Sebagai mana telah kita
ketahui bersama bahwa Allah SWT adalah pencipta dan juga pemilik dari langit
dan bumi beserta apa apa yang ada diantara keduanya, termasuk di dalamnya
adalah manusia. Allah SWT selaku pencipta maka dapat dipastikan hanya Allah SWT
sajalah yang paling memahami, yang paling mengerti, yang paling mengetahui
tentang apa apa yang diciptakanNya sehingga tidak ada tersembunyi dihadapanNya.
Apakah (pantas) Allah yang
menciptakan itu tidak mengatahui? Dan Dia Mahahalus, Maha Mengetahui. (Surat Al
Mulk (67) ayat 14)
Sedangkan jika Allah SWT
adalah pemilik berarti Allah SWT lah yang paling berkuasa, yang bisa menentukan
atas apa apa yang dimilikiNya. Selanjutnya jika Allah SWT adalah pencipta dan
pemilik dari alam semesta ini berarti segala aturan, segala ketentuan, segala
hukum, segala undang undang yang berlaku di alam semesta berasal dari Allah SWT
semata, bukan makhluk ciptaanNya yang menentukan aturan main yang berlaku. Dari
sinilah kita tahu dan mengerti bahwa Allah SWT adalah sumber segala hukum dan
ketentuan di alam semesta ini dikarenakan Allah SWT adalah pencipta yang sekaligus
pemilik alam semesta ini.
Lalu sebagai apakah manusia
di alam semesta ini, jika Allah SWT sudah terkondisikan seperti yang kami
kemukakan di atas? Setiap manusia siapapun orangnya dapat dipastikan adalah
sesuatu yang tidak bisa berdiri sendiri atau ada dengan sendirinya tanpa ada
yang mengadakan.
Manusia ada di muka bumi ini
karena ada yang mengadakannya. Sehingga keberadaan yang mengadakan atau yang
menciptakan manusia harus selalu ada terlebih dahulu maka barulah yang diadakan
atau yang diciptakan ada. Mustahil di akal jika sesuatu yang diadakan atau yang
diciptakan lebih dahulu ada dibandingkan dengan yang mengadakannya atau yang
menciptakannya, dalam hal ini adalah Allah SWT.
Adanya hubungan yang kami
kemukakan diatas ini menunjukkan bahwa antara Allah SWT selaku pencipta dan
pemilik tidak akan bisa dipisahkan dengan apa apa yang diciptakanNya dan yang
dimilikiNya. Jika ini kondisi dasar dari setiap manusia dengan Allah SWT maka
setiap manusia, termasuk diri kita, memiliki keterikatan yang tidak bisa
dipisahkan dengan Allah SWT.
Lalu keterikatan yang seperTi
apakah? Apakah hanya sebatas hubungan antara ciptaan dengan penciptanya ataukah
masih ada keterikatan yang lainnya yang tidak bisa serta merta ditinggalkan
oleh manusia. Berikut ini akan kami kemukakan bentuk bentuk keterikatan manusia
kepada Allah SWT, yaitu:
A. MANUSIA ADALAH CIPTAAN DAN WAKIL ALLAH
SWT.
Seperti telah kita ketahui
bersama bahwa yang berhak membuat suatu aturan pemakaian dari sesuatu hal
(suatu produk) adalah pencipta dari produk yang bersangkutan. Hal ini
dikarenakan pencipta yang paling mengerti aturan apa yang harus diberikan
kepada sesuatu tersebut. Sehingga sesuatu itu dapat berfungsi sesuai dengan tujuan
dari penciptaannya. Karena sesuatu itu pasti diciptakan dengan tujuan tertentu.
Lalu bagaimana dengan manusia, apakah juga berlaku ketentuan di atas ini? Hal
yang samapun juga berlaku bagi manusia dimana keberadaan manusia ada karena ada
yang menciptakannya serta diciptakan dengan maksud dan tujuan tertentu yang
telah ditentukan oleh penciptanya, dalam hal ini diciptakan oleh Allah SWT
seperti dalam firmanNya di bawah ini:
Allah yang menciptakan kamu, kemudian
memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali).Adakah di
antara mereka yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu
yang demikian itu? Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka
persekutukan. (surat Ar Rum (30) ayat 40)
Dan Allah telah menciptakan kamu,
kemudian mewafatkanmu, di antara kamu ada yang dikembalikan kepada usia yang
tua renta (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu lagi sesuatu yang
pernag diketahuinya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahakuasa.
(surat Al Nahl (16) ayat 7)
Sungguh sangatlah janggal
atau tidak masuk diakal sehat jika masih ada orang yang berpendirian bahwa alam
semesta ini tidak ada yang menciptakannya dan yang mengaturnya. Dan ingat
manusia adalah sebahagian dari alam semesta sehingga manusiapun terikat dengan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Allah SWT selaku pencipta dan
pemilik manusia telah memberitahukan kepada kita di dalam Al Qur’an tentang
tujuan dari menciptakan manusia, yaitu : (a) untuk dijadikan sebagai khalifah
di muka bumi ini. (lihat surat Al Baqarah (2) ayat 30) serta, (b) untuk mengabdi/beribadah/menghambakan diri
kepada Allah SWT (lihat surat Az Zariyat (51) ayat 56. Kemudian dipertegas
dengan fungsi lain dari manusia yaitu untuk memakmurkan bumi atau membuat
kemakmuran di bumi dengan cara menjaga, merawat apa apa yang telah diciptakan
oleh Allah (lihat surat Hud (11) ayat
61) serta untuk membahagiakan kehidupan manusia (lihat surat Ar Rad (13) ayat
29).
Adapun tujuan Allah SWT
menciptakan manusia dan fungsi manusia yang kami kemukakan di atas, sampai
kapanpun manusia tidak akan dapat mengetahuinya jika hanya dengan ilmunya saja.
Hal ini dikarenakan hal itu tidak termasuk di dalam jangkauan ilmu manusia yang
hanya sebatas obyek semata, sebab yang berhak menentukan aturan bagi kehidupan
manusia, sehingga manusia mampu berfungsi dengan baik dan tercapai tujuan
penciptaanya adalah Allah SWT semata.
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu
diberi pengetahuan hanya sedikit”.
(surat Al Isra’ (17) ayat 85)
Di lain sisi, berdasarkan
surat Al Isra’ (17) ayat 85 di atas ini, di dalam diri manusia ada urusan
Allah, yaitu tentang masalah ruh/ruhaninya manusia. Urusan Allah tentu tidak
akan mungkin diketahui oleh manusia. Karena jangankan urusan Allah, urusan
manusia yang lain saja tidak dapat
diketahui oleh manusia. Di lain sisi, tingkah laku manusia bersumber dari
ruhaninya, karena itu untuk mengatur tingkah laku manusia, maka ruhani inilah
yang harus diatur. Berdasarkan surat Al Isra’ (17) ayat 85, yang mengerti
tentang ruhani manusia adalah Allah, sehingga yang berhak membuat aturan,
ketentuan, hukum bagi tingkah laku manusia hanyalah Allah semata.
Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu
agama yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa,
Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketaqwaan) dan janganlah kamu
berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang orang musyrik (untuk
mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka.Allah memilih orang yang Dia
kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)Nya bagi orang
yang kembali (kepadaNya). (surat Asy Syura (42) ayat 13)
Berdasarkan surat Asy Syura
(42) ayat 13 di atas ini, Allah telah membuat dan menetapkan aturan bagi fungsi
dan tingkah laku manusia, yaitu Diinul Islam sebagai agama tauhid. Ini berarti
setiap manusia memiliki keterikatan yang sangat erat dengan ketetapan Allah
(Diinullah) yang telah ditetapkan berlaku di alam semesta ini, kondisi inilah
yang kami istilahkan dengan tahu aturan main saat hidup di muka bumi ini.
Agar diri kita yang sudah
tahu adanya konsep aturan main yang berlaku di muka bumi ini, konsep itu harus
kita lengkapi dengan konsep tahu diri dan juga konsep tahu tujuan akhir. Lalu jangan
pernah keluar dari ketiga konsep ini, yaitu tahu diri, tahu aturan dan tahu
tujuan akhir. Selanjutnya untuk mempertegas tentang konsep tahu diri, berikut
ini akan kami kemukakan 3 (tiga) buah tingkatan dari konsep tahu diri, yaitu:
a.
Tingkat pertama atau secara tersurat diri
kita adalah ciptaan Allah SWT. Sebagai ciptaan maka pencipta harus lebih dahulu
ada dari yang diciptakan serta pencipta lebih berkuasa dari apa yang
diciptakannya.
b.
Tingkat kedua atau secara tersirat diri kita
adalah khalifah atau pengganti Allah SWT atau wakil Allah SWT di muka bumi.
c.
Tingkat ketiga atau secara tersembunyi diri
kita adalah bentuk dari penampilan Allah SWT di muka bumi; manusia adalah
gambaran dari sifat dan asmaNya; manusia adalah bayangan Allah SWT di muka bumi
(khalifah); manusia adalah pemandangan bagi penampilan keindahan Allah SWT;
manusia adalah eksistensi Allah SWT bagi tersingkapnya hijab Allah SWT; manusia
adalah gudang perbendaharaan Allah SWT.
Sebagai orang yang menumpang yang tidak selamanya menumpang; sebagai pemain dalam permainan yang harus menjadi pemenang dalam permainan; sebagai khalifah yang harus menampilkan penampilan Allah SWT di muka bumi maka kita wajib memiliki ilmu tentang Allah SWT dan juga ilmu tentang diri sendiri maka barulah kita bisa tahu diri lalu kitapun akan tahu siapa Allah SWT yang sesungguhnya.Tahu diri sendiri dan juga tahu tentang Allah SWT merupakan pembuka jalan menuju hidup tenang di muka bumi ini. Lalu cukupkah kita hanya tahu diri dan tahu Allah SWT lalu kita bisa melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi? Jawabannya adalah tidak bisa karena tahu diri harus dilengkapi dengan tahu aturan dan juga tahu tujuan akhir maka barulah kita bisa hidup di muka bumi sesuai dengan kehendak Allah SWT.
B. MANUSIA MEMILIKI MARTABAT/MORAL YANG
TINGGI.
Menetapkan martabat manusia
bukanlah bidang kekuasaan atau bidang keilmuan manusia. Hal ini dikarenakan
penetapan martabat sesuatu haruslah berdasarkan pengetahuan yang mendalam
tentang sesuatu tersebut. Yang memiliki dan mempunyai ilmu dan pengetahuan yang
mendalam tentang sesuatu tersebut tentulah penciptanya, karena itu yang berhak
menetapkan standart baku martabat sesuatu adalah penciptanya. Sekarang
bagaimana dengan manusia?
Seperti telah kita ketahui
bersama, pencipta dan pemilik dari manusia adalah Allah sehingga yang berhak
menetapkan standart martabat bagi manusia adalah Allah semata. Apalagi, di
dalam diri manusia ada urusan Allah. Manusia bukanlah pencipta manusia, karena
itu manusia tidak berhak sama sekali untuk menetapkan standard martabat bagi
dirinya dan juga bagi manusia lainnya.Penetapam stardard martabat dari sesuatu,
haruslah bersumber kepada hakekat sesuatu tersebut, dalam hal ini adalah Allah
SWT.
Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya. (surat At Tin (95) ayat 4)
Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak
cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka
rezeki dari yang baik baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang
Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna. (surat Al Isra’ (17) ayat 70)
Berdaskan surat At Tin (95)
ayat 4 dan surat Al Isra’ (17) ayat 70 di atas ini, Allah SWT selaku pencipta
dan pemilik manusia, sudah menyatakan bahwa martabat atau kedudukan manusia di
muka bumi ini adalah yang terbaik dalam bentuknya dan mulia dari sisi akhlaknya.
Ditambah dijadikan wakil Allah di muka bumi (diangkat menjadi khalifah di muka
bumi) sehingga menjadi makhluk yang paling utama di tengah tengah makhluk yang
ada di muka bumi ini.
Dan masih menurut surat At Tin (95) ayat 4 dan surat Al Isra’ (17) ayat 70 di atas, manusia adalah juga makhluk yang bermoral. Hal ini disebabkan baik dan mulia itu adalah urusan moral atau urusan ruhani/urusan jiwa. Bahkan Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (moral) yang baik”. (Hadits Riwayat Bukhari, Hakim, Al Baihaqi)
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat
yang serendah rendahnya, (surat At Tin (95) ayat 5)
Berdasarkan surat At Tin (95) ayat 5 di atas ini, dikemukakan bahwa martabat dan kedudukan yang tinggi yang dimiliki oleh manusia bukanlah sesuatu yang bersifat permanen. Akan tetapi dapat merosot ke tingkat yang paling rendah jika kita melanggar apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Lalu apa sajakah yang menyebabkan kita tidak fitrah lagi? Ada dua hal yang menyebabkan kita keluar dari fitrah itu, seperti :
1.
Adanya faktor keingkaran manusia kepada
ketentuan, hukum, aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Sungguh,
orang orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang orang musyrik (akan
masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama lamanya. Mereka
itulah sejahat jahatnya makhluk. (surat Al Bayyinah (98) ayat 6)
Sesungguhnya
makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah
orang orang kafir, karena mereka tidak beriman. (surat Al Anfal (8) ayat 55)
2.
Adanya faktor kebodohan dari manusia itu
sendiri yang tidak mampu mendayagunakan apa apa yang telah diberikan Allah SWT
kepada manusia, seperti memiliki mata tapi tidak mampu melihat, memiliki hati
tapi tidak bisa merasakan, memiliki telinga tapi tidak bisa mendengar. .
Sesungguhnya
makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah
mereka yang tuli dan bisu (tidak bisa mendengar dan memahami kebenaran) yaitu
orang orang yang tidak mengerti. (surat Al Anfal (8) ayat 22)
Dan
sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia.
Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat ayat
Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat ayat Allah). Mereka seperti hewan
ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang orang yang lengah. (surat
Al A’raf (7) ayat 179)
Untuk itu, ketahuilah bahwa yang dapat mempertahankan, menjaga, kemulian diri manusia adalah keimanan dan amal shaleh, seperti yang termaktub dalam surat At Tin (95) ayat 6 di bawah ini.
kecuali orang orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus
putusnya. (surat At Tin (95) ayat 6)
Dengan demikian, jka manusia ingin mempertahankan martabat/moralnya/kefitrahan ruhnya dari waktu ke waktu sehingga tetap terpelihara dan terjaga sesuai dengan kehendak Allah, maka ia harus mampu mengikatkan diri kepada hukum, ketetapan, aturan yang telah Allah SWT tentukan. Dan disinilah letak bahwa manusia memiliki keterikatan yang tidak bisa dipisahkan dengan Allah SWT.
C. MANUSIA ADALAH PENCARI KEBENARAN.
Menurut Endang Saifudin Anshari MA, dalam bukunya, “Ilmu, Filsafat, dan Agama” menyatakan: “Manusia adalah hewan yang berpikir. Berpikir adalah bertanya. Bertanya adalah mencari jawaban. Mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Mencari kebenaran tentang Tuhan, alam dan manusia. Sehingga pada akhirnya manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Mengapa manusia mencari kebenaran? Hal ini dikarenakan manusia ingin ketentraman dan kebahagiaan.
Hidup tentram dan bahagia itu
hanya dapat dicapai dengan hidup dalam kebenaran. Untuk itu cobalah kita hidup
dalam kesalahan, dapat dipastikan hidup kita jauh dari ketentraman apalagi
bahagia. Ingat, bahagia itu sumbernya adalah tentram. Nabi Muhammmad SAW
menyatakan: “Kesalahan pasti membuat hatimu tidak tenteram” dan kenyataannya
memang demikian. Akan tetapi, banyak manusia berbeda pendapat mengenai
kebenaran, sehingga timbullah berbagai aliran filsafat, kemudian ajaran
filsafat tersebut dijadikan pegangan hidup atau idiologi, lalu dipengang dengan
erat dan mengaku dialah yang benar yang lain salah. Akibatnya terjadilah
pertentangan dan krisis dalam kehidupan manusia. Adanya kenyataan ini
menunjukkan bahwa manusia dengan kemampuannya saja tidak akan dapat menemukan
kebenaran itu. Kebenaran itu haruslah tunggal.
Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka
janganlah sekali kali engkau (Muhammad) termasuk orang orang yang ragu. (surat
Al Baqarah (2) ayat 147)
Kebenaran itu dari Tuhanmu, karena itu
janganlah engkau (Muhammad) termasuk orang orang yang ragu. (surat Ali Imran
(3) ayat 60)
Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 147 dan surat Ali Imran (3) ayat 60 di atas ini, kebenaran yang tunggal hanya berasal dari Allah SWT. Hal ini dikarenakan kebenaran yang datangnya dari Allah SWT selain sebagai Sunnatullah, ia juga merupakan hokum Diinullah. Dengan demikian, jika manusia benar benar ingin hidup dalam kebenaran, maka ia harus mengikatkan dirinya kepada hokum, ketentuan, yang berasal dari Allah SWT semata.
D. MANUSIA ADALAH MAKHLUK RUHANI.
Setiap manusia, siapapun dia,
termasuk di dalamnya diri kita dapat dipastikan terdiri dari jasmani dan
ruhani. Jasmani berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 7 berasal dari sari pati
tanah. Sedangkan Ruhani berdasarkan surat Asj Sajdah (32) ayat 9 di bawah ini,
berasal dari Allah SWT.
Yang memperindah segala sesuatu yang Dia
ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. (surat As Sajdah (32)
ayat 7)
Kemudian Dia menyempurnakannya dan
meniupkannya roh (ciptaan)Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan
pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu
bersyukur. (surat As Sajdah (32) ayat 9)
Adapun hakekat dari manusia itu yang sesungguhnya bukanlah terletak pada sisi jasmaninya melainkan adalah dari sisi ruhaninya, atau dengan kata lain hakekat dari diri manusia yang seutuhnya adalah Ruhani. Atas dasar apakah kita mengatakan bahwa diri kita yang sesungguhnya adalah Ruh? Berikut ini akan kami kemukakan dasar dari itu semua, yaitu:
1.
Berdasarkan ketentuan dalam surat Al A’raf
(7) ayat 172 dan surat Al Hadiid (57) ayat 8 di bawah ini, setiap ruh telah
memberikan janji setia untuk bertuhankan kepada Allah SWT. Dan ini sudah terjadi
setelah proses peniupan ruh ke dalam janin saat berusia 120 hari di dalam rahim
seorang ibu.
Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu
Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya
berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan
kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (surat
Al Ar’af (7) ayat 172)
Dan
mengapa kamu tidak beriman kepada Allah, padahal Rasul mengajak kamu beriman
kepada Tuhanmu? Dan Dia telah mengambil janji (setia) mu, jika kamu orang orang
mukmin. (surat Al Hadiid (57) ayat 8)
Konsekuensi dari janji setia ini ialah setiap manusia harus mentaati Allah SWT selaku Tuhannya dan jika kita telah mentaati Allah SWT berarti kitapun wajib mempelajari, memahami, melaksanakan serta mentaati segala aturan, segala ketentuan, segala hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yang termaktub dalam Diinul Islam.
2.
Hidup adalah saat bersatunya ruhani dengan
jasmani dan jika ini yang terjadi ini berarti kita semua masih berada di dunia.
Dan pada saat di dunia inilah kita dihadapkan bahwa hidup itu adalah pilihan.
Pilihan untuk mementingkan kehidupan jasmani (dunia) ataukah untuk mementingkan
kehidupan ruhani (akhirat). Jika kita mampu memilih sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW yang telah menyatakan, bahwa Allah hanya
akan memperhatikan ruhani semata. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim) berarti
kita harus mementingkan/mendahulukna kehidupan akhirat dibandingkan kehidupan
dunia.
3.
Setiap manusia akan mengalami saat
dipisahkannya jasmani dengan ruhani, atau saat sakratul maut. Jasmani akan dikuburkan
dan akan mengalami kehancuran, sedangkan ruhaninya tetap ada dan akan mendapat
rahmat atau siksa di dalam Barzah. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
Sebagai
khalifah di muka bumi, maka kita harus memiliki ilmu dan pengetahuan tentang
jasmani dan juga tentang ruhani, terutama bagaimana cara merawat, memelihara
dan menjaga keduanya, yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Untuk merawat, memelihara dan menjaga kesehatan jasmani dan ruhani tidak bisa disamakan cara dan pendekatannya serta tidak bisa mendahulukan salah satu dengan mengabaikan yang lainnya. Baik jasmani maupun ruhani harus kita jaga dan kita rawat kesehatannya. Untuk menjaga dan merawat jasmani, maka Allah SWT telah memberikan pedomannya yang terdapat di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 168 di bawah ini ditambah dengan membaca basmallah dan doa sebelum mengkonsumsi segala sesuatu.
Wahai manusia! Makanlah dari (makanan)
yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah
langkah syaitan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah
(2) ayat 168)
Lalu
bagaimana cara merawat dan menjaga ruh, terutama kefitrahannya? Ruh yang tidak
lain adalah jati diri manusia yang sesungguhnya sehingga untuk mempertahankan
kefitrahannya maka Ruh tidak bisa dipisahkan dengan keimanan dikarenakan hanya
keimananlah yang bisa mempertahankan kualitas atau kefitrahan Ruh dari waktu ke
waktu.
Agar
Ruh selalu fitrah atau berkualitas selama hayat masih di kandung badan maka Ruh
harus selalu memperoleh asupan energi keimanan melalui pelaksanaan ibadah yang
telah diperintahkan oleh Allah SWT melalui pelaksanaan Diinul Islam secara
kaffah, dengan catatan :
a. Ibadah yang kita laksanakan bukanlah untuk mencari
pahala atau membatalkan sebuah kewajiban, melainkan sebagai sebuah kebutuhan.
b. Ibadah adalah sarara untuk memberi asupan makanan
guna pertumbuhan keimanan atau untuk mempertahankan kualitas keimanan yang
dibutuhkan oleh Ruh.
c.
Ibadah adalah alat
bantu untuk memantapkan iman dalam jiwa atau dalam ruh sehingga jiwa kita berada
di dalam kelompok jiwa taqwa.
d.
Ibadah adalah
sarana untuk memperbaharui sumber kekuatan untuk memperoleh pertolongan Allah
SWT yang sangat diperlukan untuk mensukseskan tugas manusia sebagai khalifah di
muka bumi.
e.
Ibadah seharusnya
mampu untuk menggarap hati kita menjadi lebih peka terhadap lingkungan, lebih
teguh terhadap perintah dan larangan Allah SWT.
f.
Ibadah untuk
membina pribadi pribadi manusia dalam kerangka mempertahankan dan memelihara
serta mengembangkan dan meningkatkan apa apa yang telah diberikan Allah kepada
diri kita.
g.
Ibadah untuk mensukseskan tugas kita sebagai
khalifah di muka bumi serta untuk mencari keridhaan Allah.
Selain
dari itu, masih ada ketentuan lain yang harus kita pahami dengan baik dan benar
yaitu tentang adanya ketentuan dasar tentang Ruhani dan juga tentang Jasmani,
yaitu:
a.
Ruh/Ruhani memiliki ketentuan datang fitrah
kembali harus fitrah maka ruh/ruhani sangat membutuhkan pelaksanaan Diinul
Islam secara kaffah dari waktu ke waktu tanpa pernah putus.
b.
Kemampuan jasmani sangat berhubungan erat
dengan posisi usia seseorang. Semakin tua usia seseorang maka jasmani pasti
akan mengalami penurunan kemampuan. Inilah sunnatullah yang pasti berlaku
kepada jasmani.
c.
Kemampuan ruh/ruhani tidak berhubungan
langsung dengan tua atau mudanya
seseorang, melainkan sejauh mana kita mampu melaksanakan Diinul Islam
secara kaffah. Semakin kaffah (khusyu’) kita melaksanakan Diinul Islam maka
semakin berkualitas atau semakin fitrah ruh/ruhani seseorang.
d.
Untuk itu jangan pernah menjadikan ruh/ruhani
mengikuti sunnatullah yang berlaku bagi jasmani. Semakin tua semakin berkurang
kemampuannya. Cukup jasmani saja yang menjadi tua atau berkurang kemampuannya
namun ruh/ruhani haruslah tetap muda (maksudnya tetap berkualitas/tetap fitrah
sesuai dengan kehendak Allah SWT).
e.
Sebagai khalifah di muka bumi jangan sampai
tuanya jasmani diikuti dengan tuanya ruh/ruhani (maksudnya jangan sampai
penurunan kualitas jasmani diikuti dengan menurunnya kefitrahan ruh/ruhani) dan
jika sampai ini terjadi maka sesuailah diri kita dengan kehendak syaitan.
f.
Ruh/ruhani yang tetap dalam kondisi fitrah
akan sangat membantu kondisi dan keadaan jasmani yang sedang mengalami
penurunan kemampuan, sehingga kita tetap mampu hidup berkualitas dari waktu ke
waktu serta mampu bermanfaat bagi orang banyak.
Sebagai khalifah di muka
bumi, sadarilah hal ini agar jangan sampai kita salah menempatkan diri kita
dihadapan Allah SWT yang pada hasil akhirnya membawa diri kita pada penyesalan
yang tiada berujung sehingga menghantarkan kita menjadi penghuni neraka.
E. MANUSIA MEMILIKI CIRI YANG KHAS YANG
BERLAINAN SATU DENGAN YANG LAINNYA.
Setiap makhluk memiliki ciri
yang khas yang saling membedakan satu dengan yang lainnya. Tidak ada sidik jari
manusia yang sama, tidak ada pula iris mata manusia yang sama. Juga tidak ada
dua lembar daun dari sebatang pohon yang sama, apalagi dari pohon yang berbeda.
Dan untuk bisa membedakan antara satu jenis makhluk dengan jenis yang lainnya,
ada ciri khasnya sendiri sendiri, sehingga kita bisa membedakan mana kambing,
mana biri biri, mana unta, mana jerapah, mana ular sanca, mana ular weling, dan
lain sebagainya. Untuk mempertegas hal ini, perhatikanlah film national
geographic yang menayangkan tentang burung penguin yang ada dihamparan di tepi
laut yang berjumlah ratusan ribu ekor. Namun induk burung penguin tahu yang
mana anaknya. Jika tidak ada sesuatu yang berbeda, mana mungkin induk penguin
tahu bahwa ini adalah anaknya. Subhanallah.
Menurut Al Qur’an, perbedaan
perbedaan yang terjadi disebabkan oleh:
1.
Berdasarkan ketentuan surat Al Qamar (54)
ayat 49 di bawah ini, seiap makhluk memiliki ukuran ukuran tertentu. Adanya
perbedaan ukuran ukuran tertentu inilah yang menjadi ciri khas dari makhluk
tersebut sehingga berbeda antara satu dengan yang lainnya, walaupun makhluk itu
satu jenis.
Sungguh,
Kami telah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
(surat
Al Qamar (54) ayat 49)
2.
Tiap makhluk ada aturan tertentu, contohnya
tumbuhan dan hewan yang diatur untuk bertasbih kepada Allah SWT, sedangkan bagi
manusia dan jin untuk beribadah, mengabdi kepada Allah SWT semata.
Langit
yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan
tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu tidak
mengerti tasbih mereka, Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun. (surat Al
Isra’ (17) ayat 44)
Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu.
(surat
Az Zariyat (51) ayat 56)
Berdasarkan ketentuan di atas ini, menunjukkan bahwa manusia pasti memiliki ciri khas tersendiri, yang pada akhirnya akan bisa membedakan kualitas kefitrahan manusia yang satu dengan yang lainnya sehingga akan diketahui pula kemana akan kembalinya, syurga atau neraka.
Menurut Dr. R.Paryana
Syuradipura dalam bukunya, “Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan
Sakit” menyatakan: “Selain dari pada itu, pada manusia terdapat instink, yang
tidak terdapat pada hewan dan oleh karena itu merupakan satu satunya sifat
manusia yang dapaty membedakan dari hewan, yakni instink keagamaan (religius
instink/ghorizah keagamaan). Adanya instink keagamaan merupakan batas pemisah
antara mahkluk Tuhan yang disebut manusia dan yang disebut hewan, sebab hewan
pasti tidak memilikinya. Instink keagamaan yang dimiliki oleh manusia
adakalanya tertutup, atau hilang, sebagian atau seluruhnya, karena sebab sebab
tertentu yang dapat kemudian.
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah
Islam. Tidaklah berselisih orang orang yang telah diberi kitab kecuali setelah
mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di anatra mereka. Barangsiapa ingkar
terhadap ayat ayat Allah, maka sungguh Allah sangat cepat perhitunganNya.
(surat Ali Imran (3) ayat 19)
Agama yang menjadi ciri khas
manusia ialah agama Allah sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran (3) ayat
19 di atas ini dan yang harus dilaksanakan dengan kaffah atau menyeluruh dalam
satu kesatuan (surat Al Baqarah (2) ayat 208). Jika ini ketentuannya berarti
jika manusia ingin tetap dalam kekhasannya maka ia harus mengikatkan diri
kepada ketentuan Allah SWT ini selama hayat masih di kandung badan.
F. MANUSIA MENGINGINKAN KETENTRAMAN &
KEBAHAGIAAN.
“Kegelisahan adalah azab dunia, yang paling hebat” ini yang
dikemukakan oleh Maz Skeller. Tidak seorangpun dari manusia yang ingin
memperoleh azab yang seperti itu. Dengan demikian pada hakekatnya manusia
mengingingkan ketentraman. Di lain sisi, kegelisahan merupakan salah satu
gangguan paling utama bagi umat manusia. Adanya gangguan kegelisahan akan
berakibat kepada kesehatan mental seseorang, yang pada akhirnya terganggu pula
perasaan, pikiran, kecerdasan, kelakuan/perilaku serta kesehatan badan
seseorang.
Salah satu penyebab
terjadinya kegelisahan dikarenakan manusia tidak memiliki pegangan hidup yang
mengakibatkan ruhani tidak diberi makan (tidak terawat dengan baik) melalui
pelaksanaan diinul Islam secara kaffah dan juga dikarenakan manusia berpaling
dari peringatan Allah dan lupa di dalam mengingat Allah yang berakibat memperturut
ahwa sehingga menjadi kawan syaitan.
Barangsiapa yang berpaling dari
peringatanKu, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami
akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (surat Tha haa (20)
ayat 124)
(yaitu) orang orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram. (surat Ar Rad (13) ayat 28)
Adanya kondisi yang telah kami kemukakan di atas, sangat jelas bahwa untuk menjaga ketentraman jiwa maka manusia harus selalu mengingatkan dirinya kepada ketentuan Allah SWT lalu melaksanakannya dengan ikhlas.
Di lain sisi, tidak
seorangpun dari manusia ingin hidup susah lagi sengsara. Semua manusia ini
hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Selain dari pada itu,
banyak orang salah sangka, dia menyangka kebahagiaan itu dapat dicapai dengan
harta, pangkat, jabatan, mampu keliling dunia, rumah yang besar. Karena itu
dicarinyalah harta itu sebanyak banyaknya, pangkat dan jabatan setinggi
tingginya dan seterusnya. Akan tetapi setelah semua itu diperolehnya, apa yang
terjadi adalah kesengsaraan. Hal ini dikarenakan kebahagiaan itu bukanlah
urusan materi belaka. Kehagiaan seseorang tidak bisa diukur dengan besarnya
materi yang dimiliki seseorang.
Dan diantara mereka ada yang berdoa, “Ya
Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan
lindungilah kami dari azab neraka. (surat Al Baqarah (2) ayat 201)
Bahagia adalah urusan ruhani,
sedangkan ruhani adalah urusan Allah. Karena itu jika memang manusia ingin
hidup berbahagia, maka ia harus bertanya kepada Allah tentang apa arti bahagia
itu. Alhamdulillah, Allah SWT telah menjawabnya dan inilah jawaban Allah SWT
tentang arti dari bahagia itu, yaitu :
1.
Berdasarkan surat Al Maidah (5) ayat 16 di
bawah ini, Al Qur’an diturunkan oleh Allah SWT dalam kerangka untuk
membahagiakan manusia.
Dengan
Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaanNya ke
jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu
dari gelap gulita kepada cahaya dengan izinNya dan menunjukkan jalan yang
lurus. (surat Al Ma’idah (5) ayat 16)
2.
Tolak ukur dari kebahagiaan adalah sejauh
mana kita mengenal Allah, mengenal diri sendiri, dan mengenal alam semesta ini secara
baik dan benar. (pelajari kembali surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5 dan surat
Al Fatihah (1) ayat 1 sampai 7).
3.
Untuk mencapai kebahagian hidup dan
kehidupan, maka jalan yang ditempuh tidak bisa kita yang menentukan, melainkan
Allah SWT yang menentukan. Jalan itu adalah beriman dan beramal shaleh
(pelajari kembali surat Ar Rad (13) ayat
29 ) serta melalui jalan mentaati Allah dan RasulNya. (pelajari kembali surat
Al Ahzab (33) ayat 71).
4.
Bersungguh sungguh dan Istiqamah di dalam
melaksanakan keimanan dan amal shaleh serta di dalam mentaatai Allah dan
RasulNya. (pelajari kembali surat Hud (11) ayat 112).
Maka
tetaplah engkau (Muhammad) di jalan yang benar, sebagaimana telah diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang orang yang bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat terhadap apa yang kamu kerjakan.
(surat Hud (11) ayat 112)
Disinilah letak perjuangannya, disinilah letak dari inti permainannya, apabila manusia ingin tenteram dan bahagia dalam hidup dan kehidupannya, maka ia harus mengikatkan diri dengan sekuat kuatnya kepada hukum dan ketetapan Allah yang berlaku lalu melaksanakannya dengan ikhlas semata karena Allah SWT.
G. MANUSIA HARUS BERTANGGUNGJAWAB KEPADA ALLAH
SWT.
Setiap manusia, siapapun orangnya, apapun kedudukannya, kaya miskin, tua muda, semuanya akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT atas apa apa yang telah diberikan oleh Allah SWT, atas apa apa yang telah kita lakukan, atas apa apa yang telah kita lakukan saat menjadi khalifah di muka bumi. Lalu apa apa sajakah yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak dihadapan Allah SWT? Berikut ini akan kami kemukakan, yaitu:
1.
Berdasarkan ketentuan dalam surat At
Takatsur ayat 8 di bawah ini, semua kenikmatan
yang telah kita terima akan diminta pertanggungjawabannya kelak dihadapan Allah
SWT di hari berhisab.
Kemudian
kamu benar benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di
dunia itu). (surat At Takasur (102) ayat 8)
2.
Berdasarkan ketentuan dalam surat An Nahl
(16) ayat 93 di bawah ini, Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban kita
tentang hal hal yang pernah kita lakukan atau kerjakan saat hidup di muka bumi
ini.
Dan
jika Allah menghendaki niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Dia
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia
kehendaki. Tetapi kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.
(surat An Nahl (16) ayat 93)
3.
Berdasarkan ketentuan dalam surat An Nahl
(16) ayat 56 di bawah ini, semua yang kita ada adakan, seperti ide, gagasan,
ilmu, teknologi, hasutan, pengajaran, selama kita hidup di dunia akan
dimintakan pertanggungjawabannya kelak.
Dan
mereka menyediakan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka,
untuk berhala berhala yang mereka tidak mengetahui (kekuasaannua). Demi Allah,
kamu pasti akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada adakan. (surat An Nahl
(16) ayat 56)
4.
Berdasarkan ketentuan dalam surat Al Isra’
(17) ayat 34 di bawah ini, semua janji
janji yang telah diikrarkan baik kepada manusia ataupun kepada Allah SWT,
terutama tentang janji setia kepada Allah SWT saat masih di dalam rahim seorang
ibu, akan diminta pertanggungjawabannya.
Dan
janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik
(bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji, karena janji itu pasti
diminta pertanggungjawabannya. (surat Al Isra’ (17) ayat 34)
Untuk mempertanggungjawabkan atas apa apa yang telah kami kemukakan di atas, Allah SWT akan mengadakan pengadilan dalam kerangka meminta laporan pertanggungjawaban dari seluruh makhluk yang telah diciptakanNya, terutama jin dan manusia. Berikut ini akan kami kemukakan proses pengadilan dan proses laporan pertanggungjawaban yang akan dilaksanakan oleh Allah SWT kepada jin dan manusia.
Pengadilan Allah SWT adalah proses pengadilan yang paling agung, yang paling istimewa dan yang paling luar biasa. Pengadilan Allah SWT adalah pengadilan yang paling cermat, yang paling teliti dan paling adil. Pengadilan Allah SWT adalah pengadilan terakhir, yang sesudahnya tidak akan ada lagi pengadilan, Di sini tidak ada lagi istilah sindikat dan mafia pengadilan. Di sini tidak ada lagi penyuapan, pemalsuan atau pengadilan dagelan. Apalagi putusan karangan juru ketik atau vonis palsu, sebagaimana pernah terjadi dan dilakukan oleh oknum pengadilan pemerintahan manusia di bumi, tidak akan pernah terjadi.
dan
orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu
pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak
mempunyai sesuatu pegangan," Padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab.
demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan
mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang
apa-apa yang mereka berselisih padanya. (surat Al Baqarah (2) ayat 113)
Hal ini dikarenakan hakimnya adalah Allah Yang Maha Agung, Yang Maha Gagah, Yang Maha Kuat, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Maha Menyaksikan dan Segala Sifat Kebesaran serta Kemuliaan yang sebagaimana termaktub dalam Asmaul Husna. Hal ini Allah SWT sendiri yang menegaskan dalam firmannya :
(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu
(peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika
terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah Kami (turut
berperang) beserta kamu ?" dan jika orang-orang kafir mendapat
keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah Kami turut memenangkanmu[363],
dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi
keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan
memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang
beriman. (surat An Nisa (4) ayat 141)
[363] Yaitu dengan jalan membukakan
rahasia-rahasia orang mukmin dan menyampaikan hal ihwal mereka kepada
orang-orang kafir atau kalau mereka berperang di pihak orang mukmin mereka
berperang dengan tidak sepenuh hati.
Jaksanya adalah Malaikat Raqib dan Malaikat Atid. Malaikat yang bertugas menjaga, mengawasi dan mencatat segala amal baik dan amal buruk manusia. Catatannya cermat sekali, sehingga tidak ada kejadian yang tidak dicatatnya. Tuntutannya pun sangat cermat, sebab tanda buktinya lengkap dan jelas. Lagi pula tidak mengenal istilah suap-menyuap untuk memperingan tuntutan. Saksi-saksinya adalah saksi-saksi yang tahu persis apa yang telah dilakukan oleh si tersangka, si tertuduh, si terdakwa sebagai pelaku utama. Mereka adalah saksi-saksi asli. Bukan saksi-saksi palsu. Mereka adalah saksi-saksi yang tidak mengenal sumpah palsu. Saksi- saksi tersebut antara lain adalah :
1.
Pertama adanya buku yang bernama “Buku Catatan Malaikat” yang dibuat dan
dipelihara oleh Malaikat Raqib dan Malaikat Atid.
dan diletakkanlah
Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang
(tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka Kami, kitab
Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar,
melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka
kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun". (Surat
Al Kahfi (18) ayat 49)
2.
Kedua”
Anggota badan si Terdakwa, si Tertuduh, si Tersangka “yaitu lidah, tangan, kaki, mata, telinga, kulit dan
seluruh anggota tubuhnya akan berbicara memberikan kesaksiannya masing masing.
pada hari (ketika), lidah, tangan dan
kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
(surat An Nuur (24) ayat 24)
sehingga apabila mereka sampai ke neraka,
pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang
apa yang telah mereka kerjakan.
dan mereka berkata kepada kulit mereka:
"Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" kulit mereka menjawab:
"Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan Kami
pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan
hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan". kamu sekali-sekali tidak dapat
bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu[1332]
bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu
kerjakan. (surat Fushshilat (41) ayat 20,21,22)
[1332]
Mereka itu berbuat dosa dengan terang-terangan karena mereka menyangka bahwa
Allah tidak mengetahui perbuatan mereka dan mereka tidak mengetahui bahwa
pendengaran, penglihatan dan kulit mereka akan menjadi saksi di akhirat kelak
atas perbuatan mereka.
3.
Ketiga, “Isi
Bumi,” Pada hari itu bumi menceritakan beritanya. Karena sesungguhnya
Tuhanmu telah memerintahkan yang demikian itu kepadanya.
pada
hari itu bumi menceritakan beritanya, karena Sesungguhnya Tuhanmu telah
memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. (surat Al Zalzalah (99) ayat 4
dan 5)
Rasulullah
saw menerangkan, “Sesungguhnya kabar-kabar itu ialah bahwa bumi akan memberikan
kesaksian terhadap setiap hamba laki-laki dan perempuan tentang apa yang pernah
dilakukan di permukaan bumi; bumi akan berkata, “orang ini telah mengerjakan
ini pada hari ini. “Rasulullah saw berkata lagi. “Itulah kabar-kabar yang akan
diterangkan oleh bumi.” (Hadits Riwayat Ahmad, Ath Thirmidzi).
4.
Keempat, “Malaikat Pengiring dan Malaikat
Penyaksi”. Menurut ajaran agama Islam, malaikat yang akan menjadi saksi
jumlahnya banyak sekali. Sebab setiap kegiatan yang dilakukan terdakwa,
tertuduh, tersangka ada Malaikat-Malaikat tertentu yang mengawasi dan yang akan
mendoakan.
dan
datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan Dia seorang Malaikat penggiring dan
seorang Malaikat penyaksi. (surat Qaf (50) ayat 21)
5.
Kelima, “Kesadaran
dan Penglihatan si terdakwa sendiri” pada saat kejadian atau disetiap
perbuatan yang dilakukannya.
pada hari (ketika) manusia teringat akan apa
yang telah dikerjakannya, (surat An Naziat (79) ayat 35)
Sesungguhnya Kami telah memperingatkan
kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang
telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah
baiknya Sekiranya dahulu adalah tanah". (surat An Naba (78) ayat 40)
6.
Keenam, “Nabi
atau Rasul” juga akan di dijadikan saksi terutama bagi umat dari Nabi atau
Rasul yang bersangkutan.
dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami
bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul), kemudian tidak diizinkan
kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) mereka
dibolehkan meminta ma'af. (surat An Nahl (16) ayat 84)
7.
Ketujuh, “Allah” sendiri juga menjadi
saksi, karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Menyaksikan segala gerak hati,
niat, angan-angan, cita-cita, tutur kata dan tindak tanduk seluruh makhluk
ciptaan-Nya. Dalam Al-Qur’an hal itu disebutkan. Diantaranya sebagai berikut:
Dialah
yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di
atas ´arsy[1453] Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang
keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya
[1454]. dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan. (surat Al
Hadiid (57) ayat 4)
[1453] Bersemayam di atas 'Arsy ialah
satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan
kesucian-Nya.
[1454] Yang dimaksud dengan yang naik
kepada-Nya antara lain amal-amal dan do´a-do´a hamba.
pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah
semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, Padahal mereka telah
melupakannya. dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu. (surat Al Mujadillah
(58) ayat 6)
(yaitu) ketika Allah Menampakkan mereka kepadamu
di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. dan Sekiranya Allah memperlihatkan mereka
kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi gentar dan tentu saja
kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah
menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati.
(surat Al Anfaal (8) ayat 43)
8.
Sedangkan
yang menjadi tersangka, tertuduh, terdakwa adalah Manusia dan jin.
Merekalah yang diciptakan Allah mentauhidkan (mengesakan) Allah dan beribadah
kepada-Nya. Kepada mereka pulalah yang diberi hak dan diberi kebebasan untuk
memilih “menjadi hamba yang beriman atau menjadi hamba yang tidak beriman
(kafir, munafik, fasik, musyrik). Allah telah memberikan penegasan dalam
Al-qur’an sebagai berikut :
“Dan katakanlah, “Kebenaran itu datangnya dari
Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. “Sesungguhnya Kami telah
sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.
Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air
seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”. (surat Al Kahfi (18) ayat 29)
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal
shaleh tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
mengerjakan amalan (nya) dengan baik.” (surat Al Kahfi (18) ayat 30)
Mengenai penciptaan jin dan manusia, yang telah diperintahkam oleh Allah SWT untu beribadat kepadaNya antara lain Allah berfirman :
Dan tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku’.
(surat Adz
Dzariyat ayat 56)
Lalu siapakah pembelanya dalam pengadilan terakhir yang paling agung karena disaksikan oleh seluruh manusia dan jin itu? Dalam pengadilan yang menelanjangi seluruh gerak hati, niat, tutur kata, dan perilaku terdakwanya itu, memang ada pembelanya. Sebagai pembela utama adalah Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits diriwayatkan oleh Abu Daud, yaitu :
Apabila telah
datang hari Kiamat, maka saya adalah imam para Nabi, juru bicara mereka dan pemegang
syafaat di antara mereka, ini bukanlah karena kesombongan.” (Hadits Riwayat Abu
Daud)
Perihal syafaat antara lain disebutkan dalam sebuah hadits, berikut :
“Sesungguhnya
bagi tiap-tiap Nabi itu ada sebuah permohonan yang dapat digunakannya untuk
memohonkan umatnya, maka telah dikabulkan permohonan itu, tetapi aku
menyimpannya untuk memberika syafaat (pertolongan/pembelaan) nanti kepada
umatku di hari kiamat. (Hadits Riwayat Athturmudzi)
Adapun sebagai pembela lain yang boleh juga disebut sebagai pembelaan kecil adalah pembelaan yang diberikan kepada tiga golongan manusia, yaitu para Nabi, para Ulama dan para Syuhada, seperti disebutkan dalam sebuah hadits berikut:
Yang dapat
memberi syafaat pada kiamat ada tiga golongan: para Nabi, kemudian para Ulama,
kemudian para Syuhada” (Hadits Riwayat Ibnu Majjah)
Dan sesudah pemeriksaan terhadap terdakwa, yaitu manusia dan jin tadi, dilaksanakan dengan sangat teliti, sangat cermat dan sangat adil, seperti dijelaskan di dalam al-qur’an sebagai berikut :
“Dan Kami
akan memasang timbangan yang adil pada hari Kiamat, maka tidaklah dirugikan
seseorang barang sedikitpun. Dan jika amalan itu hanya sebesar biji sawi pun
pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kemi membuat perhitungan.” (Surat
Al Anbiyaaa (21) ayat 47)
Dan setelah memperhatikan tuntutan Raqib dan Atid, mendengarkan keterangan saksi-saksi, diberikan pembelaan, ditimbang atau dihisab, tibalah saatnya ‘putusan hukum” yang paling adil dijatuhkan. Terjadilah vonis pengadilan agung terakhir, yaitu dua macam putusan’ masuk syurga” atau “masuk neraka”. Kepada mereka yang masuk syurga, antara lain Allah berfirman:
“Hai jiwa
yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam syurga-Ku.
(surat Al
Fajr (89) ayat 27-28-29-30)
Kepada mereka yang masuk
neraka, antara lain Allah berfirman:
“Inilah
jahannam (neraka) yang dahulu kamu diancam dengannya. Masuklah ke dalamnya hari
ini, disebabkan kamu dahulu mengingkarinya”. (surat Yaa Siin (36) ayat 63 dan
64)
Mau tidak mau, suka atau tidak suka, percaya atau tidak percaya, semua jin dan manusia akan mengalami proses pengadilan tersebut. Kecuali kekasih-kekasih Allah yang dikehendaki-Nya akan langsung masuk syurga. Diawali dengan peristiwa kematian atau kiamat. Andaikan manusia tidak mau mati, dia akan dipaksa untuk mati, Tentu proses persisnya hanya Allah yang Mengetahui. Sekarang, Apakah anda bisa menghindar dari pengadilan Allah SWT ?
“Seorang
laki-laki berkata: “Wahai Nabi Allah, bilakah datangnya hari berhisab itu?”
Nabi Menjawab: “Apa yang telah engkau siapkan untuk itu?” (Hadits Riwayat
Buchari Muslim dari Anas ra)
Sebagai calon terdakwa di pengadilan Allah SWT kelak, ketahuilah hadits di atas ini adalah pernyataan resmi Nabi Muhammad SAW yang berlaku kepada diri kita yang pasti menjadi terdakwa di pengadilan Allah SWT kelak. Sebagai Terdakwa sudahkah kita mempersiapkan segala sesuatunya di dalam menghadapi pengadilan yang akan menentukan kemana kita akan pulang kampung, apakah akan pulang kampung ke kampung kebinasaan dan kesengsaraan ataukah pulang kampung ke kampung kenikmatan dan kebahagiaan?
H. ALLAH MENJADI SUMBER ILMU BAGI MANUSIA.
Allah SWT adalah dzat Yang
Maha Memiliki Ilmu. Ilmu Allah SWT sangat luar biasa. Jika lautan dijadikan
tinta, seluruh pohon dijadikan pena kemudian ditambah lagi sebanyak itu tidak
akan cukup untuk menulis ilmu Allah SWT.Ilmu yang ada pada manusia merupakan
pemberian Allah SWT agar manusia bisa sukses menjadi khalifah di muka bumi.
Sesuatu yang diberikan oleh dzat yang maha kepada manusia, menunjukkan betapa
pemberi ilmu adalah dzat yang maha hebat. Hitunglah berapa jumlah manusia yang
pernah ada di muka bumi sampai dengan saat ini, yang kesemuanya diberikan ilmu
oleh Allah SWT. Akan tetapi ilmu Sang Pemberi tidak pernah habis habisnya.
Allah yang menciptakan tujuh lapis langit
dan dari (penciptaan) bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar
kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar
benar meliputi segala sesuatu. (surat At Talaq (65) ayat 12)
Ilmu Allah itu sebagian kecil dilimpahkanNya ke dalam alam semesta ini, yang kemudian menjadi sunnatullah dan sebagian kecil lagi dilimpahkannya ke dalam Al Qur’an yang menjadi bagian dari Diinullah. Dan Ilmu yang masih di berada bersama DzatNya Allah masih sangat luar biasa banyaknya sesuai dengan kemahaan dan kebesaran Allah SWT itu sendiri.
Manusia dapat memperoleh ilmu
dari sunnatullah dan juga dari diinullah. Adanya kondisi ini berarti ke dua hal
ini (sunnatullah dan diinullah) merupakan sumber ilmu bagi manusia. Oleh karena
itu kita harus bisa mengikatkan diri kepada kedua hal tersebut di atas jika
kita hendak menjadikan diri kita menjadi orang yang memiliki ilmu dan
pengetahuan yang tinggi.
Selanjutnya jika kita hendak
belajar tentang apa apa yang tidak pernah kita ketahui, jangan pernah belajar
kepada guru ataupun dosen, melainkan belajarlah langsung kepada Allah SWT
melalui guru/ulama ataupun dosen tersebut. Dengan diri kita menempatkan Allah
SWT sebagai guru utama dalam proses belajar dan guru/dosen/ulama sebatas
mediator di dalam proses belajar berarti kita telah belajar langsung kepada
pemilik dari ilmu itu sendiri. Apalagi jika guru/dosen/ulama juga menempatkan
Allah SWT sebagai sumber utama ilmu dan mengajak Allah SWT sewaktu mengajarkan
ilmu kepada murid atau santrinya.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah,
dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (surat Al Alaq (96) ayat 1
sampai 5)
Apa yang kami kemukakan di
atas, sejalan dan sesuai dengan apa yang dikemukakan Allah SWT dalam firmanNya,
yaitu surat Al A1aq (96) ayat 1 sampai 5, yang telah memerintahkan kita untuk
membaca dan belajar bersama Allah SWT dan Allah SWT sendiri yang akan mengajarkan
kepada diri kita apa apa yang tidak kita ketahui sepanjang kita mau belajar
dengan mempergunakan pena (membaca dan juga menulis atau tidak hanya dibaca
saja melainkan juga dihayati, dilaksanakan, dan disebar luaskan).
Disamping itu, Allah SWT adalah
pencipta dari alam semesta ini, yang berarti hanya Allah SWT yang paling paham
dan paling mengerti dan yang memiliki ilmu tentang apa apa yang telah
diciptakanNya. Adanya kondisi ini, sudah sepantasnya kita menempatkan Allah SWT
sebagai mana mestinya sehingga Allah SWT adalah gudang perbendaharaan ilmu yang
menjadi sumber utama keilmuan. Alangkah ruginya jika kita ingin belajar tentang
alam semesta ini jika kita belajar bukan kepada pencipta dan pemiliknya. Hal
ini seperti kita ingin belajar tentang Toyota tetapi belajarnya bukan kepada
Toyota, melainkan kepada Honda.
Selanjutnya, apabila kita
mengalami kebimbangan/kebingungan di
dalam proses belajar tentang sesuatu hal, jangan pernah mengkonfirmasi
kebimbangan dan kebingungan tersebut kepada guru/dosen/ulama karena mereka
bukanlah pemilik dari ilmu. Lakukan konfirmasi kepada Allah selaku pemilik ilmu
dan Allah akan mengajarkan kepada kita apa yang tidak kita ketahui melalui
caranya tersendiri. Subhanallah, jika kita pernah merasakan rasa diajarkan
langsung oleh Allah SWT.
Selain daripada itu, Allah SWT tidak hanya pencipta akan tetapi juga pemilik dari apa apa yang telah diciptakannya. Dan ini menunjukkan bahwa Allah SWT yang paling berkuasa di segala yang diciptakan dan yang dimilikiNya.
Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda;
Allah ta’ala berfirman: “Barangsiapa tidak rela dengan ketentuan dan takdirKu,
maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku”. (Hadits Qudsi Riwayat Al Baihaqi,
Ath Thabrani, Ibnu Hibban; 272:153)
Adanya kondisi Allah SWT yang tidak hanya sebagai pencipta semata tetapi juga pemilik secara sekaligus berarti segala apa apa yang terjadi di dalam ciptaannya semuanya bersumber dari segala hukum, aturan, ketentuan, yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Dan ini menunjukkan bahwa Allah SWT sumber dari segala sumber hukum bagi seluruh umat manusia. Sehingga terikatlah manusia dengan hukum dan ketentuan Allah SWT. Jika kita tidak mau mengakuinya maka ketentuan hadits di atas berlaku kepada diri kita.
I.
JALAN
HIDUP MANUSIA HANYA ADA DUA DAN DIBERI KEBEBASAN UNTUK MEMILIH.
Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini, telah dengan tegas menyatakan bahwa jalan hidup bagi manusia itu hanya ada dua saja, yaitu jalan Allah SWT dan jalan syaitan. Seperti yang dikemukakanNya dalam surat Asy Syams (91) ayat 8 dan surat Al Baqarah (2) ayat 256 di bawah ini :
Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan)
kejahatan dan ketaqwaannya. (surat Asy Syams (91) ayat 8)
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama
(Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan
jalan yang sesat. Barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada
Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang
tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (surat Al Baqarah (2)
ayat 256)
Jalan Allah ialah jalan keselamatan, jalan terang, dan jalan yang lurus, sedangakn jalan syaitan ialah jalan yang sesat, jalan yang jahat, dan jalan yang kafir. Untuk itu, setiap manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih jalan mana yang ia sukai, karena dalam mengikuti jalan itu tidak ada paksaan sama sekali.
Di lain sisi, Allah SWT
sangat demokratis kepada manusia, dengan memberikan kesempatan dan kebebasan
untuk memilih jalan kehidupan, yang tentunya segala resiko harus siap kita
terima setelah pilihan kita tentukan. Inilah pilihan yang bisa kita pilih,
yaitu:
1.
Berdasarkan ketentuan dalam surat Al Kahfi
(18) ayat 29 di bawah ini, setiap manusia diberikan kebebasan untuk memilih,
apakah mau beriman ataukah mau kafir, apakah memilih pulang kampung ke syurga
ataukah mau pulang kampung ke neraka. Hal yang terpenting adalah konsekuensi
dari pilihan itu menjadi hal yang paling utama.
Dan
katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa
menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki
(kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi
orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan
(minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
wajah. (Itulah) minumnan yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling
jelek. (surat Al Kahfi (18) ayat 29)
2.
Berdasarkan ketentuan surat An Nahl (16) ayat
78 di bawah ini, setiap manusia telah diberikan modal dasar untuk mensukseskan
tugasnya sebagai khalifah, seperti adanya pendengaran, penglihatan, perasaan
(hati nurani) dan juga akal.
Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu
bersyukur. (surat An Nahl (16) ayat 78)
Pilihan yang kita lakukan
hendaknya di dasarkan kepada pemikiran yang mendalam dan dengan bukti bukti
yang lengkap, sehingga pilihan tersebut benar benar mantap.Oleh karena itu,
apabila manusia telah menjatuhkan pilihan kepada jalan Allah, maka ia harus
benar benar berkomitmen untuk mengikatkan diri di dalam segala aspek
kehidupannya.
J.
MANUSIA
INGIN MASUK SYURGA.
Berdasarkan ayat ayat yang
terdapat di dalam Al Qur’an dikemukakan bahwa orang orang yang akan masuk
syurga itu hanyalah:
1.
Berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah (2)
ayat 82 di bawah ini, yang akan masuk syurga adalah orang orang yang beriman
dan mengerjakan kebajikan atau yang beramal shaleh.
Dan
orang orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu penghuni syurga.
Mereka kekal di dalamnya. (surat Al Baqarah (2) ayat 82)
2.
Berdasarkan ketentuan surat An Nisa’ (4) ayat
13 di bawah ini, yang akan masuk syurga adalah orang orang yang mentaati Allah
dan RasulNya.
Itulah
batas batas (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, Dia akan
memasukkannya ke dalam syurga syurga yang mengalir di bawahnya sungai sungai,
mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung. (surat An Nisa’ (4)
ayat 13)
3.
Berdasarkan ketentuan surat At Tur (52) ayat 17
di bawah ini, yang akan masuk syurga adalah orang orang yang bertaqwa.
Sesungguhnya
orang orang yang bertaqwa berada dalam syurga dan kenikmatan.
(surat
At Tur (52) ayat 17)
Berdasarkan tiga buah ayat Al Qur’an di atas ini, orang orang yang akan masuk syurga itu hanyalah orang orang yang seluruh aktifitas hidupnya terikat dengan hukum dan ketentuan Allah semata. Dan berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 39 di bawah ini, orang orang yang tidak mau terikat dengan hukum dan ketentuan Allah yaitu orang orang kafir akan dimasukkan ke dalam neraka.
Adapun orang orang yang kafir dan
mendustakan ayat ayat Kami, mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di
dalamnya. (Al Baqarah (2) ayat 39)
Sungguh, orang orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan
mendapat seorang penolong pun bagi mereka. (surat An Nisa’ (4) ayat 145)
Dan adapun orang orang fasik (kafir),
maka tempat kediaman mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar
darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka,
“Rasakanlah azab neraka yang dahulu kamu dustakan”. (surat As Sajdah (32) ayat
20)
Begitu juga orang orang yang hanya sebagian saja aktifitas hidup mereka yang terikat kepada hukum dan ketentuan Allah, yaitu orang yang munafik dan orang orang fasik akan dimasukkan ke dalam neraka. Lalu yang manakah posisi diri kita? Apakah yang ingin pulang kampung ke kampug kebahagiaan ataukah ke kampung kesengsaraan dan kebinasaan!
Selain dari sepuluh ketentuan
yang telah kami kemukakan di atas tentang keterikatan manusia dengan Allah SWT.
Masih ada beberapa bentuk keterikatan manusia dengan Allah SWT yang lainnya melalui
hal hal sebagai berikut:
1.
Allah
SWT adalah Sumber Pembinaan Kefitrahan Manusia.
Sebagaimana telah kita
ketahui bersama, ruh/ruhani yang menjadi jati diri manusia yang sesungguhnya
asalnya fitrah dan kembalinya pun harus dalam kondisi fitrah. Ini adalah
ketentuan yang harus kita laksanakan karena Allah SWT hanya akan menerima
ruh/ruhani dalam kondisi fitrah setelah melaksanakan tugasnya sebagai khalifah
di muka bumi. Lalu apa yang dimaksud dengan fitrah?
Fitrah secara harfiah artinya
suci, murni, belum terkontaminasi dengan apapun juga. Apa maksudnya? Maksudnya
adalah masihkah kondisi dan keadaan diri kita sesusai dengan konsep awal
penciptaan manusia, sehingga kembali fitrah tidak bisa dikatakan bahwa kita
seperti bayi yang baru dilahirkan.
Kembali fitrah adalah suatu kondisi
dimana ruh pada saat ditiupkan/dipersatukan dengan janin saat masih di rahim
seorang ibu kondisi awalnya suci, murni, tidak terkontaminasi dengan apapun
juga sehingga ruh memiliki sifat dan perbuatan yang berkesesuaian dengan Asmaul
Husna. Lalu dalam perjalanan waktu terjadilah menarik antara kepentingan ruhani
yang membawa nilai nilai kebaikan dengan kepentingan jasmani yang membawa nilai
nilai keburukan sehingga bisa mengakibatkan sifat dan perbuatan ruh menjadi
tidak fitrah lagi. Disinilah letak kembali fitrah itu, yaitu masihkah ruh
sesuai dengan kondisi awalnya, yaitu suci, murni, tidak terkontaminasi sehingga
sifat dan perbuatannya tetap mencerminkan nilai nilai kebaikan. Jika tidak
berarti ruh sudah tidak fitrah lagi
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan
manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (itulah)
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (surat Ar Rum
(30) ayat 30)
Agar diri kita yang sesungguhnya, maksudnya ruh, tetap dalam kondisi fitrah yang dikehendaki oleh Allah maka kita harus selalu berada di dalam segi tiga kefitrahan, atau selalu berada di dalam konsep dasar kefitrahan yang sesuai dengan surat Ar Rum (30) ayat 30 di atas ini. Serta ruh itu urusan Allah SWT sehingga hanya Allah SWT sajalah yang bisa merawat, membina, menjadikan ruh tetap fitrah dari waktu ke waktu. Yaitu dengan selalu menghadapkan ruh kita dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Fitrah dengan selalu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah dari waktu ke waktu.
2.
Allah
Menjadi Sumber Pembebas Manusia Dari Godaan Syaitan.
Allah SWT selaku pencipta rencana besar kekhalifahan di muka bumi, telah menetapkan bahwa syaitan adalah musuh nyata bagi setiap manusia. Baik manusia ataupun syaitan kedua duanya ada karena memang diciptakan ada oleh Allah SWT. Syaitan dijadikan musuh bagi manusia bukanlah sekedar untuk saling mengalahkan. Akan tetapi khusus untuk manusia, dengan adanya permusuhan dengan syaitan maka terjadilah apa yang dinamakan dengan seleksi alamiah secara adil guna mengisi neraka atau syurga.
Wahai orang orang yang beriman! Janganlah
kamu mengikuti langkah langkah syaitan. Barangsiapa mengikuti langkah langkah
syaitan, maka sesungguhnya dia (syaitan) menyuruh mengerjakan perbuatan keji
dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmatNya kepadamu, niscaya
tidak seorangpun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu)
selama lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (surat An Nur (24) ayat 21)
Berdasarkan ketentuan surat An Nur (24) ayat 21 di atas ini, untuk dapat mengalahkan syaitan bukanlah perkara yang mudah. Syaitan dengan segala kemampuan dan kelihaian serta kesabarannya mampu mengalahkan manusia. Agar diri kita mampu mengalahkan atau terbebas dari gangguannya, tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk meminta bantuan dan pertolongan Allah karena Allah yang paling tahu dan paling paham tentang syaitan. Disinilah letak dari keterikatan kita kepada Allah SWT terutama yang berhubungan dengan syaitan. Dimana syaitan hanya bisa dikalahkan dengan karunia Allah, dengan petunjuk Allah maupun dengan perlindungan Allah.
3.
Allah
Menjadi Sumber Pembebas Manusia dari Malapetaka.
Berdasarkan ketentuan dalam surat Ibrahim (14) ayat 7 di bawah ini, Allah SWT akan menimpakan azab atau menimpakan malapetaka kepada manusia disebabkan manusia tidak mau mensyukuri nikmat Allah. Mensyukuri nikmat Allah menjadi syarat untuk hidup tenteram dan bahagia.
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah
(nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka pasti azabKu
sangat berat”. (surat Ibrahim (14) ayat 7)
Sekarang Allah SWT sudah mengemukakan salah satu syarat agar diri kita terbebas dari hidup resah, gelisah, terbebas dari malapetaka melalui proses bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Lalu sudahkah kita mampu bersyukur dari waktu ke waktu sehingga kita selalu berada di dalam hidup tenteram dan bahagian? Jika belum berarti kita telah keluar dari keterikatan diri dengan Allah SWT melalui pelanggaran yang telah kita lakukan.
4.
Ilmu
Saja Tidak Cukup Bagi Manusia.
Berdasarkan ketentuan surat
di dalam Al Maidah (5) ayat 16 di bawah ini, Allah SWT telah menunjukkan kepada
diri kita bahwa intelektualitas tidak bisa dihandalkan guna mencapai apa apa
yang dikehendaki oleh Allah SWT. Setiap manusia harus memiliki intelektual yang
mumpuni, namun hidup tidak bisa hanya mengandalkan intelektual semata. Akan
tetapi harus diimbangi dengan unsur petunjuk yang berasal dari Allah SWT atau
unsur spiritual.
Dengan Kitab itulah Allah memberi
petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatanm dan (dengan
Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya
dengan izinNya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (surat Al Maidah (5) ayat
16)
Lihatlah ironi dalam kehidupan saat ini. Betapa banyak orang yang berilmu tinggi yang juga memiliki jabatan yang tinggi, justru berurusan dengan pelanggaran hukum yang berakibat masuk penjara. Adanya kondisi ini terlihat dengan jelas bahwa ilmu saja tidak cukup menghantarkan manusia hidup tenteram dan bahagia di dunia, apalagi di akhirat kelak.
Kami berfirman, “Turunlah kamu semua dari
surga! Kemudian jika benar benar datang petunjukKu kepadamu, maka barangsiapa
mengikuti petunjukKu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak
bersedih hati”. (Al Baqarah (2) ayat 38)
Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 38 di atas ini, orang yang memiliki ilmu dan intelektual tinggi masuk penjara, atau berurusan dengan pelanggaran hukum menandakan orang tersebut rendah nilai spiritualnya, atau rendah keimanannya. Dikarenakan petunjuk Allah SWT jauh dari dirinya namun dekat kepada petunjuk syaitan sang laknatullah.
Itulah sebab sebab yang mengharuskan manusia mengikatkan diri kepada hukum dan ketentuan Allah. Oleh sebab itu tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk tidak mengikatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian, jelaslah bahwa jika kita ingin selamat dalam hidup dan kehidupan ini serta masuk syurga, maka kita harus mengikatkan diri kepada hukum dan ketentuan di seluruh aktifitas kehidupan kita di dunia ini. Lalu sudahkah kita memiliki hal hal sebagai berikut: (1) Tahu Diri, Tahu Aturan, dan Tahu Tujuan Akhir; (2) Memiliki Ilmu tentang Diinul Islam yang sesuai dengan kehendak Allah lalu mampu melaksanakan secara kaffah; (3) Mampu menjauhi perbuatan maksiat dan dosa; (4) Mampu menjadi motor penggerak kebaikan di tengah tengah masyarakat, dan lain sebagainya.
Semoga di sisa usia yang ada pada diri kita,
kita mampu memanfaatkan sisa usia secara baik dan benar sehingga mampu
menghantarkan diri kita pulang kampung ke tempat yang terhormat untuk bertemu
dengan Yang Maha Terhormat di tempat yang terhormat dan dalam suasana yang
saling hormat menghormati. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar