DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
1. Riang Diberi Ancaman dan Gundah Diberi Hadiah. Perumpamaan orang yang membaca AlQuran tetapi tidak
tahu maknanya adalah seperti raja yang menulis surat kepada pekerjanya. Dalam
surat tersebut terdapat perintah dan larangan serta janji atas ketaatan dan
ancaman atas pelanggaran. Si pekerja menjaga baik-baik surat sang raja. Ia
melaksanakan sebagian yang dijanjikan dan mengabaikan sebagian ancaman. Ia
membaca surat itu setiap hari. Setiap kali sampai pada ancamam dan sesuatu yang
dapat mencelakakan diri, ia justru bernyanyi dengan riangnya, seolah-olah ia sedang
mendendangkan lagu kegembiraan. Ketika sampai pada pemberian hadiah kabar
gembira, dan penghormatan, ia malas dan tidak bersemangat, seolah-olah ia
gundah mendengarnya. Dalam membaca surat sang raja, ia tak ubahnya seperti
orang gila.
Dalam AlQuran terdapat perintah dan larangan,
janji dan ancaman, berbagai informasi masa lalu sebagai pembangkit harapan dan
peringatan, sejumlah perumpamaan serta karunia dan anugerah-Nya. Apabila
seseorang tidak mengetahui semua ini dan hanya puas dengan membaca, ia bagaikan
pekerja yang setiap hari membaca surat raja tanpa mengerti isinya. Pembaca
AlQuran ibarat orang yang melewati jalan lengang. Kadangkala ia dihadapkan pada
sejumlah rintangan yang harus dilewati. Itulah ukuran kebenarannya dalam
menanggapi perintah dan larangan-Nya. Kadangkala ia harus menghadapi padang
sahara. Itulah ancaman-Nya. Kadangkala ia harus melalui tanah gersang. Itulah
tempat sejumlah kaum yang Allah gambarkan dan puji dalam kitab-Nya. Kadangkala
ia menemui kawasan rimbun. Itulah nikmat-Nya yang beraneka ragam. Kadangkala di
tempat tersebut ia menemukan kebun berhias mawar dan melati. Itulah keterangan
tentang sejumlah karunia-Nya. Kadangkala ia menemui sejumlah tanaman di kebun itu.
Itulah sebagian anugerah-Nya untuk sang hamba. Kadangkala ia melewati tanah
berduri dan penuh dengan binatang buas. Itulah penjelasan tentang aneka macam
nafsu dan tipuan syaitan.
AlQuran mengandung semua itu. Barangsiapa membaca AlQuran tanpa memahaminya,
ia bagaikan orang mabuk dan seluruh isi AlQuran pun berlalu begitu saja tanpa
bekas. Ia menyanyi dan bergembira ketika seharusnya berduka cita. Ia
mengangkat kepala saat seharusnya menundukkan kepala. Ia riang dikala diberi
ancaman dan gundah kala diberi hadiah.
2. Menikmati Hidangan
Favorit.
Orang yang membaca seraya merenungkan Kitabullah ibarat orang baik yang
mengunyah makanan kesukaan di mulutnya. Ia merasakan betul kenikmatan makanan
itu di mulutnya, di tenggorokannya, bahkan di dadanya. Ia tidak pernah bosan
memakan dan menelannya. Demikian pula orang yang membaca AlQuran seraya
meresapinya sebagai kalam Tuhan. Ia berkata dalam hatinya, “Tuhan menempatkan kalam-Nya dalam dadaku
hingga menetap di sana. Dia membuatku mampu
untuk mengeluarkan nya dari dadaku
sehingga terucap oleh lisanku dengan bantuan rongga mulut, gigi, dan kedua
bibir. Dia menurunkannya di antara dada dan lisanku.” Matanya menjadi
tenang dan sejuk dengan pemikiran dan perenungan tesebut. Ia mengucapkannya di
lisan, tenggorokan, dan bibir sebelum sibuk dengan rahasia dan maknanya. Di
lain sisi. Allah SWT menggambarkan kalam-Nya sebagai kemuliaan, keagungan,
keluhuran, dan pengawasan. Kemuliaanya terletak pada kemudahan yang disertai
kehalusan dan penjelasan. Keaagungannya terletak pada perintah dan larangan.
Keluhurannya terletak pada kosa kata. Pengawasannya terletak pada pembersihan
hati dan ketiadaan penyerupa.
3. Bintang dan Rambu. Ulama ibarat bintang
yang dijadikan petunjuk dan rambu yang dijadikan panduan. Bila bintang lenyap,
manusia bingung. Bila mengabaikan rambu, manusia akan tersesat.
4. Mata Air bagi Sungai
Besar. Pemimpin
tak ubahnya seperti mata air bening bagi sungai yang besar. Ketika manusia
masuk ke dalam sungai dan mengotorinya, mengalirlah air yang jernih dari mata
air tersebut. Jika kekeruhan bersumber dari mata air, tentu sungai akan kotor
seluruhnya. Bila itu terjadi, yang dapat dilakukan adalah menutup mata air.
5. Pasak dan Tiang. Perumpamaan masyarakat dan pemimpin adalah seperti kemah yang hanya bisa tegak dengan tiang
dan tiang itu pun hanya bisa tegak dengan pasak. Manakala pasak dicabut, tiang
akan goyah.
6. Biji Mata. Hati seperti biji
mata. Benda kecilpun menyibukkannya. Hati juga disibuk-kan dengan hal hal kecil.
7. Kebingungan Mendengar
Panggilan. Mukmin
yang berdosa lalai tak ubahnya seper-ti orang yang berada di reruntuhan di
tengah padang pasir. Ia mendengar suara dari berbagai arah menyerunya,
sementara ia tidak mengetahui siapa yang memanggil, siapa yang dipanggil, dan
panggilan mana yang harus dijawabnya. Ia tertawan oleh suara panggilan. Mukmin
seharusnya merasa tenteram dengan suara Allah SWT. Dalam segala hal ia pasrah
dan bergantung hanya padaNya.
8. Penjual yang Menjual
Lebih. Orang
berakal dan benar benar berislam (berserah diri) bagaikan orang yang menjual
rumah tempat tinggal. Kepadanya dikatakan, “Serahkanlah yang telah kau jual.”
Seketika itu pula ia keluar dan meninggalkan seluruh perabotan rumahnya seraya
berkata kepada pembeli. “Seluruh perabotannya gratis untukmu dan ini kuberikan
kembali uangmu.”
9. Utusan Meminta Maaf,
Pengutus Larut dalam Dosa. Perumpamaan orang yang lalai dalam shalatnya adalah
seperti orang yang berbuat salah kepada penguasa kemudian ia mengutus seluruh
budak dan pelayannya untuk meminta ampunan kepada sang penguasa. Sementara itu,
ia sendiri malah sibuk dengan syahwatnya. Dalam kondisi demikian, tentu sang
penguasa akan menjawab, “Engkau telah berbuat salah kepadaku dan mengabaikan
perintahku. Kauutus mereka guna mewakilimu untuk meminta ampunan, namun engkau
sendiri justru sibuk dengan syahwatmu.” Ia pasti mendapat murka. Apalah artinya
permohonan maaf palsu yang dimintakan oleh pelayannya itu.
10. Pengemis yang
Langsung Pergi. Itulah
perumpamaan orang yang berdoa tanpa hati yang penuh harap dan cemas. Ia tak
ubahnya seperti pengemis yang meminta sesuatu di depan pintu rumah, namun ia
langsung pergi dan tidak berhenti. Ketika permintaannya hendak dipenuhi, tuan
rumah tidak menemukannya. Tuan rumah pun masuk kembali dengan membawa sesuatu
yang tadinya hendak diberikan kepada si pengemis. Tuan rumah berkata, “Pengemis
sudah pergi.” Begitulah kondisi pengemis yang langsung pergi dari setiap pintu
rumah; ia tidak mendapatkan apa apa. Demikian pulalah kondisi orang yang berdoa
tanpa disertai kehadiran hati.
11. Pujian Orang Mabuk. Perumpamaan orang
yang memuji Tuhan dengan hati lalai adalah seperti orang yang berbuat salah
kepadamu. Dalam kondisi sadar, ia tidak meminta maaf kepadamu. Dalam keadaan
mabuk, ia berdiri dihadapanmu lalu mencium kedua kakimu seraya memuji dengan
berbagai pujian. Bukankah engkau tahu bahwa orang tersebut tidak memahami
ucapan dan perbuatannya sendiri. Ucapan dan perbuatannya tidak bermanfaat.
12. Penjilat. Orang yang memuji
Tuhan tanpa mengetahui makna ucapannya ibarat orang yang membawakan seuntai
syair untuk raja. Setelah mendengar syair itu, raja bertanya, “Apa ini?” Ia
menjawab, “Ini pujian yang kuberikan untukmu.” “Engkau mengetahui makna
pujianmu?” Tanya raja. “Tidak” jawabnya, “Yang kutahu ini adalah pujian.” Raja
bertanya, “Dari mana engkau tahu bahwa ini adalah pujian?” Bisa jadi ini adalah
ejekan.” Ia pun bingung, lalu mengaku, “Aku hanya bermaksud mendapatkan sesuatu
darimu.” Akhirnya, setelah mendapatkan apa yang diminta, ia segera diusir dari
hadapan raja.
13. Gembira Memasuki
Taman dan Sedih Terkena Duri. Diriwayatkan bahwa Ibrahim al Nakh’i
merendahkan suaranya bila ia membaca ayat: “Allah
mempunyai anak” (surat Al Baqarah (2) ayat 116).
Diriwayatkan pula oleh sejumlah tabiin bahwa beliau membaca surat Al Furqan
(25) ayat 60 selama empat puluh malam. Setiap malamnya ketika sampai pada ayat:
“Mereka berkata, ‘Siapakah Yang Maha Pengasih itu?” ia jatuh pingsan. Ini
terjadi selama empat puluh malam. Setiap kali sampai pada ayat tersebut, ia tak
mampu melanjutkan.
Itulah gambaran orang
yang sadar terhadap apa yang ia baca. Barangsiapa membaca seraya menghayati
makna, suaranya akan terhenti dan tersendat ketika sampai pada ayat semacam
itu. Saat membaca ayat hukuman, ia lemah lunglai. Tatkala melewati padang
sahara, ia haus dan payah. Tatkala memasuki kebun dan taman, ia senang dan
berdendang. Tatkala memakan tanaman dalam taman, ia menjadi mabuk, mabuk cinta
kepada Allah SWT. Hatinya pun lalai terhadap segala sesuatu selain-Nya. Tatkala
sampai di tempat penuh duri, ia merintih dan sedih. Tatkala sampai di kawasan
penuh binatang buas, ia menggigil ketakutan. Tatkala mendapat tantangan musuh,
ia waspada dan meminta pertolongan Tuhan.
Itulah berbagai
kondisi hati pesadar, yang membaca AlQuran dengan penuh renungan. Hati mereka
berubah-ubah sesuai dengan pengertian ayat yang mereka baca. Ketika berada di
padang pasir, mereka kelelahan menanggung beban berat di pundak. Ketika
singgah, mereka pun beristirahat. Itulah karunia dan kasih sayang Allah kepada
hamba-Nya saat melihat kondisi hatinya yang letih dan penat setelah melewati
jalan yang kami gambarkan. Hati sang hamba dilapangkan-Nya dan diberi-Nya
cahaya saat ia membaca sejumlah ayat, sehingga ia terus mengulangi ayat-ayat
ini. Bisa jadi ia menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca sejumlah ayat
karena sesuatu yang terkandung di dalamnya. Itulah saat istirahatnya hati. Saat
itulah ia menurunkan beban hingga kekuatannya pulih kembali.
14. Sekedar Tahu Kata
Orang.
Perumpamaan orang yang memuji Tuhan dengan mema-hami maknanya dari orang lain
adalah seperti seorang penyair yang mendatangi dan melantunkan syair pujian
kepada raja. Setelah mendengar syair, raja bertanya, “Engkau memang mengenal
semua sifatku itu atau diberitahu orang?” Ia menjawab, “Aku diberitahu oleh
orang orang di pasar bahwa engkau demikian.” Kedudukannya pun jatuh dihadapan
raja dan ia hanya memperoleh sesuatu sesuai dengan kedudukannya yang telah
jatuh itu.
15. Pengenal Sejati. Orang yang mengenal
Allah SWT secara langsung lewat hatinya, bertutur, “Aku mengetahui sifat sifat-Mu
ini dengan pengetahuan yang melebihi pengetahuanku tentang diriku sendiri.
Pengenalanku tentang-Mu tidak pernah pudar.” Allah SWT berfirman: “Aku tidak akan menjadikanmu bodoh dengan
pengetahuanmu tentang-Ku, tidak akan mengaburkan pengenalanmu tentang-Ku, serta
tidak akan membuat keyakinanmu menjadi ragu, penglihatanmu menjadi buta dan
petunjukmu menjadi kesesatan. Aku akan mencukupimu dengan seluruh pengetahuanmu
tentang diri-Ku. Jika engkau mengenal-Ku sebagai Dzat Yang Maha Dermawan,
kedermawanan-Ku untukmu. Jika engkau mengenal-Ku sebagai Dzat Yang Maha Penyayang,
sayang-Ku untukmu. Jika engkau mengenal-Ku sebagai Dzat Yang Maha Pemurah,
kemurahan-Ku untukmu. Jika engkau mengenal-Ku sebagai Dzat Yang Mahakasih,
kasih-Ku untukmu. Jika engkau mengenal-Ku sebagai Dzat Yang Maha Lembut,
Kelembutan-Ku untukmu. Jika engkau mengenal kemuliaan-Ku, cinta-Ku untukmu.
Untukmu tambahan dan kelanggengan karunia-Ku. Tidaklah baik bagi-Ku, jika
engkau mengenal-Ku dengan sifat tertentu, Aku memperlihat kan sebaliknya
sehingga pengetahuan dan pengenalanmu tentang-Ku menjadi kabur. Aku seperti
yang kau kenal secara benar. Aku
hadirkan untukmu sesuatu yang kau kenal dari Diri-Ku agar pengetahuanmu menjadi
nyata.
Ini senada dengan sabda Nabi SAW: “Seandainya kalian benar benar mengenal
Allah, niscaya gunung gunung bergeser dengan doa kalian. Seandainya kalian
takut kepada Allah dengan takut yang sebenarnya, kalian telah mendapatkan ilmu
yang tidak pernah bercampur dengan kebodohan.” Barangsiapa mengenal-Nya
dengan benar, ia mengenal kekuasaan-Nya. Barangsiapa mengenal kekuasaan-Nya, ia
tidak merasa aneh dengan bergesernya gunung. Barangsiapa mengenal kemurahan-Nya
secara benar, ia tidak akan merasa aneh kalau doanya agar gunung digeser
terkabul. Barangsiapa sejati takut kepada-Nya, hilanglah kebodohan dari
dirinya, karena rasa takut adalah cahaya dari-Nya. Ketika cahaya itu memenuhi
hati, ia akan takut dengan rasa takut yang sebenarnya. Kebodohan pun sirna,
sebab hati hidup dengan cahaya Allah. Ilmu bersumber dari kehidupan, sedangkan
kebodohan bersumber dari kematian.
16. Pengagum Peti, Bukan
Isi.
Pembaca Kitabullah (AlQuran) yang lalai akan apa yang dibacanya ibarat orang
yang menghadapi beberapa peti. Dalam setiap peti tersimpan permata yang dikirim
oleh raja untuknya. Ada peti yang berisi yaqut merah, ada yang berisi yaqut
kuning, dan yang berisi yaqut biru. Peti peti lain berisi zamrud dan mutiara.
Yang ia lakukan hanyalah menghitung jumlah peti dihadapannya. Ia mengetahui
bahwa isi peti sangat berharga, tetapi ia tidak menikmatinya. Itu karena
matanya tertuju kepada peti, bukan isi peti. Apa yang terlihat oleh matanya
dianggap indah oleh jiwanya. Pengetahuan tentang nilai dan mahalnya permata
dalam isi peti sama sekali tidak menggerakkannya. Ia bagai orang ngantuk yang
nyaris tidur. Seandainya ia memeriksa isi peti dan melihat permata yang
bersinar, tentu ia sangat gembira dan hatinya pun terpikat. Bila melihat
namanya terukir di permata, kekagumannya bertambah besar. Ia semakin senang dan
bahagia. Ia pun bergumam, “Aku mendapat tempat di sisi raja. Beliau mengirim
permata berharga ini untukku dengan namaku tertera di atasnya. Seolah olah
beliau berkata, “Aku berikan semua permata ini untukmu dengan tera namamu
karena kedudukanmu yang mulia di sisiku serta perhatian dan cintaku kepadamu.”
Kitabullah (AlQuran) bagaikan permata itu. Ia
adalah kalam yang mulia. Huruf hurufnya ditata dan dirangkai oleh Tuhan alam
semesta dengan hikmah-Nya yang menjangkau Hari Penentuan. Dalam diri hamba yang
meresapinya, ia menjelma menjadi sebuah hikmah yang mencapai ilmu ketentuan
Tuhan. Barangsiapa telah meraih ilmu tersebut, ilmunya melimpah sebagaimana
terjadi pada Nabi Khidr as,. Beliau as, melintasi gurun sahara, menyelami
lautan, dan menyeberangi daratan pelajaran dengan ilmu ketentuan Tuhan. Dalam
hal, beliau as, melihat kekuasaan Tuhan Yang Mahaperkasa dan Mahagagah.
Kitabbullah (AlQuran) adalah “karya nyata”
Tuhan yang tidak dan tidak akan pernah mampu dibuat oleh para malaikat, rasul,
jin manusia dan seluruh makhluk. Pada setiap huruf, Dia meletakkan sesuatu
untuk hamba-Nya Dia mengetahui segala kebutuhan hamba-Nya. Karena itu, Dia
menyusun huruf huruf dengan hikmah tertentu di dalamnya. Melalui huruf huruf
itu Dia berbicara kepada hamba hamba-Nya, menyampaikan rahasia dan kabar
gembira, janji dan ancaman, peringatan dan pelajaran, dorongan dan rangsangan,
berita tentang sesuatu yang telah terjadi, serta seluruh informasi tentang
dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman: “Andaikan
manusia dan jin berkumpul untuk membuat (sesuatu) semisal AlQuran, sungguh
mereka tidak akan mampu membuat yang semisal dengannya walaupun mereka saling
membantu. (surat Al Israa’ (17) ayat 88)
Orang yang tidak memahami AlQuran tentu
bimbang akan hal ini. Barangkali ada yang mengklaim, “Bagaimana mungkin mereka
tidak mampu membuat yang serupa dengannya? Ia berbahasa Arab. Siapa pun yang
mau tentu bisa.” Ini adalah pikiran orang sakit dan ucapan orang linglung, yang
matanya tertutup. Mereka hanya mengaku, tetapi sebenarnya tidak, mengenal Tuhan.
Jin dan manusia tidak mampu membuat yang
serupa dengannya, karena seluruh kalamnya, yang tersusun dalam dua puluh sembilan
huruf, mengandung hikmah pada setiap hurufnya. Allah SWT menyingkapkan hikmah
hikmah itu kepada hamba hamba istimewaNya seperti para nabi dan para wali.
Barangsiapa menghayatinya, ia akan mendapatkan cahaya agung. Apabila cahaya itu
bersinar dalam dadanya dan ia melihat kandungan setiap huruf, ia memahami bahwa
ini adalah firman Tuhan Sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta. Ada yang
berkata, “Jelaskanlah kepada kami sesuatu yang dapat membuat kami mengerti
paparanmu,” Kami jelaskan dengan contoh.
Misalnya firman Allah SWT: “Dengan nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Untuk itu perhatikanlah huruf, “ba,
sin dan mim” pada kata “bismi”.
Dimana pada huruf ba’ terdapat baha’uh (keagunganNya), pada huruf sin terdapat sana’uh (keluhuranNya), dan
huruf mim terdapat majduh (kemuliaanNya). Barangsiapa
terdapat lentera dalam hatinya dan lentera itu menyinari dadanya, lubuknya akan
melihat keagungan, keluhuran dan kemuliaanNya tersebut. Ia akan menyaksikan
keagungan, keluhuran, dan kemuliaan Tuhan yang berlaku di alam ini. Ia tak
ubahnya seperti orang yang menghadapi sejumlah peti dan mengetahui bahwa di
dalamnya terdapat permata berharga yang berkilau dan menggembirakan hati.
Menikmati isi peti, ia berada dalam puncak kebahagiaan. Ketika melihat permata
yang bersinar nyaris menyilaukan matanya, ia terpesona. Ketika melihat namanya
terukir di permata permata itu, jantungnya hamper copot karena begitu bahagia
mengetahui kedudukannya di sisi sang raja.
Ada yang bertanya, “Bisakah
lebih diperjelas lagi?” Tuhan menurunkan firmanNya secara berangsur angsur.
Kitabullah adalah susunan kalam, dengan setiap huruf mempunyai kandungan masing
masing, yang difirmankan dan diturunkanNya. Jika memahaminya, engkau akan
terperanjat bahkan sebelum sampai kepada intinya.
17. Membaca Surat
Kekasih. Orang
yang membaca AlQuran dengan rasa cinta kepada Allah SWT, seperti orang yang
sangat rindu kepada kekasih, lalu membaca surat sang kekasih. Rasa rindunya
seketika bergelora. Ia memandang dan menikmati goresan jemari kekasihnya.
Hatinya menjadi tenteram dan kerinduannya terpenuhi. Demikianlah orang yang
rindu kepadaNya saat matanya tertuju kepada huruf huruf AlQuran. Kalam itu
terasa datang langsung dari Pemiliknya. Wahyu pun mengalir ke dalam dada dan
akalnya. Ia merasa tenteram dan menikmati bacaannya. Geloran rasa rindunya
menjadi tenang dengan meresapi kata kata dan kalamNya. AlQuran adalah kata kata
dan kalam-Nya.
18. Menjadikan Emas
sebagai Lonceng di Leher. Perumpamaan orang yang membaca Kitabullah (AlQuran) tanpa
memahaminya adalah seperti orang yang mengumpulkan perhiasan berharga dan
mahal. Ia meletakkan perhiasan itu dalam sebuah kantung dan digantung di
lehernya seperti lonceng unta. Bila ia berjalan beradunya perhiasan menimbulkan
suara. “Lonceng” tersebut begitu
berharga karena berisi perhiasan mahal, tetapi apakah manfaatnya? Gunanya tak
lain hanya menandakan bahwa “si unta”
sedang berjalan. Dan perumpamaan orang yang membaca AlQuran tanpa perenungan
adalah seperti lonceng di leher sapi. Yang terdengar dari dirinya hanyalah
suara lonceng.
19. Pedagang Tak Tahu
Barang. Orang
yang menyembah Allah SWT tanpa ilmu lak-sana orang berniaga tanpa melihat barang
dagangan dan tak tahu harganya. Kalau membeli, ia membeli dengan harga mahal,
tetapi kalau menjual, ia menjual dengan harga murah.
20. Penimbun Harta. Orang berilmu tetapi
tidak mengamalkannya dan tidak mengajarkannya kepada orang lain laksana orang
yang diberi banyak harta oleh Allah lalu disimpannya harta itu di bawah tanah.
Ia tidak membelanjakan harta itu untuk dirinya atau untuk orang lain. Ia dan orang
lain tidak mendapatkan manfaat dari hartanya. Harta itu akan menjadi bencana di
Hari Kemudian. Orang tersebut juga seperti anjing yang menempati satu tempat
untuk makan, tetapi ia sendiri tidak makan. Ia juga tidak membolehkan yang lain
untuk makan di sana. Yang datang ke tempatnya, disalak dan dihalau.
21. Pengguna dan Penderma
Harta.
Perumpamaan orang yang berilmu, menga-malkannya dan mengajarkannya adalah
seperti orang yang diberi harta oleh Allah SWT. Ia memanfaatkan dan menikmati
harta. Ia juga mendermakannya untuk tetangga, kerabat dan umat Islam.
22. Pengguna Harta hanya
untuk Diri Sendiri. Perumpamaan
orang yang menuntut ilmu da mengamalkannya tetapi tidak mengajarkannya kepada
orang lain adalah seperti orang yang diberi banyak harta oleh Allah. Ia memanfaatkan
dan menikmati sendiri harta tersebut siang dan malam, tetapi ia tidak memberi
sedikitpun kepada tetangga, kerabat, dan umat Islam.
23. Memerangi Orang Lain
dengan Membakar Diri Sendiri. Perumpamaan orang yang berilmu dan
mengajarkannya kepada orang lain, tetapi ia sendiri tidak mengamalkannya,
adalah seperti orang yang diberi harta banyak oleh Allah SWT. Setiap kali ada
yang mengambil dan mencuri hartanya, ia tidak perduli. Ia tidak pernah
membelanjakan hartanya untuk diri dan keluarganya sendiri. Akhirnya,
keluarganya mati dalam keadaan lapar dan telanjang. Ia pun dalam kondisi buruk
tanpa makanan dan minuman. Ia merugi di dunia dan akhirat.
Perumpamaan orang yang menuntut ilmu dan
tidak mengamalkannya tetapi memberikan kepada orang lain untuk berbangga dan
mencari kedudukan di dunia, adalah seperti lentera yang menerangi orang lain
tetapi membakar diri sendiri. Ia juga tak ubahnya seperti lentera di pinggir
rumah. Orang yang lewat dapat mengambil manfaat, sedangkan ia sendiri berada
dalam rumah yang gelap.
Perumpamaan orang yang mempelajari banyak
ilmu dan tidak mengamalkannya, sementara ia tidak pernah kenyang dalam menuntut
ilmu, adalah seperti orang yang setiap hari dan setiap saat mengumpulkan
berbagai jenis makanan, minuman dan buah buahan yang cepat busuk di rumahnya.
Ia sendiri sama sekali tidak memakannya meskipun lapar. Setiap hari ia hanya
memakan yang sudah kering dan rusak. Ia hanya melihat aneka makanan itu dan
tidak mau memakannya. Setiap hari ia tidak pernah puas mengumpulkan nya sampai meninggal
dunia. Akhirnya, rumahnya menjadi bau dan semua makanannya busuk sehingga harus
dibuang.
24. Aib dan Cela
dihadapan Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda: “Demi yang menggenggam jiwa Muhammad, sungguh aib dan
cela bagi hamba ketika ia berada di hadapan Allah SWT, seraya berharap untuk
dibawa ke syurga, padahal ternyata diketahui bahwa ia akan digiring ke neraka.
Itu menjadi aib dan cela dihadapan Allah karena hati dan ruhnya sakit. Sakitnya
ruh dan hati jauh lebih hebat daripada sakitnya jasad, karena tanpa jasad pun
ruh dapat merasa sakit, sedangkan jasad merasa sakit dengan adanya ruh. Bila
ada sesuatu yang menyerang jasad, ruh merasa sakit. Bila ada sesuatu yang
menyerang ruh, ia jauh lebih sakit karena kehidupan dan kepekaan terdapat dalam
ruh.
25. Ahli Tauhid yang Mendapat Siksa.
Ahli tauhid yang mendapat siksa, bila dilemparkan ke dalam neraka, dimatikan
sesaat sampai tubuhnya terbakar api, kemudian dihidupkan kembali. Begitulah
Rasulullah SAW terangkan kepada kita. Menafsirkan firman Allah SWT: “…..maka sesungguhnya baginya neraka jahannam.
Ia tidak mati di dalamnya dan tidak juga hidup. (surat Thaahaa (20) ayat 74.) beliau
bersabda: “Orang orang yang memang merupakan penghuni neraka, mereka tidak mati
dan tidak hidup. Adapun orang yang bukan penghuninya, neraka akan membuatnya
mati sesaat, kemudian ia bangkit dan mendapat syafaat.” Mereka yang tidak mati
dan tidak hidup di dalamnya tidak memiliki kehidupan di syurga, karena
kehidupan penduduk syurga berasal dari sucinya kehidupan di bawah arsy. Dengan
hembusan asrylah penduduk syurga hidup.
26. Kehidupan Penduduk
Neraka.
Kehidupan penduduk neraka bersumber dari air bekas cucian penduduk syurga.
Ketika mereka meminum air kehidupan di pintu syurga, hilanglah kotoran,
penyakit dan beban mereka. Air bekas cucian itu mengalir ke pintu neraka untuk
memberi minum penduduk neraka, sehingga mereka hidup dengannya. Kehidupan yang
mereka rasakan begitu pahit. Mereka sama sekali tidak mendapatkan kehidupan
yang nyaman. Mereka tidak hidup dan tidak mati. Nah, orang yang mendapat aib
dan cela dihadapan Allah SWT, rasa takut, cemas dan malu membuatnya jauh lebih
tersiksa daripada orang (beriman) yang dimatikan di neraka. Api neraka memakan
jasadnya, tetapi rahmat Allah SWT tetap menyelimutinya. Dengan itulah ia selamat,
dibebaskan setelah Allah membersihkannya, kemudian ia dibawa ke syurga dalam
kondisi suci.
27. Tubuh adalah Cetakan. Allah SWT
menciptakan kita. Dia menjadikan tubuh kita sebagai cetakan hati, nafsu kita
sebagai sumber syahwat, kepala kita sebagai sumber akal, dada kita sebagai
sumber ilmu, hati kita sebagai sumber kekayaan ma’rifat, perut kita sebagai
tempat energi dan tempat berkumpulnya urat yang mengalir energi dalam darah,
serta limpa kita sebagai sumber kasih sayang. Selanjutnya, Dia memberikan
kepada kita ruh yang hidup dan meliputi segenap diri kita. Dengan kehidupan
ruh, muncullah gerakan pada seluruh tubuh kita. Dia lalu menerangi hati kita
dengan cahaya cinta-Nya agar hati kita hidup bersama-Nya. Dia tanamkan di
dalamnya cahaya petunjuk agar kita mendapat petunjuk dalam bergerak. Dia
kemudian menjadikan ma’rifat sebagai pemimpin atas akal. Dia menciptakan hawa
nafsu dan menempatkannya sebagai sekutu musuh.
Setelah itu, Dia berikan untuk keduanya jalan
menuju akal. Dia memberikan kekuasaan kepada hawa nafsu untuk bisa mengalahkan
akal, memadamkan ilmu, membuka pintu kesombongan, mengalahkan ruh, serta menipu
dan menjadikan jiwa (nafs) sebagai pemimpin. Apabila jiwa merasa jadi pemimpin,
ia tertipu dan berjalan bersama hawa nafsu. Hawa dan nafsu saling membantu
menyerang hati. Ia seperti pihak luar yang mengambil alih kekuasaan, lalu
menahan, memenjarakan, dan mengikat sang pemimpin kota. Ia kemudian menghabisi
harta kekayaan, melumpuhkan para prajurit, dan duduk sebagai pemimpin. Ia
menghancurkan kota dan berbuat kerusakan terhadap rakyat.
Tuhan memerintahkan kita dengan sejumlah hal
dan melarang kita dari sesuatu yang dapat merusak pengaturannya atas diri kita,
yakni maksiat. Perintah dan larangan-Nya ibarat obat yang membuat jiwa kita
bebas dari penyakit agama. Dia menasehati kita seperti dokter penyayang yang
memberi obat. Sang dokter mengingatkanmu
untuk menghindari hal hal tertentu. Tuhan mengingatkan kita untuk tidak
mengikui ajakan hawa nafsu, rayuan dunia, serta tipu daya setan. Dia memberimu
modal ilmu, akal, mak’rifat, waktu, ingatan dan kecerdasan. Dia lalu
menguatkanmu dengan kalam-Nya sebagai pengontrol atas kitab kitab suci lain,
sebagai cahaya dan obat hati serta sebagai petunjuk dan rahmat. Dia bahkan
membekalimu dengan 99 (sembilan puluh sembilan) nama namaNya yang indah lagi
baik.
28. Mulut Comberan. Dalam suatu riwayat
disebutkan, ada seorang wanita yang selalu berkata kata kotor. Suatu ketika ia
bertemu dengan Rasulullah SAW yang sedang memakan daging. Si wanita berkata,
“Berilah aku apa yang engkau makan, wahai Rasulullah!” Nabi SAW segera
memberinya daging yang ada dihadapan beliau. Wanita tersebut berkata, “Bukan.
Maksudku, yang ada di mulutmu.” Beliau SAW pun mengeluarkan daging yang di
mulutnya dan memberikannya kepada wanita itu. Si wanita menelan daging itu.
Seketika ucapan kotornya lenyap. Ia menjadi wanita yang tawaduk, selalu menjaga
kehormatan, dan pemalu. Itu dengan makanan dari mulut manusia yang Allah
muliakan dan sucikan. Apatah lagi dengan kalam Tuhan?! Karena itulah Dia berfirman
tentang AlQuran, “Wahai manusia! Sungguh,
telah datang kepadamu pelajaran (AlQuran) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit
yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman. (surat
Yunus (10) ayat 57).
Sedangkan tentang lebah, Dia berfirman: “…..Dari perut lebah itu keluar minuman
(madu) yang bermacam macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar benar terdapat
tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir. (surat An Nahl (16) ayat 69).”
Orang yang meminum madu akan mendapat kesembuhan, sebab madu adalah minuman
yang keluar dari perut makhluk yang tunduk kepada wahyu Allah dan meniti jalan
yang Allah tunjukkan kepadanya. Karena itulah madu berasa manis dan menjadi
obat bagi tubuh. Apatah lagi dengan Kalam Allah?! Yang tak bisa memahami hal
ini adalah orang yang berhati mabuk, sehingga ia lalai kepada Allah. Ia
mencintai nafsu dan menyenangi syahwat. Orang yang sadar dari mabuk dan hatinya
hidup bersama Allah, akan mencurahkan perhatian dan senang kepada-Nya.
Sebagaimana orang yang sedang mabuk tidak
merasakan manisnya madu saat ditelan, orang yang mabuk karena mencintai syahwat
tidak bisa merasakan manis dan nikmatnya kalam Allah. Kalam itu tidak menjadi
obat baginya, baik di mulut, di perut maupun di hati. Ia adalah budak yang lari
dari tuannya sehingga terkena hukuman. Allah SWT berfirman: “Akan Aku palingkan dari tanda tanda
(kekuasaanKu) orang orang yang menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang
benar…….(surat Al A’raaf (7) ayat 146).” Setiap orang yang sombong kepada
Allah pasti akan dihinakan dan dinistakan. Ketika mengagungagungkan diri dan
meminta penghormatan, ia justru dicampakkan. Ia mendapat hukuman dengan
dipalingkan dari ayat ayat-Nya, sehingga ia tidak bisa memahami dan tidak
menemukan kenikmatan pada Kalam Tuhannya.
29. Keras bagai Cadas. Akhlak buruk adalah
lawan kemuliaan. Orang yang berakhlak buruk hatinya keras. Kemuliaan (karim)
adalah kelembutan dan kerendahan hati. Ia seperti tanaman anggur. Kemana pun
kau Tarik, ia akan ikut. Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasululah SAW
bersabda: “Janganlah menyebut anggur dengan karm! Karm (kemuliaan) adalah
adalah hati orang mukmin.” Hati orang mukmin lembut dan selalu basah dengan
rahmat yang Allah berikan kepadanya. Ia beribadah kepadaNya. Sementara itu,
hati orang kafir kering dan keras seperti batu, karena ia tidak mendapat
siraman rahmat Allah. Ia dibuat kering oleh panasnya nafsu dan syahwat serta
dibuat keras oleh sikap angkuh dan sombong. Kalaupun pada dirinya ada sejumlah
akhlak mulia, itu karena tabiatnya semata, bukan karena makrifat kepada Allah
SWT. Ia niscaya melampaui batas hingga akhirnya mengabaikan dan mencampakkan
nilak akhlak.
30. Pujian Tak Sebatas
Kata.
Perumpamaan orang yang bertasbih adalah seperti orang yang tidak mampu
memberikan persembahan kepada raja sesuai dengan kapasitas kekuasaan dan
kekayaan sang raja. Ia pun memberi persembahan sesuai dengan kemampuannya lalu
berkata kepada sang raja, “Kupersembahkan ini dari tanganku sendiri dan dari
kalbu ini kupersembahkan pula apa yang sesuai dengan kebesaran tuan.” Dengan
ungkapan tersebut, sang raja mengetahui bahwa ia tulus dan memberikan balasan
atas itu semua.
31. Mata Air dengan Dua
Sumber.
Perumpamaan hati yang senantiasa berdzikir adalah seperti mata air yang
mempunyai dua sumber dan di dalamnya terdapat ikan ikan kecil. Ketika air
mengeruh, banyak ikan berlalu lalang. Mata air pun kembali bersih dan airnya
kembali jernih. Jika ikan hanya sedikit, sumber sumber mata air tertutup
kotoran yang bertumpuk, karena angin selalu bertiup dengan membawa debu dan air
bercampur dengan tanah. Bila sumber sumber tertutup, air menjadi tidak bersih
dan tidak mengalir. Demikian pula halnya dengan hati. Sumber sumber hikmah akan
tertutup bila kotoran jiwa dan debu hawa nafsu terkumpul. Setiap raja memiliki
pasukan dan tentara. Ketika pasukannya pergi, debu akan muncul.
Ketika hawa nafsu menghampiri jiwa, ia
membangkitkan syahwat. Hembusan angin syahwat pun menerpa jiwa. Terkumpullah di
dalamnya debu, asap, dan awan sesuai dengan kadar syahwatnya. Ada syahwat yang
mengandung awan, ada yang mengandung debu, dan ada yang mengandung asap.
Tatkala angina tersebut datang dengan membawa debu, awan, dan asap, sumber
sumber hikmah tertutup, karena hikmah bersumber dari inti ketulusan. Ketulusan
adalah yang tampak pada diri hamba dari bathin ke lahir, sementara ketulusan
adalah dari bathin ke bathin. Ia muncul dari bathiniah hati ke lahiriah dada
(shadr), sehingga jiwa dapat melihat. Dari ketulusan itulah hikmah tertinggi
muncul.
32. Hikmah Tertinggi. Seseorang bertanya,
“Apakah yang dimaksud dengan hikmah tertinggi?” Ia adalah inti hikmah. Setiap
ilmu memiliki hikmah. Sebagaimana ilmu ada dua macam demikian pula hikmah. Ilmu
terdiri dari dua macam karena ilmu tentang Tuhan berbeda dengan ilmu tentang
aturan (tadbir) Tuhan. Setiap ilmu memiliki hikmah. Hikmah ilmu tentang sifat
Tuhan berupa ilmu tentang kekuasaan-Nya, sementara hikmah ilmu tentang aturan
Tuhan berupa ilmu tentang kepemilikan dan kepemeliharaanNya. Hati seorang
mukmin adalah gudang Allah berisi harta kekayaan. Harta kekayaan ini selalu
diincar oleh perampok. Ada yang bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan harta
kekayaan itu?”
33. Harta Kekayaan. Allah SWT
memberikan makrifat kepada semua ahli tauhid, hingga mereka mengetahui dan
mengenal-Nya, Makrifat ibarat kantung berisi permata permata yang berharga,
seperti berlian, yaqut dan zamrud. Nilai setiap permata setara seluruh emas dan
perak yang terdapat di dunia. Semua permata itu terdapat dalam sebuah kantung.
Siapa yang menerimanya lalu ditanya, “Berapakah menurutmu nilainya?” ia
barangkali menjawab, “Seratus dirham.” Ketika membuka dan melihatnya, ia akan
semakin melihat. Ketika ditanya kembali, “Berapa menurutmu harganya?” ia
menjawab, “Seribu dirham.” Itulah penglihatan mata.
Ketika ia melihatnya lagi dengan cahaya ilmu,
ia tidak mampu menghitung nilai nilai permata permata itu. Ia akan berkata,
“Setiap permata lebih berharga daripada emas dan perak seisi dunia.” Ketika itulah
ia benar benar menjaga dan menugaskan para wakilnya untuk melindugi kantung
tersebut. Dalam kondisi ini, rasa puas terhadap seluruh permata muncul dalam
hati. Dari sana, muncul pula kepuasan fisik yang tampak lewat keadaan lahiriah,
makanan, minuman, pakaian dan kendaraannya.
Makrifat mencakup seluruh nama Allah dan ilmu
tentang sifat kuasa-Nya. Setiap bagian ilmu tersebut memenuhi antara arsy dan
bumi, bahkan lebih. Setiap nama-Nya menjadi tempat bergantung dan tempat
bersandar hamba. Setiap nama-Nya menjadi wahana yang menghantar hamba kepada
Tuhan dan syafaat bagi hamba di hadapan Tuhan. Inilah kantung rahasia yang
memenuhi dunia dan akhirat serta memenuhi alam malaikat di atas arsy. Para ahli
tauhid mencapai ini atas kemurahan Allah SWT, kasih sayang-Nya yang maha besar
dan rahmat-Nya yang mahaluas.
34. Poros Penggilingan. Makrifat ibarat
poros kincir. Kincir berputar pada porosnya dengan air. Perputarannya
dipengaruhi oleh besaran dan kekuatan air. Kekuatan kincir terletak pada
porosnya, dari bawah sampai atas, serta pada sayap sayapnya. Ketika air turun,
ia mendorong dan memutar sayap sayap kincir. Poros pun berputar dan memutar
penggilingan. Demikian pula degan hati. Hati adalah kincir, sementara porosnya
adalah makrifat. Ilmu adalah air yang menggerakkan kincir. Jika makrifat tidak
memiliki sayap, air dan poros tidak bermanfaat. Ilmu merupakan bobot dan
makrifat memiliki cabang. Barangsiapa mengenal Allah, makrifatnya memiliki
sejumlah cabang. Apabila sayap sayap penggilingan berhamburan, meskipun air
mengalir, ia tidak berguna sama sekali.Ia tidak bisa memutar poros dan penggilingan.
Kerusakan sayap menyebabkan lenyapnya kekuatan penggilingan. Banyaknya air pun
tidak berguna. Demikian pula dengan ilmu, ia adalah kandungan hati. Ketika
cabang cabang makrifat bagus, hati menjadi kuat. Ia memutar penggilingan
sehingga dihasilkanlah amal amal bersih yang kemudian diturunkan berupa tepung
kepada anggota badan.
35. Keledai Pengangkut
Sampah.
Perumpamaan orang yang menggunakan akal, ilmu, otak, kecerdasan, dan jiwanya
untuk urusan dunia semata, bukan untuk Allah, adalah seperti keledai yang
mengangkut sampah dari berbagai tempat. Engkau begitu bersemangat melakukan
itu. Sore hari engkau pasangkan pelana kuda pada si keledai agar ia bisa
berjalan dengan cepat. Bagaimana mungkin itu terjadi, sementara kepenatan dan
pekerjaan telah menguras sebagian besar tenaganya? Keledai pun lemah lunglai.
Demikian pula dengan ilmu, akal, kecerdasan, pemahaman, kepandaian, dan jiwa.
Masing masing memiliki batasan, kekuasaan, dan kekuatan dalam tubuh ini. Jika
engkau mempergunakan semua itu dalam urusan dunia yang tidak naik kepada Allah
melalui pintu langit, ketajaman dan kekuatannya akan lenyap. Ia pun menjadi
lemah.
Daftar
Pustaka.
2. Al Hakim Al Tirmidzi, Menyibak Tabir: Hal Hal Yang Tidak Terungkap Dalam Tradisi Islam, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar