Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 02 Agustus 2018

ALLAH SWT DZAT YANG MAHA IKHSAN

Allah SWT adalah pencipta dan pemilik dari alam semesta ini, termasuk di dalamnya diri kita dan anak keturunan kita. Jika Allah SWT adalah pencipta dan pemilik berarti Allah SWT adalah Tuan Rumah sedangkan diri kita adalah tamu yang berada di langit dan di muka bumi dengan catatan kita tidak selamanya menjadi tamu. Adanya ketentuan bahwa Allah SWT adalah  Tuan Rumah berarti segala ketentuan, segala hukum, segala aturan, segala undang undang yang berlaku di langit dan di muka bumi ini hak Allah SWT sehingga Allah SWT yang berhak menentukan. Sedangkan tamu, yang di dalamnya termasuk diri kita, wajib mempelajari, wajib memahami, wajib melaksanakan segala apa apa yang telah ditentukan berlaku oleh Tuan Rumah, terkecuali jika kita ingin menjadi tamu yang tidak tahu diri.

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
(surat Al Baqarah (2) ayat 255)

[161] Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.

Di lain sisi, salah satu ajaran Diinul Islam berlaku saat ini adalah kita diwajibkan untuk selalu menghormati tamu. Sekarang bagaimana dengan Allah SWT selaku Tuan Rumah dengan tamunya, apakah juga akan menghormati tamunya? Allah SWT dapat dipastikan pasti menghormati semua tamunya, sesuai dengan ketentuan yang telah diwajibkannya kepada diri kita. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah penghormatan Allah SWT selaku Tuan Rumah kepada tamunya sangat tergantung dengan kualitas dari tamunya.

Saat ini sampai dengan hari kiamat kelak, kualitas tamu yang ada di langit dan di muka bumi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu tamu yang beriman, tamu yang Islam dan tamu yang Non Islam. Jika kita mengacu kepada ketiga kelompok ini dapat dipastikan penghormatan Allah SWT selaku Tuan Rumah tidak lah sama terhadap ketiganya terkecuali dalam penggunaan fasilitas yang bersifat umum, dalam hal ini penggunaan matahari, bulan, air, udara serta tanah untuk tempat tinggal.
Sekarang mari kita perhatikan apa yang termaktub di dalam surat Al Mu’minuun (23) ayat dan surat An Nuur (24) ayat 55 serta surat Al Ashr (103) ayat 1 sampai 3 di bawah ini, dimana Allah SWT menegaskan hanya kepada tamu yang memenuhi kualifikasi beriman sajalah yang beruntung dan berkuasa di muka bumi sedangkan yang tidak memenuhi kriteria ini menjadi orang yang merugi. 

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(Surat Al Mu’minuun (23) ayat 1)

dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.
(surat An Nuur (24) ayat 55)

demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(surat Al Ashr (103) ayat 1 sampai 3)

Mau menjadi orang yang merugi ataukah mau menjadi orang yang beruntung. Allah SWT tidak akan rugi ataupun beruntung dengan apa yang kita pilih karena Allah SWT sudah Maha dan akan Maha selama lamanya. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita sendiri, ingat resiko dari memilih menjadi tanggung jawab diri sendiri sehingga tidak bisa dilimpahkann kepada orang lain.

Berikut ini akan kami kemukakan beberapa ketentuan yang termaktub dalam Al Qur’an yang menunjukkan bahwa Allah SWT selaku tuan rumah di dalam kerangka besar kekhalifahan di muka bumi adalah Dzat Yang Super Ikhsan yang tiada taranya dan kebaikanNya siap diberikan kepada diri kita sepanjang diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT,  yaitu:

A.   SELURUH KEBAIKAN ASALNYA DARI ALLAH  SWT

Berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 78 dan 79 di bawah ini Allah SWT selaku Tuan Rumah menyatakan dengan tegas bahwa seluruh kebaikan, seluruh kenikmatan yang dinikmati oleh semua orang asalnya hanya dari Allah SWT semata sedangkan jika terjadi kemalangan, ketidaknyamanan, keburukan, bencana asalnya bukan dari Allah SWT melainkan dari manusia itu sendiri. Adanya pernyataan seperti ini yang bersumber dari Allah SWT menunjukkan bahwa Allah SWT tidak memiliki kepentingan apapun dengan kebaikan ataupun dengan keburukan yang menimpa manusia. Akan tetapi Allah SWT sudah mempersiapkan segala kebaikan untuk seluruh makhluknya sepanjang makhluk itu membutuhkan kebaikan dengan selalu berbuat kebaikan. Hal yang samapun berlaku kepada keburukan, yang akan diberikan kepada yang berbuat keburukan pula.

di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan[319], mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan[320] sedikitpun?
apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 78 dan 79)

[319] Kemenangan dalam peperangan atau rezki.
[320] Pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan.

Sekarang lihatlah kebaikan kebaikan yang ada di muka bumi ini, kesemuanya berasal hanya dari Allah SWT yang dipersiapkan untuk  seluruh makhluknya, seperti adanya air dan udara yang sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk. Apa jadinya jika air dan udara penggunaannya dibatasi oleh Allah SWT yaitu hanya bagi orang orang yang beriman saja sedangkan yang tidak beriman tidak boleh menikmati air dan udara. Selanjutnya akan terjadi kesenjangan dan ketidaknyamanan dalam kehidupan atau bahkan mungkin tidak akan ada kehidupan di dunia ini.

Kenyataannya adalah air dan udara boleh dipergunakan oleh siapapun juga tanpa ada embel embel beriman ataupun tidak beriman. Setiap makhluk bisa menikmati air dan udara tanpa adanya ketentuan beriman kepada Allah SWT namun yang harus kita pahami adalah ada perbedaan sikap antara orang yang beriman dan orang yang tidak beriman saat menikmati air dan udara. Orang yang beriman pasti mengetahui air dan udara yang dipergunakannya selalu bersujud kepada Allah SWT dan juga bertasbih kepada Allah SWT sehingga orang yang beriman akan sujud dan bertasbih pula kepada Allah SWT seperti halnya air dan udara yang dikonsumsinyta. Lalu orang yang beriman sebelum mengkonsumsi atau mempergunakan keduanya selalu dimulai dengan membaca basmallah dan diakhiri dengan Alhamdulillah. Ingat, di dalam kata Alhamdulillah di dalamnya termaktub dua hal yaitu  adanya rasa syukur kepada Allah SWT dan juga penghargaan/pujian kepada Allah SWT.

Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
(surat Al Hajj (22) ayat 18)

semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hadiid (57) ayat 1)

Sekarang lihat dan rasakan dengan apa yang Allah SWT berikan kepada diri kita seperti adanya jantung. Lalu apa yang bisa kita lakukan saat hidup di dunia jika kita tidak punya jantung? Jawabannya adalah jika kita tidak punya jantung berarti kematian yang ada atau bahkan kekhalifahan di muka bumi menjadi tidak ada. Akan tetapi Allah SWT selaku pemberi kebaikan memberikan jantung tanpa ada syarat dan ketentuan beriman ataukah  tidak beriman, semua orang diberikan tanpa syarat sehingga semua orang memiliki jantung.

Perhatikanlah jantung yang selalu berdetak setiap detiknya dan jika saat ini kita berumur 50 tahun berarti jantung telah berdetak sebanyak 1.576.800.000 kali. Selanjutnya apa jadinya jika Allah SWT meminta bayaran kepada diri kita atas penggunaan jantung lalu mampukah kita membayarnya? Jika saat ini kita termasuk orang yang beriman lagi beramal shaleh maka sudah sepatutnya diri kita menjalani kehidupan dengan sebaik baiknya  sesuai dengan rencana besar kekhalifahan di muka bumi. Lalu apakah Allah SWT hanya memberikan jantung kepada diri kita?

Allah SWT tidak hanya memberikan jantung tetapi juga memberikan mata, telinga, otak, hidung, mulut, lidah, jaringan sel sel syaraf, darah, hati, ginjal, rambut, usus, kuku, tulang dan lain sebagainya. Sekarang sudahkah diri kita mampu mempergunakan apa apa yang diberi oleh Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT? Ingat, apa apa yang telah diberikan oleh Allah SWT bukanlah barang gratisan yang bisa dipergunakan seenaknya saja dan tanpa pertanggungjawaban kelak di hari kiamat.Adanya aturan main seperti ini jangan sampai kita tidak bisa mempergunakan apa apa yang telah diberikan Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT.

dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.
(surat Al A’raf (7) ayat 179)

Allah SWT  melalui surat Al A’raf (7) ayat 179 yang kami kemukakan di atas ini telah memberikan pedoman atas apa apa yang telah diberikan kepada diri kita seperti hiduplah berjantung yang berhati (berakal, berperasaan, memiliki motivasi), hiduplah bermata yang mampu melihat, hiduplah yang bertelinga yang mampu mendengar, hiduplah dengan hati sehingga hidup menjadi tentram dan tenang. Jika tidak mau menerima petunjuk Allah SWT maka seperti binatang ternaklah kita (seperti sapi dan kerbaulah kita).

Untuk itu lihatlah sapi atau kerbau yang sedang makan rumput, ia tidak akan bergeming dengan suara kencang atau sesuatu yang mengagetkan. Sapi atau kerbau akan terus dan terus makan rumput tanpa terpengaruh sedikitpun sedangkan binatang lain seperti burung akan langsung terbang jika ada suara kencang atau sesuatu yang mengagetkannya. Disinilah letak perbedaannya, jika kita mampu mempergunakan apa apa yang telah diberikan Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT kita akan selalu mawas diri, waspada, mau mendengarkan nasehat, mau menerima pelajaran yang kesemuanya untuk kebaikan dan keselamatan diri sendiri.  

Dalam kehidupan kita sehari hari, tentu kita tidak hanya merasakan adanya kebaikan semata namun kita juga merasakan apa yang dinamakan dengan bencana atau keburukan sedangkan Allah SWT sudah menyatakan jika kebaikan itu berasal dari padaNya. Lalu darimanakah bencara atau keburukan itu? Jika kita mengacu kepada ketentuan surat An Nisaa’ (4) ayat 78 dan 79 di atas, setiap bencana atau setiap keburukan bukan berasal dari Allah SWT melainkan akibat ulah dari dirimu sendiri yang bertindak dan berbuat tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Disinilah Allah SWT memberikan pilihan secara demokratis kepada diri kita silahkan memilih, mau berbuat baik silahkan, mau berbuat buruk silahkan karena keduanya tidak dibutuhkan Allah SWT.

dan Sesungguhnya Al qur'an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
(surat An Naml (27) ayat 77)

Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah Ta’ala berfirman: Carilah kebaikan pada umatKu yang mempunyai belas kasih, tentu kamu akan dapat hidup di bawah lindungannya, karena rahmatKu ada pada mereka. Dan janganlah mencari kebaikan pada orang yang kejam hati, karena murkaKu menimpa atas mereka.
(Diriwayatkan oleh Al Qudha’i dari Abi Said: 272: 28)

Allah SWT begitu sayang kepada hambaNya dengan memberi petunjuk cara hidup di dunia seperti yang dikemukakan dalam surat An Naml (27) ayat 77 dan hadits qudsi di atas ini. Sudahkah kita tahu aturan main ini lalu sudahkah kita berusaha menjadi orang yang memiliki belas kasih kepada sesama  sehingga rahmat Allah SWT selalu bersama kita? Jika saat ini kita menyadari bahwa Allah SWT telah memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kesuksessan diri kita saat menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi, dapat dipastikan kita tahu dan mengerti tentang adanya petunjuk hidup (maksudnya Al Qur’an dan Hadits) karena dengan melaksanakan petunjuk hidup ini akan menjadikan diri kita selamat sampai ke tujuan (maksudnya syurga). Harapan kami setelah membaca dan mempelajari buku ini kita mampu menjadi pribadi pribadi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT lalu Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita. Amien.

B.   NAMA NAMA ALLAH SWT ADALAH SUMBER KEBAIKAN

Berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 180 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa Allah SWT lah pemilik dari Asmaul Husna yaitu Nama Nama Yang Baik lagi Terbaik. Sedangkan berdasarkan surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24 dikemukakan bahwa tidak ada tuhan tuhan yang lain selain Allah SWT sehingga hanya Allah SWT sajalah yang memiliki nama nama yang indah yang termaktub dalam Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan). Adanya nama nama Allah SWT yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan) menunjukkan kepada diri kita hanya Allah SWT sajalah sumber dari segala sumber dari keindahan baik keindahan nama maupun keindahan dari Af’al yang baik (perbuatan perbuatan baik) yang ada di alam semesta ini, diluar Allah SWT tidak akan ada yang memilikinya terkecuali jika diberikan Allah SWT.

hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
(surat Al A’raf (7) ayat 180)

[585] Maksudnya: Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya: janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk Nama-nama selain Allah.

Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hasyr (59) ayat 21)

Sekarang mari kita perhatikan nama dua nama Allah SWT yang termaktub dalam Asmaul Husna, yaitu Ar Rahmaan dan Ar Rahiem yang selalu kita kemukakan disetiap memulai pekerjaan ataupun sebelum mengkonsumsi sesuatu atau saat mendirikan shalat dan lain sebagainya. Ada apakah di balik dua nama Allah SWT tersebut?

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
(Al-Fatihah: 1)

“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
(Al-Fatihah: 3)

Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.
(surat Al Ahzab (33) ayat 43)

Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
(surat Al Hajj (22) ayat 65)

Kata Ar Rahmaan dan kata Ar Rahiem berasal dari akar kata yang sama yaitu r-h-m (rahim), bila kita menyebut kata ini, yang terlintas dalam benak kita orang Indonesia adalah “peranakan” dan subjek yang terlibat adalah ibu dan anak, dan seketika terbayang dalam benak kita rasa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, namun begitu, sifat Rahim Allah tidak bisa disamakan seperti itu (Maha suci Allah dari segala perumpamaan). Penggambaran kasih sayang ini hanyalah sekedar membuat kita paham dan dapat “merasakan” seperti apa bentuk kasih sayang itu.

Sebagian ulama ada yang memahami kata ar-Rahmaan sebagai sifat Allah SWT yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara di dunia ini (temporer), sedangkan ar-Rahiem adalah Rahmat-Nya yang bersifat kekal (continue). Rahmat-Nya di dunia yang sementara ini (ar-Rahman) meliputi seluruh makhluk, tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara yang beriman maupun yang tidak beriman. Nikmat kita bisa bernafas di dunia ini berasal dari Allah SWT dan ini tidak hanya diperuntukan bagi yang beriman tetapi berlaku untuk semua makhlukNya. Lalu apakah hal ini akan kekal selamanya? Tentu tidak, setelah kita mati kita tidak bisa lagi menikmati nikmatnya bernafas. Sedangkan rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat (ar-Rahiem), tempat kehidupan yang kekal, yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya.

Sekarang mari kita perhatikan makna kata Rahim dalam artian tempat peranakan, bukankah kasih sayang yang terlimpah dari seorang ibu berkelanjutan di dua alam (periode) yang berbeda? Seorang ibu melindungi dan memelihara anaknya yang masih dalam rahimnya dan setelah kita lahir masih tetap dilindunginya  dan dipeliharanya dengan kasih sayang yang tulus. Ketika seseorang membaca Basmalah, ketika orang membaca Al Fatehah, maka makna-makna di atas diharapkan mampu menghiasi jiwanya. Ini membawa kepada kesadaran akan kelemahan diri serta kebutuhan kepada Allah. Yang membaca basmalah dan juga Al Fatehah juga seharusnya menghayati yang tercurah bagi seluruh makhluk. Kalau yang demikian itu tertanam di dalam jiwa, maka pasti nilai-nilai luhur  keluar dalam bentuk perbuatan yang sesuai dengan nilai nilai kebaikan, karena perbuatan merupakan cerminan dari suasana kejiwaan atau cerminan dari diri kita sendiri. 

     Setiap orang yang mampu membaca basmalah dan juga yang mampu membaca surat Al Fatehah seharusnya dapat mencurahkan rahmat dan kasih sesuai pola Allah SWT di dalam menurunkan dan  mencurahkan Rahmat-Nya, yang tidak hanya menyentuh orang yang seiman saja akan tetapi juga yang berlainan keimanannya dengan kita atau bahkan untuk seluruh makhluk tanpa terkecuali. Bukankah dengan membaca ar-Rahman tergambar dalam di dalam benak kita tergambar rahmat tuhan yang menyentuh seluruh alam? Bukankah pula Nabi Muhammad SAW yang menjadi tauladan seorang muslim membawa rahmat bagi keseluruh alam?  Demikian juga saat kita mengucapkan  Ar-Rahiem, maka harus terlintas dalam pikiran kita rahmat Allah yang akan membawa kenikmatan akhirat. Adanya kondisi ini maka kita diharapkan untuk selalu melakukan perbuatan baik yang tidak hanya bermanfaat di dunia tetapi juga harus bermanfaat di akhirat kelak.

dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami".
(surat Al-A’raf (7) ayat 156)

Allah SWT sudah mempertunjukkan kepada diri kita tentang AsmaNya yaitu Ar Rahmaan dan Ar Rahiem dan kitapun sudah merasakan hal itu dalam hidup dan kehidupan kita. Lalu sudahkah kita mampu berbuat kebaikan berdasarkan pola Ar Rahmaan dan Ar Rahiem seperti yang kami kemukakan di atas? Sebagai Khalifah Allah SWT di muka bumi sudah tentu kita mampu berbuat kebaikan berdasarkan pola Ar Rahmaan dan Ar Rahiem, jika tidak ada sesuatu yang salah dalam diri kita. Untuk itu bagi orang  yang tidak mampu berbuat kebaikan ada baiknya kita memperhatikan apa yang dikemukakan Allah SWT di dalam surat Al A’raf (7) ayat 156 yang kami kemukakan di atas ini, Allah SWT akan menimpakan siksa kepada siapa saja yang tidak mampu berbuat kebaikan saat hidup di muka bumi ini. Sekarang berfikir ulanglah ribuan kali jika kita tidak mampu berbuat kebaikan padahal kebaikan itu untuk kebaikan diri kita sendiri.

dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),
(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;
(sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum"[772]. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
(surat Ar Ra’d (13) ayat 22 s/d 24)

[772] Artinya: keselamatan atasmu berkat kesabaranmu

Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.
mereka Itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera Halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah;
(surat Al Kahfi (18) ayat 30 dan 31)

mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang Tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya,
mereka kekal di dalamnya. syurga itu Sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.
(surat Al Furqaan (25) ayat 75 dan 76)

Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi sudahkah kita memenuhi syarat dan ketentuan untuk menerima balasan dari Allah SWT berupa tempat kembali yang bermartabat tinggi atau tempat kesudahan yang baik seperti yang dikemukakan Allah SWT dalam surat Ar Ra’d (13) ayat 22, 23, 24: surat Al Kahfi (18) ayat 30, 31 serta surat Al Furqaan (25) ayat 75 dan 76 di atas? Jika kita ingin pulang kampung ke kampung kebahagian yang bermartabat tinggi maka kita wajib memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Allah SWT seperti: (1) sabar dalam mencari keridhaan Allah SWT, (2) mendirikan shalat dan menafkahkan harta di jalan Allah SWT baik terang terangan atau sembuyi sembunyi, (3) menolak kejahatan dengan kebaikan, (4) beriman dan beramal shaleh, terkecuali jika kita ingin hidup bertetangga dengan syaitan sang laknatullah di neraka jahannam kelak. 

Sekarang mari kita berkaca kepada salah satu ciptaan Allah SWT yang bernama singkong (ketela) dimana singkong bisa memberikan banyak kebaikan tergantung proses yang kita lakukan. Singkong bisa menjadi tiwul, singkong bisa menjadi getuk, singkong bisa menjadi gaplek, singkong bisa menjadi keripik, singkong bisa menjadi sanjai, singkong bisa menjadi combro dan lain sebagainya. Lalu apa yang bisa kita jadikan pelajaran dari singkong ini? Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil, yaitu: (1) Jika ciptaan Allah SWT saja bisa seperti ini maka dapat dipastikan Allah SWT selaku pencipta dari singkong adalah mampu lebih dari itu semua karena Allah SWT Dzat Yang Sangat Maha; (2) Jangan sampai diri kita meributkan atau mengkultuskan hasil olahan singkong atau memaksanakan kehendak agar orang lain menyukai hasil olahan singkong, tetapi kembalikan segala sesuatunya kepada asal usulnya yaitu singkong tanpa merendahkan hasil dari olahan singkong atau memaksakan kehendak kepada orang lain untuk memilih inilah yang terbaik dari olahan singkong.

Untuk itu jika terjadi ketidaksesuaian, perselisihan dalam hidup dan kehidupan kembalikan segala sesuatunya kepada Allah SWT selaku asal usul dari keberadaan diri kita di dunia. Jika tidak melakukannya terjadilah apa yang dinamakan dengan salah pemahaman, salah jalan, salah persepsi, karena bertanya bukan kepada ahlinya. Sekarang bertanyalah kepada diri sendiri sudahkah kita mampu menjadi orang yang bermanfaat seperti singkong atau sudahkah kita mengembalikan segala sesuatu kepada Allah SWT jika kita mengalami hal hal yang tidak menyenangkan atau mengalami hal hal yang membahagiakan kepada Allah SWT? Jika kita termasuk orang yang tahu diri, tahu siapa diri sendiri dan tahu siapa Allah SWT yang sesungguhnya, maka sudah sepatutnya kita tunduk, patuh dan taat kepada Allah SWT dengan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah sehingga kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT selama hidup di dunia ini.    

C.   MANUSIA DISHIBGHAH DENGAN NAMA/SIFAT YANG BAIK

Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 138 yang kami kemukakan di bawah ini, dikemukakan bahwa Allah SWT mensibghah atau mencelup setiap manusia dengan shibghah yang berasal dari pada Allah SWT. Adanya konsep shibghah ini ada hal yang harus kita jadikan perhatian yaitu: (1) Allah SWT adalah pemberi shibghah, (2) Penerima Sbibghah, (3) Shibghah, (4) Kapan proses Shibghah dilakukan oleh Allah SWT, (5) Tujuan dari pemberian Shibgah. Untuk itu mari kita lanjutkan pembahasan ini.

Shibghah Allah[91]. dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya-lah Kami menyembah.
(surat Al Baqarah (2) ayat 138)

[91] Shibghah artinya celupan. Shibghah Allah: celupan Allah yang berarti iman kepada Allah yang tidak disertai dengan kemusyrikan.

Berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 138 di atas, Allah SWT lah yang memberikan Shibghah atau Allah SWT sumber utama dari Shibghah yang akan dishibghahkan. Lalu kepada siapakah shibghah yang akan dishibghahkan itu, apakah kepada Ruh/Ruhani ataukah kepada Jasmani karena setiap manusia pasti terdiri dari 2 (dua) hal ini? Jika kita meyakini dan mengimani bahwa Jasmani asalnya dari tanah/alam maka Jasmani pasti akan memiliki sifat yang sesuai dengan asal usulnya, yaitu tanah/alam. Sedangkan Ruh/Ruhani asalnya dari Allah SWT maka Ruh/Ruhani akan memiliki sifat yang sesuai dengan asal usulnya yaitu Allah SWT. Jika sekarang Ruh/Ruhani asalnya dari Allah SWT maka melalui proses shibghah inilah Ruh/Ruhani akan memiliki sifat yang sesuai dengan asal usulnya.

Berdasarkan uraian di atas ini maka Shibghah dapat dikatakan sebagai proses pewarnaan atau mencelup Ruh/Ruhani yang pada akhirnya Ruh/Ruhani akan memiliki sifat  sifat ilahiah yang berasal dari af’al Allah SWT sehingga melalui proses ini akan tampillah penampilan Allah SWT di muka bumi melalui ruh/ruhani manusia sepanjang manusia mampu menampilkan hal tersebut. Inilah salah satu tujuan dari menshibghah manusia

Sekali lagi kami kemukakan, Allah SWT menshibghah Ruh/Ruhani dengan nama nama Allah SWT yang indah yang termaktub dalam Asmaul Husna sehingga Ruh/Ruhani akan memiliki sifat yang berkesesuaian dengan Asmaul Husna seperti yang Allah SWT miliki. Proses shibghah yang dilakukan oleh Allah SWT laksanaka proses menginstall atau memprogram Asmaul Husna ke dalam Ruh/Ruhani sehingga Ruh/Ruhani mampu berbuat atau menampilkan Asmaul Husna menjadi perbuatan Ruh/Ruhani atau menjadikan Asmaul Husna menjadi perilaku Ruh/Ruhani.

yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(surat As Sajdah (32) ayat 7, 8, 9)

Lalu kapan proses shibghah dilakukan oleh Allah SWT kepada Ruh/Ruhani? Proses menshibghah Ruh/Ruhani berdasarkan ketentuan surat As Sajdah (32) ayat 7 sampai 9 terjadi pada saat Ruh/Ruhani dipertemukan atau disatukan dengan Jasmani saat masih dalam rahim seorang ibu melalui proses peniupan. Adanya proses shibghah yang terjadi saat masih di dalam rahim ibu berarti Ruh/Ruhani sejak awal sudah diprogram oleh Allah SWT memiliki perbuatan yang sesuai dengan Asmaul Husna sehingga perbuatan diri kita yang paling hakiki (fitrah) adalah sesuai dengan nilai nilai ilahiah.

Sekarang untuk apa Allah SWT menshibghah Ruh/Ruhani setiap manusia dengan Asmaul Husna? Sebagai Khalifah Allah SWT yang tidak lain adalah pengganti, perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi maka sudah sepantasnya orang yang menjadi pengganti dan yang menjadi perpanjangan tangan Allah SWT memiliki pola dan perbuatan yang mencerminkan Allah SWT selaku pengutusnya. Adalah sebuah kejanggalan jika yang menjadi pengganti dan yang menjadi perpanjangan tangan Allah SWT memiliki sifat yang berlainan atau berlawanan dengan Allah SWT, dalam hal ini bersifat alam. Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, kita harus tahu dan paham tentang hal ini karena hal ini adalah asal usul dari diri kita. Jika kita tahu asal usul diri kita maka akan memudahkan kita melaksanakan tugas sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.

Sekarang mari kita pertegas dan perjelas tentang shibghah yang ada pada diri kita. Untuk itu ketahuilah bahwa setiap dzat memiliki sifat yang akan melahirkan sebuah perbuatan serta setiap dzat juga memiliki kemampuan. Hal yang samapun terjadi pada Jasmani dan Ruh/Ruhani diri kita juga memiliki sifat yang akan melahirkan perbuatan dan juga memiliki kemampuan. Jasmani jika ditinjau dari sifatnya, di dalam Al Qur’an dikatakan sebagai Insan sedangkan dari sisi perbuatannya di dalam Al Qur’an dikatakan sebagai Ahwa. Sedangkan kemampuan Jasmani disebut sebagai bashyar. Salah satu sifat Jasmani adalah pelit dan jika ini sifatnya maka perbuatannya adalah memelitkan sehingga orang yang bersangkutan akan mementingkan kepentingan dirinya sendiri tanpa menghiraukan orang lain. Sedangkan kemampuan dari memelitkan sangat tergantung besar atau kecilnya pengaruh ahwa yang ada dalam diri seseorang. Semakin besar kekuatan ahwanya semakin kuat mementingkan diri sendiri, demikian pula sebaliknya.Demikian pula dengan Ruh/Ruhani. Ruh/Ruhani jika ditinjau dari sisi sifatnya dinamakan dalam Al Qur’an sebagai Nass. Ruh/Ruhani akan dinamakan dengan Nafs/Anfuss jika ditinjau sisi perbuatannya sedangkan kemampuannya tetap dinamakan dengan Ruh/Ruhani. 

Sekarang katakan sifat dari garam adalah asin yang akan mengasinkan segala sesuatu yang diliputinya. Akan tetapi akan menjadi sebuah persoalan jika garam yang seharusnya bersifat asin justru tidak asin sehingg tidak mampu mengasinkan segala sesuatu yang diliputinya. Jika hal ini terjadi maka garam sudah tidak bisa lagi dikatakan sebagai garam (tidak pantas menyandang preditat garam) karena sudah tidak mencerminkan lagi sifat dan perbuatannya. Lalu bagaimana dengan Ruh/Ruhani yang tidak lain adalah jati diri kita yang sesungguhnya yang telah disifati dishibghah dengan Ar Rahmaan dan Ar Rahiem lalu justru berbuat semena mena terhadap orang lain, hanya mementingkan diri dan kelompoknya saja. Jika ini terjadi maka kejadian yang menimpa garam di atas terjadi pula kepada diri kita yaitu sudah tidak pantas lagi menyandang predikat Nass ataupun sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai khalifah Allah SWT karena sudah menyimpang dari sifat dan perbuatan yang hakiki, yaitu sesuai dengan nilai nilai ilahiah.
Hal yang harus kita perhatikan adalah perbuatan adalah kemasan, sedangkan sifat adalah isi. Perbuatan merupakan akibat dari adanya sifat sehingga sifatlah yang akan menurunkan suatu bentuk perbuatan. Perbuatan bisa diketahui oleh panca indera, sedangkan sifat hanya bisa dirasakan melalui hati dan keimanan. Perbuatan bisa menipu isi (sifat). Sifat identik dengan kesadaran/pikiran/rasa jiwa. Sifat yang baik akan menghasilkan perbuatan yang baik. Sedangkan perbuatan yang baik, belum tentu sifatnya baik (munafik). Maka yang paling utama dalam hal ini contohlah Rasulullah Muhammad dari sifat sifatnya, baru kemudian perbuatan perbuatannya. Bisa saja terjadi ada orang yang perbuatannya seperti Rasulullah, tapi sifat sifatnya seperti syaitan (munafik).

Sifat sifat dari Rasulullah Muhammad SAW adalah sifat sifat yang baik lagi terpuji seperti jujur, sabar, syukur, cinta kasih, bijaksana, rendah hati, pemaaf, pintar, ikhlas, zuhud, suka menolong, tidak mementingkan diri sendiri, dll. Kemudian sifat sifat Rasulullah yang dilaksanakannya menjadi hadits. Hadist terdiri dari segala perbuatan Nabi Muhammad SAW, segala perkataan Nabi Muhammad SAW, dan segala perbuatan sahabat yang direstui oleh Nabi Muhammad saw.

Setiap orang Islam harus mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Tapi sayangnya, banyak orang Islam yang tidak mengerti tentang Nabi  Muhammad SAW. Banyak orang Islam yang terlalu kaku dalam memahami hadits, sedangkan memahami sifat sifat Nabi Muhammad SAW malah banyak yang diabaikan. Ini termasuk sebuah kesesatan. Kebenaran sejati dalam mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW adalah mencontoh atau mengikuti sifat sifat Nabi Muhammad SAW, baru kemudian mengikuti perbuatan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Bagi orang Islam yang mengikuti sifat sifat Nabi Muhammad SAW, tentu akan memperoleh pengalaman spiritual yang hampir sama dengan apa yang dirasakan oleh Nabi Muhammad SAW. Mereka inilah orang orang yang berada dalam kebenaran sejati, seperti para wali Allah SWT dan orang orang mukmin yang disucikan.

Jangan sampai kita salah di dalam menempatkan dan memposisikan Nabi Muhammad SAW karena hasil akhirnya bisa berbeda dan tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ingat, diri kita diutus ke muka bumi oleh Allah SWT bukan untuk dijadikan sebagai khalifah Nabi Muhammad SAW (menjadi pengganti atau perpanjangan tangan atau duta besar Nabi Muhammad SAW). Kita diutus menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi dan agar diri kita berhasil maka Allah SWT memberikan petunjuknya dengan memerintahkan diri kita untuk menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita saat hidup di muka bumi ini. Sekali lagi, kita diutus ke muka bumi untuk menjadi khalifah Allah SWT sehingga kita harus mampu menampilkan penampilan Allah SWT di  muka bumi dengan menampilkan perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan apa yang telah dishibghah, yaitu berpenampilan Asmaul Husna. Semoga diri kita, anak dan keturunan kita mampu menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi yang dapat dibanggakan serta dapat bertemu langsung dengan Allah SWT di tempat yang terhormat yaitu Syurga. Amien.  

D.   ALLAH SWT BERSAMA ORANG YANG BAIK

Berdasarkan surat Yusuf (12) ayat 23 dan 24 yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT selaku Dzat Super Ikhsan yang akan selalu bersama dengan orang yang baik dimanapun orang itu berada dan siap memberikan pertolongan kepada orang orang yang berperilaku baik.  Hal ini telah ditunjukkan Allah SWT kepada Nabi Yusuf as, lalu apakah Allah SWT hanya akan bersama Nabi Yusuf as, lalu kepada diri kita tidak? Allah SWT akan selalu bersama orang yang berperilaku baik kepada siapapun juga termasuk kepada diri kita, kepada anak keturunan kita, sepanjang diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.

dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya[750]. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
(surat Yusuf  (12) ayat 23 dan 24)

[750] Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Yusuf a.s. punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu (Zulaikha), akan tetapi godaan itu demikian besanya sehingga andaikata Dia tidak dikuatkan dengan keimanan kepada Allah s.w.t tentu Dia jatuh ke dalam kemaksiatan.

Agar Allah SWT selalu bersama dengan diri kita maka kita harus bisa menyesuaikan diri dengan apa apa yang dikehendaki Allah SWT seperti beriman dan beramal shaleh, beriman lagi bersyukur maka barulah terjadi hubungan antara diri kita yang kecil dengan Allah SWT Yang Maha Besar. Hubungan dengan Allah SWT Yang Maha Besar baru akan dapat terjadi dan memberikan dampak positif kepada diri kita selaku yang kecil jika: (1) Kita yang kecil wajib menyelaraskan, wajib menyerasikan, dan wajib menyeimbangkan dengan kondisi dan keadaan Allah SWT Yang Maha Besar, (2) Kita yang kecil harus berada di dalam ketentuan Allah SWT Yang Maha Besar, (3) Kita yang kecil harus sesuai dengan Syarat dan Ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT Yang Maha Besar, (4) Kita yang kecil jangan pernah sekalipun meninggalkan Allah SWT Yang Maha Besar, (5) Kita yang kecil jangan pernah mencoba mengalahkan Allah SWT Yang Maha Besar, (6) Kita yang kecil jangan  pernah sekalipun melecehkan Allah SWT Yang Maha Besar, (7) Kita yang kecil harus selalu berada di dalam gelombang dan siaran yang sama dengan Allah SWT Yang Maha Besar.

Selaku makhluk yang tidak memiliki apapun juga saat datang ke muka bumi ini, sudahkah kita melaksanakan tujuh ketentuan yang kami kemukakan di atas? Jika kita termasuk orang yang telah Tahu Diri, apa yang kami kemukakan di atas sudah pasti dapat kita lakukan dengan sebaik mungkin karena hanya dengan itulah kita bisa bersinergi dengan Allah SWT atau Allah SWT akan selalu bersama dengan diri kita. Sekarang siapakah yang paling diuntungkan jika kita mampu bersinergi dengan Allah SWT? Allah SWT sampai kapanpun juga tidak butuh bersinergi dengan apapun juga. Akan tetapi kitalah yang sangat membutuhkan sinergi dengan Allah SWT sehingga yang paling diuntungkan adalah diri kita sendiri, bukan orang lain. Disinilah salah satu letak betapa pentingnya kita melaksanakan Habbluminallah.

Sekarang katakan diri kita sudah mampu bersinergi dengan Allah SWT melalui proses Habblum Minallah, berarti saat ini kita sedang mensinergikan Ruhani kita dengan Allah SWT, kita sedang mensinergikan Amanah yang 7 yang ada pada diri kita dengan Allah SWT serta kita juga sedang mensinergikan Sibghah Asmaul Husna yang ada pada Ruh/Ruhani diri kita dengan Allah SWT.  Akan tetapi jika proses sinergi yang telah kita lakukan dengan Allah SWT tidak dapat dikatakan berjalan sesuai dengan konsep ibadah Ikhsan jika jika apa-apa yang  telah tersambung dengan Allah SWT, jika apa-apa yang telah bersinergi dengan Allah SWT, tidak mampu kita tunjukkan di dalam perbuatan kepada sesama umat manusia secara utuh.

Untuk itu kita harus bisa menghilangkan saat ini juga  konsep untung rugi di dalam berbuat dan bertindak. Selain daripada itu konsep menyembunyikan sesuatu saat mengajarkan tidak berlaku lagi, yang ada hanyalah Ikhlas berbuat karena Allah SWT semata tanpa ada udang di balik batu. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa contoh dari sinergi dimaksud, yaitu:

1.      Jika Ruh/Ruhani bersinergi dengan Allah SWT, atau Ruh/Ruhani diri kita tersambung dengan Allah SWT berarti Ruh/Ruhani diri kita mampu menguasai Jasmani diri kita, sehingga Nilai-Nilai Kebaikan yang dibawa oleh Ruh/Ruhani mampu mengalahkan Nilai-Nilai Keburukan yang dibawa oleh Jasmani. Dan jika ini terjadi pada diri kita berarti segala perbuatan diri kita selalu berada di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang tidak hanya dapat dinikmati oleh diri sendiri, tetapi juga oleh keluarga, oleh anak dan keturunan, oleh masyarakat, oleh Bangsa dan Negara.

2.      Jika Ilmu yang kita miliki mampu bersinergi dengan Ilmu Allah  SWT maka Ilmu tersebut tidak disimpan hanya untuk kepentingan diri, keluarga atau kelompok tertentu saja. Namun Ilmu itu harus diajarkan kepada semua orang tanpa ada yang ditutup-tutupi, tanpa ada yang disembunyikan sehingga ilmu yang kita miliki dapat berguna bagi semua orang.
3.      Jika Qudrat yang kita miliki mampu tersambung dengan Qudrat Allah SWT maka segala kekuatan, segala kekuasaan yang kita miliki tidak hanya bermanfaat bagi diri, keluarga semata.  Akan tetapi dengan Qudrat itu semua orang menjadi tertolong, terbantu, atau tidak mengakibatkan kerugian bagi masyarakat luas.

4.      Jika Kalam yang kita miliki mampu tersambung dengan Kalam Allah SWT maka kata-kata, tutur kata, omongan yang keluar dari mulut kita tidak akan menyakiti hati orang lain, selalu  bermanfaat, dapat menyenangkan banyak orang, dapat menjadi pendengar yang baik serta mampu menerapkan falsafah diam itu emas.

5.      Jika Ar Rahmaan dan Ar Rahiem, yang kita miliki tersambung dengan Allah SWT maka banyak orang tidak mampu yang ada disekitar diri kita tertolong, terbantu, oleh sebab keberadaan diri kita tanpa melihat siapa mereka, darimana mereka berasal serta kesenjangan sosial dapat teratasi dengan sendirinya.

6.      Jika Ar Razaq yang kita miliki dapat tersambung dengan Af’al Ar Razaq yang dimiliki Allah SWT? Hal yang akan terjadi adalah kita tidak mau mengambil hak orang lain, kita tidak akan mau Kolusi, Korupsi, Nepotisme di dalam mencari Rezeki serta setelah memperoleh Rezeki sebagian dari Rezeki itu dikeluarkan kembali dalam bentuk Zakat, Infaq, Shadaqah, Jariah, yang pada intinya untuk menolong banyak orang. Demikian seterusnya.

Jika kita mampu melaksanakan hal hal yang kami contohkan di atas, dapat dipastikan Allah SWT akan tersenyum kepada diri kita atau kita mampu menempatkan diri kita selalu bersama Allah SWT sehingga Allah SWT pun tidak akan meninggalkan kita saat hidup di muka bumi ini. Ingat, Allah SWT saat ini sedang menunggu doa kita, menunggu taubat kita dan jangan sampai Allah SWT hanya menunggu dan menunggu tanpa pernah memberikan apa apa kepada diri kita karena kita tidak pernah mengajukan permohonan kepadaNya.

E.   SEBAIK BAIK TEMPAT KEMBALI ADALAH SYURGA

Berdasarkan surat Al Kahfi (18) ayat 30 dan 31 yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT menunjukkan kebaikannya kepada diri kita dengan memberikan tempat yang terbaik sepanjang diri kita mampu berperilaku kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan yaitu  kampung kebahagiaan bagi diri kita kelak berupa Syurga. Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Terbaik tentu akan mempersiapkan yang terbaik pula bagi khalifahnya yang terbaik, yaitu Syurga. Sekarang bagaimana dengan khalifah yang telah diutusnya tidak mampu sesuai dengan kehendak Allah SWT, apakah akan diberikan tempat yang sama dengan khalifah yang terbaik? Allah SWT tentu tidak akan menciderai kemahaan dan kebesaran yang dimikinya dengan memberikan tempat kembali yang sama. Disinilah letak keadilan Allah SWT yang memiliki Af’al atau perbuatan Yang Maha Adil yaitu dengan memberikan tempat berupa Neraka yang tidak lain adalah kampung kebinasaan dan kesengsaraan bagi khalifah yang gagal. Sedangkan Allah SWT akan memberikan kepada khalifah yang berhasil berupa Syurga yang tidak lain adalah kampung kebahagiaan.  

Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.
mereka Itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera Halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah;
(surat Al Kahfi (18) ayat 30 dan 31)

Sekarang seperti apakah Kampung Kebahagiaan yang  telah dijanjikan Allah SWT kepada khalifahnya yang berhasil? Kondisi dari Syurga yang tidak lain adalah kampung kebahagiaan dapat dipastikan sangat berbeda dengan Neraka yang tidak lain adalah kampung kebinasaan dan kesengsaraan.Jika kita ingin tahu kondisi dan keadaan kampung kebahagiaan yang kelak akan kita tempati, berikut ini akan kami kemukakan kondisinya, yaitu:

1.  Luasnya Syurga dan Keharuman Baunya

Besarnya kampung kebahagiaan yang disediakan oleh Allah SWT kepada orang yang bertakwa adalah seluas langit dan bumi. Syurga sebagai kampung kebahagiaan tidak hanya luas akan tetapi juga harum sehingga harumnya akan menyebar sampai jarak tujuh puluh tahun.

Dan bersegeralah kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan  untuk orang-orang yang bertaqwa.
(surat Ali Imran (3) ayat 133)

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bau surga didapatkan dari jarak perjalanan tujuh puluh tahun”.
(HR Atturmudzi)

Sekarang mampukah kita menghitung jarak perjalanan keharuman syurga dalam tujuh puluh tahun perjalanan? Rasanya tidak ada manusia yang sanggup menghitungnya. Maukah kita semua pulang ke Kampung Kebahagiaan yang luasnya seluas langit dan bumi serta harum baunya? Jika kampung kebahagiaan pilihan kita maka tidak ada jalan kecuali untuk itu memenuhi segala  syarat dan ketentuan yang telah  Allah SWT tetapkan, seperti beriman dan bertaqwa atau menjadi makhluk pilihan.

2.  Penghuni Syurga Disambut oleh Malaikat

Di dalam kehidupan sehari-hari jika kita disambut dengan karpet merah saja sudah merupakan sebuah penghormatan yang sangat luar biasa. Sekarang bagaimana jika kita pulang ke kampung kebahagian yang bernama Syurga?

Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhannya di bawa ke dalam surga berombongan-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya”.
(surat Az Zumar (39) ayat 73)

Sambutan pertama yang diberikan oleh Allah SWT kepada Tamu yang pulang ke kampung kebahagiaan adalah Disambut oleh Malaikat dengan Ucapan Salam Kehormatan. Sekarang maukah anda disambut seperti itu oleh Malaikat?

3.  Keutamaan Kampung Kebahagiaan

Di dalam syurga yang merupakan Kampung Kebahagian isinya adalah semua kenikmatan-kenikmatan yang tidak pernah ada di dalam kehidupan dunia. Jika di dalam Neraka diisi dengan siksaan dan jeritan yang tiada henti, lalu apa yang terjadi di dalam Syurga?

Dan apabila kamu melihat di sana (surga) niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan).
(surat Al Insaan (76) ayat 20-21-22)

Di dalam syurga yang terjadi hanyalah senyum kebahagiaan yang tiada terkira dan tidak putus-putusnya. Selanjutnya maukah kita pulang kesana?

4.   Kondisi dan Keadaan Di dalam Syurga 

Mau tahukah anda kondisi dan keadaan dari Kampung Kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah SWT bagi hambanya yang Taat dan Patuh? Perhatikan dan pelajarilah Hadits di bawah ini kemudian bayangkanlah kemewahannya serta bandingkanlah dengan keadaan kita saat ini. 

Hai hamba-hambaKu, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan. Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.
(surat Az Zukhruf (43) ayat 68-69-70-71)

Bidadari-bidadari yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.
(surat Ar Rahmaan (55) ayat 72)

Rasulullah bersabda: “Bumi surga itu adalah bata dari emas dan bata dari perak. Tanah liatnya adalah misik adzfar, kerikilnya adalah mutiara dan yaqut, sedangkan debutnya adalah zafaran. Orang yang memasukinya, dia akan mendapatkan kenikmatan dan tidak akan berputus asa. Dia akan kekal tanpa mati. Pakaian mereka tidak akan rusak dan kemudian mereka tidak akan musnah.
(HR Attarmudzi)

Mana yang lebih mewah apakah kondisi Syurga ataukah kondisi saat ini? Tidak ada yang berani mengatakan bahwa kondisi saat ini atau kondisi Neraka lebih baik dan lebih mewah dibandingkan dengan kondisi Syurga.

5. Sungai dan Pohon Dalam Syurga

Di dalam Kampung Kebahagiaan tidak terdapat apa yang dinamakan dengan Polusi semuanya bersih dan steril sehingga apa yang terdapat di dalamnya kondisi Prima untuk di konsumsi ataupun di minum. Sungai beserta air yang terdapat di dalamnya sangatlah Jernih, tidak berbau dan tidak pula berubah apalagi tercemar.

(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka, dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?
(surat Muhammad (47) ayat 15)

Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya),
dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak. Yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya.
(surat Al Waaqi’ah (56) ayat 27 s/d 33)

Sekarang bandingkan dengan kondisi sungai yang ada di Jakarta, hampir semuanya kotor dan hampir semuanya tercemar. Untuk itu jika kita ingin mendapatkan apa yang terdapat di dalam Kampung Kebahagiaan maka jadilah Khalifah yang beriman dan bertaqwa mulai saat ini juga sampai Ruh tiba dikerongkongan atau laksanakan Diinul Islam secara kaffah sesuai dengan kehendak Allah SWT.

6.  Makanan dan Minuman dalam Syurga

Di dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal apa yang disebut Makanan yang memenuhi konsep 4 sehat 5 sempurna. Jika kita dapat menikmati makanan dengan konsep tersebut maka kita sudah memenuhi kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh Tubuh kita. Sekarang jika kita pulang ke kampung yang bernama Kampung Kebahagiaan maka Allah SWT akan memberikan Makanan dan Minuman yang Jauh Melebihi Konsep Empat Sehat Lima Sempurna. Selain Makanan dan Minuman yang tersedia kita selalu dilayani oleh pelayan dan makanan selalu dihidangkan di dalam wadah emas dan perak. Semua kemewahan dan kemegahan pada saat kita makan dan minum selalu tersedia apapun bentuknya.

Rasulullah bersabda: “Penghuni surga di dalamnya makan dan minum. Mereka tidak meludah, tidak kencing dan tidak berak. Para Sahabat bertanya, Bagaimana keadaan makanan itu? Rasulullah menjawab: “Sendawa dan peluh seperti peluh misik. Mereka menelan (mengumandangkan) tasbih dan tahmid sebagaimana kalin menelan (menarik masuk dan keluarnya) nafas.
(Hadits Riwayat Muslim)

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya semua penghuni surga yang derajatnya paling rendah adalah orang yang berdiri; di atas kepalanya terdapat sepuluh ribu pelayan. Bersama tiap-tiap pelayan terdapat dua piring besar. Piring yang satu dari emas dan piring yang lain dari perak. Disetiap piring yang satu terdapat warna yang tidak sama dengan piring yang lain, Orang yang terakhir makan seperti orang yang pertama makan. Orang yang terakhir mendapatkan kenikmatan dan kelezatan seperti yang didapatkan oleh orang yang pertama. Hal itu lantas berbau misik adzfar. Mereka tidak kencing, tidak berak dan tidak mengingus”.
(Hadits Riwayat Ibnu Abid Dun-ya dan Attabrani)

Syuhaib ra, meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: “Ketika penghuni syurga telah masuk ke syurga, Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, “Jika kalian masih menginginkan sesuatu, Aku akan menambahkannya untuk kalian”. Mereka menjawab, “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke syurga dan menyelamatkan kami dari neraka? Kemudian Allah membukakan tabir (antara Allah dan mereka). Makaa tidak ada pemberian yang lebih disenangi bagi mereka daripada anugerah bisa melihat Tuhan mereka.”
(Hadits Riwayat Muslim) 

Selain daripada itu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di atas ini, penghuni syurga akan melihat Allah SWT secara langsung tanpa hijab. Selanjutnya berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT selaku pencipta kekhalifahan yang ada di muka bumi ini menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan manusia untuk menjadi penghuni Syurga. Jika sampai diri kita, anak keturunan kita bukan menjadi penghuni syurga berarti kita telah keluar dari rencana besar tentang Kekhalifahan di muka bumi ini.

Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Syurga dan Neraka komplain, Neraka berkata, “Aku dihuni oleh orang-orang yang sombong dan angkuh.’ Syurga berkat, “Aku hanya dihuni oleh orang-orang yang lemah dan hina. Allah SWT berfirman kepada syurga, “Kamu adalah rahmat-Ku. Aku melimpahkan rahmat kepada  hamba-Ku yang Aku kehendaki dengan menjadikannya sebagai penghunimu. Kemudian Allah SWT berfirman kepada Neraka, “Kamu adalah siksa-Ku. Aku menyiksa hamba-Ku yang Aku kehendaki dengan menjadikannya sebagai penghunimu.” Baik Syurga dan Neraka akan dipenuhi dengan penghuninya masing-masing. Tapi, neraka tidak akan penuh hingga Allah meletakkan kaki-Nya lalu neraka berkata, “Cukup, cukup, cukup.” Pada saat itu, nerakapun penuh hingga setiap sudutnya tidak ada yang kosong. Allah tidak pernah menganiaya makhluk-Nya, dan Allah menciptakan makhluk untuk menjadi penghuni Syurga.
(Hadits Riwayat Bukhari)

Sekarang bisa kita bayangkan betapa luar biasanya kampung kebahagiaan itu lalu bisakah kita membayangkan kampung kesengsaraan dan kebinasaan yang pasti berbeda dengan kampung kebahagiaan. Lalu beranikah kita menyatakan bahwa Kampung Kebinasaan dan Kesengsaraan lebih baik daripada Kampung Kebahagiaan sehingga kampung itulah yang akan menjadi tempat tinggal kita yang abadi kelak? 


Jika anda tidak berani mengatakannya atau tidak berani memilih Neraka Jahannam sebagai kampung halaman kita kelak maka jangan pernah menjadi hamba Syaitan atau menjadi hamba Ahwa, akan tetapi jadilah hamba  Allah SWT yang taat dan patuh dari waktu ke waktu, dalam kondisi apapun, dimanapun kita berada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar