Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 03 April 2020

TAKWA PARAMETER PENILAIAN MANUSIA




Nabi Muhammad SAW bersabda: “At Taqwa ha Huna,” (takwa itu disini,.…sambil menunjuk dadanya). Ia mengisyaratkan bahwa letak dari sebuah ketakwaan adalah di dalam hati. (Hadits Riwayat Muslim)


Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan di muka bumi sudah memiliki parameter tersendiri kepada khalifahNya yang ada di muka bumi ini. Allah SWT tidak akan menilai kekhalifahanNya berdasarkan penampilan phisik seseorang, tinggi badan seseorang, warna kulit seseorang, pangkat dan jabatan seseorang, atau berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki seseorang. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik tidak akan melakukan hal itu, dikarenakan telah memiliki konsep penilaian tersendiri kepada setiap khalifahNya yaitu berdasarkan tingkat ketakwaan seseorang. Semakin baik ketakwaan seseorang maka semakin baik seseorang, sebaliknya sebaik buruk ketakwaan seseorang maka semakin buruk seseorang dihadapan Allah.


Sekali kali allah tidak menilai bentuk rupamu atau banyaknya hartamu, dan tidak pula menilai keadaanmu, tetapi yang Dia nilai adalah amal perbuatan dan niat hatimu. 
(Al Hadits)


Sebagai orang yang akan dinilai tingkat ketakwaannya oleh Allah SWT maka kita tidak bisa menentukan sendiri bahwa kita telah bertakwa kepada Allah atau menyatakan diri telah bertakwa kepada Allah dengan mempergunakan parameter yang kita tentukan sendiri. Adanya kondisi ini kita tidak tahu berapa tingkat ketakwaan kita, hanya Allah SWT sajalah yang tahu berapa sebenarnya tingkat/kualitas ketakwaan yang kita miliki. Jangan sampai kita merasa atau mengaku ngaku telah bertakwa kepada Allah SWT padahal kenyataannya tidak sesuai dengan konsep yang telah Allah SWT tetapkan, yaitu Allah SWT sajalah yang berhak menilai ketakwaan seseorang. Jika ini keadaannya berarti kita harus segera memiliki ilmu tentang ketakwaan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT saat ini juga karena kita sangat berkepentingan dengan kualitas takwa tersebut.


A.     APA ITU TAKWA

Kata takwa di dalam Al Qur’an terulang sebanyak 259 kali dengan makna yang sangat beragam sehingga takwa memiliki makna yang sangat luas sehingga tidak bisa bisa didefinisikan dalam satu definisi semata. Luasnya pengertian dari takwa mengharuskan diri kita untuk belajar dari waktu ke waktu dari satu pengertian ke pengertian lainnya. Dimana masing masing pengertian dari takwa itu sendiri selalu saling lengkap melengkapi, yang menunjukkan betapa dalamnya makna yang terkandung di balik kata takwa itu. 

1.        Secara etimologi takwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah yang artinya menjaga diri, menghindari dan menjauhi atau mencegah dari sesuatu yang dibenci dan dilarang Allah. Secara terminologi takwa berarti takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya serta takut terjerumus dalam perbuatan dosa.

2.        Ibnu Abbas ra, mendefinisikan, takwa adalah takut berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepadaNya. Ketika Abu Dzar Al Ghifari meminta nasihat kepada Rasulullah SAW, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah takwa. Kata Rasulullah SAW, “Saya wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala perkara”.

3.        Berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 40 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah rasa takut, takzim dan kagum kepada Allah SWT serta mengakui superioritas Allah SWT. Alhasil dari pernyataan ini adalah kita bukanlah apa apa dibandingkan dengan Allah SWT.

Wahai Bani Israil, Ingatlah nikmatKu yang telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu kepadaKu, niscaya Aku penuhi janjiKu kepadamu, dan takutlah kepadaKu saja.
(surat Al Baqarah (2) ayat 40)

Takwa juga dapat dikatakan sebagai takutnya diri kita akan hukum/ketentuan/aturan yang berasal dari Allah SWT termasuk di dalamnya takut akan azab yang akan ditimpakan oleh Allah SWT kepada yang melanggar aturanNya.

4.        Berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 102 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah taat dan beribadah yang sesuai dengan kehendak Allah. Alhasil dari pernyataan ini adalah ibadah yang kita lakukan bukanlah menjadi sebuah kewajiban, melainkan sebuah kebutuhan bagi diri kita.

Wahai orang orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar benar takwa kepadaNya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (surat Ali Imran (3) ayat 102.

5.        Berdasarkan ketentuan surat An Nur (24) ayat 52 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah menyucikan hati dari noda dan dosa.

Dan barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya, mereka itulah orang orang yang mendapatkan kemenangan. (surat An Nur (24) ayat 52).

6.        Berdasarkan ketentuan surat An Nisaa’ (4) ayat 131 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah wasiat (perintah) yang ditujukan kepada seluruh umat manusia tanpa terkecuali.

Dan milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah. Tetapi jika kamu ingkar (ketahuilah), milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Mahakaya, Mahaterpuji. (surat An Nisaa’ (4) ayat 131)

7.        Berdasarkan ketentuan surat Al Maidah (5) ayat 10 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah jalan menggapai keberuntungan/kemenangan..

“Maka bertakwalah kepada Allah, hai orang orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.” (surat Al Maidah (5) ayat 100)

8.        Berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 197, takwa kepada Allah adalah bekal menuju hari pembalasan.

Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepadaKu hai orang orang yang berakal.” (surat Al Baqarah (2) ayat 197)

9.        Berdasarkan ketentuan surat Al Maaidah (5) ayat 8 dan surat Al Anfal (8) ayat 1, takwa adalah taat dan patuhnya diri kita kepada apa apa yang diperintahkanNya dan yang telah dilarang oleh Allah SWT sehingga ia mampu menjadi penegak keadilan serta tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya serta selalu menjaga hubungan baik diantara sesama manusia.

Wahai orang orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (surat Al Maaidah (5) ayat 8)

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan RasulNya),maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kamu orang orang yang beriman. (surat Al Anfal (8) ayat 1)

10.    Berdasarkan ketentuan surat Yunus (10) ayat 31 dan surat An Nisaa’ (4) ayat 14, takwa adalah memelihara diri dari terputusnya hubungan antara diri kita dengan Allah SWT dengan selalu patuh dan taat kepada apa yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT.

Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran, penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab, “Allah”. Maka katakanlah, “Mengapa  kamu tidak bertakwa (kepadaNya)? (surat Yunus (10) ayat 31)

Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar batas batas hukumNya, niscaya Allah memasukkannya  ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan. (surat An Nisaa’ (4) ayat 14)


Selain dari sepuluh hal yang telah kami kemukakan di atas tentang takwa serta untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang takwa/ketakwaan, masih ada beberapa pengertian mendasar dari takwa/ketakwaan itu yang harus kita pelajari, kita pahami dan selanjutnya kita laksanakan dan amalkan dalam hidup dan kehidupan ini, yaitu:


a.        Takwa kepada Allah adalah melindungi dari dari apa yang merugikan diri dan merusak diri di akhirat. Semakin diri ini dibatasi, semakin baik diri ini.

b.        Takwa kepada Allah adalah takut kepada Allah dan menjaga diri dari kedurjanaan, keburukan, kejahatan, kekejiaan, dan dosa. 

c.        Takwa kepada Allah adalah cahaya di dalam hati, sedangkan dampak dan pengaruhnya akan nampak jelas di dalam perbuatan anggota tubuh dan hati.

d.       Takwa kepada Allah adalah cahaya yang Allah tempatkan dalam hati orang orang yang beriman. Tak ada yang mengetahui kadarnya kecuali Allah dan tak ada yang mengetahui siapa yang paling bertakwa, kecuali Allah SWT.

e.        Takwa kepada Allah adalah sifat teragung yang bersemayam di dalam diri orang beriman, taat, dan memiliki jiwa ikhsan. Takwa adalah sifat yang melekat sangat kuat dalam hati dan nurani mereka.

f.         Takwa kepada Allah adalah faktor kemenangan, sumber kebaikan dan perbaikan. Orang yang memiliki sifat ini akan hidup dalam keberuntungan, tak akan pernah sengsara apalagi menderita.

g.        Takwa kepada Allah adalah pilar yang menopang orang beriman di dunia, cahaya yang akan menerangi kuburnya, dan petunjuk yang akan menuntunnya di akhirat menuju syurga yang penuh kenikmatan.

h.       Takwa kepada Allah adalah kalimat agung. Tak ada kebaikan bagi kita jika kita tak pernah mengucapkannya, dan tak ada kebaikan pada diri orang yang mendengarnya tapi tidak melaksanakannya.

i.         Takwa kepada Allah adalah kalimat yang tidak asing dikalangan manusia, akan tetapi yang mampu melaksanakannya sangatlah sedikit.

j.          Takwa kepada Allah adalah kalimat yang memuliakan Salman Al Farisi, Shuhaib Ar Rumi, dan Bilal al Habsyi. Akibat enggan menerima kalimat ini, maka Abu Lahab tetap terbenam dalam kemusyrikan dan menderita dalam siksaan.

k.        Takwa kepada Allah adalah benteng yang melindungi dikala susah dan tabungan yang sangat berguna dikala sengsara.

l.          Takwa kepada Allah bukan sekedar ucapan dan materi pelajaran yang hanya disampaikan di ruang perkuliahan atau di atas mimbar. Tapi haris diterapkan dalam gerak nyata, dan dalam akhlak pergaulan seorang muslim sehari hari.

m.     Takwa kepada Allah adalah lentera yang benderang dan pedang yang berkilauan di kala krisis mendera. Betapa seringnya takwa mengusir kegundahan, menyingkap awan gelap, mendatangkan rezeki, dan memudahkan urusan semasa hidup di dunia dan setelah kematian.

n.       Takwa kepada Allah senantiasa mendatangkan ketenangan, ketentraman, kekuatan dan keyakinan. Takwalah yang membuat jiwa mulia naik menuju langit. Takwa kepada Allah adalah pengokoh di saat kaki akan tergelincir dan menyatukan hati di kala fitnah sedang bertebaran.Takwa kepada Allah adalah kekayaan terbesar yang dibawa seorang manusia di dalam relung hatinya dalam meniti kehidupan dunia.


TAKWA ADALAH PENGENDALIAN DIRI DAN PENJAGAAN DIRI DARI APA YANG BERTENTANGAN DENGAN ALLAH SWT.


Berdasarkan uraian yang telah kami kemukakan di atas tentang takwa/ketakwaan, pada hakikatnya takwa itu adalah kandungan Diinul Islam secara keseluruhan, yaitu menjalankan apa yang telah diperintahkan dan meninggalkan segala larangan,serta takut kepada Allah di kala tersembunyi atau terang terangan. Ini berarti kehidupan seseorang yang dihiasi dengan agama, keimanan yang kuat, amal shaleh adalah gambaran dari takwa itu sendiri. Karena takwa bisa melindungi seseorang dari perbuatan yang bermanfaat dan hawa nafsu yang hina.

Siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (surat An Nahl (16) ayat 97)


Diinul Islam sebagai konsep ilahiah untuk kekhalifahan di muka bumi adalah agama yang haq yang mampu mengerem laju hawa nafsu dan juga syahwat yang terus merongrong manusia sepanjang hari. Agama ini juga yang mampu mengendalikan gairah seksual dalam diri manusia, agar berjalan lurus sesuai dengan yang digariskan Tuhan, penuh keridhaan, ketaatan, dan kesucian yang pada akhirnya mampu menghadirkan ketakwaan dalam diri kita.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (surat Asy Syams (91) ayat 9 dan 10)

Setiap manusia beraktivitas, karena itu bisa jadi dengan aktivitas tersebut ia membebaskan dirinya dari api neraka, atau justru akan membahayakan dirinya. (Hadits Riwayat Muslim)


Semua ini menuntut kepada kita untuk mencermati lebih dalam, sejenak berhenti dihadapan jiwa kita, dan menelisik di mana sebenarnya posisi jiwa kita dari pelajaran agung tentang ketakwaan seperti yang disampaikai ayat dan hadits di atas. Lalu apakah kita telah melakukan suatu hal yang disukai dan diridhai Allah, dan apakah sudah pula kita menjauhi apa yang menyebabkan Allah murka?

Umar bin Al Khaththab ra, bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang takwa. Ubay menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, pernahkah Anda meniti jalan yang dipenuhi duri?” Umar menjawab, “Pernah.” Ubay bertanya lagi, “Apa yang Anda lakukan pada saat itu?” Umar menjawab, “Aku singsingkan lengan bajuku dan berupaya semaksimal mungkin?’ Kemudian Ubay berkata, “Begitulah takwa. Jika seorang Umar sang Amirul Mukminin, yang telah dijanjikan syurga saja masih bertanya tentang makna takwa, dan sangat antusias untuk merealisasikannya, maka mengapa kita yang jauh berada di bawahnya, justru malah bermalas malasan, enggan, dan pura lupa, atau pura pura sibuk untuk merealisasikan tujuan yang sangat mulia ini. Ketakwaan bukanlah hal yang bisa diklaim begitu saja, atau kita akui begitu saja, bukan pula impian yang tak ada bukti dalam realita. Takwa adalah hakekat yang harus diterapkan, ditampakkan dampak dan pengaruhnya dalam setiap perbuatan, tentu saja setelah sebelumnya dikokohkan terlebih dahulu di dalam relung hati yang paling dalam.


Takwa itu adalah sifat yang apabila telah bersemayam dalam diri seorang hamba, maka akan memberikan celupan (sibghah) khusus baginya. Untuk kemudian mendorongnya dalam melakukan ketaatan dan perbuatan baik lainnya, mencegahnya dari keburukan dan maksiat, dan membawanya untuk menggapai pahala dari sisi Allah. Lalu sudahkah saat ini kita semua menerapkan dalam hidup, bahwa takwa kepada Allah SWT tidaklah hanya saat di bulan Ramadhan, atau hanya saat di masjid, di tempat pengajian, dan di majelis taklim saja. Sangat disayangkan tatkala sesorang kembali ke rumahnya masing masing, ke sawah, ke kantor dan tempat usahanya masing masing, atau ke komunitasnya masing masing, dia kembali dalam keterlenaan, yang seharusnya tetap menjadi orang yang bertakwa kepada Allah SWT. Untuk itu segera tanamkanlah sikap takwa pada jiwa kita, pada istri/suami kita, pada anak dan keturunan kita, pada profesi, pada ucapan dan tindak tanduk kita. Untuk itu simaklah firman Allah SWT di  bawah ini yang mengarahkan kepada kita semua kepada pakaian kebesaran yang sepatutnya dipakai oleh setiap manusia, yaitu pakaian takwa.

Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda tanda kekuasaan Allah, mudah mudahan mereka selalu ingat. (surat Al A’raf (7) ayat 26)


 Semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk dalam golongan orang orang yang bertakwa, senantiasa berbuat kebajikan, dan selalu selalu berbusanakan/berpakaian takwa sepanjang hayat masih dikandung badan. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan. Amien.


B.      LANGKAH MENUJU DERAJAT TAKWA.

Dr. Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan,  ada 5 (lima) langkah yang dapat dilakukan oleh diri kita untuk mencapai derajat taqwa, yaitu

1.        Mu'ahadah.

Mu'ahadah berarti selalu mengingat perjanjian kepada Allah SWT, bahwa kita akan selalu beribadah kepada Allah SWT. Seperti merenungkan bahwa setidaknya 17 kali dalam sehari semalam kita membaca ayat surat Al Fatihah (1) ayat 5, "Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan"

2.        Muraqabah

Muraqabah berarti merasakan kebersamaan dengan Allah SWT dengan selalu menyadari bahwa Allah SWT selalu bersama para makhluqNya dimana saja dan kapan saja. Beberapa macam muraqabah diantaranya muraqabah kepada Allah dalam melaksanakan ketaatan dengan selalu ikhlas kepadaNya; muraqabah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan meninggalkannya secara total; muraqabah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmat; muraqabah dalam mushibah adalah dengan ridha atas ketentuan Allah serta memohon pertolongan dengan penuh kesabaran.

3.        Muhasabah.

Muhasabah sebagaimana yang ditegaskan dalam Al Quran dalam surat Al Hasyr (59) ayat 18 yang berarti hendaknya seorang mukmin menghisab dirinya tatkala selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha Allah? Atau apakah amalnya dirembesi sifat riya? Apakah ia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia?

Wahai orang orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (surat Al Hasyr (59) ayat 18)

Umar bin Khattab ra berkata, "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan pada pemeriksaan, tidak ada yang tersembunyi dari amal kalian barang sedikitpun. "

4.        Mu'aqabah.

Mu'aqabah berarti memberikan sanksi kepada diri sendiri tatkala melakukan keburukan atau lalai dalam melakukan kebaikan. Sanksi itu harus dengan sesuatu yang mubah, tidak bisa dengan yang haram. Disebutkan, Umar bin Khattab pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan sholat Ashar berjamaah. Maka beliau berkata, "Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah sholat Ashar. Kini kebunku aku jadikan shadaqah untuk orang-orang miskin. "

Suatu ketika Abu Thalhah ra, sedang sholat, di depannya lewat seekor burung lalu ia melihatnya dan lalai dari shalatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat ia sholat. Karena kejadian tersebut ia mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang miskin sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidak kekhusyuannya.

5.        Mujahadah.

Makna mujahadah sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ankabut (29) ayat 69 adalah ketika seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini ia harus tegas, serius dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia baginya dan menjadi sikap yang melekat dalam dirinya.

Dan orang orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami. Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang orang yang berbuat baik. (surat Al Ankabuut (29) ayat 69)

Itulah langkah yang bisa kita lakukan untuk menggapai derajat takwa, lalu sudah sampai dimanakah diri kita?


C.      APA YANG KITA PEROLEH MELALUI TAKWA KEPADA ALLAH SWT.


Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah. Ibadah, menurut Alquran, adalah jalan lapang bagi manusia untuk memperoleh ketakwaan. Lalu apa yang dapat kita peroleh dari predikat takwa itu? Berikut ini akan kami kemukakan hasil dari ketakwaan yang kesemuanya siap diberikan Allah SWT kepada diri kita, yaitu :


1.        Takwa adalah perisai penjagaan diri dari segala tipu daya.

"Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan." (surat Ali Imran (3) ayat 120) .


2.        Takwa adalah jalan untuk memperoleh solusi kehidupan dan rezeki yang tidak terduga-duga.

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allahg, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya" (surat At-Thalaq (65) ayat 2-3)


3.        Takwa adalah media untuk mensucikan diri dari semua kekurangan dan aib.

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung." (surat Al-Ahzab (32) ayat 70-71)



4.        Takwa adalah jalan untuk dicintai oleh Allah SWT.

Sebenarnya barangsiapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh, Allah mencintai orang orang yang bertakwa. (surat Ali Imran (3) ayat 76)
Ketika seseorang mencintai orang lain, dia akan berusaha keras untuk menyenangkan orang yang dicintai dan tidak pernah menyakitinya. Lalu, ketika Allah mencintai seseorang, tentu kita dapat menyimpulkan sendiri apa yang akan Allah lakukan kepada yang dicintainya. Bisakah kita membayangkannya!


5.        Takwa adalah syarat diterimanya amal perbuatan manusia.

"Dia (Habil) berkata, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa." (surat Al-Maaidah (5) ayat 27)


6.        Takwa adalah salah satu kendaraan menuju kemuliaan di sisi Allah SWT.

"Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah MahaMengetahui dan Mahateliti" (surat Al-Hujurat (49) ayat 13)


7.        Takwa adalah media untuk memperoleh bimbingan Allah sehingga mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil.

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan Memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan bathil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa dosa)mu. Allah memiliki karunia yang besar" (surat Al-Anfal (8) ayat 29)


8.        Takwa adalah penyelamat dari siksaan atau akan diselamatkan oleh Allah SWT.

"Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut." (surat Maryam (19) ayat 72)


9.        Takwa adalah pintu terbukanya ilmu pengetahuan melalui pengajaran yang berasal dari Allah SWT.

"Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (surat Al-Baqarah (2) ayat 282)


10.    Takwa akan mendatangkan kebulatan tekad atau kekuatan dalam diri di dalam menghadapi godaan dan gangguan serta ujian.

"Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan." (surat Ali Imran (3) ayat 186).


Sekarang bertanyalah kepada diri kita sendiri, butuhkah kita dengan takwa ini? Jika kita memang membutuhkannya maka kita harus berjuang dari waktu ke waktu untuk meraihnya dalam kehidupan ini.

Daftar Pustaka:

1.   Dr Saad bin Musaffar Al Qahthani, Misteri Ramadhan, Naklah Pustaka, Jakarta, 2008.
2.   Sayid Husain Syaikh al Islami Tooyserkani, Jaring Jaring Takwa: Wejangan Rohani Insan Suci, Citra, 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar