Nabi Muhammad SAW
bersabda: “At Taqwa ha Huna,” (takwa itu disini,.…sambil menunjuk dadanya). Ia mengisyaratkan
bahwa letak dari sebuah ketakwaan adalah di dalam hati. (Hadits Riwayat Muslim)
Allah SWT selaku pencipta dan pemilik
kekhalifahan di muka bumi sudah memiliki parameter tersendiri kepada
khalifahNya yang ada di muka bumi ini. Allah SWT tidak akan menilai
kekhalifahanNya berdasarkan penampilan phisik seseorang, tinggi badan
seseorang, warna kulit seseorang, pangkat dan jabatan seseorang, atau
berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki seseorang. Allah SWT selaku pencipta
dan pemilik tidak akan melakukan hal itu, dikarenakan telah memiliki konsep
penilaian tersendiri kepada setiap khalifahNya yaitu berdasarkan tingkat
ketakwaan seseorang. Semakin baik ketakwaan seseorang maka semakin baik
seseorang, sebaliknya sebaik buruk ketakwaan seseorang maka semakin buruk
seseorang dihadapan Allah.
Sekali kali allah
tidak menilai bentuk rupamu atau banyaknya hartamu, dan tidak pula menilai
keadaanmu, tetapi yang Dia nilai adalah amal perbuatan dan niat hatimu.
(Al Hadits)
Sebagai orang yang akan dinilai tingkat
ketakwaannya oleh Allah SWT maka kita tidak bisa menentukan sendiri bahwa kita
telah bertakwa kepada Allah atau menyatakan diri telah bertakwa kepada Allah
dengan mempergunakan parameter yang kita tentukan sendiri. Adanya kondisi ini
kita tidak tahu berapa tingkat ketakwaan kita, hanya Allah SWT sajalah yang
tahu berapa sebenarnya tingkat/kualitas ketakwaan yang kita miliki. Jangan
sampai kita merasa atau mengaku ngaku telah bertakwa kepada Allah SWT padahal
kenyataannya tidak sesuai dengan konsep yang telah Allah SWT tetapkan, yaitu
Allah SWT sajalah yang berhak menilai ketakwaan seseorang. Jika ini keadaannya
berarti kita harus segera memiliki ilmu tentang ketakwaan yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT saat ini juga karena kita sangat berkepentingan dengan
kualitas takwa tersebut.
A.
APA ITU TAKWA
Kata takwa di dalam Al Qur’an terulang
sebanyak 259 kali dengan makna yang sangat beragam sehingga takwa memiliki
makna yang sangat luas sehingga tidak bisa bisa didefinisikan dalam satu
definisi semata. Luasnya pengertian dari takwa mengharuskan diri kita untuk
belajar dari waktu ke waktu dari satu pengertian ke pengertian lainnya. Dimana
masing masing pengertian dari takwa itu sendiri selalu saling lengkap
melengkapi, yang menunjukkan betapa dalamnya makna yang terkandung di balik
kata takwa itu.
1.
Secara
etimologi takwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah yang artinya menjaga
diri, menghindari dan menjauhi atau mencegah dari sesuatu yang dibenci dan
dilarang Allah. Secara terminologi takwa berarti takut kepada Allah berdasarkan
kesadaran dengan mengerjakan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya
serta takut terjerumus dalam perbuatan dosa.
2.
Ibnu
Abbas ra, mendefinisikan, takwa adalah takut berbuat syirik kepada Allah dan
selalu mengerjakan ketaatan kepadaNya. Ketika Abu Dzar Al Ghifari meminta nasihat
kepada Rasulullah SAW, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau
sampaikan kepada sahabatnya itu adalah takwa. Kata Rasulullah SAW, “Saya
wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah
pokok dari segala perkara”.
3.
Berdasarkan
ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 40 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah
rasa takut, takzim dan kagum kepada Allah SWT serta mengakui superioritas Allah
SWT. Alhasil dari pernyataan ini adalah kita bukanlah apa apa dibandingkan
dengan Allah SWT.
Wahai
Bani Israil, Ingatlah nikmatKu yang telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah
janjimu kepadaKu, niscaya Aku penuhi janjiKu kepadamu, dan takutlah kepadaKu
saja.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 40)
Takwa juga dapat
dikatakan sebagai takutnya diri kita akan hukum/ketentuan/aturan yang berasal
dari Allah SWT termasuk di dalamnya takut akan azab yang akan ditimpakan oleh
Allah SWT kepada yang melanggar aturanNya.
4.
Berdasarkan
ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 102 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah
taat dan beribadah yang sesuai dengan kehendak Allah. Alhasil dari pernyataan
ini adalah ibadah yang kita lakukan bukanlah menjadi sebuah kewajiban,
melainkan sebuah kebutuhan bagi diri kita.
Wahai
orang orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar benar takwa
kepadaNya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (surat Ali
Imran (3) ayat 102.
5.
Berdasarkan
ketentuan surat An Nur (24) ayat 52 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah menyucikan
hati dari noda dan dosa.
Dan
barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya serta takut kepada Allah dan
bertakwa kepadaNya, mereka itulah orang orang yang mendapatkan kemenangan.
(surat An Nur (24) ayat 52).
6.
Berdasarkan
ketentuan surat An Nisaa’ (4) ayat 131 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah wasiat
(perintah) yang ditujukan kepada seluruh umat manusia tanpa terkecuali.
Dan
milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan sungguh,
Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan
(juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah. Tetapi jika kamu ingkar
(ketahuilah), milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
dan Allah Mahakaya, Mahaterpuji. (surat An Nisaa’ (4) ayat 131)
7.
Berdasarkan
ketentuan surat Al Maidah (5) ayat 10 di bawah ini, takwa kepada Allah adalah
jalan menggapai keberuntungan/kemenangan..
“Maka
bertakwalah kepada Allah, hai orang orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.”
(surat Al Maidah (5) ayat 100)
8.
Berdasarkan
ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 197, takwa kepada Allah adalah bekal menuju
hari pembalasan.
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik baik
bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepadaKu hai orang orang yang berakal.”
(surat Al Baqarah (2) ayat 197)
9.
Berdasarkan
ketentuan surat Al Maaidah (5) ayat 8 dan surat Al Anfal (8) ayat 1, takwa
adalah taat dan patuhnya diri kita kepada apa apa yang diperintahkanNya dan yang
telah dilarang oleh Allah SWT sehingga ia mampu menjadi penegak keadilan serta
tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya serta selalu menjaga hubungan
baik diantara sesama manusia.
Wahai orang orang yang beriman! Jadilah
kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan. (surat Al Maaidah (5) ayat 8)
Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad)
tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang
itu milik Allah dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan RasulNya),maka
bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan
taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kamu orang orang yang beriman. (surat Al
Anfal (8) ayat 1)
10. Berdasarkan ketentuan
surat Yunus (10) ayat 31 dan surat An Nisaa’ (4) ayat 14, takwa adalah
memelihara diri dari terputusnya hubungan antara diri kita dengan Allah SWT
dengan selalu patuh dan taat kepada apa yang telah ditetapkan berlaku oleh
Allah SWT.
Katakanlah
(Muhammad), “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran, penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab,
“Allah”. Maka katakanlah, “Mengapa kamu
tidak bertakwa (kepadaNya)? (surat Yunus (10) ayat 31)
Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar batas batas hukumNya,
niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 14)
Selain dari sepuluh hal yang telah kami
kemukakan di atas tentang takwa serta untuk menambah wawasan dan pemahaman
tentang takwa/ketakwaan, masih ada beberapa pengertian mendasar dari
takwa/ketakwaan itu yang harus kita pelajari, kita pahami dan selanjutnya kita
laksanakan dan amalkan dalam hidup dan kehidupan ini, yaitu:
a.
Takwa
kepada Allah adalah melindungi dari dari apa yang merugikan diri dan merusak
diri di akhirat. Semakin diri ini dibatasi, semakin baik diri ini.
b.
Takwa
kepada Allah adalah takut kepada Allah dan menjaga diri dari kedurjanaan,
keburukan, kejahatan, kekejiaan, dan dosa.
c.
Takwa
kepada Allah adalah cahaya di dalam hati, sedangkan dampak dan pengaruhnya akan
nampak jelas di dalam perbuatan anggota tubuh dan hati.
d. Takwa kepada Allah
adalah cahaya yang Allah tempatkan dalam hati orang orang yang beriman. Tak ada
yang mengetahui kadarnya kecuali Allah dan tak ada yang mengetahui siapa yang
paling bertakwa, kecuali Allah SWT.
e.
Takwa
kepada Allah adalah sifat teragung yang bersemayam di dalam diri orang beriman,
taat, dan memiliki jiwa ikhsan. Takwa adalah sifat yang melekat sangat kuat
dalam hati dan nurani mereka.
f.
Takwa
kepada Allah adalah faktor kemenangan, sumber kebaikan dan perbaikan. Orang
yang memiliki sifat ini akan hidup dalam keberuntungan, tak akan pernah
sengsara apalagi menderita.
g.
Takwa
kepada Allah adalah pilar yang menopang orang beriman di dunia, cahaya yang
akan menerangi kuburnya, dan petunjuk yang akan menuntunnya di akhirat menuju
syurga yang penuh kenikmatan.
h. Takwa kepada Allah
adalah kalimat agung. Tak ada kebaikan bagi kita jika kita tak pernah
mengucapkannya, dan tak ada kebaikan pada diri orang yang mendengarnya tapi
tidak melaksanakannya.
i.
Takwa
kepada Allah adalah kalimat yang tidak asing dikalangan manusia, akan tetapi
yang mampu melaksanakannya sangatlah sedikit.
j.
Takwa
kepada Allah adalah kalimat yang memuliakan Salman Al Farisi, Shuhaib Ar Rumi,
dan Bilal al Habsyi. Akibat enggan menerima kalimat ini, maka Abu Lahab tetap
terbenam dalam kemusyrikan dan menderita dalam siksaan.
k.
Takwa
kepada Allah adalah benteng yang melindungi dikala susah dan tabungan yang
sangat berguna dikala sengsara.
l.
Takwa
kepada Allah bukan sekedar ucapan dan materi pelajaran yang hanya disampaikan
di ruang perkuliahan atau di atas mimbar. Tapi haris diterapkan dalam gerak
nyata, dan dalam akhlak pergaulan seorang muslim sehari hari.
m. Takwa kepada Allah
adalah lentera yang benderang dan pedang yang berkilauan di kala krisis
mendera. Betapa seringnya takwa mengusir kegundahan, menyingkap awan gelap,
mendatangkan rezeki, dan memudahkan urusan semasa hidup di dunia dan setelah
kematian.
n. Takwa kepada Allah
senantiasa mendatangkan ketenangan, ketentraman, kekuatan dan keyakinan.
Takwalah yang membuat jiwa mulia naik menuju langit. Takwa kepada Allah adalah
pengokoh di saat kaki akan tergelincir dan menyatukan hati di kala fitnah
sedang bertebaran.Takwa kepada Allah adalah kekayaan terbesar yang dibawa seorang
manusia di dalam relung hatinya dalam meniti kehidupan dunia.
TAKWA ADALAH
PENGENDALIAN DIRI DAN PENJAGAAN DIRI DARI APA YANG BERTENTANGAN DENGAN ALLAH
SWT.
Berdasarkan uraian yang telah kami kemukakan di
atas tentang takwa/ketakwaan, pada hakikatnya takwa itu adalah kandungan Diinul
Islam secara keseluruhan, yaitu menjalankan apa yang telah diperintahkan dan
meninggalkan segala larangan,serta takut kepada Allah di kala tersembunyi atau
terang terangan. Ini berarti kehidupan
seseorang yang dihiasi dengan agama, keimanan yang kuat, amal shaleh adalah
gambaran dari takwa itu sendiri. Karena takwa bisa melindungi seseorang dari
perbuatan yang bermanfaat dan hawa nafsu yang hina.
Siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik
laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. (surat An Nahl (16) ayat 97)
Diinul Islam sebagai konsep ilahiah untuk
kekhalifahan di muka bumi adalah agama yang haq yang mampu mengerem laju hawa
nafsu dan juga syahwat yang terus merongrong manusia sepanjang hari. Agama ini
juga yang mampu mengendalikan gairah seksual dalam diri manusia, agar berjalan
lurus sesuai dengan yang digariskan Tuhan, penuh keridhaan, ketaatan, dan
kesucian yang pada akhirnya mampu menghadirkan ketakwaan dalam diri kita.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (surat
Asy Syams (91) ayat 9 dan 10)
Setiap manusia beraktivitas, karena itu
bisa jadi dengan aktivitas tersebut ia membebaskan dirinya dari api neraka,
atau justru akan membahayakan dirinya. (Hadits Riwayat Muslim)
Semua ini menuntut kepada kita untuk
mencermati lebih dalam, sejenak berhenti dihadapan jiwa kita, dan menelisik di
mana sebenarnya posisi jiwa kita dari pelajaran agung tentang ketakwaan seperti
yang disampaikai ayat dan hadits di atas. Lalu apakah kita telah melakukan suatu
hal yang disukai dan diridhai Allah, dan apakah sudah pula kita menjauhi apa
yang menyebabkan Allah murka?
Umar bin Al Khaththab ra, bertanya kepada
Ubay bin Ka’ab tentang takwa. Ubay menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, pernahkah
Anda meniti jalan yang dipenuhi duri?” Umar menjawab, “Pernah.” Ubay bertanya
lagi, “Apa yang Anda lakukan pada saat itu?” Umar menjawab, “Aku singsingkan
lengan bajuku dan berupaya semaksimal mungkin?’ Kemudian Ubay berkata,
“Begitulah takwa. Jika seorang Umar sang Amirul Mukminin, yang telah dijanjikan
syurga saja masih bertanya tentang makna takwa, dan sangat antusias untuk
merealisasikannya, maka mengapa kita yang jauh berada di bawahnya, justru malah
bermalas malasan, enggan, dan pura lupa, atau pura pura sibuk untuk
merealisasikan tujuan yang sangat mulia ini. Ketakwaan bukanlah hal yang bisa diklaim begitu saja, atau kita akui
begitu saja, bukan pula impian yang tak ada bukti dalam realita. Takwa
adalah hakekat yang harus diterapkan, ditampakkan dampak dan pengaruhnya dalam
setiap perbuatan, tentu saja setelah sebelumnya dikokohkan terlebih dahulu di
dalam relung hati yang paling dalam.
Takwa itu adalah sifat yang apabila telah
bersemayam dalam diri seorang hamba, maka akan memberikan celupan (sibghah)
khusus baginya. Untuk kemudian mendorongnya dalam melakukan ketaatan dan
perbuatan baik lainnya, mencegahnya dari keburukan dan maksiat, dan membawanya
untuk menggapai pahala dari sisi Allah. Lalu sudahkah saat ini kita semua menerapkan
dalam hidup, bahwa takwa kepada Allah SWT tidaklah hanya saat di bulan
Ramadhan, atau hanya saat di masjid, di tempat pengajian, dan di majelis taklim
saja. Sangat disayangkan tatkala sesorang kembali ke rumahnya masing
masing, ke sawah, ke kantor dan tempat usahanya masing masing, atau ke
komunitasnya masing masing, dia kembali dalam keterlenaan, yang seharusnya
tetap menjadi orang yang bertakwa kepada Allah SWT. Untuk itu segera
tanamkanlah sikap takwa pada jiwa kita, pada istri/suami kita, pada anak dan
keturunan kita, pada profesi, pada ucapan dan tindak tanduk kita. Untuk itu
simaklah firman Allah SWT di bawah ini
yang mengarahkan kepada kita semua kepada pakaian kebesaran yang sepatutnya
dipakai oleh setiap manusia, yaitu pakaian takwa.
Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami
telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu.
Tetapi pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian
dari tanda tanda kekuasaan Allah, mudah mudahan mereka selalu ingat. (surat Al
A’raf (7) ayat 26)
Semoga
Allah SWT menjadikan kita termasuk dalam golongan orang orang yang bertakwa,
senantiasa berbuat kebajikan, dan selalu selalu berbusanakan/berpakaian takwa
sepanjang hayat masih dikandung badan. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengabulkan. Amien.
B.
LANGKAH MENUJU
DERAJAT TAKWA.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan, ada 5 (lima) langkah yang dapat dilakukan oleh
diri kita untuk mencapai derajat taqwa, yaitu
1.
Mu'ahadah.
Mu'ahadah berarti selalu mengingat perjanjian
kepada Allah SWT, bahwa kita akan selalu beribadah kepada Allah SWT. Seperti
merenungkan bahwa setidaknya 17 kali dalam sehari semalam kita membaca ayat
surat Al Fatihah (1) ayat 5, "Hanya
kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan"
2.
Muraqabah
Muraqabah berarti merasakan kebersamaan
dengan Allah SWT dengan selalu menyadari bahwa Allah SWT selalu bersama para
makhluqNya dimana saja dan kapan saja. Beberapa macam muraqabah diantaranya
muraqabah kepada Allah dalam melaksanakan ketaatan dengan selalu ikhlas
kepadaNya; muraqabah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan
meninggalkannya secara total; muraqabah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan
menjaga adab-adab kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmat; muraqabah
dalam mushibah adalah dengan ridha atas ketentuan Allah serta memohon
pertolongan dengan penuh kesabaran.
3.
Muhasabah.
Muhasabah sebagaimana yang ditegaskan dalam
Al Quran dalam surat Al Hasyr (59) ayat 18 yang berarti hendaknya seorang
mukmin menghisab dirinya tatkala selesai melakukan amal perbuatan, apakah
tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha Allah? Atau apakah amalnya dirembesi
sifat riya? Apakah ia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia?
Wahai orang orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang
telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah.
Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (surat Al Hasyr (59)
ayat 18)
Umar bin Khattab ra berkata, "Hisablah
diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian
ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat). Di
hari itu kamu dihadapkan pada pemeriksaan, tidak ada yang tersembunyi dari amal
kalian barang sedikitpun. "
4.
Mu'aqabah.
Mu'aqabah berarti memberikan sanksi kepada
diri sendiri tatkala melakukan keburukan atau lalai dalam melakukan kebaikan.
Sanksi itu harus dengan sesuatu yang mubah, tidak bisa dengan yang haram.
Disebutkan, Umar bin Khattab pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya
orang-orang sudah selesai melaksanakan sholat Ashar berjamaah. Maka beliau
berkata, "Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah
sholat Ashar. Kini kebunku aku jadikan shadaqah untuk orang-orang miskin.
"
Suatu ketika Abu Thalhah ra, sedang sholat,
di depannya lewat seekor burung lalu ia melihatnya dan lalai dari shalatnya
sehingga lupa sudah berapa rakaat ia sholat. Karena kejadian tersebut ia
mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang miskin sebagai sanksi atas
kelalaian dan ketidak kekhusyuannya.
5.
Mujahadah.
Makna mujahadah sebagaimana disebutkan dalam
surat Al Ankabut (29) ayat 69 adalah ketika seorang mukmin terseret dalam kemalasan,
santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan
yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan
amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini ia harus tegas,
serius dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan
yang mulia baginya dan menjadi sikap yang melekat dalam dirinya.
Dan orang orang yang berjihad untuk
(mencari keridhaan) Kami. Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan jalan Kami.
Dan sungguh, Allah beserta orang orang yang berbuat baik. (surat Al Ankabuut
(29) ayat 69)
Itulah langkah yang bisa kita lakukan untuk
menggapai derajat takwa, lalu sudah sampai dimanakah diri kita?
C.
APA YANG KITA PEROLEH
MELALUI TAKWA KEPADA ALLAH SWT.
Allah SWT
menciptakan manusia untuk beribadah. Ibadah, menurut Alquran, adalah jalan
lapang bagi manusia untuk memperoleh ketakwaan. Lalu apa yang dapat kita peroleh dari
predikat takwa itu? Berikut ini akan kami kemukakan hasil dari ketakwaan yang
kesemuanya siap diberikan Allah SWT kepada diri kita, yaitu :
1.
Takwa
adalah perisai penjagaan diri dari segala tipu daya.
"Jika
kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka tidak akan menyusahkan
kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan."
(surat Ali Imran (3) ayat 120) .
2.
Takwa
adalah jalan untuk memperoleh solusi kehidupan dan rezeki yang tidak
terduga-duga.
"Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.
Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allahg, niscaya Allah akan mencukupkan
keperluannya" (surat At-Thalaq (65) ayat 2-3)
3.
Takwa
adalah media untuk mensucikan diri dari semua kekurangan dan aib.
"Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah
perkataan yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia menang
dengan kemenangan yang agung." (surat Al-Ahzab (32) ayat 70-71)
4.
Takwa
adalah jalan untuk dicintai oleh Allah SWT.
Sebenarnya
barangsiapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh, Allah mencintai orang
orang yang bertakwa. (surat Ali Imran (3) ayat 76)
Ketika
seseorang mencintai orang lain, dia akan berusaha keras untuk menyenangkan
orang yang dicintai dan tidak pernah menyakitinya. Lalu, ketika Allah mencintai
seseorang, tentu kita dapat menyimpulkan sendiri apa yang akan Allah lakukan
kepada yang dicintainya. Bisakah kita membayangkannya!
5.
Takwa
adalah syarat diterimanya amal perbuatan manusia.
"Dia
(Habil) berkata, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang
bertakwa." (surat Al-Maaidah (5) ayat 27)
6.
Takwa
adalah salah satu kendaraan menuju kemuliaan di sisi Allah SWT.
"Sungguh,
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa. Sungguh, Allah MahaMengetahui dan Mahateliti" (surat Al-Hujurat (49)
ayat 13)
7.
Takwa
adalah media untuk memperoleh bimbingan Allah sehingga mampu membedakan antara
yang hak dan yang bathil.
"Wahai
orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
Memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan bathil) kepadamu
dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa dosa)mu. Allah memiliki
karunia yang besar" (surat Al-Anfal (8) ayat 29)
8.
Takwa
adalah penyelamat dari siksaan atau akan diselamatkan oleh Allah SWT.
"Kemudian
Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang
yang zalim di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut." (surat Maryam (19)
ayat 72)
9.
Takwa
adalah pintu terbukanya ilmu pengetahuan melalui pengajaran yang berasal dari
Allah SWT.
"Dan
bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu." (surat Al-Baqarah (2) ayat 282)
10. Takwa akan mendatangkan kebulatan tekad
atau kekuatan dalam diri di dalam menghadapi godaan dan gangguan serta ujian.
"Jika
kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan
yang (patut) diutamakan." (surat Ali Imran (3) ayat 186).
Sekarang bertanyalah kepada diri kita
sendiri, butuhkah kita dengan takwa ini? Jika kita memang membutuhkannya maka
kita harus berjuang dari waktu ke waktu untuk meraihnya dalam kehidupan ini.
Daftar
Pustaka:
1. Dr Saad bin Musaffar
Al Qahthani, Misteri Ramadhan, Naklah
Pustaka, Jakarta, 2008.
2. Sayid Husain Syaikh
al Islami Tooyserkani, Jaring Jaring
Takwa: Wejangan Rohani Insan Suci, Citra, 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar