Rasakan Indahnya Ibadah. Rasakan Nikmatnya Ibadah.
Rasakan Sehatnya Ibadah. Rasakan Khusyu’nya Ibadah.
Mencapai kekhusyu’an dalam
ibadah, termasuk di dalamnya shalat khusyu’ yang sempurna sebagaimana yang
dikemukakan dalam surat Al Baqarah 92) ayat 238 di bawah ini, merupakan harapan
dari setiap orang muslim tanpa terkecuali. Ketika kita telah mampu mencapai
kekhusyu’kan baik ketika dalam shalat maupun di dalam setiap ibadah, mala kita
dapat berjumpa dengan Allah SWT. Walaupun demikian, sangat sedikit orang yang
ingin belajar bersungguh sungguh untuk mencapai dan merasakan kekhusyukan
dimaksud.
peliharalah
semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyu'.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 238)
[152] Shalat wusthaa
ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat,
bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut
kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan
dengan sebaik-baiknya.
Kebanyakan orang mencari
jalan pintas, ingin cepat sampai kepada Allah SWT dengan cara yang mudah,
praktis, tidak mau repot, serta instan memperolehnya. Mereka yang demikian itu,
umumnya orang yang selalu tergesa gesa, terutama yang sibuk mengejar materi dan
kenikmatan duniawi.Kita perlu menyadari bahwa segala sesuatu yang dilakukan
dengan tergesa gesa tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Seandainya ada
yang dirasakan, hasilnya dapat dipastikan palsu dan keliru.
Mungkin kita kurang
menyadari bahwa ibadah ibadah yang kita pelajari termasuk shalat, hanya bersifat
lisan dan gerakan atau menahan lapar dan haus atau pergi haji karena memiliki
uang yang cukup. Bila hal itu kita pelajari, tentu hanya memakan waktu yang
singkat. Ibarat dokter yang hanya mempelajari cara cara dokter berpraktek,
sehingga kita tidak memahami ilmu yang dipelajari sang dokter selama puluhan
tahun. Demikian pula dengan ibadah ibadah yang kita lakukan.Kita hanya mampu
melihat gerakan shalat semata, kita hanya tahu tidak makan dan minum saja, kita
hanya tahu berangkat menunaikan haji, tanpa
mampu melihat ilmu di dalam diri orang yang sedang mendirikan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan puasa, dan juga haji dengan khusyu’ yang sebenarnya.
Hal ini perlu dikemukakan
karena saat ini banyak muslim yang mempelajari ibadah ibadah yang telah
diperintahkan Allah SWT termasuk shalat khusyu’ yang bersifat instan. Kita merasa
sudah mencapai puncaknya, tidak mau lagi mempelajari Al Qur’an secara kaffah.
Padahal mencapai perjumpaan dengan Allah SWT, diperlukan pembelajaran yang
teratur, terarah, dan bertahap yang bersumber dari Al Qur’an dan juga hadits.
Melalui proses belajar yang demikian secara kontiniu (terus menerus), kita akan
dapat merasakan hakekat perjumpaan dengan Allah SWT yang sebenarnya. Ingat,
hekekat perjumpaan dengan Allah SWT tidak sama dengan perjumpaan antar manusia
atau dengan makhluk lainnya. Perjumpaan dengan makhluk artinya melihat secara
fisik, sedangkan perjumpaan dengan Allah SWT diawali dengan adanya kebenaran
pemahaman akan ilmu yang diperoleh, dan pengenalan di dalam jiwa atas bimbingan
Allah SWT karena adanya kebersihan/kefitrahan hati.
A.
IBADAH DALAM PANDANGAN UMUM
Masyarakat pada umumnya
memahami arti dari ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT seperti shalat
sebagai bacaan, hafalan yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam,
serta gerakan gerakan yang sudah ditentukan mulai dari berdiri sampai dengan
bersujud yang diakhiri dengan salam. Sebagai seorang muslim, shalat merupakan
kewajiban yang harus dijalankan. Namun, kewajiban tersebut kerap menjadi beban
bagi kita, seakan akan shalat yang kita lakukan merupakan sebuah keterpaksaan
yang berada di bawah ancaman.Bacaan shalatpun sebatas lancar di lidah karena
hafal bahasa Arab nya, tetapi artinya belum tentu kita pahami dengan baik dan
benar. Hal yang samaterjadi pula dengan ibadah ibadah yang lainnya, seperti
halnya zakat, puasa, haji ataupun dzikir, yang diartikan secara dangkal dan
sempit.
Menghayati dan memahami ibadah
ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan dzikir dalam arti yang sesungguhnya
adalah sesuatu yang harus dipelajari, dan kesemuanya itu sangat tergantung pada
cara belajar kita sendiri. Namun dalam mempelajari shalat, zakat, puasa, haji
ataupun dzikir, umumnya kita hanya membahas masalah fikih seperti tata cara
shalat, tata cara berzakat, tata cara berpuasa, tata cara berhaji baik berupa bacaan
dan gerakan. Sedangkan, penjiwaan dari ibadah yang kita laksanakan justru kerap
dikesampingkan, Oleh karena pembelajaran seperti ini, ibadah yang dilakukan tidak dapat mencapai
kekhusyukan yang sebenarnya. Apabila kita mau berlaku jujur pada diri sendiri,
kualitas ibadah yang kita lakukan termasuk shalat yang kita dirikan selama ini
masih bersifat ritual semata. Kita melaksanakan ibadah termasuk shalat hanya
sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Padahal, seharusnya kualitas ibadah
ibadah kita termasuk shalat harus semakin meningkat, baik dalam bacaan maupun
dalam pemahaman kata, arti dan makna yang sesungguhnya seiring bertambahnya
usia kita.
Lingkungan mempunyai
pengaruh besar terhadap peningkatan kualitas shalat seseorang. Apabila
lingkungan mendukung, kualitas shalat kita akan meningkat. Akan tetapi, apabila
justru sebaliknya, kita akan mengalami kesulitan mencapai kekhusyukan di dalam setiap
ibadah yang kita laksanakan. Selama ini, kita mungkin merasa memiliki banyak
hambatan dalam meningkatkan kualitas ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji
ataupun dzikir, seperti:
a. Ibadah yang kita laksanakan hanya menjadi
kebiasaan rutin dan menganggap ibadah yang kita laksanakan adalah yang terbaik.
b. Mengikuti kata orang atau imam apa
adanya selama puluhan tahun, tanpa pernah mau belajar lagi.
c. Merasa sudah menjalankan ibadah seperti
yang Rasulullah ajarkan.
d. Adanya anggapan masyarakat bahwa
memperbaiki kualitas ibadah adalah tindakan berlebihan dalam beragama.
e. Kebingungan karena hadits dan mahzab
yang berbeda beda.
f. Ditakut takuti orang lain yang tidak
menyukai pembelajaran ibadah termasuk latihan shalat khusyu’ dengan berbagai
alasan, termasuk ancaman api neraka.
g. Bacaan dan gerakan shalat yang cepat
dan sudah menjadi kebiasaan.
h. Waktu shalat hanya dua atau tiga menit
dianggap sudah cukup sah dan mantap.
i. Merasa nyaman dengan ibadah yang telah
dijalani secara apa adanya dan adanya seperti apa lalu menolak perubahan.
j. Ingin
belajar agama termasuk belajar shalat khusyu’ secara tergesa gesa (instan). Dan
lain sebagainya
Ayo segera hilangkan atau
segera rubah penghambat penghambat proses menuju kekhusyu’an dalam beribadah
saat ini juga.
B.
KEKHUSYU’AN DALAM SETIAP IBADAH.
Gerbang utama kita untuk
bisa memasuki ruang kekhusyukan dalam setiap ibadah termasuk shalat yang kita
dirikan adalah mampu memahami dengan baik dan benar mengapa kita diciptakan
oleh Allah SWT. Inilah kenyataan yang harus diketahui oleh setiap muslim yang
betul betul memahami hakekat keberadaannya di dunia. Allah SWT tidak
menciptakan kita hanya untuk makan, minum, menikah, dan meninggal semata. Namun
Dia menciptakan kita agar kita mengenal dan beribadah kepadaNya.
Kehidupan di
dunia ini tidak berarti tanpa pelaksanaan tujuan utama ini. Sungguh kasihan
orang yang pergi meninggalkan dunia tanpa sempat mengenal Tuhannya! Sungguh
kasihan orang yang mengira kehidupan dunia adalah semata mata permainan, kesenangan
dan pemuasan syahwat semata.
dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
(surat
Adz Dzariyaat (51) ayat 56)
Saat ini di tengah
masyarakat telah terjadi kesimpangsiuran dan kerancuan pemikiran dalam memahami
khusyu’ yang sebenarnya. Banyak yang menyamakan khusyu’ dengan relaksasi dan
meditasi. Kerancuan pandangan ini muncul dikarenakan tidak ada definisi yang baku
tentang khusyu’ sehingga orang mencari cari dan mereka reka dalam pikirannya
masing masing. Istilah relaksasi dan meditasi sering diartikan sebagai khusyu’,
padahal masing masing istilah ini berbeda dari segi arti dan maknanya. Sebagai
contoh, akan kami kemukakan tentang ibadah shalat. Nilai dan jiwa dari shalat
terletak pada kekhusyu’an.
Lalu tahukah kita apa arti shalat itu? Shalat adalah
menghadap Allah SWT atau berkomunikasi dengan Allah SWT. Begitu kita mengatakan
“Allahu Akbar”, Allah akan menyambut dan memperhatikan kita. Pernahkah kita
memikirkan hal ini sebelumnya? Pernahkah kita mendirikan shalat dengan penuh
perasaan dan kepekaan ini?
Nilai shalat terletak pada
peranannya sebagai jalan utama untuk mengenal Allah SWT. Shalat diperintahkan
dan lalu diwajibkan agar kita mengenal Sang Maha Pencipta. Tanpa shalat, kita
tidak akan mengenal Allah secara benar. Maka, jika kita ingin mengenal dan
berkenalan dengan Allah, dirikanlah shalat, dan berusahalah untuk
melaksanakannya sekhusyu’ mungkin, sebab hal inilah point utama kita dalam
masalah ini.
Nilai shalat terletak pada peranannya sebagai pintu masuk untuk
mengenal Tuhan. Karenanya, engkau belumlah mengenal Tuhanmu, wahai orang orang
yang meninggalkan shalat. Meninggalkan shalat, bukanlah sesuatu yang
terlalu kami risaukan, dikarenakan anda termasuk orang yang telah mendirikan
shalat. Akan tetapi perlu diketahui, sekedar melaksanakan shalat atau sekedar
menunaikan zakat, sedekar berpuasa dan juga berhaji tidaklah cukup
menghantarkan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT. Tanpa ada kekhusyu’an, kita tidak
akan berhasil mengenal Tuhan. Padahal, mengenal Tuhan adalah inti dari
kehidupan ini.
Sekarang apa itu Khusyu’?
Khusyu’ memiliki makna dan pengertian yang multi dimensi. Kita tidak bisa hanya
memahami dengan mengartikan khusyu’ sebatas konsentrasi semata saat mendirikan
shalat. Setidaknya ada 5 (lima) kriteria khusyu’ dalam Al Qur’an, yaitu:
1. Khusyu’ adalah sebuah keyakinan yang
timbul di dalam hati sanunari akan bertemu dengan Allah SWT dan kembali
kepadaNya.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu',
(yaitu) orang-orang yang meyakini,
bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
(surat Al Baqarah (2) ayat 45 dan 46)
2. Khusyu’ adalah suatu keadaan dimana
kita ingin selalu bersegera berbuat kebaikan dan berdoa dengan harap dan cemas.
Maka Kami memperkenankan doanya, dan
Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami
dengan harap dan cemas[970]. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada
kami.
(surat Al Anbiyaa (21) ayat 90)
[970]
Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azabnya.
3. Khusyu’ adalah suatu keadaan yang apabila
dibacakan Al Qur’an kepadanya maka akan menyungkur atas muka mereka sambil bersujud
dan bertambah kekhusyu’ annya..
Katakanlah: "Berimanlah kamu
kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya
orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan
kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,
dan mereka berkata: "Maha suci
Tuhan Kami, Sesungguhnya janji Tuhan Kami pasti dipenuhi".
dan mereka menyungkur atas muka mereka
sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'.
(surat Al Israa’ (17) ayat 107, 108,
109)
4. Khusyu’ adalah suatu keadaan atas ketundukan
hati di dalam mengingat Allah SWT.
Belumkah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada
kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti
orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian
berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
(surat Al Hadiid (57) ayat 16)
5. Khusyu’ adalah suatu keadaan dimana
kita mampu berendah hati dan juga diri kepada Allah SWT.
dan Sesungguhnya diantara ahli kitab
ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu
dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan
mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah Amat cepat perhitungan-Nya.
(surat Ali Imran (3) ayat 199)
Selain 5 (lima) kriteria
khusyu’ yang telah kami kemukakan di atas, masih ada beberapa pengertian lain dari
khusyu’, yaitu:
1. Kata lain dari shalat yang dihayati
maknanya dan dijiwai dengan ketundukan dihadapan Allah SWT adalah khusyu’.
2. Khusyu’ adalah sikap jiwa, artinya
kita harus mengkaji keadaan jiwa kita sendiri kemudian mengubahnya secara
bertahap dan terus menerus.
3. Khusyu’ bukanlah teori, tetapi praktek
dan latihan yang diperlukan dalam jiwa.
4. Khusyu’ adalah sebuah keterampilan
jiwa yang harus di bangun di dalam diri.
5. Khusyu’ berarti juga kemampuan
memposisikan diri sebagai hamba Allah yang memiliki kesadaran penuh pada
dirinya, antara lain:
a. Ketidakberdayaan diri di hadapan Allah
karena peran Allah pada diri absolute, sejak dalam kandungan hingga saat ini.
b. Merasa Allah sangat berjasa penuh pada
diri karena segalanya diberi oleh Allah.
c. Merasa bergantung penuh kepada Allah
karena segala bergantung kepada Allah yang di dalam diri dan di luar diri.
d. Merasa hina dan rendah diri di hadapan
Allah karena tidak berarti apa apa dihadapanNya, datang tidak bisa apa apa dan
tidak memiliki apa apa.
6. Khusyu’ adalah kosongnya hati dari hal
hal yang melalaikan dari ingat kepada Allah SWT atau dengan kata lain, hati dan
pikiran kita hanya terfokus kepada Allah SWT semata, tidak kepada selainNya.
Kekhusyu’an merupakan
bagian penting yang harus kita raih dalam hidup ini dan kita realisasikan saat kita
menghadap kepada Allah, lebih utama saat diri kita melaksanakan ibadah yang
telah diperintahkan Allah SWT. Kekhusyu’an juga merupakan manipestasi tertinggi
dari sehatnya hati dan landasan utama tegaknya ibadah shalat, zakat, puasa,
haji dan dzikir seseorang. Ketika seseorang mampu memiliki kekhusyu’an maka ia
akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar, sebagaimana yang difirmankan
Allah SWT dalam surat Al Ahzab (33) ayat 35 di bawah ini.
Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218],
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan
yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.
(surat
Al Ahzab (33) ayat 35)
[1218] Yang dimaksud
dengan Muslim di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan
pada lahirnya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini ialah
orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.
Adanya beberapa pengertian
dan juga pemaknaan dari khusyu’ yang multi dimensi menunjukkan kepada kita
bahwa janganlah kita menilai bahwa seseorang yang tampaknya khusyu’ dalam
beribadah, hatinya juga demikian. Sebab belum tentu hati orang tersebut tertuju
terhadap apa yang dilakukannya. Jika ada seseorang yang berupaya untuk
menampakkan kekhusyu’an terhadap orang lain berarti tanda tanda keikhlasan belum
ada pada diri orang tersebut. Kekhusyu’an itu ada di dalam hati seseorang,
bukan di dalam penampilan phisik atau gerakan badan seseorang.
Ibnul Qayyim Al Jauziah
pernah berkata, pada saat dia menerangkan tentang perbedaan antara khusyu’
keimanan dan khusyu’ kemunafikan. “Khusyu’ keimanan adalah kekhusyu’an hati
terhadap Allah SWT, dengan mengagungkan, membesarkan, tunduk, takut, dan merasa
malu terhadapNya. Kemudian hati itu terasa terpecah pecah, sesuai dengan
perasaan malu dan kecintaannya terhadap Allah SWT. Kemudian dia menyaksikan
nikmat nikmat Allah dan dosa dosa terhadapNya. Kemudian sang hati dalam keadaan
khusyu’ yang sangat mendalam dan tidak ada tepiannya sama sekali. Kemudian hal
itu diikuti oleh kekhusyu’an anggota anggota tubuh. Sedangkan khusyu’
kemunafikan adalah kekhusyu’an yang hanya tampak pada anggota badan, dengan
dibuat buat dan berpura pura. Adanya kondisi ini maka khusyu’ kemunafikan
adalah suatu kondisi dimana seseorang yang terlihat pada anggota tubuhnya dalam
kondisi khusyu’, sedangkan hatinya tidak dalam kondisi khusyu’.
Selain dari pada itu,
khusyu’ juga bisa dibedakan menjadi dua tipe, yaitu khusyu’ instan dan juga
khusyu’ terencana.
1. Khusyu’
Instan. Khusyu’
Instan dapat dibedakan menjadi empat kriteria, yaitu:
a. Khusyu’
Terpaksa, yaitu orang
yang melakukan shalat kemudian memohon, mengeluh, menangis sepenuh hati karena
banyak masalah dalam hidupnya. Tidak ada penolong atau ada keinginan yang
dituju, sehingga mengadukan nasibnya kepada Allah SWT. Biasanya hanya sementara
itu saja.
b. Khusyu’
Memaksa Diri, yaitu
orang yang berusaha memaksakan dirinya untuk berkonsentrasi, fokus, atau apapun
namanya. Biasanya ingin mencari pelajaran singkat, cepat bertemu Tuhan, kalau
perlu ikut pelatihan dua hari. Memaksa diri untuk bisa berhubungan dengan
Tuhan, lalu dirasa rasakan seolah olah berhubungan dengan Tuhan.
c. Khusyu’
Rekayasa, yaitu orang
yang berusaha merekayasa diri agar terlihat khusyu’ dari gerakan, dari pakaian,
dari bacaan Al Qur’an nya, dari gaya shalatnya, dari bacaan doanya; dari cara berpuasanya dan lain
sebagainya.
d. Khusyu’
Menduga duga, yaitu
orang yang mengatakan pada dirinya sendiri, yakin menurut ukuran dan
perasaannya sendiri bahwa dia telah berhubungan dengan Tuhan.
2.
Khusyu’ Terencana atau Khusyu’
sebenarnya.
Khusyu’ sebenarnya atau
terencana, yaitu orang yang benar benar mempelajari ilmu dan hikmah Al Qur’an.
Ilmu tersebut dipelajari dengan penghayatan yang dalam serta pemahaman yang
luas melalui proses pembelajaran terencana, terarah, sistematik dan menyeluruh.
Sehingga kita memiliki pengetahuan, pemahaman, penjiwaan, penerapan dan teruji.
Terutama tentang pengenalan terhadap diri sendiri dan Tuhan secara bertahap dan
sungguh sungguh.Pembelaran yang seperti ini akan melahirkan sikap khusyu’
dengan sendirinya tanpa harus dibuat buat. Khusyu’yang sebenarnya bukan
bersifat instan, melainkan buah atau hasil dari proses pembelajaran yang baik
dan benar secara simultan. Hasil ini akan mengakar kuat di dalam diri dan bertahan selamanya hingga
akhir hayat. Kondisi ini hanya akan kita dapatkan dengan mengikuti pembelajaran
dan pelatihan dari waktu ke waktu tanpa pernah berhenti, mulai dari buaian
sampai masuk liang lahat.
Lalu apa yang di dapat
dari rasa khusyu’ itu? Secara umum, kondisi jiwa dalam keadaan khusyu’ dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Adanya kesadaran dan memahami dengan
benar tentang kerendahan dirinya di hadapan Allah Yang Maha Besar.
2. Merasakan adanya hubungan dengan Allah
SWT secara jiwa, rasa dan keyakinan, bukan raga. Misalnya, merasakan Allah SWT sangat memahami
hati, perasaan dan pikiran kita secara langsung. Pada saat berdoa, merasakan
Allah mendengarkan semua pujian dan doa kita secara langsung. Keadaan ini
tumbuh karena keyakinan yang haqqul yakin bahwa Allah Maha Memahami, Maha
Mendengar, Maha Mengetahu, Maha Mengurus diri kita selamanya.
Jika kondisi jiwa sudah
seperti ini maka pintu untuk berjumpa dengan Allah SWT sudah terbuka dihadapan
kita. Selanjutnya, anda sendirilah yang tahu………………..
TEKA
TEKI KEHIDUPAN
by Amru Khalid dalam bukunya “Ibadah
Sepenuh Hati”
Saya pernah duduk duduk bersama
kelompok remaja dan mahasiswa yang baik, dan saya usulkan kepada mereka sebuah
ide unik, yaitu setiap orang bercerita tentang kenikmatan terbesar yang telah dianugerahkan
Allah SWT kepadanya. Ide ini pun berlangsung dengan baik. Ada yang mengatakan:
Kesehatan. Yang lain mengatakan: anak anak. Sebagian yang lain
mengatakan:pendengaran dan penglihatan. Sebagian lain mengatakan: ayah dan ibu,
dan sebagian lagi mengatakan: harta benda. Di samping itu ada juga yang
mengatakan: Islam. Kemudian tibalah giliran seorang pemuda yang berumur 18
tahun. Bisakah Anda memperkirakan apa yang
dikatakannya? Ia mengatakan: Nikmat terbesar dalam hidup ini, bahwa ……………………………………………..
Perhatikanlah tajamnya kepekaan dan
kelembutan perasaaan pemuda ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar