Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan limpahan rahmat kepada kami, yang tidak bisa dihitung dan diukur
dengan apapun juga. Tak lupa shalawat dan salam senantiasa kami haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW uswah kami sepanjang hayat beserta keluarga dan para
sahabatnya serta umatnya sampai akhir zaman. Amiin.
Buku “Tauhid: Inilah Ilmu yang Wajib
kita Miliki” yang sedang jamaah baca dan pelajari dengan seksama, kami
tulis dan kami sajikan dengan semangat untuk mengamalkan ajaran Islam yang
berlaku seperti yang kami kemukakan berikut ini:“Rasulullah
SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal
kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat yang
diajarkan, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakannya”. (Hadits Riwayat Bukhari-Muslim). Selain berdasarkan hadits di atas ini,
masih ada ajaran Islam yang kami amalkan sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah
SAW bersabda: “Wahai orang yang berilmu! Ketahuilah bahwa jika engkau tidak
mengamalkan ilmu yang engkau miliki, maka ia tidak akan membelamu kelak
dihadapan (pengadilan) Rabbmu. (Hadits
Riwayat Ad-Darimi).” Dan ada pula nasehat dari alim ulama yang
juga kami amalkan sebagaimana berikut ini:
“Tiap-tiap sesuatu ada zakatnya (penyuciannya). Zakat harta ialah
sedekah kepada fakir miskin dan yang membutuhkan lainnya. Zakat kekuatan ialah
membela kaum dhuafa yang teraniaya. Zakat argumentasi dan kefasehan lidah ialah
mengokohkan hujjah dan dalil-dalil agama. Dan Zakat ilmu pengetahuan adalah dengan
mengajarkan ilmunya kepada orang lain”. (Alim
Ulama).”
Alangkah hebatnya
umat Islam jika mampu menjalankan apa apa yang tertuang dalam hadits dan
nasehat alim ulama di atas ini, yaitu: (1) Memberi bukanlah sebatas sedekah yang
berasal dari harta kekayaan atau penghasilan semata; (2) Memberi juga bisa kita
lakukan dengan cara membela kaum dhuafa yang teraniaya melalui zakat (sedekah)
yang berasal kekuatan atau kekuasaan yang kita miliki; (3). Memberi juga bisa
kita lakukan dalam kerangka untuk mengokohkan hujjah dan dalil dalil agama
melalui zakat/sedekah argumentasi dan kefasehan lidah yang kita miliki; (4).
Dan yang terakhir memberi juga bisa kita lakukan dengan cara mengajarkan ilmu
pengetahuan yang melalui jalan zakat/sedekah ilmu pengetahuan yang kita miliki.
Apalagi jika apa apa yang kami kemukakan ini terlaksana tanpa diketahui
oleh tangan kiri sewaktu tangan kanan memberi (maksudnya adalah berbuat dan
bertindak secara ikhlas karena Allah SWT semata), yang mana kekuatannya sangat
luar biasa dan hasil yang akan kita rasakan juga sepadan yaitu sangat luar
biasa pula, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Said ra, berkata: Nabi bersabda;
“Seseorang yang memberi sedekah satu dirham selama hidupnya, lebih baik baginya
daripada memberi seratus dirham di waktu matinya”. (Hadits Riwayat Abu Dawud).”
.
Adanya semangat mengamalkan ajaran Islam
sebagaimana telah kami kemukakan di atas, maka tersajilah buku “Tauhid: Inilah Ilmu yang Wajib kita
Miliki” kepada jamaah sekalian. Dan kami berharap buku ini bisa menjadi
bentuk rasa syukur kami kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayahnya kepada kami dan juga kepada keluarga besar kami serta juga kami
berharap buku ini bisa menjangkau generasi yang datang dikemudian hari; mampu pula
tersebar ke berbagai tempat yang ada di muka bumi ini dan bisa menjadi buku penyeimbang
bagi buku-buku yang pernah ada sebelumnya sehingga umat mampu tercerahkan atas
kehadiran buku ini.
Buku ini kami tulis berdasarkan pengajian ketauhidan yang kami dapatkan
dari 2 (dua) orang guru kami, yang pertama adalah “H. Datuk Nurdin Hakami”, beliau adalah anak dari Hasyim Husaini, yang di Sumatra Barat akrab disapa
dengan panggilan “Hasyim Tiku”. Dan yang kedua, kajian ketauhidan ini kami dapatkan dari “H. Bachtiar Ma’ani” yang
mana beliau adalah guru yang sekaligus orang tua kandung dari kami sendiri. Dan
semoga keduanya selalu di dalam limpahan rahmat Allah SWT. Amiin.
Hidup adalah saat
bersatunya jasmani dengan ruh dan pada saat itu pulalah kita harus bisa
membuktikan penghambaan dan kekhalifahan yang kita laksanakan, apakah sesuai
dengan kehendak Allah ataukah tidak. Hidup adalah saat terjadinya tarik menarik
kepentingan antara nilai nilai kebaikan dengan nilai nilai keburukan. Hidup adalah perjuangan. Hidup adalah
tantangan. Hidup adalah pilihan di dalam menentukan sikap menjadi baik ataukah
menjadi buruk. Hidup harus dihadapi bukan untuk dihindari. Hidup adalah
permainan yang mengharuskan diri kita menjadi pemenang, bukan menjadi
pecundang. Hidup adalah saat diri kita melaksanakan salah satu rencana
besar Allah SWT yaitu menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di
muka bumi. Jika saat ini kita masih hidup berarti segala sesuatu yang
berhubungan dengan hidup sedang kita hadapi tanpa terkecuali.
Agar hidup yang kita
jalani sesuai dengan kehendak Allah SWT Dzat Yang Maha Hidup maka kita harus
tahu diri dan tahu aturan main serta tahu tujuan akhir yang berlaku saat kita
hidup di dunia ini. Tahu diri berarti kita juga harus tahu siapa diri kita dan
siapa Allah SWT dan ada hubungan apa antara diri kita dengan Allah SWT.
Tahu aturan main
bahwa Allah SWT adalah pemilik dan pencipta alam semesta ini berarti Allah SWT
adalah pembuat dan penentu aturan-aturan yang berlaku di langit
dan di muka bumi ini (maksudnya Diinul Islam) serta Allah SWT juga adalah
penilai atau yang memutuskan siapa abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
yang berhak untuk masuk syurga dan siapa yang akan masuk neraka. Dan jika kita
termasuk orang yang tahu diri dan tahu aturan main maka kita tidak bisa hidup
dengan seenaknya saja di langit dan di muka bumi ini. Dan yang terakhir kita harus
tahu dan mengerti tentang tahu tujuan akhir dari perjalanan hidup yang kita
jalani saat ini, apakah mampu menghantarkan diri kita ke syurga ataukah ke
neraka.
Dan untuk bisa menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT bukanlah
sesuatu yang mudah seperti membalik telapak tangan. Apalagi bagi generasi
milenial, yang tidak lain adalah anak keturunan dari kita sendiri yang memiliki
tantangan yang berbeda dengan diri kita. Tantangan
(ancaman) yang dihadapi generasi
milenial sangat luar biasa sehingga membutuhkan perhatian yang sangat serius
dari diri kita, selaku orang tua ataupun selaku kakek/nenek dari mereka semua.
Sehingga generasi milenial saat menjalani
hidupnya bisa melaluinya dengan mudah. Dan agar generasi milenial mampu dapat
menghadapi ancaman dan juga tantangan yang sangat luar biasa keadaannya, maka
sudah seharusnya diri kita selaku orang tua memberikan pedoman dan arahan yang
terbaik bagi mereka semua. Salah satu bentuk pedoman dan dukungan yang harus
mereka (generasi milenial) miliki adalah bagaimana mereka semua harus dapat memiliki
ilmu tauhid (ketauhidan) yang baik dan benar yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT melalui pendidikan akhlak terutama dari diri kita sendiri dan juga dari
penghasilan yang halal yang kita nafkahkan untuk membiayai mereka.
Ilmu tauhid (ketauhidan) haruslah menjadi ilmu yang
paling dasar dan yang menjadi pondasi dasar (aqidah) dalam diri seseorang dalam
membentuk keimanan dan ketaqwaan dalam diri setiap generasi milenial tanpa
terkecuali.
Semoga dengan adanya ilmu tauhid (ketauhidan) yang melekat dalam diri generasi
milenial yang di dalamnya termasuk anak keturunan kita, mereka semua siap
menghadapi segala tantangan dan ancaman yang
telah nyata-nyata ada dihadapan mereka semua dan mereka juga mampu
melaksanakan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, dalam hal ini mampu
menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.
Jamaah sekalian, buku “Tauhid: Inilah Ilmu Yang Wajib
Kita Miliki” yang kami tulis ini, tidak terlepas dari 9 (sembilan) buah
keadaan yang nyata-nyata telah terjadi dihadapan diri kita saat ini dan yang
juga pasti akan dihadapi pula oleh setiap anak keturunan dari diri kita sendiri
yang tidak lain adalah generasi milenial saat ini. Dan sebagai orang tua kita harus bisa mendidik anak dan keturunan kita
sesuai dengan jamannya. Yang mana jamannya ini bukanlah jamannya diri kita
melainkan jamannya anak keturunan dari diri kita sendiri. Dan akhirnya kita
tidak bisa menganggap sepele apalagi menganggap ancaman dan tantangan yang ada
saat ini adalah sesuatu tidak akan membahayakan diri kita dan juga anak
keturunan kita sehingga kita menganggapnya sepele. Dan inilah 9 (sembilan) keadaan
yang tidak lain adalah tantangan dan ancaman yang harus kita hadapi dan yang juga
akan dihadapi oleh anak keturunan kita yang tidak lain adalah generasi milenial
saat ini, yaitu:
A. ADANYA KONDISI DAN
KEADAAN UMAT AKHIR ZAMAN MENURUT NA-BI MUHAMMAD SAW.
Nabi Muhammad SAW
melalui hadits hadits yang akan kami kemukakan di bawah ini, telah mengemukakan
tentang adanya tantangan, atau ancaman, atau suatu keadaan yang harus siap kita
hadapi dengan sebaik mungkin. Nabi
Muhammad SAW jauh-jauh hari sudah memberikan peringatan kepada seluruh umatnya
agar kita mempersiapkan diri jauh-jauh hari juga dengan sebaik mungkin.
Sehingga umatnya tidak terjerumus ke dalamnya atau tidak mampu menghadapi
tantangan dimaksud yang pada akhirnya akan membawa kita ke dalam neraka. Begitu
banyak tanda-tanda zaman yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW. Begitu
banyak indikator yang telah disampaikan oleh Nabi kita. Yang kesemuanya
menunjukkan betapa visionernya (berpikir jauh ke depan) Nabi kita dan
menunjukkan betapa sangat sayangnya Nabi Muhammad SAW kepada seluruh umatnya.
Dan inilah yang telah dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya,
yaitu:
1. Umat Islam seperti
buih di lautan.
Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam ha-dits berikut ini: Rasulullah bersabda,
“Nyaris
orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang
yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena
sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak
sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut
musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit
wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan
takut mati,” (Hadits Riwayat. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu
Dawud).Kini umat Islam lebih suka berada di zona aman ketimbang
melakukan pembelaan terhadap hak-hak umat Islam. Mereka lebih suka berdiam diri
di rumah bermesraan dengan keluarga. Takut menghadapi ancaman dan tantangan.
Jika hal ini terus terjadi, maka selamanya umat Islam akan menjadi makanan yang
diperebutkan oleh musuh.
2. Adanya Perpecahan
Umat. Berdasarkan
hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, Nasrani terpecah
menjadi 71 atau 72 golongan. Dan umatku terpecah menjadi 73 golongan. (Hadits
Riwayat Abu Dawud, Ath Thirmizi, Ibnu Majah, Ibu Hibban dan Al-Hakim). Nabi
Muhammad SAW sudah memberikan informasinya kepada diri kita bahwa akan terjadi
perpecahan umat. Umat Yahudi menjadi 71 atau 72 golongan. Umat Nasrani menjadi
71 atau 72 golongan sedangkan umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Dan
khusus bagi umat Nabi Muhammad SAW yang akan selamat adalah hanya satu
golongan, sebagaimana hadits berikut ini: “Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Bani
Israil terpecah menjadi 72 millah (agama), sementara umatku berpecah menjadi 73
millah (agama). Semuanya di dalam neraka, kecuali satu millah." Sahabat
bertanya, "Millah apa itu?" Beliau menjawab, "Yang aku berada di
atasnya dan juga para shahabatku." (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi, Abu
Dawud, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan Al-Hakim). Dan adapun golongan yang
selamat adalah golongan yang mengikuti dan mengamalkan ajaran yang
disampaikan oleh Rasulullah SAW, baik yang berwujud perkataan, perbuatan,
tingkah laku, kebiasaan maupun yang diajarkan dengan cara lain, termasuk
penyampaian AlQuran dan Hadits.
3. Adanya Tolak Ukur
Kesuksesan Hidup Bersifat Keduniawian. Sekarang mari ki-ta perhatikan hadits yang
diriwayatkan oleh Adh Dailami di bawah ini, Nabi Muhammad SAW telah
mengemukakan akan tiba suatu zaman dimana perut mereka dijadikan sebagai tuhan.
Perempuan perempuan dijadikan kiblat. Kekayaan duniawi sebagai agama,
sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Nabi SAW bersabda: Manusia akan
melihat hari ketika mereka akan menjadikan perut mereka sebagai tuhan,
perempuan perempuan mereka sebagai kiblat, kekayaan duniawi sebagai agama
mereka, sebagai tolak ukur keunggulan dan kemuliaan mereka. (akan datang suatu
saat ketika) tidak ada keimanan melainkan nama, tidak ada Islam melainkan
ritual ritual saja, tidak ada AlQuran selain sekedar pelajaran saja, Masjid
masjid mereka akan berdiri seperti bangunan bangunan batu sementara hati mereka
sepi dari petunjuk. Para ulama pada zaman itu akan menjadi seburuk buruknya
manusia di muka bumi. (yaitu, mayoritas mereka akan menjadi para penyembah
dunia).” (Hadits Riwayat Adh Dailami).” Selain daripada itu, tidak ada
lagi keimanan melainkan nama semata. Tidak ada Islam melainkan ritual-ritual
semata. Tidak ada AlQuran selain sekedar pelajaran saja atau sekedar bacaan
semata. Masjid seperti bangunan batu, sementara hati mereka sepi dari petunjuk
apalagi bimbingan yang menentramkan jiwa. Ulama mereka menjadi seburuk-buruk
manusia dikarenakan telah menjadi penyembah dunia, yaitu mayoritas mereka akan
menjadi penyembah dunia.
4. Adanya Keimanan
berdasarkan Pesanan. Lain
halnya yang dikemukakan oleh Abu Dawud dalam hadits yang kami kemukakan berikut
ini: “Nabi
SAW bersabda: Mendekati kiamat akan terjadi berbagai fitnah, seolah-olah
kepingan kepingan malam yang gelap gulita. Seorang yang pagi hari beriman maka
pada sore harinya menjadi kafir, dan orang yang pada sore harinya beriman maka
pada pagi harinya menjadi kafir, dia menjual agamanya dengan (imbalan) harta
benda dunia.” (Hadits Riwayat Abu Dawud). Tingkat atau kualitas
keimanan seseorang sangat tergantung kepada keadaan yang dihadapinya, bisa
berubah ubah dikarenakan mereka telah menjual agamanya dengan harta benda atau
imbalan dunia. Siang lain, malam lain. Hari ini lain, esok lain. Berubah-ubah
sesuai dengan pesanan yang dihadapinya.
5. Adanya Shalat sebatas
Ritual Belaka. Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Akan
datang suatu masa atas manusia, dimana mereka shalat padahal sebenarnya mereka
tidak shalat. (Hadits Riwayat Ahmad).” Adanya orang yang shalat tapi
sebenarnya tidak shalat menunjukkan bahwa shalat hanya sebatas rutinitas dalam
bentuk ritual dari sebuah kewajiban tanpa pernah merasakan rasa berkomunikasi
dengan Allah SWT. Selain daripada itu, Nabi Muhammad SAW juga telah memberikan
gambaran bahwa akan datang suatu masa amanat yang pertama akan dicabut dari
muka bumi dan yang terakhir adalah shalat khusyu’ walaupun saat itu banyak orang
yang shalat, sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Kececeran
yang pertama akan kamu alami dari agamamu ialah amanat, dan kececeran yang terakhir ialah shalat. Dan sesungguhnya
(akan terjadi) orang yang melakukan shalat sedang mereka tidak berakhlak.
(Hadits Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah). Kondisi ini terjadi
karena jiwa dari shalat yang sesungguhnya adalah khusyuk sudah hilang sehingga
shalat yang dilakukan hanya sebatas ritual belaka tanpa ada makna atau shalat
hanya sebatas ibadah lahiriah semata tanpa merasakan dan mencapai hakekat dari
shalat yaitu menjadikan shalat sebagai ibadah bathiniah, yang pada akhirnya
shalat yang dikehendaki Allah SWT tidak tercapai sama sekali.
6. Adanya Umat Yang
Wujudnya Berubah Jadi Kera dan Babi. Berdasarkan hadits yang kami kami kemukakan
berikut ini: “Ada suatu kaum dari umatku di akhir zaman yang diubah wujudnya menjadi
kera dan babi. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah mereka orang orang
muslim?’ Beliau menjawab: Ya, mereka bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan Aku adalah utusan Allah, mereka berpuasa”. Mereka bertanya lagi: Lalu apa
yang mereka perbuat Wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “Mereka mengha-dirkan
alat alat ka n, para biduanita, gendang, dan minum arak. Lalu mereka
bermalam dengan minuman keras dan permainan tersebut. Maka pada pagi harinya
mereka telah berubah wujud”. (Hadits Riwayat Ibnu Hibban) Akan datang umat di akhir zaman wujudnya
menjadi kera dan babi. Lihatlah perilaku kera dan lihatlah perilaku babi, lalu perhatikan
pula pola hidup dan kehidupannya. Apakah kita yang masih memiliki kesadaran ini
mau membiarkan anak dan keturunan kita menjadi seperti mereka kelak!
7. Kehancuran umat Islam
bukan oleh kekuatan musuh, namun karena pengkhia-natan sebagian umat Islam. Para pengkhianat
agama itu bekerja sama dengan thagut dan orang-orang kafir untuk
memerangi para pejuang Islam. Para pengkhianat dari Islam itu sendiri telah
menjual darah daging saudaranya kepada musuh-musuh Islam dengan imbalan yang
tidak sedikit. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku sudah memohon kepada Rabbku
untuk umatku janganlah membinasakan mereka dengan paceklik yang merajalela,
jangan menundukkan mereka kepada musuh dari luar kelompok mereka yang menodai
kedaulatan mereka. Sesungguhnya Rabbku berfirman: Wahai Muhammad! Sungguh jika
Aku telah menetapkan suatu ketetapan, maka tidak bisa ditolak. Aku berikan
kepada umatmu agar mereka tidak dibinasakan oleh paceklik yang merajalela dan
agar mereka tidak dikuasai oleh musuh dari luar mereka yang akan menodai
kedaulatan mereka, sekalipun musuh itu berkumpul dari seluruh penjuru dunia,
kecuali jika sebagian mereka membinasakan sebagian yang lain dan mereka saling
menawan satu sama lain.” (Hadits Riwayat
Muslim dan Tirmidzi).
Kegagalan umat Islam
dalam mewujudkan cita-citanya lebih karena faktor loyalnya mereka terhadap
musuh-musuh Islam. Demikian pula keberhasilan musuh-musuh Islam dari kalangan
Yahudi dan Nasrani, mereka menang bukan karena kehebatan dan kekuatan yang
dimilikinya, melainkan adanya sebagian umat Islam yang bergabung bersama
mereka. Dan peristiwa bergabungnya sebagian umat Islam bersama musuh-musuh
Islam, secara tegas telah dinubuwatkan oleh Rasulullah SAW: “Kiamat tidak akan terjadi hingga suku-suku
dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan hingga mereka menyembah
berhala. Di tengah umatku kelak akan ada 30 pendusta, masing-masing mengaku
sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku.”
(Hadits Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).
8. Masjid Dijadikan
Tempat Ngobrol/Kongkow. Masjid adalah rumah Allah SWT. Sebagai rumah Allah SWT
berarti kita yang datang kesana adalah tamu bagi Allah SWT. Akan tetapi justru
tamu yang datang ke rumah Allah tidak memiliki keperluan terhadap Allah SWT
selaku tuan rumah. Mereka yang datang
justru menjadikan masjid sebagai tempat mengobrol, bukan untuk tempat beribadah
kepada Allah SWT. Inilah yang dikemukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban berikut ini: “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia
berkata: Rasulullah SAW bersabda: “akan ada di akhir zaman nanti, suatu kaum
yang mengobrol di masjid. Mereka tidak ada keperluan terhadap Allah SWT.
(Hadits Riwayat Ibnu Hibban). Dan juga berdasarkan hadits berikut ini: “Dari
Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Telah
hampir tiba suatu zaman ketika tidak ada lagi dari Islam, kecuali hanya namanya
dan tidak ada lagi dari AlQuran, kecuali hanya tulisannya. Masjid-masjid mereka
indah, tetapi kosong daripada hidayah. Ulama mereka adalah sejahat-jahatnya
makhluk yang ada di bawah langit. Daripada merekalah kluar fitnah dan kepada
mereka juga fitnah itu akan kembali.” (Hadits Riwayat Al-Baihaqi)
Selain adanya 8 (delapan) kondisi umat akhir zaman yang
telah dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW di atas, masih ada satu hadits yang
menginformasikan tentang kondisi umat akhir zama yang sudah tidak memperdulikan
lagi akan adanya ketentuan halal dan haram sebagaimana hadits berikut ini: “Rasulullah
SAW bersabda: Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak peduli
lagi dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal
ataukah dengan cara yang haram. (Hadits Riwayat Bukhari).” Sebagai
orang tua, sebagai kakek (nenek) tidakkah kita menyadarinya? Sudahkah kita
mengetahui-nya? Sudahkah kita mengantisipasinya? Sudahkah kita mempersiapkan
diri, keluarga, anak dan keturunan kita untuk siap-siap menghadapi apa apa yang
telah dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW di atas? Untuk itu kita wajib
memperhatikan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Hasyr (59)
ayat 18 berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diper-buatnya
untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (surat Al Hasyr (59) ayat 18).”
Ayat ini mengemukakan bahwa segala sesuatu yang kita
lakukan bukan hanya untuk hari ini namun juga termasuk untuk kepentingan hari
esok (termasuk di dalamnya menghadapi apa yang dikemukakan oleh Nabi di atas)
harus sudah kita lakukan (sudah kita persiapkan) hari ini dan saat ini juga.
Dan dari sinilah akan menghasilkan konsep “tabur–tuai”, siapa yang menanam maka
ia pulalah yang akan memanen hasilnya. Jadi
tidak ada alasan menunda-nunda persiapan untuk menghadapi tantangan dan ancaman
yang telah dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW di atas. Apakah kita mau
membiarkan anak dan keturunan kita sendiri mengalami seperti yang dikemukakan
oleh Nabi Muhammad SAW di atas! Semua terpulang kepada diri kita selaku orang
tua atau sebagai generasi datang terlebih dahulu maukah berbuat sesuatu kepada
anak keturunan diri kita sendiri!
B. ADANYA PERNYATAAN DALAM BENTUK PUISI YANG
BERASAL DARI “KH AHMAD MUSTOFA BISRI (GUS MUS)” YANG BERJUDUL “KETIKA AGAMA
KEHILANGAN TUHANNYA”
Dan inilah pernyataan lengkap dalam bentuk puisi
yang berjudul “Ketika Agama Kehilangan Tuhannya” yang dikemukakan oleh KH
Ahmad Mustofa Bisri “Gus Mus”, yaitu:
1. Dulu agama
menghancurkan berhala. Kini agama jadi berhala, Tak kenal Tu-hannya, yang
penting agamanya.
2. Dulu orang berhenti
membunuh karena agama. Sekarang orang saling membu-nuh karena agama.
3. Dulu orang saling
mengasihi karena beragama. Kini orang saling membenci ka-rena beragama.
4. Agama tak pernah
berubah ajarannya dari dulu. Tuhan pun tak pernah berubah dari dulu. Lalu yang
berubah apanya? Manusianya?
5. Dulu pemimpin agama
dipilih berdasarkan kepintarannya, yang paling cerdas di antara orang-orang
lainnya. Sekarang orang yang paling dungu yang tidak bisa bersaing dengan
orang-orang lainnya, dikirim untuk belajar jadi pemimpin agama.
6. Dulu orang belajar
agama sebagai modal, untuk mempelajari ilmu lainnya. Se-karang orang malas
belajar ilmu lainnya, maunya belajar agama saja.
7. Dulu para siswa
diajarkan untuk harus belajar giat dan berdoa untuk bisa me-nempuh ujian.
Sekarang siswa malas belajar, tapi sesaat sebelum ujian berdoa paling kencang,
karena diajarkan pemimpin agamanya untuk berdoa supaya lulus.
8. Dulu agama mempererat
hubungan manusia dengan Tuhan. Sekarang manusia jauh dari Tuhan karena terlalu
sibuk dengan urusan-urusan agamanya.
9. Dulu agama ditempuh
untuk mencari Wajah Tuhan. Sekarang agama ditempuh untuk cari muka dihadapan
Tuhan.
10.Esensi beragama telah
dilupakan. Agama kini hanya komoditi yang me-nguntungkan pelaku bisnis berbasis
agama, karena semua yang berbau agama telah didewa-dewakan, takkan pernah
dianggap salah, tak pernah ditolak, dan jadi keperluan pokok melebihi sandang,
pangan, papan. Agama jadi hobi, tren, dan bahkan pelarian karena tak tahu lagi
mesti mengerjakan apa.
11.
Agama kini
diper-Tuhan-kan, sedang Tuhan itu sendiri dikesampingkan. Agama dulu memuja
Tuhan, Agama kini menghujat Tuhan.
12.
Nama Tuhan dijual dan
diperdagangkan, dijaminkan, dijadikan murahan, oleh orang-orang yang merusak,
membunuh, sambil meneriakkan nama Tuhan. Tuhan mana yang mengajarkan ‘tuk
membunuh?! Tuhan mana yang mengajarkan tuk membenci?! Tapi manusia membunuh,
membenci, merusak, mengintimidasi, sambil dengan bangga meneriakkan nama Tuhan,
berpikir bahwa Tuhan sedang disenangkan ketika ia menumpahkan darah manusia
lainnya.
13.
Agama dijadikan
senjata tuk menghabisi manusia lainnya. Dan tanpa disadari manusia sedang
merusak reputasi Tuhan, dan sedang mengubur Tuhan dalam-dalam di balik gundukan
ayat-ayat dan aturan agama.
Dari 13 (tiga belas)
pernyataan dalam bentuk puisi yang dikemukakan ole “Gus Mus” di atas, kesemuanya
bukanlah sesuatu pernyataan yang biasa-biasa saja, atau sesuatu yang bersifat
gurauan (candaan) semata. Namun apa yang dikemukakan oleh beliau tidak bisa
dianggap remeh (apalagi diabaikan). Namun kondisinya harus bisa kita perbaiki
sehingga dari “sesuatu yang sesuai dengan
kehendak syaitan sang laknatullah” harus menjadi “sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah SWT” selaku Tuhan bagi
seluruh alam. Disinilah letak betapa pentingnya kita berbuat kebaikan untuk
kemaslahatan diri, keluarga, umat, bangsa dan juga negara dengan mengambil yang
sesuai dengan minat dan bakat yang kita miliki. Ayo wakafkan waktu dengan
belajar yang diiringi dengan mengajar walaupun hanya satu ayat.
C. ADANYA SEBUAH ANALISA YANG DILAKUKAN OLEH “MOSHE DAYAN” TERHADAP UMAT ISLAM.
“Moshe Dayan” adalah salah seorang jenderal Angkatan
Darat Israel yang sekaligus juga eks Menteri Pertahanan dan juga Menteri Luar
Negeri dari Negara Israel, ia pernah menulis tentang 3 (tiga) buah kelemahan
umat Islam, sebagaimana dikemukakan dalam laman “mediakontroversi.co.id” berikut ini:
1. Umat Islam umumnya tidak peduli dengan sejarah bahkan
dengan sejarah umat-nya sendiri.
2. Kebanyakan umat Islam malas, bahkan tidak suka
merancang sesuatu dengan de-tail (terperinci), termasuk untuk mengalahkan kita,
negara Israel.
3. Umat Islam sangat malas untuk membaca buku bahkan
untuk membaca (mem-pelajari) kitabnya sendiri.
Saat artikel analisanya ini dipublikasikan, banyak warga Yahudi, terutama
yang ada di Palestina dan Amerika Serikat protes keras. Mereka khawatir umat
Islam akan segera membenahi kelemahan-kelemahan yang diungkap oleh “Moshe Dayan”. Tetapi apa yang diungkap
perwira senior Israel tersebut? Dia mengatakan “Jangan khawatir….umat Islam tetap akan lemah selamanya, karena mereka
tetap dengan kemalasannya untuk membaca buku, malas baca kitabnya sendiri,
malah ada yang sinis terhadap ajaran agamanya sendiri.” Dan walaupun “Moshe Dayan” sudah tiada sejak 1981,
analisa tersebut bisa dibilang akurat dengan kondisi yang terjadi pada sebagian
umat Islam saat ini. Apakah kita termasuk yang di dalamnya? Semoga yang membaca
dan yang mempelajari buku ini bukan orang yang dimaksud oleh Moshe Dayan di
atas!
D.
ADANYA KEGAGALAN
REFORMASI.
Untuk itu lihatlah hasil
dari reformasi yang saat ini berjalan di negeri kita, bukannya sebuah
perbaikan, atau peningkatan kesejahteraan yang semakin meningkat di masyarakat.
Akan tetapi
yang terjadi adalah semakin merosotnya nilai-nilai kebangsaan, merosotnya
nilai-nilai keagamaan, merosotnya nilai-nilai moral dan aqidah di dalam
masyarakat, semakin banyak dan semakin maraknya praktek Korupsi Kolusi Nepotisme
baik sendiri-sendiri maupun berjemaah, narkoba,
kejahatan kerah putih, pembalakan liar, porno aksi dan pornografi, pandemi
covid 19 dan lain sebagainya, yang kesemuanya sejalan dengan isi puisi “Ketika
Agama Kehilangan Tuhannya” sebagaimana telah kami kemukakan di atas.
Timbul pertanyaan,
siapakah yang harus disalahkan dalam hal ini, apakah reformasinya ataukah
orangnya? Reformasi adalah sebuah
proses yang harus dilakukan atau proses yang harus dilalui untuk menuju sebuah
perbaikan yang lebih baik lagi sehingga Reformasi tidak dapat disalahkan dan
tidak dapat dijadikan kambing hitam atas apa-apa yang terjadi di dalam
masyarakat sehingga yang harus disalahkan dari kegagalan reformasi adalah
pelaksana dari reformasi itu sendiri, dalam hal ini adalah manusianya, atau
dalam hal ini adalah manusia selaku subyek dari kekhalifahan di muka bumi ini. Manusia
adalah subyek, sedangkan reformasi adalah obyek. Jika ini adalah kondisinya berarti yang harus
mengendalikan obyek adalah subyek. Akan tetapi yang terjadi di dalam
reformasi saat ini adalah obyek yang mengendalikan subyek. Jika saat ini kita masih hidup di dunia, ini berarti diri kita adalah
subyek sehingga kitalah yang harus mampu mengendalikan obyek, atau kitalah yang
harus dapat mengatur reformasi untuk kemajuan diri, masyarakat, bangsa dan juga
negara.
Sekarang dapatkah kita mengatur dan
mengendalikan reformasi baik internal maupun eksternal atau mereformasi diri
sendiri ataupun mereformasi masyarakat jika kita sendiri tidak pernah tahu diri
dan tidak mengerti akan diri, siapa diri kita yang sesungguhnya dan siapa Allah
SWT yang sesungguhnya?
Sebagai warga negara yang baik maka kita
mempunyai kewajiban untuk mensukseskan reformasi eksternal di dalam kerangka
kewajiban kepada bangsa dan negara. Selanjutnya bagaimana dengan reformasi
internal yang berhubungan dengan diri kita sendiri? Reformasi internal (memanusiakan manusia) atau
mereformasi diri kita sendiri merupakan salah satu bentuk dari kewajiban diri
kita sendiri kepada Allah SWT sebagai pencipta dan pemelihara diri kita.
Sehingga dengan adanya reformasi internal yang kita lakukan diharapkan dapat
menjadi modal dasar bagi reformasi eksternal.
Dapatkah kita
melakukan reformasi internal, atau mereformasi diri jika kita sendiri tidak
tahu dan tidak mengerti tentang diri kita sendiri yang sesungguhnya atau kita
sendiri tidak pernah tahu diri dan tidak tahu Allah SWT, tidak tahu Nabi
Muhammad SAW serta tidak tahu orang tua kita sendiri dan juga tidak tahu aturan
main? Reformasi internal akan dapat
berhasil dan akan menunjukkan dampak yang positif bagi diri dan lingkungan jika
terlebih dahulu kita tahu dan mengenal, mengerti dan mengetahui secara pasti
tentang siapa diri kita yang sesungguhnya dan juga tahu Allah SWT. Tanpa kita
dapat mengetahui secara pasti keberadaan diri kita sendiri, atau kita tidak
mengetahui jati diri kita yang sesungguhnya maka upaya untuk mereformasi diri
tidak akan pernah berhasil. Sekarang bagaimana mungkin kita dapat mereformasi
masyarakat atau melakukan reformasi eksternal jika kita sendiri tidak dapat
melaksanakan refomasi atas diri kita sendiri. Disinilah letak betapa pentingnya
kita harus mengenal, mengerti dan mengetahui tentang keberadaan diri kita sendiri
atau mengenal, mengerti dan mengetahui jati diri kita yang sesungguhnya, yang tentunya
harus sesuai dengan konsep awal penciptaan manusia dari sisi Allah SWT.
Allah SWT selaku
inisiator dan juga perencana dari keberadaan manusia di muka bumi tentunya
Allah SWT pasti memiliki sebuah “Management
System” untuk mengatur semua ciptaan-Nya sehingga dapat dikatakan bahwa
keberadaan manusia di muka bumi sudah ada di dalam Ilmu Allah SWT yang sangat
tinggi dan sangat mulia. Selanjutnya sudahkah kita mengetahui dan mengerti jati
diri kita sendiri yang sesuai dengan “Management
System” yang tertuang dalam AlQuran yang tidak lain adalah “manual handbook” bagi rencana besar
keberadaan manusia yang ada di muka bumi ini? Jika jawaban kita adalah belum mengeta-hui dan
belum mengerti tentang jati diri sendiri berarti memang kita tidak tahu diri dan
belum menjadikan AlQuran sebagai kebutuhan diri.
Dan selanjutnya bagaimana mungkin kita akan sukses mereformasi diri
sendiri jika kita tidak pernah tahu akan diri sendiri, atau bagaimana mungkin
kita akan sukses menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka
bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT jika kita tidak tahu diri? Menyadari betapa
pentingnya manusia untuk mengetahui dan mengerti tentang jati dirinya sendiri,
maka kami mencoba berbagi kepada sesama melalui buku yang sedang anda pelajari
saat ini, sehingga dengan adanya buku ini, kita semua akan menemukan kembali jati
diri yang sesungguhnya yang selama ini hilang atau terabaikan, atau kita dapat
mereformasi diri kita sendiri sebelum mereformasi masyarakat, atau kita harus
dapat melakukan reformasi internal terlebih dahulu sebelum melakukan reformasi eksternal
dalam rangka menjadikan negara dan bangsa ini menjadi masyarakat madani. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar