DENGAN
NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
1. Air Hujan Bercampur
Air Sungai.
Perumpamaan akal jika bercampur dengan hawa nafsu dalam sebuah urusan adalah
seperti air hujan nan bening yang bercampur dengan air sungai nan keruh. Air
bening bagai cermin; engkau dapat melihat segala sesuatu yang tampak padanya.
Sementara itu, yang terlihat pada air sungai hanyalah fantasi.
Seorang raja menghamparkan keadilannya di
tengah-tengah rakyat dan mengelola kekuasaannya dengan baik. Ia menyiapkan
penjara dan hukuman bagi orang yang tidak taat, membagi tugas kepada para
pekerja, menyiapkan pelayan dan petugas, memperlihatkan kekayaan dan kekuatan,
serta memerintah dan melarang. Ia memberitahukan kepada rakyat bahwa siapa yang
mengikuti perintahnya memiliki kedudukan tinggi di sisinya, akan mendapat
imbalan, dan kebutuhannya akan dipenuhi, sedangkan orang yang tidak
mengindahkan perintahnya dan malah menuruti hawa nafsu akan hina di sisi raja,
tidak mendapat imbalan, dan bernasib buruk.
Pelaksanaan janji dan ancamannya terlihat
oleh rakyat. Di antara mereka ada yang mengindahkan perintah raja, melaksanakan
tugas, dan tulus mencintainya, sehingga ia menerima segala aturannya dengan
hati senang, wajah ceria, kesigapan dan penuh hormat. Disamping itu, mereka
juga menyebarkan kebaikan, akhlak, dan kasih sayang raja kepada rakyatnya.
Mereka memberitahukan kondisi kerajaan, prajurit dan kekayaan raja. Mereka
mendorong rakyat untuk menjaga dan
bersungguh sungguh menaatinya. Inilah kelompok yang memiliki kedudukan
tertinggi di sisi raja karena tulusnya
cinta mereka.
2. Hubungan Manusia
dengan Allah.
Demikian pula hubungan manusia dengan Allah SWT. Manusia termulia disisi-Nya
adalah manusia yang paling bersyukur kepada-Nya, yang paling banyak menebar
kebaikan, perbuatan dan akhlaknya sangat baik, yang paling mengetahui
sifat-sifat-Nya, yang paling mengenal-Nya dan yang paling percaya kepada-Nya.
Allah SWT memperlihatkan kekuasaan-Nya dan menciptakan makhluk dalam
kekuasaan-Nya. Dan kemudian membuat semuanya bergerak di langit dan melata di
bumi sesuai dengan bagian kekuasaan yang dianugerahkan-Nya.
Barangsiapa berjalan sesuai dengan petunjuk
yang Dia berikan, ia telah merendahkan diri di hadapan kekuasaan-Nya dan
menundukkan jiwa terhadap kekuasaan-Nya. Ketika dipanggil pada hari Kiamat, ia
datang untuk mendapatkan hidangan yang telah disiapkan, pembaringan yang nyaman
dan salam sejahtera dari Tuhan. Demikianlah sebagaimana ditegaskan dalam
firman-Nya: “Salam penghormatan kepada mereka pada hari mereka menemui-Nya adalah
salam sejahtera, dan Dia telah menyediakan pahala yang mulia untuk mereka.
(surat Al Ahzab (33) ayat 44)
3. Pengikut Hawa Nafsu. Barangsiapa
berjalan di kerajaannya dengan mengikuti hawa nafsu yang tenggelam dalam
syahwat dan berbagai kenikmatan, ia telah berlaku sombong terhadap
kekuasaan-Nya. Bagaimanakah pendapatmu tentang seorang hamba yang tercipta dari
air hina dalam kegelapan rahim, di antara daging dan darah, dan keluar dari
lubang kencing, haid dan nifas, lalu menyombongkan diri di hadapan Tuhan Yang
Maha Besar?! Ia mengagungkan diri dan malah meremehkan hak-Nya. Ketika
dipanggil pada hari Kiamat nanti, ia akan datang menuju suatu yang telah
disiapkan oleh Tuhan dan mendapat murka-Nya.
4. Orang Pintar dan
Orang Pandir.
Orang pintar yang hatinya Allah hidupkan mem-perhatikan ke tujuh anggota badan
yang diberikan kepadanya, dunia yang dikuasakan kepadanya, serta berbagai hal.
Ia tidak mempergunakan semua itu kecuali dengan perintah-Nya. Sementara itu,
orang pandir yang hatinya dimatikan oleh syahwat beserta godaannya mencurahkan
perhatian pada karunia yang diberi dan menggunakannya menurut selera hawa
nafsu. Dengan begitu ia tidak mendapatkan janji-Nya dan berada dalam kerugian.
5. Banci. Perumpamaan orang
yang dikuasai oleh kelemahan sehingga tidak berjuang melawan nafsu dan
menanggalkan keikhlasan dalam segala hal, lalu ia berbuat dusta, riya, munafik,
adalah sepeti orang yang namanya tercatat dalam daftar laki-laki. Namun, ketika
disingkap ternyata ia banci. Nama dan tubuhnya seperti laki-laki, tetapi
tingkah lakunya seperti perempuan. Ia menjadi hina di tengah-tengah makhluk. Di
hari esok bagaimanakah kondisi orang yang suka berpura-pura, riya, menjilat
orang kaya, dan merendahkan diri di hadapan penguasa karena hasrat hawa nafsu?
6. Menunda-nunda dan
Mencampur Upeti dengan Barang Buruk. Perumpamaan orang yang kurang perhatian
dalam melaksanakan kewajiban adalah seperti hamba yang membayar upeti kepada
tuannya setiap bulan. Hamba yang buruk melambatkan pembayarannya sampai
pertengahan bulan berikutnya. Kalaupun membayar ia mencampur upetinya dengan
barang yang buruk. Sang tuan, dengan segala kemurahan dan kebaikannya, menerima
semua itu dari si hamba, namun kedudukan si hamba rendah dalam pandangannya.
7. Budak Lalai. Orang yang
mengabaikan hak hak Allah laksana budak yang diserahi harta dan pelayan oleh
majikannya. Sang majikan memerhatikan perbuatannya. Sang majikan melihat bahwa
perhatian utama si budak hanyalah perut dan kemaluannya. Setelah perutnya
kenyang dan syahwatnya terpuaskan, ia tidak peduli akan tugasnya. Ia adalah
hamba yang sangat hina.
8. Menolak Permata. Perumpamaan orang
yang membaca AlQuran tanpa pemahaman adalah seperti orang yang diberi permata
di Irak. Kepadanya diperintahkan, “Bawalah permata ini ke Khurasan dengan upah
seratus dirham dan perdagangkanlah disana. Jika engkau menjualnya, hasilnya
untukmu. Permata ini bernilai emas sepenuh rumah.” Ketika sampai di Khurasan,
ia merasa cukup dengan upah yang telah diterimanya dan tidak mau
memperdagangkan permata yang dibawanya. Ia diberi upah sebesar seratus dirham
atas upayanya membawa permata itu. Akhirnya, tugas memperdagangkan permata
dialihkan kepada orang lain.
Demikianlah orang
yang membaca AlQuran tetapi tidak mau melakukan transaksi dengan Allah atas
permata yang terkandung dalam AlQuran. Ia memperoleh upah atas usahanya membaca
AlQuran, namun transaki dan laba permata tidak ia dapatkan.
9. Gembiranya Allah
dengan Tobat Hamba.
Kita telah mengetahui tentang sabda Nabi SAW: “Allah lebih gembira dengan tobat
hamba-Nya daripada gembiranya salah seorang kalian yang kehilangan tunggangan
di tengah padang pasir yang gersang, padahal tunggangan itu mengangkut seluruh
bekal, makanan dan minumannya. Ia mencari kesana kemari namun tidak
menemukannya. Ia pun pasrah untuk mati dan bergumam, ‘Aku kembali saja ke
tempat semula dan mati di sana.’ Ia kemudian kembali dan ternyata untanya
berada di sana.
Diantara kegembiraan Allah SWT atas hamba-Nya
adalah ketika Dia membanggakan amal manusia kepada para malaikat. Dia
berfirman, “Wahai para malaikat-Ku, lihatlah hamba-Ku.” Begitu gembira dengan
tobat dan amal hamba-Nya, Allah SWT membanggakan itu di hadapan para
malaikat. Dan diriwayatkan pula bahwa
Allah SWT bergembira atas para hamba yang mendatangi padang Arafah .
Firman-Nya, “Wahai hamba-Ku, kalian datang kepada-Ku dengan rambut kusut dan
penuh debu dari seluruh pelosok negeri.”
10. Dua Ekor Lembu. Perumpamaan hati dan
jiwa adalah seperti dua lembu yang dipasangi kayu dan ditarik. Yang satu
berjalan dengan mudah dan ringan serta dengan mengerahkan kekuatan penuh. Yang
satu lagi mogok dan tak mau berjalan. Ia tidak mau mengerahkan kekuatannya.
Kenyataan ini membuat pemilik kesulitan, karena kedua lembu tersebut adalah
rekan kerja. Yang satu merasa berat dan ingin istirahat. Ia merasa berat untuk
meninggalkan syahwat dan kenikmatan serta tidak mau capek dan lelah.
Jiwa ibarat lembu
yang bodoh dan berat ini. Hati kosong dari syahwat, sementara jiwa merupakan
sumber syahwat dan kenikmatan. Hati menghendaki Tuhan, sedangkan jiwa
menginginkan syahwat dan kenikmatannya. Jiwa tak ubahnya seperti kapal penuh
muatan yang berada di sungai dan sukar berjalan. Makin bertambah muatan, makin
sukar dan beratlah untuk ditarik. Agar ringan ditarik, kapal harus dibuat
sekosong mungkin dari muatan. Jiwa berjalan bersama hati sesuai dengan kehendak
hawa nafsu. Kapal yang penuh muatan akan bergerak turun. Jika jiwa seseorang
dipenuhi keinginan syahwat, ia bagai kapal sarat muatan besar. Untuk mencapai
tujuan, kapal tersebut harus ditarik oleh banyak orang dengan susah payah.
11. Anak Kecil Dalam
Buaian.
Perumpamaan tertipunya orang dungu oleh dunia adalah seperti anak kecil dalam
buaian. Sang ibu menyusui, menyelimuti, mengasihi, dan bernyanyi untuknya
hingga ia terlelap tidur. Demikian pula halnya dengan dunia. Kenikmatan dan
kesenangan dunia menyusuinya, hawa nafsu menyelimutinya, dan angan-angan
menyertainya, sehingga ia terlelap dan lalai dari akhirat. Makin panjang
angannya, makin dalam pula lelapnya. Ia tenggelam dalam lautan tidur karena
racun yang mematikan, yaitu cinta terhadap dunia. Ia mabuk cinta dunia. Ia pun
menjadi sangat tamak. Itulah kebinasaan dalam agama. ‘Sang ibu’ juga memberinya
candu, sehingga tidurnya kian lelap dan mabuknya kian berat. Jika tidak diberi
obat, si anak akan mati.
Karena itulah
Rasulullah SAW bersabda, “Cintamu
terhadap sesuatu (dapat) membuatmu buta dan tuli.” Begitulah orang yang,
oleh dunia, dibutakan dan dibuat tuli dari nasihat-nasihat Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah dua
serigala lapar yang dikirim ke kandang domba, lebih merusak daripada ketamakan
seseorang terhadap harta.”
12. Mencampur Makanan
dengan Kotoran.
Orang yang mencampur amal baik dengan amal buruk ibarat orang yang
mempersembahkan hidangan enak, makanan istimewa, namun di dalamnya juga
terdapat tulang bangkai, sampah dan kotoran binatang. Ketika hidangan tersebut
diletakkan di hadapan raja dan kain penutupnya dibuka, betapa malu dan takutnya
orang itu!
13. Pekerja Giat dan
Pekerja Lambat Kala Cuaca Panas. Orang yang melaksanakan perintah Allah
dengan tulus karena Allah dan orang yang melaksanakannya karena hawa nafsu,
tidak dengan hati yang tulus, laksana dua pekerja yang dipanggil oleh majikan.
Sang majikan memerintahkan mereka untuk mendatangi kebun anggur sekaligus
menyirami, memelihara, dan menjaga perkembangannya. Keduanya segera mengerjakan
perintah tersebut. Siapa saja yang melihat, keduanya tampak taat dan patuh.
Selanjutnya sang majikan hendak memberi ujian untuk mengenal hati dan jiwa
mereka. Ia datang ke kebun anggur dan melihat keduanya ada di sana. Saat itu
panas matahari sangat terik. Ia kemudian menyuruh mereka berdua untuk memanen.
Yang satu langsung mengerjakan perintahnya, sedangkan yang lain lamban dan
malas. Dari ujian itu, diketahui bahwa yang pertama taat kepada majikan secara
tulus, sementara yang kedua karena hawa nafsu. Ketika perintah bertentangan
dengan hawa nafsunya, ia tidak mau menurutinya dan lebih suka memperturutkan
hawa nafsunya. Demikian pula halnya dengan hamba di sisi Allah SWT. Hamba yang
beribadah kepada Allah karena hawa nafsu, bila datang kepadanya perintah yang
berat, akan lari dan berpaling. Jika perintah itu memang sesuatu yang
disukainya, ia bergegas melakukannya. Tentu saja ia tidak termasuk hamba yang
ikhlas.
14. Tembok atau Cermin
yang Kotor.
Perumpamaan orang yang menasehati hati rusak adalah seperti orang yang pergi ke
tembok berdebu dan penuh abu. Setiap kali ia melumurinya dengan tanah, tanah
itu tidak menempel dan jatuh. Hanya ada dua cara untuk mengatasinya:
dibersihkan lebih dahulu dari debu dan abu agar tanah dapat langsung melekat,
atau terus menerus dilumuri tanah sampai akhirnya melekat. Demikian pula dengan
hati yang telah kotor karena banyak dosa. Jika dinasihati, nasihat akan jatuh
seperti tanah jatuh dari tembok yang kotor. Jika hamba bertaubat lalu melakukan
ketaatan terbaik hingga seolah-olah melihat Allah SWT dalam beribadah, itulah
sikap ikhsan sebagaimana Rasul SAW gambarkan kepada Jibril as, saat berbicara
tentang iman, islam dan ikhsan. Ikhsan adalah menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Hatinya
ibarat tembok yang dibersihkan kemudian dicat menjadi putih. Selanjutnya, ia
diukir dan dihias sehingga menjadi indah dan bagus.
Nabi SAW bersabda: “Apabila hamba melakukan
dosa, muncul goresan hitam di hatinya. Jika ia melakukan dosa lagi, goresan
hitam bertambah. Bila terus begitu, hatinya menjadi hitam.” Beliau lalu membaca
firman Allah SWT: “Tidak, tetapi hati
mereka telah tertutup akibat amal perbuatan yang mereka lakukan.” (surat Al
Muthafffin ayat 41). Beliau SAW melanjutkan, “Namun jika bertobat, hatinya
menjadi bersih dan terang.”
Hati ibarat cermin. Bila kotor, apa yang
terlihat padanya hanyalah khayalan belaka. Jika cermin bersih, semua yang
berada dihadapannya, baik di belakang maupun di depan seseorang, dapat
terlihat. Seseorang juga bisa melihat wajahnya sendiri. Jika cermin ini
berhadapan dengan matahari, sinar matahari dapat memantul ke rumah yang tidak
terkena sinar matahari. Ketika cahaya matahari dan cahaya cermin menyatu, akan
terlahir cahaya lain yang menyinari rumah gelap menjadi terang. Demikian pula
halnya dengan hati yang diliputi dosa. Ia bagai cermin yang kotor. Jika engkau
memikirkan urusan akhirat, tak Nampak apa apa bagimu. Bila hatimu bersih karena
tobat dan istighfar, ia laksana cermin yang bening. Ketika memikirkan dosa yang
pernah diperbuat, keburukannya akan tampak jelas. Tatkala memikirkan apa yang
Allah SWT siapkan untuk pelaku maksiat, hatimu akan gelisah karena gambaran
hukumannya. Bila memikirkan syurga, engkau menjadi risau dengan kehidupan saat
ini karena rindu akan kemuliaan yang Allah SWT anugerahkan kepada hamba-Nya.
Saat memikirkan hari perhitungan, engkau menjadi resah dan malu kepada Tuhan.
15. Lautan yang Dalam. Dunia tak ubahnya
seperti laut yang dalam dan luas. Orang yang masuk tenggelam di dalamnya,
karena ia tidak pernah melihat tepi lautan. Ia tidak tahu berapa lama ia harus
berenang. Ia terus berenang sampai kepayahan. Akhirnya, ia melemparkan diri
dalam kebinasaan atau tenggelam digulung ombak yang menghantam dengan keras.
Manusia yang cerdas adalah orang yang menghindari lautan itu. Ia akan selamat
dan aman dari bahaya selama berada di pantai. Orang dungulah yang menceburkan
diri kedalamnya dan meninggalkan pantai. Tentu saja ia akan binasa.
16. Menutup Pintu-pintu
Pembicaraan.
Seorang hamba patut menutup pintu-pintu pembicaraan tak berguna saat bersama
keluarga di rumah, dengan tetangga di depan pintu rumahnya, serta dengan siapa
pun di jalan dan di pasar. Ketika mengetahui suatu pembicaraan tak bermanfaat,
ia segera menutup dan menjauhinya. Ia menutup diri dan mengunci hatinya.
Barangsiapa memerhatikan lisan dan menolak syahwat-bicara, ia telah selamat
dari masalah besar. Demikian pula halnya dengan seluruh anggota badan. Ia
menutup seluruh anggota badan dari segala hal yang tidak perlu, sehingga ia
menjadi tenteram. Ia tak ubahnya seperti orang yang menutup lubang angina dan
pintu rumahnya, sehingga lalat menjadi diam. Setiap kali ia membuka lubang
angina dan pintu, mereka kembali terbang. Demikianlah kondisinya sampai hari
kematian.
17. Menjinakkan dan
Melatih Hewan Liar.
Perumpamaan olah-jiwa adalah seperti binatang sehat yang tidak diikat dan
dibiarkan berjalan ke mana saja. Ia tidak mengenal pemiliknya dan jalannya.
Untuk dijadikan sebagai tunggangan, ia dipasangi tali kekang. Awalnya ia sulit
dikendalikan, namun akhirnya ia tunduk dan rela dinaiki. Ia pun terbiasa diberi
kekang dan pelana, tetapi ia masih berjalan tanpa tahu arah yang ditujunya.
Karena itu, ia terus dididik untuk mengenal arah dan meninggakan
kecenderungannya sendiri dan menundukkannya pada keinginan si pemilik, ia
dibawa ke sungai dan disuruh menyeberanginya tanpa melewati jembatan. Ia
diperlakukan demikian agar terbiasa untuk itu, karena tidak setiap sungai
memiliki jembatan. Pemilik lalu membawanya ke keramaian pasar serta lingkungan
tukang kayu, tukang besi dan sebagainya supaya ia terbiasa dengan keramaian
sehingga tidak lari bila menemui keramaian. Ia terus dilatih sampai latihan itu
telah menjadi kebiasaan yang terwujud dengan sepenuh hati. Telingannya
mendengarkan dan matanya memerhatikan. Ia berjalan dengan tali kekang. Jika
ditarik, ia berhenti. Jika dibelokkan dengan jari, ia berbelok. Jika diberi
beban lalu tali kekangnya digerak-kendurkan, ia berlari. Jika tali kekangnya
ditarik saat ia berlari, ia segera berhenti dan diam. Jika si pemilik turun, ia
menahan diri untuk tidak membuang kotoran dan kencing hingga sampai di
tempatnya. Jika bertemu keramaian, ia tidak peduli dan tetap berjalan. Jika
melintasi sungai, ia tidak menoleh ke jembatan.
Itulah binatang tunggangan yang telah tunduk
kepada pemiliknya. Ia diikat, diberi makanan yang baik, dihargai mahal, diberi
pakaian, dan diistirahatkan. Setiap hari sang pemilik begitu senang dan
semangat menungganginya.
Demikian pula halnya dengan jiwa.
Pertama-tama, ia dilatih untuk menjaga batas-batas yang berlaku. Ia adalah
adalah kekang dan pelananya. Kekangnya adalah berupa batas-batas yang yang
Allah haramkan. Ia kemudian dilatih untuk jujur dan ikhlas dalam beramal. Ia
juga dilatih untuk berjalan dengan baik, berbelok ketika tiba di belokan, dan
berlari saat dieri beban dan ditunggangi. Itulah bersegera dalam beramal dan
bergegas dalam kebaikan. Selanjutnya ia dilatih untuk menerima kebenaran dan
tidak takut terhadap orang yang mencaci. Itulah karunia yang Allah SWT berikan
kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Jiwa juga harus dilatih untuk melaksanakan
amar makruf dan nahi mungkar seperti tunggangan yang dilatih melintasi sungai
tanpa melewati jembatan. Lalu jiwa kemudian ditarik untuk berani menghadapi
kaum yang mungkar dan para pelaku maksiat, untuk mencintai Allah dan untuk
benci karena Allah, sebagaimana tunggangan diajak berjalan jalan di pasar.
Itu semua adalah bentuk pengorbanan diri dan
jiwa untuk Allah SWT. Ketika adab seseorang telah sempurna dan Allah telah
merenggut hatinya, perhatian telinga dan matanya tertuju kepada Allah SWT
berikut segala aturan-Nya. Inilah sosok wali Allah yang telah dididik dan
dipilih untuk diri-Nya dan dijadikan sebagai kekasih-Nya.
18. Bunga nan Harum dan Udara nan Segar.
Perumpamaan iman dan amal shaleh adalah seperti rumah dengan mawar, melati, dan
berbagai bungi wangi di dalamnya. Rumah itu nyaman selama sirkulasi udaranya
bagus dan bunga-bunganya segar serta menebar wangi. Jika udara pengap dan hawa
panas, bungapun menjadi layu, kesegarannya hilang, dan harumnya lenyap.
Demikian pula halnya dengan iman yang terdapat dalam hati. Ia segar dan bersih
sesuai dengan kebersihan hati. Jika gejolak syahwat, hembusan hawa nafsu,
panasnya ketamakan, sikap sombong, dan cinta jabatan ada padanya, lalu semua
itu menyelimuti hati, maka pohon iman menjadi layu dan kehilangan kesegaran.
19. Dupa Wangi. Perumpamaan harumnya
iman di hati adalah seperti dupa yang dile-takkan di atas bara menyala dan
wanginya menyebar ke seluruh penjuru masjid. Selama bara hidup, aroma dupa
bertebaran dan bisa dinikmati oleh banyak orang. Bila bara mati dan tertutup
abu, dupa hanya berada di tempatnya tanpa menebar wangi.
20. Tanaman di Tanah. Iman dalam hati tak
ubahnya seperti tanaman di tanah. Jika engkau sirami, memberinya pupuk, dan
membuatnya terkena sinar matahari, ia akan menjadi pohon yang menjulang ke
langit. Batangnya kuat, cabangnya banyak, akarnya kokoh dalam tanah, dan
buahnya bagus. Apabila engkau lalai menyiraminya, tidak memberi pupuk, dan
membiarkannya tidak terkena sinar matahari, ia tetap berupa batang yang kau
tanam dan lama lama ia akan mongering, dicabut, dan dilempar ke dalam api.
Demikian pula halnya dengan cahaya iman ketika masuk ke dalam hati. Siramannya
adalah ilmu tentang Allah. Ketika ilmu tentang Allah semakin bertambah, hati
semakin hidup dan rububiyyah-Nya semakin tersingkap. Pupuknya adalah amal baik,
yaitu melakukan kebaikan dan menjauhi larangan. Ketika engkau berbuat baik,
cahaya amalmu bergabung dengan cahaya makrifat sehingga cahayamu bertambah
kuat.
Tatkala amal shaleh diangkat ke hadirat Allah
SWT, Dia melihatnya sehingga amal itu pun terang bersinar. Amal shaleh adalah
cahaya. Akarnya berada di hati dan puncaknya berada di sisi Allah SWT. Bila
puncaknya bercahaya karena tatapan Allah SWT, cahaya itu sampai ke akar.
Cahayanya bercampur dengan cahaya makrifat sehingga hati menjadi bersih.
Adapun membuatnya terkena sinar matahari
adalah melepaskan seluruh ikatan syahwat. Jika hanya nafsu telah lenyap dari
hati, hati bagai rumah dengan atap terbuka sehingga sinar matahari langsung
menerpa pohon di dalamnya. Batang pohon menjadi kuat, cabangnya banyak, dan
buahnya baik. Begitulah makrifat ketika akarnya begitu kuat menancap dalam
hati. Ia terus tumbuh seiring meningkatnya pengetahuan tentang sifat-sifat dan
aturan Allah SWT, bertambahnya amal baik, serta pemusnahan segala hambatan dan
gangguan. Akhirnya, hati penuh dengan makrifat. Cahaya makrifat yang telah ada
dalam lubuk hati ditambah dengan cahaya lain, yaitu cahaya makrifat dan cahaya
amal. Hati menjadi penuh dengan cahaya hingga tidak ada satu celahpun yang
kosong dari cahaya. Dalam kondisi demikian, bagaimana mungkin gelapnya hawa
nafsu dapat masuk ke dalamnya? Jika hati tidak ditumbuhkan dengan cahaya amal,
cahayanya hanya sebatas cahaya makrifat awal yang belum memenuhi hati, sehingga
masih ada, bahkan banyak, ruang kosong dalam hati. Dalam kondisi seperti itulah
kepekatan hawa nafsu masuk lalu bercampur dengan cahaya makrifat, sehingga
cahaya makrifat yang sudah ada pun berkurang. Bahkan, bisa saja cahaya itu
habis tak bersisa. Semoga Allah SWT melindungi kita dari hal itu.
21. Antara Hati dan
Ka’bah.
Allah SWT telah memuliakan dan menyucikan Ka’bah, bahkan menyebutnya sebagai
rumah-Nya. Dia jadikan wilayah sekitar Ka’bah sebagai tanah suci yang aman
untuk menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang takut dan menjaga diri dari
penyakit. Mereka menyucikan diri dari segala kotoran dosa dengan berthawaf di
sekeliling Ka’bah dan pulang dengan membawa ampunan.
Hati mukmin adalah khazanah perbendaharaan
Allah SWT. Di dalamnya terdapat harta makrifat dan kekayaan ilmu tentang
nikmat-nikmat-Nya. Ia tidak dikuasakan, tidak diperlihatkan, dan tidak
diserahkan kepada siapa-pun. Ia berada di dalam genggaman-Nya di antara
jari-jemari-Nya. Dia membolak-baliknya sesuai dengan kehendak-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT memiliki
sejumlah wadah di bumi. Wadah itu adalah hati. Hati yang paling dicintai Allah
adalah yang paling bersih, paling halus, dan paling kuat.” Yaitu, yang paling
bersih dan murni untuk Allah, paling halus terhadap saudaranya, dan paling kuat
dalam membela agama Allah. Dan dalam hadits qudsi, Allah SWT berfirman: “Aku
tidak menempati rumah. Rumah manakah yang bisa menampung-Ku, sementara langit
saja berada dalam singasana-Ku. (Tetapi) Aku bertempat di hati yang tenang dan
lemah lembut.” Hadits ini menunjukkan kehidupan hati terwujud karena: ‘Aku
bertempat di hati” itu.
22. Dua Macam Ilmu. Rasulullah SAW
bersabda: “Ilmu ada dua macam: (1) ilmu
yang terdapat di dalam hati-itulah ilmu yang bermanfaat- dan (2) ilmu yang
terdapat di lisan-itulah hujjah Allah atas manusia.” Ilmu yang bermanfaat
adalah ilmu orang yang bertaqwa, sedangkan ilmu yang menjadi hujjah Allah atas
manusia adalah ilmu yang menyulitkan pemiliknya di alam barzakh dan di hari
kebangkitan. Itulah ilmu orang yang mendzalimi diri sendiri. Semoga Allah SWT
melindungi kita semua dari ilmu macam ini dengan rahmat-Nya.
Barangsiapa dadanya menampung ilmu tanpa
cahaya, ilmunya hanya merupakan ilmu otak yang diterima dengan belajar dan
menghafal. Ia hanya terdapat pada lisan, sementara rahasia dan makna huruf
masih terhijab dan tertutup baginya. Ketika lisan mengucapkan nya, ia tak
ubahnya seperti bunga api yang padam dalam sekejap tanpa pernah menerangi dada
serta membakar syahwat dan karat dosa. Orang yang menundukkan jiwanya hingga
bersih dari noda dan kegelapan, ia menjadi bersih dan baik. Cahayapun datang
menemukan tempat yang bersih dan baik. Kebersihan bersumber dari penjagaan diri
dari segala noda, sementara kebaikan berasal dari kehidupan yang dekat
dengan-Nya. Semakin bersih seorang hamba dari noda, semakin dekatlah ia
kepada-Nya. Kala kedekatan bertambah, hatinya pun semakin hidup, sebab hati
hanya hidup dengan dzat Yang Maha Hidup yang tidak pernah mati. Orang yang seperti itu, ketika mendapatkan
cahaya, tak ubahnya seperti dada ketika dimasuki cahaya ucapan. Saat berbicara,
pembicaraannya mengeluarkan cahaya terang hingga membakar kotoran dalam dirinya
dan menyinari rumah. Ia bak nyala api yang membakar sekitar dan menerangi
seluruh ruang. Itulah ilmu bermanfaat yang disebutkan oleh Rasulullah SAW.
23. Sejumlah Kalimat yang
Allah Berikan kepada Hamba. Untuk menghilangkan keraguan. Allah memberikan kalimat
yang terkait segala sesuatu yang Allah ciptakan, yaitu kalimat syahadat: la ilaha illa Allah Muhammad rasul Allah
(Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Untuk menyucikan-Nya,
Dia memberikan kalimat: subhana Allah
(Mahasuci Allah) kalimat ini terkait pula dengan segala pujian untuk-Nya.
Apabila seorang hamba menyucikan-Nya dengan memuji-Nya, ia telah mendatangkan
seluruh pujian.
Untuk ketundukan
hamba, Dia memberikan sebuah kalimat: Allah
akbar (Allah Mahabesar) Apabila hamba mengagungkan-Nya, ia telah bersikap
tawadduk dan pasrah kepada-Nya. Untuk melakukan itu semua, Allah memberikan
sebuah kalimat, yaitu: la hawla wa la
quwwata illa billah (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (daya dan
kekuatan) Allah). Kalimat ini keluar dari hamba disertai cahaya sehingga
bekerja dan mencapai tempatnya.
Ucapan Al-hamdu lillah adalah kalimat yang
menyeluruh. Jika dilanjutkan dengan ‘hamdan yuwafi ni’amahu’, kalimat tersebut
keluar dengan cahayanya. Barangsiapa memiliki cahaya tersebut, kalimat ini akan
tersebar ke seluruh nikmat Allah SWT sehingga menyertai semua nikmat-Nya.
Dengan demikian, ia terlepas dari beban nikmat yang diterimanya. Dan Allah SWT
berfirman dalam surat Ibrahim (14) ayat 34: “Jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu
menghimpunnya.” Karena itu, Allah SWT mengajarkan kepada mereka sebuah
kalimat yang menyertai setiap nikmat. Ia memenuhi dan mencukupi seluruh nikmat,
sehingga syukur hamba ketika ia mengucapkannya menjangkau setiap nikmat. Ucapan
itu keluar dari mulut dalam bentuk huruf-huruf, lalu cahaya yang menjadi
bungkusnya turun kepada hamba dari langit. Kondisi hamba berbeda-beda dalam
mengucapkan kalimat tersebut sebagaimana berbeda-bedanya cahaya yang ada.
24. Penggunaan Akal. Barangsiapa yang
telah diberikan akal, lalu menggunakannya pada pintu yang dibukakan untuknya,
ia telah mengikat hatinya untuk mentaati sang pemberi nasihat, yaitu akal yang
menunjukkan Allah SWT dan hikmah keputusannya. Akal senantiasa memberikan landasan
untuknya serta menghias dirinya dengan akhlak luhur, amal mulia, perbuatan yang
diridhai, ucapan yang indah, isyarat baik, dan kedudukan tinggi. Ia pun menjadi
orang kepercayaan Allah SWT di bumi-Nya. Ia senantiasa berada di pintu-Nya
sepanjang siang dan malam tanpa pernah meninggalkannya. Ia mendapat banyak
keberuntungan dan meraih kedudukan mulia di sisi-Nya. Kapan saja mau, ia bisa
masuk menemui-Nya. Ia boleh duduk di tempat mana pun yang dekat dengan-Nya. Dia
memberikan amanat kepadanya untuk menjaga simpanan kekayaan-Nya. Dia letakkan
semua penataan dan rahasia-Nya berikut pemberlakuan ketetapan dalam
kerajaan-Nya.
25. Tidak Tahu Nilai
Permata.
Perumpamaan makrifat kalangan awam adalah seperti orang yang memegang permata
tetapi tidak mengetahui nilainya. Kadangkala terbayang dalam benaknya bahwa
nilai permata tersebut tidak lebih dari satu dirham. Karena itu, hatinya tidak
begitu gembira dan jiwanya tidak merasa cukup. Kadangkala ia berharap lebih
dari itu. Bila ada yang berkata kepadanya, “ini adalah permata bernilai sekian
dinar,” ia menjadi sangat senang dan gembira. Anggota badannya menjadi leluasa
dan lincah. Jiwanya puas dan merasa cukup. Sebelum dinar itu diperolehnya dan
sebelum tersingkap nilai sebenarnya, apakah kira-kira yang dialaminya? Hatinya
tetap bingung dan jiwanya masih gelisah.
26. Yang Dikenal dari
Allah.
Yang dikenal dari Allah SWT adalah kemulian-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya,
kebesaran-Nya, rahmat-Nya, kekuasaan-Nya, karunia-Nya, cinta-Nya, kekayaan-Nya,
keluasan-Nya, kemurahan-Nya, dan kasih sayang-Nya. Barangsiapa mengenal
Tuhannya dengan pengenalan semacam itu, hatinya sangat senang, jiwanya puas,
anggota badannya kuat, harapannya luas, dan asanya besar. Ia merasa kaya dengan
kekayaan Allah dan merasa lapang dengan kelapangan Allah SWT. Perhatiannya
terfokus, imannya kuat, petunjuknya lurus, rukunnya kokoh, islamnya sempurna,
ketaatannya benar serta kedudukannya mulia. Itulah orang yang mendapat
rahmat-Nya dan memperoleh petunjuk lewat kewalian. Seluruh sifat Tuhan yang
dikenalnya terdapat dalam dirinya. Bila ia tidak mengenal sifat sifat Tuhan
itu, ia bingung, papa, tertipu, dan layu.
27. Para Wali Allah. Ahli tauhid adalah
para wali Allah yang menghiasi sifat mereka dengan cinta kepada-Nya yang
melekat di hati mereka. Merekalah orang orang yang di dunia dan akhirat
senantiasa mencari Tuan, Pencipta, dan Penguasa mereka. Cinta kepada-Nya telah
menguasai hati mereka. Tidak ada selain-Nya yang bisa menguasai mereka.
28. Taman yang Indah. Nama-nama Allah SWT ibarat kebun berpagar
tembok milik raja. Di dalamnya terdapat berbagai tanaman, buah-buahan, dan
kenikmatan. Raja mengatakan kepada para pelayannya, “Makanlah buah-buahan ini
dan minumlah air sungai di sana!. Ini adalah penghidupan dan tempat tinggal
kalian. Tugas kalian adalah memelihara kebun ini, yaitu dengan menjaga aliran
sungai dan merawat tumbuhannya. Jika kalian lalai, dalam waktu sebentar sungai
akan tertutup tanah, pohon-pohon akan mengering dan berbagai tumbuhan akan
rusak. Air sungainya begitu jernih dan segar. Jika engkau melihat buah setiap
pohon, engkau mengetahui ada yang manis, ada yang asam, ada yang pahit, ada
yang dingin, ada yang hangat, dan ada yang asam manis. Masing-masing memiliki
manfaat tersendiri.
Demikianlah Allah SWT
menyiapkan untuk para hamba-Nya sebuah taman nan indah. Dia memagari taman itu
dengan tembok. Dia membuat sungai dan mengalirkan airnya. Dia menumbuhkan
berbagai jenis pohon. Dari setiap pohon, Dia keluarkan satu macam buah. Tembok
tersebut adalah kerajaan-Nya. Sungai berada di sampingnya. Airnya tak lain
adalah air kehidupan. Dia mengalirkan air kehidupan di sungai kelembutan menuju
pohon pohon yang merupakan nama-nama-Nya yang indah dan mulia. Dia mengalirkan
nama yang manis, asam, segar, pahit, dingin dan panas.
Lewat Ar Razzaq, Dia memberikan rezeki kepada
mereka. Lewat nama At Tawwab, Dia
memberikan tobat kepada mereka. Lewat nama Al
Ghaffar, Dia memberikan ampunan kepada mereka. Lewat nama Al Aziz, Dia memberi kepada mereka.
Lewat nama Al Ra’uf, Dia mencintai
mereka. Lewat nama Ar Rahman, Dia
menyayangi mereka dalam urusan agama. Lewat nama Al Rahim, Dia mengasihi mereka di dunia dan akhirat. Lewat nama Al Wakil, Dia menjadi sandaran mereka.
Lewat nama Al Kafi, Dia menjamin
mereka. Lewat nama Al Azhim, Dia
memberi kecukupan kepada mereka. Lewat Al
Jalil, Dia mengangkat kedudukan mereka. Lewat nama Al Karim, Dia memuliakan mereka. Lewat nama Al Mannan, Dia memberikan rahmat besar kepada mereka dan menunjuki
mereka. Lewat nama “Allah” Dia
memilih dan membuat hati mereka penuh cinta. Lewat setiap nama, Allah
anugerahkan kepada mereka apa yang terkandung di dalamnya. Untuk mereka Dia
mengeluarkan nama-nama. Barangsiapa menjaga dan memelihar taman, sungainya akan
bertambah luas dan airnya akan bertambah banyak. Kita mengetahui bahwa buah
terasa segar dan mudah ditelan berkat air di mulut yang memakannya. Ia
merasakan nikmat segala sesuatu lewat air.
Demikian pula halnya
dengan hati. Jika di dalamnya tidak terdapat cinta yang lezat dan terasa nikmat
di hati, ia tidak akan bisa merasakan manisnya nama-nama Tuhan. Dengan cintalah
hamba bisa mengetahui rasa berbagai pengertian yang terkandung dalam nama-Nya.
Pada setiap nama-Nya, ia merasa kenyang dengan memakannya sebagaimana pemilik
pohon merasa kenyang dengan memakan buah dari pohon. Buah dari nama nama Allah
adalah esensinya. Pengairannya adalah air kehidupan. Bila hati tidak hidup, ia
tidak akan memiliki rasa cinta. Tanpa cinta, nama-nama itu baginya seperti
pohon yang tidak dialiri air sehingga tidak berbuah, tidak berdaun, tidak
harum, dan mengering. Ia hanya pantas dijadikan kayu bakar.
Apabila air mengalir
lalu hati sadar dan hidup bersama Allah, cinta pun datang. Dengan manisnya rasa
cinta, manis pula nama-nama-Nya. Hati merasakan kelezatan nama-Nya dan menjadi
basah oleh kasih-Nya, karena dalam nama-Nya terdapat seluruh sifat Sang
Kekasih, seperti kelembutan, nikmat, akhlak, kemurahan, rahmat dan karunia-Nya.
Sesuai dengan kadar cinta kepada-Nya, hamba merasakan manisnya sifat sifat
tersebut. Semua perbuatan-Nya menjadi agung bagimu. Dia mengambil kuasa
perbuatan dari hatimu. Ketika memuji Tuhan dan berdoa kepada-Nya dengan salah
satu nama, ia mengeluarkan ucapannya dari mulut sesuai dengan kekuasaan dalam
hati. Jadi, kerajaan hati bersumber dari kehidupan dan cinta.
29. Air yang Senantiasa
Bergerak.
Perumpamaan orang yang terus berdzikir kepada Allah dalam hati dan dengan
lisannya adalah seperti air yang diam di suatu tempat dan dikelilingi buih.
Bila angin berhembus dan menerpa air, buihpun hilang, dan air menjadi bersih.
Semakin kencang anginnya semakin kencang pula gerak air dan semakin bersihlah
ia. Demikianlah bila dzikir sering dibaca. Ia bertambah kuat dalam hati. Diri
pun bertambah bersih sehingga langit dan bumi dipenuhi cahaya dzikirnya.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang hamba membaca, “Alhamdu lillah”, cahayanya memenuhi
antara langit dan bumi. Jika ia membacanya untuk kedua kali, cahayanya memenuhi
antara Arasy dan bumi.” Saat pertama kali dibaca, ia membersihkan aliran.
Buih yang mengelilingi dada hilang sehingga aliran bertambah bersih. Ia
mengeluarkan buih dari hati, karena ilmu tentang kalimat tersebut terdapat
dalam hati. Semakin tersingkap hijab yang menutupi ilmu, semakin bersih dan
bercahayalah ia hingga memenuhi penjuru barat dan timur, bahkan arasy dan bumi.
30. Ulama Bertingkah
seperti Anak Kecil.
Orang yang hatinya mendengarkan dan menerima bisikan nafsu serta meminta
nasehat kepada nafsu tak ubahnya seperti orang berakal, berilmu, terhormat, dan
rujukan umat mendatangi anak kecil berpakaian lusuh, kotor dan berliur, lalu
bermain bersamanya layaknya anak kecil. Sang ulama meminta nasihat si anak
dalam berbagai urusan. Segala ucapan anak kecil itu didengarkan dan
diturutinya. Tentu saja setiap orang yang melihat bingung dan heran dengan
tingkah polahnya. Demikianlah sifat nafsu dalam diri manusia. Kecenderungannya
adalah bermain dan santai, disertai perbuatan jahil dan jorok, amarah dan
cemas.
Apabila hati yang
telah Allah beri makrifat, Allah hiasi dengan akal, serta Allah muliakan dengan
pengetahuan tentang nama-Nya dan ilmu AlQuran justru pergi dan berpaling dari
semua anugerah itu, lalu mendengarkan bisikan dan menerima ajakan nafsu, maka
ini sungguh hal yang teramat aneh. Orang yang melihatnya tentu terheran-heran.
31. Unta Penggerak
Penggilingan. Orang
yang beramal karena pahala laksana unta yang berputar di sekeliling
penggilingan. Ia berputar-putar di sekitar poros sambil menarik kerekannya di
tanah. Ia tidak pernah meninggalkan tempat tersebut. Hanya itulah yang ia
ketahui. Penggilingan adalah upaya yang berat dan penatnya anggota badan dalam
beramal, sementara yang diperasnya adalah amal perbuatan yang dibawa cahaya
menuju langit. Porosnya yang merupakan pusat perputaran amal adalah niat dan
tujuan mereka, yakni pahala dari Allah SWT. Sepanjang hidup mereka sibuk dengan
amal. Gelora hati mereka hanya berputar-putar di sekitar keinginan untuk
mendapat imbalan. Cuma itu yang mereka cari.
32. Menabur Pupuk tanpa
Menyiram Air.
Perumpamaan orang yang ikut berdzikir bersama para pedzikir tanpa pemahaman dan
pengamalan adalah seperti orang yang menaburkan pupuk ke tanamannya tetapi
tidak menyiraminya. Hal itu hanya akan membuat tanaman bertambah kering dan
tidak tumbuh. Berbeda halnya dengan orang yang juga menyirami tanamannya secara
teratur. Air akan membuat tanaman segar. Tanaman pun akan tumbuh dengan batang
yang kuat dan ranting yang subur.
Orang yang ikut
bertahlil tanpa disertai kehadiran hati dan tanpa melaksanakan apa yang
didzikirkan tak ubahnya seperti menabur pupuk tanpa menyiramkan air. Ia malah
memperburuk kondisi tanaman. Sebenarnya ia hanya dituntut satu kali sepanjang
hidupnya untuk mengikrarkan tahlil (La
ilaha illa Allah = tiada Tuhan selain Allah), yaitu dengan mengakui
keeesaan-Nya. Selanjutnya tidak lain adalah pembaharuan rasa rindu. Kalimat
tersebut menuntut rasa rindu kepada-Nya. Apabila hati tidak rindu kepada-Nya,
ia tidak diterima, sebab hati yang beriman merasa tenteram dan rindu
kepada-Nya, Sang Maha Esa.
Setiap kali kerinduan
hati beralih kepada sesuatu selain-Nya, itu tanpa disengaja. Bila ia lalai
mengingat Sang Khaliq dan sibuk dengan makhluk, itu karena kelezatan makhluk
menguasai hati dan syahwat bersemayam dalam jiwa. Jika syahwat menetap, hatinya
menjadi rusak dan dadanya menjadi gelap. Apabila bertahlil, ia memperharui rasa
rindunya dan kembali kepada Allah SWT. Ia mengikat hatinya dengan tahlil dan
jiwanya menjadi segar.
Sementara itu,
barangsiapa mengucap tahlil secara sadar hati, ia bagai orang yang menyirami
tanaman setelah ditaburi pupuk. Pupuk akan terserap dengan baik oleh tanaman.
Tanaman pun tumbuh berkembang dengan kuat, sehingga para petani kagum melihat.
Ia juga membuat musuhnya yang kafir mendengki. Allah SWT menjanjikan ampunan dan
pahala yang besar untuknya, sebagaimana firman-Nya, “….Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar. (surat Al Fath (48)
ayat 29).”
33. Tiga Orang dan
Sungai. Perumpamaan
mukmin, kafir dan munafik adalah seperti tiga orang yang mendatangi sungai
besar di sebuah padang tandus. Salah seorang di antara mereka terjun ke sungai
dan berenang, lalu naik dan keluar di seberang sungai. Orang kedua kemudian
juga terjun. Setiap kali ia hampir sampai ke tepi seberang, orang ketiga yang
belum terjun ke sungai memanggil, “Wahai fulan, kemari! Jalan situ berbahaya,
engkau bisa binasa. Kembalilah ke sini! Aku mengetahui jalan yang aman lewan
jembatan.” Orang pertama yang telah sampai ke seberang memanggilnya pula,
“Kemarilah! Jalannya aman. Disini banyak sekali kenikmatan yang tak dapat
dilukiskan.” Orang kedua itu berenang kesana-kemari hingga akhirnya tenggelam
dan binasa.
Menurut Qatadah,
orang pertama yang berhasil melintas adalah mukmin yang ikhlas. Orang yang
tidak melintas sama sekali adalah orang kafir. Orang yang masuk ke dalam sungai
serta dipanggil-panggil oleh orang muslim dan orang kafir adalah orang yang
bingung sampai matinya. Ia meninggal dunia dalam keadaan munafik. Ia selamanya
berada di dasar neraka jahannam, sebagaimana firman-Nya: “Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang
paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun
bagi mereka. (surat An Nisaa’ (4) ayat 145).”
34. Air. Ilmu laksana air.
Dalam air terkandung kehidupan bumi. Air menumbuhkan tanaman. Tanaman bertumbuh
pada tanah yang disirami air. Dengan air pula tanah menjadi kukuh dan tanaman
menjadi kuat. Seandainya tanaman ditelantarkan tanpa diberi tanah dan disirami
air, tentu tanaman tersebut tidak akan berkembang dan justru akan mati.
Demikian pula halnya dengan ilmu. Dalam ilmu terkandung kehidupan. Hati menjadi
hidup dengan ilmu. Ia menjadi kuat ketika ilmunya dipakai lewat amal. Orang
yang tidak berusaha menyingkap ilmu yang tergambar dalam cermin si dada,
sungguh telah mengabaikan ilmu. Gambaran ilmu dalam dadanya pun melenyap.
Ketika telinga kepalanya mendengar suatu ilmu, apa yang didengarnya itu akan
sampai ke telinga dan mata fu’ad-nya (bathinnya). Tetapi, pada telinga
fu’ad-nya terdapat embusan angina syahwat, sehingga pendengaran bathinnya
tersesat.
Akibatnya, lenyaplah
apa yang didengar oleh telinga kepala dan mata fu’ad-nya pun tidak dapat
menangkap gambaran dari ilmu dalam hatinya tersebut. Gelora dan asap syahwat
dari perut makin menjalar ke dan bertumpuk di dada, sehingga cahaya mentari
makrifat padam dan tidak bisa menerangi dada. Akhirnya, ilmunya hanya sebatas
ocehan lisan. Ilmu dalam dirinya telah terhijab dan lenyap dalam kegelapan asap.
Ia tidak terpakai. Tidak ada yang tersisa, baik dalam bentuk ilmu maupun amal.
Yang ada hanyalah permainan kata di lidah. Itulah hujjah Allah SWT atas
manusia. Ia tak ubahnya seperti orang yang menanam pohon tetapi tidak menyiram
dan memeliharanya, sehingga pohon itu kering dan tidak berkembang. Di akhirat
ia termasuk orang yang merugi.
35. Orang yang Terdampar
di Padang Tandus.
Perumpamaan orang yang cemas adalah seperti orang yang berada di padang tandus.
Ia tidak menemukan bangunan atau tumbuhan. Ia sangat cemas akan tersesat jalan,
cemas terhadap kegelapan dan cemas dengan sedikit makanan yang tersisa. Ia juga tak ubahnya seperti orang yang
terperosok dalam semak belukar dan menyadari bahwa itu adalah tempat singa.
Kecemasannya terhadap singa merasuk dalam hatinya.
36. Rumah Persinggahan
Bercahaya.
Diriwayatkan bahwa Malik bin Dinar berkata, “Dalam Taurat aku membaca:
“Janganlah engkau tidak bisa mendirikan shalat di hadapan-Ku seraya menangis!
Aku adalah Allah, yang Mahadekat dengan hatimu. Secara ghaib engkau dapat
melihat cahaya-Ku.”
Itulah rumah tempat
mereka singgah. Rumah itu berasal dari cahaya, sehingga mereka dapat melihat
makna dan rahasia ayat-ayat. Mereka pun merasa nikmat dan terlepas dari rasa
penat yang hinggap atas apa yang mereka baca sebelumnya. Setelah itu, mereka
kembali menelusuri perjalanan ayat-ayat tanpa merasa lelah tersisa. Mereka
selalu ingin singgah disana untuk melepas lelah dan mengharapkan cahaya demi
menikmati “serambi Tuhan”. Dalam perjalanan, mereka juga menemukan bilik-bilik yang
bukan untuk mereka, melainkan tempat penambatan hewan dan rumah-rumah kosong.
Karena itu, mereka meneruskan perjalanan. Ketika mendapati persinggahan yang
dipersiapkan untuk mereka, mereka mendapatkan apa yang mereka harapkan. Tatkala
mereka membacanya berulang-ulang, hati mereka menyerap sinar. Cahaya pun
menyala dan berbagai makna tergambar dalam hati. Haru bahagia merasuk dan air
mata pun mengalir.
Diriwayatkan bahwa
Ibn Abbas ra, berkata, “Allah SWT tidak menurunkan kitab suci kecuali Dia
senang tafsirnya diketahui. Barangsiapa membaca AlQuran tanpa mengetahui
tafsirnya, ia tergolong buta huruf.” Sedangkan Sa’id ibn Jubayr bertutur,
“Perumpamaan orang yang membaca AlQuran tanpa mengetahui tafsirnya seperti
orang yang mendapat surat dari tokoh yang paling dihormatinya. Ia sangat
gembira menerima surat dari sang tokoh. Ia lalu mencari orang yang bisa
membacakan surat itu untuknya, namun ia tidak menemukan. Karena buta huruf, ia
hanya bisa gembira atas datangnya surat tanpa bisa memahami isinya. Itulah
perumpamaan orang yang membaca AlQuran tanpa mengetahui tafsir dan
kandungannya.
37. Tonggak Keputusan. Akhlak berpilar
tabiat. Unsurnya bersumber dari makrifat dan ilmu tentang Allah SWT. Lahan
kerjanya adalah dada. Itulah karakter orang-orang yang bertauhid. Adapun
orang-orang kafir, akhlak mereka berpilar tabiat dan bekerja dalam dada tetapi
berunsur utama kesenangan, pujian manusia, penghormatan, dan kedudukan. Allah
SWT berfirman, “Negeri akhirat itu Kami
jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat
kerusakan di bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertaqwa.
(surat Al Qashash (28) ayat 83).”
Kaum beriman
berakhlak dengan akhlak Allah. Dengan akhlak, mereka merendahkan diri di
hadapan Allah SWT, mengharap ridha-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya, dan
memperlihatkan cinta mereka kepada-Nya. Sementara itu, orang-orang kafir
berakhlak dengan akhlak yang lain. Mereka sombong kepada Allah SWT, melampaui
batas, mendekatkan diri kepada makhluk,
memperlihatkan cinta kepada manusia, dan menginginkan penghormatan.
Akhlak memiliki
kekuasaan. Bila seorang makhluk merasakan keleluasaan, ia akan berjalan bebas
dengan leluasa. Akhirnya, ia melanggar batas dan mengabaikan kebenaran. Hawa
nafsulah yang telah menggiringnya. Adapun mukmin, ketika makhluk memberikan
keleluasaan, akalnya mencegah dirinya agar tidak melampaui batas. Karena itulah
ia disebut akal (‘aqala: mengikat dan mencegah), sebab ia mengikat dn mencegah
manusia dari kebodohan sekaligus mengembalikannya kepada pengetahuan yang Allah
ajarkan. Akal menyadari bahwa Allah SWT lebih mengetahui tentang segala sesuatu.
Karena itu akal menyerahkan keputusannya kepada Allah, sehingga Dia memberinya
petunjuk.
38. Tak Kenal, maka Tak
Sayang.
Perumpamaan yang diberikan adalah tentang orang yang mengenalmu lewat seringnya
ia berkunjung kepadamu. Bolak-balik dan hilir-mudik orang tersebut kepadamu
membuatmu mengenalnya. Ia menjadi orang yang kau kenal lewat wajahnya. Karena
sering datang, ia berkenalan denganmu lewat salam serta bertanya tentang
keadaanmu secara jujur. Dari sana, ia mengenalmu. Kamu pun, dalam hatimu,
menganggapnya sebagai orang yang penuh perhatian dan peduli. Ia kemudian
memperlihatkan ketulusannya secara sungguh-sungguh hingga ikut mencintai dan membenci sesuatu
yang kau cintai dan kau benci. Ia bergembira atas kegembiraanmu, senang atas
kesenanganmu, sedih atas musibah yang menimpamu, dan sakit atas sesuatu yang
menimpamu. Ia mengenalmu dengan ikhlas, sehingga hatimu menilainya sebagai
orang yang ikhlas.
Selanjutnya, ia rela
mengorbankan diri dan hartanya untukmu. Ia tidak peduli dengan kesulitan yang
menimpa diri dan hartanya demi dirimu. Ia mempersembahkan segala sesuatu
untukmu. Karena itu, dalam hatimu ia menjadi orang yang sangat kau cintai. Ia
menjadi orang yang sangat istimewa bagimu dan engkau pun menjadi orang istimewa
baginya. Engkau mengungkapkan seluruh rahasiamu kepadanya dan membiarkannya
ikut campur dalam urusanmu. Nah, demikianlah Allah memperlakukanmu
sebagaimana salah seorang hamba-Nya memperlakukanmu seperti tadi.
39. Pohon Berbatang Cinta. Cinta dan segala
turunannya ibarat pohon yang memiliki pusat dan cabang. Pusatnya berupa batang
pohon dan cabangnya berupa dahan serta ranting yang menghasilkan buah. Buah sebenarnya
berasal dari pusat atau batang. Makrifat adalah pohonnya, sementara cinta
adalah pusat makrifat. Rasa takut, harap, malu, cemas, ridha, kanaah, dan
sejumlah sifat lain merupakan rantingnya. Dari sana muncullah buah ketaatan.
Tuhan telah bermurah hati kepadamu dengan memberikan makrifat. Dia
menganugerahi mu makrifat sebagai perwujudan cinta-Nya. Dia mengeluarkan
cinta-Nya untukmu dari pintu kasih sayang dan rahmat-Nya. Engkau pun
mendapatkan bagian dari cinta, kasih sayang, dan rahmat tersebut sehingga
memperoleh makrifat. Ketika mengenal-Nya, engkau takut kepada-Nya, berharap
kepada-Nya, cemas kepada-Nya, merasa tenteram bersama-Nya, teguh beribadah
kepada-Nya serta berserah diri kepadaNya dalam segala perintah dan
larangan-Nya. Itu semua ibarat ranting-ranting pohon makrifat. Engkau diberi
pohon berikut seluruh rantingnya. Setelah itu, engkau akan memperoleh buah
sebagai hasil ketaatanmu.
40. Awan Penghalang. Hawa nafsu pada
manusia ibarat awan yang menyelimuti bumi dengan menutupi seluruh cakrawala.
Demikianlah hawa nafsu manusia, ia menutupi fu’ad (kalbu) dalam dada. Cahaya
hati bagi matahari yang tersembunyi di balik awan. Panas dan sinarnya tidak
bermanfaat. Tatkala si manusia diserang oleh musuh hingga menyekutukan Allah,
mataharinya mengalami gerhana. Makrifatnya tertutup dan terhijab. Dadanya gelap laksana
gulita malam.
Ia mengetahui bahwa
Allahlah yang menciptakannya, memberikan rezeki kepadanya, mematikannya, dan
menguasainya, tetapi ilmu ini tersembunyi di balik kegelapan syirik. Tidak ada
cahaya yang menyinari mata fu’ad-nya. Ia mengucapkan, “Tuhanku adalah Allah,”
namun ia tidak konsisten dengan ucapannya itu. Allah SWT berfirman: “Jika kamu
tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” pastilah
mereka akan menjawab, “Semuanya
diciptakan oleh Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.” (surat al Zukhruf (43) ayat
9).” Jika ditanyakan kepada mereka, “Siapakah yang mengatur semua urusan?
Siapakah yang memberikan rezeki kepadamu? Siapakah yang menguasai seluruh
pendengaran dan penglihatan? Siapakah yang menggenggam segala sesuatu?” Tentu,
mereka akan menjawab, “Allah”. Namun mereka menyekutukannya.
Yang membuat mereka
musyrik adalah hawa nafsu. Hawa nafsulah yang mencari serta meminta bahaya dan
manfaat kepada berhala. Firman Allah SWT tentang perkataan mereka, “Kami tidak menyembah mereka melainkan
(berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.
(surat Az Zumar (39) ayat 3).” Dan Allah SWT juga berfirman: “Dan mereka telah memilih tuhan-tuhan selain
Allah, agar tuhan-tuhan itu menjadi pelindung bagi mereka. (surat Maryam (19)
ayat 81).”
Jika Allah memberikan
anugerah-Nya kepada seorang hamba, Dia akan membukakan hijab yang menutupi
cahaya. Cahaya pun masuk ke dalam hati sang hamba. Matahari terlepas dari
gerhana. Dadanya bersinar dengan cahaya Allah serta hatinya menjadi tenteram
dan aman. Itulah hamba yang mendapat anugerah iman. Allah membuatnya cinta
kepada keimanan sekaligus menjadikan iman indah dalam hatinya. Adapun orang yang
tidak diberikan anugerah iman, hatinya tertutup. Tutup itu tidak lain adalah
hawa nafsu, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah
telah mengunci pendengaran, dan hatinya serta meletakkan tutup atas
penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa
kamu tidak mengambil pelajaran? (surat Al Jatsyiyah (45) ayat 23).”
Apabila Allah SWT
menganugerahkan cahaya kepadanya, ia bisa menembus hawa nafsu. Sinar
menggantikan hawa nafsu. Hawa nafsu pun pergi. Cahaya lalu masuk ke dalam dada,
sehingga dada menjadi terang, bersinar, dan bersih. Allah SWT berfirman: “Sungguh beruntung orang yang menyucikanya (jiwa itu) dan
sungguh merugi orang yang mengotorinya. (surat Asy Syams (91) ayat 9-10).”
Yakni, mengotori rongga hati dengan gelapnya hawa nafsu dan syirik. Orang yang
merugi pastilah tidak beruntung.
Daftar Pustaka.
1. Al
Hakim Al Tirmidzi, Rahasia Perumpamaan
dalam Quran & Sunnah: Melihat
Makna Gaib Melalui Fenomena Nyata, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2006.
2. Al
Hakim Al Tirmidzi, Menyibak Tabir: Hal
Hal Yang Tidak Terungkap Dalam Tradisi Islam, Serambi Ilmu Semesta,
Jakarta, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar