Pernahkah kita memperhatikan tiga binatang kecil, yaitu Semut, Laba-Laba dan Lebah? Mungkin kita semua sependapat bahwa di antara ketiganya semutlah yang paling rajin menghimpun makanan. Ia menghabiskan waktu waktunya hanya untuk menghimpun makanan, sedikit demi sedikit tanpa henti-hentinya. Semut cenderung menghimpun makanan untuk persediaan bertahun-tahun, walaupun disadarinya usianya sendiri tidak lebih dari satu tahun. Ketamakannya sedemikian besarnya, sehingga tidak jarang kita menjumpai semut yang berusaha memikul sesuatu yang jauh lebih besar dari badannya. Meskipun sesuatu itu sebenarnya tidak berguna bagi dirinya.
Lain halnya dengan Laba-Laba. Mungkin tidak ada binatang yang lebih mengerikan daripada Laba-Laba. Sarangnya walaupun lemah, jelas bukan tempat yang aman bagi makhluk lain, Apapun yang berlindung atau terjaring disana pasti akan disergapnya dengan tidak mengenal ampun. Bukan itu saja. Jantannya sendiri selepan berhubungan, selalu dibunuh oleh betinanya. Bahkan telurnya yang menetaspun selalu saling berdesakan hingga dapat saling memusnahkan antar sesamanya.
Bagaimana dengan Lebah? Lebah sangat disiplin dan mengenal pembagian kerja yang sangat baik. Sarangnya dibangun berbentuk segi enam yang lebih terbukti sangat ekonomis dan kuat dibandingkan bila segi empat atau lima. Dan lagi sarangnya selalu terjaga dari benda-benda yang tidak berguna. Yang dimakannya pun adalah sari kembang-kembang yang kemudian diolahnya menjadi mandu dan lilin yang sangat bermanfaat untuk manusia. Lebah tidak mengganggu bila tidak diganggu. Sengatnya hanya dikeluarkan bila ia merasa terancam saja. dan sengatannya itu pun ternyata dapat menjadi obat bagi penyakit-penyakit tertentu.
Sikap hidup manusia seringkali di-ibaratkan dengan Semut, Laba-Laba atau Lebah. Manusia yang berbudaya Semut, senang menghimpun dan menumpuk sesuatu yang tidak dinikmatinya. Ia menggali ilmu tetapi tidak mengolahnya lebih lanjut sehingga jiwanya tetap saja kering.Ia menumpuk numpuk harta tanpa mengeri makna harta itu sendiri sehingga ia tetap saja seolah-olah fakir. Aji mumpung adalah andalan ilmunya, Sedangkan yang berbudaya Lab-Laba tidak lagi berfikir apa, dimana, dan kapan ia makan. Tetapi yang mereka fikirkan adalah siapa yang hari ini yang akan mereka makan. Sebaliknya manusia yang berbudaya Lebah tidak mengganggu apalagi merusak..Tidak makan kecuali yang baik. Tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat. Dan jika dirinya menimpa sesuatu, tidak menyebabkan kerusakan. Dalam masyarakat kita banyak sekali terlihat semut yang berkeliaran dan Laba-Laba yang selalu siap mencaplok, sedangkan laba-Laba sudah sangat sulit kita temui.
Nabi Muhammad SAW pernah ber-amanah bahwa seorang mukmin itu hendaknya seperti Lebah. Nampaknya kita lebih suka menambah jumlah Semut atau bahkan Laba-Laba, ketimbang berpartisipasi memperbanyak populasi Lebah. Memang menjadi Minoritas yang berkualitas itu tidaklah mudah.
(diambil dari buku Bahan Renungan Kalbu : penghantar mencapai pencerahan jiwa yang disajikan oleh Ir Permadi Alibassyag)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar