Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 12 September 2019

KHUSYU'LAH MAKA PINTU BERJUMPA DENGAN ALLAH SWT TERBUKA (PART 1 OF 2)


Rasakan Indahnya Ibadah. Rasakan Nikmatnya Ibadah.
Rasakan Sehatnya Ibadah. Rasakan Khusyu’nya Ibadah.

Mencapai kekhusyu’an dalam ibadah, termasuk di dalamnya shalat khusyu’ yang sempurna sebagaimana yang dikemukakan dalam surat Al Baqarah 92) ayat 238 di bawah ini, merupakan harapan dari setiap orang muslim tanpa terkecuali. Ketika kita telah mampu mencapai kekhusyu’kan baik ketika dalam shalat maupun di dalam setiap ibadah, mala kita dapat berjumpa dengan Allah SWT. Walaupun demikian, sangat sedikit orang yang ingin belajar bersungguh sungguh untuk mencapai dan merasakan kekhusyukan dimaksud.

peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
(surat Al Baqarah (2) ayat 238)

[152] Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Kebanyakan orang mencari jalan pintas, ingin cepat sampai kepada Allah SWT dengan cara yang mudah, praktis, tidak mau repot, serta instan memperolehnya. Mereka yang demikian itu, umumnya orang yang selalu tergesa gesa, terutama yang sibuk mengejar materi dan kenikmatan duniawi.Kita perlu menyadari bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan tergesa gesa tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Seandainya ada yang dirasakan, hasilnya dapat dipastikan palsu dan keliru.

Mungkin kita kurang menyadari bahwa ibadah ibadah yang kita pelajari termasuk shalat, hanya bersifat lisan dan gerakan atau menahan lapar dan haus atau pergi haji karena memiliki uang yang cukup. Bila hal itu kita pelajari, tentu hanya memakan waktu yang singkat. Ibarat dokter yang hanya mempelajari cara cara dokter berpraktek, sehingga kita tidak memahami ilmu yang dipelajari sang dokter selama puluhan tahun. Demikian pula dengan ibadah ibadah yang kita lakukan.Kita hanya mampu melihat gerakan shalat semata, kita hanya tahu tidak makan dan minum saja, kita hanya tahu berangkat menunaikan haji,  tanpa mampu melihat ilmu di dalam diri orang yang sedang mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa, dan juga haji  dengan khusyu’ yang sebenarnya.

Hal ini perlu dikemukakan karena saat ini banyak muslim yang mempelajari ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT termasuk shalat khusyu’ yang bersifat instan. Kita merasa sudah mencapai puncaknya, tidak mau lagi mempelajari Al Qur’an secara kaffah. Padahal mencapai perjumpaan dengan Allah SWT, diperlukan pembelajaran yang teratur, terarah, dan bertahap yang bersumber dari Al Qur’an dan juga hadits. Melalui proses belajar yang demikian secara kontiniu (terus menerus), kita akan dapat merasakan hakekat perjumpaan dengan Allah SWT yang sebenarnya. Ingat, hekekat perjumpaan dengan Allah SWT tidak sama dengan perjumpaan antar manusia atau dengan makhluk lainnya. Perjumpaan dengan makhluk artinya melihat secara fisik, sedangkan perjumpaan dengan Allah SWT diawali dengan adanya kebenaran pemahaman akan ilmu yang diperoleh, dan pengenalan di dalam jiwa atas bimbingan Allah SWT karena adanya kebersihan/kefitrahan hati.


A.   IBADAH DALAM PANDANGAN UMUM


Masyarakat pada umumnya memahami arti dari ibadah ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT seperti shalat sebagai bacaan, hafalan yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam, serta gerakan gerakan yang sudah ditentukan mulai dari berdiri sampai dengan bersujud yang diakhiri dengan salam. Sebagai seorang muslim, shalat merupakan kewajiban yang harus dijalankan. Namun, kewajiban tersebut kerap menjadi beban bagi kita, seakan akan shalat yang kita lakukan merupakan sebuah keterpaksaan yang berada di bawah ancaman.Bacaan shalatpun sebatas lancar di lidah karena hafal bahasa Arab nya, tetapi artinya belum tentu kita pahami dengan baik dan benar. Hal yang samaterjadi pula dengan ibadah ibadah yang lainnya, seperti halnya zakat, puasa, haji ataupun dzikir, yang diartikan secara dangkal dan sempit.


Menghayati dan memahami ibadah ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan dzikir dalam arti yang sesungguhnya adalah sesuatu yang harus dipelajari, dan kesemuanya itu sangat tergantung pada cara belajar kita sendiri. Namun dalam mempelajari shalat, zakat, puasa, haji ataupun dzikir, umumnya kita hanya membahas masalah fikih seperti tata cara shalat, tata cara berzakat, tata cara berpuasa, tata cara berhaji baik berupa bacaan dan gerakan. Sedangkan, penjiwaan dari ibadah yang kita laksanakan justru kerap dikesampingkan, Oleh karena pembelajaran seperti ini, ibadah  yang dilakukan tidak dapat mencapai kekhusyukan yang sebenarnya. Apabila kita mau berlaku jujur pada diri sendiri, kualitas ibadah yang kita lakukan termasuk shalat yang kita dirikan selama ini masih bersifat ritual semata. Kita melaksanakan ibadah termasuk shalat hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Padahal, seharusnya kualitas ibadah ibadah kita termasuk shalat harus semakin meningkat, baik dalam bacaan maupun dalam pemahaman kata, arti dan makna yang sesungguhnya seiring bertambahnya usia kita.


Lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan kualitas shalat seseorang. Apabila lingkungan mendukung, kualitas shalat kita akan meningkat. Akan tetapi, apabila justru sebaliknya, kita akan mengalami kesulitan mencapai kekhusyukan di dalam setiap ibadah yang kita laksanakan. Selama ini, kita mungkin merasa memiliki banyak hambatan dalam meningkatkan kualitas ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji ataupun dzikir, seperti:

a.   Ibadah yang kita laksanakan hanya menjadi kebiasaan rutin dan menganggap ibadah yang kita laksanakan adalah yang terbaik.

b.  Mengikuti kata orang atau imam apa adanya selama puluhan tahun, tanpa pernah mau belajar lagi.

c.      Merasa sudah menjalankan ibadah seperti yang Rasulullah ajarkan.

d. Adanya anggapan masyarakat bahwa memperbaiki kualitas ibadah adalah tindakan berlebihan dalam beragama.

e.      Kebingungan karena hadits dan mahzab yang berbeda beda.

f.     Ditakut takuti orang lain yang tidak menyukai pembelajaran ibadah termasuk latihan shalat khusyu’ dengan berbagai alasan, termasuk ancaman api neraka.

g.      Bacaan dan gerakan shalat yang cepat dan sudah menjadi kebiasaan.

h.     Waktu shalat hanya dua atau tiga menit dianggap sudah cukup sah dan mantap.

i.       Merasa nyaman dengan ibadah yang telah dijalani secara apa adanya dan adanya seperti apa lalu menolak perubahan.

j.   Ingin belajar agama termasuk belajar shalat khusyu’ secara tergesa gesa (instan). Dan lain sebagainya


Ayo segera hilangkan atau segera rubah penghambat penghambat proses menuju kekhusyu’an dalam beribadah saat ini juga.


B.    KEKHUSYU’AN DALAM SETIAP IBADAH.


Gerbang utama kita untuk bisa memasuki ruang kekhusyukan dalam setiap ibadah termasuk shalat yang kita dirikan adalah mampu memahami dengan baik dan benar mengapa kita diciptakan oleh Allah SWT. Inilah kenyataan yang harus diketahui oleh setiap muslim yang betul betul memahami hakekat keberadaannya di dunia. Allah SWT tidak menciptakan kita hanya untuk makan, minum, menikah, dan meninggal semata. Namun Dia menciptakan kita agar kita mengenal dan beribadah kepadaNya. 

Kehidupan di dunia ini tidak berarti tanpa pelaksanaan tujuan utama ini. Sungguh kasihan orang yang pergi meninggalkan dunia tanpa sempat mengenal Tuhannya! Sungguh kasihan orang yang mengira kehidupan dunia adalah semata mata permainan, kesenangan dan pemuasan syahwat semata.

dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(surat Adz Dzariyaat (51) ayat 56)

Saat ini di tengah masyarakat telah terjadi kesimpangsiuran dan kerancuan pemikiran dalam memahami khusyu’ yang sebenarnya. Banyak yang menyamakan khusyu’ dengan relaksasi dan meditasi. Kerancuan pandangan ini muncul dikarenakan tidak ada definisi yang baku tentang khusyu’ sehingga orang mencari cari dan mereka reka dalam pikirannya masing masing. Istilah relaksasi dan meditasi sering diartikan sebagai khusyu’, padahal masing masing istilah ini berbeda dari segi arti dan maknanya. Sebagai contoh, akan kami kemukakan tentang ibadah shalat. Nilai dan jiwa dari shalat terletak pada kekhusyu’an. 


Lalu tahukah kita apa arti shalat itu? Shalat adalah menghadap Allah SWT atau berkomunikasi dengan Allah SWT. Begitu kita mengatakan “Allahu Akbar”, Allah akan menyambut dan memperhatikan kita. Pernahkah kita memikirkan hal ini sebelumnya? Pernahkah kita mendirikan shalat dengan penuh perasaan dan kepekaan ini?


Nilai shalat terletak pada peranannya sebagai jalan utama untuk mengenal Allah SWT. Shalat diperintahkan dan lalu diwajibkan agar kita mengenal Sang Maha Pencipta. Tanpa shalat, kita tidak akan mengenal Allah secara benar. Maka, jika kita ingin mengenal dan berkenalan dengan Allah, dirikanlah shalat, dan berusahalah untuk melaksanakannya sekhusyu’ mungkin, sebab hal inilah point utama kita dalam masalah ini. 


Nilai shalat terletak pada peranannya sebagai pintu masuk untuk mengenal Tuhan. Karenanya, engkau belumlah mengenal Tuhanmu, wahai orang orang yang meninggalkan shalat. Meninggalkan shalat, bukanlah sesuatu yang terlalu kami risaukan, dikarenakan anda termasuk orang yang telah mendirikan shalat. Akan tetapi perlu diketahui, sekedar melaksanakan shalat atau sekedar menunaikan zakat, sedekar berpuasa dan juga berhaji tidaklah cukup menghantarkan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT. Tanpa ada kekhusyu’an, kita tidak akan berhasil mengenal Tuhan. Padahal, mengenal Tuhan adalah inti dari kehidupan ini.


Sekarang apa itu Khusyu’? Khusyu’ memiliki makna dan pengertian yang multi dimensi. Kita tidak bisa hanya memahami dengan mengartikan khusyu’ sebatas konsentrasi semata saat mendirikan shalat. Setidaknya ada 5 (lima) kriteria khusyu’ dalam Al Qur’an, yaitu:


1.      Khusyu’ adalah sebuah keyakinan yang timbul di dalam hati sanunari akan bertemu dengan Allah SWT dan kembali kepadaNya.

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
(surat Al Baqarah (2) ayat 45 dan 46)


2.  Khusyu’ adalah suatu keadaan dimana kita ingin selalu bersegera berbuat kebaikan dan berdoa dengan harap dan cemas.

Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas[970]. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.
(surat Al Anbiyaa (21) ayat 90)

[970] Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azabnya.


3.   Khusyu’ adalah suatu keadaan yang apabila dibacakan Al Qur’an kepadanya maka akan menyungkur atas muka mereka sambil bersujud dan bertambah kekhusyu’ annya..

Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,
dan mereka berkata: "Maha suci Tuhan Kami, Sesungguhnya janji Tuhan Kami pasti dipenuhi".
dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'.
(surat Al Israa’ (17) ayat 107, 108, 109)


4.      Khusyu’ adalah suatu keadaan atas ketundukan hati di dalam mengingat Allah SWT.

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
(surat Al Hadiid (57) ayat 16)


5.    Khusyu’ adalah suatu keadaan dimana kita mampu berendah hati dan juga diri kepada Allah SWT.

dan Sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah Amat cepat perhitungan-Nya.
(surat Ali Imran (3) ayat 199)


Selain 5 (lima) kriteria khusyu’ yang telah kami kemukakan di atas, masih ada beberapa pengertian lain dari khusyu’, yaitu:

1.    Kata lain dari shalat yang dihayati maknanya dan dijiwai dengan ketundukan dihadapan Allah SWT adalah khusyu’.

2.     Khusyu’ adalah sikap jiwa, artinya kita harus mengkaji keadaan jiwa kita sendiri kemudian mengubahnya secara bertahap dan terus menerus.

3.      Khusyu’ bukanlah teori, tetapi praktek dan latihan yang diperlukan dalam jiwa.

4.      Khusyu’ adalah sebuah keterampilan jiwa yang harus di bangun di dalam diri.

5.      Khusyu’ berarti juga kemampuan memposisikan diri sebagai hamba Allah yang memiliki kesadaran penuh pada dirinya, antara lain:

a.  Ketidakberdayaan diri di hadapan Allah karena peran Allah pada diri absolute, sejak dalam kandungan hingga saat ini.
b.     Merasa Allah sangat berjasa penuh pada diri karena segalanya diberi oleh Allah.
c.   Merasa bergantung penuh kepada Allah karena segala bergantung kepada Allah yang di dalam diri dan di luar diri.
d.  Merasa hina dan rendah diri di hadapan Allah karena tidak berarti apa apa dihadapanNya, datang tidak bisa apa apa dan tidak memiliki apa apa.

6.      Khusyu’ adalah kosongnya hati dari hal hal yang melalaikan dari ingat kepada Allah SWT atau dengan kata lain, hati dan pikiran kita hanya terfokus kepada Allah SWT semata, tidak kepada selainNya.


Kekhusyu’an merupakan bagian penting yang harus kita raih dalam hidup ini dan kita realisasikan saat kita menghadap kepada Allah, lebih utama saat diri kita melaksanakan ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT. Kekhusyu’an juga merupakan manipestasi tertinggi dari sehatnya hati dan landasan utama tegaknya ibadah shalat, zakat, puasa, haji dan dzikir seseorang. Ketika seseorang mampu memiliki kekhusyu’an maka ia akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al Ahzab (33) ayat 35 di bawah ini.


Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
(surat Al Ahzab (33) ayat 35)

[1218] Yang dimaksud dengan Muslim di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.


Adanya beberapa pengertian dan juga pemaknaan dari khusyu’ yang multi dimensi menunjukkan kepada kita bahwa janganlah kita menilai bahwa seseorang yang tampaknya khusyu’ dalam beribadah, hatinya juga demikian. Sebab belum tentu hati orang tersebut tertuju terhadap apa yang dilakukannya. Jika ada seseorang yang berupaya untuk menampakkan kekhusyu’an terhadap orang lain berarti tanda tanda keikhlasan belum ada pada diri orang tersebut. Kekhusyu’an itu ada di dalam hati seseorang, bukan di dalam penampilan phisik atau gerakan badan seseorang.


Ibnul Qayyim Al Jauziah pernah berkata, pada saat dia menerangkan tentang perbedaan antara khusyu’ keimanan dan khusyu’ kemunafikan. “Khusyu’ keimanan adalah kekhusyu’an hati terhadap Allah SWT, dengan mengagungkan, membesarkan, tunduk, takut, dan merasa malu terhadapNya. Kemudian hati itu terasa terpecah pecah, sesuai dengan perasaan malu dan kecintaannya terhadap Allah SWT. Kemudian dia menyaksikan nikmat nikmat Allah dan dosa dosa terhadapNya. Kemudian sang hati dalam keadaan khusyu’ yang sangat mendalam dan tidak ada tepiannya sama sekali. Kemudian hal itu diikuti oleh kekhusyu’an anggota anggota tubuh. Sedangkan khusyu’ kemunafikan adalah kekhusyu’an yang hanya tampak pada anggota badan, dengan dibuat buat dan berpura pura. Adanya kondisi ini maka khusyu’ kemunafikan adalah suatu kondisi dimana seseorang yang terlihat pada anggota tubuhnya dalam kondisi khusyu’, sedangkan hatinya tidak dalam kondisi khusyu’.


Selain dari pada itu, khusyu’ juga bisa dibedakan menjadi dua tipe, yaitu khusyu’ instan dan juga khusyu’ terencana.

1.      Khusyu’ Instan. Khusyu’ Instan dapat dibedakan menjadi empat kriteria, yaitu:

a.  Khusyu’ Terpaksa, yaitu orang yang melakukan shalat kemudian memohon, mengeluh, menangis sepenuh hati karena banyak masalah dalam hidupnya. Tidak ada penolong atau ada keinginan yang dituju, sehingga mengadukan nasibnya kepada Allah SWT. Biasanya hanya sementara itu saja.

b. Khusyu’ Memaksa Diri, yaitu orang yang berusaha memaksakan dirinya untuk berkonsentrasi, fokus, atau apapun namanya. Biasanya ingin mencari pelajaran singkat, cepat bertemu Tuhan, kalau perlu ikut pelatihan dua hari. Memaksa diri untuk bisa berhubungan dengan Tuhan, lalu dirasa rasakan seolah olah berhubungan dengan Tuhan.

c.   Khusyu’ Rekayasa, yaitu orang yang berusaha merekayasa diri agar terlihat khusyu’ dari gerakan, dari pakaian, dari bacaan Al Qur’an nya, dari gaya shalatnya, dari  bacaan doanya; dari cara berpuasanya dan lain sebagainya.

d.     Khusyu’ Menduga duga, yaitu orang yang mengatakan pada dirinya sendiri, yakin menurut ukuran dan perasaannya sendiri bahwa dia telah berhubungan dengan Tuhan.


2.      Khusyu’ Terencana atau Khusyu’ sebenarnya.


Khusyu’ sebenarnya atau terencana, yaitu orang yang benar benar mempelajari ilmu dan hikmah Al Qur’an. Ilmu tersebut dipelajari dengan penghayatan yang dalam serta pemahaman yang luas melalui proses pembelajaran terencana, terarah, sistematik dan menyeluruh. Sehingga kita memiliki pengetahuan, pemahaman, penjiwaan, penerapan dan teruji. Terutama tentang pengenalan terhadap diri sendiri dan Tuhan secara bertahap dan sungguh sungguh.Pembelaran yang seperti ini akan melahirkan sikap khusyu’ dengan sendirinya tanpa harus dibuat buat. Khusyu’yang sebenarnya bukan bersifat instan, melainkan buah atau hasil dari proses pembelajaran yang baik dan benar secara simultan. Hasil ini akan mengakar kuat  di dalam diri dan bertahan selamanya hingga akhir hayat. Kondisi ini hanya akan kita dapatkan dengan mengikuti pembelajaran dan pelatihan dari waktu ke waktu tanpa pernah berhenti, mulai dari buaian sampai masuk liang lahat.


Lalu apa yang di dapat dari rasa khusyu’ itu? Secara umum, kondisi jiwa dalam keadaan khusyu’ dapat digambarkan sebagai berikut:


1.  Adanya kesadaran dan memahami dengan benar tentang kerendahan dirinya di hadapan Allah Yang Maha Besar.


2.   Merasakan adanya hubungan dengan Allah SWT secara jiwa, rasa dan keyakinan, bukan raga.  Misalnya, merasakan Allah SWT sangat memahami hati, perasaan dan pikiran kita secara langsung. Pada saat berdoa, merasakan Allah mendengarkan semua pujian dan doa kita secara langsung. Keadaan ini tumbuh karena keyakinan yang haqqul yakin bahwa Allah Maha Memahami, Maha Mendengar, Maha Mengetahu, Maha Mengurus diri kita selamanya.


Jika kondisi jiwa sudah seperti ini maka pintu untuk berjumpa dengan Allah SWT sudah terbuka dihadapan kita. Selanjutnya, anda sendirilah yang tahu………………..



TEKA TEKI KEHIDUPAN
by Amru Khalid dalam bukunya “Ibadah Sepenuh Hati”


Saya pernah duduk duduk bersama kelompok remaja dan mahasiswa yang baik, dan saya usulkan kepada mereka sebuah ide unik, yaitu setiap orang bercerita tentang kenikmatan terbesar yang telah dianugerahkan Allah SWT kepadanya. Ide ini pun berlangsung dengan baik. Ada yang mengatakan: Kesehatan. Yang lain mengatakan: anak anak. Sebagian yang lain mengatakan:pendengaran dan penglihatan. Sebagian lain mengatakan: ayah dan ibu, dan sebagian lagi mengatakan: harta benda. Di samping itu ada juga yang mengatakan: Islam. Kemudian tibalah giliran seorang pemuda yang berumur 18 tahun. Bisakah Anda memperkirakan apa yang  dikatakannya? Ia mengatakan: Nikmat terbesar dalam hidup ini, bahwa ……………………………………………..

Perhatikanlah tajamnya kepekaan dan kelembutan perasaaan pemuda ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar