Melaksanakan ibadah Ikhsan
atau berbuat kebaikan dalam kehidupan sehari-hari adalah suatu keharusan bagi
setiap orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada Allah SWT dan juga telah
mengaku beragama Islam. Ibadah Ikhsan
dapat dikatakan intisari dari ajaran Islam. Islam dapat dikatakan sebagai prinsip-prinsip
ketaatan, Iman adalah pilar ketauhidan, dan Ikhsan adalah kualitas dari
keduanya. Islam tanpa Ikhsan adalah kering, Iman tanpa Ikhsan juga gersang,
demikian juga ikhsan tanpa keduanya adalah kosong. Adanya kondisi ini sebagian
ulama menempatkan ikhsan sebagai intisari dari ajaran Islam. Derajat Ikhsan
merupakan tingkatan tertinggi keislaman seorang hamba Allah SWT. Tidak semua
orang bisa meraih derajat yang mulia ini. Hanya hamba-hamba Allah SWT yang
khusus saja yang bisa mencapai derajat mulia ini. Karena itu, merupakan
keutamaan tersendiri bagi hamba yang mampu meraihnya.
Tingkatan agama yang paling
tinggi adalah Ikhsan, kemudian Iman, dan paling rendah adalah Islam. Kaum
muhsinin (orang-orang yang memiliki sifat ikhsan) merupakan hamba pilihan dari
hamba-hamba Allah SWT yang saleh. Sebagian ulama menjelaskan jika Ikhsan sudah
terwujud, berarti Iman dan Islam juga sudah terwujud pada diri seorang hamba. Ingat,
setiap muhsin pasti mukmin dan setiap mukmin pasti muslim. Namun tidak berlaku
sebaliknya. Tidak setiap muslim itu mukmin dan tidak setiap mukmin itu mencapai
derajat muhsinin.
jika kamu
berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang
saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain)
untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana
musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan
sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.
(surat Al
Israa’ (17) ayat 7)
Dalam surat Al-Isra’(17) ayat
7 yang kami kemukakan di atas ini, juga dijelaskan tentang keutamaan sikap Ikhsan
ini yang artinya, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu
sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami
datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk
ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan
untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”.
Ketika ada orang atau
teman di sekitar kita yang kita lihat tidak mengerjakan shalat, jangan benci
mereka, akan tetapi ajak mereka dengan cara-cara baik yang tidak menyakiti
perasaannyaan. Atau juga misalnya ketika suara azan terdengar tapi kita lihat
masih banyak yang duduk tenang saja di warung-warung kopi, ajak mereka agar ke
masjid juga dengan cara-cara baik yang membuat tersentuh sehingga mau ikut ke
masjid. Begitu juga halnya ketika kita
melihat ada masyarakat kita yang larut dalam kemaksiatan seperti mabuk atau berjudi,
jangan benci mereka, tapi cari cara agar bagaimana mengajak dan mengajarkan
agama dengan cara terbaik sehingga kemaksiatan seperti itu agar ditinggalkan dengan
kemauannya sendiri.
Kebaikan dan juga
keburukan merupakan hasil akhir (output) dari suatu masukan (input) yang
diproses secara tertentu oleh seseorang. Inilah ketentuan umum yang berlaku
dalam kehidupan kita. Adanya ketentuan ini terlihat dengan jelas bahwa setiap
kebaikan atau keburukan hanya akan dinikmati oleh orang yang memasukkan input dan
proses tertentu. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah output tidak bisa
dipisahkan dengan input dan proses sehingga output yang baik harus didukung
dengan input dan proses yang baik pula. Kita tidak bisa hanya mengandalkan
input yang baik saja lalu kita akan memperoleh output yang baik. Namun harus di
proses dengan proses yang baik pula barulah input yang baik bisa menghasilkan
output yang baik. Akan tetapi jika input yang baik tidak diproses dengan cara
yang baik maka hasil akhirnya (output) bisa
menjadi sebuah keburukan.
Sekarang bagaimana dengan
ibadah Ikhsan? Hal yang samapun berlaku saat diri kita melaksanakan ibadah
Ikhsan dalam kerangka melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, yaitu kebaikan
akan menjadi hasil akhir dari pelaksanaan ibadah Ikhsan sepanjang ibadah Ikhsan
dilaksanakan sesuai dengan syariat yang berlaku maka akan menghasilkan
kebaikan bagi yang melaksanakannya. Akan tetapi jika ibadah Ikhsan tidak
dilaksanakan sesuai dengan syariat yang berlaku akan menghasilkan keburukan bagi
yang melaksanakannya. Agar diri kita mampu melaksanakan ibadah Ikhsan yang
sesuai dengan syariat yang berlaku, berikut ini akan kami pertegas kembali
tentang untuk siapakah kebaikan atau keburukan itu, apakah untuk Allah SWT
ataukah untuk diri kita? Inilah jawabannya.
A.
UNTUK DIRI SENDIRI
Berdasarkan surat Al
Israa’ (17) ayat 7 di bawah ini dikemukakan bahwa setiap kebaikan atau
keburukan yang dilakukan oleh diri kita, bukanlah untuk orang lain melainkan
untuk diri kita sendiri yang melakukannya. Siapa yang berbuat kebaikan akan
menerima kebaikan untuk diri sendiri sedangkan apabila berbuat keburukan maka
keburukan juga untuk diri sendiri. Jangan pernah berharap kebaikan bisa
tertukar dengan keburukan. Jangan pernah pula berharap keburukan juga bisa tertukar
dengan kebaikan. Jangan pernah pula kebaikan bisa dibeli atau dijual kepada
yang membutuhkannya.
jika kamu
berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang
saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain)
untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana
musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan
sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.
(surat Al
Israa’ (17) ayat 7)
Kebaikan akan tetap
menjadi Kebaikan. Keburukan akan tetap menjadi Keburukan. “Siapa berbuat harus
bertanggung jawab, Siapa menanam dialah yang menuai” inilah ketentuan dasar
yang berlaku dalam hal kebaikan ataupun keburukan. Sekarang mari kita lihat apa yang dikemukakan
oleh Allah SWT dalam surat Al Taghaabun (64) ayat 16 dan 17 di bawah ini, Allah
SWT menegaskan bahwa bertakwalah kepada Allah SWT menurut kesanggupanmu
sehingga tidak ada keterpaksaan untuk melaksanakannya, namun ketentuan ini
bukan berarti tanpa ada peningkatan dari waktu ke waktu.
Maka
bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah
dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu[1480]. dan Barangsiapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang
beruntung.
jika kamu
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan
balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. dan Allah Maha pembalas Jasa lagi Maha
Penyantun.
(surat At
Taghaabun (64) ayat 16 dan 17)
Sekarang
bertanyalah kepada diri sendiri, butuhkah diri kita dengan kebaikan ataukah
kita sangat merindukan keburukan saat hidup di muka bumi ini? Ingat, Allah SWT
tidak membutuhkan sedikitpun kebaikan ataupun keburukan yang kita perbuat
karena Allah SWT sudah Maha dan akan Maha sampai kapanpun juga.
Selanjutnya
jika kita merasa sebagai perantau di muka bumi ini berarti kita pasti akan
pulang kampung. Yang menjadi persoalan adalah pulang kampungnya apakah ke
Syurga sebagai kampung kebahagiaan ataukah ke Neraka sebagai kampung
kesengsaraan dan kebinasaan? Sekarang jika kita berkeinginan untuk pulang
kampung ke Syurga maka jadikan ibadah Ikhsan ini sebagai penampilan diri kita
dengan selalu berbuat kebaikan. Hal ini dikarenaka kebaikan yang kita
laksanakan merupakan bekal bagi diri kita untuk pulang kampung ke Syurga.
orang-orang
yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan
Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
(surat An
Nahl (16) ayat 60)
Untuk
itu jadikan apa yang dikemukakan Allah SWT dalam surat An Nahl (16) ayat 60 di
atas ini sebagai pedoman saat diri kita menjadi perantau di muka bumi, yaitu
kita harus beriman kepada kehidupan akhirat kelak. Apabila kita tidak mampu mengimaninya
dapat dipastikan kita termasuk orang orang yang memiliki sifat yang buruk.
Sifat buruk apakah itu? Sebagai orang yang hidup dirantau maka kita pasti
pulang kampung serta wajib mempersiapkan bekal untuk pulang kampung. Adanya
kondisi ini berarti pada saat kita hidup di rantau maka kita wajib menjadikan
kehidupan menuju akhirat sebagai tujuan utama diri kita sedangkan kehidupan
dunia harus ditempatkan sebagai tujuan antara/sementara. Jika ini mampu kita
laksanakan maka kebaikan yang kita laksanakan akan bersifat jangka panjang dalam
kerangka menuju kehidupan akhirat kelak.
Lain
halnya jika kita menjadikan kehidupan dunia menjadi tujuan utama hidup kita
maka dapat dipastikan kita lalai di dalam berbuat kebaikan yang bersifat jangka
panjang. Kita lebih mementingkan berbuat kebaikan yang bersifat jangka pendek
atau bahkan lebih senang untuk mecari kesenangan sesaat. Disinilah letak sifat
buruk bagi orang yang tidak mau beriman kepada hari akhir, yaitu mementingkan
kehidupan dunia dibandingkan dengan kehidupan akhirat kelak. Semoga kondisi ini
tidak terjadi pada diri kita, pada anak dan keturunan kita.
B.
KEBAIKAN UNTUK ALLAH SWT
Berdasarkan surar Al
Baqarah (2) ayat 245 dan surat Al Hadiid (57) ayat 11 dan 12 yang kami kemukakan
di bawah ini, kita tidak hanya berbuat kebaikan untuk kebaikan diri sendiri
tetapi kita juga harus bisa berbuat kebaikan kepada Allah SWT dengan cara
menafkahkan harta yang kita miliki untuk dibelanjakan di jalan Allah SWT yang
pada akhirnya hasilnya pun untuk kepentingan diri kita sendiri.
siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
(surat Al
Baqarah (2) ayat 245)
siapakah
yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan
melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh
pahala yang banyak.
(yaitu)
pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang
cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (Dikatakan
kepada meraka): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah
keberuntungan yang besar".
(surat Al
Hadiid (57) ayat 11 dan 12)
Pengertian menafkahkan
atau membelanjakan harta di jalan Allah adalah meliputi belanja untuk
kepentingan jihad, pembangunan sekolah, rumah sakit, memberikan permodalan
kepada usaha kecil, menyekolahkan anak anak yang tidak mampu sampai selesai,
membuka lapangan kerja baru, usaha penelitian ilmiah dan lain sebagainya. Orang
yang menafkahkan dan membelanjakan harta di jalan Allah diibaratkan bagaikan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir dimana pada setiap bulir terdapat
seratus biji. Allah SWT melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Allah
SWT kehendaki, seperti ada pada surat Al-Baqarah ayat 261 di bawah ini.
perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan
oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus
biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
(surat Al Baqarah (2) ayat 261)
[166]
Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan
jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan
lain-lain.
Agar tujuan membelanjakan
harta di jalan Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT maka kita harus
melaksanakannya dengan tidak melanggar ketentuan sebagai berikut, yaitu: (1) membelanjakannya dengan ikhlas tanpa ada riya'
sedikitpun dengan tidak menyebut nyebut atas apa yang telah dibelanjakannya
serta tidak menyakiti perasaan si penerima kebaikan; (2) kita diwajibkan untuk
selalu berkata baik kepada orang yang akan kita beri; (3) memaafkan tingkah
laku yang kurang sopan dari yang meminta atau yang akan kita beri; (4) tidak
boleh menyakiti perasaan si penerima atau yang kita beri; (5) setiap pemberian
harus didalam kerangka mencari Ridho Allah SWT semata. Inilah 5 (lima) hal yang
telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 262, 263, dan
264 yang kami kemukakan di bawah ini.
orang-orang yang menafkahkan hartanya
di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si
penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Perkataan yang baik dan pemberian
maaf[167] lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan
(perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena
riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah).
mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir[168].
(surat Al Baqarah (2) ayat 262, 263,
264)
[167]
Perkataan yang baik Maksudnya menolak dengan cara yang baik, dan maksud
pemberian ma'af ialah mema'afkan tingkah laku yang kurang sopan dari si
penerima.
[168]
Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak
pula mendapat pahala di akhirat.
Semoga diri kita, anak dan
keturunan kita mampu menjadi orang orang
yang selalu membelanjakan harta di jalan Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah
SWT, saat ini juga, tanpa ada paksaan atau dipaksa atau ada kepentingan
tertentu saat membelanjakan harta. Lakukan secara konsisten dan penuh komitmen
dan semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah kita lakukan.
C.
KEBAIKAN UNTUK KEDUA ORANG TUA
Berdasarkan
surat Al Israa’ (17) ayat 23 sampai 25 yang kami kemukakan di bawah ini,
kebaikan juga harus kita berikan kepada ke dua orang tua kita sendiri, baik
orang tua kandung ataupun kedua mertua
kita, tanpa dibeda bedakan. Kedudukan orang tua kandung maupun kedudukan
mertua, sama kedudukannya yaitu orang tua kita juga. Kita tidak diperkenankan
oleh Allah SWT hanya berbakti kepada orang tua kandung saja dengan mengabaikan
kedua mertua kita, demikian pula sebaliknya. Kita tidak akan bisa berumah
tangga dengan istri atau dengan suami kita jika tanpa ada kedua orang tua dan
juga tanpa ada kedua orang mertua. Untuk itu perlakukan keduanya sebagai orang
tua yang harus kita hormati dengan merendahkan diri dihadapan mereka, yang
harus kita sayangi serta kita wajib berkata kata baik kepada mereka dengan
perkataan yang mulia.
dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850].
dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil".
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada
dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha
Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.
(surat Al Israa’ (17) ayat 23 sampai
25)
[850]
Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi
mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada
itu.
Untuk itu kita bisa
berpedoman dengan hal hal sebagai berikut sebelum diri kita berkomunikasi
dengan ke dua orang tua, yaitu dengan mendahulukan penghormatan kepada mereka
berdua. Jika kita mampu mendahulukan penghormatan kepada mereka maka akan
lahirlah bahasa tubuh atas penghormatan diri kita kepada mereka berdua. Jika
hal ini telah kita lakukan dan dapatkan maka lanjutkan berkomunikasi dengan
bahasa lisan kepada ke duanya. Lalu rasakanlah rasa berkomunikasi itu tiap saat
dan tanpa terasa kita telah menempatkan orang tua sebagaimana yang dikehendaki
Allah SWT.
Diriwayatkan dari Al Mugirah bin
Syu’bah dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT telah
mengharamkan atas kalian untuk berlaku durhaka kepada kedua orang tua, juga
bersikap suka meminta minta tetapi tidak suka memberi dan mengubur (membunuh)
anak perempuan hidup hidup. Dan Dia membenci dari kalian tiga perkara, yaitu
mengatakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, banyak bertanya sesuatu (yang
tidak perlu) dan mengeluarkan harta benda secara sia sia”.
(Hadits Riwayat Muslim)
Sekarang banyak ditemui
anak yang hilang sopan santun hingga kurang ajar terhadap orang tuanya, tidak
mempunyai sikap berbakti bahkan menelantarkan orang tua yang sudah lanjut
usia. Berbuat baik kepada kedua orang tua wajib hukumny sepanjang hayat
masih di kandung badan. Ketika kedua orang tua kita masih muda atau sudah
lanjut usianya bahkan pikun kita tetap wajib berbakti kepada keduanya. Mereka
membesarkan kita dengan penuh kasih sayang dan berbagai pengorbanan.
Pengorbanan itu tak hanya dalam hal tenaga, waktu dan materi, bahkan demi anak
nyawa pun rela dikorbankan. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk kebaikan
orang tua? Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk kebaikan orang tua, termasuk
kepada orang tua yang telah tiada, seperti :
a.
Lemah Lembut Dalam Bertutur Kata
Kepada Orang Tua
Jagalah setiap tutur kata
kita sebagai anak agar senantiasa lemah lembut tatkala berbicara kepada orang
tua. Jauhi ucapan-ucapan bernada tinggi, apalagi kata-kata kasar. Kepada
pimpinan atau bos kita saja kita bisa berusaha santun (meskipun terkadang hanya
basa-basi), seharusnya kita pun bisa bertutur lemah lembut kepada orang tua.
Kadang kita temui anak yang berkata kepada orang tuanya dengan cara
berteriak-teriak.
b.
Membantu Berbagai Pekerjaan Rumah
Banyak dari kita yang
tidak menyadari sebenarnya ada berbagai rutinitas orang tua, terutamanya Ibu
yang sebenarnya cukup melelahkan, namun atas dasar tanggung jawab sebagai orang
tua, perkara-perkara rutinitas dalam keseharian itu tidak menjadikan mereka
berkeluh kesah. Maka tidak ada salahnya bagi kita untuk membantu meringankan
beban orang tua tersebut, seperti halnya membantu mencuci piring, menyapu
halaman, mengepel lantai, membersihkan rumah dan semisalnya. Meskipun mungkin
kita tidak setiap hari membantu dalam meringankan pekerjaan-pekerjaan tersebut,
tapi niscaya itu akan membuat orang tua merasa bahagia.
c.
Ringan Tangan Menjalankan Perintah Orang Tua
Jika orang tua
memerintahkan suatu hal kepada kita, yang mana hal tersebut dapat kita
jalankan, maka janganlah menolak atau menunda-nunda jika memang kita tidak
memiliki udzur dalam perkara tersebut. Orang tua ‘melayani’ kita sejak kita
lahir, sejak masih bayi hingga dewasa dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Sungguh tidak pantas ketika tiba saatnya orang tua kita memerintahkan kita
untuk melakukan suatu perkara yang sanggup kita kerjakan, namun kita
mencari-cari alasan untuk mengelak dari perintah tersebut.
a.
Senantiasa Bersikap Sopan dan Santun
Tidak sekedar ucapan yang
lemah lembut saja yang harus kita jaga, namun juga disertai dengan sikap sopan
dan santun terhadap orang tua. Semisal kita mengucapkan salam ketika pulang,
tidak sekedar seperti orang masuk pasar. Terlebih lagi kita harus menjauhi
sikap kurang ajar kepada orang tua.
b.
Bersikap Sabar dan Menahan Marah
Sering kali kita mendengar
ucapan dari sekian banyak orang terkait orang tua yang semakin bertambah usia
mereka, maka akan semakin ‘rewel’ sikap mereka, seperti anak kecil lagi.
Terkadang dipicu oleh kondisi kesehatan yang sudah tidak prima lagi, terkadang
orang tua semakin usianya renta mereka jadi lebih sensitif dan mudah marah.
Dalam keadaan seperti ini kita harus berusaha untuk menahan diri dengan
bersabar. Bahwasanya surga itu adalah tempat yang salah satu ciri-ciri
penghuninya adalah mereka yang dapat menahan marah.Bayangkan bagaimana
kesabaran orang tua mengasuh kita sejak kecil hingga dewasa, sabar menghadapi
kebandelan kita, sabar menasehati kita, dll.
c.
Memberi Hadiah Kepada Orang Tua
Memberi hadiah tidak hanya
khusus dituntunkan kepada pasangan suami-istri ataupun dari orang tua kepada
anak. Namun anak pun dapat memberikan suatu hadiah kepada orang tuanya. Hadiah
tidak haruslah yang mahal, namun yang penting dapat menyenangkan orang tua
kita. Semisal untuk Ibu kita beri hadiah berupa jilbab yg syar’i, atau kepada
bapak kita hadiahkan sebuah sarung yang bagus, semisal tatkala Alloh ‘Azza wa
Jalla memberi kita kemudahan dalam hal rezeki yang berlebih. Betapa orang tua
akan merasa dimuliakan anak.
d.
Tidak Menyia-nyiakan Kerja Keras Orang
Tua.
Di jaman sekarang ini,
banyak kita temui anak yang tidak bisa menghargai perjuangan dan kerja keras
orang tuanya dalam menafkahi mereka, menyekolahkan mereka, dan hal yang
semisalnya yang notabene perjuangan tersebut adalah untuk membuat kita menjadi
lebih baik. Semisal bentuk tidak menghargai perjuangan dan kerja keras orang
tua adalah: bolos sekolah, menghambur-hamburkan uang pemberian orang tua, malas
belajar, dan sikap negatif lainnya yang dilakukan seorang anak.
e.
Merawat Mereka Saat Usia Semakin Renta
Saat kita masih kecil
hingga kita dewasa orang tua merawat kita dengan penuh kesabaran dan
ketelatenan. Saat kita sakit sejak kita bayi hingga dewasa, orang tua menjaga
kita siang dan malam. Ingatlah bagaimana Ibu kita memandikan kita, menyuapi
kita dengan telaten, memakaikan baju setiap hari, mengajari kita hal-hal yang
baik, mengganti popok kita, dll. Sekarang banyak kita temui, anak-anak yang
menaruh orang tuanya di panti jompo dikarenakan mereka lebih memilih
menghabiskan semua waktu untuk mengejar nafsu duniawi. Sungguh kebanyakan orang
tua akan nelangsa dengan perlakuan seperti ini.
f.
Doa Anak Yang Shalih Untuk Orang Tua
Yang Telah Meninggal
Bagi Kaum Muslimin yang
mana kedua orang tua atau salah satunya telah tiada, bahwasanya doa dari anak
yang sholeh begitu luar biasa memberi manfaat bagi orang tua yang telah
meninggal. Telah banyak hadits yang menerangkan tentang bagaimana kebaikan yang
akan didapatkan orang tua di kehidupan setelah mati tatkala memiliki anak-anak
yang sholeh yang mau mendoakan mereka. Dan shaleh ataupun shalehah itu harus
diperjuangkan dengan cara taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengikuti
tuntunan Rasul-Nya, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Sebaliknya
anak-anak yang tidak mau taat kepada perintah Alloh dan sebaliknya gemar
berbuat dosa akibat meninggalkan shalat, berbuat maksiat, tidak mau belajar
ilmu agama dan hal-hal yg dibenci Alloh serta RasulNya.. maka sang anak hanya
akan memberikan beban berat yang harus dipertanggung jawabkan orang tuanya di
yaumul akhirat.
g.
Menjaga Silahturahmi Dengan Kerabat
ataupun Teman Orang Tua
Termasuk juga dalam ini
adalah menyambung hubungan dengan teman atau sahabat dari orang tua kita yang
telah tiada. Dalam syariat Islam bahwasanya dituntunkan untuk kita senantiasa
menyambung tali silahturahmi dengan keluarga-keluarga dari orang tua kita yang
telah tiada sebagai bentuk bakti kita kepada orang tua. Kita usahakan
meluangkan waktu untuk berkunjung ke rumah paman, tante dan semisalnya.
Abu Hurairah berkata, dari Nabi SAW beliau
bersabda: “Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang
mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau
keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga.”
(Hadits Riwayat Muslim dan Ahmad)
Kedua orang tua itu adalah
‘ladang pahala’ untuk kita menggapai keridhaan dan syurga Allah SWT. Terdapat
kemuliaan tatkala seorang anak ikhlas dan sadar dalam memuliakan serta berbakti
kepada kedua orang tuanya dalam perkara-perkara yang ma’ruf (perkara yang baik
dan tidak melanggar syariat). Dan sungguh celaka dan merugi bagi seorang anak
yang tatkala kedua orang tua atau salah satunya masih hidup lantas kita enggan/malas
malasan merawatnya, serta enggan berbakti kepada mereka terlebih tatkala orang
tua sudah renta, bahkan sampai membiarkan orang tua terlantar tanpa perhatian
dan kasih sayang dari anak-anaknya. Demi mengejar karir, demi membahagiakan
istri atau suami, sering kali akhirnya orang tua dilupakan dan dikesampingkan.
Tanpa disadari mereka mendekatkan diri dengan api neraka dan azab-Nya. Semoga
kita semua mampu berbakti kepada kedua orang tua. Amien.
Selain ke tiga
hal yang telah kami kemukakan di atas, masih ada ketentuan lain yang mengatur
kepada siapa saja kita bisa berbuat kebaikan, berikut ini akan kami kemukakan
hal di maksud, yaitu:
1.
KEBAIKAN UNTUK GOLONGAN 7 (TUJUH)
Berdasarkan surat An
Nisaa’ (4) ayat 36 yang kami kemukakan di bawah ini, kebaikan dapat kita
tujukan kepada golongan 7 (tujuh) yakni : (1) kepada dua orang ibu-bapa, (2)
karib-kerabat, (3) anak-anak yatim, (4) orang-orang miskin, (5) tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, (6) Ibnu sabil dan (7) hamba
sahayamu.
sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat,
Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
(surat An
Nisaa’ (4) ayat 36)
[294] Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan
dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang Muslim dan yang
bukan Muslim.
[295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam
perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang
tidak diketahui ibu bapaknya.
Adanya
golongan 7(tujuh) yang telah dikemukakan oleh Allah SWT tentunya harus
memudahkan diri kita untuk berbuat kebaikan, karena Allah SWT telah menunjukkan
jalan kepada diri kita kesanalah kita berbuat kebaikan. Hal yang harus kita
hindari saat diri kita berbuat kebaikan adalah jangan menyombongkan diri dan
membangga banggakan diri baik dihadapan Allah SWT maupun dihadapan peneriman
kebaikan. Semoga kita terhindar dari kedua hal ini.
Selain
daripada itu, berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 83 yang kami kemukakan di
bawah ini, saat diri kita berbuat kebaikan kepada ibu bapak, kepada kaum
kerabat, kepada anak anak yatim dan orang orang miskin, kita tidak
diperkenankan oleh Allah SWT untuk mengucapkan kata kata kasar yang menyakitkan
hati. Melainkan ucapkanlah kata kata yang baik kepada manusia lalu dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat serta kita diwajibkan oleh Allah SWT untuk selalu
menjadi orang yang menepati janji.
dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata
yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian
kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu
selalu berpaling.
(surat Al
Baqarah (2) ayat 83)
dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya.
dan jika kamu berpaling dari mereka
untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada
mereka Ucapan yang pantas[851].
(surat Al Israa’ (17) ayat 26, 27, 28)
[851]
Maksudnya: apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah seperti yang
tersebut dalam ayat 26, Maka Katakanlah kepada mereka Perkataan yang baik agar
mereka tidak kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari kamu. dalam
pada itu kamu berusaha untuk mendapat rezki (rahmat) dari Tuhanmu, sehingga
kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka.
Selanjutnya Allah
SWT melalui surat Al Israa’ (17) ayat 26, 27, dan 28 yang kami kemukakan di
atas ini, melarang diri kita untuk berperilaku boros dengan menghambur hamburkan
uang (harta) saat hidup di dunia. Allah SWT juga telah memberikan peringatan
keras bahwa pemboros pemboros itu adalah saudara saudaranya syaitan sang
laknatullah. Lalu kenapa Allah SWT melarang diri kita berperilaku boros? Ingat,
kita hadir kemuka bumi ini tidak memiliki apa apa dan tidak bisa berbuat apa
apa. Kita bisa berbuat, bertindak dan bekerja karena telah diberikan sesuatu
yang berharga dari Allah SWT seperti Ruh/Ruhani, Jasmani, Hubbul, Akal dan lain
sebagainya untuk kesuksesan diri kita menjadi khalifah di muka bumi. Sekarang
bagaimana kita akan sukses menjadi khalifah di muka bumi jika kita berperilaku
boros terhadap apa apa yang telah diberikan Allah SWT sedangkan kesemuanya akan
dimintakan pertanggungjawaban. Allah SWT menunjukkan kasih sayangnya kepada
diri kita dengan memberikan rambu rambu khusus agar kita selamat di dunia dan
di akhirat kelak yaitu jangan boros.
2.
KEBAIKAN UNTUK ORANG YANG TERANIAYA
Berdasarkan
surat An Nisaa’ (4) ayat 148 dan Al Kahfi (18) ayat 83 dan 96 yang kami kemukakan
di bawah ini, kebaikan juga harus kita berikan kepada orang orang yang
teraniaya, kepada orang yang sedang dizhalimi. Orang yang teraniaya atau orang
yang sedang dizhalimi tentunya dalam posisi lemah, tidak mampu, tidak berdaya
untuk melawan, yang ada hanyalah diam dan diam tanpa bisa berbuat serta hanya
bisa melihat dan melihat kezhaliman yang menimpa dirinya.
Allah
tidak menyukai Ucapan buruk[371], (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali
oleh orang yang dianiaya[372]. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.
(surat An
Nisaa’ (4) ayat 148)
[371] Ucapan buruk sebagai mencela orang, memaki,
menerangkan keburukan-keburukan orang lain, menyinggung perasaan seseorang, dan
sebagainya.
[372] Maksudnya: orang yang teraniaya oleh
mengemukakan kepada hakim atau Penguasa keburukan-keburukan orang yang
menganiayanya.
Disinilah
letak kenapa kita diperintahkan oleh Allah SWT berbuat kebaikan kepada orang
yang teraniaya atau kepada orang yang sedang terzhalami. Adanya bantuan moril
maupun materiil, akan menguatkan orang yang teraniaya atau yang terzhalami
menghadapi persoalan sehingga ia merasa tidak sendirian dan merasa ada yang
memperhatikan. Adanya diri kita bersama mereka, di tengah mereka, akan memberikan dampak positif kepada mereka sehingga orang yang teraniaya
atau orang yang terzhalimi tidak
mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Bayangkan
jika persolan yang dihadapi masuk dalam kategori api, lalu dibalas dengan api
maka hancurlah keduanya. Api sampai kapanpun hanya bisa diatasi dengan air. Api
tidak bisa pula diatasi dengan amarah tetapi hanya bisa diatasi dengan lemah
lembut. Disinilah letak betapa pentingnya diri kita berada di tengah tengah
orang yang teraniaya dan yang terzhalimi.
mereka
akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: “Aku akan
bacakan kepadamu cerita tantangnya”.
berilah
aku potongan-potongan besi”. Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan
kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: “Tiuplah (api itu)”. hingga
apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: “Berilah
aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu”.
(surat Al
Kahfi (18) ayat 83 dan 96)
Dianiaya dan juga dizhalimi
pasti tidak disukai oleh setiap orang, sehingga saat teraniaya atau saat terzhalimi
orang tersebut akan berbuat apa saja agar terhindar dari anaiaya atau kezhaliman
itu. Jika mampu, orang tersebut akan menghentikan aniaya atau kezhaliman atas
dirinya dengan tenaganya atau dengan lisannya. Namun bagaimana jika orang
tersebut tidak memiliki kemampuan? Boleh jadi doa akan menjadi senjata terakhir
baginya. Orang yang teraniaya atau terzhalimi akan menghaturkan/memohon kepada
penguasa alam semesta Allah SWT atas aniaya atau atas kezhaliman yang dialaminya
dan meminta kebinasaan untuk orang yang
terlah berbuat aniaya atau zhalim kepadanya. Dan berdasarkan hadits yang kami
kemukakan di bawah ini, Allah SWT akan mengabulkan doa orang yang terzalimi.
Rasulullah SAW bersabda:"Tiga
orang yang tidak akan ditolak doanya: orang puasa sampai ia berbuka, imam yang
adil, dan doa orang yang dizalimi."
(Hadits Riwayat Al-Tirmidzi)
Rasulullah SAW berpesan kepada
Mu'ad bin Jabal saat mengutusnya ke Yaman, "Dan takutlah doa orang
terzalimi, karena tidak ada hijab (penghalang) antara ia dengan Allah."
(Muttafaq 'Alaih)
Tidak ada larangan atau
bahkan dibolehkan bagi orang yang dizhalimi dan dianiaya untuk membela dirinya
salah satu bentuknya adalah dengan mendoakan keburukan atas orang yang
menzaliminya. Allah SWT memberikan keringanan baginya untuk mendoakan keburukan
atas orang yang menganiayanya atau yang menzaliminya seperti yang dikemukakan
dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 148 di atas. Namun, apakah hal ini yang terbaik
baginya? Jawabannya adalah Tidak. Jika ia membalas kepada orang yang menganiaya
atau yang menzaliminya dengan doa keburukan, maka ia tidak mendapat apa-apa
karena ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan dalam hal ini adalah kepuasan
bathin semata.Sangat berbeda hasilnya jika doanya dengan diniatkan agar
orang-orang tidak lagi menderita akibat kejahatannya, maka ia akan mendapat
pahala dengannya doanya itu. Terlebih jika niatnya untuk menghilangkan kezhaliman,
menegakkan syariat Allah SWT dan hukum-Nya, maka pahala yang didapatkannya
lebih banyak lagi. Namun apabila orang yang teraniaya atau terzhalimi bersabar,
memaafkan, dan membalas keburukan dengan kebaikan maka ia mendapat pahala yang
besar di sisi Allah SWT
dan Balasan suatu kejahatan adalah
kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik[1345] Maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang
yang zalim.
(surat Asy Syuura (42) ayat 40)
[1345]
Yang dimaksud berbuat baik di sini ialah berbuat baik kepada orang yang berbuat
jahat kepadanya.
"Tidaklah Allah menambah kepada
hamba melalui maaf yang ia berikan kecuali kemuliaan." (Hadits Riwayat Muslim)
dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia.
sifat-sifat yang baik itu tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar.
(surat Fushshilat (41) ayat 34, 35)
"Tolaklah (kejahatan
itu) dengan cara yang lebih baik," adalah: apabila ada orang yang berbuat
buruk kepadamu baik dengan perkataan atau perbuatan, maka balaslah dengan
kebaikan. Jika ia memutus hubungan denganmu, maka sambunglah. Jika ia menganiaya
atau menzalimimu maka maafkanlah ia. Jika membicarakan keburukanmu, baik di
depan atau di belakangmu, maka janganlah engkau membalasnya, tetapi maafkan ia
dan bebicara kepadanya dengan lemah lembut. Jika ia mengucilkanmu dan tidak mau
berbicara denganmu, maka berbicaralah yang baik dan mulailah berilah salam
kepadanya.
Ingat, dalam ayat ini
sangat istimewa, bukan hanya maaf yang diberikan, tapi membalas keburukan
dengan memberikan kebaikan. Membalas keburukan dengan keburukan tidaklah
mendatangkan kebaikan untuk dirinya, khususnya di akhirat kelak. Sementara jika
ia berbuat baik kepadanya, kebaikannya itu akan tetap dicatat kebaikan. Bersikap
seperti di atas tidaklah akan merendahkan martabatnya, tetapi sebaliknya, Allah
SWT akan meninggikannya dengan akhlak mulia tersebut. Allah SWT akan
meninggikan derajatnya di dunia dan akhirat karena mulianya akhlak yang ia
tampilkan.
D.
KEBAIKAN UNTUK AHLI KITAB
Berdasarkan surat Al
Ankabuut (29) ayat 46 yang kami kemukakan di bawah ini, kebaikan juga bisa kita
berikan kepada Ahli Kitab dengan tidak berdebat kepadanya melainkan dengan cara
yang paling baik dengan tidak merendahkan mereka serta tidak berkata kasar
kepada mereka. Allah SWT melarang berdebat dikarenakan jika debat dilakukan maka
orang yang berdebat hanya akan memikirkan bagaimana caranya mengalahkan orang
lain pada saat berdebat. Demikian pula orang yang diajak berdebat akan berusaha
mempertahankan apa apa yang dikemukakannya. Hasil akhir dari perdebatan
hanyalah sekedar omongan semata tanpa ada hasil akhir. Alangkah baiknya jika
yang dilakukan adalah bertukar fikiran tentang sesuatu hal berdasarkan apa yang
dipahami oleh Ahli Kitab serta yang berdasarkan ketentuan Agama Islam. Sehingga
kita bisa memahami agama orang lain lalu bertambah yakinlah kita kepada agama
Islam yang kita peluk saat ini.
dan
janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling
baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah:
"Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan
yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya
kepada-Nya berserah diri".
(surat Al
Ankabuut (29) ayat 46)
[1154] Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim
Ialah: orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan
penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan
membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.
Selanjutnya Allah SWT
berdasarkan surat Al An’am (6) ayat 108 di bawah ini, melarang diri kita untuk
memaki, menghina, melecehkan sembahan sembahan selain dari pada Allah SWT,
karena mereka nanti akan memaki Allah SWT dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan.
dan janganlah kamu memaki
sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan
memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan
Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah
kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka
kerjakan.
(surat Al An’am (6) ayat 108)
Bayangkan Allah SWT yang
sangat berkuasa dan sangat maha melarang kita berbuat seperti itu, padahal
Allah SWT mampu untuk berbuat apapun juga untuk menghancurkan tuhan tuhan lain
selain Allah SWT. Hal ini dikarenakan Allah SWT akan mengemukakan serta
menunjukkan segala perbuatan yang telah mereka kerjakan sehingga mudah untuk
diminta pertanggungjawabannya terhadap apa yang dahulu telah mereka kerjakan. Adanya
ketentuan untuk berbuat baik kepada Ahli Kitab dan juga larangan untuk memaki
sembahan selain Allah SWT kepada kita berarti kita harus bisa menjadi orang
Islam yang beriman dan bertaqwa tanpa harus menyalahkan atau merendahkan agama agama
yang lain. Majulah tanpa menyingkirkan orang lain. Naiklah tanpa menjatuhkan
orang lain. Jadilah baik tanpa menjelekkan orang lain. Jadilah benar tanpa
menyalahkan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar