Untuk dapat
mengetahui apa-apa saja yang menghentikan perjalanan diri kita menuju kepada Allah
SWT, kita dapat mempelajarinya melalui
apa yang dikemukakan oleh “Syekh Maulana Hizboel Wathony Ibrahim”
dalam bukunya “Mengenal Perbuatan Allah Tauhidul Af’al” sebagaimana berikut
ini:
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah bahwa
perjalanan menuju Allah SWT adalah sangat licin, sangat halus dan sangat lembut
(mendalam) ilmunya. Perjalanan itu kadang sulit dipahami apabila dihadapkan
pada dilemma antara pengertian dan pemahaman yang harus disyariatkan dan sikap yang harus diniatkan (ditekatkan).
Dilema semacam itu bisa membuat diri kita kebingungan dan bimbang untuk menetapkan suatu perkara.
Karena itu berhati-hatilah bila diri kita berjalan menuju kepada Allah SWT.
Jaga dan
janganlah perjalanan menuju Allah bercampur aduk antara niat yang jernih dan
bersih dengan rayuan-rayuan nafsu yang selalu mendayu-dayu pada dirimu. Jangan
sampai diri kita menengok ke kiri, ke kanan dan ke belakang. Jangan terkesima
dengan syariat yang telah menjadi ketetapan hukum yang telah ditetapkan Allah
dan yang benar sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Jangan pula terpesona
dengan gemerlap dunia beserta keindahannya. Jangan mendramatisir atau
terdramatisir oleh masa lalu, karena
masa lalu adalah masa yang jauh yang tidak bisa dijangkau.
1. Syirik. Hal yang pertama yang dapat membatalkan perjalanan menuju Allah SWT
adalah penyakit Syirik Khafi, syirik
yang tersembunyi atau syirik yang tidak terlihat, yaitu syirik yang berhubungan
dengan akidah. Di lain sisi ada syirik
jali, yaitu syirik yang kelihatan yang berhubungan dengan masalah
lahiriyah, maka syirik khafi berkaitan
dengan masalah batiniah.
Contoh dari syirik jali adalah perbuatan yang
menganggap pada benda ada keramat yang lebih dari segalanya. Misalnya kuburan
yang dianggap keramat, binatang yang dianggap keramat, pohon-pohon yang
dianggap keramat dan sebagainya. Semua itu ditandaii dengan perbuatan
orang-orang yang meminta permohonan pada benda-benda yang dikeramatkan.
Ingat, tidak ada keramat kecuali di zaman para sahabat
Rasulullah dan keramat pada sahabat hanya ada pada Rasulullah. Itu pun hanya
ada, sewaktu Rasulullah masih hidup. Karena Nabi Muhammad SAW sudah meninggal,
maka tidak boleh dikeramatkan melainkan hanya boleh menziarahi kuburannya
karena ziarah kubur adalah dzikrul maut, mengingat kematian.
Dan orang yang melakukan ziarah kubur disunahkan untuk
salam yaitu mengucapkan, “assalamu’alaikum
ya ahlal-qubur” Maknanya adalah menyadari bahwa yang mati telah mendahului
yang hidup dan yang hidup tak lama juga akan mati. Dengan kata lain, peziarah
yang mendoakan yang sudah mati, dan bukan sebaliknya malah meminta didoakan
oleh yang sudah mati.
Selanjutnya mari kita pelajari tentang syirik khafi, yaitu syirik yang
tersembunyi, yang bersemayam pada diri manusia. Itulah perbuatan yang
menganggap sesuatu itu ada, atau muncul dari makhluk kemudian dikembalikan
kepada makhluk. Syirik khafi terjadi karena manusia tdak mengetahui hakikat
Allah, tidak mengetahui sesuatu, tidak mengetahui hakikat gerakan, tidak
mengetahui hakikat alam semesta, dan sebaliknya mereka hanya mengetahui sesuatu
secara lahiriyah.
Banyak manusia melakukan ibadah, mendirikan shalat,
melaksanakan puasa, menunaikan zakat, menunaikan haji dan lainnya, tapi akidahnya
justru syirik. Jika ini terjadi maka perjalanannya menuju Allah terhenti dan
semua amalnya tidak akan sampai kepada Allah.
Syirik khafi adalah perbuatan yang sangat berbahaya
bagi perjalanan diri kita menuju Allah. Syirik ini menganggap ada perbuatan
yang muncul dari makhluk baik muhasyarah maupun yang tawallud, kemudian
dikembalikan kepada makhluk dan tidak dikembalikan kepada Allah.
Muhasyarah adalah perbuatan yang langsung terlihat,
seperti gerakan-gerakan pada tubuh manusia. Sedangkan Tawallud adalah keindahan-keindahan
yang muncul dari benda. Misalnya gedung tinggi yang megah, kendaraan mewah,
perhiasaan yang mahal.
Apabil ketika melihat sesuatu, seseorang terpesona
berlarut-larut, misalnya hingga dalam 24 ja tidak mengembalikan kepada Allah maka
dia sudah termasuk melakukan syirik khafi. Sebaliknya, jika sempat
mengembalikan kepada Allah, dia dimaafkan. Maklumnya Allah terjadi pada saat
manusia kembali ke akidah dan menetapkan yang tidak berlarut-larut kepada Allah.
Karena itu berhati-hatilah memandang sesuatu.
Kembalikan semua pandangan hanya kepada Allah agar tidak terjebak pada
perbuatan syirik khafi, syirik yang tersembunyi.
2. Riya. Pembatal perjalanan menuju Allah SWT yang berikutnya adalah riya
(congkak, sombong, bangga (karena merasa telah berbuat baik) yaitu
memperlihatkan ibadah atau perbuatan kepada orang lain. Penyakit ini
menghendaki sesuatu selain Allah. Termasuk ke dalam riya adalah jika beribadah
dengan mengharapkan surga dan takut akan neraka atau menghendaki selain Allah.
Untuk itu perhatikanlah baik-baik, sesungguhnya diri
kita masih kumuh, masih berlumuran kotoran dan kegelapan. Karena itu,
jernihkanlah ibadah hanya dengan ”lillah”
bukan hanya untuk Allah, bukan hanya karena Allah melainkan milik atau
kepunyaan Allah. Sesungguhnya ibadah orang-orang ahli tauhid adalah “la hawla wa-la quwwata illa billahil-aliyyil
azhim” Hal ini sesuai dengan panggilan adzan “hayya alash shalah, hayya alal-falah” yang dijawab atau dibalas
dengan “la hawla wa-la quwwata illa
billahil-aliyyil-azhim”.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi ketahuilah bahwa riyanya orang awam tentunya kelihatan dan gampang
dijumpai, tapi riya pada seseorang yang shaleh sangatlah sulit diraba. Penyakit
ini digolongkan sebagai syirkul ashghar alias syirik yang kecil.
Benih syirik kecil ini, kalau membesar akan menjadi syirik khafi dan akhirnya menjadi syirik yang nyata.
3. Sum’ah. Pembatal perjalanan menuju Allah SWT yang ketiga adalah sum’ah. Penyakit
ini agak mirip dengan riya. Bila riya adalah penyakit yang mengharapkan sesuatu
selain Allah, sedangkan sum’ah adalah penyakit memamerkan atau mengabarkan.
Yaitu seseorang yang gemar membicarakan dan membanggakan kebaikan-kebaikan dan
ibadahnya dengan tujuan agar orang lain menganggap dirinya sebagai orang baik,
sebagai orang yang istimewa. Penyakit ini menyelinap di antara keikhlasan
beribadah manusia.
Contohnya, seseorang yang rajin melakukan shalat
malam. Pada awalnya, semua dilakukan dengan ikhlas hanya semata menuju kepada
Allah. Mulai dari bangun malam, tidak ada orang yang melihat dan mendengar.
Namun siangnya, orang itu bercerita pada orang lain tentang apa yang sudah dilakukannya pada malam hari
yaitu melakukan shalat malam. Dia merasa adalah penting bila orang lain tahu
apa yang sudah dilakukannya agar dia dianggap sebagai orang yang istikamah dan
juga shaleh.
Kondisi ini merupakan perampok-perampok dana
ruhaniyah. Menyelinap ke dalam diri, sehingga ibadah yang sudah dilakukan semata
hanya untuk menuju kepada Allah, lalu dirampas oleh ego, dirampas oleh hawa
nafsu, dirampas oleh rayuan-rayuan setan disekelilingnya. Untuk itu,
berhati-hatilah dengan sum’ah dan sebaiknya jaga mulut dan hati untuk diam
karena diam sesungguhnya adalah lebih baik.
4. Ujub
(Terpesona pada diri). Pembatal perjalanan menuju Allah SWT yang ke empat
adalah ujub, yaitu manusia yang selalu terpesona dengan dirinya sendiri tanpa
mengembalikan kepada Allah. Bahasa sederhananya adalah narsis. Mereka keheranan
terhadap dirinya.
Contohnya, ada orang yang memuji seorang anak, lalu
pujian itu dibalas oleh orang tua si anak dengan ‘Siapa dulu dong orang tuanya”
bukan “Siapa dulu dong yang menciptakan” Itulah ujub. Ujub berbeda dengan
takabur karena takabur adalah sombong (baik terhadap manusia maupun terhadap Allah).
Ujub juga berbeda dengan syirik karena
syirik adalah seseorang yang melihat sesuatu dan menganggapnya istimewa tapi
tidak dikembalikan kepada Allah.
Apabil seseorang dijangkiti penyakit ujub, maka dia
sama saja berjalan di tempat ketika menuju kepada Allah. Perjalanannya menuju
kepada Allah tidak akan pernah sampai.
Bersanding dengan ujub adalah “suquth awwaluhu wuquf ma’al ibadah” Suquth adalah dinding, yang
mendindingi ibadah seseorang.Yaitu orang yang beribadah tapi tidak pernah
mengembalikan ibadahnya sebagai anugerah dari Allah, melainkan menganggapnya
sebagai kekuatan dari diri sendiri, Orang yang suquth, maka dia akan berhenti
dalam ibadahnya.
Contoh suquth adalah ketika shalat, yaitu pada saat
mengucap Allahu Akbar, Bismillahir rahmanir Rahim dan seterusnya: Orang yang
shalat hanya menikmati saja bacaan tersebut. Karena hanya menikmati, shalatnya
kemudian juga jadi berantakan. Subuh yang seharusnya dua rakaat menjadi tiga
rakaat. Padahal seandainya, pada saat mengucap semua bacaan itu kemudian
menyadari bahwa semua itu adalah nikmat beribadah dari Allah, tentu akan berbeda.
Untuk itu ketahuilah bahwa niat (itikad) beribadah
adalah “la hawla wala quwatta illa
billahi aliyil azhim” apapun ibadah yang akan dilakukan hendaklah diniatkan
dengan niat tersebut.
5. Hajbun. Pembatal perjalanan menuju Allah SWT yang ke lima adalah Hajbun atau
hijab. Hijab dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hijab lahiriyah dan hijab batiniah. Hijau lahiriyah adalah
gemerlap dunia yang menutupi mata dari memandang kepada Allah, menutupi telinga
dari mendengarkan rahasia-rahasia kebesaran Allah dan lain sebagainya.
Hijab ruhaniah adalah manusia yang melihat atau
terpesona dengan hasil ibadah yang dia lakukan, berupa keramat yang keluar dari
dirinya.
Adalah benar bahwa setiap ibadah apa pun yang
dilakukan secara istikamah, terus-menerus, akan memunculkan minnah dan warid
dari Allah. Setiap ibadah apalagi yang baik, yang sudah di anjurkan dan benar
mengandung keistimewaan yang disebut nur, cahaya dari ibadah.
Misalnya dengan membaca la illaha illallah secara istikamah, maka bisa membersihkan hati
bagi yang membacanya. Aura yang membacanya juga akan keluar meskipun yang
membacanya tidak memahami maknanya. Begitu juga dengan shalat, puasa, zakat dan
ibadah apa saja.
Shalat dhuha juga memiliki keistimewaan membawa rezeki
yang tidak pernah berhenti dari Allah. Hal ini sesuai dengan janji Allah
sebagaimana hadits berikut ini: “Wahai
anak Adam, shalatlah untuk-Ku sebanyak empat rakaat dari awal siang, niscaya
akan Aku cukupi kebutuhanmu pada akhirnya. (Hadits Riwayat An Nasa’i)
Begitu pula, ada orang yang bisa menyembuhkan orang
yang sakit hanya dengan bacaan tertentu dalam Al-Qur’an. Bacaannya Al-Qur’an
lalu ia mendapatkan nur dari istikamah bacaannya.
Di ajaran Hindu atau Budha, kalau mereka beribadah
dengan ketuk-ketukan. Bunyi tuk-tuk-tuk, itu sebetulnya untuk mengarahkan akal
dan pikiran supaya terfokus. Itu dilakukan secara istikamah, sehingga seseorang
bisa moksa.
Di dalam ajaran Islam, ada dzikir yang senapas yaitu
dzikir Allah, Allah, Allah, Allah. Itu juga untuk mengarahkan agar terfokus.
Bila hal itu dilakukan dengan istikamah maka bisa mempengaruhi jiwa. Ini
artinya istikamah itu lebih baik dari seribu keramat. Apabila dirimu tidak
istikamah maka tidak bisa.
Akhirnya, semua keistimewaan yang muncul akibat ibadah yang dilakukan manusia secara istikamah akan menjadi hajbun atau hijab bila ia hanya sampai disana dan lupa tujuannya kepada Allah. Ia terhenti karena merasa sudah mendapatkan keistimewaan sehingga tidak ingat bahwa ia semula hendak menuju kepada Allah.
Untuk itu, jangan terpesona dengan keistimewaan atau menjadikan keistimewaan akibat ibadah sebagai tujuan. Dan sudah banyak para ahli ibadah yang pada ujungnya hanya menjadi dukun, sekedar mengobati, mendoakan dan sebagainya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya hajbun atau hijab itu berbahaya bagi perjalanan menuju kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar