Sebagai khalifah di muka
bumi, sebagai orang yang sedang menumpang di langit dan di bumi, sebagai orang
yang sedang merantau di muka bumi, tentu kita tidak bisa sembarangan
melaksanakan kekhalifahan di muka bumi dan juga tidak bisa sembarangan
menumpang di muka bumi ini serta tidak bisa sembarangan merantau di muka bumi,
karena kita tidak pernah menciptakan tempat yang sedang kita tempati saat ini.
Adanya kondisi ini maka Allah SWT menurunkan AlQuran yang begitu luar biasa kepada
diri kita agar kita mampu dan sukses menjadi khalifah di muka bumi dan juga
mampu menjadi tamu atau penumpang yang menyenangkan lagi membanggakan bagi
pemilik dan pencipta langit dan bumi.
Jika saat ini kita masih hidup, berarti sekarang kita sudah menerima AlQuran yang berasal dari wahyu Allah SWT dalam keadaan tertulis. Lalu, sudahkah kita mengetahui apa itu AlQuran yang sesungguhnya, apakah hanya sekedar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril as, ataukah lebih dari sekedar wahyu? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita bercermin dengan kejadian yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari, yaitu katakan kita membeli sebuah handphone merek “BRB”, lalu di handphone tersebut disertakan sebuah buku manual. Timbul pertanyaan, apakah buku manual itu?
Buku manual yang dibuat oleh pabrikan handphone memiliki makna multi dimensi. Buku manual bisa bermakna sebagai petunjuk dan pedoman penggunaan handphone yang sesuai dengan kualifikasi pabrikan. Buku manual juga bisa bermakna sebagai sarana untuk menunjukkan pabrikan sebagai ahlinya handphone serta bagaimana memperoleh after sales service jika handphone mengalami gangguan. Buku manual juga bisa bermakna sebagai sarana untuk memperkenalkan pabrikan kepada konsumen, dan Buku Manual juga bisa bermakna sebagai sarana untuk menunjukkan kepada dunia bahwa inilah aku produsen handphone merek “BRB”. Lalu bisakah buku manual dipisahkan dengan keberadaan handphone? Berdasarkan keterangan di atas ini, buku manual suatu produk merupakan bagian yang tidak terpisahkan antara produsen, produk yang dihasilkan dan juga dengan konsumen selaku pemakai dan pengguna suatu produk.
Lalu, bagaimana dengan AlQuran dalam konteks buku manual kekhalifahan di muka bumi? Hal yang samapun berlaku kepada AlQuran, dimana AlQuran juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Allah SWT dan juga dengan rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi ini, sehingga antara Allah SWT dengan khalifahNya dan juga dengan AlQuran yang diturunkan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Dan dengan adanya AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi maka Allah SWT telah menunjukkan adanya pedoman menjadi khalifah yang sesuai dengan kehendakNya dan bagaimana cara untuk memperoleh pertolongan Allah SWT melalui cara cara yang dikehendaki oleh Allah SWT. Sehingga setiap khalifah yang ada di muka bumi ini pada prinsipnya tidak bisa melepaskan diri dari ketentuan yang ada di dalam AlQuran dan juga dengan Allah SWT, terkecuali jika kita sendiri yang melepaskan diri tidak mau berpedoman kepada AlQuran.
Sekarang AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT sudah ada dihadapan diri kita dan jika kita merasa terikat dengan segala ketentuan AlQuran sudahkah kita mengimani hal ini? Lalu sudahkah kita mempelajarinya, lalu merenungi dan memahaminya, yang dilanjutkan dengan mengamalkan dan menyebarluaskannya serta menjadikan diri kita menjadi AlQuran berjalan? Jika kita adalah khalifah Allah SWT di muka bumi maka kita tidak bisa hanya sebatas membaca AlQuran semata karena keterikatan diri kita dengan Allah SWT dan juga dengan dijadikannya diri kita menjadi khalifahNya tidak selesai dengan mampunya diri kita membaca AlQuran yang sesuai dengan tartil dan tajwid yang baik dan benar.
Namun masih ada lagi yang harus kita pahami tentang AlQuran itu, seperti sudahkah kita memahami apa itu AlQuran yang sesungguhnya, seperti apakah isi dan kandungan AlQuran yang masuk dalam kategori ayat ayat kauniyah dan juga ayat ayat kauliyah itu, untuk apakah AlQuran itu diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi, lalu apa yang harus kita perbuat dengan diturunkannya AlQuran dan apa resiko jika kita tidak mengakuinya dan apa tantangan bagi orang yang tidak mau mengakui AlQuan sebagai buku manual serta apa hikmah yang dapat kita peroleh melalui turunnya AlQuran ke muka bumi ini.
A. ALQURAN ADALAH AUTOBIOGRAFI ALLAH SWT.
AlQuran
adalah Autobiografi Allah SWT. AlQuran dikatakan sebagai autobiografi Allah SWT
dikarenakan isi dan kandungan AlQuran itu sendiri tidak lain adalah penjabaran,
pemaparan, pengungkapan dari kemahaan serta kebesaran Dzat Allah SWT, kemahaan
Sifat Allah SWT dan kemahaan Asma Allah SWT yang temaktub dalam nama namaNya
yang indah (Asmaul Husna). Selain daripada itu,
Allah SWT sendirilah yang memperkenalkan NamaNya dan juga menunjukkan
keberadaanNya kepada umat manusia selain melalui ciptaanNya, melalui tanda
tanda kebesaran dan kemahaanNya sehingga Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan
ciptaanNya dan juga dengan tanda tanda keberasan dan kemahaanNya. Akhirnya
melalui isi dan kandungan AlQuran akan tercermin kehendak (iradat) Allah, kemampuan
(qudrat) Allah dan ilmu Allah SWT yang sangat luar bisa kemahaannya.
1.
Apa
itu Allah SWT.
Adanya pernyataan Allah SWT tentang Allah SWT itu sendiri, terlihat dengan jelas bahwa yang menamakan diri Allah bukanlah siapa-siapa, akan tetapi Allah itu sendirilah yang menamakan dirinya Allah. Sehingga dengan adanya pernyataan yang berasal dari Allah SWT itu sendiri melalui AlQuran maka kita akan tahu dan mengerti apa dan siapa itu Allah SWT yang sesungguhnya.
Adanya
kondisi ini maka kita yang sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT,
maka kita tidak diperkenankan untuk merubah, menambah, atau mengurangi apalagi
mengganti nama Allah SWT dengan sesuatu nama apapun juga, terkecuali jika kita
mau menjadi manusia yang tidak tahu diri sudahlah menumpang masih pula melawan “Tuan
Rumah”. Betapa tidak tahu dirinya kita!
2.
Inilah Allah SWT.
1. Angka 1(satu)
melambangkan Allah SWT yang tidak lain adalah Dzat yang menamakan dirinya
sendiri Allah SWT, dimana Allah SWT
adalah yang pertama kali ada dan akan ada sampai kapanpun juga sehingga yang
lain ada karena adanya Allah SWT, atau dengan kata lain Allah SWT mustahil
tidak ada.
2. Angka 6 (enam)
melambangkan Sifat Salbiyah yang dimiliki Allah SWT, yaitu sifat yang hanya
dimiliki oleh Allah SWT semata, yang terdiri dari sifat Wujud, sifat Qidam,
sifat Baqa, sifat Mukhalafah Lil Hawadish, sifat Qiyamuhu Binafsih, sifat
Wahdaniah.
3. Angka 7 (tujuh)
melambangkan Sifat Ma’ani dari Allah SWT yang terdiri dari sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami’, sifat
Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat.
4. Angka 99 (Sembilan puluh Sembilan) melambangkan perbuatan (af’al) Allah SWT yang mencerminkan Nama-Nama Yang Indah dari Allah SWT (atau disebut juga dengan Asmaul Husna).
Hal yang harus kita perhatikan adalah ketentuan 1.6.7.99 bukanlah ketentuan yang berdiri sendiri sendiri, melainkan ketentuan yang saling kait mengkait satu dengan yang lainnya sehingga tidak bisa dipisahkan oleh sebab apapun juga, dimana pendekatan Dzat tidak bisa dilepaskan dengan pendekatan sifat salbiyah dan sifat ma’ani serta dengan af’al (perbuatan) Allah yang termaktub dalam nama namaNya yang indah, sehingga konsep 1.6.7.99 merupakan konsep yang bermakna syahadat atau konsep pernyataan sikap yang berbunyi: “Tidak ada Tuhan yang 1 (satu) melainkan Allah, yang memiliki sifat Salbiyah yang 6 (enam), yang memiliki sifat Ma’ani yang 7 (tujuh) dan yang memiliki af’al (perbuatan) yang termaktub dalam 99 (sembilan puluh sembilan) nama namaNya yang indah (asmaul husna) dan itulah Allah SWT.”
Adanya AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT maka setiap manusia memiliki informasi, ilmu dan pengetahuan tentang Allah SWT dari tangan pertama, dalam hal ini dari Allah SWT itu sendiri melalui AlQuran yang diturunkanNya. Akhirnya melalui isi dan kandungan AlQuran kita bisa mengetahui siapa itu Allah SWT dan harus bagaimana kita bersikap kepada Allah SWT dan juga kita akan mengetahui pula ada hubungan apa kita dengan Allah SWT. Lalu, kita juga akan mengetahui dengan baik dan benar apa hak hak Allah SWT kepada diri kita dan apa kewajiban kita kepada Allah SWT yang pada akhirnya terjalinlah hubungan yang baik dan benar antara diri kita dengan Allah SWT melalui petunjuk AlQuran.
3.
Siapa
itu Allah SWT.
Selain
daripada itu, berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 4-5 berikut ini: “Allah lah
yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain
dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi
syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? Dia mengatur urusan dari
langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang
kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu[1190].”
[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat
Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
[1190] Maksud urusan itu naik kepadanya ialah beritanya yang dibawa oleh malaikat. ayat ini suatu tamsil bagi kebesaran Allah dan keagunganNya.
Allah
SWT adalah pencipta dari langit dan bumi beserta segala isinya dan ini berarti
hanya Allah SWT sajalah yang paling tahu, yang paling paham, paling mengerti,
yang memiliki ilmu atas segala apa-apa yang telah diciptakannya sehingga Allah
SWT sangat berkuasa disegala apapun juga. Selain daripada itu, Allah SWT adalah
pengatur segala apa-apa yang ada di langit dan di bumi beserta segala isinya.
Jika ini kondisi dasar Allah SWT lalu sudahkah kita menyadarinya!
Allah SWT berfirman: “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24)
Berdasarkan
ketentuan surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24 di atas, kita akan mengetahui
bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Maha
Pemurah, Yang Maha Penyayang, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Memelihara, Yang Maha
Perkasa, Yang Maha Menciptakan dan lain sebagainya. Adanya informasi dan ilmu
pengetahuan Allah SWT di atas, maka kita harus bisa menempatkan dan meletakkan
Allah SWT sesuai dengan Kemahaan dan Kebesaran Allah SWT itu sendiri sehingga
kita tidak bisa mensejajarkan diri dengan Allah SWT sampai dengan kapanpun
juga.
4. Seperti apakah Allah SWT atau bagaimana itu Allah SWT.
Sebahagian dari jawaban dari pertanyaan ini ada pada
surat Faathir (35) ayat 38 berikut ini: “Sesungguhnya
Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha
mengetahui segala isi hati.” Sedangkan berdasarkan surat Al
Qashash (28) ayat 88 berikut ini: “janganlah
kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa,
kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.” Allah SWT dengan tegas menyatakan mengetahui segala
sesuatu baik yang tersembunyi maupun yang nyata di langit dan di bumi termasuk
mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hati manusia. Selain daripada itu
Allah SWT juga menyatakan bahwa segala sesuatu pasti akan binasa, terkecuali
Allah SWT itu sendiri serta Allah SWT adalah penentu akhir dari kekhalifahan
yang ada di muka bumi ini sehingga Allah SWT lah yang akan menentukan siapa
yang berhak menempati neraka dan siapa yang berhak menempati syurga.
5. Dimana Allah SWT.
Jawaban
dimana Allah SWT berada ada pada surat
Yunus (10) ayat 3 sebagaimana berikut ini: “Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang
akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah
Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil
pelajaran?.” Dimana Allah
SWT menyatakan bahwa langit dan bumi diciptakan dalam enam masa oleh Allah SWT
lalu Allah SWT bersemayam di Arsy untuk mengatur seluruh ciptaannya tanpa
terkecuali.
Lalu Allah SWT berfirman dalam surat Qaaf (50) ayat 16 berikut ini: “dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,” Allah SWT juga menyatakan bahwa keberadaannya lebih dekat daripada urat leher. Hal yang harus kita pahami dengan benar tentang ketentuan di atas adalah yang bersemayam di Arsy adalah Dzat-Nya Allah SWT, seperti halnya Presiden Republik Indonesia yang berkedudukan tetap di Ibukota Negara yaitu Jakarta, dalam hal ini Istana Negara. Sedangkan yang lebih dekat dengan urat leher bukannya Dzat-Nya Allah SWT adalah kemahaan Allah SWT, kebesaran Allah SWT, pengawasan Allah SWT, kekuasaan Allah SWT yang kesemuanya tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang diciptakanNya oleh sebab apapun juga.
Allah SWT bukanlah sesuatu yang bersifat Ghaib hal ini dikarenakan apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT dapat kita lihat dengan kasat mata dan dapat didengar langsung lewat telinga serta dapat kita rasakan melalui adanya tanda tanda kebesaran dan kemahaan Allah SWT melalui hati dan perasaan. Dan juga Allah SWT selalu berada dan bersama ciptaanNya dan Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan tanda tandaNya melalui rasa keimanan yang ada dalam diri kita.
Apa yang kami kemukakan akan menjadi sesuatu yang mustahil terjadi jika ada suatu ciptaan dan jika ada suatu tanda tanda dari kebesaran dan kemahaan tanpa ada yang menciptakan dan tanpa ada yang memberikan tanda tanda sebagai manifestasi kemahaan dan kebesaran dari pemilik tanda tanda. Kenyataan yang terjadi saat ini adalah ciptaannya dapat kita lihat dengan mata, tanda tanda kebesaran dan kemahaannya dapat kita lihat melalui mata hati. Adanya hal ini menunjukkan kepada diri kita melalui keimanan bahwa Allah SWT pasti ada dibalik ciptaannya dan Allah SWT pasti ada dibalik tanda tandanya sehingga Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan kedua hal tersebut sampai kapanpun juga.
Jika di setiap ciptaan
yang ada di langit dan di muka bumi ini berlaku ketentuan seperti yang kami
kemukakan di atas maka dapat dipastikan Allah SWT pasti berada di mana saja
karena Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang telah diciptakanNya
dan Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang dimilikiNya. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 115 berikut
ini: “dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka
kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.” Allah SWT berada di manapun, ada di barat, ada di timur,
ada di utara, ada di selatan sehingga Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan
segala apa yang diciptakanNya.
Jika
sekarang Allah SWT berada di setiap apa apa yang diciptakanNya lalu diposisi
manakah Allah SWT pada diri kita? Sepanjang manusia termasuk diri kita adalah ciptaan
Allah SWT maka sepanjang itu pula keberadaan Allah SWT tidak bisa dipisahkan
dengan keberadaan diri kita. Yang
menjadi persoalan adalah diri kita sendiri yang sering melepaskan diri dari
Allah SWT dan jika sudah demikian berarti kita sendiri pula yang memberikan
kesempatan bagi syaitan melaksanakan aksinya kepada diri kita.
Sekarang sudahkah kita mampu melihat, berjumpa dan merasakan Allah SWT yang sudah berada di manapun kita berada? Semoga kita mampu merasakan kehadiran Allah SWT melalui rasa keimanan yang ada di dalam dada sehingga saat diri kita beribadah terasa nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT selalu menyertai diri kita. Kondisi ini baru akan terjadi jika ibadah yang kita lakukan bukanlah untuk melepaskan kewajiban semata dan juga bukan untuk mencari pahala melainkan kita melaksanakan ibadah karena ibadah itu kebutuhan diri kita, lalu dilanjutkan dengan berbuat kebaikan dari waktu ke waktu sebagai wujud dari pelaksanaan ibadah.
6. Ada Berapa Allah SWT.
Jawabannya ada pada surat Al Anbiyaa (21) ayat 108 berikut ini: “Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)."Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa hanya satu Allah SWT sehingga tidak ada tuhan selain Allah SWT yang mampu menciptakan dan yang mampu memiliki alam semesta ini termasuk di dalamnya yang mampu menciptakan kekhalifahan yang ada di muka bumi ini. Jika Allah SWT sendiri yang telah menyatakan hanya ada satu Allah SWT, lalu apakah kita yang sedang menumpang, yang sedang merantau, yang sedang menjadi tamu di muka bumi ini justru berani mengatakan ada tuhan lain selain Allah SWT. Jika ini sampai terjadi pada diri kita memang sudah sepantasnya kita menjadi penghuni Neraka karena tidak tahu diri.
7. Allah SWT Berada Dimanapun Kita Berada.
Berdasarkan
surat Al Hadiid (57) ayat 4 yang kami kemukakan di bawah ini, “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy[1453] Dia mengetahui apa yang masuk
ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit
dan apa yang naik kepada-Nya [1454]. dan Dia bersama kamu di mana saja kamu
berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
[1453] Bersemayam di
atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran
Allah dsan kesucian-Nya.
[1454] Yang dimaksud
dengan yang naik kepada-Nya antara lain amal-amal dan do´a-do´a hamba.
Adanya
kondisi ini berarti dimanapun kita berada, dalam kondisi apapun kita, kita
dapat berkomunikasi dengan Allah SWT, kita dapat meminta pertolongan kepada
Allah SWT, kita dapat meminta petunjuk kepada Allah SWT, dengan catatan
sepanjang diri kita mau dan mampu menempatkan Allah SWT adalah satu-satunya
Tuhan yang berhak disembah, atau sepanjang diri kita mau melaksanakan Diinul
Islam yang secara menyeluruh (kaffah) serta menempatkan Allah SWT dekat dengan
diri kita, sebagaiman hadits berikut ini: “Tsauban ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Nabi Musa
berdoa: Ya Rabbi, Dekatkah Engkau untuk saya bercakap-cakap atau jauhkah untuk
saya panggil? Saya merasakan dan mendengarkan suara-Mu yang merdu, namun tidak
bisa melihat-Mu, dimanakah Engkau? Allah berfirman: “Aku berada di belakangmu,
di depanmu, di sebelah kananmu, dan di sebelah kirimu”. Wahai Musa, Aku teman
hamba-Ku di waktu ia menyebut nama-Ku dan Aku bersama dia bila dia berdoa
kepada-Ku”. (Hadits Qudsi Riwayat Addailami; 272:254).”
Sebagai
khalifah yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, apakah kondisi Allah SWT
yang sudah bersama diri kita dimanapun kita berada, akan kita acuhkan begitu
saja, atau apakah segala fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk
diri kita kita sia-siakan berlalu, atau apakah segala kesempatan dari Allah SWT
berlalu begitu saja sehingga kita justru beralih meminta bantuan kepada Syaitan
yang juga sudah dekat dengan diri kita, atau apakah memang kita tidak butuh
lagi dengan Allah SWT karena merasa sudah hebat?
Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini, pasti mengetahui apapun juga yang ada di langit dan yang ada di bumi sepanjang semuanya diciptakan oleh Allah SWT. Jika ini kondisinya berarti Allah SWT adalah Yang Maha Tahu, Yang Maha Mengerti, Yang Maha Ahli dari apa-apa yang diciptakannya, termasuk di dalamnya Yang Maha Ahli tentang diri kita, tentang anak dan keturunan kita, tentang syaitan dan juga tentang ahwa (hawa nafsu), tentang hewan, tentang tumbuhan dan lain sebagainya.
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya
bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di
langit. (surat Ali Imran (3) ayat 5)
Allah SWT juga berfirman: “dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"(surat Al An’aam (6) ayat 59).” Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini telah menyatakan dengan tegas bahwa Allah SWT mampu menyaksikan diri kita dimanapun diri kita berada.Jika ini adalah kondisi dasar Allah SWT kepada diri kita, kemanakah kita akan bersembunyi, kemanakah kita akan lari?
Untuk itu renungkanlah sekali lagi jika kita ingin berbuat sesuatu hal yang berada di dalam koridor nilai-nilai keburukan yang paling sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah, karena Allah SWT dapat dipastikan mampu menyaksikan apa yang kita lakukan. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (surat Al Muhaadilah (58) ayat 7)
Inilah kondisi dasar dari Allah SWT kepada seluruh apa yang diciptakanNya, untuk itu tempatkanlah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan diri kita sebagaimana mestinya. Jangan sia siakan dekatnya Allah SWT kepada diri kita dengan berbuat keburukan dihadapanNya yang mengakibatkan Allah SWT tidak menyukai sikap kita. Buatlah Allah SWT yang sudah dekat dengan diri kita dengan perbuatan perbuatan yang membuat Allah SWT dengan diri kita.
Sebagai
khalifah di muka bumi, jangan sampai diri kita merasa aman tidak akan diketahui
oleh Allah SWT jika berbuat korupsi, jika menipu, atau merasa aman mengambil
hak orang lain baik sendiri-sendiri
ataupun berjamaah. Ingat Allah SWT pasti mengetahui apa yang kita perbuat. Apa
buktinya? Berdasarkan surat Thaahaa (20) ayat 46 berikut ini:"Janganlah kamu berdua khawatir, Sesungguhnya
aku beserta kamu berdua, aku mendengar dan melihat". Allah SWT
dengan tegas menyatakan “Aku Mendengar dan Aku Melihat”, apa yang dilakukan oleh
setiap manusia.
Untuk itu jika saat ini kita sudah tidak malu-malu lagi mengambil hak orang lain melalui korupsi, melalui kolusi dan melalui nepotisme karena merasa Allah SWT tidak tahu dengan apa yang kita perbuat, ada baiknya kita belajar kepada kucing yang malu jika mengambil makanan dengan cara mencuri, atau carilah bumi dan langit lain diciptakan oleh selain Allah SWT sehingga bebas berbuat sekehendak hati kita. Sekarang siapakah yang lebih tahu diri dan tahu malu, antara kucing dengan manusia yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme saat hidup di muka bumi ini?
9. Allah SWT Mengetahui Setiap Bisikan Hati Kita.
Berdasarkan surat Qaaf (50) ayat 16 yang kami
kemukakan berikut ini: “dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya.” Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari
kekhalifaan di muka bumi, sangat hebat sampai-sampai mampu mengetahui setiap
bisikan hati diri kita. Adanya kondisi ini
mengharuskan diri kita agar selalu berhati-hati di dalam mempergunakan hati.
10. Allah SWT Mengabulkan Doa Kita Jika
Dilakukan Tanpa Perantara.
Selain daripada itu, Allah SWT sendirilah yang menghendaki diri kita untuk berdoa kepadaNya saja. Sekarang coba kita bayangkan jika sampai Allah SWT tidak menghendaki diri kita untuk berdoa hanya kepadaNya saja, lalu apa yang bisa kita perbuat dalam kehidupan ini. Padahal bantuan dan pertolongan Allah SWT sangat kita butuhkan saat melaksanakan tugas di muka bumi ini. Agar doa dan permohonan yang kita ajukan kepada Allah SWT dapat dikabulkan, syaratnya ada 3 (tiga) yaitu kita diwajibkan oleh Allah SWT untuk mematuhi segala apa yang telah diperintahkannya, yang dilanjutkan beriman kepada Allah SWT serta selalu berada di dalam kebenaran. Sebagai khalifah di muka bumi, sudahkah syarat dan ketentuan ini kita penuhi sebelum mengajukan doa dan permohonan kepada Allah SWT? Jika belum jangan pernah salahkan Allah SWT jika doa dan permohonan kita tidak dikabulkan oleh Allah SWT.
Hal yang harus kita ketahui dan pahami adalah meminta
pertolongan langsung kepada Allah SWT melalui doa yang kita panjatkan harus tanpa
perantara. Kita diwajibkan memohon langsung secara individual kepada Allah SWT
karena sampai dengan kapanpun juga hanya Allah SWT sajalah Yang Maha Tahu, Yang
Maha Ahli, dan yang paling mengerti tentang diri kita. Selain dari pada itu, alangkah
naifnya, alangkah lucunya, jika sampai diri kita meminta pertolongan kepada
selain Allah SWT, sedangkan yang diminta tolong tidak mampu menolong dirinya
sendiri. Inilah ironi yang sering terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari,
yaitu sudah jelas bahwa hanya Allah SWT saja yang mampu menolong diri kita,
tetapi Allah SWT justru yang kita tinggalkan, atau justru Allah SWT tidak kita
yakini mampu untuk menolong diri kita, atau malah kita berseberangan
dengan Allah SWT. Hasil akhir dari ini
semua adalah Allah SWT pasti tidak akan pernah mau menolong diri kita.
b.
Sekarang tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT,
pahamkah Allah SWT bahwa Allah SWT adalah Dzat yang memiliki Sifat Salbiyah
yang enam (maksudnya memiliki sifat Wujud, sifat Qidam, sifat Baqa, sifat
Mukhalafah Lil Hawadish, sifat Qiyamuhu Binafsih, sifat Wahdaniyah), yang tidak
akan mungkin dimiliki oleh siapapun juga?
c.
Sekarang tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT,
pahamkah Allah SWT bahwa Allah
SWT adalah Dzat yang memiliki sifat Ma’ani yang tujuh (maskudnya sifat Qudrat,
sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat)
yang kesemuanya tidak dapat dipisahkan dengan sifat Salbiyah?
d.
Sekarang tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT,
pahamkah Allah SWT bahwa Allah
SWT adalah Dzat yang memiliki Af’al atau Perbuatan Allah SWT yang mencerminkan
Nama-Nama Allah SWT yang Indah yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan) atau
Asmaul Husna?
e. Sekarang tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT,
pahamkah Allah SWT bahwa Allah
SWT akan berada dan bersama seluruh ciptaannya dimanapun berada sehingga
seluruh ciptaan tidak mungkin dapat dipisahkan dengan Allah SWT?
f. Sekarang tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT,
pahamkah Allah SWT bahwa Allah
SWT adalah pencipta dari seluruh alam semesta ini dan juga kekhalifahan yang
ada di muka bumi ini tanpa bantuan siapapun juga?
g. Sekarang tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT,
pahamkah Allah SWT bahwa Allah
SWT adalah pencipta Diinul Islam yang tidak lain adalah satu-satunya konsep
ilahiah yang berlaku di muka bumi ini untuk kepentingan kekhalifahan yang ada
di muka bumi?
h.
Sekarang tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT,
pahamkah Allah SWT dengan segala kebutuhan manusia, dengan segala problema
manusia, baik saat menghadapi ahwa dan syaitan?
i. Sekarang tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT dengan segala azab yang telah ditimpakan kepada manusia-manusia terdahulu akibat tidak mau beriman kepada-Nya?
Allah
SWT sampai dengan kapanpun juga dapat dipastikan tahu, Allah SWT dapat
dipastikan mengerti dan Allah SWT dapat dipastikan paham betul dengan
keberadaan dirinya sendiri. Allah SWT juga mengerti dan paham betul dengan
keberadaan ciptaannya sendiri, dengan keberadaan manusia baik awal sampai
dengan akhir, tanpa terkecuali termasuk diri kita. Lalu untuk apa Allah SWT
sampai mengemukakan kesaksian atas dirinya sendiri kepada diri kita melalui
AlQuran?
Sekarang bagaimana dengan Allah SWT? Allah SWT menceritakan kesaksian atas dirinya di dalam AlQuran, agar setiap manusia yang ada di muka bumi dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga dari Allah SWT secara langsung sehingga dengan itu semua mampu menghantarkan diri kita tetap menjadi makhluk yang terhormat, yang mampu pulang kampung ke tempat terhormat, dengan cara terhormat, untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati. Serta mampu pula mengambil hikmah dan pelajaran dari umat-umat terdahulu sehingga kita tidak menjelma menjadi firaun-firaun generasi baru, atau tidak menjelma menjadi umat Nabi Nuh generasi baru, atau tidak menjelma menjadi umat Nabi Luth generasi baru, atau tidak menjadikan diri kita menjadi qarun-qarun generasi baru di jaman nano technology.
Untuk itu mari kita perhatikan beberapa ketentuan yang telah Allah SWT kemukakan di dalam AlQuran, yaitu :
a.
Allah SWT di dalam AlQuran sudah mengemukakan bahwa syaitan
adalah musuh bagi diri kita, lalu apakah yang telah dikemukakan oleh Allah SWT
di dalam AlQuran kita anggap angin lalu saja sehingga syaitan kita jadikan
teman?
b.
Allah SWT di dalam AlQuran sudah menyatakan mintalah
kepada Allah SWT, lalu apakah kemudahan yang telah dikemukakan oleh Allah SWT
kita buang begitu saja sehingga kita lebih senang meminta bantuan Syaitan?
c.
Allah SWT di dalam AlQuran sudah menyatakan bahwa
jika berlindung kepada selain
Allah SWT berarti berlindung kepada sarang laba-laba, lalu apakah
informasi ini kita anggap tidak ada sehingga perlindungan Allah SWT kita tukar dengan
sarang laba-laba?
d.
Allah SWT di dalam AlQuran sudah menyatakan bahwa Allah
SWT itu dekat, lebih dekat dari urat leher diri kita, lalu apakah Allah SWT
sudah dekat justru kita campakkan sehingga meminta bantuan kepada selain Allah
SWT?
e. Allah SWT di dalam AlQuran sudah menyatakan untuk berbakti kepada kedua orang tua, lalu sudahkah hal ini kita laksanakan dengan baik?
Sebagai
khalifah yang sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT, sadarilah bahwa
Allah SWT begitu sayang dengan kepada diri kita, namun karena ulah diri kita
sendiri yang tidak menghiraukan apa-apa yang telah dikemukakan oleh Allah SWT di
dalam AlQuran maka jangan pernah sekalipun menyalahkan Allah SWT jika kita
menjadi pecundang sedangkan syaitan menjadi pemenang di dalam permainan
kekhalifahan di muka bumi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar