Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 19 Agustus 2018

KETENTUAN DASAR KEBAIKAN DAN KEBURUKAN


Kebaikan dan keburukan merupakan hasil dari perbuatan yang kita lakukan atau merupakan output yang berasal dari input yang diproses secara tertentu yang kita lakukan. Kebaikan dan keburukan adalah dua hal yang sangat berbeda seperti perbedaan malam dengan siang. Adanya perbedaan antara kebaikan maka Allah SWT memberikan ketentuan dasar dari keduanya sehingga menghasilkan apa yang dinamakan dengan adanya kepastian hukum yang berdampak kepada yang melakukaknnya, dalam hal ini adalah diri kita. Adanya kepastian hukum yang berasal dari Allah SWT berarti Allah SWT memberikan jaminan tertentu kepada yang melakukan kebaikan dan siap memberikan sanksi kepada yang melakukan keburukan. Untuk itu jadikan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai pedoman saat hidup di dunia ini sehingga kita tidak salah jalan.

Adapun beberapa ketentuan dasar dari kebaikan dan juga keburukan yang berlaku saat ini dapat kami kemukakan sebagai berikut, yaitu:

A.   SETIAP KEBAIKAN ATAU KEBURUKAN PASTI DIBALAS

Allah SWT sudah menetapkan adanya kepastian hukum atas kebaikan dan keburukan di dalam surat An Nahl (16) ayat 96, surat An An’am (6) ayat 160 dan surat Ar Rahmaan (55) ayat 60 seperti yang kami kemukakan di bawah ini, yaitu memberi balasan setiap kebaikan dengan kebaikan/pahala yang lebih baik dari apa yang telah kita kerjakan. Demikian pula Allah SWT juga akan membalas keburukan/kejahatan dengan keburukan/kejahatan pula sesuai dengan kadar atau seimbang dengan keburukan/kejahatan yang dilakukan oleh seseorang.

apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. dan Sesungguhnya Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
(surat An Nahl (16) ayat 96)

Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
(surat Al An’am (6) ayat 160)
tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).
(surat Ar Rahmaan (55) ayat 60)

Abu Darda ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hambaKu berniat melakukan suatu kejahatan, maka janganlah kamu catat sebelum ia melaksanakannya. Bila telah dilaksanakannya, catatlah sebagai satu kejahatan. Akan tetapi bila ia berniat melakukan suatu kebajikan namun tidak jadi dilaksanakannya, maka catatlah baginya satu kebajikan. Bila ia melaksanakannya, maka catatlah untuknya sepuluh kebajikan.
(Hadits Qudsi Riwayat Bukhari, Muslim; 272: 23)

Selain daripada itu, Allah SWT juga telah memberikan sebuah kepastian hukum yang mengikat terutama di dalam besaran kebaikan dan juga besaran keburukan. Adapun ketetapan hukum atas besaran kebaikan/pahala yang akan diberikan Allah SWT kepada yang berbuat kebaikan sebagai berikut : apabila seseorang berniat berbuat kebaikan maka catatlah sebagai satu kebajikan dan jika niat kebaikan dilaksanakan maka catatlah untuknya sepuluh kebajikan. Sedangkan bagi orang yang baru  berniat untuk melakukan keburukan, niatnya belum dicatat sebagai sebuah keburukan sepanjang niat itu belum dilaksanakan. Keburukan baru dicatat sebagai satu keburukan jika niat keburukan sudah dilaksanakan oleh pelakunya. Inilah salah satu matematika Allah SWT yang berlaku kepada diri kita dan juga kepada anak dan keturunan kita.

Hal yang tidak akan pernah terjadi adalah Allah SWT salah di dalam menetapkan balasan kebaikan ataupun balasan keburukan yang telah kita lakukan. Ingat, Malaikat Raqib dan Malaikat Atid sebagai petugas pelaksana yang telah diberi mandat oleh Allah SWT tidak akan pernah lalai sedikitpun di dalam melaksanakan tugasnya terutama di dalam memonitor, merekam, mencatat seluruh aktivitas manusia melalui program CCTV yang ada padanya.Seluruh data yang dipegang oleh Malaikat Raqib dan Malaikat Atid utuh, sesuai dengan apa yang terjadi, sesuai dengan aslinya tanpa ada pengurangan, tanpa penambahan ataupun proses pensensoran oleh siapapun juga dan siap diperlihatkan kepada diri kita saat hari berhisab tiba.

Sekarang apa yang dicatat oleh kedua malaikat subyeknya adalah diri kita, lalu apa yang bisa kita perbuat dengan apa yang telah dicatat oleh malaikat? Sebagai subyek kita tidak bisa mengelak atau menghindar dari apa yang telah dilakukan oleh malaikat dan yang harus kita siapkan adalah bagaimana caranya untuk mempertanggungjawabkan terhadap apa apa yang telah kita lakukan, terutama dalam hal keburukan/kejahatan yang telah kita lakukan. Apalagi Allah SWT dengan tegas menyatakan dalam surat Ath Thalaaq (65) ayat 11 bahwa Allah SWT selalu memberikan rezeki yang terbaik kepada diri kita.


(dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya. dan Barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.
(surat Ath Thalaaq (65) ayat 11)


Selain daripada itu Allah SWT juga tidak akan pernah menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, seperti yang kami kemukakan dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 40 di bawah ini. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT selalu bersama orang baik yang selalu berada di dalam kebaikan. Dan jika yang ada sekarang adalah keburukan dan juga kejahatan berarti kesemuanya berasal dari diri kita. Tidak ada jalan keluar dari keburukan ataupun kejahatan kecuali mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak.

Sesungguhnya Allah tidak Menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar[298].
(surat An Nisaa’ (4) ayat 40)

[298] Maksudnya: Allah tidak akan mengurangi pahala orang-orang yang mengerjakan kebajikan walaupun sebesar zarrah, bahkan kalau Dia berbuat baik pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah.

Ingat, saat hari mempertanggungjawabkan atas apa apa yang kita lakukan saat hidup di dunia, mulut tidak bisa berkata kata. Justru kaki, tangan, telinga, mata yang dapat berkata kata saat diri kita diminta mempertanggungjawaban segala tindakan kita yang kesemuanya disesuaikan dengan apa apa  yang telah dicatat oleh malaikat pencatat. Kita tidak bisa menghindar lagi serta kita tidak bisa berbohong lagi lalu bersiap menerima akibat dari perbuatan diri kita.

B.   UKURAN BERBUAT BAIK

Berdasarkan surat Al Qashash (28) ayat 77 yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT telah memberikan ukuran atau batasan tertentu di dalam berbuat kebaikan, yaitu dahulukan untuk mencari kebahagiaan akhirat yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada diri kita dengan tidak melupakan bahagian dari kenikmatan duniawi. Adanya kondisi ini Allah SWT tidak melarang diri kita untuk merasakan kebahagiaan hidup yang bersifat duniawi seperti rekreasi, berkumpul dan lain sebagainya sepanjang tidak diharamkan oleh Allah SWT.

Allah SWT tidak berkehendak kepada diri kita untuk seluruh waktu yang kita miliki hanya untuk beribadah dan berbuat kebaikan semata. Kita juga diperbolehkan untuk merasakan kenikmatan duniawi sepanjang hal itu mampu menghantarkan diri kita untuk bisa melihat dan merasakan tanda tanda dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT serta menghantarkan diri kita beriman kepada Allah SWT.

dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(surat Al Qashash  (28) ayat 77)

Jika sekarang kita telah merasakan betapa Allah SWT telah berbuat baik kepada diri kita maka sebagai wujud dari kita bersyukur kepada Allah SWT maka kita wajib berbuat baik kepada orang lain serta jangan pernah merusak apa apa yang telah diciptakan Allah SWT. Lalu yang terjadi adalah kita tidak mampu berbuat seperti yang dikehendaki Allah SWT seperti tidak mau berysukur atau justru berbuat kerusakan ini berarti kita sendiri yang mengundang kemarahan dan ketidaksukaan Allah SWT. Jangan pernah salahkan Allah SWT ataupun orang lain jika kita sendiri merasakan keburukan/adzab saat hidup di dunia ini karena ulah diri sendiri yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ayo segera bertaubat dan segera memperbaiki diri sebelum semuanya terlambat.

Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 261 dan hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT selaku pencipta dan pemilik langit dan bumi dan yang juga telah memerintahkan kita untuk selalu berbuat kebaikan telah memiliki suatu rumusan atau perhitungan tertentu yang kami istilahkan matematika Allah SWT. Ilmu matematika manusia dengan ilmu matematika Allah SWT sangat berbeda.

perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
(surat Al Baqarah (2) ayat 261)

[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Abu Darda ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hambaKu berniat melakukan suatu kejahatan, maka janganlah kamu catat sebelum ia melaksanakannya. Bila telah dilaksanakannya, catatlah sebagai satu kejahatan. Akan tetapi bila ia berniat melakukan suatu kebajikan namun tidak jadi dilaksanakannya, maka catatlah baginya satu kebajikan. Bila ia melaksanakannya, maka catatlah untuknya sepuluh kebajikan.
(Hadits Qudsi Riwayat Bukhari, Muslim; 272: 23)

Jika ilmu matematika Allah SWT berbeda dengan ilmu matematika manusia, lalu ilmu matematika siapakah yang akan kita ikuti? Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi maka kita harus menjadikan matematika Allah SWT berlaku kepada diri kita saat ini juga dan seterusnya. Sekarang tergantung diri kita maukah kita berbuat kebaikan yang berlandaskan matematika Allah SWT? Berikut ini akan kami kemukakan rumus-rumus matematika Allah SWT yang merupakan cerminan dari nilai nilai  Islami, yaitu:

1.      Rumus Angka 1

Angka 1 adalah sebuah angka yang sangat unik. Angka ini merupakan cikal bakal semua angka dalam matematika. Mari kita lihat, 0 = 1-1, 1 = 1+0, 2 = 1+1, 3 = 1+2, 4 = 1+3, 5 = 1+4, 6 = 1+5, 7 = 1+6, 8 = 1+7, 9 = 1+8. Angka ini terjadi begitu saja. Ia tidak berasal dari penjumlahan, pengurangan, perkalian ataupun pembagian angka berapa pun, namun angka 1 lah satu-satunya yang menciptakan semua angka. Angka satu sebenarnya adalah cerminan dari sifat Allah SWT. Allah SWT  itu Esa, tunggal. Tidak berasal dari apa pun, tidak memiliki anak dan Dia tidak diperanakkan. Allah SWT tidak diciptakan oleh siapa pun, tetapi Allah SWT-lah pencipta segala sesuatu, pencipta langit dan bumi dan segala isinya. Zat Allah SWT merupakan asal muasal dari segala sesuatu. Angka 1 sejatinya adalah salah satu perwakilan Allah  SWT di alam semesta.

2.      Rumus Perkalian Plus (+) dan Minus (-)

Setidaknya ada 4 (empat) buah tanda dalam perhitungan matematika yang berhubungan dengan rezeki yang akan diberikan Allah SWT kepada setiap manusia. Berikut adalah 4 (empat)  tanda dimaksud, yaitu:

a.  Tanda tambah ( + ), apabila diri kita pandai bersyukur kepada Allah SWT maka Allah SWT akan menambah  menambah rezeki kita.

b.  Tanda kali ( x ), apabila kita membiasakan diri untuk berderma kepada sesama  manusia maka Allah SWT  akan memberikan balasan yang berlipat ganda sesuai dengan tingkat keikhlasan kita masing-masing, atau minimal balasannya setara dengan nilai yang telah didermakan.

c.  Tanda tak hingga (~), apabila kita pandai bersyukur, gemar berderma kepada sesama dan bertakwa kepada Allah SWT maka kita akan mendapatkan balasan rezeki yang tak disangka-sangka / tak terduga yang waktu dan jumlahnya hanya Allah SWT yang menentukan karena Allah SWT Maha Tahu, Maha Adil dan Maha Bijaksana.
d.   Tanda kurang ( - ), namun bagi orang-orang yang tidak pandai bersyukur, tidak suka berderma (berbagi/sedekah) atau bahkan pelit kepada sesama dan tidak bertakwa kepada Allah SWT serta gemar berbuat dosa (baik dosa kecil maupun besar), maka niscaya hidupnya akan terasa sangat sulit, kalaupun sukses dari segi materi namun mereka tidak akan mendapatkan ketenangan di dalam jiwa mereka. Karena hanya dengan mengingat Allah SWT dan beramal sholeh, jiwa kita akan terasa tenang dan damai.

Dari ke empat ‘tanda’ tersebut terdapat 4 (empat) pilihan, ‘tanda’ apa yang akan kita pilih tentunya sangat tergantung kepada diri kita masing masing karena hidup itu ada pilihan. Selain dari pada itu, mari kita perhatikan rumus rumus yang kami kemukakan di bawah ini :

A. ( +  X  –   =  – );  B. ( –  X  +   = –) ;  C. (+  X  +   = + ) ;  D. (–  X  –    = +)

Dengan catatan: apabila (+)  adalah benar atau kebenaran, sementara (-)  adalah salah atau kesalahan, maka rumus yang kami kemukakan di atas bisa kita artikan sebagai berikut : (A). jika yang benar kita katakan salah, maka perbuatan kita menjadi salah; (B) jika yang salah kita katakan benar, maka perbuatan kita menjadi salah; (C) jika yang benar kita katakan benar, maka perbuatan kita menjadi benar; (D) jika yang salah kita katakan salah, maka perbuatan kita menjadi benar.  

3.      Rumus Pembagian (Infaq dan Sedekah)

Kita akan melihat rumus matematikanya: p/h = H atau p/0 = oo, dengan catatan sebagai berikut: p = pemberian; h = harapan; H = hasil; 0 = nol harapan; oo  = tidak terhingga.

perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
(surat Al Baqarah (2) ayat 261)

[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Misalkan seseorang memberikan sedekah sebesar sejuta rupiah kepada kaum miskin dengan harapan yang berbeda beda, maka orang tersebut akan memperoleh balasan dari Allah SWT dengan jumlah yang berbeda beda pula. Hal ini dapat kami ilustrasikan sebagai berikut:              1 juta/500.000 = 2; 1 juta/400.000 = 2,5; 1 juta/300.000 = 3,3 ; 1 juta/200.000 = 5 ; 1 juta/100.000 = 10 ; 1 juta/ 50.000 = 20 ; 1 juta/10.000 = 100 ; 1 juta/0 = oo

Point yang terakhir ini merupakan bukti yang tidak terbantahkan dari apa yang Allah SWT kemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 261 di atas. Ini berarti pemberian yang ikhlas kepada yang membutuhkan besar maupun kecil, sedikit atau banyak tanpa mengharap imbalan apapun kecuali ridha Allah SWT akan mendatangkan balasan yang tidak terhingga dari Allah SWT. Balasan tidak terhingga itu bisa dalam bentuk apa saja, bisa berupa nominal uang, kesehatan diri dan keluarga, anak yang shaleh dan shalehah, sahabat yang baik, tetangga yang baik, keluarga besar yang saling mendukung dan mengasihi, kemudahan dari setiap masalah yang kita hadapi, lingkungan kerja yang positif, kebahagiaan bathin dan lain sebagainya.

Ingat, uang bukanlah tolak ukur yang akan diberikan Allah SWT kepada diri kita karena uang bukanlah segala galanya. Perhatikan apa yang kami kemukakan di bawah ini tentang apa apa yang bisa dibeli oleh uang.

What Money Can Buy : A Bed but not Sleep; Books but not Brains; Food but not Appetite; Finery but not Beauty; A House but not Home; Medicine but not Health;Luxuries but not Culture; Amusement but not Happiness; Religion but not Salvation; A Clock but not Time; Position but not Resfect.

Untuk itu jadikan ikhlas hanya kepada Allah SWT yang kita jadikan pedoman saat berbuat kebaikan. Hal ini dikarenakan keikhlasan dalam memberi berbanding lurus dengan hasil yang akan kita dapatkan di dunia dan di akhirat kelak. Balasan Allah SWT tidak terhingga maka yakinlah bahwa Allah SWT akan memberikan seluruh balasannya di akhirat kelak karena Allah SWT Dzat yang tidak tidur dan Maha Teliti perhitungannya.Sebagai khalifah Allah SWT yang sedang bertugas di muka bumi, jangan pernah ragu ragu di dalam berbuat kebaikan. Lakukan dan laksanakan perbuatan baik saat ini juga tanpa diperintah lagi, tanpa paksaaan, jangan diungkit ungkit lagi, konsisten dari waktu ke waktu,  ikhlas hanya untuk Allah SWT semata maka matematika Allah SWT pasti berlaku kepada diri kita. 

C.   BERBUAT BAIK SEWAKTU HIDUP DI DUNIA

Berdasarkan surat Az Zumar (39) ayat 10 yang kami kemukakan di bawah ini, kesempatan untuk berbuat kebaikan ataupun berbuat keburukan hanya ada pada saat diri kita hidup di dunia ini. Sekali lagi kami tegaskan bahwa kesempatan untuk berbuat baik ataupun buruk hanya pada saat kita hidup di dunia ini. Sekarang berapa lama kita hidup di dunia ini? Hanya Allah SWT yang tahu pasti tentang berapa lama kita hidup dan berapa lama sisa hidup kita.

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
(surat Az Zumar (39) ayat 10)

Hidup adalah saat dipersatukannya Ruh/Ruhani dengan Jasmani sampai dengan dipisahkannya Ruh/Ruhani dengan Jasmani. Berapa lamanya hanya Allah SWT yang tahu dan kesempatan untuk hidup di dunia tidak sama antara satu orang dengan orang yang lainnya. Ada yang memiliki usia panjang dan ada yang memiliki usia pendek, yang kesemuanya Allah SWT yang menentukan.

Perjalanan hidup seseorang laksana waktu waktu shalat, dimana kelahiran dilambangkan dengan waktu Subuh dan waktu Isya dilambangkan kematian. Setiap manusia dapat dipastikan semuanya akan menuju ke waktu Isya dan yang menjadi persoalan adalah saat ini kita tidak tahu dimana posisi diri kita. Apakah menjelang Dzuhur, ataukah menjelang Ashar, ataukah menjelang Maghrib, ataukah menjelang Isya. Dan yang pasti adalah kita menjalani hidup di dunia ini adalah di sisa usia yang ada. Sekali lagi kami kemukakan bahwa kita menjalani hidup di sisa usia yang ada yang tidak kita ketahui berapa sisanya karena dirahasiakan oleh Allah SWT agar diri kita berusaha untuk tetap konsisten dalam komitmen yang tinggi dari waktu ke waktu.

tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
(surat Ali Imran (3) ayat 185)

Bicara hidup maka kita tidak bisa menghindarkan diri dari apa yang dinamakan dengan kematian. Kematian adalah sesuatu kepastian yang tidak ada satupun orang yang bisa menghindari daripadanya. Jika sudah seperti ini keadaannya maka di sisa usia atau di sisa waktu yang tersedia maka kita wajib memiliki manajemen waktu. Jangan sampai kita merasa masih di waktu Dzuhur padahal sudah menjelang waktu Isya dan pada saat itu kesadaran baru tiba sedangkan kesehatan sudah tidak bisa diandalkan lagi. Lalu apa yang bisa kita kerjakan dengan kondisi seperti ini.
 
Sekarang katakanlah kita memiliki harta kekayaan yang banyak, lalu apa yang bisa kita lakukan dengan kekayaan itu jika kita tidak mempunyai waktu lagi untuk berbuat kebaikan dengan harta kekayaan yang kita miliki? Lagi lagi waktu yang membatasi diri kita untuk berbuat kebaikan. Waktu sangatlah berharga lebih baik dari harta kekayaan, hal ini dikarenakan hanya dengan waktulah kita bisa menjadikan harta kekayaan menjadi harta kebaikan bagi diri kita. Setelah diri kita meninggal maka kekayaan yang kita miliki bukanlah menjadi kekayaan diri kita melainkan milik ahli waris. Yang kita miliki adalah kebaikan kebaikan yang telah kita perbuat melalui harta kekayaan yang kita miliki saat diri kita hidup di dunia.

Bagi orang yang memiliki akal yang sehat, waras pikirannya, hendaklah ia membagi bagi waktu yang dimilikinya untuk : (1) sesaat untuk bermunajat kepada Allah SWT; (2) sesaat untuk bermuhasabah diri; (3) sesaat untuk bertafakur berkaitan dengan segala ciptaan Allah SWT; (4) sesaat untuk mencari nafkah diri dan keluarga. Sedangkan bagi orang yang berakal jangan memprioritaskan hal lain kecuali pada tiga hal ini, yaitu : (1) bekal untuk akhirat; (2) bekal untuk kehidupan dunia; (3) bersukaria dalam hal yang tidak diharamkanAllah SWT. Ingat, Allah SWT Dzat Yang Maha Adil, karena memberikan waktu yang sama kepada setiap manusia, dalam hal ini sehari 24 (dua puluh empat) jam. Khalifah yang sukses adalah khalifah yang mampu mengisi waktu 24 (dua puluh empat) jam dengan hal hal yang bermanfaat dan yang mengandung ibadah.

Khalifah Abu Bakar ash shiddiq pernah berpesan kepada sahabatnya Umar bin Al Khattab, “Wahai Umar, tanggung jawab yang Allah serahkan pada malam hari janganlah ditunda sampai siang hari, dan yang diserahkan pagi hari janganlah ditangguhkan sampai malam hari”. Orang yang suka menunda pekerjaan harus tahu bahwa waktu berlalu sangat cepat dan tidak akan bisa diulang kembali. Untuk itu ketahuilah wahai para khalifah Allah SWT di muka bumi bahwa waktu adalah amanah yang akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.  Waktu yang diberikan kepada Allah SWT kepada diri kita bukanlah barang gratisan yang bisa dipergunakan seenaknya saja, tanpa ada batasannya. Jangan sampai kita sadar akan waktu saat diri kita sudah hampir menjelang Isya. 

Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi pernahkah kita menilai harga dari waktu yang kita miliki? Lalu mampukah kita menilainya dengan ukuran tertentu seperti mempergunakan ukuran mata uang?  Sanggupkah kita membeli waktu yang telah diberikan Allah SWT? Bisakah kita menukar waktu yang kita miliki dengan yang dimiliki oleh orang lain? Kita bukanlah pemilik waktu, melainkan hanya pengguna atau pemakai dari waktu sehingga kita tidak akan bisa menilai harga dari waktu, kita tidak akan bisa menilai waktu dengan ukuran mata uang apalagi membeli waktu. Allah SWT adalah pemilik waktu sehingga Allah SWT sajalah yang bisa mengatur segala waktu.

Allah SWT selaku pemilik waktu sudah menetapkan kepada diri kita untuk mengabdi kepada Allah SWT di waktu yang telah diberikan kepada diri kita. Lalu apa jadinya jika kita yang telah diberikan waktu untuk mengabdi kepada Allah SWT tidak bisa mempergunakan waktu?

dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(surat Adz Dzariyat (51) ayat 56)

Alangkah bodohnya diri kita, alangkah dzalimnya diri kita kepada diri sendiri yang tidak bisa mengabdi kepada Allah SWT saat diberi kesempatan untuk hidup di dunia ini. Agar diri kita mampu memanfaatkan waktu maka kita harus tahu terlebih dahulu apa yang disebut dengan istilah perampok perampok waktu, yaitu : menunda nunda pekerjaan, online dan game online (gadget), sosial media, televisi, transportasi, pertemuan, tamu tak diundang, kurangnya rencana harian, melakukan sesuatu secara emosional, tidak bisa mengatakan tidak, kebiasaan hidup yang tidak baik dan lain sebagainya.

Waktu dalam ajaran Islam bukanlah uang ataupun emas, akan tetapi nyawa. Hal ini dikarenakan jika waktu terbuang atau hilang tidak dapat digantikan seperti layaknya nyawa manusia yang telah hilang. Waktu juga seperti napas, yang tidak akan bisa kembali lagi. Manusia yang menyia nyiakan waktunya adalah manusia yang tidak bisa menghargai hidup dan nyawanya sendiri serta napasnya sendiri. Dan jika kita sendiri tidak bisa menghargai diri kita sendiri melalui waktu lalu bagaimana kita bisa menghargai pemilik dari waktu, dalam hal ini Allah SWT.

Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi kita adalah subyek yang harus bisa mengatur waktu waktu yang telah diberikan Allah SWT kepada diri kita. Lalu apa jadinya jika subyek yang seharusnya mengatur waktu justru tidak bisa mengatur waktu, atau apa jadinya waktu yang seharusnya menjadi obyek justru menjadi subyek yang mengatur diri kita? Jika seperti ini kejadiannya maka apa yang dikehendaki Allah SWT kepada diri kita yaitu mengabdi kepadaNya tidak akan bisa kita laksanakan dengan baik dan benar.


Selain daripada itu ketahuilah bahwa waktu adalah amanah yang akan dimintakan pertanggungjawaban oleh Allah SWT selaku pemberi waktu. Waktu sebagai amanah maka pemberi amanah, dalam hal ini adalah Allah SWT dapat dipastikan telah percaya kepada yang diberikan waktu, dalam hal ini Allah SWT telah percaya kepada diri kita. Adanya kepercayaan kepada diri kita berarti dalam ilmu Allah SWT kita pasti mampu melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi yang mampu selalu berbuat kebaikan. Yang menjadi persoalan sekarang adalah kita sendiri yang mensiasiakan kepercayaan Allah SWT atas waktu yang telah diberikanNya sehingga apa yang dikehendaki Allah SWT menjadi gagal lalu gagal pula kekhalifahan yang kita emban. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita dan juga pada anak dan keturunan kita.amien.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar