masuk syurga? Apa yang sudah kita perbuat? Apa yang sudah kita lakukan? Apa karya nyata yang telah kita buat saat hidup di dunia ini yang didasari ridha dan ikhlas semata mata untuk Allah SWT? Apakah cukup dengan pahala kita bisa masuk syurga lalu berapa banyak pahala yang kita butuhkan untuk bisa masuk syurga jika pahala yang menjadi ukuran? Syurga bukanlah sesuatu yang bisa disejajarkan dengan pahala karena pahala tidak akan mampu untuk membeli syurga atau memasukkan kita ke dalam syurga. Ridha dan Ikhlas berbuat dalam kerangka kebaikan hanyalah alat bantu untuk masuk ke syurga, tetapi rahmat Allah SWT jualah yang bisa memasukkan kita ke syurga.


Seperti apakah rahmat Allah SWT yang bisa memasukkan kita ke syurga? Jika ini kondisinya berarti kita wajib untuk mendapatkannya jika syurga yang menjadi tujuan akhir kita.  Alangkah bahagianya jika diri kita, keluarga kita, anak keturunan kita bisa berkumpul di dalam syurgaNya Allah SWT kelak. Lalu bagaimana dengan pemenuhan syarat dan ketentuan masuk syurga yang telah kita lakukan? Kenyataannya masih banyak syarat dan ketentuan yang belum kita penuhi. Perilaku kita masih berseberangan dengan Allah SWT. Perbuatan dosa masih juga kita laksanakan. Lalu bagaimana kita akan masuk syurga?


Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Aku tidak akan memperhatikan hak hak hamba hamba Ku sebelum ia memperhatikan hak hak Ku atasnya”
(Hadits Qudsi Riwayat Ath Thabari; 272:125)


Kita juga tahu bahwa syurga bukanlah kita yang menciptakan, melainkan sesuatu yang akan dianugerahkan oleh Allah SWT kepada kita. Lalu kenapa kita yang mengatur Allah SWT agar diri kita saja yang dimasukkan ke dalam syurga?  Syurga adalah hak Allah SWT dimana hak Allah SWT ini hanya akan diberikan oleh Allah SWT kepada yang berhak menerimannya sepanjang yang berhak tersebut mampu memenuhi hak hak Allah SWT terlebih dahulu. Jadi jangan pernah merasa diri kita yang  berhak untuk masuk syurga atau jangan pernah merasa yakin akan masuk syurga karena merasa telah memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Selanjutnya sebagai pelaksana dari hak hak Allah SWT berarti Allah SWT yang memiliki hak untuk menilai serta menentukan hasil akhir dari pelaksanaan hak hak Allah SWT yang menjadi kewajiban diri kita. Sehingga parameter yang berlaku bukanlah parameter dari pelaksana hak hak Allah SWT melainkan parameter Allah SWT sebagai pemilik syurga.   


Sekarang mari kita renungkan kembali perjalanan hidup yang telah kita lalui saat ini. Ketahuilah bahwa hidup itu laksana cermin yang akan menampilkan apa apa yang pernah kita buat dan lakukan. Cermin tidak pernah berbohong, namun diri kitalah yang sering membohongi cermin dengan tidak mengakui apa yang telah ditampilkan oleh cermin. Dimanakah cermin kita? Seperti apakah kualitas cermin kita? Sanggupkah jika menampik atau tidak mengakui, atau mengatakan cermin itu salah dengan mengatakan buruknya watakku, buruknya perilakuku, buruknya kelakuanku karena cermin? Jika sampai ini yang terjadi berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita terutama kewarasan kita. Jangan sampai kita berbuat seperti itu. 


Agar cita cita untuk pulang kampung ke syurga bukanlah khayalan melainkan sebuah kenyataan. Mari kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Ibnul Qayyim berikut ini. Ibnul Qayyim menuturkan, “orang yang menuju jalan Allah dan negeri akhirat (maksudnya menuju syurga) atau siapapun yang menempuh tujuan tertentu, tidak akan pernah sampai kecuali dengan dua ketentuan, yaitu ilmu dan amal. Dengan ilmu seseorang akan mengetahui  di tempat mana ia harus singgah dan di tempat mana ia harus menjauhi sebab sebab kerusakan, tempat yang dapat menghancurkannya, bahkan kelokan yang sering kalii menjebak. Ilmu adalah cahaya yang bersinar terang. Jika ia dalam genggaman, niscaya dapat membantu seseorang sekalipun berjalan di malam yang gelap gulita. Dia dapat memperhitungkan apa yang akan terjadi, apakah di depannya ada jurang yang dalam, wilayah yang penuh bahaya, daratan dengan batuan yang terjal, atau duri duri perjalanan.


Dengan cahaya seseorang juga dapat melihat rambu rambu jalan dan tanda tanda yang dipasang sehingga tidak akan tersesat. Dengan cahaya itulah seseorang dapat menemukan dua hal, rambu rambu jalan dan daerah daerah yang membawa kerusakan. Dengan kekuatan ilmu, seseorang pejalan dianggap telah dapat menempuh separuh perjalanan. Demikian pula halnya dengan orang yang meniti jalan Allah.


Apabila seseorang telah dapat melihat jalan, memahami rambu rambunya, mengetahui tempat tempat yang licin dan berbahaya, maka diibaratkan ia telah berhasil separuh kebahagiaan dan keberuntungan. Tinggallah separuh yang lain. Dia harus bergegas menyinggsingkan lengan baju dan berjalan cepat menelusuri jalan jalan tembus melewati satu wilayah ke wilayah lain. Jika ia telah sampai di suatu tempat peristirahatan, hendaklah bersiap siap untuk menempuh jalan selanjutnya. Pada akhirnya, ia akan merasa sudah dekat dengan target tujuan hingga berbagai kesulitan selama perjalanan terasa ringan”.


Begitulah. Menempuh jalan menuju Allah (atau syurga) menggunakan hati nurani bukan dengan kaki, dan jalan yang ditempuh memang panjang dan menakutkan. Orang orang pilihan sebelum kita sudah melakukannya sepanjang masa. Sayangnya, jalan tersebut pada masa sekarang menjadi hilang hampir tanpa bekas karena keberpalingan kita dari rintisan yang pernah mereka lakukan. oleh sebab itu, kita sangat memerlukan ilmu. Ilmu memiliki relevansi dengan jalan dan tujuan yang tinggi ini.


Kembali Ibnul Qayyiim menuturkan, “Sejatinya Anda memerlukan kekuatan ilmu, artinya Anda harus belajar. Jangan pernah menyangka bahwa menuju ke jalan Allah tidak perlu menuntut ilmu. Menuntut ilmu merupakan prinsip yang paling esensial dalam rangka menuju Allah. Hal ini mutlak diperlukan bagi orang yang hendak menelusuri jalan tersebut selamanya. Oleh sebab itu, yang paling awal dilakukan adalah dengan menggunakan metode keilmuan yang terpadu, dan memiliki tahapan tahapan dalam setiap cabang keilmuannya, semisal mengkaji ilmu tentang tahu diri yang dilanjutkan dengan tahu aturan.


Ilmu adalah sifat Allah SWT dan kitapun telah diberikan sifat Ilmu sebagai bagian dari modal dasar diri kita untuk menjadi khalifah di muka bumi. Ilmu yang sudah ada dalam diri tidak bisa hanya dengan didiamkan maka ilmu akan berkembang dan mampu menghantarkan diri kita menjadi khalifah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ilmu harus dipelajari, dikembangkan dan dipraktekkan dan diamalkan dengan cara mengajarkan kembali kepada sesama barulah ilmu bermanfaat. Ilmu harus dicanangkan sebelum berbicara dan melakukan suatu amalan. Jika tidak demikian, niscaya Anda akan tersesat dan tidak akan pernah sampai tujuan. Maka kekuatan ilmu harus didahulukan, baru setelah itu kekuatan amal. Mulailah Anda mengimplementasikan ilmu ini dalam realita, kemudian berjalan secara nyata.


Untuk memperoleh dan mendapatkan ilmu hanya bisa didapat dengan cara belajar yang sungguh sungguh, konsisten dalam komitmen. Ilmu diperoleh melalui proses bertahap dari waktu ke waktu. Kita tidak bisa hanya sesekali, sekali kali, atau hanya meluangkan waktu ala kadarnya untuk belajar memperoleh ilmu dan jika ini yang terjadi maka sekedar itulah ilmu yang kita peroleh. Belajar harus didukung dengan komitmen yang kuat dan utuh dari diri sendiri maka belajar akan mudah dimudahkan oleh Allah SWT.


Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.
Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
(surat An Najm (53) ayat 29 dan 30)


Di lain sisi, setiap manusia akan melakukan sebuah kegiatan/perbuatan/amaliah sangat tergantung dari kualitas pemahaman yang dimilikinya. Dimana kualitas pemahaman ini sangat berhubungan dengan kualitas ilmu yang dimiliki seseorang. Jika kualitas ilmu seseorang hanya sebatas sesuatu yang tersurat saja, maka kualitas pemahaman pun hanya sebatas tersurat saja. Jika kita berkehendak untuk memperoleh kualitas pemahaman bukan hanya sekedar yang tersurat saja, melainkan sampai yang tersirat dan yang tersembunyi, tidak ada jalan lain kecuali dengan meningkatkan kualitas kemampuan ilmu sampai yang tersirat dan yang tersembunyi melalui proses belajar dan mengajar yang tiada henti dengan semangat konsisten dalam komitmen.



PIKIRAN DAN BISIKAN HATI


PIKIRAN DAN BISIKAN HATI
Inspirasi dari buku “Mengendalikan Hawa Nafsu karya Ali Ibn Muhammad Ad Dihami



“Hakekatnya, manusia pada umumnya tidak ingin meyakini suatu kenyataan, mereka hanya berusaha meyakini apa yang ingin diyakininya saja"
 (by Asianto)


Kebahagiaan kita yang hakiki memerlukan ilmu dan pengetahuan yang absolute tentang segala hal.Ini tidak akan mungkin dicapai oleh manusia. Karena itu, mengikuti jalur yang sudah digariskan oleh Allah SWT dan berusaha menggapai ridhaNya dalam keadaan susah dan senang, memberi kita banyak jaminan meraih perangkat yang menghantarkan kita kepada ketentraman dan kemenangan. Melalui kerja keras dan pengamatan yang dalam, kita harus berusaha menggali detail detailnya dan mengupayakan segala hal yang bisa membantu kita mewujudkan kehidupan yang lebih tentram dan lebih sedikit lukanya serta lebih banyak maknanya.


Merupakan hal yang sulit bagi kita untuk mengetahui apa itu hakekat dari kebahagiaan, hakikat hidup tentram dalam kemenangan. Kita juga sulit menghadapi peristiwa peristiwa kehidupan ini dengan tegar dan hati lapang, selama kehidupan dunia dan kehidupan akhirat tidak kita lihat sebagai dua episode dari satu novel.Meskipun episode pertama lebih singkat dan lebih enteng, namun episode kedua tidak akan ada dan tidak akan enak dibaca kecuali setelah ada dan selesai dibacanya atau dilaluinya episode pertama. Ingat, orang yang tidak melewati kehidupan dunia, tidak akan mendapat tempat di akhirat dan syurga kelak. Ini menjadikan betapa pentingnya melihat kehidupan yang sekarang kita jalani di bumi ini tidak dengan sebelah mata (dianggap enteng dan remeh serta tanpa perjuangan dan doa). Sebab episode kehidupan dunia adalah satu satunya jalan menuju kehidupan yang abadi dan kekal.

dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka"[127].
(surat Al Baqarah (2) ayat 201)

[127] Inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang Muslim.


Sebagai khalifah di muka bumi tentu kita sangat berharap episode episode kehidupan yang kita jalani sesuai dengan kehendak Allah SWT, yaitu bahagia di dunia dan bahagia di akhirat dan terhindar dari siksa api neraka (lihat surat Al Baqarah (2) ayat 201 di atas).Agar apa yang menjadi kehendak Allah SWT berlaku kepada diri kita maka Allah SWT sudah memberikan modal dasar yang sangat hebat dan kepada diri kita, seperti ruhani yang sangat luar biasa, jasmani yang sangat hebat, adanya modal dasar yang berasal dari sifat ma’ani Allah SWT, ada motor penggerak berupa hubbul yang tujuh, adanya perasaan dan akal yang diletakkan di dalam hati serta diberikannya Diinul Islam sebagai sebuah konsep ilahiah bagi kepentingan manusia. Lalu sudahkah kita mempelajarinya, memahaminya, lalu melaksanakannya!


Agar rencana besar kekhalifahan di muka bumi berjalan sesuai dengan kehendakNya maka setiap manusia juga telah diberikan oleh Allah SWT hati dan pikiran yang sejatinya adalah sebuah software (perangkat lunak). Pikiran hardwarenya (perangkat kerasnya) adalah otak, sedangkan hati hardwarenya (perangkat kerasnya) adalah jantung. Software (perangkat lunak) dari pikiran itu sejatinya untuk mengontrol gerak mekanis dari tubuh manusia, sedangkan software (perangkat lunak) hati itu sejatinya untuk mengontrol gerak rasa/perasaan (af’idah) dan juga gerak iradat (kehendak) manusia di dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah. Adanya hati dan pikiran yang diberikan oleh Allah SWT sejatinya dapat kita pergunakan untuk kebaikan diri kita, keluarga dan anak keturunan, masyarakat, bangsa dan juga negara.    


Sebagai bahan perbandingan, saat ini manusia baru bisa menciptakan software pikiran melalui intelegensia buatan. Manusia belum bisa menciptakan apa yang dinamakan dengan software hati. Hasilnya adalah terciptalah robot robat yang jalan hidupnya kaku, karena tidak memiliki software hati. Disinilah letak yang paling mendasar dari diberikannya pikiran dan hati oleh Allah SWT kepada manusia, sehingga manusia tidak menjadi robot robot dalam kehidupannya atau menciptakan manusia yang bersifat robot. Manusia harus mampu menjadi khalifah yang sesuai dengan kehendakNya.


Di lain sisi, untuk bisa meraih kebahagiaan hidup yang hakiki tidak memerlukan banyak pengetahuan (pemikiran), tetapi memerlukan hikmah yang tertancap dalam hati (bisikan hati). Karenanya, sedikit hikmah lebih bermanfaat sekalipun pengetahuan yang ada cuma sedikit. Ketika kita tidak punya bisikan hati yang berasal dari hikmah karena banyaknya  pengetahuan seperti tidak berarti apa apa bagi diri kita. 

Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
(surat Al Baqarah (2) ayat 269)


Lalu dimanakah Allah SWT meletakkan hikmah itu? Hikmah tidak diletakkan oleh Allah SWT di dalam pikiran seseorang. Hikmah diletakkan di dalam hati seseorang yang bersih dan sehat (hati yang mukmin). Adanya kondisi ini maka dapat dikatakan hikmah bukanlah sesuatu yang bisa kita dapatkan begitu saja, hikmah ada dan terasa di dalam hati sepanjang hati kita memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Ayo segera siapkan hati kita untuk bisa menerima hikmah hikmah yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT kepada umatnya.


Malik ibn Dinar berkata: “Sesungguhnya orang orang yang suka berbuat baik, hatinya didewasakan dengan kebajikan dan orang orang yang suka berbuat maksiat hatinya dibusukkan dengan kemaksiatan”. Allah SWT pasti mengetahui dan juga pasti melihat kecenderungan ini. Oleh karena itu, perhatikanlah dengan seksama apa yang menjadi kecenderunganmu itu. Untuk itu jangan membiasakan diri memikirkan sesuatu yang akan melemahkan iman di hatimu. “Sesungguhnya lemah iman adalah asal segala dosa, kecemasan dan kesedihan”. Sibukkan hatimu dengan sesuatu yang membuatmu yakin. Sesungguhnya keyakinan akan mewariskan ketaatan, menjauhkan kita dari kecemasan dan kesedihan, membuat kita merasa aman, dan mendekatkanmu kepada ketenangan dan kegembiraan.


Adapun bisikan hati, keadaannya sulit untuk dijelaskan. Ia bisa menjadi sumber kebaikan maupun kejahatan. Dari situlah muncul suatu keinginan dan tekad. Barangsiapa memperhatikan bisikan hatinya, pasti mampu mengendalikan hawa nafsunya. Barangsiapa dikalahkan oleh bisikan hatinya, berarti dikalahkan oleh nafsunya. Barangsiapa meremehkan bisikan hatinya maka kebinasaan akan menghampirinya. Bisikan senantiasa menyertai hati hingga berubah menjadi sesuatu yang bathil. Allah SWT berfirman:


“dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya[1042]. (surat An Nuur (24) ayat 39)

[1042] Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan Balasan dari Tuhan di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan Balasan atas amalan mereka itu.


Manusia yang paling rendah komitmennya dan jiwanya adalah orang yang merasa puas dengan kenyataan yang ada di dalam angan angan yang palsu, kemudian dibawa dan dijadikan perhiasan untuk dirinya.Demi Allah, angan angan adalah modal mereka yang tak punya harta dan barang perniagaan bagi para pemalas.. Angan angan adalah makanan bagi jiwa yang kosong yang merasa puas hanya dengan mengkhayalkan kenyataan dan selesainya perjalanan. Angan angan adalah sesuatu yang paling membahayakan manusia, yang muncul dari kelemahan dan kemalasan. Angan angan dapat menyebabkan manusia lalai, rugi, dan menyesal.


Orang yang berangan angan, ketika secara fisik gagal mencapai kenyataan, ia membawa bayangan dan kenyataan itu ke dalam hatinya kemudian mendekap dan memeluknya. Ia puas dengan khayalan yang dibuat oleh pikirannya. Padahal tindakannya itu sama sekali tidak bermanfaat baginya. Perumpamaanya seperti orang yang lapar dan haus yang menghadirkan makanan dan minuman dalam khayalannya. Khayalan itu tidak akan pernah mengusir kelaparan dan kehausannya.


Hidup bersama angan angan menunjukkan rendah dan hinanya jiwa seseorang. Kemuliaan, kesucian, dan kehormatan jiwa hanya dicapai dengan membersihkan segala khayalan palsu dari hati dan mencegahnya melintas dalam pikiran. Obat yang paling mujarab adalah menyibukkan diri dengan memikirkan sesuatu yang bermanfaat dan meninggalkan yang tidak bermanfaat. Memikirkan sesuatu yang tidak bermanfaat adalah pintu segala kejahatan. Orang yang memikirkan sesuatu yang tidak bermanfaat, berarti telah kehilangan banyak hal. Ia berbuat sesuatu yang tak berguna sehingga melewatkan sesuatu yang paling berguna.


Oleh karena itu, angan angan dan pikiran, keinginan dan niat, merupakan sesuatu yang harus lebih dahulu diperbaiki. Hal itu merupakan ciri khas seseorang yang dapat membuatnya dekat maupun jauh dari Tuhan, yaitu Tuhan yang setiap orang berbahagia jika berada di dekatNya dan mendapat ridhaNya, dan menderita jika berada jauh dariNya dan mendapat murkaNya. Barangsiapa keinginan dan pikirannya rendah dan hina, maka seluruh urusannya pun rendah dan hina.


Jangan sampai syaitan masuk dalam pikiran dan keinginan Anda, karena di situ dia akan membuat kerusakan yang sulit diperbaiki; menimbulkan keraguan dan ide yang berbahaya, dan menyulitkan Anda untuk memikirkan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. Jika Anda membiarkannya masuk ke dalam hati dan membisikkan sesuatu, berarti Anda telah membantunya menguasai diri Anda.


Apa yang ingin dimasukkan oleh syaitan ke dalam diri seseorang tidak lain adalah dorongan untuk berandai andai, memikirkan sesuatu yang keji dan haram, membuat angan angan palsu mengenai kebhatilan dan sesuatu yang mustahil. Bertolak dari sini, syaitan kemudian menjadikan pikiran itu sebagai keinginan yang tak mungkin dicapai dan tak mungkin habis sehingga menjadi pusat pikiran dan angan angannya (inilah salah satu pintu masuk syaitan mengganggu dan menggoda manusia).


Cara memperbaikinya, pertama dari sisi ilmu, hendaknya Anda menyibukkan pikiran Anda dengan ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan akidah, kematian, kehidupan setelahnya dan sesuatu yang dapat merusak amal dan cara mencegahnya. Kedua, dari sisi keinginan dan tekad, Anda harus menyibukkan diri Anda dengan keinginan yang bermanfaat dan meninggalkan keinginan yang tidak bermanfaat dan berbahaya.


Pikiran yang paling mulia dan bermanfaat adalah pikiran yang dicurahkan untuk Allah SWT dan untuk kehidupan akhirat. Adapun yang termasuk yang dicurahkan untuk Allah SWT dapat kami kemukakan sebagai berikut:

a.         Pikiran yang dicurahkan untuk merenungkan ayat ayat yang diturunkan Allah SWT, sekaligus memahaminya. Inilah tujuan ayat ayat tersebut diturunkan, bukan hanya untuk dibaca. Membacanya adalah sarana bukan tujuan dari diturunkannya Al Qur’an.

b.         Pikiran yang dicurahkan untuk merenungkan ayat ayat Allah SWT yang dikenal dengan ayat ayat kauniyah (fenomena alam) kemudian mengambil pelajaran dan menjadikannya sebagai bukti atas nama, sifat, hikmah, kebaikan dan keberadaanNya.

c.         Pikiran yang dicurahkan untuk nikmat, kebaikan dan usahaNya dalam memberikan kenyamanan kepada ciptaanNya, serta luasnya rahmat, ampunan dan kasing sayangNya.

d.        Pikiran yang dicurahkan untuk aib diri sendiri dan banyaknya serta kekurangan perbuatan perbuatan yang telah dikerjakan.

e.         Pikiran yang dicurahkan untuk waktu dan kewajiban yang menyertainya. Segala sesuatu yang penting, semuanya tergantung pada waktu. Orang bijaksana tidak membiarkan waktunya berlalu, sebab jika waktunya berlalu, berlalu pulalah seluruh manfaat yang ingin diraihnya.


Kebalikan dari pikiran di atas adalah pikiran yang dicurahkan untuk hal hal yang hina yang terbetik di hati kebanyakan manusia, diantaranya:

a.      Pikiran yang dicurahkan untuk sesuatu yang tidak dianjurkan dan ilmu yang tidak bermanfaat. Misalnya memikirkan bagaimana dzat dan sifat Allah, hal yang sebenarnya di luar kesanggupan manusia.

b.      Pikiran yang dicurahkan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Misalnya pikiran yang dipergunakan untuk nongkrong di pinggir jalan, main kartu gaple dan lain sebagainya.

c.      Pikiran yang dicurahkan untuk syahwat, kenikmatan dan cara mendapatkannya. Meskipun nikmat, hal itu berakibat tidak bagi manusia, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak.

d.     Pikiran yang dicurahkan untuk sesuatu yang belum terjadi dan bagaimana jika itu terjadi. Seperti orang yang membayangkan dirinya menjadi pejabat, mendapatkan harta karun. Ia memikirkan apa yang akan diperbuat, untuk apa ia membelanjakan, bagaimana ia mengambilnya dan lain sebagainya.

e.      Pikiran yang dicurahkan untuk kondisi orang lain dan hartanya, serta pikiran pikiran sejenis yang berasal dari jiwa yang kosong dari mengingat Allah SWT, Rasulnya dan kehidupan akhirat.

f.       Pikiran yang dicurahkan untuk muslihat dan makar yang tidak perlu untuk mencapai tujuan dan keinginan yang halal maupun haram.

g.      Pikiran yang dicurahkan untuk syair syair dan segala jenisnya.

h.     Pikiran yang dicurahkan untuk pembahasan dan gagasn yang tidak ada wujudnya, bahkan sama sekali tidak dibutuhkan manusia.


Kedelapan pikiran yang telah kami kemukakan di atas ini, bahayanya lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya (manfaat lebih kecil dari mudharat).

Sekarang bagaimana caranya untuk menjaga bisikan hati (hikmah)? Jawaban dari pertanyaan ini adalah banyak, yaitu:

a.      Meyakini bahwa Allah yang Mahasuci melihat hati Anda dan mengetahui bisikannya secara terperinci.

b.      Malu kepadaNya.

c.      MengagungkanNya dengan meyakini bahwa Dia melihat bisikan itu di dalam rumahnya, yaitu hati yang sebenarnya diciptakan untuk mengetahui dan mencintaiNya.

d.     Takut martabat Anda akan jatuh di mataNya karena bisikan tersebut.

e.      Lebih mengutamakanNya sehingga hati Anda hanya mencintaiNya.

f.       Khawatir bahwa bisikan tersebut akan melahirkan kejahatan yang memakan iman dan cinta Anda kepadaNya hingga tak tersisa dan Anda tidak merasa kehilangan apa apa.

g.      Mengetahui bahwa bisikan seperti biji bijian yang menangkap burung. Hendaknya Anda mengetahui bahwa salah satu bisikan hati Anda adalah biji yang dipasang di dalam perangkap untuk memburu Anda dan Anda tidak merasa.

h.     Hendaknya Anda mengetahui bahwa bisikan yang hina tidak bisa bersatu dengan bisikan iman dan penyeru kepada cinta dan kembalki kepada Allah. Bahkan keduanya bertolak belakang dalam segala hal. Jika kedua bersatu, pasti salah satu mengalahkan yang lain, mengusirnya serta menduduki tempatnya. Lalu apakah yang akan terjadi pada hati apabila bisikan nafsu dan syaitan dapat mengalahkan bisikan iman, ma’rifat dan mahabbah (cinta) kemudian mengusir dan menduduki tempatnya? Apabila hidup, hati pasti merasakan pedihnya penderitaan ini.

i.       Mengetahui bahwa bisikan adalah lautan khayal yang tak bertepi. Apabila hati masuk ke dalamnya, maka hati akan tenggelam dan lenyak dalam kegelapan. Ia tidak dapat menyelamatkan diri karena disana tidak ada jalan keluar. Hati yang dikuasai oleh bisikan jahat akan jauh dari keberuntungan, tersiksa dan sibuk dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.

j.        Mengetahui bahwa bisikan jahat adalah lembah orang orang dungu dan angan angan orang bodoh yang hanya membuahkan penyesalan dan kehinaan. Jika dapat mengalahkan hati, bisikan tersebut akan melahirkan rasa was was padanya, melucuti kekuasaannya, membinasakan rakyatnya dan menjadikannya tawanan dalam waktu yang lama.


Sebaliknya, bisikan iman adalah sumber dari segala kebaikan. Jika disemai di dalam hati kemudian disiram dan dijaga, ia akan membuahkan perbuatan yang terpuji, memenuhi hati dengan kebaikan, menggerakkan semua anggota tubuh untuk menjalankan perintah dan laranganNya, mendudukan sang raja di atas singgasananya sehingga rakyat menjadi tenang. Oleh sebab itu, kita harus senantiasa menjaga bisikan hati serta menjadikan perbuatan itu sebagai jalan dan amalnya yang paling utama.Akhirnya, jangan sampai sesuatu yang sangat berharga yang telah diberikan oleh Allah SWT justru membuat diri kita menjadi orang yang merugi, atau tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Kamis, 12 September 2019

KHUSYU'LAH MAKA PINTU BERJUMPA DENGAN ALLAH SWT TERBUKA (PART 2 OF 2)



A.   TINGKATAN KHUSYU’

Khusyu’ yang sempurna, terutama dalam shalat (dalam membaca al Qur’an, berdoa dan berdzikir) ada tiga tingkatan:


1.      Membaca dan melafazkan ayat ayat Al Qur’an dengan menghadirkan maknanya. Ini adalah tingkatan khusyu’ yang paling terendah, seperti yang diriwayatkan oleh Al Auza’I dalam menjelaskan sabda Rasulullah SAW: “semalam telah turun kepadaku beberapa ayat, celakalah bagi orang orang yang membacanya tetapi tidak memikirkan artinya.” Ayat tersebut adalah surat Ali Imran (3) ayat 190: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,”

Orang yang tidak memahami apa yang ia ucapkan dan lupa untuk memikirkan dan menghayati apa yang ia ucapkan, maka ia tekah keluar dari kekhusyu’an dan menjadi lupa.Sehingga yang harus dilakukan oleh seseorang dalam shalatnya adalah memahami/menghayati apa yang ia lakukan dalam shalat. Kondisi ini juga berlaku untuk ibadah lainnya seperti puasa, zakat, haji dan umroh serta doa dan dzikir.


2.      Tingkatan yang kedua adalah orang yang membaca dan memahami apa yang ia baca dalam shalat karena terpengaruh oleh makna makna yang ia pahami ketika ia membaca bacaan bacaan tersebut. Tingkatan kedua ini memiliki nilai lebih dari yang pertama dalam hal adanya pengaruh dari makna yang ia pahami, sehingga kekhusyu’annya bisa diketahui dari suaranya dan orang yang mendengar bacaannya akan terpengaruh, karena setiap lafazh yang muncul darinya keluar dari lubuk hati. Hal ini juga berlaku untuk ibadah lainnya seperti ibadah puasa yang tidak hanya menahan lapar haus serta menahan syahwat semata. Namun mampu meneguhkan hati sehingga diri yang sesungguhnya menjadi fitrah dan orang lain melihat dan merasakan rasa fitrah dari orang yang berpuasa. Demikian seterusnya dengan ibadah zakat, ibadah haji dan umroh. 

Sebagian besar ulama berkata: “Perkataan yang keluar dari hati akan masuk ke hati dan perkataan yang keluar dari lisan hanya akan sampai di telinga.”


3.   Tingkatan ketiga adalah orang orang yang membaca dan sangat terpengaruhi oleh hakekat hakekat makna bacaannya. Kelebihan tingkatan ketiga dari tingkatan tingkatan sebelumnya adalah kuatnya pengaruh bacaan kepada diri orang yang membacanya dan kemampuan dia dalam melihat hakekat hakekat makna dengan hati.


Untuk mempermudah memahami tingkatan tingkatan tersebut, dicontohkan dengan orang yang membaca ayat ayat janji dan ancaman atau syurga dan neraka yang terdapat dalam Al Qur’an:


a.     Orang yang memiliki tingkatan khusyu’ yang paling rendah, membaca ayat ayat tersebut dan memahami makna maknanya.

b.  Orang yang memiliki tingkat kekhusyu’an yang kedua, membaca ayat ayat tersebut dan terpengaruh oleh makna makna yang ia baca sehingga ia menjadi senang (jika yang ia baca berupa ayat ayat janji) dan menjadi takut (ketika yang ia baca ayat ayat ancaman).

c.   Orang yang memahami tingkat kekhusyu’an yang ketiga, membaca ayat ayat tersebut dan terpengaruh dengan pengaruh yang sangat kuat serta mampu untuk menghadirkan hakekat hakekat makna dari ayat ayat tersebut sehingga ia bisa menyaksikan dengan hatinya seolah olah ia menyaksikan dengan kedua matanya, seperti yang dikatakan Hanzhalah kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah ketika kami di sisi engkau, engkau mengingatkan kami akan syurga dan neraka, sehingga seolah olah kami melihatnya dengan mata kami.” Dengan membaca ayat ayat tersebut, maka ia menjadi ingat akan kesalahan kesalahannya dan mendorongnya untuk memohon ampun kepada Allah serta memohon perlindungan dari adzabNya dengan penuh rasa takut. Hal ini semua akibat pengaruh yang kuat dari apa yang ia baca. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Huzaifah bin al Yaman: “Ketika beliau mendapatkan ayat tasbih maka beliau bertasbih, ketika beliau mendapatkan ayat tentang tasbih maka beliau bertasbih, ketika beliau mendapatkan ayat tentang meminta maka beliau meminta, ketika beliau mendapatkan ayat ta’awwudz (memohon perlindungan) maka beliau memohon perlindungan.”


Contoh lain selain membaca ayat ayat Al Qur’an adalah membaca bacaan “subhana rabiiyal adzim” (Mahasuci Allah Yang Mahaagung) ketika ruku’ dalam shalat. Tingkatan khusyu’ yang paling rendah adalah orang yang mengucapkan lafazh tersebut dan memahami maknanya yaitu mensucikan Allah yang disifati dengan keagungan.  Di atas tingkatan tadi, adalah orang yang mengucapkan lafazh tersebut dengan memahaminya serta terpengaruh oleh makna tersebut sehingga tertanam di dalam hatinya makna kesucian, keagungan dan ketuhanan.


Dan tingkatan yang lebih tinggi lagi adalah orang yang membaca lafazh tersebut dengan memahami hakekat makna lafazh tersebut dan hakekat makna tersebut sangat mempengaruhi dirinya dengan kuat sehingga ketika ia mengucapkan lafazh “subhana rabiiyal azhimi” (Mahasuci Allah Yang Mahaagung) rasa takut memenuhi hatinya. Orang dalam tingkatan ini sudah berada dalam level ikhsan, yaitu menyembah Allah seakan akan ia melihatNya.


Hal yang samapun saat membaca bacaan saat i’tidal, saat duduk di antara dua sujud, saat sujud, saat tasyahud awal atau tasyahud akhir, dan juga saat salam. Yang kesemuanya tidak terlepas dari tingkatan tingkatan khusyu’. Lalu apakah setiap orang akan sama kualitas kekhusyu’annya? Adanya perbedaan kemampuan untuk belajar tentang kekhusyua’an maka akan mempengaruhi tingkat pemahaman seseorang terhadap kekhusyu’an. Ini berarti kualitas dari kekhusyu’an seseorang tidak akan sama kualitasnya ditambah lagi kualitas keikhlasan dan ketertundukan seseorang maka hasil dari kekhusyu’an dapat dipastikan tidak akan sama bagi setiap orang.


B.    KEKHUSYU’AN JASMANI MENGIKUTI KEKHUSYU’AN HATI


Khusyu’ zhahir akan mengikuti khusyu’ bathin, setiap kali seorang hamba khusyu’ dalam jiwanya hal tersebut akan membawanya menjadi tenang dalam ketaatan dan kepatuhan, perlahan lahan dalam berucap, membaca dan berdoa, maka jasad dan semua anggota tubuhnya akan menjadi khusyu’ karena mengikuti kekhusyu’an hatinya. Ia berpindah dari satu rukun ke rukun yang lain dengan tenang sehingga ia merasakan ketenangan dalam jiwanya di saat ia melakukan perpindahan, bahkan suaranya pun akan terpengaruh karena kekhusyu’an. Ketika ia membaca, ia membaca bacaan dengan bacaan yang sangat baik sehingga kekhusyu’an itu bisa diketahui dari suaranya dan orang yang mendengar bacaannya akan mengetahui bahwa ia adalah orang yang takut kepada Allah SWT.

Pengaruh khusyu’ juga tampak pada tubuh seseorang, bisa jadi tubuhnya akan bergetar karena takut kepada Allah dan matanya akan berlinangan air mata. Untuk itu perhatikan dengan seksama surat Az Zumar  (39) ayat 23 di bawah ini:


Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang [1312], gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.
(surat Az Zumar (39) ayat 23)

[1312] Maksud berulang-ulang di sini ialah hukum-hukum, pelajaran dan kisah-kisah itu diulang-ulang menyebutnya dalam Al Quran supaya lebih kuat pengaruhnya dan lebih meresap. sebahagian ahli tafsir mengatakan bahwa Maksudnya itu ialah bahwa ayat-ayat Al Quran itu diulang-ulang membacanya seperti tersebut dalam mukaddimah surat Al Faatihah.


Seseorang yang khusyu’ hampir tidak memperhatikan hal hal lain seperti sibuk memperbaiki pakaian sesaat waktu berdiri setelah sujud seolah olah di depannya ada cermin; sibuk melebarkan bentangan kaki untuk ditempelkan ke kaki kiri jamaah yang berada di kanannya setelah berdiri dari sujud. Yang pasti orang yang khusyu’ ia tidak akan merasa lelah dan sakit dan tidak sibuk dengan hal hal tersebut. Adanya kekhusyu’an akan  membantu dia untuk berlama lama dalam melaksanakan ibadah shalat.


Sebaliknya orang yang merasa berat dalam melaksanakan shalat mungkin ia akan tergesa gesa sehingga ia tidak merasa tenang dalam setiap rukun yang merupakan syarat kesempurnaan shalat, seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits ketika Rasulullah SAW memerintahkan seseorang untuk mengulangi shalatnya dan memerintahkannya untuk thuma’ninah dalam setiap rukunnya karena shalatnya yang pertama dilakukan dengan terburu buru.


Merasa berat dalam melaksanakan shalat bisa terlihat dari cara meletakkan tangan di bawah perut dan tidak meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dengan baik, bersandar dengan kedua sikunya ketika sujud, dan tidak melebarkan jarak antara dua sisi, atau dengan melakukan banyak gerakan dalam shalat dan pandangan yang tidak fokus ke kiri dan ke kanan. Semua itu bagian dari kemalasan dan menunjukkan ketidakkhusyu’an serta menyalahi sunnah. Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan untuk bersikap tenang dalam melaksanakan shalat, beliau bersabda: “Bersikap tenanglah dalam shalat.”


 Berat dalam melaksanakan shalat juga menjadikan seseorang berat untuk shalat di belakan imam (shalat berjamaah) yang melakukan shalat dengan tuma’ninah. Karena orang orang munafik merupakan orang yang paling keras hatinya maka ibadah shalat adalah hal yang paling berat bagi mereka. Allah SWT berfirman:


Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka[364]. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya[365] (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali[366]. [0]
(surat An Nisaa’ (4) ayat 142)

[364] Maksudnya: Alah membiarkan mereka dalam pengakuan beriman, sebab itu mereka dilayani sebagai melayani Para mukmin. dalam pada itu Allah telah menyediakan neraka buat mereka sebagai pembalasan tipuan mereka itu.
[365] Riya Ialah: melakukan sesuatu amal tidak untuk keridhaan Allah tetapi untuk mencari pujian atau popularitas di masyarakat.
[366] Maksudnya: mereka sembahyang hanyalah sekali-sekali saja, Yaitu bila mereka berada di hadapan orang.



C.    KEHEBATAN KHUSYU’

a.   Khusyu’ menjadikan shalat memiliki makna yang sesungguhnya, yaitu menghadap Allah SWT.

b. Khusyu’ dalam shalat dapat menambah keimanan dan melembutkan hati serta lebih mengutamakan akhirat. Khusyu’ menjadikan hati cinta terhadap kebaikan, benci dan menjauh dari keburukan.

c.    Khusyu’ dalam shalat dapat menghilangkan kegelisahan dalam hati dan melapangkan dada serta menjernihkan pikiran. Khusyu’ membuat pikiran menjadi fokus tidak terpencar pencar. Pikiran yang fokus akan membuat seseorang bertindak baik dan tertib. Khusyu’ membuat jiwa menjadi tenang dan dapat menghilangkan kegalauan sehingga seseorang menjadi lurus dan mampu berusaha dan bekerja dengan baik.

d. Khusyu’ dalam shalat dapat mengobati kesusahan dan musibah. Allah berfirman:  “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',” (surat Al Baqarah (2) ayat 45)

e.   Khusyu dalam shalat dapat menumbuhkan kecintaan seseorang terhadap shalat, sehingga shalat merupakan pekerjaan yang paling disukai dan menjadi semacam penyejuk mata (qurratu’ain).

f.  Khusyu’ dalam shalat dapat mendidik dan membersihkan jiwa dari perilaku buruk dan sebaliknya dapat membuat orang menjadi tawadhu serta membuat seseorang terbebas dari sikap takabbur, ujub pada diri sendiri.

g.   Khusyu’ dalam shalat dapat membersihkan diri dari hawa nafsu dan menjadikan diri ikhlas dalam beribadah kepada Allah SWT. Bahkan dalam hal pekerjaan duniawi, khusyu’ dapat membebaskan orang dari sikap menjilat dan hipokrit.

h.   Khusyu’ dalam shalat dapat membuka pembahaman seorang hamba dengan cara menggali makna yang terkandung dalam Kalamullah.

i.    Khusyu’ dapat membuka pintu pintu doa dan tadharru (memohon dengan sangat dan dengan segala kerendahan hati), sehingga doa yang diserta dengan kekhusyu’an akan terasa lain di lidah dengan doa yang tidak disertai kekhusyu’an. Semakin bertambah kekhusyu’an seseorang maka doa yang dibaca semakin terasa lain di lidah.

j.    Khusyu’ merupakan pintu dari sekian pintu untuk mendapat firasah (firasat yang tajam) yang tidak lain adalah cahaya hakiki yang tertancap di dalam hati seorang mukmin dan menembus perasaan dan panca inderanya.


Itulah sepuluh kehebatan dari khusyu’ yang di dapat dari pelaksanaan ibadah shalat dan jika ibadah ibadah yang lainnya seperti belajar, berdzikir, berdoa, puasa, zakat, haji dan umroh, juga dilakukan dengan penuh kekhusyu’an, hasilnya dapat dipastikan sangat luar biasa. Semoga apa yang kami kemukakan di atas ini, bukanlah hanya angan angan semata, melainkan sebuah kenyataan di saat diri kita sudah berada dipersimpangan jalan.