Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 16 November 2021

RUANG LINGKUP IBADAH IKHSAN

 

 Kepada siapa kita harus berbuat ibadah ikhsan (kebaikan)? Inilah salah satu pertanyaan yang sangat mendasar yang harus kita pahami tentang ibadah ikhsan. Ibadah ikhsan jika dilihat dari konsep tahu diri, konsep tahu aturan main dan konsep tahu tujuan akhir, maka kita harus bisa berbuat ikhsan kepada Allah SWT; berbuat ikhsan kepada diri sendiri; berbuat ikhsan kepada orang tua dan kepada mertua; berbuat ikhsan kepada makhluk ciptaanNya sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat Ikhsan (kebaikan) atas segala sesuatu.” (Hadits Riwayat  Muslim). Sekarang mari kita bahas ruang lingkup ibadah ikhsan berdasarkan ketentuan hadits di atas ini, yaitu: 

A.     IKHSAN KEPADA ALLAH SWT.  

Berdasarkan hadits tentang Ikhsan yang k ami kemukakan di atas, Ikhsan kepada Allah SWT mengandung dua tingkatan berikut ini; (1) Beribadah kepada Allah SWT seakan akan diri kita melihatNya. Kondisi ini merupakan tingkatan ibadah ikhsan yang paling tinggi, karena dia berangkat dari sikap membutuhkan, harapan, dan kerinduan. Dia menuju dan berupaya mendekatkan diri kepada-Nya; (2) Beribadah dengan penuh keyakinan bahwa Allah SWT pasti melihatnya. Kondisi ini lebih rendah tingkatannya daripada tingkatan yang pertama, karena sikap Ikhsannya didorong dari rasa diawasi dan takut akan hukuman. Kedua jenis ibadah ikhsan inilah yang akan mampu menghantarkan pelakunya kepada puncak keikhlasan dalam beribadah kepada Allah SWT. Tanpa ada unsur riya’ ataupun terpaksa, semuanya dilakukan secara ikhlas untuk mencari ridha Allah SWT semata. 

Lalu ibadah ikhsan yang seperti apa yang bisa kita lakukan kepada Allah SWT? Ibadah Ikhsan kepada Allah SWT dapat kita lakukan melalui: 

Pertama, mampu menempatkan dan meletakkan Allah SWT adalah satu satunya Tuhan yang berhak disembah di alam semesta ini yang diiringi dengan mampunya diri kita menempatkan Allah SWT sebagai “Rabb” dan diri kita adalah “Abd” (hamba) yang kedudukannya tidak mungkin sejajar; 

Kedua, mampu mengimani bahwa Allah SWT adalah  pencipta dan pemilik langit dan bumi serta apa apa yang ada diantara keduanya sehingga segala ketentuan, segala hukum, segala peraturan, segala undang undang yang berlaku di langit dan di muka bumi ini pasti berasal dari Allah SWT dan AlQuran adalah kumpulan dari ketentuan, hukum yang berlaku;   

Ketiga, mampu mengimani bahwa AlQuran adalah wahyu Allah SWT yang tidak lain adalah buku manual bagi kekhalifahan yang ada di muka bumi ini sehingga wajib diimani, dipelajari, dipahami, dilaksanakan, diajarkan, disebarluaskan dan dijadikan akhlak bagi diri kita; 

Keempat, mampu mengimani bahwa Allah SWT adalah penguasa hari akhir dan juga yang akan menetapkan siapa siapa saja yang akan menjadi penghuni neraka dan siapa siapa saja yang akan menjadi penghuni syurga; 

Kelima, mampu menyembah (beribadah) kepada Allah SWT baik dalam bentuk ibadah khusus yang disebut ibadah mahdah (murni, ritual), seperti syahadat, shalat, puasa, zakat, haji dan sejenisnya, ataupun ibadah umum yang disebut dengan ibadah gairu mahdah (ibadah sosial), seperti belajar-mengajar, berdagang, makan, tidur, dan semua perbuatan manusia yang tidak bertentangan dengan aturan agama. 

Selain daripada itu, sebagai Abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi maka kita harus bisa melaksanakan konsep tahu diri (tahu diri dan tahu Allah SWT yang diikuti dengan tahu siapa Nabi Muhammad SAW dan siapa orang tua/mertua diri kita); yang diiringi dengan tahu konsep aturan main dan juga tahu konsep tujuan akhir, dalam satu kesatuan. Sehingga apabila hal ini mampu kita lakukan dengan baik dan benar maka konsep datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah (syurga) dapat kita laksanakan. Namun apabila diri kita tidak mampu datang fitrah kembali fitrah, ada dua hal yang bisa kita lakukan, yaitu memasukkan onta ke dalam lubang jarum, atau menjalani proses dikembalikan fitrah oleh Allah SWT melalui proses dibakar di neraka jahannam terlebih dahulu yang tentunya sangat menyakitkan. Akhirnya sebagai makluk yang terhormat maka sudah sepatutnya diri kita mampu menunjukkan kehormatan yang kita miliki dihadapan Allah SWT baik saat hidup di dunia dan di akhirat kelak. 

B.      IKHSAN KEPADA DIRI SENDIRI. 

Ikhsan kepada diri sendiri adalah melakukan segala perbuatan baik untuk kepentingan diri sendiri. Dimana kondisi ini merupakan sesuatu yang kerap terlupakan. Kita sering begitu mudah berbuat baik kepada orang lain, tetapi sering lupa berbuat baik untuk kepentingan diri sendiri. Agar perbuatan baik kepada diri sendiri tidak terlupakan maka biasakanlah dirimu dengan kebaikan sebab sesungguhnya kebaikan itu adalah suatu kebiasaan. Adanya kebiasaan baik walaupun sering dianggap sepele dapat memberikan dampak positif kepada diri yang efeknya mampu mengatasi stress dan kecemasan, mampu meningkatan motivasi diri serta mampu pula meningkatkan imun tubuh menjadi lebih baik, sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan. (surat Al Qashash (28) ayat 77). 

Berikut ini akan kami kamukakan enam cara berbuat ikhsan (kebaikan) kepada diri sendiri, seperti diulas oleh laman Independent yang terdapat di “www.republika.co.id”, yaitu: 

1.    Memuji diri sendiri. Mungkin terdengar aneh, tapi memuji diri sendiri tidak selalu berarti narsis. Pujilah kelebihan pada diri sendiri agar tergerak untuk terus mengembangkannya serta mensyukuri semua keunggulan yang kita miliki serta melalui kelebihan yang kita miliki inilah kita wajib berbuat sesuatu karya nyata yang menunjukkan siapa diri kita melalui jejak jejak kebaikan yang akan kita tinggalkan kelak. Sebagai contoh, jika kita memiliki kemampuan mengajar maka wakafkanlah waktu yang kita miliki untuk mengajar berdasarkan minat, bakat dan kemampuan yang kita miliki atau yang sesuai dengan profesi masing masing tanpa dibayar kepada komunitas tertentu seperti mengajar di lapas atau di rutan, menjadi pengajar lembaga rehabilitasi narkoba, memberikan konseling hukum secara gratis, menjadi pengacara/penasihat hukum secara gratis bagi narapidana yang tidak mampu, atau membuka pengobatan gratis dan lain sebagainya. 

2.    Jadwalkan waktu untuk sendirian (tafakur). Tidak masalah menginginkan waktu sendirian tanpa siapapun. Jadwalkan waktu khusus untuk diri sendiri untuk melakukan hal favorit. Membaca buku, memakai masker wajah, atau menuliskan apapun yang ada dipikiran untuk dijadikan buku, atau merenungkan perjalanan hidup, atau membereskan buku buku lalu mengumpulkan apa yang sudah tidak terpakai lalu disumbangkan ke perpustakaan umum, atau merenungkan alam sekitar yang diikuti dengan melakukan aksi nyata untuk kebaikan diri, masyarakat dan lingkungan sekitar. 

3.    Meditasi. Berdasarkan sederet studi, meditasi telah terbukti meningkatkan kesehatan mental. Kita bisa melakukan meditasi spiritual melalui shalat tahajud (shalat malam) atau mengikuti kegiatan meditasi seperti kelas yoga yang kini sangat mudah diakses, ditambah konten pembelajaran yang tersedia via laman daring. Untuk bisa melakukan hal ini maka kita harus bisa memaksa diri untuk melakukannya. 

4.    Kurangi aktivitas media sosial. Pada era digital seperti sekarang, penyakit terbesar yang menjangkiti adalah 'scrolling' yang tidak perlu. Berhenti mengakses media sosial sepanjang waktu karena bisa memicu komparasi dengan orang lain dan membuat diri kita tidak nyaman dengan komentar komentar miring yang ada tentang sesuatu. 

5.    Coba hal baru. Beranjak dari zona nyaman dan mencoba hal baru terasa mengerikan di awal awal kita melakukan sesuatu yang baru. Kabar baiknya, hal itu akan memaksa pribadi kita berkembang menjadi lebih baik serta menambah keterampilan dan pengetahuan yang pada akhirnya akan membuka cakrawala baru dalam hidup yang kita jalani. 

6.    Memberi hadiah kepada diri sendiri. Sesekali memberi hadiah untuk diri sendiri seperti cupcake lezat, pakaian baru, atau perjalanan liburan sangat disarankan. Semua itu penting dilakukan karena mengingatkan bahwa kita adalah sosok istimewa. Sebagai sosok yang istimewa ambillah peristiwa atau saat saat yang berharga dalam hidup ini, seperti saat kita merayakan ulang tahun pernikahan, hadiahkan diri kita dan suami/istri kita dengan menyedekahkan sesuatu kepada kaum dhuafa yang membutuhkan, atau memberikan tambahan modal kepada orang yang sedang berwiraswasta, atau membiayai orang yang sedang berobat di rumah sakit, atau menyekolahkan orang yang tidak mampu sampai tamat sekolahnya. Kita juga bisa menghadiahkan diri sendiri saat ulang tahun dengan melakukan khatam AlQuran yang disesuaikan dengan saat ulang tahun. Demikian juga saat istri/suami, anak dan keturunan berulang tahun, kita manfaatkan momentum itu dengan berbuat kebaikan kepada sesama dan jangan lupa melaksanakan wasiat Nabi SAW yaitu memberikan kepada setiap anak anak yang kita miliki berupa AlQuran dan  hadits. 

C. IKHSAN KEPADA KEDUA ORANG TUA/MERTUA, KELUARGA DAN KARIB KERABAT. 

Setelah diri kita mampu berbuat ikhsan untuk kepentingan diri sendiri, maka kita juga harus mampu berbuat ikhsan kepada kedua orang tua/mertua dan juga kepada karib kerabat, sebagaimana dikemukakan oleh bacaanmadani.com berikut ini: Berdasarkan surat Isra’ (17) ayat 23, 23 berikut ini: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekalikali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan .” dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik aku di waktu kecil.”  Allah SWT melalui surat  Al Isra’ (17) ayat 23, 24 telah memerintahkan kepada diri kita untuk berbuat ikhsan (kebaikan) kepada kedua orang tua kita, termasuk kepada kedua orang mertua kita secara adil, tidak berat sebelah. 

Hal ini penting kita ketahui karena dalam sebuah hadits riwayat Ath Thirmidzi, dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda: “Keridhaann Allah berada pada keridhaan orangtua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orangtua.”  Berbuat baik kepada kedua orangtua dan kedua mertua ialah dengan cara mengasihi, memelihara, dan menjaga mereka dengan sepenuh hati serta memenuhi semua keinginan mereka selama tidak bertentangan dengan aturan Allah SWT. Kedua orang tua dan mertua telah berkorban untuk kepentingan anak mereka sewaktu masih kecil dengan perhatian penuh dan belas kasihan. Mereka mendidik dan mengurus semua keperluan anak-anak ketika masih lemah, yang didalamnya ada istri/suami kita. Selain itu, orangtua dan mertua telah memberikan kasih sayang yang tidak ada tandingannya. Jika demikian, apakah tidak semestinya orangtua dan mertua mendapat perlakuan yang baik pula sebagai bukti bakti diri kita kepadanya yang tulus itu? Sedangkan Allah SWT  juga telah menegaskan dalam firman-Nya sebagaimana berikut ini: “Tidak ada balasan untuk kebaikan kecuali kebaikan (pula). (surat Ar Rahman (55) ayat 60). Untuk itu  kita harus bisa melaksanakan ibadah ikhsan kepada kedua orang tua dan mertua melalui hal hal sebagai berikut: (a) Berbuat baik kepada keduanya; (b) Mematuhi perintah keduanya selama tidak melanggar aturan Allah; (c) Memohon kepada Allah agar dosa keduanya diampuni; (d) Melaksanakan amanah keduanya; (e) Memuliakan teman-teman keduanya; (f) Mencari ridha dari keduanya dan lain sebagainya. Dan semoga kita mampu melaksanakannya dengan baik dan benar. 

Selanjutnya, dalam kerangka untuk lebih mempertegas ibadah ikhsan terutama yang berhubungan dengan kepentingan keluarga, anak dan keturunan, maka kita dapat melakukannya melalui hal hal sebagai berikut: (1) selalu memberikan nafkah yang halal lagi bersih dari pekerjaan dan penghasilan serta diiringi dengan selalu menunaikan zakat, infaq dan sedekah; (2) menjadikan diri kita sebagai suri tauladan utama bagi keluarga sendiri; (3) tidak menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak dan keturunan kepada sekolah, melainkan jadikan pendidikan di dalam keluarga nomor satu; (4) anak shaleh dan shalehah ada karena kita sendiri yang merencanakannya menjadi ada, buang jauh jauh konsep anak shaleh dan shalehah turun dari langit untuk kita; (5) didik anak dan keturunan kita sesuai dengan masanya (sesuai dengan jamannya) dengan mengedepankan pendidikan akhlak (pendidikan mengenal diri dan Allah SWT) dibandingkan dengan pendidikan jasmani dan lain sebagainya. 

Selain berbuat ikhsan kepada kedua orang tua dan mertua, kepada anak dan keturunan, kita juga harus bisa berbuat ibadah ikhsan kepada karib kerabat. Menjalin hubungan baik dengan karib kerabat adalah bentuk ikhsan kepada mereka, bahkan Allah SWT menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silaturahmi dengan perusak di muka bumi, sebagaimana firmanNya berikut ini: Maka apakah sekiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (surat Muhammad (47) ayat 22). Silaturahmi merupakan kunci mendapatkan keridhaan Allah SWT hal ini dikarenakan penyebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena terputusnya hubungan silaturahmi, baik kepada keluarga sendiri ataupun dengan orang lain sebagaimana hadits quds berikuti ini: “Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan rahim yang Kuberi nama bagian dari nama-Ku. Maka, barangsiapa yang menyambungnya, akan Kusambungkan pula baginya dan barangsiapa yang memutuskannya, akan Kuputuskan hubunganKu dengannya.” (Hadits Riwayat  Ath Thirmidzi).  Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita dan keluarga besar kita. 

D.     IKHSAN KEPADA MAKHLUK CIPTAANNYA. 

Berdasarkan surat Al Qashash (28) ayat 77 berikut ini: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan.”  Melakukan ibadah ikhsan (kebaikan) juga harus kita lakukan kepada makhluk ciptaan Allah SWT, dalam hal ini ke sesama manusia dan juga lingkungan alam sekitar kita. Adapaun ikhsan kepada makhluk ciptaan Allah SWT dapat dibedakan menjadi beberapa kriteria yaitu: 

1.    Ikhsan kepada Anak Yatim. Berbuat baik kepada anak yatim ialah dengan cara mendidiknya dan memelihara hak-haknya. Banyak ayat dan hadis menganjurkan berbuat baik kepada anak yatim, di antaranya adalah sabda Rasulullah SAW: “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti ini…(seraya menunjukkan jari telunjuk jari tengahnya).” (Hadits Riwayat Bukhari, Abu Dawud, dan Ath Thirmidzi). 

2.    Ikhsan kepada Fakir Miskin. Berbuat Ikhsan kepada orang miskin ialah dengan memberikan bantuan kepada mereka terutama pada saat mereka mendapat kesulitan tanpa harus mereka meminta kepada diri kita. Rasulullah SAW bersabda: “Orang-orang yang menolong janda dan orang miskin, seperti orang yang berjuang di jalan Allah.” (Hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra,). 

3.    Ikhsan Kepada Tetangga. Ikhsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang berada jauh dari rumah. Teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, dan sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam kategori tetangga. Seorang tetangga non muslim mempunyai hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim, dan sebagai kerabat. Rasulullah SAW bersabda: “Demi Allah, tidak beriman, demi Allah, tidak beriman.” Para sahabat bertanya: “Siapakah yang tidak beriman, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Seseorang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya.” (Hadits Riwayat Al-Syaikhani). Pada hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”(Hadits Riwayat Ath Thabrani). 

4.    Ikhsan kepada Tamu. Ikhsan kepada tamu, secara umum adalah dengan menghormati dan menjamunya. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).  Tamu yang datang dari tempat yang jauh, termasuk dalam sebutan ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan jauh). Cara berbuat ikhsan terhadap ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan) adalah dengan memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta. 

5.    Ikhsan kepada Karyawan/Pekerja. Kepada karyawan atau orang-orang yang terikat perjanjian kerja dengan kita, termasuk pembantu, tukang, dan sebagainya, kita diperintahkan agar membayar upah mereka sebelum keringat mereka kering (segera), tidak membebani mereka dengan sesuatu yang mereka tidak sanggup melakukannya. Secara umum kita juga harus menghormati dan menghargai profesi mereka. 

6.    Ikhsan kepada Sesama Manusia. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). Wahai manusia, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai satu sama lain dalam pergaulan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Menunjuki jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang memerlukan perhatian khusus, mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka. 

Adapun ibadah ikhsan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara dapat kami kemukakan sebagai berikut: (1) melakukan bakti sosial sesuai profesi masing masing secara teratur dari waktu ke waktu; (2) mengambil peran di masyarakat sesuai dengan kemampuan, bakat dan profesi masing masing; (3) menjadi donator rutin untuk dana pemeliharaan masjid, atau menjadi orang tua asuh dan lain sebagainya secara jangka panjang; (4) mewakafkan waktu selama satu jam untuk kepentingan masyarakat setiap seminggu sekali seperti mengajar, memberikan bimbingan, memberikan motivasi untuk komunitas komunitas tertentu dalam masyarakat secara terstruktur secara jangka panjang, dan lain sebagainya. Intinya buat Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita. Jika ke empat hal yang kami kemukakan di atas ini bisa kita lakukan berarti kesempatan diri kita berumur panjang sudah kita miliki, yaitu dikenangnya diri kita melalui perbuatan baik yang dapat dinikmati oleh generasi yang datang kemudian hari. Hal yang harus kita pegang teguh agar selalu berumur panjang adalah jadikan niat ikhlas dalam mencari ridha sebagai pedoman kita

Dalam pelaksanaan ibadah ikhsan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara ini, jangan pernah menunggu waktu yang tepat, jangan pernah menunggu ada teman yang akan membantu. Lakukan sekarang juga. Lakukan sendirian agar yang lain termotivasi dengan apa apa yang kita lakukan. Jangan pernah mendengarkan ocehan, omongan orang lain atas apa yang kita lakukan. Biarkan para pencemooh mencemooh kita, biarkan kritikus mengkritisi kita. Terus dan terus berkarya dengan tetap menjaga niat ikhlas untuk mengejar dan memperoleh ridha Allah SWT. Jika hal ini mampu kita lakukan sekarang ini berarti kita berani membayar mahal atas tiket masuk ke syurgaNya Allah SWT. Syurga itu mahal. Syurga bukanlah sesuatu yang bisa dikonversi dengan pahala. Syurga adalah bentuk penghargaan Allah SWT kepada umatnya yang telah sukses melaksanakan misinya sebagai Abd’ (hamba)Nya dan juga sebagai khalifahNya di muka bumi. Sehingga masuk syurga hanya bisa terealisir melalui ridha dan rahmatNya semata. Semoga kita bisa bertemu, berkumpul dengan anak, keturunan kita masing masing di syurga. Amiin. 

7.    Ikhsan kepada Binatang. Berbuat Ikhsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar, mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya di luar kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam. Sebagaimana hadits berikut ini: “Maka apabila kamu membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik, dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya”. (Hadits Riwayat Muslim).  

8.    Ikhsan kepada Alam Sekitar. Alam raya beserta isinya diciptakan untuk kepentingan manusia. Untuk kepentingan kelestarian hidup alam dan manusia sendiri, alam harus dimanfaatkan secara bertanggungjawab, tidak merusaknya, sebagaimana termaktub dalam  surat Al Qashash (28) ayat 77 berikut ini: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan.” 

Ibadah Ikhsan juga bisa ditinjau dari sisi yang lainnya, yang kemudian dapat dibedakan menjadi tiga aspek fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ikhsan dalam bentuk ibadah, ikhsan dalam bentuk muamalah, dan ikhsan dalam bentuk akhlak, yang akan kami kemukakan di bawah ini. 

1.    Ibadah Ikhsan Dalam Bentuk Ibadah. Kita berkewajiban melaksanakan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar seperti menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah SWT senantiasa memantaunya hingga kita merasa bahwa kita sedang dilihat dan diperhatikan oleh Allah SWT. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah SWT senantiasa memantaunya, karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. 

Inilah maksud dari perkataan Rasulullah SAW yang berbunyi, “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” Sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Selain jenis ibadah yang telah kami sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, sopan dan hormat terhadap sesama manusia, mendidik anak, menyenangkan istri, meniatkan setiap usaha untuk mendapat ridha Allah SWT, dan masih banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika kita ingin mewujudkan ibadah Ikhsan dalam ibadahnya. 

2. Ibadah Ikhsan Dalam Bentuk Muamalah. Ibadah Ikhsan dalam hal muamalah, telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat An Nisaa (4) ayat 36 yang kami kemukakan berikut ini:“sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” Adapun hal hal yang termasuk di dalam ibadah Ikhsan dalam hal muamalah dapat kami kemukakan sebagai berikut, yaitu: (a) Ikhsan kepada kedua orang tua;  (b) Ikhsan kepada karib kerabat; (c) Ikhsan kepada anak yatim dan fakir miskin; (d) Ikhsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat; (e) Ikhsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya; (f) Ikhsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia; (g) Ikhsan dengan berlaku baik kepada binatang dan tumbuhan atau kepada sesama makhluk Allah yang lainnya. 

[294] Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang Muslim dan yang bukan Muslim.

[295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya. 

3. Ibadah Ikhsan Dalam Bentuk Akhlak. Ibadah Ikhsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat Ikhsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah SWT seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah SWT senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak Ikhsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap Ikhsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.Jika kita ingin melihat nilai ibadah Ikhsan pada diri seseorang yang diperoleh dari hasil maksimal ibadahnya maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya. Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia, dengan lingkungannya, dengan pekerjaannya, dengan keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah SAW. mengatakan dalam sebuah hadits, “Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.”  

Adapun orang orang yang mampu melaksanakan ibadah Ikhsan maka orang tersebut dapat dipastikan mampu mentaati perintah dan larangan Allah SWT dengan ikhlas; senantiasa amanah, beriman, jujur dan menepati janji; mampu merasakan nikmat dan haus akan ibadah; selalu mewujudkan keharmonisan masyarakat yang pada akhirnya mampu mendapatkan ganjaran amal kebaikan dari Allah SWT. 

Selanjutnya agar diri kita mampu melaksanakan ibadah Ikhsan dalam kerangka melaksanakan Diinul Islam secara kaffah maka kita harus menyembah dan beribadah kepada Allah SWT semata; memelihara kesucian aqidah; selalu mengerjakan ibadah yang sesuai dengan syariat yang berlaku; selalu menjaga hubungan baik dengan keluarga, tetangga dan masyarakat; selalu melakukan perkara-perkara yang baik; selalu bersyukur atas nikmat Allah SWT. Akhirnya, Ibadah Ikhsan dapat kita katakan sebagai puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba saat hidup di muka bumi ini. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah SWT tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat Ikhsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya. Semoga kita semua dapat mencapai hal ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar