Allah SWT adalah pencipta
dan pemilik dari alam semesta ini, termasuk di dalamnya diri kita dan anak
keturunan kita. Jika Allah SWT adalah pencipta dan pemilik berarti Allah SWT
adalah Tuan Rumah sedangkan diri kita adalah tamu yang berada di langit dan di
muka bumi dengan catatan kita tidak selamanya menjadi tamu. Adanya ketentuan bahwa
Allah SWT adalah Tuan Rumah berarti
segala ketentuan, segala hukum, segala aturan, segala undang undang yang
berlaku di langit dan di muka bumi ini hak Allah SWT sehingga Allah SWT yang
berhak menentukan. Sedangkan tamu, yang di dalamnya termasuk diri kita, wajib
mempelajari, wajib memahami, wajib melaksanakan segala apa apa yang telah
ditentukan berlaku oleh Tuan Rumah, terkecuali jika kita ingin menjadi tamu
yang tidak tahu diri.
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada
yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
(surat Al Baqarah (2) ayat 255)
[161]
Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan
ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya.
Di lain sisi, salah satu ajaran
Diinul Islam berlaku saat ini adalah kita diwajibkan untuk selalu menghormati
tamu. Sekarang bagaimana dengan Allah SWT selaku Tuan Rumah dengan tamunya,
apakah juga akan menghormati tamunya? Allah SWT dapat dipastikan pasti
menghormati semua tamunya, sesuai dengan ketentuan yang telah diwajibkannya
kepada diri kita. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah penghormatan Allah
SWT selaku Tuan Rumah kepada tamunya sangat tergantung dengan kualitas dari
tamunya.
Saat ini sampai dengan
hari kiamat kelak, kualitas tamu yang ada di langit dan di muka bumi dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu tamu yang beriman, tamu yang
Islam dan tamu yang Non Islam. Jika kita mengacu kepada ketiga kelompok ini
dapat dipastikan penghormatan Allah SWT selaku Tuan Rumah tidak lah sama
terhadap ketiganya terkecuali dalam penggunaan fasilitas yang bersifat umum,
dalam hal ini penggunaan matahari, bulan, air, udara serta tanah untuk tempat
tinggal.
Sekarang mari kita
perhatikan apa yang termaktub di dalam surat Al Mu’minuun (23) ayat dan surat
An Nuur (24) ayat 55 serta surat Al Ashr (103) ayat 1 sampai 3 di bawah ini,
dimana Allah SWT menegaskan hanya kepada tamu yang memenuhi kualifikasi beriman
sajalah yang beruntung dan berkuasa di muka bumi sedangkan yang tidak memenuhi
kriteria ini menjadi orang yang merugi.
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman,
(Surat Al Mu’minuun (23) ayat 1)
dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-
sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar
akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka
mereka Itulah orang-orang yang fasik.
(surat An Nuur (24) ayat 55)
demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.
(surat Al Ashr (103) ayat 1 sampai 3)
Mau menjadi orang yang
merugi ataukah mau menjadi orang yang beruntung. Allah SWT tidak akan rugi
ataupun beruntung dengan apa yang kita pilih karena Allah SWT sudah Maha dan
akan Maha selama lamanya. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita sendiri,
ingat resiko dari memilih menjadi tanggung jawab diri sendiri sehingga tidak
bisa dilimpahkann kepada orang lain.
Berikut ini akan kami
kemukakan beberapa ketentuan yang termaktub dalam Al Qur’an yang menunjukkan
bahwa Allah SWT selaku tuan rumah di dalam kerangka besar kekhalifahan di muka
bumi adalah Dzat Yang Super Ikhsan yang tiada taranya dan kebaikanNya siap
diberikan kepada diri kita sepanjang diri kita sesuai dengan kehendak Allah
SWT, yaitu:
A.
SELURUH KEBAIKAN ASALNYA DARI
ALLAH SWT
Berdasarkan surat An
Nisaa’ (4) ayat 78 dan 79 di bawah ini Allah SWT selaku Tuan Rumah menyatakan
dengan tegas bahwa seluruh kebaikan, seluruh kenikmatan yang dinikmati oleh
semua orang asalnya hanya dari Allah SWT semata sedangkan jika terjadi
kemalangan, ketidaknyamanan, keburukan, bencana asalnya bukan dari Allah SWT
melainkan dari manusia itu sendiri. Adanya pernyataan seperti ini yang bersumber
dari Allah SWT menunjukkan bahwa Allah SWT tidak memiliki kepentingan apapun
dengan kebaikan ataupun dengan keburukan yang menimpa manusia. Akan tetapi
Allah SWT sudah mempersiapkan segala kebaikan untuk seluruh makhluknya
sepanjang makhluk itu membutuhkan kebaikan dengan selalu berbuat kebaikan. Hal
yang samapun berlaku kepada keburukan, yang akan diberikan kepada yang berbuat
keburukan pula.
di mana saja kamu berada, kematian akan
mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan
jika mereka memperoleh kebaikan[319], mereka mengatakan: "Ini adalah dari
sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:
"Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah:
"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan[320] sedikitpun?
apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari
Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu
sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah
Allah menjadi saksi.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 78 dan 79)
[319]
Kemenangan dalam peperangan atau rezki.
[320]
Pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan.
Sekarang lihatlah kebaikan
kebaikan yang ada di muka bumi ini, kesemuanya berasal hanya dari Allah SWT
yang dipersiapkan untuk seluruh
makhluknya, seperti adanya air dan udara yang sangat dibutuhkan oleh seluruh
makhluk. Apa jadinya jika air dan udara penggunaannya dibatasi oleh Allah SWT
yaitu hanya bagi orang orang yang beriman saja sedangkan yang tidak beriman
tidak boleh menikmati air dan udara. Selanjutnya akan terjadi kesenjangan dan
ketidaknyamanan dalam kehidupan atau bahkan mungkin tidak akan ada kehidupan di
dunia ini.
Kenyataannya adalah air
dan udara boleh dipergunakan oleh siapapun juga tanpa ada embel embel beriman
ataupun tidak beriman. Setiap makhluk bisa menikmati air dan udara tanpa adanya
ketentuan beriman kepada Allah SWT namun yang harus kita pahami adalah ada
perbedaan sikap antara orang yang beriman dan orang yang tidak beriman saat
menikmati air dan udara. Orang yang beriman pasti mengetahui air dan udara yang
dipergunakannya selalu bersujud kepada Allah SWT dan juga bertasbih kepada
Allah SWT sehingga orang yang beriman akan sujud dan bertasbih pula kepada
Allah SWT seperti halnya air dan udara yang dikonsumsinyta. Lalu orang yang
beriman sebelum mengkonsumsi atau mempergunakan keduanya selalu dimulai dengan
membaca basmallah dan diakhiri dengan Alhamdulillah. Ingat, di dalam kata
Alhamdulillah di dalamnya termaktub dua hal yaitu adanya rasa syukur kepada Allah SWT dan juga
penghargaan/pujian kepada Allah SWT.
Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah
bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung,
pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada
manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan
Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya.
Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
(surat Al Hajj (22) ayat 18)
semua yang berada di langit dan yang berada di
bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hadiid (57) ayat 1)
Sekarang lihat dan rasakan
dengan apa yang Allah SWT berikan kepada diri kita seperti adanya jantung. Lalu
apa yang bisa kita lakukan saat hidup di dunia jika kita tidak punya jantung?
Jawabannya adalah jika kita tidak punya jantung berarti kematian yang ada atau
bahkan kekhalifahan di muka bumi menjadi tidak ada. Akan tetapi Allah SWT
selaku pemberi kebaikan memberikan jantung tanpa ada syarat dan ketentuan
beriman ataukah tidak beriman, semua
orang diberikan tanpa syarat sehingga semua orang memiliki jantung.
Perhatikanlah jantung yang
selalu berdetak setiap detiknya dan jika saat ini kita berumur 50 tahun berarti
jantung telah berdetak sebanyak 1.576.800.000 kali. Selanjutnya apa jadinya
jika Allah SWT meminta bayaran kepada diri kita atas penggunaan jantung lalu
mampukah kita membayarnya? Jika saat ini kita termasuk orang yang beriman lagi
beramal shaleh maka sudah sepatutnya diri kita menjalani kehidupan dengan
sebaik baiknya sesuai dengan rencana
besar kekhalifahan di muka bumi. Lalu apakah Allah SWT hanya memberikan jantung
kepada diri kita?
Allah SWT tidak hanya
memberikan jantung tetapi juga memberikan mata, telinga, otak, hidung, mulut,
lidah, jaringan sel sel syaraf, darah, hati, ginjal, rambut, usus, kuku, tulang
dan lain sebagainya. Sekarang sudahkah diri kita mampu mempergunakan apa apa
yang diberi oleh Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT? Ingat, apa apa
yang telah diberikan oleh Allah SWT bukanlah barang gratisan yang bisa
dipergunakan seenaknya saja dan tanpa pertanggungjawaban kelak di hari
kiamat.Adanya aturan main seperti ini jangan sampai kita tidak bisa
mempergunakan apa apa yang telah diberikan Allah SWT sesuai dengan kehendak
Allah SWT.
dan
Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah
orang-orang yang lalai.
(surat
Al A’raf (7) ayat 179)
Allah SWT melalui surat Al A’raf (7) ayat 179 yang kami
kemukakan di atas ini telah memberikan pedoman atas apa apa yang telah diberikan
kepada diri kita seperti hiduplah berjantung yang berhati (berakal, berperasaan,
memiliki motivasi), hiduplah bermata yang mampu melihat, hiduplah yang
bertelinga yang mampu mendengar, hiduplah dengan hati sehingga hidup menjadi tentram
dan tenang. Jika tidak mau menerima petunjuk Allah SWT maka seperti binatang
ternaklah kita (seperti sapi dan kerbaulah kita).
Untuk itu lihatlah sapi
atau kerbau yang sedang makan rumput, ia tidak akan bergeming dengan suara
kencang atau sesuatu yang mengagetkan. Sapi atau kerbau akan terus dan terus
makan rumput tanpa terpengaruh sedikitpun sedangkan binatang lain seperti
burung akan langsung terbang jika ada suara kencang atau sesuatu yang mengagetkannya.
Disinilah letak perbedaannya, jika kita mampu mempergunakan apa apa yang telah
diberikan Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT kita akan selalu mawas
diri, waspada, mau mendengarkan nasehat, mau menerima pelajaran yang kesemuanya
untuk kebaikan dan keselamatan diri sendiri.
Dalam kehidupan kita
sehari hari, tentu kita tidak hanya merasakan adanya kebaikan semata namun kita
juga merasakan apa yang dinamakan dengan bencana atau keburukan sedangkan Allah
SWT sudah menyatakan jika kebaikan itu berasal dari padaNya. Lalu darimanakah
bencara atau keburukan itu? Jika kita mengacu kepada ketentuan surat An Nisaa’
(4) ayat 78 dan 79 di atas, setiap bencana atau setiap keburukan bukan berasal
dari Allah SWT melainkan akibat ulah dari dirimu sendiri yang bertindak dan
berbuat tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Disinilah Allah SWT memberikan
pilihan secara demokratis kepada diri kita silahkan memilih, mau berbuat baik
silahkan, mau berbuat buruk silahkan karena keduanya tidak dibutuhkan Allah
SWT.
dan Sesungguhnya Al qur'an itu benar-benar menjadi
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
(surat An Naml (27) ayat 77)
Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
Ta’ala berfirman: Carilah kebaikan pada umatKu yang mempunyai belas kasih,
tentu kamu akan dapat hidup di bawah lindungannya, karena rahmatKu ada pada
mereka. Dan janganlah mencari kebaikan pada orang yang kejam hati, karena
murkaKu menimpa atas mereka.
(Diriwayatkan oleh Al Qudha’i dari Abi Said: 272:
28)
Allah SWT begitu sayang
kepada hambaNya dengan memberi petunjuk cara hidup di dunia seperti yang
dikemukakan dalam surat An Naml (27) ayat 77 dan hadits qudsi di atas ini.
Sudahkah kita tahu aturan main ini lalu sudahkah kita berusaha menjadi orang
yang memiliki belas kasih kepada sesama
sehingga rahmat Allah SWT selalu bersama kita? Jika saat ini kita
menyadari bahwa Allah SWT telah memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
kesuksessan diri kita saat menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi, dapat
dipastikan kita tahu dan mengerti tentang adanya petunjuk hidup (maksudnya Al
Qur’an dan Hadits) karena dengan melaksanakan petunjuk hidup ini akan
menjadikan diri kita selamat sampai ke tujuan (maksudnya syurga). Harapan kami
setelah membaca dan mempelajari buku ini kita mampu menjadi pribadi pribadi
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT lalu Allah SWT tersenyum bangga kepada
diri kita. Amien.
B.
NAMA NAMA ALLAH SWT ADALAH SUMBER
KEBAIKAN
Berdasarkan surat Al A’raf
(7) ayat 180 yang kami kemukakan di bawah ini dikemukakan bahwa Allah SWT lah
pemilik dari Asmaul Husna yaitu Nama Nama Yang Baik lagi Terbaik. Sedangkan berdasarkan
surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24 dikemukakan bahwa tidak ada tuhan tuhan
yang lain selain Allah SWT sehingga hanya Allah SWT sajalah yang memiliki nama
nama yang indah yang termaktub dalam Asmaul Husna yang berjumlah 99 (sembilan
puluh sembilan). Adanya nama nama Allah SWT yang berjumlah 99 (sembilan puluh
sembilan) menunjukkan kepada diri kita hanya Allah SWT sajalah sumber dari
segala sumber dari keindahan baik keindahan nama maupun keindahan dari Af’al
yang baik (perbuatan perbuatan baik) yang ada di alam semesta ini, diluar Allah
SWT tidak akan ada yang memilikinya terkecuali jika diberikan Allah SWT.
hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586].
nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
(surat Al A’raf (7) ayat 180)
[585]
Maksudnya: Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586]
Maksudnya: janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan
Nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan
memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau
mempergunakan asmaa-ul husna untuk Nama-nama selain Allah.
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang
mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja,
yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha
Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan,
Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Dialah Allah yang
Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul
Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hasyr (59) ayat 21)
Sekarang mari kita
perhatikan nama dua nama Allah SWT yang termaktub dalam Asmaul Husna, yaitu Ar
Rahmaan dan Ar Rahiem yang selalu kita kemukakan disetiap memulai pekerjaan
ataupun sebelum mengkonsumsi sesuatu atau saat mendirikan shalat dan lain
sebagainya. Ada apakah di balik dua nama Allah SWT tersebut?
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.”
(Al-Fatihah: 1)
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
(Al-Fatihah: 3)
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.
(surat Al Ahzab (33) ayat 43)
Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah
menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan
dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi,
melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang kepada manusia.
(surat Al Hajj (22) ayat 65)
Kata Ar Rahmaan dan kata
Ar Rahiem berasal dari akar kata yang sama yaitu r-h-m (rahim), bila kita
menyebut kata ini, yang terlintas dalam benak kita orang Indonesia adalah
“peranakan” dan subjek yang terlibat adalah ibu dan anak, dan seketika
terbayang dalam benak kita rasa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, namun
begitu, sifat Rahim Allah tidak bisa disamakan seperti itu (Maha suci Allah
dari segala perumpamaan). Penggambaran kasih sayang ini hanyalah sekedar
membuat kita paham dan dapat “merasakan” seperti apa bentuk kasih sayang itu.
Sebagian ulama ada yang
memahami kata ar-Rahmaan sebagai sifat Allah SWT yang mencurahkan rahmat yang
bersifat sementara di dunia ini (temporer), sedangkan ar-Rahiem adalah
Rahmat-Nya yang bersifat kekal (continue). Rahmat-Nya di dunia yang
sementara ini (ar-Rahman) meliputi seluruh makhluk, tanpa kecuali dan tanpa
membedakan antara yang beriman maupun yang tidak beriman. Nikmat kita bisa
bernafas di dunia ini berasal dari Allah SWT dan ini tidak hanya diperuntukan
bagi yang beriman tetapi berlaku untuk semua makhlukNya. Lalu apakah hal ini
akan kekal selamanya? Tentu tidak, setelah kita mati kita tidak bisa lagi
menikmati nikmatnya bernafas. Sedangkan rahmat yang kekal adalah
rahmat-Nya di akhirat (ar-Rahiem), tempat kehidupan yang kekal, yang hanya akan
dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya.
Sekarang mari kita
perhatikan makna kata Rahim dalam artian tempat peranakan, bukankah kasih
sayang yang terlimpah dari seorang ibu berkelanjutan di dua alam (periode) yang
berbeda? Seorang ibu melindungi dan memelihara anaknya yang masih dalam
rahimnya dan setelah kita lahir masih tetap dilindunginya dan dipeliharanya dengan kasih sayang yang
tulus. Ketika seseorang membaca Basmalah, ketika orang membaca Al Fatehah,
maka makna-makna di atas diharapkan mampu menghiasi jiwanya. Ini membawa kepada
kesadaran akan kelemahan diri serta kebutuhan kepada Allah. Yang membaca
basmalah dan juga Al Fatehah juga seharusnya menghayati yang tercurah bagi
seluruh makhluk. Kalau yang demikian itu tertanam di dalam jiwa, maka pasti
nilai-nilai luhur keluar dalam bentuk
perbuatan yang sesuai dengan nilai nilai kebaikan, karena perbuatan merupakan
cerminan dari suasana kejiwaan atau cerminan dari diri kita sendiri.
Setiap orang yang mampu membaca basmalah dan juga yang mampu membaca surat Al Fatehah seharusnya dapat mencurahkan rahmat dan kasih sesuai pola Allah SWT di dalam menurunkan dan mencurahkan Rahmat-Nya, yang tidak hanya menyentuh orang yang seiman saja akan tetapi juga yang berlainan keimanannya dengan kita atau bahkan untuk seluruh makhluk tanpa terkecuali. Bukankah dengan membaca ar-Rahman tergambar dalam di dalam benak kita tergambar rahmat tuhan yang menyentuh seluruh alam? Bukankah pula Nabi Muhammad SAW yang menjadi tauladan seorang muslim membawa rahmat bagi keseluruh alam? Demikian juga saat kita mengucapkan Ar-Rahiem, maka harus terlintas dalam pikiran kita rahmat Allah yang akan membawa kenikmatan akhirat. Adanya kondisi ini maka kita diharapkan untuk selalu melakukan perbuatan baik yang tidak hanya bermanfaat di dunia tetapi juga harus bermanfaat di akhirat kelak.
dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami".
(surat Al-A’raf (7) ayat 156)
Allah SWT sudah
mempertunjukkan kepada diri kita tentang AsmaNya yaitu Ar Rahmaan dan Ar Rahiem
dan kitapun sudah merasakan hal itu dalam hidup dan kehidupan kita. Lalu
sudahkah kita mampu berbuat kebaikan berdasarkan pola Ar Rahmaan dan Ar Rahiem
seperti yang kami kemukakan di atas? Sebagai Khalifah Allah SWT di muka bumi
sudah tentu kita mampu berbuat kebaikan berdasarkan pola Ar Rahmaan dan Ar
Rahiem, jika tidak ada sesuatu yang salah dalam diri kita. Untuk itu bagi orang yang tidak mampu berbuat kebaikan ada baiknya
kita memperhatikan apa yang dikemukakan Allah SWT di dalam surat Al A’raf (7)
ayat 156 yang kami kemukakan di atas ini, Allah SWT akan menimpakan siksa
kepada siapa saja yang tidak mampu berbuat kebaikan saat hidup di muka bumi
ini. Sekarang berfikir ulanglah ribuan kali jika kita tidak mampu berbuat
kebaikan padahal kebaikan itu untuk kebaikan diri kita sendiri.
dan orang-orang yang sabar karena mencari
keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami
berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak
kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan
(yang baik),
(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya
bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya,
isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke
tempat-tempat mereka dari semua pintu;
(sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima
shabartum"[772]. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
(surat Ar Ra’d (13) ayat 22 s/d 24)
[772] Artinya: keselamatan atasmu berkat
kesabaranmu
Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh,
tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan
amalan(nya) dengan yang baik.
mereka Itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga
'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan
gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera Halus dan sutera tebal,
sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala
yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah;
(surat Al Kahfi (18) ayat 30 dan 31)
mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat
yang Tinggi (dalam syurga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan
penghormatan dan Ucapan selamat di dalamnya,
mereka kekal di dalamnya. syurga itu Sebaik-baik
tempat menetap dan tempat kediaman.
(surat Al Furqaan (25) ayat 75 dan 76)
Sebagai khalifah Allah SWT
di muka bumi sudahkah kita memenuhi syarat dan ketentuan untuk menerima balasan
dari Allah SWT berupa tempat kembali yang bermartabat tinggi atau tempat
kesudahan yang baik seperti yang dikemukakan Allah SWT dalam surat Ar Ra’d (13)
ayat 22, 23, 24: surat Al Kahfi (18) ayat 30, 31 serta surat Al Furqaan (25)
ayat 75 dan 76 di atas? Jika kita ingin pulang kampung ke kampung kebahagian
yang bermartabat tinggi maka kita wajib memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT seperti: (1) sabar dalam mencari keridhaan Allah SWT, (2)
mendirikan shalat dan menafkahkan harta di jalan Allah SWT baik terang terangan
atau sembuyi sembunyi, (3) menolak kejahatan dengan kebaikan, (4) beriman dan
beramal shaleh, terkecuali jika kita ingin hidup bertetangga dengan syaitan
sang laknatullah di neraka jahannam kelak.
Sekarang mari kita berkaca
kepada salah satu ciptaan Allah SWT yang bernama singkong (ketela) dimana
singkong bisa memberikan banyak kebaikan tergantung proses yang kita lakukan.
Singkong bisa menjadi tiwul, singkong bisa menjadi getuk, singkong bisa menjadi
gaplek, singkong bisa menjadi keripik, singkong bisa menjadi sanjai, singkong
bisa menjadi combro dan lain sebagainya. Lalu apa yang bisa kita jadikan
pelajaran dari singkong ini? Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil,
yaitu: (1) Jika ciptaan Allah SWT saja bisa seperti ini maka dapat dipastikan
Allah SWT selaku pencipta dari singkong adalah mampu lebih dari itu semua
karena Allah SWT Dzat Yang Sangat Maha; (2) Jangan sampai diri kita meributkan
atau mengkultuskan hasil olahan singkong atau memaksanakan kehendak agar orang
lain menyukai hasil olahan singkong, tetapi kembalikan segala sesuatunya kepada
asal usulnya yaitu singkong tanpa merendahkan hasil dari olahan singkong atau
memaksakan kehendak kepada orang lain untuk memilih inilah yang terbaik dari
olahan singkong.
Untuk itu jika terjadi
ketidaksesuaian, perselisihan dalam hidup dan kehidupan kembalikan segala sesuatunya
kepada Allah SWT selaku asal usul dari keberadaan diri kita di dunia. Jika
tidak melakukannya terjadilah apa yang dinamakan dengan salah pemahaman, salah
jalan, salah persepsi, karena bertanya bukan kepada ahlinya. Sekarang
bertanyalah kepada diri sendiri sudahkah kita mampu menjadi orang yang
bermanfaat seperti singkong atau sudahkah kita mengembalikan segala sesuatu
kepada Allah SWT jika kita mengalami hal hal yang tidak menyenangkan atau
mengalami hal hal yang membahagiakan kepada Allah SWT? Jika kita termasuk orang
yang tahu diri, tahu siapa diri sendiri dan tahu siapa Allah SWT yang
sesungguhnya, maka sudah sepatutnya kita tunduk, patuh dan taat kepada Allah
SWT dengan melaksanakan Diinul Islam secara kaffah sehingga kita selalu berada
di dalam kehendak Allah SWT selama hidup di dunia ini.
C.
MANUSIA DISHIBGHAH DENGAN NAMA/SIFAT
YANG BAIK
Berdasarkan surat Al
Baqarah (2) ayat 138 yang kami kemukakan di bawah ini, dikemukakan bahwa Allah
SWT mensibghah atau mencelup setiap manusia dengan shibghah yang berasal dari
pada Allah SWT. Adanya konsep shibghah ini ada hal yang harus kita jadikan
perhatian yaitu: (1) Allah SWT adalah pemberi shibghah, (2) Penerima Sbibghah,
(3) Shibghah, (4) Kapan proses Shibghah dilakukan oleh Allah SWT, (5) Tujuan
dari pemberian Shibgah. Untuk itu mari kita lanjutkan pembahasan ini.
Shibghah
Allah[91]. dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya
kepada-Nya-lah Kami menyembah.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 138)
[91]
Shibghah artinya celupan. Shibghah Allah: celupan Allah yang berarti iman
kepada Allah yang tidak disertai dengan kemusyrikan.
Berdasarkan ketentuan
surat Al Baqarah (2) ayat 138 di atas, Allah SWT lah yang memberikan Shibghah
atau Allah SWT sumber utama dari Shibghah yang akan dishibghahkan. Lalu kepada
siapakah shibghah yang akan dishibghahkan itu, apakah kepada Ruh/Ruhani ataukah
kepada Jasmani karena setiap manusia pasti terdiri dari 2 (dua) hal ini? Jika
kita meyakini dan mengimani bahwa Jasmani asalnya dari tanah/alam maka Jasmani
pasti akan memiliki sifat yang sesuai dengan asal usulnya, yaitu tanah/alam. Sedangkan
Ruh/Ruhani asalnya dari Allah SWT maka Ruh/Ruhani akan memiliki sifat yang
sesuai dengan asal usulnya yaitu Allah SWT. Jika sekarang Ruh/Ruhani asalnya
dari Allah SWT maka melalui proses shibghah inilah Ruh/Ruhani akan memiliki sifat
yang sesuai dengan asal usulnya.
Berdasarkan uraian di atas
ini maka Shibghah dapat dikatakan sebagai proses pewarnaan atau mencelup
Ruh/Ruhani yang pada akhirnya Ruh/Ruhani akan memiliki sifat sifat ilahiah yang berasal dari af’al Allah
SWT sehingga melalui proses ini akan tampillah penampilan Allah SWT di muka
bumi melalui ruh/ruhani manusia sepanjang manusia mampu menampilkan hal
tersebut. Inilah salah satu tujuan dari menshibghah manusia
Sekali lagi kami
kemukakan, Allah SWT menshibghah Ruh/Ruhani dengan nama nama Allah SWT yang
indah yang termaktub dalam Asmaul Husna sehingga Ruh/Ruhani akan memiliki sifat
yang berkesesuaian dengan Asmaul Husna seperti yang Allah SWT miliki. Proses
shibghah yang dilakukan oleh Allah SWT laksanaka proses menginstall atau
memprogram Asmaul Husna ke dalam Ruh/Ruhani sehingga Ruh/Ruhani mampu berbuat
atau menampilkan Asmaul Husna menjadi perbuatan Ruh/Ruhani atau menjadikan
Asmaul Husna menjadi perilaku Ruh/Ruhani.
yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya
dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati
air yang hina.
kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(surat As Sajdah (32) ayat 7, 8, 9)
Lalu kapan proses shibghah
dilakukan oleh Allah SWT kepada Ruh/Ruhani? Proses menshibghah Ruh/Ruhani
berdasarkan ketentuan surat As Sajdah (32) ayat 7 sampai 9 terjadi pada saat
Ruh/Ruhani dipertemukan atau disatukan dengan Jasmani saat masih dalam rahim
seorang ibu melalui proses peniupan. Adanya proses shibghah yang terjadi saat
masih di dalam rahim ibu berarti Ruh/Ruhani sejak awal sudah diprogram oleh
Allah SWT memiliki perbuatan yang sesuai dengan Asmaul Husna sehingga perbuatan
diri kita yang paling hakiki (fitrah) adalah sesuai dengan nilai nilai ilahiah.
Sekarang untuk apa Allah
SWT menshibghah Ruh/Ruhani setiap manusia dengan Asmaul Husna? Sebagai Khalifah
Allah SWT yang tidak lain adalah pengganti, perpanjangan tangan Allah SWT di
muka bumi maka sudah sepantasnya orang yang menjadi pengganti dan yang menjadi
perpanjangan tangan Allah SWT memiliki pola dan perbuatan yang mencerminkan
Allah SWT selaku pengutusnya. Adalah sebuah kejanggalan jika yang menjadi
pengganti dan yang menjadi perpanjangan tangan Allah SWT memiliki sifat yang
berlainan atau berlawanan dengan Allah SWT, dalam hal ini bersifat alam.
Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, kita harus tahu dan paham tentang hal
ini karena hal ini adalah asal usul dari diri kita. Jika kita tahu asal usul
diri kita maka akan memudahkan kita melaksanakan tugas sebagai khalifah Allah
SWT di muka bumi.
Sekarang mari kita
pertegas dan perjelas tentang shibghah yang ada pada diri kita. Untuk itu
ketahuilah bahwa setiap dzat memiliki sifat yang akan melahirkan sebuah
perbuatan serta setiap dzat juga memiliki kemampuan. Hal yang samapun terjadi
pada Jasmani dan Ruh/Ruhani diri kita juga memiliki sifat yang akan melahirkan
perbuatan dan juga memiliki kemampuan. Jasmani jika ditinjau dari sifatnya, di
dalam Al Qur’an dikatakan sebagai Insan sedangkan dari sisi perbuatannya di
dalam Al Qur’an dikatakan sebagai Ahwa. Sedangkan kemampuan Jasmani disebut
sebagai bashyar. Salah satu sifat Jasmani adalah pelit dan jika ini sifatnya
maka perbuatannya adalah memelitkan sehingga orang yang bersangkutan akan
mementingkan kepentingan dirinya sendiri tanpa menghiraukan orang lain.
Sedangkan kemampuan dari memelitkan sangat tergantung besar atau kecilnya
pengaruh ahwa yang ada dalam diri seseorang. Semakin besar kekuatan ahwanya semakin
kuat mementingkan diri sendiri, demikian pula sebaliknya.Demikian pula dengan
Ruh/Ruhani. Ruh/Ruhani jika ditinjau dari sisi sifatnya dinamakan dalam Al
Qur’an sebagai Nass. Ruh/Ruhani akan dinamakan dengan Nafs/Anfuss jika ditinjau
sisi perbuatannya sedangkan kemampuannya tetap dinamakan dengan
Ruh/Ruhani.
Sekarang katakan sifat
dari garam adalah asin yang akan mengasinkan segala sesuatu yang diliputinya.
Akan tetapi akan menjadi sebuah persoalan jika garam yang seharusnya bersifat
asin justru tidak asin sehingg tidak mampu mengasinkan segala sesuatu yang
diliputinya. Jika hal ini terjadi maka garam sudah tidak bisa lagi dikatakan sebagai
garam (tidak pantas menyandang preditat garam) karena sudah tidak mencerminkan
lagi sifat dan perbuatannya. Lalu bagaimana dengan Ruh/Ruhani yang tidak lain
adalah jati diri kita yang sesungguhnya yang telah disifati dishibghah dengan
Ar Rahmaan dan Ar Rahiem lalu justru berbuat semena mena terhadap orang lain,
hanya mementingkan diri dan kelompoknya saja. Jika ini terjadi maka kejadian
yang menimpa garam di atas terjadi pula kepada diri kita yaitu sudah tidak
pantas lagi menyandang predikat Nass ataupun sudah tidak bisa lagi dianggap
sebagai khalifah Allah SWT karena sudah menyimpang dari sifat dan perbuatan
yang hakiki, yaitu sesuai dengan nilai nilai ilahiah.
Hal yang harus kita
perhatikan adalah perbuatan adalah kemasan, sedangkan sifat adalah isi.
Perbuatan merupakan akibat dari adanya sifat sehingga sifatlah yang akan
menurunkan suatu bentuk perbuatan. Perbuatan bisa diketahui oleh panca indera,
sedangkan sifat hanya bisa dirasakan melalui hati dan keimanan. Perbuatan bisa
menipu isi (sifat). Sifat identik dengan kesadaran/pikiran/rasa jiwa. Sifat
yang baik akan menghasilkan perbuatan yang baik. Sedangkan perbuatan yang baik,
belum tentu sifatnya baik (munafik). Maka yang paling utama dalam hal ini
contohlah Rasulullah Muhammad dari sifat sifatnya, baru kemudian perbuatan
perbuatannya. Bisa saja terjadi ada orang yang perbuatannya seperti Rasulullah,
tapi sifat sifatnya seperti syaitan (munafik).
Sifat sifat dari
Rasulullah Muhammad SAW adalah sifat sifat yang baik lagi terpuji seperti
jujur, sabar, syukur, cinta kasih, bijaksana, rendah hati, pemaaf, pintar,
ikhlas, zuhud, suka menolong, tidak mementingkan diri sendiri, dll. Kemudian
sifat sifat Rasulullah yang dilaksanakannya menjadi hadits. Hadist terdiri dari
segala perbuatan Nabi Muhammad SAW, segala perkataan Nabi Muhammad SAW, dan segala
perbuatan sahabat yang direstui oleh Nabi Muhammad saw.
Setiap orang Islam harus
mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Tapi sayangnya, banyak orang Islam yang
tidak mengerti tentang Nabi Muhammad SAW.
Banyak orang Islam yang terlalu kaku dalam memahami hadits, sedangkan memahami
sifat sifat Nabi Muhammad SAW malah banyak yang diabaikan. Ini termasuk sebuah
kesesatan. Kebenaran sejati dalam mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW adalah
mencontoh atau mengikuti sifat sifat Nabi Muhammad SAW, baru kemudian mengikuti
perbuatan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Bagi orang Islam yang mengikuti sifat
sifat Nabi Muhammad SAW, tentu akan memperoleh pengalaman spiritual yang hampir
sama dengan apa yang dirasakan oleh Nabi Muhammad SAW. Mereka inilah orang
orang yang berada dalam kebenaran sejati, seperti para wali Allah SWT dan orang
orang mukmin yang disucikan.
Jangan sampai kita salah
di dalam menempatkan dan memposisikan Nabi Muhammad SAW karena hasil akhirnya
bisa berbeda dan tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ingat, diri kita
diutus ke muka bumi oleh Allah SWT bukan untuk dijadikan sebagai khalifah Nabi
Muhammad SAW (menjadi pengganti atau perpanjangan tangan atau duta besar Nabi
Muhammad SAW). Kita diutus menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi dan agar
diri kita berhasil maka Allah SWT memberikan petunjuknya dengan memerintahkan
diri kita untuk menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita saat
hidup di muka bumi ini. Sekali lagi, kita diutus ke muka bumi untuk menjadi khalifah
Allah SWT sehingga kita harus mampu menampilkan penampilan Allah SWT di muka bumi dengan menampilkan perilaku dan
perbuatan yang sesuai dengan apa yang telah dishibghah, yaitu berpenampilan
Asmaul Husna. Semoga diri kita, anak dan keturunan kita mampu menjadi khalifah
Allah SWT di muka bumi yang dapat dibanggakan serta dapat bertemu langsung dengan
Allah SWT di tempat yang terhormat yaitu Syurga. Amien.
D.
ALLAH SWT BERSAMA ORANG YANG BAIK
Berdasarkan surat Yusuf
(12) ayat 23 dan 24 yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT selaku Dzat
Super Ikhsan yang akan selalu bersama dengan orang yang baik dimanapun orang
itu berada dan siap memberikan pertolongan kepada orang orang yang berperilaku
baik. Hal ini telah ditunjukkan Allah
SWT kepada Nabi Yusuf as, lalu apakah Allah SWT hanya akan bersama Nabi Yusuf
as, lalu kepada diri kita tidak? Allah SWT akan selalu bersama orang yang
berperilaku baik kepada siapapun juga termasuk kepada diri kita, kepada anak
keturunan kita, sepanjang diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.
dan
wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata:
"Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah,
sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya
orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.
Sesungguhnya
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun
bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda
(dari) Tuhannya[750]. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih.
(surat
Yusuf (12) ayat 23 dan 24)
[750] Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Yusuf
a.s. punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu (Zulaikha), akan tetapi
godaan itu demikian besanya sehingga andaikata Dia tidak dikuatkan dengan
keimanan kepada Allah s.w.t tentu Dia jatuh ke dalam kemaksiatan.
Agar Allah SWT selalu bersama dengan diri kita maka
kita harus bisa menyesuaikan diri dengan apa apa yang dikehendaki Allah SWT
seperti beriman dan beramal shaleh, beriman lagi bersyukur maka barulah terjadi
hubungan antara diri kita yang kecil dengan Allah SWT Yang Maha Besar. Hubungan
dengan Allah SWT Yang Maha Besar baru akan dapat terjadi dan memberikan dampak
positif kepada diri kita selaku yang kecil jika: (1) Kita yang
kecil wajib menyelaraskan, wajib menyerasikan, dan wajib menyeimbangkan dengan
kondisi dan keadaan Allah SWT Yang Maha Besar, (2) Kita yang kecil harus berada
di dalam ketentuan Allah SWT Yang Maha Besar, (3) Kita yang kecil harus sesuai
dengan Syarat dan Ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT Yang Maha Besar,
(4) Kita yang kecil jangan pernah sekalipun meninggalkan Allah SWT Yang Maha
Besar, (5) Kita yang kecil jangan pernah mencoba mengalahkan Allah SWT Yang
Maha Besar, (6) Kita yang kecil jangan
pernah sekalipun melecehkan Allah SWT Yang Maha Besar, (7) Kita yang
kecil harus selalu berada di dalam gelombang dan siaran yang sama dengan Allah SWT
Yang Maha Besar.
Selaku makhluk yang tidak memiliki apapun juga saat
datang ke muka bumi ini, sudahkah kita melaksanakan tujuh ketentuan yang kami
kemukakan di atas? Jika kita termasuk orang yang telah Tahu Diri, apa yang kami
kemukakan di atas sudah pasti dapat kita lakukan dengan sebaik mungkin karena
hanya dengan itulah kita bisa bersinergi dengan Allah SWT atau Allah SWT akan
selalu bersama dengan diri kita. Sekarang siapakah yang paling diuntungkan jika
kita mampu bersinergi dengan Allah SWT? Allah SWT sampai kapanpun juga tidak
butuh bersinergi dengan apapun juga. Akan tetapi kitalah yang sangat
membutuhkan sinergi dengan Allah SWT sehingga yang paling diuntungkan adalah
diri kita sendiri, bukan orang lain. Disinilah salah satu letak betapa
pentingnya kita melaksanakan Habbluminallah.
Sekarang katakan diri kita sudah mampu bersinergi
dengan Allah SWT melalui proses Habblum Minallah, berarti saat ini kita sedang
mensinergikan Ruhani kita dengan Allah SWT, kita sedang mensinergikan Amanah
yang 7 yang ada pada diri kita dengan Allah SWT serta kita juga sedang
mensinergikan Sibghah Asmaul Husna yang ada pada Ruh/Ruhani diri kita dengan
Allah SWT. Akan tetapi jika proses
sinergi yang telah kita lakukan dengan Allah SWT tidak dapat dikatakan berjalan
sesuai dengan konsep ibadah Ikhsan jika jika apa-apa yang telah tersambung dengan Allah SWT, jika
apa-apa yang telah bersinergi dengan Allah SWT, tidak mampu kita tunjukkan di
dalam perbuatan kepada sesama umat manusia secara utuh.
Untuk itu kita harus bisa menghilangkan saat ini
juga konsep untung rugi di dalam berbuat
dan bertindak. Selain daripada itu konsep menyembunyikan sesuatu saat
mengajarkan tidak berlaku lagi, yang ada hanyalah Ikhlas berbuat karena Allah
SWT semata tanpa ada udang di balik batu. Berikut ini akan kami kemukakan
beberapa contoh dari sinergi dimaksud, yaitu:
1.
Jika Ruh/Ruhani bersinergi dengan Allah SWT, atau Ruh/Ruhani
diri kita tersambung dengan Allah SWT berarti Ruh/Ruhani diri kita mampu
menguasai Jasmani diri kita, sehingga Nilai-Nilai Kebaikan yang dibawa oleh Ruh/Ruhani
mampu mengalahkan Nilai-Nilai Keburukan yang dibawa oleh Jasmani. Dan jika ini
terjadi pada diri kita berarti segala perbuatan diri kita selalu berada di
dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang tidak hanya dapat dinikmati oleh diri
sendiri, tetapi juga oleh keluarga, oleh anak dan keturunan, oleh masyarakat,
oleh Bangsa dan Negara.
2.
Jika Ilmu yang kita miliki mampu bersinergi dengan
Ilmu Allah SWT maka Ilmu tersebut tidak
disimpan hanya untuk kepentingan diri, keluarga atau kelompok tertentu saja.
Namun Ilmu itu harus diajarkan kepada semua orang tanpa ada yang
ditutup-tutupi, tanpa ada yang disembunyikan sehingga ilmu yang kita miliki
dapat berguna bagi semua orang.
3.
Jika Qudrat yang kita miliki mampu tersambung dengan
Qudrat Allah SWT maka segala kekuatan, segala kekuasaan yang kita miliki tidak
hanya bermanfaat bagi diri, keluarga semata.
Akan tetapi dengan Qudrat itu semua orang menjadi tertolong, terbantu,
atau tidak mengakibatkan kerugian bagi masyarakat luas.
4.
Jika Kalam yang kita miliki mampu tersambung dengan
Kalam Allah SWT maka kata-kata, tutur kata, omongan yang keluar dari mulut kita
tidak akan menyakiti hati orang lain, selalu
bermanfaat, dapat menyenangkan banyak orang, dapat menjadi pendengar
yang baik serta mampu menerapkan falsafah diam itu emas.
5.
Jika Ar Rahmaan dan Ar Rahiem, yang kita miliki
tersambung dengan Allah SWT maka banyak orang tidak mampu yang ada disekitar
diri kita tertolong, terbantu, oleh sebab keberadaan diri kita tanpa melihat
siapa mereka, darimana mereka berasal serta kesenjangan sosial dapat teratasi
dengan sendirinya.
6.
Jika Ar Razaq yang kita miliki dapat tersambung
dengan Af’al Ar Razaq yang dimiliki Allah SWT? Hal yang akan terjadi adalah
kita tidak mau mengambil hak orang lain, kita tidak akan mau Kolusi, Korupsi,
Nepotisme di dalam mencari Rezeki serta setelah memperoleh Rezeki sebagian dari
Rezeki itu dikeluarkan kembali dalam bentuk Zakat, Infaq, Shadaqah, Jariah,
yang pada intinya untuk menolong banyak orang. Demikian seterusnya.
Jika kita mampu
melaksanakan hal hal yang kami contohkan di atas, dapat dipastikan Allah SWT
akan tersenyum kepada diri kita atau kita mampu menempatkan diri kita selalu
bersama Allah SWT sehingga Allah SWT pun tidak akan meninggalkan kita saat
hidup di muka bumi ini. Ingat, Allah SWT saat ini sedang menunggu doa kita,
menunggu taubat kita dan jangan sampai Allah SWT hanya menunggu dan menunggu
tanpa pernah memberikan apa apa kepada diri kita karena kita tidak pernah
mengajukan permohonan kepadaNya.
E.
SEBAIK BAIK TEMPAT KEMBALI ADALAH
SYURGA
Berdasarkan surat Al Kahfi
(18) ayat 30 dan 31 yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT menunjukkan
kebaikannya kepada diri kita dengan memberikan tempat yang terbaik sepanjang
diri kita mampu berperilaku kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan yaitu kampung kebahagiaan bagi diri kita kelak
berupa Syurga. Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Terbaik tentu akan mempersiapkan
yang terbaik pula bagi khalifahnya yang terbaik, yaitu Syurga. Sekarang
bagaimana dengan khalifah yang telah diutusnya tidak mampu sesuai dengan
kehendak Allah SWT, apakah akan diberikan tempat yang sama dengan khalifah yang
terbaik? Allah SWT tentu tidak akan menciderai kemahaan dan kebesaran yang
dimikinya dengan memberikan tempat kembali yang sama. Disinilah letak keadilan
Allah SWT yang memiliki Af’al atau perbuatan Yang Maha Adil yaitu dengan
memberikan tempat berupa Neraka yang tidak lain adalah kampung kebinasaan dan kesengsaraan
bagi khalifah yang gagal. Sedangkan Allah SWT akan memberikan kepada khalifah yang
berhasil berupa Syurga yang tidak lain adalah kampung kebahagiaan.
Sesunggunya
mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.
mereka
Itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di
bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai
pakaian hijau dari sutera Halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil
bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya,
dan tempat istirahat yang indah;
(surat
Al Kahfi (18) ayat 30 dan 31)
Sekarang seperti apakah
Kampung Kebahagiaan yang telah dijanjikan Allah SWT kepada khalifahnya
yang berhasil? Kondisi dari Syurga yang tidak lain adalah kampung kebahagiaan
dapat dipastikan sangat berbeda dengan Neraka yang tidak lain adalah kampung
kebinasaan dan kesengsaraan.Jika kita ingin tahu kondisi dan keadaan kampung
kebahagiaan yang kelak akan kita tempati, berikut ini akan kami kemukakan
kondisinya, yaitu:
1. Luasnya
Syurga dan Keharuman Baunya
Besarnya kampung
kebahagiaan yang disediakan oleh Allah SWT kepada orang yang bertakwa adalah
seluas langit dan bumi. Syurga sebagai kampung kebahagiaan tidak hanya luas
akan tetapi juga harum sehingga harumnya akan menyebar sampai jarak tujuh puluh
tahun.
Dan bersegeralah kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.
(surat Ali Imran (3) ayat 133)
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bau surga
didapatkan dari jarak perjalanan tujuh puluh tahun”.
(HR Atturmudzi)
Sekarang mampukah kita
menghitung jarak perjalanan keharuman syurga dalam tujuh puluh tahun
perjalanan? Rasanya tidak ada manusia yang sanggup menghitungnya. Maukah kita semua
pulang ke Kampung Kebahagiaan yang luasnya seluas langit dan bumi serta harum
baunya? Jika kampung kebahagiaan pilihan kita maka tidak ada jalan kecuali
untuk itu memenuhi segala syarat dan ketentuan yang telah Allah SWT
tetapkan, seperti beriman dan bertaqwa atau menjadi makhluk pilihan.
2. Penghuni
Syurga Disambut oleh Malaikat
Di dalam kehidupan
sehari-hari jika kita disambut dengan karpet merah saja sudah merupakan sebuah
penghormatan yang sangat luar biasa. Sekarang bagaimana jika kita pulang ke
kampung kebahagian yang bernama Syurga?
Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhannya di
bawa ke dalam surga berombongan-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka
sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah
penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu!
maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya”.
(surat Az Zumar (39) ayat 73)
Sambutan pertama yang
diberikan oleh Allah SWT kepada Tamu yang pulang ke kampung kebahagiaan adalah
Disambut oleh Malaikat dengan Ucapan Salam Kehormatan. Sekarang maukah anda
disambut seperti itu oleh Malaikat?
3. Keutamaan
Kampung Kebahagiaan
Di dalam syurga yang
merupakan Kampung Kebahagian isinya adalah semua kenikmatan-kenikmatan yang
tidak pernah ada di dalam kehidupan dunia. Jika di dalam Neraka diisi dengan
siksaan dan jeritan yang tiada henti, lalu apa yang terjadi di dalam Syurga?
Dan apabila kamu melihat di sana (surga) niscaya
kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. Mereka
memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada
mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman
yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah
disyukuri (diberi balasan).
(surat Al Insaan (76) ayat 20-21-22)
Di dalam syurga yang
terjadi hanyalah senyum kebahagiaan yang tiada terkira dan tidak
putus-putusnya. Selanjutnya maukah kita pulang kesana?
4. Kondisi dan Keadaan Di dalam Syurga
Mau tahukah anda kondisi dan
keadaan dari Kampung Kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah SWT bagi hambanya
yang Taat dan Patuh? Perhatikan dan pelajarilah Hadits di bawah ini kemudian
bayangkanlah kemewahannya serta bandingkanlah dengan keadaan kita saat
ini.
Hai hamba-hambaKu, tiada kekhawatiran terhadapmu
pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang
beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu orang-orang yang
berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan.
Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam
surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang)
mata dan kamu kekal di dalamnya.
(surat Az Zukhruf (43) ayat 68-69-70-71)
Bidadari-bidadari yang jelita, putih bersih
dipingit dalam rumah.
(surat Ar Rahmaan (55) ayat 72)
Rasulullah bersabda: “Bumi surga itu adalah bata
dari emas dan bata dari perak. Tanah liatnya adalah misik adzfar, kerikilnya
adalah mutiara dan yaqut, sedangkan debutnya adalah zafaran. Orang yang
memasukinya, dia akan mendapatkan kenikmatan dan tidak akan berputus asa. Dia
akan kekal tanpa mati. Pakaian mereka tidak akan rusak dan kemudian mereka
tidak akan musnah.
(HR Attarmudzi)
Mana yang lebih mewah
apakah kondisi Syurga ataukah kondisi saat ini? Tidak ada yang berani
mengatakan bahwa kondisi saat ini atau kondisi Neraka lebih baik dan lebih
mewah dibandingkan dengan kondisi Syurga.
5. Sungai dan Pohon Dalam Syurga
Di dalam Kampung
Kebahagiaan tidak terdapat apa yang dinamakan dengan Polusi semuanya bersih dan
steril sehingga apa yang terdapat di dalamnya kondisi Prima untuk di konsumsi
ataupun di minum. Sungai beserta air yang terdapat di dalamnya sangatlah
Jernih, tidak berbau dan tidak pula berubah apalagi tercemar.
(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang
dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa yang di dalamnya ada sungai-sungai
dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang
berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di
dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan
orang yang kekal dalam neraka, dan diberi minuman dengan air yang mendidih
sehingga memotong-motong ususnya?
(surat Muhammad (47) ayat 15)
Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan
kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang
yang bersusun-susun (buahnya),
dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak. Yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya.
dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak. Yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya.
(surat Al Waaqi’ah (56) ayat 27 s/d 33)
Sekarang bandingkan dengan
kondisi sungai yang ada di Jakarta, hampir semuanya kotor dan hampir semuanya
tercemar. Untuk itu jika kita ingin mendapatkan apa yang terdapat di dalam
Kampung Kebahagiaan maka jadilah Khalifah yang beriman dan bertaqwa mulai saat
ini juga sampai Ruh tiba dikerongkongan atau laksanakan Diinul Islam secara
kaffah sesuai dengan kehendak Allah SWT.
6.
Makanan dan Minuman dalam Syurga
Di dalam kehidupan
sehari-hari kita mengenal apa yang disebut Makanan yang memenuhi konsep 4 sehat
5 sempurna. Jika kita dapat menikmati makanan dengan konsep tersebut maka kita
sudah memenuhi kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh Tubuh kita. Sekarang jika
kita pulang ke kampung yang bernama Kampung Kebahagiaan maka Allah SWT akan
memberikan Makanan dan Minuman yang Jauh Melebihi Konsep Empat Sehat Lima
Sempurna. Selain Makanan dan Minuman yang tersedia kita selalu dilayani oleh
pelayan dan makanan selalu dihidangkan di dalam wadah emas dan perak. Semua
kemewahan dan kemegahan pada saat kita makan dan minum selalu tersedia apapun
bentuknya.
Rasulullah bersabda: “Penghuni surga di dalamnya
makan dan minum. Mereka tidak meludah, tidak kencing dan tidak berak. Para
Sahabat bertanya, Bagaimana keadaan makanan itu? Rasulullah menjawab: “Sendawa
dan peluh seperti peluh misik. Mereka menelan (mengumandangkan) tasbih dan
tahmid sebagaimana kalin menelan (menarik masuk dan keluarnya) nafas.
(Hadits Riwayat Muslim)
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya semua penghuni
surga yang derajatnya paling rendah adalah orang yang berdiri; di atas
kepalanya terdapat sepuluh ribu pelayan. Bersama tiap-tiap pelayan terdapat dua
piring besar. Piring yang satu dari emas dan piring yang lain dari perak.
Disetiap piring yang satu terdapat warna yang tidak sama dengan piring yang
lain, Orang yang terakhir makan seperti orang yang pertama makan. Orang yang
terakhir mendapatkan kenikmatan dan kelezatan seperti yang didapatkan oleh
orang yang pertama. Hal itu lantas berbau misik adzfar. Mereka tidak kencing,
tidak berak dan tidak mengingus”.
(Hadits Riwayat Ibnu Abid Dun-ya dan Attabrani)
Syuhaib ra, meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:
“Ketika penghuni syurga telah masuk ke syurga, Allah tabaraka wa ta’ala
berfirman, “Jika kalian masih menginginkan sesuatu, Aku akan menambahkannya
untuk kalian”. Mereka menjawab, “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah
kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke syurga dan menyelamatkan kami
dari neraka? Kemudian Allah membukakan tabir (antara Allah dan mereka). Makaa
tidak ada pemberian yang lebih disenangi bagi mereka daripada anugerah bisa
melihat Tuhan mereka.”
(Hadits Riwayat Muslim)
Selain daripada itu,
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di atas ini, penghuni syurga
akan melihat Allah SWT secara langsung tanpa hijab. Selanjutnya berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yang kami kemukakan di bawah ini, Allah
SWT selaku pencipta kekhalifahan yang ada di muka bumi ini menyatakan bahwa Allah
SWT menciptakan manusia untuk menjadi penghuni Syurga. Jika sampai diri kita,
anak keturunan kita bukan menjadi penghuni syurga berarti kita telah keluar
dari rencana besar tentang Kekhalifahan di muka bumi ini.
Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Syurga dan Neraka komplain, Neraka berkata, “Aku dihuni oleh
orang-orang yang sombong dan angkuh.’ Syurga berkat, “Aku hanya dihuni oleh
orang-orang yang lemah dan hina. Allah SWT berfirman kepada syurga, “Kamu
adalah rahmat-Ku. Aku melimpahkan rahmat kepada hamba-Ku yang Aku
kehendaki dengan menjadikannya sebagai penghunimu. Kemudian Allah SWT berfirman
kepada Neraka, “Kamu adalah siksa-Ku. Aku menyiksa hamba-Ku yang Aku kehendaki
dengan menjadikannya sebagai penghunimu.” Baik Syurga dan Neraka akan dipenuhi
dengan penghuninya masing-masing. Tapi, neraka tidak akan penuh hingga Allah
meletakkan kaki-Nya lalu neraka berkata, “Cukup, cukup, cukup.” Pada saat itu,
nerakapun penuh hingga setiap sudutnya tidak ada yang kosong. Allah tidak
pernah menganiaya makhluk-Nya, dan Allah menciptakan makhluk untuk menjadi
penghuni Syurga.
(Hadits Riwayat Bukhari)
Sekarang bisa kita
bayangkan betapa luar biasanya kampung kebahagiaan itu lalu bisakah kita
membayangkan kampung kesengsaraan dan kebinasaan yang pasti berbeda dengan
kampung kebahagiaan. Lalu beranikah kita menyatakan bahwa Kampung Kebinasaan
dan Kesengsaraan lebih baik daripada Kampung Kebahagiaan sehingga kampung
itulah yang akan menjadi tempat tinggal kita yang abadi kelak?
Jika anda tidak berani
mengatakannya atau tidak berani memilih Neraka Jahannam sebagai kampung halaman
kita kelak maka jangan pernah menjadi hamba Syaitan atau menjadi hamba Ahwa,
akan tetapi jadilah hamba Allah SWT yang taat dan patuh dari waktu ke
waktu, dalam kondisi apapun, dimanapun kita berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar