Lukman Al-Hakim,
ahli hikmah yang namanya diabadikan di dalam Al-Quran, pernah ditanya oleh
putranya, “Apa yang paling baik dimiliki oleh setiap orang?”
Beliau menjawab, “Agama!.”
Sang anak
kembali bertanya, “Jika dua?”
“Agama dan harta”.
“Sang anak
kembali bertanya, “Jika tiga?”
“Agama, harta
dan sifat malu.”
Sang anak
kembali bertanya, “Jika empat?”
“Agama, harta,
sifat malu, akhlak yang baik ?”
Sang anak
kembali bertanya, “Jika lima?”
“Agama, harta,
sifat malu, akhlak yang baik dan sifat dermawan”.
Sang anak masih
mengajukan pertanyaan, “Jika enam?”
Lukman Al-Hakim berkata, “Anakku, seandainya
yang lima itu terkumpul pada diri seseorang, maka ia akan menjadi orang yang
bersih dan terpelihara ketaqwaannya serta selamat dari godaan setan.”
Nasihat dari
Lukman Al-Hakim di atas mengungkapkan sisi ideal yang bisa mengangkat harkat
dan martabat kehidupan seseorang (diri kita) di tengah masyarakat yaitu: “Agama,
Harta, Sifat Malu, Akhlak yang baik dan Sifat Dermawan”. Kelima hal
tersebut perlu untuk dimiliki oleh setiap orang.
Agama adalah
kebutuhan hakiki dalam kehidupan manusia. Keberagamaan menjadikan diri kita
memiliki kekuatan moral dan ruhani sehingga mampu mengubah diri dan lingkungan
kita. Sementara itu, harta juga diperlukan dalam rangka menjaga kehormatan
diri, menghindarkan diri dari meminta-minta serta untuk dapat menunaikan
kewajiban agama dengan sempurna.
Untuk itu mari
kita perhatikan syair Arab berikut ini: “Alangkah
indahnya bila terkumpul agama dan dunia
pada diri seseorang, dan alangkah malangnya bila terkumpul kekafiran dan
kemiskinan pada diri seseorang.”
Sekarang timbul
pertanyaan, “Manakah yang lebih utama dan lebih banyak pahalanya, kaya tetapi
bersyukur atau miskin tetapi bersabar? Menurut Al-Qardhawi kaya tetapi
bersyukur adalah lebih utama disbanding miskin tetapi bersabar.
Namun demikian,
dalam meraih harta dan kekayaan, kita harus punya kendali diri, yaitu sifat
malu. Bagi seorang Muslim, yang diutamakan bukanlah berapa banyak yang
diperoleh, tetapi bagaimana harta dan kekayaan itu didapatkan. Jika tidak ada
rasa malu, orang tidak lagi berpikir “bagaimana
seharusnya” mendapatkan rezeki, tetapi “bagiamana
secepatnya” rezeki datang.
Dalam suatu
riwayat dikemukakan, seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW, “Perbuatan apakah yang menyebabkan seseorang
dicintai Allah SWT dan dicintai sesame manusia?” Rasulullah SAW menjawab, “Jangan
serakah terhadap harta, engkau aka dicintai Allah SWT. Jangan tamak terhadap
hak-hak orang lain, engkau akan dicintai sesama manusia. (Hadits Riwayat Ibnu
Majah).
Selanjutnya
perjuangan untuk meraih sukses dan kebahagiaan tidak dapat dilepaskan dari
akhlak, moralitasm dan budi pekerti yang tercermin dari kesanggupan memisahkan
norma-norma baik dan buruk. Dimanapun, nilai materi tidak akan dapat
menutupi kekurangan budi pekerti.
Akhirnya, akhlak
yang baik harus melahirkan sifat pemurah atau dermawan. Hidup yang bermartabat
adalah hidup yang memberi manfaat kepada orang lain, bukan hidup yang
memanfaatkan orang lain. Singkatnya, hidup menjadi bernilai dan bermartabat
jika kita memiliki lima hal yang dinasihatkan oleh Lukman Al-Hakim kepada
putranya.
Daftar Pustaka,
1. Abdul Halim Fathani, Ensiklopedia Hikmah (Memetik Buah
Kehidupan di Kebun Hikmah, Darul Hikmah, Jogjakarta, 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar