Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 14 Maret 2022

PERUMPAMAAN DARI PARA AHLI HIKMAH (PART 2 of 2)

 

DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

  

1.     Air Hujan Bercampur Air Sungai. Perumpamaan akal jika bercampur dengan hawa nafsu dalam sebuah urusan adalah seperti air hujan nan bening yang bercampur dengan air sungai nan keruh. Air bening bagai cermin; engkau dapat melihat segala sesuatu yang tampak padanya. Sementara itu, yang terlihat pada air sungai hanyalah fantasi.

 

Seorang raja menghamparkan keadilannya di tengah-tengah rakyat dan mengelola kekuasaannya dengan baik. Ia menyiapkan penjara dan hukuman bagi orang yang tidak taat, membagi tugas kepada para pekerja, menyiapkan pelayan dan petugas, memperlihatkan kekayaan dan kekuatan, serta memerintah dan melarang. Ia memberitahukan kepada rakyat bahwa siapa yang mengikuti perintahnya memiliki kedudukan tinggi di sisinya, akan mendapat imbalan, dan kebutuhannya akan dipenuhi, sedangkan orang yang tidak mengindahkan perintahnya dan malah menuruti hawa nafsu akan hina di sisi raja, tidak mendapat imbalan, dan bernasib buruk.

 

Pelaksanaan janji dan ancamannya terlihat oleh rakyat. Di antara mereka ada yang mengindahkan perintah raja, melaksanakan tugas, dan tulus mencintainya, sehingga ia menerima segala aturannya dengan hati senang, wajah ceria, kesigapan dan penuh hormat. Disamping itu, mereka juga menyebarkan kebaikan, akhlak, dan kasih sayang raja kepada rakyatnya. Mereka memberitahukan kondisi kerajaan, prajurit dan kekayaan raja. Mereka mendorong rakyat untuk menjaga  dan bersungguh sungguh menaatinya. Inilah kelompok yang memiliki kedudukan tertinggi di sisi raja  karena tulusnya cinta mereka.

 

2.        Hubungan Manusia dengan Allah. Demikian pula hubungan manusia dengan Allah SWT. Manusia termulia disisi-Nya adalah manusia yang paling bersyukur kepada-Nya, yang paling banyak menebar kebaikan, perbuatan dan akhlaknya sangat baik, yang paling mengetahui sifat-sifat-Nya, yang paling mengenal-Nya dan yang paling percaya kepada-Nya. Allah SWT memperlihatkan kekuasaan-Nya dan menciptakan makhluk dalam kekuasaan-Nya. Dan kemudian membuat semuanya bergerak di langit dan melata di bumi sesuai dengan bagian kekuasaan yang dianugerahkan-Nya.

 

Barangsiapa berjalan sesuai dengan petunjuk yang Dia berikan, ia telah merendahkan diri di hadapan kekuasaan-Nya dan menundukkan jiwa terhadap kekuasaan-Nya. Ketika dipanggil pada hari Kiamat, ia datang untuk mendapatkan hidangan yang telah disiapkan, pembaringan yang nyaman dan salam sejahtera dari Tuhan. Demikianlah sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: “Salam penghormatan kepada mereka pada hari mereka menemui-Nya adalah salam sejahtera, dan Dia telah menyediakan pahala yang mulia untuk mereka. (surat Al Ahzab (33) ayat 44)

 

3.      Pengikut Hawa Nafsu. Barangsiapa berjalan di kerajaannya dengan mengikuti hawa nafsu yang tenggelam dalam syahwat dan berbagai kenikmatan, ia telah berlaku sombong terhadap kekuasaan-Nya. Bagaimanakah pendapatmu tentang seorang hamba yang tercipta dari air hina dalam kegelapan rahim, di antara daging dan darah, dan keluar dari lubang kencing, haid dan nifas, lalu menyombongkan diri di hadapan Tuhan Yang Maha Besar?! Ia mengagungkan diri dan malah meremehkan hak-Nya. Ketika dipanggil pada hari Kiamat nanti, ia akan datang menuju suatu yang telah disiapkan oleh Tuhan dan mendapat murka-Nya.

 

4.     Orang Pintar dan Orang Pandir. Orang pintar yang hatinya Allah hidupkan mem-perhatikan ke tujuh anggota badan yang diberikan kepadanya, dunia yang dikuasakan kepadanya, serta berbagai hal. Ia tidak mempergunakan semua itu kecuali dengan perintah-Nya. Sementara itu, orang pandir yang hatinya dimatikan oleh syahwat beserta godaannya mencurahkan perhatian pada karunia yang diberi dan menggunakannya menurut selera hawa nafsu. Dengan begitu ia tidak mendapatkan janji-Nya dan berada dalam kerugian.

 

5.      Banci. Perumpamaan orang yang dikuasai oleh kelemahan sehingga tidak berjuang melawan nafsu dan menanggalkan keikhlasan dalam segala hal, lalu ia berbuat dusta, riya, munafik, adalah sepeti orang yang namanya tercatat dalam daftar laki-laki. Namun, ketika disingkap ternyata ia banci. Nama dan tubuhnya seperti laki-laki, tetapi tingkah lakunya seperti perempuan. Ia menjadi hina di tengah-tengah makhluk. Di hari esok bagaimanakah kondisi orang yang suka berpura-pura, riya, menjilat orang kaya, dan merendahkan diri di hadapan penguasa karena hasrat hawa nafsu?

 

6.        Menunda-nunda dan Mencampur Upeti dengan Barang Buruk. Perumpamaan orang yang kurang perhatian dalam melaksanakan kewajiban adalah seperti hamba yang membayar upeti kepada tuannya setiap bulan. Hamba yang buruk melambatkan pembayarannya sampai pertengahan bulan berikutnya. Kalaupun membayar ia mencampur upetinya dengan barang yang buruk. Sang tuan, dengan segala kemurahan dan kebaikannya, menerima semua itu dari si hamba, namun kedudukan si hamba rendah dalam pandangannya.

 

7.     Budak Lalai. Orang yang mengabaikan hak hak Allah laksana budak yang diserahi harta dan pelayan oleh majikannya. Sang majikan memerhatikan perbuatannya. Sang majikan melihat bahwa perhatian utama si budak hanyalah perut dan kemaluannya. Setelah perutnya kenyang dan syahwatnya terpuaskan, ia tidak peduli akan tugasnya. Ia adalah hamba yang sangat hina.

 

8.         Menolak Permata. Perumpamaan orang yang membaca AlQuran tanpa pemahaman adalah seperti orang yang diberi permata di Irak. Kepadanya diperintahkan, “Bawalah permata ini ke Khurasan dengan upah seratus dirham dan perdagangkanlah disana. Jika engkau menjualnya, hasilnya untukmu. Permata ini bernilai emas sepenuh rumah.” Ketika sampai di Khurasan, ia merasa cukup dengan upah yang telah diterimanya dan tidak mau memperdagangkan permata yang dibawanya. Ia diberi upah sebesar seratus dirham atas upayanya membawa permata itu. Akhirnya, tugas memperdagangkan permata dialihkan kepada orang lain.

 

Demikianlah orang yang membaca AlQuran tetapi tidak mau melakukan transaksi dengan Allah atas permata yang terkandung dalam AlQuran. Ia memperoleh upah atas usahanya membaca AlQuran, namun transaki dan laba permata tidak ia dapatkan.

 

9.        Gembiranya Allah dengan Tobat Hamba. Kita telah mengetahui tentang sabda Nabi SAW: “Allah lebih gembira dengan tobat hamba-Nya daripada gembiranya salah seorang kalian yang kehilangan tunggangan di tengah padang pasir yang gersang, padahal tunggangan itu mengangkut seluruh bekal, makanan dan minumannya. Ia mencari kesana kemari namun tidak menemukannya. Ia pun pasrah untuk mati dan bergumam, ‘Aku kembali saja ke tempat semula dan mati di sana.’ Ia kemudian kembali dan ternyata untanya berada di sana.

 

Diantara kegembiraan Allah SWT atas hamba-Nya adalah ketika Dia membanggakan amal manusia kepada para malaikat. Dia berfirman, “Wahai para malaikat-Ku, lihatlah hamba-Ku.” Begitu gembira dengan tobat dan amal hamba-Nya, Allah SWT membanggakan itu di hadapan para malaikat.  Dan diriwayatkan pula bahwa Allah SWT bergembira atas para hamba yang mendatangi padang Arafah . Firman-Nya, “Wahai hamba-Ku, kalian datang kepada-Ku dengan rambut kusut dan penuh debu dari seluruh pelosok negeri.”

 

10.  Dua Ekor Lembu. Perumpamaan hati dan jiwa adalah seperti dua lembu yang dipasangi kayu dan ditarik. Yang satu berjalan dengan mudah dan ringan serta dengan mengerahkan kekuatan penuh. Yang satu lagi mogok dan tak mau berjalan. Ia tidak mau mengerahkan kekuatannya. Kenyataan ini membuat pemilik kesulitan, karena kedua lembu tersebut adalah rekan kerja. Yang satu merasa berat dan ingin istirahat. Ia merasa berat untuk meninggalkan syahwat dan kenikmatan serta tidak mau capek dan lelah.

 

Jiwa ibarat lembu yang bodoh dan berat ini. Hati kosong dari syahwat, sementara jiwa merupakan sumber syahwat dan kenikmatan. Hati menghendaki Tuhan, sedangkan jiwa menginginkan syahwat dan kenikmatannya. Jiwa tak ubahnya seperti kapal penuh muatan yang berada di sungai dan sukar berjalan. Makin bertambah muatan, makin sukar dan beratlah untuk ditarik. Agar ringan ditarik, kapal harus dibuat sekosong mungkin dari muatan. Jiwa berjalan bersama hati sesuai dengan kehendak hawa nafsu. Kapal yang penuh muatan akan bergerak turun. Jika jiwa seseorang dipenuhi keinginan syahwat, ia bagai kapal sarat muatan besar. Untuk mencapai tujuan, kapal tersebut harus ditarik oleh banyak orang dengan susah payah.

 

11.     Anak Kecil Dalam Buaian. Perumpamaan tertipunya orang dungu oleh dunia adalah seperti anak kecil dalam buaian. Sang ibu menyusui, menyelimuti, mengasihi, dan bernyanyi untuknya hingga ia terlelap tidur. Demikian pula halnya dengan dunia. Kenikmatan dan kesenangan dunia menyusuinya, hawa nafsu menyelimutinya, dan angan-angan menyertainya, sehingga ia terlelap dan lalai dari akhirat. Makin panjang angannya, makin dalam pula lelapnya. Ia tenggelam dalam lautan tidur karena racun yang mematikan, yaitu cinta terhadap dunia. Ia mabuk cinta dunia. Ia pun menjadi sangat tamak. Itulah kebinasaan dalam agama. ‘Sang ibu’ juga memberinya candu, sehingga tidurnya kian lelap dan mabuknya kian berat. Jika tidak diberi obat, si anak akan mati.

 

Karena itulah Rasulullah SAW bersabda, “Cintamu terhadap sesuatu (dapat) membuatmu buta dan tuli.” Begitulah orang yang, oleh dunia, dibutakan dan dibuat tuli dari nasihat-nasihat Allah.  Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah dua serigala lapar yang dikirim ke kandang domba, lebih merusak daripada ketamakan seseorang terhadap harta.”

 

12.   Mencampur Makanan dengan Kotoran. Orang yang mencampur amal baik dengan amal buruk ibarat orang yang mempersembahkan hidangan enak, makanan istimewa, namun di dalamnya juga terdapat tulang bangkai, sampah dan kotoran binatang. Ketika hidangan tersebut diletakkan di hadapan raja dan kain penutupnya dibuka, betapa malu dan takutnya orang itu!

 

13.  Pekerja Giat dan Pekerja Lambat Kala Cuaca Panas. Orang yang melaksanakan perintah Allah dengan tulus karena Allah dan orang yang melaksanakannya karena hawa nafsu, tidak dengan hati yang tulus, laksana dua pekerja yang dipanggil oleh majikan. Sang majikan memerintahkan mereka untuk mendatangi kebun anggur sekaligus menyirami, memelihara, dan menjaga perkembangannya. Keduanya segera mengerjakan perintah tersebut. Siapa saja yang melihat, keduanya tampak taat dan patuh. Selanjutnya sang majikan hendak memberi ujian untuk mengenal hati dan jiwa mereka. Ia datang ke kebun anggur dan melihat keduanya ada di sana. Saat itu panas matahari sangat terik. Ia kemudian menyuruh mereka berdua untuk memanen. Yang satu langsung mengerjakan perintahnya, sedangkan yang lain lamban dan malas. Dari ujian itu, diketahui bahwa yang pertama taat kepada majikan secara tulus, sementara yang kedua karena hawa nafsu. Ketika perintah bertentangan dengan hawa nafsunya, ia tidak mau menurutinya dan lebih suka memperturutkan hawa nafsunya. Demikian pula halnya dengan hamba di sisi Allah SWT. Hamba yang beribadah kepada Allah karena hawa nafsu, bila datang kepadanya perintah yang berat, akan lari dan berpaling. Jika perintah itu memang sesuatu yang disukainya, ia bergegas melakukannya. Tentu saja ia tidak termasuk hamba yang ikhlas.

 

14.   Tembok atau Cermin yang Kotor. Perumpamaan orang yang menasehati hati rusak adalah seperti orang yang pergi ke tembok berdebu dan penuh abu. Setiap kali ia melumurinya dengan tanah, tanah itu tidak menempel dan jatuh. Hanya ada dua cara untuk mengatasinya: dibersihkan lebih dahulu dari debu dan abu agar tanah dapat langsung melekat, atau terus menerus dilumuri tanah sampai akhirnya melekat. Demikian pula dengan hati yang telah kotor karena banyak dosa. Jika dinasihati, nasihat akan jatuh seperti tanah jatuh dari tembok yang kotor. Jika hamba bertaubat lalu melakukan ketaatan terbaik hingga seolah-olah melihat Allah SWT dalam beribadah, itulah sikap ikhsan sebagaimana Rasul SAW gambarkan kepada Jibril as, saat berbicara tentang iman, islam dan ikhsan. Ikhsan adalah menyembah Allah  seolah-olah engkau melihat-Nya. Hatinya ibarat tembok yang dibersihkan kemudian dicat menjadi putih. Selanjutnya, ia diukir dan dihias sehingga menjadi indah dan bagus.

 

Nabi SAW bersabda: “Apabila hamba melakukan dosa, muncul goresan hitam di hatinya. Jika ia melakukan dosa lagi, goresan hitam bertambah. Bila terus begitu, hatinya menjadi hitam.” Beliau lalu membaca firman Allah SWT: “Tidak, tetapi hati mereka telah tertutup akibat amal perbuatan yang mereka lakukan.” (surat Al Muthafffin ayat 41). Beliau SAW melanjutkan, “Namun jika bertobat, hatinya menjadi bersih dan terang.”

 

Hati ibarat cermin. Bila kotor, apa yang terlihat padanya hanyalah khayalan belaka. Jika cermin bersih, semua yang berada dihadapannya, baik di belakang maupun di depan seseorang, dapat terlihat. Seseorang juga bisa melihat wajahnya sendiri. Jika cermin ini berhadapan dengan matahari, sinar matahari dapat memantul ke rumah yang tidak terkena sinar matahari. Ketika cahaya matahari dan cahaya cermin menyatu, akan terlahir cahaya lain yang menyinari rumah gelap menjadi terang. Demikian pula halnya dengan hati yang diliputi dosa. Ia bagai cermin yang kotor. Jika engkau memikirkan urusan akhirat, tak Nampak apa apa bagimu. Bila hatimu bersih karena tobat dan istighfar, ia laksana cermin yang bening. Ketika memikirkan dosa yang pernah diperbuat, keburukannya akan tampak jelas. Tatkala memikirkan apa yang Allah SWT siapkan untuk pelaku maksiat, hatimu akan gelisah karena gambaran hukumannya. Bila memikirkan syurga, engkau menjadi risau dengan kehidupan saat ini karena rindu akan kemuliaan yang Allah SWT anugerahkan kepada hamba-Nya. Saat memikirkan hari perhitungan, engkau menjadi resah dan malu kepada Tuhan.

 

15.   Lautan yang Dalam. Dunia tak ubahnya seperti laut yang dalam dan luas. Orang yang masuk tenggelam di dalamnya, karena ia tidak pernah melihat tepi lautan. Ia tidak tahu berapa lama ia harus berenang. Ia terus berenang sampai kepayahan. Akhirnya, ia melemparkan diri dalam kebinasaan atau tenggelam digulung ombak yang menghantam dengan keras. Manusia yang cerdas adalah orang yang menghindari lautan itu. Ia akan selamat dan aman dari bahaya selama berada di pantai. Orang dungulah yang menceburkan diri kedalamnya dan meninggalkan pantai. Tentu saja ia akan binasa.

 

16. Menutup Pintu-pintu Pembicaraan. Seorang hamba patut menutup pintu-pintu pembicaraan tak berguna saat bersama keluarga di rumah, dengan tetangga di depan pintu rumahnya, serta dengan siapa pun di jalan dan di pasar. Ketika mengetahui suatu pembicaraan tak bermanfaat, ia segera menutup dan menjauhinya. Ia menutup diri dan mengunci hatinya. Barangsiapa memerhatikan lisan dan menolak syahwat-bicara, ia telah selamat dari masalah besar. Demikian pula halnya dengan seluruh anggota badan. Ia menutup seluruh anggota badan dari segala hal yang tidak perlu, sehingga ia menjadi tenteram. Ia tak ubahnya seperti orang yang menutup lubang angina dan pintu rumahnya, sehingga lalat menjadi diam. Setiap kali ia membuka lubang angina dan pintu, mereka kembali terbang. Demikianlah kondisinya sampai hari kematian.

 

17.  Menjinakkan dan Melatih Hewan Liar. Perumpamaan olah-jiwa adalah seperti binatang sehat yang tidak diikat dan dibiarkan berjalan ke mana saja. Ia tidak mengenal pemiliknya dan jalannya. Untuk dijadikan sebagai tunggangan, ia dipasangi tali kekang. Awalnya ia sulit dikendalikan, namun akhirnya ia tunduk dan rela dinaiki. Ia pun terbiasa diberi kekang dan pelana, tetapi ia masih berjalan tanpa tahu arah yang ditujunya. Karena itu, ia terus dididik untuk mengenal arah dan meninggakan kecenderungannya sendiri dan menundukkannya pada keinginan si pemilik, ia dibawa ke sungai dan disuruh menyeberanginya tanpa melewati jembatan. Ia diperlakukan demikian agar terbiasa untuk itu, karena tidak setiap sungai memiliki jembatan. Pemilik lalu membawanya ke keramaian pasar serta lingkungan tukang kayu, tukang besi dan sebagainya supaya ia terbiasa dengan keramaian sehingga tidak lari bila menemui keramaian. Ia terus dilatih sampai latihan itu telah menjadi kebiasaan yang terwujud dengan sepenuh hati. Telingannya mendengarkan dan matanya memerhatikan. Ia berjalan dengan tali kekang. Jika ditarik, ia berhenti. Jika dibelokkan dengan jari, ia berbelok. Jika diberi beban lalu tali kekangnya digerak-kendurkan, ia berlari. Jika tali kekangnya ditarik saat ia berlari, ia segera berhenti dan diam. Jika si pemilik turun, ia menahan diri untuk tidak membuang kotoran dan kencing hingga sampai di tempatnya. Jika bertemu keramaian, ia tidak peduli dan tetap berjalan. Jika melintasi sungai, ia tidak menoleh ke jembatan.

 

Itulah binatang tunggangan yang telah tunduk kepada pemiliknya. Ia diikat, diberi makanan yang baik, dihargai mahal, diberi pakaian, dan diistirahatkan. Setiap hari sang pemilik begitu senang dan semangat menungganginya.

 

Demikian pula halnya dengan jiwa. Pertama-tama, ia dilatih untuk menjaga batas-batas yang berlaku. Ia adalah adalah kekang dan pelananya. Kekangnya adalah berupa batas-batas yang yang Allah haramkan. Ia kemudian dilatih untuk jujur dan ikhlas dalam beramal. Ia juga dilatih untuk berjalan dengan baik, berbelok ketika tiba di belokan, dan berlari saat dieri beban dan ditunggangi. Itulah bersegera dalam beramal dan bergegas dalam kebaikan. Selanjutnya ia dilatih untuk menerima kebenaran dan tidak takut terhadap orang yang mencaci. Itulah karunia yang Allah SWT berikan kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Jiwa juga harus dilatih untuk melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar seperti tunggangan yang dilatih melintasi sungai tanpa melewati jembatan. Lalu jiwa kemudian ditarik untuk berani menghadapi kaum yang mungkar dan para pelaku maksiat, untuk mencintai Allah dan untuk benci karena Allah, sebagaimana tunggangan diajak  berjalan jalan di pasar.

 

Itu semua adalah bentuk pengorbanan diri dan jiwa untuk Allah SWT. Ketika adab seseorang telah sempurna dan Allah telah merenggut hatinya, perhatian telinga dan matanya tertuju kepada Allah SWT berikut segala aturan-Nya. Inilah sosok wali Allah yang telah dididik dan dipilih untuk diri-Nya dan dijadikan sebagai kekasih-Nya.

 

18.   Bunga nan  Harum  dan  Udara  nan  Segar. Perumpamaan iman dan amal shaleh adalah seperti rumah dengan mawar, melati, dan berbagai bungi wangi di dalamnya. Rumah itu nyaman selama sirkulasi udaranya bagus dan bunga-bunganya segar serta menebar wangi. Jika udara pengap dan hawa panas, bungapun menjadi layu, kesegarannya hilang, dan harumnya lenyap. Demikian pula halnya dengan iman yang terdapat dalam hati. Ia segar dan bersih sesuai dengan kebersihan hati. Jika gejolak syahwat, hembusan hawa nafsu, panasnya ketamakan, sikap sombong, dan cinta jabatan ada padanya, lalu semua itu menyelimuti hati, maka pohon iman menjadi layu dan kehilangan kesegaran.

 

19.   Dupa Wangi. Perumpamaan harumnya iman di hati adalah seperti dupa yang dile-takkan di atas bara menyala dan wanginya menyebar ke seluruh penjuru masjid. Selama bara hidup, aroma dupa bertebaran dan bisa dinikmati oleh banyak orang. Bila bara mati dan tertutup abu, dupa hanya berada di tempatnya tanpa menebar wangi.

 

20.  Tanaman di Tanah. Iman dalam hati tak ubahnya seperti tanaman di tanah. Jika engkau sirami, memberinya pupuk, dan membuatnya terkena sinar matahari, ia akan menjadi pohon yang menjulang ke langit. Batangnya kuat, cabangnya banyak, akarnya kokoh dalam tanah, dan buahnya bagus. Apabila engkau lalai menyiraminya, tidak memberi pupuk, dan membiarkannya tidak terkena sinar matahari, ia tetap berupa batang yang kau tanam dan lama lama ia akan mongering, dicabut, dan dilempar ke dalam api. Demikian pula halnya dengan cahaya iman ketika masuk ke dalam hati. Siramannya adalah ilmu tentang Allah. Ketika ilmu tentang Allah semakin bertambah, hati semakin hidup dan rububiyyah-Nya semakin tersingkap. Pupuknya adalah amal baik, yaitu melakukan kebaikan dan menjauhi larangan. Ketika engkau berbuat baik, cahaya amalmu bergabung dengan cahaya makrifat sehingga cahayamu bertambah kuat.

 

Tatkala amal shaleh diangkat ke hadirat Allah SWT, Dia melihatnya sehingga amal itu pun terang bersinar. Amal shaleh adalah cahaya. Akarnya berada di hati dan puncaknya berada di sisi Allah SWT. Bila puncaknya bercahaya karena tatapan Allah SWT, cahaya itu sampai ke akar. Cahayanya bercampur dengan cahaya makrifat sehingga hati menjadi bersih.

 

Adapun membuatnya terkena sinar matahari adalah melepaskan seluruh ikatan syahwat. Jika hanya nafsu telah lenyap dari hati, hati bagai rumah dengan atap terbuka sehingga sinar matahari langsung menerpa pohon di dalamnya. Batang pohon menjadi kuat, cabangnya banyak, dan buahnya baik. Begitulah makrifat ketika akarnya begitu kuat menancap dalam hati. Ia terus tumbuh seiring meningkatnya pengetahuan tentang sifat-sifat dan aturan Allah SWT, bertambahnya amal baik, serta pemusnahan segala hambatan dan gangguan. Akhirnya, hati penuh dengan makrifat. Cahaya makrifat yang telah ada dalam lubuk hati ditambah dengan cahaya lain, yaitu cahaya makrifat dan cahaya amal. Hati menjadi penuh dengan cahaya hingga tidak ada satu celahpun yang kosong dari cahaya. Dalam kondisi demikian, bagaimana mungkin gelapnya hawa nafsu dapat masuk ke dalamnya? Jika hati tidak ditumbuhkan dengan cahaya amal, cahayanya hanya sebatas cahaya makrifat awal yang belum memenuhi hati, sehingga masih ada, bahkan banyak, ruang kosong dalam hati. Dalam kondisi seperti itulah kepekatan hawa nafsu masuk lalu bercampur dengan cahaya makrifat, sehingga cahaya makrifat yang sudah ada pun berkurang. Bahkan, bisa saja cahaya itu habis tak bersisa. Semoga Allah SWT melindungi kita dari hal itu.

 

21.  Antara Hati dan Ka’bah. Allah SWT telah memuliakan dan menyucikan Ka’bah, bahkan menyebutnya sebagai rumah-Nya. Dia jadikan wilayah sekitar Ka’bah sebagai tanah suci yang aman untuk menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang takut dan menjaga diri dari penyakit. Mereka menyucikan diri dari segala kotoran dosa dengan berthawaf di sekeliling Ka’bah dan pulang dengan membawa ampunan.

 

Hati mukmin adalah khazanah perbendaharaan Allah SWT. Di dalamnya terdapat harta makrifat dan kekayaan ilmu tentang nikmat-nikmat-Nya. Ia tidak dikuasakan, tidak diperlihatkan, dan tidak diserahkan kepada siapa-pun. Ia berada di dalam genggaman-Nya di antara jari-jemari-Nya. Dia membolak-baliknya sesuai dengan kehendak-Nya.

 

Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT memiliki sejumlah wadah di bumi. Wadah itu adalah hati. Hati yang paling dicintai Allah adalah yang paling bersih, paling halus, dan paling kuat.” Yaitu, yang paling bersih dan murni untuk Allah, paling halus terhadap saudaranya, dan paling kuat dalam membela agama Allah. Dan dalam hadits qudsi, Allah SWT berfirman: “Aku tidak menempati rumah. Rumah manakah yang bisa menampung-Ku, sementara langit saja berada dalam singasana-Ku. (Tetapi) Aku bertempat di hati yang tenang dan lemah lembut.” Hadits ini menunjukkan kehidupan hati terwujud karena: ‘Aku bertempat di hati” itu.

 

22.  Dua Macam Ilmu. Rasulullah SAW bersabda: “Ilmu ada dua macam: (1) ilmu yang terdapat di dalam hati-itulah ilmu yang bermanfaat- dan (2) ilmu yang terdapat di lisan-itulah hujjah Allah atas manusia.” Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu orang yang bertaqwa, sedangkan ilmu yang menjadi hujjah Allah atas manusia adalah ilmu yang menyulitkan pemiliknya di alam barzakh dan di hari kebangkitan. Itulah ilmu orang yang mendzalimi diri sendiri. Semoga Allah SWT melindungi kita semua dari ilmu macam ini dengan rahmat-Nya.

 

Barangsiapa dadanya menampung ilmu tanpa cahaya, ilmunya hanya merupakan ilmu otak yang diterima dengan belajar dan menghafal. Ia hanya terdapat pada lisan, sementara rahasia dan makna huruf masih terhijab dan tertutup baginya. Ketika lisan mengucapkan nya, ia tak ubahnya seperti bunga api yang padam dalam sekejap tanpa pernah menerangi dada serta membakar syahwat dan karat dosa. Orang yang menundukkan jiwanya hingga bersih dari noda dan kegelapan, ia menjadi bersih dan baik. Cahayapun datang menemukan tempat yang bersih dan baik. Kebersihan bersumber dari penjagaan diri dari segala noda, sementara kebaikan berasal dari kehidupan yang dekat dengan-Nya. Semakin bersih seorang hamba dari noda, semakin dekatlah ia kepada-Nya. Kala kedekatan bertambah, hatinya pun semakin hidup, sebab hati hanya hidup dengan dzat Yang Maha Hidup yang tidak pernah mati.  Orang yang seperti itu, ketika mendapatkan cahaya, tak ubahnya seperti dada ketika dimasuki cahaya ucapan. Saat berbicara, pembicaraannya mengeluarkan cahaya terang hingga membakar kotoran dalam dirinya dan menyinari rumah. Ia bak nyala api yang membakar sekitar dan menerangi seluruh ruang. Itulah ilmu bermanfaat yang disebutkan oleh Rasulullah SAW.

 

23. Sejumlah Kalimat yang Allah Berikan kepada Hamba. Untuk menghilangkan keraguan. Allah memberikan kalimat yang terkait segala sesuatu yang Allah ciptakan, yaitu kalimat syahadat: la ilaha illa Allah Muhammad rasul Allah (Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Untuk menyucikan-Nya, Dia memberikan kalimat: subhana Allah (Mahasuci Allah) kalimat ini terkait pula dengan segala pujian untuk-Nya. Apabila seorang hamba menyucikan-Nya dengan memuji-Nya, ia telah mendatangkan seluruh pujian.

 

Untuk ketundukan hamba, Dia memberikan sebuah kalimat: Allah akbar (Allah Mahabesar) Apabila hamba mengagungkan-Nya, ia telah bersikap tawadduk dan pasrah kepada-Nya. Untuk melakukan itu semua, Allah memberikan sebuah kalimat, yaitu: la hawla wa la quwwata illa billah (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (daya dan kekuatan) Allah). Kalimat ini keluar dari hamba disertai cahaya sehingga bekerja dan mencapai tempatnya.

 

Ucapan Al-hamdu lillah adalah kalimat yang menyeluruh. Jika dilanjutkan dengan ‘hamdan yuwafi ni’amahu’, kalimat tersebut keluar dengan cahayanya. Barangsiapa memiliki cahaya tersebut, kalimat ini akan tersebar ke seluruh nikmat Allah SWT sehingga menyertai semua nikmat-Nya. Dengan demikian, ia terlepas dari beban nikmat yang diterimanya. Dan Allah SWT berfirman dalam surat Ibrahim (14) ayat 34: “Jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghimpunnya.” Karena itu, Allah SWT mengajarkan kepada mereka sebuah kalimat yang menyertai setiap nikmat. Ia memenuhi dan mencukupi seluruh nikmat, sehingga syukur hamba ketika ia mengucapkannya menjangkau setiap nikmat. Ucapan itu keluar dari mulut dalam bentuk huruf-huruf, lalu cahaya yang menjadi bungkusnya turun kepada hamba dari langit. Kondisi hamba berbeda-beda dalam mengucapkan kalimat tersebut sebagaimana berbeda-bedanya cahaya yang ada.

 

24.    Penggunaan Akal. Barangsiapa yang telah diberikan akal, lalu menggunakannya pada pintu yang dibukakan untuknya, ia telah mengikat hatinya untuk mentaati sang pemberi nasihat, yaitu akal yang menunjukkan Allah SWT dan hikmah keputusannya. Akal senantiasa memberikan landasan untuknya serta menghias dirinya dengan akhlak luhur, amal mulia, perbuatan yang diridhai, ucapan yang indah, isyarat baik, dan kedudukan tinggi. Ia pun menjadi orang kepercayaan Allah SWT di bumi-Nya. Ia senantiasa berada di pintu-Nya sepanjang siang dan malam tanpa pernah meninggalkannya. Ia mendapat banyak keberuntungan dan meraih kedudukan mulia di sisi-Nya. Kapan saja mau, ia bisa masuk menemui-Nya. Ia boleh duduk di tempat mana pun yang dekat dengan-Nya. Dia memberikan amanat kepadanya untuk menjaga simpanan kekayaan-Nya. Dia letakkan semua penataan dan rahasia-Nya berikut pemberlakuan ketetapan dalam kerajaan-Nya.

 

25.  Tidak Tahu Nilai Permata. Perumpamaan makrifat kalangan awam adalah seperti orang yang memegang permata tetapi tidak mengetahui nilainya. Kadangkala terbayang dalam benaknya bahwa nilai permata tersebut tidak lebih dari satu dirham. Karena itu, hatinya tidak begitu gembira dan jiwanya tidak merasa cukup. Kadangkala ia berharap lebih dari itu. Bila ada yang berkata kepadanya, “ini adalah permata bernilai sekian dinar,” ia menjadi sangat senang dan gembira. Anggota badannya menjadi leluasa dan lincah. Jiwanya puas dan merasa cukup. Sebelum dinar itu diperolehnya dan sebelum tersingkap nilai sebenarnya, apakah kira-kira yang dialaminya? Hatinya tetap bingung dan jiwanya masih gelisah.

 

26.  Yang Dikenal dari Allah. Yang dikenal dari Allah SWT adalah kemulian-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, kebesaran-Nya, rahmat-Nya, kekuasaan-Nya, karunia-Nya, cinta-Nya, kekayaan-Nya, keluasan-Nya, kemurahan-Nya, dan kasih sayang-Nya. Barangsiapa mengenal Tuhannya dengan pengenalan semacam itu, hatinya sangat senang, jiwanya puas, anggota badannya kuat, harapannya luas, dan asanya besar. Ia merasa kaya dengan kekayaan Allah dan merasa lapang dengan kelapangan Allah SWT. Perhatiannya terfokus, imannya kuat, petunjuknya lurus, rukunnya kokoh, islamnya sempurna, ketaatannya benar serta kedudukannya mulia. Itulah orang yang mendapat rahmat-Nya dan memperoleh petunjuk lewat kewalian. Seluruh sifat Tuhan yang dikenalnya terdapat dalam dirinya. Bila ia tidak mengenal sifat sifat Tuhan itu, ia bingung, papa, tertipu, dan layu.

 

27.   Para Wali Allah. Ahli tauhid adalah para wali Allah yang menghiasi sifat mereka dengan cinta kepada-Nya yang melekat di hati mereka. Merekalah orang orang yang di dunia dan akhirat senantiasa mencari Tuan, Pencipta, dan Penguasa mereka. Cinta kepada-Nya telah menguasai hati mereka. Tidak ada selain-Nya yang bisa menguasai mereka.

 

28.  Taman yang  Indah. Nama-nama Allah SWT ibarat kebun berpagar tembok milik raja. Di dalamnya terdapat berbagai tanaman, buah-buahan, dan kenikmatan. Raja mengatakan kepada para pelayannya, “Makanlah buah-buahan ini dan minumlah air sungai di sana!. Ini adalah penghidupan dan tempat tinggal kalian. Tugas kalian adalah memelihara kebun ini, yaitu dengan menjaga aliran sungai dan merawat tumbuhannya. Jika kalian lalai, dalam waktu sebentar sungai akan tertutup tanah, pohon-pohon akan mengering dan berbagai tumbuhan akan rusak. Air sungainya begitu jernih dan segar. Jika engkau melihat buah setiap pohon, engkau mengetahui ada yang manis, ada yang asam, ada yang pahit, ada yang dingin, ada yang hangat, dan ada yang asam manis. Masing-masing memiliki manfaat tersendiri.

 

Demikianlah Allah SWT menyiapkan untuk para hamba-Nya sebuah taman nan indah. Dia memagari taman itu dengan tembok. Dia membuat sungai dan mengalirkan airnya. Dia menumbuhkan berbagai jenis pohon. Dari setiap pohon, Dia keluarkan satu macam buah. Tembok tersebut adalah kerajaan-Nya. Sungai berada di sampingnya. Airnya tak lain adalah air kehidupan. Dia mengalirkan air kehidupan di sungai kelembutan menuju pohon pohon yang merupakan nama-nama-Nya yang indah dan mulia. Dia mengalirkan nama yang manis, asam, segar, pahit, dingin dan panas.

 

Lewat Ar Razzaq, Dia memberikan rezeki kepada mereka. Lewat nama At Tawwab, Dia memberikan tobat kepada mereka. Lewat nama Al Ghaffar, Dia memberikan ampunan kepada mereka. Lewat nama Al Aziz, Dia memberi kepada mereka. Lewat nama Al Ra’uf, Dia mencintai mereka. Lewat nama Ar Rahman, Dia menyayangi mereka dalam urusan agama. Lewat nama Al Rahim, Dia mengasihi mereka di dunia dan akhirat. Lewat nama Al Wakil, Dia menjadi sandaran mereka. Lewat nama Al Kafi, Dia menjamin mereka. Lewat nama Al Azhim, Dia memberi kecukupan kepada mereka. Lewat Al Jalil, Dia mengangkat kedudukan mereka. Lewat nama Al Karim, Dia memuliakan mereka. Lewat nama Al Mannan, Dia memberikan rahmat besar kepada mereka dan menunjuki mereka. Lewat nama “Allah” Dia memilih dan membuat hati mereka penuh cinta. Lewat setiap nama, Allah anugerahkan kepada mereka apa yang terkandung di dalamnya. Untuk mereka Dia mengeluarkan nama-nama. Barangsiapa menjaga dan memelihar taman, sungainya akan bertambah luas dan airnya akan bertambah banyak. Kita mengetahui bahwa buah terasa segar dan mudah ditelan berkat air di mulut yang memakannya. Ia merasakan nikmat segala sesuatu lewat air.

 

Demikian pula halnya dengan hati. Jika di dalamnya tidak terdapat cinta yang lezat dan terasa nikmat di hati, ia tidak akan bisa merasakan manisnya nama-nama Tuhan. Dengan cintalah hamba bisa mengetahui rasa berbagai pengertian yang terkandung dalam nama-Nya. Pada setiap nama-Nya, ia merasa kenyang dengan memakannya sebagaimana pemilik pohon merasa kenyang dengan memakan buah dari pohon. Buah dari nama nama Allah adalah esensinya. Pengairannya adalah air kehidupan. Bila hati tidak hidup, ia tidak akan memiliki rasa cinta. Tanpa cinta, nama-nama itu baginya seperti pohon yang tidak dialiri air sehingga tidak berbuah, tidak berdaun, tidak harum, dan mengering. Ia hanya pantas dijadikan kayu bakar.

 

Apabila air mengalir lalu hati sadar dan hidup bersama Allah, cinta pun datang. Dengan manisnya rasa cinta, manis pula nama-nama-Nya. Hati merasakan kelezatan nama-Nya dan menjadi basah oleh kasih-Nya, karena dalam nama-Nya terdapat seluruh sifat Sang Kekasih, seperti kelembutan, nikmat, akhlak, kemurahan, rahmat dan karunia-Nya. Sesuai dengan kadar cinta kepada-Nya, hamba merasakan manisnya sifat sifat tersebut. Semua perbuatan-Nya menjadi agung bagimu. Dia mengambil kuasa perbuatan dari hatimu. Ketika memuji Tuhan dan berdoa kepada-Nya dengan salah satu nama, ia mengeluarkan ucapannya dari mulut sesuai dengan kekuasaan dalam hati. Jadi, kerajaan hati bersumber dari kehidupan dan cinta.

 

29.  Air yang Senantiasa Bergerak. Perumpamaan orang yang terus berdzikir kepada Allah dalam hati dan dengan lisannya adalah seperti air yang diam di suatu tempat dan dikelilingi buih. Bila angin berhembus dan menerpa air, buihpun hilang, dan air menjadi bersih. Semakin kencang anginnya semakin kencang pula gerak air dan semakin bersihlah ia. Demikianlah bila dzikir sering dibaca. Ia bertambah kuat dalam hati. Diri pun bertambah bersih sehingga langit dan bumi dipenuhi cahaya dzikirnya. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang hamba membaca, “Alhamdu lillah”, cahayanya memenuhi antara langit dan bumi. Jika ia membacanya untuk kedua kali, cahayanya memenuhi antara Arasy dan bumi.” Saat pertama kali dibaca, ia membersihkan aliran. Buih yang mengelilingi dada hilang sehingga aliran bertambah bersih. Ia mengeluarkan buih dari hati, karena ilmu tentang kalimat tersebut terdapat dalam hati. Semakin tersingkap hijab yang menutupi ilmu, semakin bersih dan bercahayalah ia hingga memenuhi penjuru barat dan timur, bahkan arasy dan bumi.

 

30.  Ulama Bertingkah seperti Anak Kecil. Orang yang hatinya mendengarkan dan menerima bisikan nafsu serta meminta nasehat kepada nafsu tak ubahnya seperti orang berakal, berilmu, terhormat, dan rujukan umat mendatangi anak kecil berpakaian lusuh, kotor dan berliur, lalu bermain bersamanya layaknya anak kecil. Sang ulama meminta nasihat si anak dalam berbagai urusan. Segala ucapan anak kecil itu didengarkan dan diturutinya. Tentu saja setiap orang yang melihat bingung dan heran dengan tingkah polahnya. Demikianlah sifat nafsu dalam diri manusia. Kecenderungannya adalah bermain dan santai, disertai perbuatan jahil dan jorok, amarah dan cemas.

 

Apabila hati yang telah Allah beri makrifat, Allah hiasi dengan akal, serta Allah muliakan dengan pengetahuan tentang nama-Nya dan ilmu AlQuran justru pergi dan berpaling dari semua anugerah itu, lalu mendengarkan bisikan dan menerima ajakan nafsu, maka ini sungguh hal yang teramat aneh. Orang yang melihatnya tentu terheran-heran.

 

31.      Unta Penggerak Penggilingan. Orang yang beramal karena pahala laksana unta yang berputar di sekeliling penggilingan. Ia berputar-putar di sekitar poros sambil menarik kerekannya di tanah. Ia tidak pernah meninggalkan tempat tersebut. Hanya itulah yang ia ketahui. Penggilingan adalah upaya yang berat dan penatnya anggota badan dalam beramal, sementara yang diperasnya adalah amal perbuatan yang dibawa cahaya menuju langit. Porosnya yang merupakan pusat perputaran amal adalah niat dan tujuan mereka, yakni pahala dari Allah SWT. Sepanjang hidup mereka sibuk dengan amal. Gelora hati mereka hanya berputar-putar di sekitar keinginan untuk mendapat imbalan. Cuma itu yang mereka cari.

 

32.  Menabur Pupuk tanpa Menyiram Air. Perumpamaan orang yang ikut berdzikir bersama para pedzikir tanpa pemahaman dan pengamalan adalah seperti orang yang menaburkan pupuk ke tanamannya tetapi tidak menyiraminya. Hal itu hanya akan membuat tanaman bertambah kering dan tidak tumbuh. Berbeda halnya dengan orang yang juga menyirami tanamannya secara teratur. Air akan membuat tanaman segar. Tanaman pun akan tumbuh dengan batang yang kuat dan ranting yang subur.

 

Orang yang ikut bertahlil tanpa disertai kehadiran hati dan tanpa melaksanakan apa yang didzikirkan tak ubahnya seperti menabur pupuk tanpa menyiramkan air. Ia malah memperburuk kondisi tanaman. Sebenarnya ia hanya dituntut satu kali sepanjang hidupnya  untuk mengikrarkan tahlil (La ilaha illa Allah = tiada Tuhan selain Allah), yaitu dengan mengakui keeesaan-Nya. Selanjutnya tidak lain adalah pembaharuan rasa rindu. Kalimat tersebut menuntut rasa rindu kepada-Nya. Apabila hati tidak rindu kepada-Nya, ia tidak diterima, sebab hati yang beriman merasa tenteram dan rindu kepada-Nya, Sang Maha Esa.

 

Setiap kali kerinduan hati beralih kepada sesuatu selain-Nya, itu tanpa disengaja. Bila ia lalai mengingat Sang Khaliq dan sibuk dengan makhluk, itu karena kelezatan makhluk menguasai hati dan syahwat bersemayam dalam jiwa. Jika syahwat menetap, hatinya menjadi rusak dan dadanya menjadi gelap. Apabila bertahlil, ia memperharui rasa rindunya dan kembali kepada Allah SWT. Ia mengikat hatinya dengan tahlil dan jiwanya menjadi segar.

 

Sementara itu, barangsiapa mengucap tahlil secara sadar hati, ia bagai orang yang menyirami tanaman setelah ditaburi pupuk. Pupuk akan terserap dengan baik oleh tanaman. Tanaman pun tumbuh berkembang dengan kuat, sehingga para petani kagum melihat. Ia juga membuat musuhnya yang kafir mendengki. Allah SWT menjanjikan ampunan dan pahala yang besar untuknya, sebagaimana firman-Nya, “….Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar. (surat Al Fath (48) ayat 29).

 

33.   Tiga Orang dan Sungai. Perumpamaan mukmin, kafir dan munafik adalah seperti tiga orang yang mendatangi sungai besar di sebuah padang tandus. Salah seorang di antara mereka terjun ke sungai dan berenang, lalu naik dan keluar di seberang sungai. Orang kedua kemudian juga terjun. Setiap kali ia hampir sampai ke tepi seberang, orang ketiga yang belum terjun ke sungai memanggil, “Wahai fulan, kemari! Jalan situ berbahaya, engkau bisa binasa. Kembalilah ke sini! Aku mengetahui jalan yang aman lewan jembatan.” Orang pertama yang telah sampai ke seberang memanggilnya pula, “Kemarilah! Jalannya aman. Disini banyak sekali kenikmatan yang tak dapat dilukiskan.” Orang kedua itu berenang kesana-kemari hingga akhirnya tenggelam dan binasa.

 

Menurut Qatadah, orang pertama yang berhasil melintas adalah mukmin yang ikhlas. Orang yang tidak melintas sama sekali adalah orang kafir. Orang yang masuk ke dalam sungai serta dipanggil-panggil oleh orang muslim dan orang kafir adalah orang yang bingung sampai matinya. Ia meninggal dunia dalam keadaan munafik. Ia selamanya berada di dasar neraka jahannam, sebagaimana firman-Nya: “Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. (surat An Nisaa’ (4) ayat 145).”

 

34.  Air. Ilmu laksana air. Dalam air terkandung kehidupan bumi. Air menumbuhkan tanaman. Tanaman bertumbuh pada tanah yang disirami air. Dengan air pula tanah menjadi kukuh dan tanaman menjadi kuat. Seandainya tanaman ditelantarkan tanpa diberi tanah dan disirami air, tentu tanaman tersebut tidak akan berkembang dan justru akan mati. Demikian pula halnya dengan ilmu. Dalam ilmu terkandung kehidupan. Hati menjadi hidup dengan ilmu. Ia menjadi kuat ketika ilmunya dipakai lewat amal. Orang yang tidak berusaha menyingkap ilmu yang tergambar dalam cermin si dada, sungguh telah mengabaikan ilmu. Gambaran ilmu dalam dadanya pun melenyap. Ketika telinga kepalanya mendengar suatu ilmu, apa yang didengarnya itu akan sampai ke telinga dan mata fu’ad-nya (bathinnya). Tetapi, pada telinga fu’ad-nya terdapat embusan angina syahwat, sehingga pendengaran bathinnya tersesat.

 

Akibatnya, lenyaplah apa yang didengar oleh telinga kepala dan mata fu’ad-nya pun tidak dapat menangkap gambaran dari ilmu dalam hatinya tersebut. Gelora dan asap syahwat dari perut makin menjalar ke dan bertumpuk di dada, sehingga cahaya mentari makrifat padam dan tidak bisa menerangi dada. Akhirnya, ilmunya hanya sebatas ocehan lisan. Ilmu dalam dirinya telah terhijab dan lenyap dalam kegelapan asap. Ia tidak terpakai. Tidak ada yang tersisa, baik dalam bentuk ilmu maupun amal. Yang ada hanyalah permainan kata di lidah. Itulah hujjah Allah SWT atas manusia. Ia tak ubahnya seperti orang yang menanam pohon tetapi tidak menyiram dan memeliharanya, sehingga pohon itu kering dan tidak berkembang. Di akhirat ia termasuk orang yang merugi.

 

35.    Orang yang Terdampar di Padang Tandus. Perumpamaan orang yang cemas adalah seperti orang yang berada di padang tandus. Ia tidak menemukan bangunan atau tumbuhan. Ia sangat cemas akan tersesat jalan, cemas terhadap kegelapan dan cemas dengan sedikit makanan yang tersisa.  Ia juga tak ubahnya seperti orang yang terperosok dalam semak belukar dan menyadari bahwa itu adalah tempat singa. Kecemasannya terhadap singa merasuk dalam hatinya. 

 

36.  Rumah Persinggahan Bercahaya. Diriwayatkan bahwa Malik bin Dinar berkata, “Dalam Taurat aku membaca: “Janganlah engkau tidak bisa mendirikan shalat di hadapan-Ku seraya menangis! Aku adalah Allah, yang Mahadekat dengan hatimu. Secara ghaib engkau dapat melihat cahaya-Ku.”

 

Itulah rumah tempat mereka singgah. Rumah itu berasal dari cahaya, sehingga mereka dapat melihat makna dan rahasia ayat-ayat. Mereka pun merasa nikmat dan terlepas dari rasa penat yang hinggap atas apa yang mereka baca sebelumnya. Setelah itu, mereka kembali menelusuri perjalanan ayat-ayat tanpa merasa lelah tersisa. Mereka selalu ingin singgah disana untuk melepas lelah dan mengharapkan cahaya demi menikmati “serambi Tuhan”. Dalam perjalanan, mereka juga menemukan bilik-bilik yang bukan untuk mereka, melainkan tempat penambatan hewan dan rumah-rumah kosong. Karena itu, mereka meneruskan perjalanan. Ketika mendapati persinggahan yang dipersiapkan untuk mereka, mereka mendapatkan apa yang mereka harapkan. Tatkala mereka membacanya berulang-ulang, hati mereka menyerap sinar. Cahaya pun menyala dan berbagai makna tergambar dalam hati. Haru bahagia merasuk dan air mata pun mengalir.

 

Diriwayatkan bahwa Ibn Abbas ra, berkata, “Allah SWT tidak menurunkan kitab suci kecuali Dia senang tafsirnya diketahui. Barangsiapa membaca AlQuran tanpa mengetahui tafsirnya, ia tergolong buta huruf.” Sedangkan Sa’id ibn Jubayr bertutur, “Perumpamaan orang yang membaca AlQuran tanpa mengetahui tafsirnya seperti orang yang mendapat surat dari tokoh yang paling dihormatinya. Ia sangat gembira menerima surat dari sang tokoh. Ia lalu mencari orang yang bisa membacakan surat itu untuknya, namun ia tidak menemukan. Karena buta huruf, ia hanya bisa gembira atas datangnya surat tanpa bisa memahami isinya. Itulah perumpamaan orang yang membaca AlQuran tanpa mengetahui tafsir dan kandungannya.

 

37.   Tonggak Keputusan. Akhlak berpilar tabiat. Unsurnya bersumber dari makrifat dan ilmu tentang Allah SWT. Lahan kerjanya adalah dada. Itulah karakter orang-orang yang bertauhid. Adapun orang-orang kafir, akhlak mereka berpilar tabiat dan bekerja dalam dada tetapi berunsur utama kesenangan, pujian manusia, penghormatan, dan kedudukan. Allah SWT berfirman, “Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertaqwa. (surat Al Qashash (28) ayat 83).

 

Kaum beriman berakhlak dengan akhlak Allah. Dengan akhlak, mereka merendahkan diri di hadapan Allah SWT, mengharap ridha-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya, dan memperlihatkan cinta mereka kepada-Nya. Sementara itu, orang-orang kafir berakhlak dengan akhlak yang lain. Mereka sombong kepada Allah SWT, melampaui batas,  mendekatkan diri kepada makhluk, memperlihatkan cinta kepada manusia, dan menginginkan penghormatan.

 

Akhlak memiliki kekuasaan. Bila seorang makhluk merasakan keleluasaan, ia akan berjalan bebas dengan leluasa. Akhirnya, ia melanggar batas dan mengabaikan kebenaran. Hawa nafsulah yang telah menggiringnya. Adapun mukmin, ketika makhluk memberikan keleluasaan, akalnya mencegah dirinya agar tidak melampaui batas. Karena itulah ia disebut akal (‘aqala: mengikat dan mencegah), sebab ia mengikat dn mencegah manusia dari kebodohan sekaligus mengembalikannya kepada pengetahuan yang Allah ajarkan. Akal menyadari bahwa Allah SWT lebih mengetahui tentang segala sesuatu. Karena itu akal menyerahkan keputusannya kepada Allah, sehingga Dia memberinya petunjuk.


38.  Tak Kenal, maka Tak Sayang. Perumpamaan yang diberikan adalah tentang orang yang mengenalmu lewat seringnya ia berkunjung kepadamu. Bolak-balik dan hilir-mudik orang tersebut kepadamu membuatmu mengenalnya. Ia menjadi orang yang kau kenal lewat wajahnya. Karena sering datang, ia berkenalan denganmu lewat salam serta bertanya tentang keadaanmu secara jujur. Dari sana, ia mengenalmu. Kamu pun, dalam hatimu, menganggapnya sebagai orang yang penuh perhatian dan peduli. Ia kemudian memperlihatkan ketulusannya secara sungguh-sungguh  hingga ikut mencintai dan membenci sesuatu yang kau cintai dan kau benci. Ia bergembira atas kegembiraanmu, senang atas kesenanganmu, sedih atas musibah yang menimpamu, dan sakit atas sesuatu yang menimpamu. Ia mengenalmu dengan ikhlas, sehingga hatimu menilainya sebagai orang yang ikhlas.

 

Selanjutnya, ia rela mengorbankan diri dan hartanya untukmu. Ia tidak peduli dengan kesulitan yang menimpa diri dan hartanya demi dirimu. Ia mempersembahkan segala sesuatu untukmu. Karena itu, dalam hatimu ia menjadi orang yang sangat kau cintai. Ia menjadi orang yang sangat istimewa bagimu dan engkau pun menjadi orang istimewa baginya. Engkau mengungkapkan seluruh rahasiamu kepadanya dan membiarkannya ikut campur dalam urusanmu. Nah, demikianlah Allah memperlakukanmu sebagaimana salah seorang hamba-Nya memperlakukanmu seperti tadi.

 

39.  Pohon Berbatang Cinta. Cinta dan segala turunannya ibarat pohon yang memiliki pusat dan cabang. Pusatnya berupa batang pohon dan cabangnya berupa dahan serta ranting yang menghasilkan buah. Buah sebenarnya berasal dari pusat atau batang. Makrifat adalah pohonnya, sementara cinta adalah pusat makrifat. Rasa takut, harap, malu, cemas, ridha, kanaah, dan sejumlah sifat lain merupakan rantingnya. Dari sana muncullah buah ketaatan. Tuhan telah bermurah hati kepadamu dengan memberikan makrifat. Dia menganugerahi mu makrifat sebagai perwujudan cinta-Nya. Dia mengeluarkan cinta-Nya untukmu dari pintu kasih sayang dan rahmat-Nya. Engkau pun mendapatkan bagian dari cinta, kasih sayang, dan rahmat tersebut sehingga memperoleh makrifat. Ketika mengenal-Nya, engkau takut kepada-Nya, berharap kepada-Nya, cemas kepada-Nya, merasa tenteram bersama-Nya, teguh beribadah kepada-Nya serta berserah diri kepadaNya dalam segala perintah dan larangan-Nya. Itu semua ibarat ranting-ranting pohon makrifat. Engkau diberi pohon berikut seluruh rantingnya. Setelah itu, engkau akan memperoleh buah sebagai hasil ketaatanmu.

 

40.   Awan Penghalang. Hawa nafsu pada manusia ibarat awan yang menyelimuti bumi dengan menutupi seluruh cakrawala. Demikianlah hawa nafsu manusia, ia menutupi fu’ad (kalbu) dalam dada. Cahaya hati bagi matahari yang tersembunyi di balik awan. Panas dan sinarnya tidak bermanfaat. Tatkala si manusia diserang oleh musuh hingga menyekutukan Allah, mataharinya mengalami gerhana. Makrifatnya  tertutup dan terhijab. Dadanya gelap laksana gulita malam.

 

Ia mengetahui bahwa Allahlah yang menciptakannya, memberikan rezeki kepadanya, mematikannya, dan menguasainya, tetapi ilmu ini tersembunyi di balik kegelapan syirik. Tidak ada cahaya yang menyinari mata fu’ad-nya. Ia mengucapkan, “Tuhanku adalah Allah,” namun ia tidak konsisten dengan ucapannya itu. Allah SWT berfirman: “Jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” pastilah mereka akan menjawab, “Semuanya diciptakan oleh Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.” (surat al Zukhruf (43) ayat 9).” Jika ditanyakan kepada mereka, “Siapakah yang mengatur semua urusan? Siapakah yang memberikan rezeki kepadamu? Siapakah yang menguasai seluruh pendengaran dan penglihatan? Siapakah yang menggenggam segala sesuatu?” Tentu, mereka akan menjawab, “Allah”. Namun mereka menyekutukannya.

 

Yang membuat mereka musyrik adalah hawa nafsu. Hawa nafsulah yang mencari serta meminta bahaya dan manfaat kepada berhala. Firman Allah SWT tentang perkataan mereka, “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. (surat Az Zumar (39) ayat 3).” Dan Allah SWT juga berfirman: “Dan mereka telah memilih tuhan-tuhan selain Allah, agar tuhan-tuhan itu menjadi pelindung bagi mereka. (surat Maryam (19) ayat 81).

 

Jika Allah memberikan anugerah-Nya kepada seorang hamba, Dia akan membukakan hijab yang menutupi cahaya. Cahaya pun masuk ke dalam hati sang hamba. Matahari terlepas dari gerhana. Dadanya bersinar dengan cahaya Allah serta hatinya menjadi tenteram dan aman. Itulah hamba yang mendapat anugerah iman. Allah membuatnya cinta kepada keimanan sekaligus menjadikan iman indah dalam hatinya. Adapun orang yang tidak diberikan anugerah iman, hatinya tertutup. Tutup itu tidak lain adalah hawa nafsu, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran, dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk  setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (surat Al Jatsyiyah (45) ayat 23).

 

Apabila Allah SWT menganugerahkan cahaya kepadanya, ia bisa menembus hawa nafsu. Sinar menggantikan hawa nafsu. Hawa nafsu pun pergi. Cahaya lalu masuk ke dalam dada, sehingga dada menjadi terang, bersinar, dan bersih. Allah SWT berfirman: “Sungguh beruntung  orang yang menyucikanya (jiwa itu) dan sungguh merugi orang yang mengotorinya. (surat Asy Syams (91) ayat 9-10).” Yakni, mengotori rongga hati dengan gelapnya hawa nafsu dan syirik. Orang yang merugi pastilah tidak beruntung.

 

 

 

Daftar Pustaka. 

1.     Al Hakim Al Tirmidzi, Rahasia Perumpamaan dalam Quran & Sunnah: Melihat Makna Gaib Melalui Fenomena Nyata, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2006.

2.     Al Hakim Al Tirmidzi, Menyibak Tabir: Hal Hal Yang Tidak Terungkap Dalam Tradisi Islam, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar