Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 23 Januari 2016

PRASYARAT MENUNAIKAN ZAKAT YANG TIDAK LAIN ADALAH HAK ALLAH SWT


Untuk dapat menunaikan zakat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, kita tidak bisa melaksanakannya asal asalan atau sembarangan tanpa mengindahkan maksud dan tujuan yang dikehendaki Allah SWT serta harus sesuai dengan syariat yang berlaku. Menunaikan zakat memiliki dimensi khusus dibandingkan dengan ibadah lainnya. Hal ini terlihat dari banyaknya ayat  di dalam AlQuran yang menyandingkan perintah menunaikan zakat setelah perintah mendirikan shalat seperti yang tertuang dalam surat At Taubah (9) ayat 11 berikut ini: “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” dan juga dalam surat Al Bayyinah (98) ayat 5 berikut ini: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”

 

Salah satu makna dari mendirikan shalat dan menunaikan zakat adalah melalui shalat yang kita dirikan harus menjadikan diri kita memiliki keshalehan diri (keshalehan pribadi) yang tidak bisa dipisahkan atau harus dicerminkan melalui keshalehan sosial di masyarakat. Disinilah salah satu letak kebesaran dari Diinul Islam yang terdapat di balik perintah menunaikan zakat. Ajaran Diinul Islam menggugah dan mengajarkan solidaritas kemanusiaan yang berasal dari keshalehan pribadi. Menggugah rasa kemanusiaan ini penting sebab tanpa rasa kemanusiaan, hidup ini tidak mempunyai arti, malahan mungkin bisa mendatangkan bencana.

 

Umat Islam diajarkan untuk memenuhi kewajiban menunaikan zakat fitrah untuk fakir miskin. Perintah ini sangat keras dan wajib dilaksanakan. Agama Islam juga mengajarkan kepada kita, bahwa barangsiapa tidak mau memperhatikan nasib fakir miskin sesungguhnya mereka mendustakan Agama. Kita tidak mau mendustakan agama, karena itu kita harus memperhatikan nasib fakir miskin melalui keshalehan sosial yang kita miliki. Perhatian ini tidak cukup dan tidak akan selesai hanya dengan zakat sekali setahun.

 

Ajaran Islam mengajarkan kita harus memberantas kemelaratan dan kemiskinan selama hayat masih di kandung badan yang tercermin dari selalu mendirikan shalat sehari semalam 5 (lima) waktu yang hasilnya harus tercermin di dalam keshalehan sosial sepanjang waktu pula. Islam sesungguhnya adalah agama yang sederhana, jelas, rasional dan mudah diterima. Kewajiban kewajiban yang dibebankan kepada umatnyapun selalu terpikul secara wajar (tidak memberatkan).

 

Islam sesungguhnya juga agama yang penuh rasa kasih sayang antara sesama manusia, luas pandangan dan dalam kebijaksanaannya kaya dengan sikap toleransi. Rasa kasih sayang dan kejelasan inilah yang hendaknya menjadi semangat dalam dakwah penyiaran agama Islam, bukan sebaliknya dengan menakuti nakuti apalagi mengintimidasi. Islam adalah damai dan dengan kedamaianlah Islam akan Berjaya. Dan salah satu upaya untuk menjaga kedamaian dan ketentraman di muka bumi ini, kita diperintahkan Allah SWT untuk menunaikan zakat.

 

Menunaikan zakat tidak bisa dilaksanakan secara apa adanya, atau seenaknya saja tanpa menghiraukan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Menunaikan zakat  harus dilaksanakan sesuai dengan kehendak Allah SWT, jika tidak sia sialah kita menunaikan zakat, terkecuali kita hanya ingin memperoleh uang/kekayaan berkurang. Adanya pemenuhan syarat dan rukun menunaikan zakat yang telah ditentukan Allah SWT berarti kita telah berusaha untuk meletakkan dan menempatkan Allah SWT selaku pemberi perintah sesuai dengan Kemahaan dan Kebesaran yang dimiliki-Nya serta menghormati Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini. 

 

Agar diri kita mampu menunaikan zakat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa syarat yang harus kita penuhi untuk menunaikan Zakat sebagaimana berikut ini:

 

1.       Islam. Islam menjadi syarat kewajiban mengeluarkan zakat dan bahwa orang yang belum menerima Islam tidak berkewajiban menunaikan zakat.

 

2.       Merdeka. Tidak diwajibkan zakat pada budak sahaya (orang yang tidak merdeka) atas harta yang dimilikinya, karena kepemilikannya tidak sempurna. Demikian juga budak yang sedang dalam perjanjian pembebasan, tidak diwajibkan menunaikan zakat dari hartanya, karena berhubungan dengan kebutuhan membebaskan dirinya dari perbudakan. Kebutuhannya ini lebih mendesak dari orang merdeka yang bangkrut, sehingga sangat pantas sekali tidak diwajibkan.

 

3.       Milik Sepenuhnya. Harta yang akan dizakati hendaknya milik sepenuhnya seorang yang beragama Islam dan harus merdeka. Bagi harta yang bekerjasama antara orang Islam dengan orang bukan Islam, maka hanya harta orang Islam saja yang dikeluarkan zakatnya.

 

4.       Berakal dan Baligh (dewasa). Persoalan berakal dan baligh masih diperselisihkan, yaitu berkaitan dengan permasalahan zakat harta anak kecil dan orang gila. Adapun pendapat yang kuat adalah  anak kecil dan orang gila tidak diwajibkan mengeluarkan zakat. Akan tetapi kepada wali yang mengelola hartanya, diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya, karena kewajiban menunaikan zakat berhubungan dengan hartanya.

 

5.       Memiliki Nishab dan Haul. Adapun makna dari nishab disini, ialah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan batas kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran tersebut.  Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan/menunaikan zakat dengan dasar surat Al Baqarah (2) ayat 219 berikut ini: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “ yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”

 

[136] Segala minuman yang memabukkan.

 

Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah makna dari “al afwu” adalah harta yang telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang. Adapun syarat-syarat nishab ialah sebagai berikut: (a) Harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang, seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian; (b) Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab  dengan dalil hadits Rasulullah SAW: Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun, yang diambil ketika menemukannya. Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan berzakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut.

Nabi SAW bersabda: “Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun)”. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi dari Ibnu Umar 1/123; Ibnu Majjah dari ‘Aisyah dalam Sunan-nya no. 1793, Ath Daraqhutni dari Anas bin Malik dalam Sunan-nya no. 199). Selain pemenuhan syarat dan ketentuan menunaikan zakat yang telah kami kemukakan di atas. Kata “iman” dan juga kata “itulah jalan yang lurus” merupakan dua kata kunci yang sangat berhubungan erat dengan perintah menunaikan zakat.

 

Orang yang beriman adalah orang yang diperintahkan untuk melaksanakan Diinul Islam secara kaffah termasuk di dalamnya menunaikan zakat. Sedangkan inilah jalan yang lurus merupakan hasil akhir yang dikehendaki oleh Allah SWT dari perintah menunaikan zakat yang tercermin dari hidup nyaman, aman, damai dan bersahaja dalam kehendak Allah SWT. Lalu bagaimana mungkin kita dapat menunaikan zakat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT jika keimanan sebagai syarat utama untuk menunaikan zakat tidak kita miliki dan juga jalan yang lurus tidak kita jadikan tujuan yang harus kita capai dari menunaikan zakat yang kita laksanakan.

 

Agar diri kita yang telah diperintahkan untuk menunaikan zakat mampu melaksanakannya dengan baik dan benar serta mampu mencapai hasil akhir seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT, mari kita pelajari beberapa prasyarat yang harus kita ketahui dan miliki sebelum diri kita melaksanakan perintah menunaikan zakat, yaitu:

 

A.     PAHAM AKAN ARTI PERINTAH MENUNAIKAN ZAKAT

 

Salah satu prasyarat yang harus dimiliki oleh setiap orang yang akan menunaikan zakat adalah paham akan arti perintah menunaikan zakat yang akan dilaksanakannya. Adalah suatu yang tidak bisa ditolerir dengan akal sehat jika orang yang akan menunaikan zakat tidak paham akan arti perintah yang akan dilaksanakannya. Lalu bagaimana mungkin kita bisa melaksanakan ibadah dimaksud dengan baik dan benar? Sekarang bagaimana kita akan tahu maksud dan tujuan yang sesungguhnya yang terdapat di balik perintah menunaikan zakat jika kita yang akan melaksanakannya tidak paham? Padahal maksud dan tujuan dari perintah menunaikan zakat yang harus kita raih dan rasakan dan yang menjadi tujuan utama bagi yang  menunaikan zakat tidak hanya dirasakan oleh yang menunaikan zakat (muzakki) semata. Namun juga bagi masyarakat (mustahik) yang berasal keshalehan pribadi yang tercermin dalam kesalehan sosial. 

 

Perintah menunaikan zakat memiliki dua dimensi, yaitu dimensi yang berhubungan dengan pribadi pribadi/badan usaha yang menunaikan zakat yaitu hidup nyaman, aman, damai dan bersahaja sesuai dengan kehendak Allah SWT dan adanya dimensi kesalehan sosial yang berasal dari kesalehan pribadi/badan usaha yang menunaikan zakat. Adapun hasil dari kesalehan sosial dapat kami kemukakan sebagai berikut: (1) Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin; (2) Pilar amal bagi para mujahid dan da’i yang berjuang dan berdakwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT; (3) Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk dari sisi yang menunaikan zakat dan juga penerima zakat; (4) Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat; (5) Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan; (6) Untuk pengembangan potensi umat; (7) Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam; (8) Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat.

 

Sebagai orang yang telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikan zakat, maka kita harus bisa menjadikan tujuan yang kami kemukakan di atas ini menjadi target yang harus kita raih dan kita capai saat menunaikan zakat. Jika tidak berarti kita tidak paham akan arti dari melaksanakan ibadah yang akan kita laksanakan serta tidak memiliki tujuan dari pelaksanaan ibadah dimaksud.

 

Allah SWT dengan kebesaran dan kemahaan yang dimilikiNya bukan sekedar pemberi perintah menunaikan zakat  semata. Akan tetapi Allah SWT juga penilai dari pelaksanaan zakat yang kita tunaikan serta Allah SWT juga penentu hasil akhir dari pelaksanaan zakat yang kita laksanakan. Jika ini kondisi dasar Allah SWT di dalam pelaksanaan zakat  maka tidak ada jalan lain bagi diri  kita yang akan menunaikan zakat, untuk segera belajar agar memiliki ilmu tentang zakat sebaik mungkin yang tentunya sesuai dengan kehendak Allah SWT sehingga paham akan arti dan makna perintah menunaikan zakat baik syariat dan juga hakekat.

 

Allah SWT sangat maha sehingga dengan kemahaan yang dimilikiNya tidak membutuhkan apapun dan dari siapapun juga, termasuk di dalamnya Allah SWT tidak membutuhkan zakat yang kita tunaikan. Selanjutnya jika pemberi perintah menunaikan zakat tidak membutuhkan apapun berarti segala manfaat yang ada di balik perintah menunaikan zakat bukanlah untuk kepentingan Allah SWT melainkan untuk diri kita yang sudah memenuhi kewajiban menunaikan zakat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Sekarang jika yang diperintahkan untuk menunaikan zakat tidak bisa menikmati, atau merasakan apa-apa yang ada dibalik perintah menunaikan zakat berarti orang yang melaksanakannya masih memiliki kesalahan, atau masih bermasalah sehingga tidak sempurna saat menunaikan zakat. Padahal perintah menunaikan zakatnya tidak akan pernah salah sampai kapanpun juga. Jika sekarang kita tidak pernah merasakan sedikitpun nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT melalui menunaikan zakat kecuali uang dan harta berkurang. Jangan pernah salahkan pemberi perintah menunaikan zakat jika kita sendiri malas untuk belajar sehingga kita tidak paham  dan mengerti tentang akan apa yang akan kita laksanakan. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita, pada anak dan keturunan kita. Amien.

 

B.       PAHAM AKAN RAHASIA/HIKMAH  MENUNAIKAN ZAKAT.

 

Prasyarat ke dua yang harus dimiliki oleh setiap diri yang memiliki kewajiban menunaikan zakat adalah harus paham akan rahasia dan juga hikmah yang terdapat di balik perintah menunaikan zakat. Adalah sesuatu yang sangat sulit dimengerti jika kita yang akan menunaikan zakat tidak paham, tidak tahu, tidak mengerti rahasia dan hikmah yang terdapat di balik ibadah yang akan kita laksanakannya. Jika ini yang terjadi pada diri kita maka dapat dipastikan kita hanya  mampu menunaikan zakat ala kadarnya, apa adanya sehingga hasilnyapun ala kadarnya dan apa adanya pula.

 

Akhirnya pemahaman terhadap apa yang akan kita laksanakan sangat memegang peranan penting terhadap hasil akhir dari apa yang kita laksanakan. Semakin baik kita memahami akan rahasia dan hikmah menunaikan zakat semakin baik pula kita melakukan dan merasakan manfaat dan hikmah yang ada dibalik perintah menunaikan zakat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah pemahaman kita terhadap perintah menunaikan zakat semakin rendah pula kita melakukan dan merasakan manfaat yang ada di balik perintah menunaikan zakat.

 

Ingat, manusia berbuat dan bertindak sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya. Jika rendah pemahamannya maka rendah pula tindakannya dan juga hasilnya. Dan jika tinggi dan berkualitas pemahamannya maka makin bagus dan berkualitas hasilnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam surat An Najm (53) ayat 29 dan 30 berikut ini: “Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” Jika kita merasa sangat membutuhkan manfaat dan hikmah yang ada di balik perintah menunaikan zakat secara berkualitas, maka tidak ada jalan lain kecuali kita harus paham, kita harus mengerti rahasia yang terkandung di balik perintah menunaikan zakat secara berkualitas pula.Adanya kondisi ini maka kita harus segera belajar dan belajar secara sungguh sungguh agar memiliki ilmu tentang hikmah yang terdapat di balik perintah menunaikan zakat atau kita harus dapat mengetahui apa maksud dan tujuan yang sebenarnya kenapa Allah SWT memerintahkan manusia yang ada di muka bumi untuk menunaikan zakat setiap tahun sepanjang memenuhi Nishab dan Haul.

Adanya kemampuan diri kita memiliki ilmu tentang zakat yang berkualitas ini maka akan memudahkan diri kita untuk menunaikan zakat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan berarti kita siap merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT melalui zakat yang kita tunaikan. Ayo segera belajar, belajar dan belajar karena hanya inilah jalan keluar untuk memahami dan memaknai apa apa yang terdapat di balik perintah menunaikan zakat yang telah berlaku di alam semesta ini.

 

Sekarang perhatikanlah apa yang pernah terjadi pada diri kita, yaitu kita diperintahkan untuk mandi oleh orang tua. Orang tua memerintahkan mandi kepada diri kita karena orang tua berharap dengan mandi maka kita akan memperoleh apa yang dinamakan dengan bersih, sehat dan segar. Lalu kita yang diperintahkan untuk mandi akhirnya mampu  merasakan bersih, sehat dan segar yang tercermin dari sikap kita setelah mandi menjadi cerah kembali, bersemangat dan juga wangi. Adanya kondisi ini menunjukkan perintah mandi yang berasal dari orang tua yang awalnya hanyalah suatu perintah akan menjadi sebuah kebutuhan setelah diri kita mampu merasakan bersih, sehat dan segar setelah mandi. Jika mandi saja bisa seperti ini lalu apakah perintah menunaikan Zakat tidak bisa seperti ini?

 

Perintah menunaikan zakat juga akan menjadi kebutuhan diri kita sepanjang diri kita mampu merasakan apa apa yang terdapat di balik perintah menunaikan zakat yaitu hidup nyaman, aman, damai dan bersahaja melalui keshalehan pribadi yang tercermin di dalam kesalehan sosial. Jika sekarang perintah menunaikan zakat mampu menjadi kebutuhan diri kita saat menjadi khalifah di muka bumi berarti yang membutuhkan mustahik/penerima zakat adalah diri kita sehingga jangan sampai para mustahik/penerima zakat yang mendatangi diri kita. Namun diri kitalah yang harus menemui mereka saat menunaikan zakat sehingga terjadilah apa yang dinamakan dengan penghormatan atau mengangkat harkat dan martabat para mustahik dibanding dengan mustahik menemui diri kita untuk menerima zakat kita. Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ayo segera jadikan perintah menunaikan zakat  yang telah diperintahkan oleh Allah SWT menjadi kebutuhan diri kita seperti hal nya diri kita membutuhkan mandi.

 

C.      PAHAM AKAN BAHAYA JIKA TIDAK MAU MENUNAIKAN ZAKAT.

 

Prasyarat ke tiga yang harus kita miliki adalah mengerti akan bahaya dan resiko bagi yang tidak mau menunaikan zakat. Hal ini penting kami kemukakan karena dengan kita mengetahui adanya resiko atau bahaya jika tidak mau menunaikan zakat, dapat menjadikan diri kita selalu mawas diri, tidak sembarangan bertindak, tidak mengalihkan, tidak menunda nunda kewajiban yang telah ditetapkan berlaku kepada diri kita.

 

Sebagai Khalifah di muka bumi kita harus menyadari bahwa untuk mendapatkan dan merasakan apa-apa yang terdapat di balik perintah menunaikan zakat atau agar diri kita terhindar dari resiko akibat tidak mau menunaikan zakat, sangat terpulang kepada diri kita sendiri dan yang pasti bukan kepada pemberi perintah menunaikan zakat. Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari apa yang kita lakukan, melainkan kitalah yang membutuhkan apa apa yang hakiki ytang terdapat di balik perintah menunaikan zakat.

 

Allah SWT adalah Maha Pemberi namun Allah SWT tidak akan mau menerima pemberian karena Allah SWT sudah maha dan akan maha selamanya. Hal yang harus kita hadapi atau resiko yang harus siap kita hadapi jika kita tidak mau menunaikan zakat adalah memiliki harta kekayaan banyak tetapi tanpa ada keberkahan. Bayangkan kita memiliki banyak harta tetapi tidak memberikan kebaikan kepada diri kita dan juga kepada anak keturunan kita. Harta yang kita miliki menjadi beban, menjadikan diri kita yang seharusnya menjadi subyek yang mengatur obyek (harta kekayaan). Justru  kita yang menjadi obyek yang diatur oleh harta kekayaan. Sebagaimana firmanNya berikut ini: Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah[177]. Dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178]. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (surat Al Baqarah (2) ayat 276 dan 277)

 

[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan Riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.

[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan Riba dan tetap melakukannya.

 

Allah SWT juga  mengancam orang-orang yang telah wajib menunaikan zakat tetapi yang bersangkutan tidak bersedia untuk mengeluarkan/menunaikan zakat harta kekayaan yang telah memenuhi nishab dan haulnya.Untuk itu perhatikan dengan seksama apa yang dikemukakan Allah SWT dalam surat Ali Imran (3) ayat 180 berikut ini: “sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Allah SWT akan mengalungkan harta yang dibakhilkan atau yang tidak mau dizakatkan ke lehernya di hari kiamat kelak.

 

Selanjutnya berdasarkan 2 (dua) buah hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Barang siapa yang Allah telah berikan harta kepadanya kemudian dia tidak menunaikan zakatnya maka pada hari kiamat nanti hartanya akan berujud ular yang botak yang mempunyai dua titik hitam diatas kepalanya yang mengalunginya kemudian mengambil dengan kedua sisi mulutnya sambil berkata: “Aku adalah simpananmu, aku adalah hartamu”. Kemudian beliau membaca ayat: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang telah Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya, menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka, sebenarnya bahwa kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka, harta-harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak di hari kiamat.” (Hadits Riwayat. Bukhori Kitab Zakat 3:268 no.1403 dari Abu Hurairah; Muslim Kitab Zakat 7:74 no. 2294)

 

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidak membayar zakat yang wajib atasnya, (kelak) di hari kiamat akan dimunculkan baginya ular jantan yang memiliki bisa yang sangat banyak. Ular tersebut akan menarik kedua tangan orang itu dan berkata kepadanya, ‘Saya ini adalah harta dan kekayaan yang telah kamu kumpulkan di dunia.”  (Hadits Riwayat Bukhari). Harta yang sudah wajib dizakatkan lalu tidak dikeluarkan/ditunaikan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak akan diserupakan dengan ular botak dengan dua titik hitam di atas kedua matanya. Lalu ular itu akan menggigit pemiliknya. Lalu, apakah masih ada lagi resiko dari harta kekayaan yang tidak mau dizakatkan?

 

Jawabannya adalah masih ada, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat At Taubah (9) ayat 34 dan 35 yang kami kemukakan berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” dan juga di dalam hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Tidaklah seseorang yang memiliki emas atau perak kemudian tidak ditunaikan haknya, apabila datang hari kiamat dibentangkan baginya batu-batu yang lebar dari neraka kemudian dia akan dipanggang di atas batu-batu itu di dalam neraka jahannam kemudian disetrika perut, dahi dan punggungnya. Setiap kali sudah dingin maka akan dikembalikan seperti semula yang satu hari adalah sama dengan 50.000 tahun sampai diputuskan perkaranya diantara manusia maka dia akan melihat jalannya, apakah ke syurga atau neraka.”(Hadits Riwayat  Muslim dari Abu Hurairah ra,)

 

Harta simpanan berupa emas dan perak yang telah wajib zakat yang tidak dikeluarkan zakatnya, maka akan emas dan perak tersebut akan dipanaskan di dalam neraka Jahannam lalu diseterikakan ke dahi, ke lambung dan punggung mereka pada Hari Kiamat kelak. Sedangkan bagi binatang ternak yang telah wajib zakat yang tidak dikeluarkan zakatnya, maka pada Hari Kiamat binatang tersebut akan diserupakan dalam bentuk binatang besar yang akan menginjak dan menanduk pemiliknya.

 

Hal ini seperti yang dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Dari Abu Dzar ra, ia berkata, bahwa Nabi SAW bersabda; ”Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya atau demi Dzat yang tidak ada sesembahan (yang berhak untuk disembah) kecuali Dia atau sebagaimana Nabi bersumpah, tidaklah seorang laki-laki yang memiliki unta, sapi, atau kambing, yang ia tidak menunaikan hak (zakat)nya, kecuali pada Hari Kiamat akan didatangkan untuknya dalam bentuk (binatang yang) paling besar dan paling gemuk, (binatang tersebut akan) menginjaknya dengan telapak kakinya, dan menanduknya dengan tanduknya, setiap kali yang terakhir melewatinya, maka yang pertama dikembalikan kepadanya hingga (selesai) diputuskan (perkara) diantara manusia. (Muttafaqunalaihi)

 

Rasulullah SAW bersabda,  “Pada onta yang digembalakan dari setiap 40 ekor, (zakatnya berupa) ibnatu labun. Tidak boleh onta dipisahkan dari hitungannya. Barangsiapa memberikannya (zakat) untuk mencari pahala, maka dia mendapatkan pahalanya. Dan barangsiapa menahannya, maka sesungguhnya kami akan mengambilnya dan separuh hartanya, sebagai kewajiban dari kewajiban-kewajiban Rabb kami. Tidak halal bagi keluarga Muhammad sesuatu darinya (zakat).” [Hadits Riwayat Abu Dawud; An Nasai; Ahmad). Demikianlah harta yang tidak ditunaikan zakatnya. Pemiliknya menyangka bahwa dengan harta tersebut akan mengekalkannya dan bermanfaat baginya. Namun ternyata akan menjadi sarana untuk menyiksanya, jika tidak ditunaikan zakatnya. Inilah resiko yang siap ditimpakan kepada diri kita jika kita tidak mau menunaikan zakat setelah harta kekayaan kita telah memenuhi syarat nishab dan haulnya.

 

Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita sendiri apakah mau menunaikan zakat ataukah tidak. Memang menunaikan zakat itu berat karena harta kekayaan akan berkurang namun lebih berat mana beratnya menunaikan zakat dibandingkan dengan menahan panasnya api neraka? Jawablah pertanyaan ini dengan sejujur jujurnya. 

 

D.      PAHAM AKAN SYARAT DAN KETENTUAN DASAR MENUNAIKAN ZAKAT.

 

Karunia Allah SWT yang dilimpahkan kepada makhluk luar biasa besar. Meski sering tak disadari, anugerah itu meliputi segala aspek kehidupan, mulai dari yang fisik sampai nonfisik, mulai dari harta benda hingga kenikmatan yang tak kasat mata seperti kewarasan akal sehat, kesehatan, hingga iman seseorang. Tentang karunia berupa kekayaan, Allah melalui ajaran Islam mengajarkan manusia untuk tidak hanya menerima tapi juga memberi, tak hanya memperoleh tapi juga membagikannya. Di sinilah anjuran berzakat, berinfak, dan bersedekah menjadi relevan dalam beragama Islam. Karena begitu pentingnya zakat dalam hidup dan kehidupan, Agama Islam sampai menjadikannya sebagai salah satu pilar pokok dalam beragama.

 

Setiap umat Islam yang mampu wajib menunaikan zakat sebagai bagian dari pelaksanaan rukun Islam yang ketiga. Artinya, dalam urutan rukun Islam, zakat menempati deret rukun setelah shalat, ibadah yang paling ditekankan dalam Islam karena menjadi cermin dari praktik paling konkret penghambaan kepada Tuhan. Untuk itu perhatikanlah apa yang ada di dalam AlQuran. Allah SWT sering menggandengkan perintah menunaikan zakat setelah perintah mendirikan shalat. Sedikitnya ada 24 ayat AlQuran menyebut shalat dan zakat secara beriringan, sebagaimana kami kemukakan berikut ini: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’[44]. (surat Al Baqarah (2) ayat 43)

 

[44] Yang dimaksud Ialah: shalat berjama’ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.

 

Allah SWT berfirman: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (surat Al Baqarah (2) ayat 110)

 

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). (surat Al Ma’idah (5) ayat 55)

 

Berdasarkan 3 (tiga) buah ketentuan di atas, shalat sebagai ibadah seorang hamba dengan Allah SWT tapi tidak bisa terlepas dari keharusan untuk peduli pada kondisi masyarakat di sekitarnya. Dengan bahasa lain, umat Islam yang baik adalah mereka yang senantiasa memposisikan secara beriringan antara ibadah individual dan ibadah sosial (keshalehan individu tercermin dalam keshalehan sosial). Sayangnya, rata-rata tingkat kesadaran untuk berzakat seringkali lebih rendah daripada kesadaran untuk menunaikan shalat.

 

Barangkali karena masih ada anggapan menunaikan zakat sebagai hak Allah SWT masih terasa berat karena sudah susah mendapatkan harta kekayaan, kenapa masih harus dibagikan kepada orang lain. Belum lagi ditambah keinginan untuk menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya. Tertanam sebuah pikiran bahwa jika harta semakin banyak, maka semakin mudah dan enaklah kita menjalani hidup ini. Pandangan inilah  yang kerap melengahkan banyak orang bahwa sebenarnya di dalam kelebihan harta kita ada hak Allah SWT untuk para mustahik yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

 

Orang-orang yang seharusnya berzakat namun tak menunaikan kewajibannya sama halnya memakan hak Allah SWT yang diperuntukkan untuk para mustahik atau orang lain. Dalam konteks ini, lantas apa bedanya mereka dengan koruptor atau pencuri? Zakat secara bahasa bermakna suci. Harta yang dizakati sesungguhnya dalam rangka proses penyucian atau pembersihan. Tak mengeluarkan sebagian harta yang menjadi hak orang lain ibarat tak membuang kotoran dalam perut bagi orang yang sudah saatnya buang air besar. Sebagian kecil harta tersebut selayak kotoran yang bisa jadi menodai keberkahan seluruh harta benda, menjalarkan penyakit tamak, atau menimbulkan keresahan dirinya sendiri dan orang lain.

 

Menunaikan zakat bisa dilakukan pada bulan apa saja sepanjang harta kekayaan atau obyek dari zakat sudah memenuhi nishab atau jumlah wajib zakat serta haulnya. Jika kedua syarat ini terpenuhi lalu makna-makna yang dikandung oleh ke dua kata tersebut dihayati, maka kita akan memperoleh gambaran yang sangat jelas dan indah tentang cara menunaikan zakat sebagai sebuah kebutuhan diri, yaitu :.  

1.       Zakat yang kita tunaikan harus dilandasi sikap istiqamah (harus dilaksanakan secara konsisten dengan semangat komitmen) sehingga tidak terjadi kecurangan, kekurangan, kekeliruan baik dari sisi perhitungannya, pemilihannya, dalam  pembagian atau penyalurannya serta tidak hanya sekali-kali, atau sesekali saja atau bersifat musiman namun harus berkelanjutan dari waktu ke waktu selama kita masih hidup di muka bumi ini.  

 

2.       Zakat harus segera ditunaikan selekas-lekasnya, bergegas dan bercepat-cepat dalam menunaikan zakat setelah syarat ketentuannya terpenuhi. Jangan pernah menunda nunda hingga batas waktunya berlalu yang pada akhirnya menjadi berat untuk menunaikannya karena sudah bertumpuk-tumpuk jumlahnya.

 

3.       Mempermudah jalan penerimaannya, bahkan kalau bisa kita sendiri yang langsung  mengantarkannya/menyerahkannya kepada yang berhak menerimanya sehingga tidak terjadi semacam pameran kemiskinan dan tidak pula menghilangkan air mata. Jika kita yang datang dan menyerahkan langsung kepada yang berhak maka bagi penerima menjadi lebih terhormat atau tersanjung karena kita sangat menghargai mereka.

 

4.       Apabila kita mampu memberikan zakat secara langsung kepada yang berhak menerimanya berari kita telah menumbuhkan semangat merubah dari sikap tangan di bawah menjadi sikap tangan diatas lalu lahirlah muzakki muzakki generasi baru sehingga terentaskanlah kemiskinan.

 

Itulah empat buah ketentuan yang harus kita pahami sebelum diri kita menunaikan zakat. Dan kalau makna-makna di atas diperhatikan dan dihayati dalam melaksanakan kewajiban ini, maka dapat diyakini bahwa harta benda yang ditunaikan zakatnya akan benar-benar menjadi zakat dalam arti “menyucikan” dan “mengembangkan” jiwa dan harta benda pelaku kewajiban ini.

 

Kesucian jiwa melahirkan ketenangan batin, bukan hanya bagi penerima/mustahik zakat tetapi juga bagi pemberinya. Karena kedengkian dan iri hati dapat tumbuh pada saat seorang tak berpunya/mustahik melihat seseorang yang berkecukupan namun enggan mengulurkan bantuan serta pertolongan. Kedengkian ini akan melahirkan keresahan bagi kedua belah pihak dan ini tidak dikehendaki oleh Allah SWT. Zakat juga harus bisa ditinjau dari aspek/sudut ekonomis-psikologis secara bersamaan, yakni dengan adanya ketenangan bathin dari pemberi zakat, maka ia akan dapat lebih mengkonsentrasikan usaha dan pemikirannya guna pengembangan hartanya. Di samping itu, pemberian zakat juga harus bisa menjadi pendorong terciptanya daya beli baru dan terutama, daya produksi dari para penerima zakat tersebut serta merubah dari penerima zakat menjadi pemberi pemberi zakat generasi baru.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang membutuhkan menunaikan zakat, itulah 4 (empat) buah prasyarat yang harus kita renungi, kita pahami, kita hayati sebelum diri kita menunaikan zakat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Insya Allah kita akan mampu menunaikan zakat secara istiqamah dalam hidup yang sebentar ini. Ayo segera tunaikan zakat jika nishab dan haulnya telah tercapai lalu rasakanlah hidup nyaman, aman, damai dan bersahaja di dalam kehendak Allah SWT. Aamiin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar