Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan limpahan rahmat kepada kami, yang tidak bisa dihitung dan diukur
dengan apapun juga. Tak lupa shalawat dan salam senantiasa kami haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW uswah kami sepanjang hayat beserta keluarga dan para
sahabatnya serta umatnya sampai akhir jaman.
Buku yang sedang jamaah baca dan
pelajari dengan seksama, kami tulis dan kami sajikan dengan semangat untuk
mengamalkan ajaran Islam yang berlaku seperti yang kami kemukakan berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus
untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah,
Ilmu yang bermanfaat yang diajarkan, dan anak shaleh yang senantiasa
mendoakannya”. (Hadits Riwayat
Bukhari-Muslim).
Selain berdasarkan hadits di atas, masih ada ajaran Islam yang kami
amalkan sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Wahai
orang yang berilmu! Ketahuilah bahwa jika engkau tidak mengamalkan ilmu yang
engkau miliki, maka ia tidak akan membelamu kelak dihadapan (pengadilan)
Rabbmu. (Hadits Riwayat Ad-Darimi).” Dan ada pula nasehat dari alim ulama yang
juga kami amalkan sebagaimana berikut ini:
“Tiap-tiap sesuatu ada zakatnya (penyuciannya). Zakat harta ialah
sedekah kepada fakir miskin dan yang membutuhkan lainnya. Zakat kekuatan ialah
membela kaum dhuafa yang teraniaya. Zakat argumentasi dan kefasehan lidah ialah
mengokohkan hujjah dan dalil-dalil agama. Dan Zakat ilmu pengetahuan adalah
dengan mengajarkan ilmunya kepada orang lain”. (Alim Ulama).”
Alangkah hebatnya umat Islam jika mampu menjalankan apa apa yang tertuang dalam hadits dan nasehat alim ulama di atas ini, yaitu:
1. Memberi bukanlah
sebatas sedekah yang berasal dari harta kekayaan atau penghasilan semata;
2. Memberi juga bisa
kita lakukan dengan cara membela kaum dhuafa yang teraniaya melalui zakat (sedekah)
yang berasal kekuatan atau kekuasaan yang kita miliki;
3. Memberi juga bisa
kita lakukan dalam kerangka untuk mengokohkan hujjah dan dalil dalil agama
melalui zakat (sedekah) argumentasi dan kefasehan lidah yang kita miliki;
4. Dan yang terakhir
memberi juga bisa kita lakukan dengan cara mengajarkan ilmu pengetahuan yang
melalui jalan zakat (sedekah) ilmu pengetahuan yang kita miliki.
Apalagi jika apa-apa yang kami kemukakan di
atas ini, terlaksana saat tangan kanan memberi dan berbagi diikuti dengan
tangan kiri juga memberi dan berbagi secara bersamaan maka kekuatannya akan sangat
luar biasa dan hasil yang akan kita rasakan juga sepadan yaitu luar biasa pula.
Dan dengan adanya semangat mengamalkan ajaran Islam sebagaimana telah kami
kemukakan di atas, maka tersajilah buku “The
Art of Dying: Datang Fitrah Kembali Fitrah” ini kepada jamaah sekalian dan kami berharap buku ini
bisa menjangkau generasi yang datang dikemudian hari dan mampu tersebar ke
berbagai tempat yang ada di muka bumi ini serta mampu menjadi bukti
bersyukurnya kami kepada Allah SWT.
Buku ini kami tulis berdasarkan pengajian ketauhidan yang kami dapatkan
dari 2 (dua) orang guru kami, yang pertama adalah “H. Nurdin Hakami”, beliau adalah anak dari Hasyim L Husaini,
yang akrab di Sumatra Barat disapa dengan panggilan “Hasyim Tiku”. Yang
kedua adalah dari “H. Bachtiar Ma’ani”
beliau adalah guru yang sekaligus orang tua kandung dari kami sendiri. Dan
semoga keduanya selalu di dalam limpahan rahmat Allah SWT. Aamiin.
Buku ini kami tulis bukan hanya untuk
kepentingan umat Islam semata, namun juga kami dedikasikan
juga untuk kepentingan umat yang bukan beragama Islam (non Muslim) yang berniat untuk mempelajari Diinul Islam yang
tidak lain adalah konsep Ilahiah secara baik dan benar. Semoga hal ini menjadi
kenyataan. Amiin.
Melalui buku, kami juga ingin memulai setahap demi setahap untuk
menjadikan buku sebagai jembatan untuk menyeimbangkan “Budaya Tutur” yang sudah
melanda sebahagian masyarakat dengan “Budaya Tulis” yang telah mulai hilang. “Budaya Tutur” akan hilang setelah penuturnya tiada. Akan tetapi jika “Budaya
Tulis” yang terjadi, walaupun penulisnya telah tiada, tulisannya akan tetap ada
sepanjang jaman, sehingga dapat dipelajari oleh generasi yang datang dikemudian
hari.
Sekarang apa jadinya jika sampai Bukhari dan Muslim atau perawi hadits
lainya, tidak pernah menulis hadits-hadits yang dikumpulkannya? Tentu kita tidak akan pernah tahu apa yang dinamakan dengan hadits yang
perawinya Bukhari dan Muslim atau perawi hadits lainnya. Adanya kondisi seperti ini, berarti umur dari Bukhari dan Muslim akan
tetap ada sampai dengan hari kiamat, walaupun usia beliau sudah tidak ada lagi.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah maukah kita berumur panjang
seperti umur Bukhari dan Muslim? Jika kita bercita
cita untuk berumur panjang seperti halnya Bukhari dan Muslim menulislah, atau
lakukanlah perbuatan baik dengan melakukan suatu karya nyata yang besar yang
dapat dinikmati masyarakat luas dan bisa dinikmati oleh generasi yang datang di
kemudian hari atau amalkanlah ilmu yang bermanfaat melalui tulisan atau jadikan
“Budaya Tulis” menjadi kebiasaan di tengah masyarakat.
Hal inilah yang mendorong kami untuk terus berkarya melalui
tulisan-tulisan yang berkenaan dengan Aqidah Islam atau tentang Ketauhidan
sepanjang Allah SWT menghendaki ini terjadi, yang pada akhirnya masyarakat akan selalu memiliki
buku-buku pembanding atas buku-buku yang telah terbit terlebih dahulu, sehingga
mampu menjadikan masyarakat dan generasi yang datang di kemudian hari menjadi
dinamis dengan perkembangan ilmu maupun perkembangan zaman.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya
di muka bumi ketahuilah bahwa setelah dipisahkannya ruh dengan jasmani, yang
ada dan yang tertinggal dari diri kita di muka bumi ini adalah 2(dua) hal
yaitu: jejak- jejak kebaikan ataukah jejak- jejak keburukan. Adanya jejak jejak
kebaikan ataukah jejak jejak keburukan yang tertinggal di muka bumi merupakan
tanda mata bahwa kita pernah ada dan pernah hidup di muka bumi ini. Dan melalui
jejak-jejak kehidupan yang tertinggal inilah maka akan diketahui secara nyata
kualitas diri kita yang sesungguhnya.
Dan jika jejak-jejak kebaikan yang kita
tinggalkan dan jejak tersebut mampu dinikmati oleh generasi yang datang
dikemudian hari berarti kita telah berumur panjang dan juga kita telah mampu
menjadi kebanggaan bagi anak keturunan kita yang datang di kemudian hari, yang
akhirnya doa akan terus dipanjatkan untuk kita oleh sebab karya nyata berupa
kebaikan yang kita tinggalkan.
Namun, jika yang terjadi adalah jejak-jejak
keburukan yang kita tinggalkan setelah diri kita tiada berarti berumur
pendeklah diri kita serta hilanglah rasa bangga kepada diri kita yang berasal
dari anak keturunan kita sendiri yang pada akhirnya menjadikan diri kita
menjadi orang yang terlupakan, atau jika disebut nama kita yang diingat oleh
kebanyakan orang adalah keburukan. Semoga kita semua tidak seperti ini.
Untuk itu ketahuilah bahwa kebaikan atau keburukan yang akan kita tinggalkan hanya bisa terjadi di sisa usia kita yang kita miliki. Dimana di sisa usia inipun kita masih dibatasi dengan adanya ketentuan yang lainnya, yaitu: “waktu tidak bisa diputar ulang; kesempatan hanya datang satu kali; serta menyesal adanya dibelakang hari.” Jadi jangan pernah menunda-nunda jika kita sudah berniat untuk berbuat kebaikan dalam bentuk karya nyata. Lakukan saat ini juga karena kita tidak pernah dibatasi oleh Allah SWT untuk melakukan perbuatan baik. Semoga Allah SWT memudahkan diri kita untuk berbuat kebaikan di sisa usia yang kita miliki. Amiin.
Sekarang mari kita renungkan dan hayati
hadits yang akan kami kemukakan berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda,
“Kematian! Kematian! Waspadalah dengan kematian. Ketahuilah dengan baik bahwa
tak ada obat bagi kematian. Kematian datang dengan kebahagiaan dan ketenangan
kepada orang orang yang beriman kepada akhirat, dan kemudian membawanya ke
syurga. Inilah orang orang yang
mencurahkan segala upaya mereka demi akhirat. Cinta dan ketertarikan mereka pun
tertuju kepadanya. Tetapi orang orang yang terobsesi dengan dunia yang semu ini
dan mencurahkan segala upaya untuknya, maka bagi mereka kematian dan apapun yang menyertainya akan menyusahkan
dan penuh dengan kesulitan. Merekalah orang orang yang merugi dan akan
dimasukkan ke dalam kobaran api.”
Kematian adalah kejadian yang tidak akan
mungkin bisa dihindari. Namun hakekatnya ia bukanlah akhir dari segalanya.
Karena manusia masih harus mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya dalam
sebuah persidangan setelah kematiannya. Meski mengingat kematian terasa pedih
bagi manusia, namun dalam kepedihan ini akan menariknya dari terlalu serakah
dan berangan angan panjang akan dunia. Saat kematian datang, kadang sakit
kepala bisa menjadi alasannya, daripada menolak dengan hati meronta, lebih baik
mempersiapkan diri untuk kembali kepada Allah SWT dengan hati bersih, dengan
hati yang bertaubat sehingga dengan demikian manusia akan mendapati hari akhir
yang menguntungkan bagi dirinya (husnul khatimah).
Kematian
merupakan topik bahasan yang kurang digemari banyak orang. Lihatlah buku yang
banyak beredar dan laku di pasaran adalah buku-buku yang lebih menitikberatkan
kepada ajaran yang menyuguhkan tuntunan dalam menjalani dan meraih sukses
kehidupan (The Art of Living) di dunia. Sedangkan buku panduan dalam menghadapi
kematian (The Art of Dying) kurang diminati oleh khalayak walaupun kematian
itu pasti terjadi pada setiap orang.
Adanya buku tentang menghadapi atau buku tentang seni kematian (The Art of
Dying) ini kiranya mampu menghantarkan kita datang fitrah kembali fitrah untuk
bertemu Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah (syurga) melalui seni
kehidupan dunia (The Art of Living) yang saat ini jalani. Amiin.
Kematian
adalah suatu peristiwa yang kerap terjadi di sekeliling kita, namun sedikit
sekali yang mau merenungkannya secara rinci dan mendalam. Kebanyakan orang
justru cenderung menganggap kematian sebagai suatu mimpi buruk yang ditakuti.
Kematian dipandang sebagai momok yang layak dihindari, dan dijauhkan dari
pikiran. Bukan malah dijadikan sebagai suatu kenyataan yang patut dihadapi dan
disadari dengan kematangan bathin. Adanya kondisi ini maka sudah selayaknya dan
sepatutnya kita memiliki ilmu tentang kematian ini (the art of dying), sehingga
kita bisa mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapinya secara baik dan
benar.
Adalah
sesuatu yang konyol lagi tidak tahu dirinya kita jika kita ingin sukses dalam
kehidupan akhirat namun kita tidak tahu dan tidak mengerti hakekat tentang
kehidupan dan kematian ini. Orang yang berakal sehat pasti bisa memahami adanya
hakekat tentang hidup dan juga hakekat tentang kematian, adanya hakekat untuk
mempertanggungjawaban segala perbuatan dan adanya hakekat memperoleh balasan
dari Allah SWT. Orang yang berakal sehat pun pasti mampu memahami tentang apa
apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadanya, seperti akal dan fitrah manusia, dunia yang ditundukkan untuknya,
alam raya yang dibangun dengan sistem
yang super canggih dan detail, manusia yang diciptakan dalam bentuk yang
terbaik, dibalik itu semua pasti ada maksud dan tujuan yang mulia.
Dengan demikian, maka setiap orang yang
menyianyiakan waktunya, menikmati waktu luang tanpa aktivitas positif,
sejatinya bertentangan dengan prinsip ini. Dan hendaknya setiap aktivitas
manusia memiliki target, setiap waktu yang dimanfaatkan memiliki tujuan pasti,
dan hendaknya manusia menyusun agenda-agendanya berdasarkan prinsip ini. Jika
kita mau mencermati kehidupan orang orang sukses (bahagia), maka kita akan
mendapati ternyata mereka terbiasa menjalani hari harinya dengan kaidah di
atas. Tidak ada aktivitas tanpa target dan tidak ada waktu terbuang tanpa
tujuan.
Setiap manusia, siapapun orangnya, yang
terlahir ke dunia ini pastilah suatu hari akan mendapati kematiannya, demikian
pula dengan diri kita. Karena Allah SWT telah mentakdirkan semua makhluk hidup
akan merasakan kematian. Juga karena tempat kembali manusia yang sesungguhnya
hanyalah kepadaNya. Hal ini dinyatakan oleh Allah SWT melalui firman-Nya
berikut ini: “Dan
Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (syurga) dan memberikan petunjuk kepada
orang yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (Islam). (surat Yunus (10) ayat
25)”.
Lalu kenapa manusia bersedih dengan kematian,
jika saja manusia ingat bahwa tempat kembali hanya kepada-Nya, maka kita pun harus
lebih berhati hati dengan apa saja yang kita perbuat saat hidup di dunia ini
dan apa yang kita perbuat akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT
kelak, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Tiap-tiap diri bertanggungjawab
atas apa yang telah diperbuatnya.(surat Al-Mudatstsir (74) ayat 38)”.
Orang-orang yang akan merasakan rasa sakit
dan kesulitan begitu ajal mereka datang adalah mereka yang hanya mencintai dan
menyukai dunia. Mereka tenggelam dalam kenyamanan dan kesenangan hidup ini
semata, sedangkan hati mereka sepi dari kecintaan kepada akhirat. Itulah
sebabnya, mereka tidak menyimpan amal apapun untuk akhirat.
Berikut ini akan kami kemukakan sebuah bahan
renungan kalbu yang berjudul: “Menemukan
Jawaban Pertanyaan Malaikat Sebelum Mati” berikut ini:“Engkau sering
mendengar, bahwa nanti di alam kubur, akan datang malaikat yang akan bertanya
kepadamu, “siapa Tuhanmu? Siapa Nabimu? Apa Kitabmu? Apa Kiblatmu?” Dapatkah
engkau menjawab semua pertanyaan itu? Dari sekarang ketahuilah dengan
sebenarnya siapa sesungguhnya Tuhanmu. Dia adalah Dzat yang dapat kita
“saksikan”. Kata kata penyaksian dalam syahadat adalah pernyataan mereka yang
sudah menjadi saksi akan Dzat Allah. Tidak ada keraguan sedikitpun dalam
dirinya tentang Keberadaan Allah. Allah adalah Wujud Mutlak. Seorang Sufi
mengungkapkan, “Aku mengenal Tuhanku melalui Tuhanku, kalau bukan karena
Tuhanku, aku tidak kenal Tuhanku” Siapakah Nabimu? Nabi adalah pembawa berita,
penerima berita. Pernahkah engkau menerima berita darinya? Pernahkah engkau
menyampaikan beritanya? Mana mungkin engkau akan bisa menjawab pertanyaan
“siapa nabimu” jika engkau sendiri belum pernah menerima beritanya. Maka itu,
dari sekarang mintalah beritanya. Belajarlah menerima berita darinya. Apa
kitabmu? Apakah engkau akan menjawab bahwa kitabmu adalah AlQur’an yang
berbentuk buku. Itu bukanlah kitab yang hakiki. Kitab yang ditanyakan adalah
kitab yang tanpa huruf dan tanpa bentuk. Kitab yang dibaca Nabi Muhammad SAW
adalah kitab yang tanpa huruf, yaitu kitab yang tanpa bentuk. Kitab AlQuran
adalah Kitabullah. Kitab ini yang menjadi petunjuk bagi orang yang bertaqwa”.
Sebagai orang yang akan ditanyakan oleh malaikat
kelak, sudahkah kita memiliki ilmu dan pengetahuan yang cukup agar jawaban yang
kita kemukakan kelak mampu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh Malaikat? Jika belum, kapan lagi kita akan belajar.
Ayo segera belajar, jangan sia siakan waktu yang tersisa karena hanya di sisa
usia inilah kita bisa belajar dengan sebaik baiknya.
Ketahuilah wahai manusia, tidak
diragukan lagi, dunia dan akhirat saling bermusuhan sehingga ia bisa
diibaratkan dengan dua kutub atau dua jalan yang saling berlawanan. Rasulullah
SAW bersabda: “Ketenteraman dan kemewahan dunia dan kehidupannya yang manis menjadikan
akhirat itu pahit dan rasa pahit dunia akan menjadikan kehidupan abadi itu
manis”. Orang yang mencintai dunia akan senang dengannya dan
mengejarnya, serta menjadi musuh akhirat. Mereka seperti dua arah: timur dan
barat, yang saling berlawanan.
Orang yang dekat dengan salah satunya
akan semakin jauh dari yang lainnya. Mereka seperti dua istri dari satu suami.
Maksudnya, meskipun ada jarak jauh antara dunia dengan akhirat, tetapi mereka
sama sama istri dari satu suami. Karena kebanyakan orang menjadikan keduanya
sebagai istri. Mereka mencintai keduanya sekaligus dan berusaha memiliki
keduanya, tetapi mereka bodoh karena keduanya tidak bisa disatukan.
Uraian di atas jelas menunjukkan bahwa
cinta dunia mengindikasikan keberpisahan dari akhirat. Jika salah satu di
antara keduanya dianggap penting, maka yang lainnya akan terabaikan. Bersikap
manis pada salah satunya berarti tidak ramah pada yang lainnya. Apabila dunia
serta merta menciptakan kebencian terhadap akhirat, itu berarti cinta dunia
tidak hanya dosa, melainkan sesungguhnya suatu kekafiran. Adanya ketentuan ini,
manusia terbagi dalam tiga kelompok, yaitu:.
a. Kelompok pertama adalah orang orang yang sama sekali tidak memiliki kecintaan kepada dunia.Kelompok inilah yang akan memperoleh keselamatan.
b. Kelompok kedua adalah orang orang yang meskipun mencintai dunia, tetapi jika berhadapan dengan kebenaran, mereka menerimanya dengan kerendahan hati. Mereka menikmati hidangan dari Allah, tetapi terus takut dengan-Nya. Allah Yang Mahakuasa memaafkan kelompok ini karena yang terdahulu.
c. Kelompok ketiga adalah orang orang
yang sangat mencintai dunia. Mereka meng-ambil apapun yang ada dihadapan mereka.
Untuk mencapai tujuan, mereka membakar dan membasahi sekaligus dan mereka tidak
merasa malu dengan kebenaran. Kelompok ini akan dihancurkan dan tak ada
kemungkinan untuk mendapat keselamatan. Jadi, selayaknya kita berusah masuk ke
kelompok pertama, seandainya ini tidak mungkin, setidaknya kita harus masuk ke
dalam kelompok ke dua.
Untuk itu ketahuilah hidup yang kita
jalani saat ini adalah episode percobaan dan tantangan, ada yang baik, ada yang
buruk, ada yang mudah, ada yang susah. Setiap percobaan dan tantangan yang kita
hadapi sejatinya semakin mengokohkan langkah kita, walaupun kita sering tidak
menyadarinya.Pepatah mengatakan, “Pukulan yang bertubi-tubi yang tidak
mematikan hanya akan menambah kekuatan kita”.
Untuk itu jadikan hari-hari yang kita
miliki sebagai lembaran hidupmu, lalu tulislah hal hal yang baik dalam lembaran
lembaran pribadimu. Dan supaya bisa beruntung dalam kehidupan, kita harus tahu apa yang
harus kita lakukan dan apa yang kita inginkan, karena mayoritas manusia di
dunia ini tidak mengetahui secara pasti keinginan dan kemauan mereka.
Inilah yang kita saksikan dari orang orang yang telah putus asa. Hati mereka
terbang bersama merpati merpati kegelisahan tanpa tujuan yang jelas, padahal
tujuan akhir hidup kita bertemu dengan Allah SWT kelak.
Uang adalah simbol, sesuatu yang kita
sepakati sebagai alat tukar. Pada setiap lembaran dan koin ada nilai yang kita
sepakati. Di balik lembaran uang ada nilai yang ditentukan. Nilai yang kita
berikan sesuai dengan nilai yang kita miliki. Nilai yang kita kejar pada
hakekatnya bukanlah jumlah angkanya, tapi energi atau nilai kemanfaatan yang kita
keluarkan. Kita dilahirkan sebenarnya telah memiliki “nilai kemanfaatan” yang
tidak terhingga, bila dihargai dengan angka dan juga bila tahu caranya yang
baik dan benar.
Apa yang kita terima sebagai
penghargaan dari orang lain, berbanding lurus dengan apa nilai kemanfaatan yang
kita berikan kepada orang lain atau alam semesta. Bila kita memberikan nilai
kemanfaatan kepada orang lain atau alam semesta, maka secara otomatis alam
semesta akan mencatat nilai itu dalam tabungan semesta, yang satu saat bisa kita
ambil kapanpun, saat kita perlukan. Nilai kemanfaatan itu akan dicatat sebagai
tabungan dalam kosmik, tentu saja, bila dilakukan atau diberikan secara ikhlas murni
harnya karena Allah SWT semata.
Fokuslah
pada nilai kemanfaatan yang engkau berikan kepada orang lain setiap harinya.Lalu
tetapkan angka relatif sesuai dengan kebutuhan yang engkau perlukan. Bila nilai
kemanfaatan yang engkau berikan sejumlah itu, engkau pasti akan menerimanya
sesuai dengan “pemberianmu”. Nilai kemanfaatan yang engkau berikan adalah hakmu.
Karena itu memang tabunganmu. Sadari alur hukum memberi dan menerima seperti
ini berlaku di alam semesta sejak diciptakan.
Lalu gunakanlah kesadaran ini untuk menjamin kehidupanmu. Lakukanlah sesuatu untuk kepentingan orang banyak, untuk alam semesta, maka pintu pintu ‘kekuatan tak terbatas’ akan berpihak kepadamu. Lakukanlah itu dengan kesadaran penuh, tidak ada yang bisa menghalangi mu untuk mewujudkannya. Allah SWT bersama mereka yang melakukan sesuatu untuk kebaikan dirinya dan orang lain karena inilah ciri dari orang yang beriman.
Kematian yang indah bila ia datang saat terhapus dosa dan salah,terangkat semua beban masalah, terbebasnya orang lain dari dendam dan amarah sertasaat jiwa mencapai maqam muthmainnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar