Sekarang
kita sudah mengetahui dan memahami tentang Ikhsan (kebaikan) dalam kerangka
pelaksanaan Ikhsan dan kita juga telah mengetahui lawan dari Ikhsan (kebaikan)
yaitu keburukan. Setelah diri kita mengetahui tentang kebaikan dan juga
keburukan maka sudah seharusnya diri kita mampu menjadikan kebaikan sebagai
perilaku diri kita sebagai wujud pelaksanaan ibadah Ikhsan yang juga
mencerminkan diri kita sendiri. Sedangkan dengan adanya informasi keburukan
haruslah menjadi pedoman bagi diri kita inilah hal hal yang harus kita
tinggalkan, kita jauhkan atau bahkan kita buang dalam kehidupan kita..
Untuk
itu ketahuilah tidak setiap orang mampu melaksanakan kebaikan dalam kerangka
ibadah Ikhsan, demikian pula sebaliknya dengan keburukan. Sehingga hanya orang
orang tertentulah yang mampu melaksanakan kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan
dan hanya orang tertentu pula yang berbuat keburukan. Lalu siapa sajakah orang orang yang mampu berbuat
Ikhsan (kebaikan) itu? Berikut ini akan kami kemukakan siapa siapa saja yang
mampu berbuat kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan itu, lalu adakah diri kita
masuk dalam kriteria yang akan kami kemukakan di bawah ini.
A.
YANG BERIMAN dan BERAMAL SHALEH
Berdasarkan surat Ar Ra’d
(13) ayat 29 di bawah ini dikemukakan bahwa salah satu orang yang mampu berbuat
kebaikan dalam kerangka melaksanakan ibadah Ikhsan secara ikhlas adalah orang
yang beriman lagi beramal shaleh. Ingat, orang yang beriman lagi beramal
shaleh. Hal ini penting kami kemukakan sebab belum tentu semua orang masuk
dalam kategori beriman mampu beramal
shaleh.
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi
mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
(surat Ar Ra’d (13) ayat 29)
Untuk itu kita harus mampu
menjadikan diri kita, termasuk anak keturunan kita masuk dalam kriteria beriman
yang dibuktikan atau dibarengi dengan berbuat amal shaleh. Sekarang sudahkah
diri kita dan juga anak keturunan kita menjadi orang yang beriman lagi beramal
shaleh? Jika kita belum mampu menjadikan diri kita dan anak keturunan kita
menjadi orang yang beriman yang mampu beramal shaleh dapat dipastikan ada
sesuatu yang salah dalam diri kita, sehingga hidup yang kita jalani menjadi tanpa
makna tanpa nilai seperti halnya ketimun bungkuk, yang tidak bernilai serta
yang akan menjadi sampah.
Ingat, hasil akhir dari
orang yang beriman lagi beramal shaleh diberikan kebahagiaan dalam hidup dan
kehidupan serta ditempatkan di tempat kembali yang baik. Hal ini dinyatakan di
dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 123, 124,
125 yang kami kemukakan di bawah ini,
yaitu setiap orang yang beriman lagi beramal shaleh tidak akan dianiaya
sedikitpun oleh Allah SWT dan dimasukkan ke dalam Syurga.
(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut
angan-anganmu yang kosong[353] dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab.
Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan
kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya
selain dari Allah.
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik
laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke
dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.
dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada
orang yang ikhlas menyerahkan dirinya
kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama
Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 123 sampai 125)
[353]
Mu di sini ada yang mengartikan dengan kaum muslimin dan ada pula yang
mengartikan kaum musyrikin. Maksudnya ialah pahala di akhirat bukanlah menuruti
angan-angan dan cita-cita mereka, tetapi sesuai dengan ketentuan-ketentuan
agama.
Sebaliknya bagi orang yang
mengerjakan kejahatan atau keburukan, berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 123,
124, 125 yang kami kemukakan di atas ini, akan diberikan balasan berupa
kejahatan dibalas kejahatan atau keburukan dibalas keburukan yang serupa dengan
perbuatannya serta Allah SWT lepas tangan tidak mau memberi perlindungan kepada
pelakunya sehingga hasil akhir dari itu semuanya adalah Neraka.
Adanya
ketentuan hanya orang yang beriman lagi beramal shaleh secara ikhlas saja yang
mampu berbuat kebaikan menunjukkan kepada kita bahwa setiap kebaikan yang
dilakukan dalam kerangka ibadah ikhsan tidak bisa dilaksanakan oleh semua
orang. Hanya orang orang yang memenuhi persyaratan tertentu sajalah yang mampu
berbuat kebaikan secara konsisten dari waktu ke waktu selama hayat masih di
kandung badan. Lalu apa yang terjadi? Adanya kondisi ini maka terjadilah
perbedaan kualitas antara satu orang dengan orang yang lainnya yang pada
akhirnya terlihat dengan jelas siapa yang paling baik kedudukannya dihadapan
Allah SWT dan diketahui pulalah kemana tempat kembalinya kelak. Di lain sisi, Allah SWT melalui surat Al
Bayyinah (98) ayat 7 yang kami kemukakan di bawah ini mempertegas kedudukan
orang yang beriman lagi mengerjakan amal shaleh dengan menempatkan sebagai
sebaik baiknya makhluk. Lalu sudahkah kita menjadi sebaik baiknya makhluk?
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk.
(surat Al Bayyinah (98) ayat 7)
Masih
berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 123, 124, 125 di atas, dikemukakan bahwa
setiap kebaikan yang dilandasi niat ikhlas hanya kepada Allah SWT merupakan
parameter yang dipergunakan oleh Allah SWT dalam menilai siapa yang lebih baik
agamanya dibandingkan dengan orang lain. Semakin berkualitas kebaikan yang
dilandasi niat Ikhlas hanya kepada Allah SWT maka semakin baik kualitas
seseorang, demikian pula sebaliknya. Untuk itu jika kita ingin memiliki
kualitas yang terbaik maka contohlah Nabi Ibrahim as, yang telah menjadi
kesayangan Allah SWT. Sekarang mari kita perhatikan hadits yang kami kemukakan
di bawah ini, dimana Allah SWT telah menegaskan bahwa hanya orang yang
melakukan kebaikanlah yang akan bahagia. Sedangkan orang yang melakukan
kejahatan atau keburukan akan binasa.
Ibnu
Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah Ta’ala berfirman: Aku telah
ciptakan kebaikan dan keburukan, maka bahagialah orang yang telah Kutakdirkan
melakukan kebaikan dan binasalah orang yang telah Kutakdirkan melakukan
kejahatan.
(Diriwayatkan
oleh Ath Thabrani; 272:63)
Allah
SWT akan membalas orang yang dibenci (orang yang berbuat kejahatan dan
keburukan) dengan orang yang dibenci pula dengan mempertemukan keduanya lalu
keduanya dimasukkan ke dalam neraka secara bersama sama.
Jabir
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah Ta’ala berfirman: Aku membalas hamba yang
Aku benci dengan hamba yang Aku benci pula kemudian Aku masukkan keduanya ke
dalam neraka.
(Diriwayatkan
oleh Ath Thabrani; 272:75)
Abu
Umamah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Aku telah
menciptakan kebaikan dan kejahatan maka berbahagialah orang yang telah Aku
ciptakan untuk kebaikan dan melaksanakannya. Sebaliknya celakalah orang yang telah
Kuciptakan untuk kejahatan dan melaksanakannya.
(Diriwayatkan
oleh Ibnu Syahin; 272:106)
Sekarang bertanyalah kepada diri sendiri,
sudahkah kita termasuk orang yang beriman lagi beramal shaleh ataukah kita
masih dalam kriteria orang Islam yang belum tentu beriman? Ingat, adanya
perbedaan kualitas diri seseorang akan menghasilkan perbedaan hasil akhir dari
seseorang dan ingat pula waktu yang ada saat ini adalah waktu yang tersisa. Sehingga
hanya pada waktu yang tersisa dalam hidup ini, kita bisa berbuat kebaikan untuk
kebaikan diri kita sendiri.
demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.
(surat Al A’shr (103) ayat 1 sampai 3)
Sekarang
Allah SWT sudah mengingatkan kepada diri kita tentang manajemen waktu karena
waktu inilah harta yang paling berharga saat hidup di dunia. Apalah artinya
kekayaan yang banyak, mobil mewah, jabatan tinggi, uang berlimpah, perusahaan
banyak, rumah mewah, suami atau istri cantik, anak shaleh dan shalehah, tapi
kita tidak memiliki waktu. Semuanya akan sia sia belaka.
Ayo
manfaatkan sisa waktu yang kita miliki dengan menjadikan diri kita menjadi orang
yang beriman lagi mampu beramal shaleh lalu membuktikannya atau kita sendiri
yang menjadikan diri sendiri menjadi orang yang merugi seperti yang dikemukakan
oleh Allah SWT di dalam surat Al A’shar (103) ayat 1 sampai 3 di atas. Jangan
sampai terlambat. Ingat, pilihan ada di tangan kita sendiri, baik ataupun buruk
bukan Allah SWT yang menentukan tetapi kitalah yang menjadikannya berlaku. Ingat,
beratnya perjuangan saat menjadi khalifah di muka bumi lebih berat dari menahan
panasnya api neraka.
B.
ORANG BERHIJRAH DAN YANG MATI SYAHID
Berdasarkan ketentuan surat Al Hajj (22) ayat 58
dan 59 yang kami kemukakan di bawah ini, orang orang yang berhijrah di jalan
Allah SWT serta orang orang yang mati syahid adalah orang orang yang mampu
berbuat kebaikan dalam kerangka melaksanakan ibadah Ikhsan. Allah SWT akan memberikan
kepada orang orang ini, dalam hal ini orang yang berhijrah dan mati syahid tempat
kembali yang sangat baik yaitu Syurga yang mereka sukai.
dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah,
kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada
mereka rezki yang baik (surga). dan Sesungguhnya Allah adalah Sebaik-baik
pemberi rezki.
Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam
suatu tempat (syurga) yang mereka menyukainya. dan Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Penyantun.
(surat Al Hajj (22) ayat 58 dan 59)
Hijrah berasal dari bahasa
Arab yang berarti berpisah, pindah dari satu negeri ke negeri lain, berjalan di
waktu tengah hari, igauan, mimpi. Istilah hijrah biasa dipakai dalam Agama
Islam dengan pengertian meninggalkan suatu negeri yang tidak begitu aman menuju
negeri lain yang lebih aman, demi keselamatan dalam menjalankan agama.Istilah
kata hijrah biasanya mengacu kepada tiga pengertian pokok, yaitu: (1) meninggalkan
suatu negeri yang berpenduduk kafir menuju negeri yang berpenduduk muslim,
seperti hijrah Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah, (2) meninggalkan syahwat,
akhlak yang buruk dan dosa-dosa menuju kebaikan yang diperintahkan oleh Allah
SWT, (3) mujahadah an-nafs atau menundukkan hawa nafsu untuk mencapai
kemanusiaan yang hakiki.
Selain tiga pengertian di
atas, hijrah juga bisa diartikan dengan pengertian yang lain seperti : (1)
pindah dari negeri orang kafir atau musyrik ke negeri orang Islam, seperti
terjadi pada diri Rasulullah dan para muhajirin yang meninggalkan
Mekkah menuju Madinah, tempat kaum Anshar yang telah menyatakan
keislamannya, (2) mengasingkan diri dari bergaul dengan orang kafir atau
musyrik yang berlaku kejam dan suka menyebarkan fitnah ke tempat yang aman,
seperti yang diperintahkan Rasululullah kepada para sahabat untuk berhijrah
dari Mekkah ke Habasyah (Etiopia), (3) pindah dari kebiasaan mengerjakan
perbuatan mungkar (buruk) kepada kebiasaan mengerjakan perbuatan makruf (baik).
Untuk dapat melaksanakan tiga pengertian hijrah di
atas bukanlah perkara mudah, akan tetapi butuh perjuangan untuk menggapainya.
Disinilah letak terpenting dari pelaksanaan hijrah yaitu seberapa kuat tekad
dan kemauan kita untuk berubah karena perubahan yang akan merubah diri kita
menjadi pribadi pribadi yang dikehendaki Allah SWT yang dibuktikan dengan menjadikan kebaikan
sebagai cerminan diri kita sebagai hasil dari hijrah itu sendiri.
Sekarang
apa yang dimaksud dengan mati dalam predikat syahid. Mati dalam predikat syahid
adalah seorang muslim yang meninggal ketika berperang atau berjuang di jalan
Allah SWT membela kebenaran atau mempertahankan hal dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan untuk menegakkan agama Allah SWT. Adapun jenis jenis dari mati dalam
predikat syahid dalam dibedakan menjadi: (1) Mati syahid di dunia dan akhirat,
(2) Mati syahid di dunia, namun bukan mati syahid di akhirat, (3) mati syahid
di akhirat, namun bukan mati syahid di dunia.
Mati syahid di dunia dan
akhirat akan mendapat pahala syuhada (yang sempurna), yaitu orang yang gugur
dalam perang dalam keadaan sedang maju bukan sedang dalam keadaan kabur; dalam
rangka menegakka kalimat (agama) Allah SWT. Dan ia tidak makan dan minum
setelah terluka atau terjatuh dalam pertempuran dan belum mendapatkan
pengobatan. Adapun pengertian dari mati syahid di dunia adalah orang yang gugur
dalam perang, dalam keadaan maju bukan kabur namun niatnya bukan dalam rangka
menegakkan kalimat (agama) Allah SWT. Di dunia ia mendapat predita sebagai
syahid namun di akhirat (di sisi Allah SWT) ia tidak mendapatkan pahal syahid.
Sedangkan syahid di
akhirat yang bukan syahid dunia, akan diperlakukan di akhirat kelak sebagaimana
orang yang mati syahid dan mendapatkan pahala syahid. Adapun saat di dunia
jenazahnya tetap di mandikan, dikafankan, dishalati dan jenazahnya diperlakukan
sebagaimana jenazah kaum muslimin pada umumnya, Contoh mati syahid di akhirat
yang bukan syahid dunia adalah: (1) Al
Mabthun yaitu orang yang meninggal karena penyakit di perutnya; (2) Al Ghariq
yaitu orang yang mati tenggelam; (3) Orang yang sakit Dzatul Janbi (semacam
penyakit paru paru); (4) Wanita yang meninggal ketika melahirkan/nifas; (5) Al
Gharib orang yang meninggal jauh di luar daerah tempatnya tinggal sehingga ia
asing di sana dan yang lainnya seperti mereka akan mendapatkan syahid di
akhirat namun bika syahid di dunia.
Syurga
adalah sebaik baik tempat kembali sehingga disebut juga sebagai kampung
kenikmatan dan kebahagiaan yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk hamba
hambaNya yang memiliki kualifikasi tertentu saja. Jadi jangan pernah berharap
untuk pulang kampung ke Syurga tanpa perjuangan yang nyata, dalam hal ini
adalah berhijrah atau melaksanakan perjuangan yang diridhai Allah SWT atau
memiliki kualifikasi khusus seperti beriman dan beramal shalelh atau mati
dengan predikat mati syahid.
Beriman
dan beramal shaleh, berhijrah bukanlah suatu perkara mudah untuk dilakukan.
Orang yang mampu melaksanakan hijrah
merupakan upaya seseorang yang
keluar dari diri seseorang tanpa ada paksaan siapapun untuk merubah dirinya
sendiri dari posisi yang tidak baik (buruk) menjadi baik yang dilandasi dengan
niat yang ikhlas. Hal yang samapun berlaku kepada orang yang memperoleh mati
dengan predikat mati syahid. Sehingga tidak semua orang akan berhasil hijrahnya
ataupun beriman dan beramal shaleh atau memperoleh mati dengan predikat mati syahid.
Jika sekarang Allah SWT memberikan sesuatu yang istimewa kepada orang orang
yang seperti ini maka memang sudah sepatutnya mereka memperoleh hal tersebut di
atas, dalam hal ini Syurga.
Orang
yang beriman dan beramal shaleh, orang yang hijrah ataupun orang yang mati
dengan predikat mati syahid tidak akan bisa memperoleh predikat dimaksud
sepanjang yang bersangkutan memiliki niat yang ikhlas hanya untuk Allah SWT
semata. Adanya niat yang ikhlas akan mendorong pemiliknya untuk selalu berbuat
dan berbuat kebaikan dari waktu ke waktu karena yang bersangkutan mampu melihat
dan bertemu Allah SWT dari waktu ke waktu pula.
Sekarang
bagaimana dengan diri kita, sudahkah kita berusaha dari waktu ke waktu untuk
menjadikan diri kita menjadi orang orang yang mampu berbuat kebaikan sebagai
cerminan dari diri kita? Jika belum berarti ada sesuatu yang salah dalam diri
kita lalu segeralah instrospeksi diri untuk memperbaiki diri sebelum segala
sesuatunya terlambat. Jangan pernah berfikir terlambat untuk memperbaiki diri
sepanjang ruh belum berpisah dengan jasad maka selama itu pula kesempatan masih
ada. Ayo jadikan kebaikan menjadi cerminan diri kita saat ini juga.
C.
AHLI AHLI SYURGA
Berdasarkan
ketentuan surat Al Waaqi’ah (56) ayat 8 dan 9 yang kami kemukakan di bawah ini,
manusia terdiri dari dua golongan yaitu: (1)
golongan kanan yaitu mereka yang menerima buku catatan amal dengan
tangan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu, (2) golongan kiri yaitu
mereka yang menerima buku catatan amal dengan tangan kiri. Alangkah sengsaranya
golongan kiri itu.
Yaitu golongan kanan[1448]. Alangkah mulianya
golongan kanan itu.
dan golongan kiri[1449]. Alangkah sengsaranya
golongan kiri itu.
(surat Al Waaqi’ah (56) ayat 8 dan 9)
Untuk
menjadi golongan kanan, yang tidak lain adalah ahli ahli syurga bukanlah
perkara mudah seperti membalik telapak tangan. Untuk menjadi golongan kanan
yang ahli syurga butuh perjuangan, pengorbanan,
keseriusan, ketabahan, komitmen yang konsisten dari waktu ke waktu yang
dilandasi keimanan dan niat yang ikhlas untuk melaksanakan Diinul Islam secara
kaffah.
dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,
(yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka
kekal di dalamnya.
(surat Al Mu’minuun (23) ayat 9,10,11)
Bertanyalah
kepada diri sendiri lalu renungkan dengan melihat dengan hati, mempelajari
dengan hati yang dilanjutkan dengan keimanan tentang surat Al Mu’minuun (23)
ayat 9, 10,11 di atas ini? Bayangkan Allah SWT sudah mewarisi kepada diri kita
syurga Firdaus dan kita akan kekal di dalamnya. Sebagai pewaris dari syurga
berarti Allah SWT sudah menetapkan sesuatu kepada diri kita. Namun hal ini bisa
tidak terlaksana atau bahkan menjadi mimpi buruk jika seorang pewaris yang akan
diwarisi syurga justru berbuat dan bertindak yang tidak sesuai dengan kehendak
Allah SWT.
Seperti
apakah kondisi dan keadaan syurga bagi golongan kanan itu? Allah SWT telah
menginformasikan melalui surat Ar Rahmaan (55) ayat 70 sampai 76 di bawah ini.
Lalu apakah sama kondisi dan keadaan neraka bagi golongan kiri? Jawabannya
tentulah tidak sama, kondisinya sangat terbalik dengan kondisi syurga.
di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang
baik- baik lagi cantik-cantik.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?
(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih,
dipingit dalam rumah.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?
mereka tidak
pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni
syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?
mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau
dan permadani-permadani yang indah.
(surat Ar Rahmaan (55) ayat 70 s/d 76)
Para ahli syurga akan selalu
thawaf secara hakekat dari waktu ke waktu dengan selalu berada di dalam
kehendak Allah SWT dengan selalu melaksanakan apa apa yang telah diperintahkan
Allah SWT serta selalu menjauhi segala larangan Allah SWT sehingga ia akan
selalu mampu melihat/bertemu dengan Allah SWT setiap waktu. Selain daripada itu
para ahli syurga akan selalu berihram secara hakekat dalam hidup dan
kehidupannya dengan tidak melakukan tindakan dan perbuatan yang berkesesuaian
dengan Nilai Nilai Keburukan (yang tidak diperbolehkan oleh Allah SWT) sehingga
yang ada adalah tindakan dan perbuatan yang sesuai dengan Nilai Nilai Kebaikan
dari waktu ke waktu dalam kerangka cerminan dari diri sendiri.
Untuk bisa menjadikan diri
kita, anak keturunan kita menjadi ahli ahli syurga bukanlah sesuatu yang mudah
semudah membalik telapak tangan. Untuk menjadi ahli ahli atau menjadi calon
calon penghuni syurga membutuhkan perjuangan dan doa, membutuhkan pengorbanan
dan air mata, membutuhkan komitmen dan konsistensi, membutuhkan belajar dan
belajar, membutuhkan ilmu dan harta kekayaan. Sehingga tidak semua orang
sanggup menjadikan dirinya dan anak keturunannya menjadi ahli ahli syurga.
Sekarang tinggal maukah kita berjuang untuk menjadikan diri kita ahli ahli
syurga dengan menjadikan kehidupan akhirat menjadi tujuan akhir. Jangan sampai
kita salah menentukan tujuan hidup, karena resikonya sangat bertolak belakang.
Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang
berkata, telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata, telah menceritakan
kepada kami Hasyim bin Qasim yang berkata, telah menceritakan kepada kami Laits
yang berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Qabil Al Ma’afiri dari Syafi’ Al
Asbahi dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah SAW, Abdullah berkata “Rasulullah
keluar menemui kami dengan kedua kitab di tangan Beliau. Kemudian Beliau
bertanya “Apakah kalian mengetahui kedua kitab ini?. Kami menjawab “tidak wahai
Rasulullah kecuali Anda mengabarkan kepada kami”. Kemudian Beliau bersabda
mengenai kitab di tangan kanannya “Ini adalah Kitab yang berasal dari Rabb
semesta Alam, di dalamnya terdapat nama-nama penduduk surga dan nama-nama orang
tua mereka serta kabilah mereka. Jumlahnya telah ditutup dengan orang terakhir
dari mereka dan tidak akan ditambah dan tidak pula dikurangi”. Kemudian Beliau
bersabda tentang kitab di tangan kirinya “Adapun ini adalah Kitab dari Rabb
semesta Alam, di dalamnya terdapat nama-nama penghuni neraka dan nama-nama
orang tua serta kabilah mereka. Jumlahnya telah ditutup dengan terakhir dari
mereka sehingga tidak akan bertambah ataupun berkurang untuk selama-lamanya.
Kemudian para sahabat berkata “kalau begitu dimana amalan wahai Rasulullah jika
semuanya sudah ditetapkan?”. Beliau menjawab “berusahalah dan mendekatlah
karena sesungguhnya penduduk surga akan ditutup dengan amalan penduduk ahli
surga meskipun ia mengamalkan apa saja. Dan sesungguhnya penduduk neraka akan
ditutup dengan amalan penduduk neraka meskipun ia mengamalkan apa saja.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Allah
SWT telah selesai terhadap para hambanya”. Beliau berkata sambil mengarahkan
tangan kanannya “satu kelompok di dalam surga” kemudian mengarahkan tangan
kirinya seraya berkata “kelompok yang lain di dalam neraka”.
(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad
Ahmad 2/167 no 6563)
Sekarang apabila di
hadapan kita ada dua buah jalan, yang satu menuju kampung kesengsaraan dan
kebinasaan (neraka) dan yang satu lagi menuju kampung kebahagiaan (syurga).
Akan kemanakah diri kita melangkah berjalan? Jika kita masih memiliki akal
sehat tentunya kita tidak akan memilih jalan yang menuju kampung kesengsaraan
dan kebinasaan. Kita harus menentukan sikap saat ini juga terutama dalam
memilih jalan yang menuju ke akhirat kelak, yaitu jalan ke syurga pilih bukan
sebaliknya jalan menuju ke neraka. Alangkah tidak adilnya manusia, alangkah
bodohnya manusia yang memilih kesenangan hidup duniawi dengan akalnya, namun
justru memilih kesengsaraan akhirat dengan dalih takdir dan membuang akal
sehatnya. Jangan sampai ini terjadi pada diri kita, pada anak keturunan kita.
D. ORANG ORANG YANG MENDAPATKAN HIKMAH
Berdasarkan surat Al
Baqarah (2) ayat 269 yang kami kemukakan di bawah ini, salah satu orang
yang mampu berbuat kebaikan adalah orang
yang mendapatkan hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah
(hadits) sehingga orang tersebut benar benar telah dianugerahi karunia yang
banyak dan hanya orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran dari Al
Qur’an dan As Sunnah. Jika Al Qur’an dan As Sunnah adalah suatu pelajaran
berarti Allah SWT adalah pengajar dari pelajaran, Nabi Muhammad SAW adalah
murid pertama yang menerima pelajaran dari Allah SWT dan selanjutnya kita
adalah murid yang juga akan menerima pelajaran dari Allah SWT sepanjang diri
kita menjadi orang yang berakal sehat.
Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang
dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia
yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah).
(surat Al Baqarah (2) ayat 269)
Hal
ini dikarenakan Akal adalah peralatan ruhaniyah manusia yang berfungsi untuk
membedakan yang salah dan yang benar serta untuk menganalisis sesuatu yang
kemampuannya sangat tergantung luasnya pengalaman dan tingkat pendidikan dari
manusia pemiliknya. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita orang yang
diberi hikmah pasti tahu dan mengerti tentang mana yang bathil dan yang hak,
mana yang salah dan mana yang benar, mana jalan yang lurus dan mana jalan yang
bengkok. Dan jika yang terjadi sebaliknya berarti akal yang ada di dalam diri
tidak berfungsi akibat dari pengaruh ahwa dan juga syaitan atau ada sesuatu
yang salah dalam akal.
Lalu apa yang dimaksud
dengan al hikmah? Al-hikmah secara bahasa menurut kamus bahasa Arab, al-hikmah
berarti: kebijaksanaan, pendapat atau pikiran yang bagus, pengetahuan,
filsafat, kenabian, keadilan, peribahasa (kata-kata bijak), dan pemahaman tentang
Al-Qur'an dan As Sunnah (hadits). Al hikmah juga bisa berarti ilmu yang
disertai amal (perbuatan), atau perkataan yang logis dan bersih dari
kesia-siaan.
Al-hikmah juga
bermakna: kumpulan keutamaan dan kemuliaan yang mampu membuat pemiliknya
menempatkan sesuatu pada tempatnya secara proporsioanal dan adil. Al-hikmah
juga merupakan ungkapan dari perbuatan seseorang yang dilakukan pada waktu
yang tepat dan dengan cara yang tepat pula. Orang yang ahli ilmu hikmah disebut
al-Hakim, bentuk jamaknya (plural) adalah al-Hukama, yaitu orang yang mampu
mencontoh suri tauladan Nabi Muhammad SAW melalui sifat sifat Nabi Muhammad SAW
dan menjadikannya menjadi perbuatan.
Hai Yahya, ambillah[899] Al kitab (Taurat) itu
dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya hikmah[900] selagi ia masih
kanak-kanak,
(surat Maryam (19) ayat 12)
[899]
Maksudnya: pelajarilah Taurat itu, amalkan isinya, dan sampaikan kepada umatmu.
[900]
Maksudnya: kenabian. atau pemahaman Taurat dan pendalaman agama.
dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya,
Kami berikan kepadanya Hikmah (kenabian) dan pengetahuan. dan Demikianlah Kami
memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
(surat Al Qashash (28) ayat 14)
Sebagai orang yang telah
memperoleh al hikmah dan lalu merasakan nikmatnya al hikmah tentu tidak bisa
berdiam diri saja dengan al hikmah itu. Lalu masyarakat luas didiamkan atau
diacuhkan tanpa memperoleh manfaat dari diri kita sebagai bentuk kesalehan
sosial? Jika kita memperoleh al hikmah sebagai sebuah kesalehan pribadi tanpa
dibuktikan adanya kesalehan sosial di masyarakat berarti kita termasuk orang
yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri dan berarti juga kita belum
mampu melaksanakan ibadah ikhsan yang pada akhirnya belum membuat Allah SWT
tersenyum kepada diri kita.
Adanya perintah
melaksanakan ibadah ikhsan mengharuskan diri kita untuk tidak hanya menjadikan
diri sendiri memperoleh kesalehan pribadi tetapi juga wajib menampilkan
kesalehan pribadi tersebut menjadi kesalehan sosial di dalam masyarakat dengan
berbuat sebanyak banyaknya kebaikan baik untuk kepentingan jangka pendek,
jangka menengah ataupun jangka panjang. Ingat, Allah SWT tidak butuh dengan
kebaikan yang kita lakukan melainkan kitalah yang membutuhkan kebaikan karena
dengan kebaikan yang kita lakukan akan diketahui kualitas dari diri seseorang.
E.
ORANG YANG BERSYUKUR LAGI BERIMAN
Berdasarkan surat Al
Baqarah (2) ayat 152 dan ayat 172 yang kami kemukakan di bawah ini, kita
diperintahkan oleh Allah SWT untuk selalu bersyukur atas nikmat nikmat yang
telah Allah SWT berikan kepada diri kita. Adanya perintah selalu bersyukur yang
telah diperintahkan Allah SWT kepada diri kita berarti perintah untuk syukur
bukanlah tujuan akhir ibadah itu sendiri melainkan sarana bagi diri kita untuk menerima
dan merasakan balasan yang akan Allah SWT berikan kepada diri kita.
karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku
ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku.
(surat Al Baqarah (2) ayat 152)
[98]
Maksudnya: aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara
rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah,
jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
(surat Al Baqarah (2) ayat 172)
Allah SWT berdasarkan
ketentuan yang ada pada surat Ali Imran (3) ayat 144 dan 145 yang kami
kemukakan di bawah ini, memberi balasan kepada orang orang yang bersyukur baik
itu di dunia ataupun di akhirat kelak.
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul,
sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[234]. Apakah jika Dia
wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang
berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah
sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan
dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. barang
siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu,
dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya
pahala akhirat itu. dan Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.
(surat Ali Imran (3) ayat 144 dan 145)
[234]
Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. ialah seorang manusia yang diangkat Allah
menjadi rasul. Rasul-rasul sebelumnya telah wafat. ada yang wafat karena
terbunuh ada pula yang karena sakit biasa. karena itu Nabi Muhammad s.a.w. juga
akan wafat seperti halnya Rasul-rasul yang terdahulu itu. di waktu berkecamuknya
perang Uhud tersiarlah berita bahwa Nabi Muhammad s.a.w. mati terbunuh. berita
ini mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan
kepada Abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik
mengatakan bahwa kalau Nabi Muhammad itu seorang Nabi tentulah Dia tidak akan
mati terbunuh. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menenteramkan hati kaum
muslimin dan membantah kata-kata orang-orang munafik itu. (Sahih Bukhari bab
Jihad). Abu Bakar r.a. mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula kegelisahan
di kalangan Para sahabat di hari wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. untuk
menenteramkan Umar Ibnul Khaththab r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya
tentang kewafatan Nabi itu. (Sahih Bukhari bab Ketakwaan Sahabat).
Syukur atau mensyukuri
nikmat Allah SWT menjadi sangat penting dihadapan Allah SWT selaku pemberi
nikmat atau selaku pemberi kebaikan kepada diri kita. Hal ini dikarenakan tidak
semua orang mampu bersyukur atau hanya sedikit sekali orang yang mampu bersyukur
kepada Allah SWT. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat
Saba’ (34) ayat 13 dan surat Al Baqarah (2) ayat 243 yang kami kemukakan di
bawah ini. Jika hanya sedikit saja orang yang mampu bersyukur berarti dengan adanya
perintah untuk bersyukur terjadilah apa yang dinamakan dengan seleksi alamiah
kepada kekhalifahan yang ada di muka bumi, yang pada akhirnya akan diketahui
pula siapa yang berhak pulang kampung ke kampung kebahagian atau yang pulang
kampung ke kampung kebinasaan dan kesengsaraan.
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang
dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan
piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di
atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan
sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.
(surat Saba’ (34) ayat 13)
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang
ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)
karena takut mati; Maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah
kamu"[154], kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah
mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.
(surat Al Baqarah (2) ayat 243)
[154]
Sebahagian ahli tafsir (seperti Al-Thabari dan Ibnu Katsir) mengartikan mati di
sini dengan mati yang sebenarnya; sedangkan sebahagian ahli tafsir yang lain
mengartikannya dengan mati semangat.
Jika hanya sedikit saja
orang yang mampu bersyukur berarti dengan adanya perintah untuk bersyukur
terjadilah apa yang dinamakan dengan seleksi alamiah kepada kekhalifahan yang
ada di muka bumi, yang pada akhirnya akan diketahui pula siapa yang berhak
pulang kampung ke kampung kebahagian atau yang pulang kampung ke kampung
kebinasaan dan kesengsaraan. Sekarang pilihan untuk bersyukur atau mensyukuri
terhadap nikmat nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada diri kita, ada pada
diri kita sendiri. Ingat, kebaikan yang di dapat dari bersyukur untuk kebaikan
diri kita sendiri, bukan untuk orang lain dan bukan pula untuk Allah SWT.
Sekarang mari kita
perhatikan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat An Nisaa’ (4) ayat
147 dan surat Ibrahim (14) ayat 7 yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT
memberikan sebuah kepastian yang tidak akan menyiksa kepada orang yang
bersyukur lagi beriman kepada Allah SWT. Ingat Allah SWT itu sendiri adalah Ash
Syakuur yaitu Dzat Yang Maha Mensyukuri tentu akan sangat menyukai orang yang
selalu bersyukur kepadaNya tanpa henti.
mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur
dan beriman ? dan Allah adalah Maha Mensyukuri[370] lagi Maha mengetahui.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 147)
[370]
Allah mensyukuri hamba-hamba-Nya: memberi pahala terhadap amal-amal
hamba-hamba-Nya, mema'afkan kesalahannya, menambah nikmat-Nya.
dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih".
(surat Ibrahim (14) ayat 7)
Selain dari pada itu
kepada orang yang mampu bersyukur, Allah SWT akan menambah nikmat dan yang juga
harus kita pahami adalah Allah SWT akan mengazab kepada orang yang mengingkari
nikmat yang telah Allah SWT berikan baik saat hidup di dunia maupun saat di
akhirat kelak. Adanya kondisi ini berarti bersyukur adalah cerminan diri kita
sendiri dan hasil dari bersyukur untuk kebaikan diri kita sendiri.
Lalu apa hubungannya
bersyukur dengan ibadah Ikhsan? Bersyukur dan ibadah Ikhsan dua hal yang tidak
bisa dipisahkan karena seseorang tidak dapat dikatakan telah bersyukur atau
telah mensyukuri nikmat nikmat Allah SWT jika ia tidak bisa memperlihatkan,
atau menunjukkan bukti bukti nyata atas rasa syukurnya yang tercermin dalam
kebaikan kebaikan sebagai cerminan dari dirinya sendiri. Katakan jika kita
bersyukur telah diberikan kekayaan oleh Allah SWT sehingga menjadi orang kaya
maka sebagai bukti diri kita orang kaya maka kita harus mau berbagi kebaikan
dan kebahagiaan kepada sesama umat manusia dengan bersedekah, berinfak, menolong
orang miskin dan lain sebagainya. Jika orang kaya tidak mau berbagi kebaikan
dan kebahagiaan berarti orang tersebut masih termasuk orang miskin karena hanya
mau menerima atau hanya bisa meletakkan tangannya di bawah.
Katakan saat ini kita
telah menjadi orang yang pandai karena telah memiliki ilmu dan pengetahuan yang
mumpuni, lalu apa buktinya kita telah menjadi orang pandai? Jika kita tidak
mampu menjadikan orang lain pandai pula seperti diri kita berarti kita belum
termasuk orang yang pandai melainkan masih termasuk orang yang bodoh. Ciri
orang yang pandai adalah orang yang mau mengajarkan ilmu dan pengetahuian yang
dimilikinya kepada orang lain dengan komitmen dan secara konsisten tanpa pernah
takut murid menjadi lebih pandai dari diri kita.
“Yang paling pandai bersyukur kepada Allah adalah
orang yang paling pandai bersyukur kepada manusia.”
(Hadits Riwayat Ath-Thabrani)
Selanjutnya
berdasarkan ketentuan hadits yang kami kemukakan diatas ini menunjukkan kepada
diri kita bukti bersyukur kepada Allah SWT tercermin dengan berbuat kebaikan
kepada manusia. Bukti bersyukur bukan menjadikan diri kita menjadi orang yang
eksklusif, merasa diatas yang lain rendah, merasa pintar yang lain bodoh,
merasa kaya yang lain miskin. Bukti bersyukur kepada Allah SWT bukan pula
dengan menampilkan cara berpakaian atau cara berbusana yang yang seolah olah
meniru penampilan Nabi.
Padahal
Allah SWT melalui surat Al A’raf (7) ayat 26 telah menyatakan bahwa sebaik baik
pakaian adalah pakaian taqwa. Allah SWT tidak menjadikan pakaian jasmani
sebagai tolak ukur di dalam menilai seseorang. Apalagi dibalik pakaian jasmani
yang dikenakan oleh seseorang di dalamnya melekat adanya harga, adanya pangkat,
adanya jabatan yang pada akhirnya melahirkan kesombongan. Untuk itu lakukanlah
hakekat ihram sepanjang hayat masih di kandung dengan melepaskan atribut
keduniawian sehingga kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.
Hai anak Adam[530], Sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. dan pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang demikian itu
adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu
ingat.
(surat Al A’raf (7) ayat 26)
[530]
Maksudnya Ialah: umat manusia
[531]
Maksudnya Ialah: selalu bertakwa kepada Allah.
Hal
yang harus kita jadikan pedoman adalah sesuatu yang bersifat umum tidak bisa
dijadikan sarana atau alat bantu untuk menilai sesuatu yang bersifat khusus.
Demikian pula yang berlaku dalam menilai kekhalifahan yang ada di muka bumi ini
dimana Allah SWT tidak melakukan penilaian dengan mempergunakan sesuatu yang
bersifat umum. Akan tetapi Allah SWT mempergunakan parameter tersendiri untuk
menilai diri kita yaitu keimanan dan ketaqwaan. Jangan sampai diri kita salah menempatkan
diri dalam persoalan ini dengan bangga mempergunakan sesuatu yang bersifat umum
sehingga merasa telah sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Sebagai
contoh, saat ini banyak laki laki yang memelihara jenggot dengan alasan ini
adalah sunnah yang diperintahkan rasul lalu disampaikanlah beberapa hadits.
Yang terjadi berikutnya adalah menempatkan jenggot yang dipeliharanya sebagai
sebuah bukti keimanan dan merasa bangga dengan jenggot yang dimilikinya. Di
lain sisi setiap laki laki dapat dipastikan memiliki kumis dan juga jenggot dan
jika sekarang ada orang yang memelihara kumis atau jenggot hal ini bukanlah
sesuatu yang istimewa karena kumis ataupun jenggot dimiliki oleh setiap laki
laki dewasa. Hal yang istimewa dan sangat langka adalah jika perempuan yang
memiliki kumis ataupun jenggot atau jika ada laki laki mampu memiliki payudara yang
bisa menghasilkan air susu atau laki laki yang mampu melahirkan anak.
Jika
saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti saat ini kita adalah
khalifah Allah SWT di muka bumi sehingga kita wajib menampilkan penampilan
Allah SWT di muka bumi ini dengan menjadikan perilaku kita berperilaku Asmaul
Husna dengan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan diri kita.
Jangan sampai kita salah menempatkan diri dengan menjadikan diri kita khalifah
bagi Nabi Muhammad SAW sehingga kita berpenampilan seperti penampilan Nabi. Ayo
segera kembalikan posisi diri kita sesuai dengan apa apa yang dikehendaki Allah
SWT dalam kerangka rencana besar kekhalifahan di muka bumi.
Sekarang
katakan kita telah mampu bersyukur lalu kita nyatakan dengan berkata saya telah
mampu menjadi orang yang bersyukur. Jika hal ini terjadi berarti pernyatan kita
bertentangan dengan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT di dalam surat Al An’am
(6) ayat 53 di bawah ini.
dan Demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka
(orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya
(orang-orang yang Kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara
kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman):
"Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur
(kepadaNya)?"
(surat Al An’am (6) ayat 53)
Allah
SWT menegaskan di dalam surat Al An’am (6) ayat 53 di atas ini, yaitu kita
tidak bisa mengaku ngaku telah bersyukur dengan apa apa yang telah dikaruniai
oleh Nya karena Allah SWT lebih mengetahui tentang siapa siapa orang yang telah
mampu bersyukur kepadaNya. Ingat, Allah SWT memiliki nama As Syakuur tentu
Allah SWT paham dan mengerti benar serta mengetahui siapa orang orang yang
telah mampu bersyukur kepadaNya yang sesuai dengan kehendakNya. Hal ini
dikarenakan yang menilai diri kita bukanlah diri kita sendiri, melainkan Allah
SWT. Kita hanya melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT lalu
Allah SWTlah yang memiliki hak untuk menilai apa apa yang telah kita
laksanakan. Bukan sebaliknya kita menilai diri sendiri dengan mengabaikan Allah
SWT selaku pemberi perintah untuk bersyukur kepadaNya.
F.
BERSYAHADAT DENGAN BAIK DAN BENAR
Berdasarkan
surat Ali Imran (3) ayat 18 dan surat Al Hajj (22) ayat 62 yang kami kemukakan
di bawah ini, salah satu orang yang mampu melaksanakan ibadah Ikhsan yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT adalah orang yang betul betul melakukan
syahadat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat
dan orang-orang yang berilmu[188] (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada
Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
(surat Ali Imran (3) ayat 18)
[188]
Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena
Sesungguhnya Allah, Dialah (tuhan) yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang
mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah,
Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.
(surat Al Hajj (22) ayat 62)
Agar diri kita mampu
bersyahadat dengan baik dan benar maka Syahadat yang kita laksanakan harus
memiliki makna sebagai berikut: (1) Syahadat juga bermakna Ikrar. Ikrar adalah
pernyataan seseorang mengenai keyakinannya. Ketika seseorang mengucapkan
kalimat syahadat, maka ia memiliki kewajiban untuk menegakkan dan
memperjuangkan apa yang ia ikrarkan; (2) Syahadat juga bermakna sumpah.
Seseorang yang bersumpah, berarti dia bersedia menerima akibat dan risiko
apapun dalam mengamalkan sumpahnya tersebut. Seorang muslim harus siap dan
bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam; (3) Syahadat
juga bermakna Janji Artinya, setiap muslim adalah orang-orang yang berserah
kepada Allah dan berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan
terhadap semua perintah Allah beserta segala pesan yang disampaikan oleh Allah
melalui pengutusan Muhammad; (4) Syahadat juga bermakna Persaksian. Artinya,
bahwa setiap muslim menjadi saksi atas pernyataan ikrar, sumpah dan janji yang
dinyatakannya. Dalam hal ini adalah kesaksiannya terhadap keesaan Allah dan
terhadap kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembaahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat
kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
(surat Muhammad (47) ayat 19)
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan
kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,
(surat As Shaffat (37) ayat 35)
Sekarang sudahkah syahadat
yang kita lakukan memenuhi 4(empat) buah kriteria yang kami kemukakan di atas
dalam satu kesatuan? Jika belum segera lakukan perbaikan saat ini juga tanpa
ditunda tunda lagi
dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)",
(surat Al A’raf (7) ayat 172)
Hal yang harus kita
ketahui adalah seluruh Ruh/Ruhani yang telah dipersatukan dengan Jasmani telah
mengakui, telah berikrar, telah bersumpah, telah berjanji, telah melakukan persaksian
kepada Allah SWT dengan telah menyatakan bertuhankan hanya kepada Allah SWT.
Jika ini yang terjadi berarti setiap Ruh/Ruhani yang tidak lain adalah manusia
yang sesungguhnya telah terikat dengan janji, dengan ikrar, dengan sumpah,
dengan kesaksian yang telah dinyatakannya saat masih di dalam rahim seorang ibu
sampai dengan hari kiamat kelak. Sebagai pihak yang telah terikat dengan hal
tersebut di atas maka kita harus bisa mempertahankan kualitas bertuhankan
kepada Allah SWT sampai kapanpun juga.
Agar syahadat yang telah
kita nyatakan di dalam rahim seorang ibu tetap berkualitas sepanjang hayat
masih di kandung badan, maka syahadat harus memenuhi syarat syaratnya jika
tidak maka syahadatnya bisa turun kualitasnya atau bahkan tidak sah
syahadatnya. Berikut ini akan kami kemukakan syarat dimaksud, yaitu:
a. Pengetahuan. Seseorang yang
bersyahadat harus memiliki ilmu dan pengetahuan tentang syahadatnya. Orang yang
bersangkutan wajib memahami isi dari dua kalimat yang dinyatakan serta bersedia
menerima konsekuensi ucapannya;
b. Keyakinan. Seseorang yang bersyahadat
mesti mengetahui dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun ragu
terhadap makna tersebut;
c. Keikhlasan. Ikhlas berarti bersihnya
hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna syahadat. Ucapan
syahadat yang bercampur dengan riya atau kecenderungan tertentu tidak akan
diterima oleh Allah SWT;
d. Kejujuran. Kejujuran adalah kesesuaian
antara ucapan dan perbuatan. Pernyataan syahadat harus dinyatakan dengan lisan,
diyakini dalam hati, lalu diaktualisasikan dalam amal perbuatan;
e. Kecintaan. Kecintaan berarti mencintai
Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW serta orang-orang yang beriman. Cinta juga
harus disertai dengan amarah yaitu kemarahan terhadap segala sesuatu yang
bertentangan dengan syahadat, atau dengan kata lain, semua ilmu dan amal yang
menyalahi sunnah rasulullah;
f. Penerimaan. Penerimaan berarti
penerimaan hati terhadap segala sesuatu yang datang dari Allah dan rasul-Nya,
dan hal ini harus membuahkan ketaatan dan ibadah kepada Allah, dengan jalan
meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran
yang datang dari syariat Islam. Bagi seorang muslim tidak ada pilihan lain
kecuali Al Qur’an dan Hadits;
g. Ketundukan. Ketundukan yaitu tunduk
dan menyerahkan diri kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW secara lahiriyah.
Seorang muslim yang bersyahadat harus mengamalkan semua perintah Allah SWT dan
meninggalkan semua larangan Allah SWT. Perbedaan antara penerimaan dengan
ketundukan adalah bahwa penerimaan dilakukan dengan hati, sedangkan ketundukan
dilakukan dengan fisik. Oleh karena itu, setiap orang yang bersyahadat tidak
harus disaksikan siapapun/pimpinannya dan harus selalu siap melaksanakan ajaran
Islam dalam kehidupannya.
Sekarang apa hubungannya
ibadah Ikhsan dengan syahadat? Ibadah Ikhsan tidak akan bisa dilaksanakan
dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah SWT jika tidak didahului
dengan pelaksanaan Syahadat. Hal ini dikarenakan pelaksanaan Syahadat merupakan
pintu masuk yang harus dilakukan oleh setiap manusia untuk memeluk agama Islam.
Tanpa melaksanakan syahadat maka kita belum bisa dikatakan telah memeluk agama
Islam karena syarat pertama untuk memeluk agama Islam adalah melaksanakan
syahadat.Setelah diri kita mampu melaksanakan syahadat maka kesempatan untuk merasakan
apa apa yang ada di balik rukun iman dan juga di balik rukun islam serta
menjadikan ibadah ikhsan menjadi cerminan diri kita yang sesungguhnya mampu
kita buktikan.
Disinilah
letak betapa pentingnya diri kita mampu melaksanakan syahadat dengan baik dan
benar terutama tentang beriman kepada Allah SWT dan beriman kepada Nabi dan
Rasulnya yang tidak hanya dinyatakan semata atau diikrarkan semata atau hanya
janji di bibir semata. Syahadat harus dibuktikan dengan perbuatan diri kita yang
sesuai dengan apa yang kita nyatakan dalam syahadat. Hasil dari pernyataan
sikap harus menjadikan diri kita termasuk orang orang yang mampu berbuat
kebaikan yang tidak lain cerminan dari kita setelah melaksanakan syahadat.
Untuk menambah wawasan
tentang ibadah Ikhsan, berikut ini akan kami kemukakan pelajaran dari
perjuangan Nabi Ayyub as, yang dapat kita jadikan pelajaran dalam mengarungi
hidup dan kehidupan di dunia ini. Nabi Ayyub as, adalah putra Ish, beliau
masih masih saudara sepupu dari Nabi Yusuf
as,. la memiliki harta banyak. Tetapi Nabi Ayyub as, tidak pernah sombong. Nabi
Ayyub as, adalah nabi terkaya sebab ia memiliki ternak yang sangat banyak,
sawah amat luas. Ia juga dikaruniai anak yang banyak pula. Sehingga lengkaplah
sudah kehidupan duniawinya.
Nabi Ayyub as, menyadari
bahwa harta yang diberikan Allah SWT kepadanya hanyalah suatu cobaan belaka.
Untuk itu ia tidak segan-segan memberikan.sumbangan pada anak yatim dan
keperluan agama. Karena sifat yang demikian itulah, akhirnya ia menjadi panutan
kaumnya. Nabi Ayyub as, lebih senang membantu para janda, orang miskin dari
pada memberi hartanya untuk keperluan maksiat. Ia tidak pernah mengeluh
sedikitpun jika cobaan datang bertubi-tubi. Begitu pula ketika mendapat
kenikmatan ia tidak lupa mengucapkan syukur kepada Allah SWT.
1.
Nabi Ayyub as, Mendapat Cobaan
Karena kesabarannya dalam
menghadapi segala persoalan, maka iblis jadi iri hati. la ingin mencoba
kesabaran itu dan meminta izin pada Allah SWT. Iblis yang dengki itu
akhirnya dikabulkan Allah SWT untuk menggoda Nabi Ayyub as,. Sebab Allah SWT
ingin menunjukkan padanya bahwa hambanya yang bernama Ayyub tidak pernah
melupakan meskipun ia dalam keadaan sangat sulit. Tuhan ingin menunjukkan kepada
iblis bahwa Ayyub adalah utusan-Nya yang sangat sabar. Dan hendaknya iblis malu
pada perbuatannya yang ingkar.
Mula-mula Allah SWT
menguji Nabi Ayyub as, dengan dikikiskannya harta yang melimpah itu. Sedikit
demi sedikit harta itu habis sehingga kehidupan Nabi Ayyub as, menjadi miskin.
Orang tidak akan mengira akan kekayaan Nabi Ayyub as, yang bisa habis dalam
waktu singkat. Nabi Ayyub as, tidak pernah mengeluh sedikitpun tentang
hartanya yang telah ludes. la tetap bertaqwa sebagaimana biasanya. Dengan
ludesnya harta itu, ia memperoleh keringanan, sebab selama ini selalu merasa
berdosa jika lalai memberi santunan pada anak yatim. Tidak berapa lama
setelah kejadian ttu, Allah SWT mencoba lagi dengan dimatikannya semua anak Nabi
Ayyub as,. Sebab Iblis masih belum percaya dengan firman Allah SWT yang
menerangkan kesabaran Nabi Ayyub as,.
Tiap hari anaknya
menderita sakit, kemudian meninggal. Begitu seterusnya sampai semua
anak-anaknya tidak ada lagi yang hidup. Bagi orang awam mungkin hal ini
merupakan pukulan batin yang amat berat. Namun bagi Nabi Ayyub as, hanya
cobaan, dan untuk itulah ia tidak pernah meratapi kematian anak-anaknya. Nabi
Ayyub as, beranggapan bahwa semua yang ada di muka bumi ini akan musnah. Begitu
pula dengan kepergian anaknya. Mereka menghadap kembali pada Allah SWT.
Alangkah tabahnya Nabi Ayyub as, dalam menghadapi cobaan yang tidak pernah
berhenti itu. la tetap menjalankan ibadahnya seperti biasa. la tidak pernah
mengeluh sedikitpun meskipun semua hartahya telah ludes dan anak-anaknya sudah
tiada lagi.
Iblis belum puas dengan godaannya
itu, maka ia meminta kepada Allah SWT agar memberi cobaan berupa penyakit yang
menimpa Nabi Ayyub as,. Penyakit itu berupa penyakit kulit seperti kudis dan
termasuk penyakit yang berbahaya. Menurut sebuah riwayat Ibnu Katsir dalam
tafsirnya ialah yang sakit adalah anggota tubuhnya, hanya akal dan pikirannya
saja yang masih waras. Meskipun ia mendapat cobaan yang beruntun dan tidak
pernah ada habisnya Nabi Ayyub as, tetap beribadah kepada Allah SWT seperti
biasanya. Hal ini membuat hati Iblis semakin dengki. la sudah mencoba dengan
segala upaya untuk menggoda Nabi Ayyub as, agar tidak beribadah kepada Allah
SWT.
Namun usahanya selalu
sia-sia. Karena bencana yang menimpa terus menerus, membuat semua sahabatnya
tidak ada yang berani mendekatinya, bahkan mereka menjauhinya. Mereka
menganggap jika masih berdekatan dan berhubungan dengan Nabi Ayyub as, maka
semua usahanya akan sial. la menganggap Nabi Ayyub as, kena tuah dari
tuhan-tuhannya. Meskipun semua sahabatnya tidak ada lagi yang datang
menjenguknya dan bahkan ia mendengar akan ocehan-ocehan mereka tidak membuat
sakit hatinya. la bahkan semakin taqwa kepada Allah SWT, la yakin bahwa
penyakitnya pasti terobati.Dan ia yakin bahwa semua itu adalah cobaan dari
Allah SWT.
Karena hartanya ludes dan
ia sendiri tidak dapat mencari nafkah maka isterinya yang memegang peranan.
Pada mulanya ia bekerja di pabrik roti. Namun hal itu tidak berlangsung lama
sebab ia diberhentikan oleh majikannya. Pemberhentian ini dengan alasan takut
ketularan penyakit yang diderita Nabi Ayyub as,. Karena setiap mendapat
pekerjaan ia selalu diberhentikan, akhirnya untuk makan sudah tidak ada. Dengan
tulus ia memotong rambutnya yang berurai untuk dijual pada
tetangganya. Walaupun Nabi Ayyub as, dilanda cobaan yang begitu berat, ia
selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, la masih beribadah seperti sedia kala
meskipun tidak dapat berdiri lagi. la hanya memohon kepada Allah SWT agar
diberikan kesembuhan. Meskipun doanya belum dikabulkan oleh Allah SWT, Nabi
Ayyub as, tidak pernah putus asa dalam beribadah. la malah mendekatkan dirinya
dengan penuh kesungguhan hati. Semua yang dialaminya diterima dengan
sabar.
Melihat Nabi Ayyub as, masih
beribadah dengan tidak mengurangi sedikitpun, iblis semakin marah. Semua upaya
mulai dari ludesnya harta, matinya anak-anak Nabi Ayyub as, dan ia sendiri yang
dicoba tidak membuahkan hasil. Hal ini semakin membuat iblis geram. Dasar
iblis, setelah semua usahanya untuk menggagalkan ibadah Nabi Ayyub as, kepada
Allah SWT tidak menemui hasil, maka ia mencoba menggoda isterinya (isteri
Ayyub). la membisikkan kata-kata agar segera meninggalkan Nabi Ayyub as, sebab
suaminya sudah tidak dapat mencari nafkah lagi. Semula isterinya masih mampu
bertahan, namun bisikan iblis semakin kuat akhirnya ia meninggalkan juga. Kita
sudah dapat membayangkan bagaimana penderitaan Nabi Ayyub as, ketika itu. Sebab
dirinya sudah sakit parah, ditinggalkan pula oleh isterinya.
Namun menurut beberapa
riwayat, istrinya tidak meninggalkan Nabi Ayyub as,. la hanya enggan disuruh
suaminya. Maka ketika Nabi Ayyub as, mengetahui bahwa istrinya sudah enggan
kepadanya ia pun mengucapkan nadzar. " Jika aku sembuh nanti niscaya
akan kupukul seratus kali, "kata Nabi Ayyub as, kepada istrinya dengan
nada marah. Istri Nabi Ayyub as, yang sudah
tergoda oleh iblis tidak menghiraukan sama sekali. la langsung pergi
meninggalkan Nabi Ayyub as,. Ketika mengetahui istrinya tidak mau lagi
melayani dan menungguinya maka ia memohon kepada Allah SWT agar
disembuhkan.
dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia
menyeru Tuhan-nya: "Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan
siksaan".
(surat Shaad (38) ayat 41)
Nabi Ayyub as, berkata
demikian karena syaitanlah yang meminta agar Allah SWT menguji ketaatan
beribadahnya. Syaitan tidak senang jika melihat orang yang selalu taat dengan
ajaran agama. Syaitan punya pikiran bahwa jika Nabi Ayyub as, menderita tentu
ia akan durhaka kepada Allah SWT. Allah SWT pun memperlihatkan ketaatan Nabi Ayyub as,
kepada syaitan.
2.
Nabi Ayyub Sembuh Dari Penderitaannya
Selama bertahun-tahun Nabi
Ayyub as, menderita. Selama itu pula ia tidak pernah durhaka kepada Allah SWT bahkan
semakin meningkatkan ketakwaannya. Semua harta yang ia kumpulkan selama
bertahun-tahun lenyap begitu saja, kemudian anaknya mati dan ia sendiri sakit.
Akhirnya istri yang setia meninggalkan pula. Sungguh lengkap penderitaan yang
dialami Nabi Ayyub as,. Karena syaitan sudah tidak mampu lagi menggoda Nabi
Ayyub as. ia tidak lagi mencobanya.
Sebab semua upayanya untuk menaklukkan Nabi Ayyub as, sia-sia
belaka. Setelah ia mengucapkan janji pada istrinya, Nabi Ayyub as, pun
berdoa agar disembuhkan dari penyakitnya. Doa itupun dikabulkan oleh Tuhan
seperti yang tertera dalam Al Qur'an surat Al Anbiyaa' (21) ayat 83 sampai 84 :
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru
Tuhannya: "(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan
Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang".
Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu
Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya
kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari
sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.
(surat Al Anbiyaa (21) ayat 83 dan 84)
Demikianlah Nabi Ayyub as,
memohon kesembuhannya kepada Allah SWT dan Allah SWT pun mengabulkan doanya.
Allah SWT juga mengembalikan semua harta dan anak-anaknya, bahkan lebih banyak
dari sebelumnya.
(Allah berfirman): "Hantamkanlah kakimu;
Inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum".
dan Kami anugerahi Dia (dengan mengumpulkan
kembali) keluarganya dan (kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula
sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran.
(surat Shaad (38) ayat 42 dan 43)
Setelah mendengar firman
itu, maka ia lakukan sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT kepadanya. Ia
pun berusaha merangkak. Kemudian ia menjejakkan kakinya ke tanah dan memancarlah
air dari bekas injakkannya. Kemudian Nabi Ayyub as, mandi dan minum dari
air tersebut. sehingga sembuhlah dari penyakitnya. Tidak lama kemudian ia
mencari isterinya untuk membayar janji yang telah diucapkan sewaktu ia sakit.
3.
Nabi Ayyub as, Membayar Nadzar
Begitu Nabi Ayyub as, sembuh
dari penyakitnya, maka yang perlu dilakukannya pertama kali adalah membayar
janji pada istrinya ketika masih sakit. la mencari istrinya, setelah ketemu ia
hendak memukulnya seratus kali. Namun belum sampai terlaksana, ia mendapat
pelajaran dari Allah SWT.
dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), Maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati Dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya Dia Amat taat (kepada Tuhan-nya)[1303].
(surat Shaad (38) ayat 44)
[1303]
Nabi Ayyub a.s. menderita penyakit kulit beberapa waktu lamanya dan Dia memohon
pertolongan kepada Allah s.w.t. Allah kemudian memperkenankan doanya dan
memerintahkan agar Dia menghentakkan kakinya ke bumi. Ayyub mentaati perintah
itu Maka keluarlah air dari bekas kakinya atas petunjuk Allah, Ayyub pun mandi
dan minum dari air itu, sehingga sembuhlah Dia dari penyakitnya dan Dia dapat
berkumpul kembali dengan keluarganya. Maka mereka kemudia berkembang biak
sampai jumlah mereka dua kali lipat dari jumlah sebelumnya. pada suatu ketika
Ayyub teringat akan sumpahnya, bahwa Dia akan memukul isterinya bilamana
sakitnya sembuh disebabkan isterinya pernah lalai mengurusinya sewaktu Dia
masih sakit. akan tetapi timbul dalam hatinya rasa hiba dan sayang kepada
isterinya sehingga Dia tidak dapat memenuhi sumpahnya. oleh sebab itu turunlah
perintah Allah seperti yang tercantum dalam ayat 44 di atas, agar Dia dapat
memenuhi sumpahnya dengan tidak menyakiti isterinya Yaitu memukulnya dengan
dengan seikat rumput.
Kemudian Nabi Ayyub as,
mengambil seratus batang rumput dan diikatkan menjadi satu. Lalu ia pukulkan ke
istrinya hanya sekali saja. Kemudian istrinya menjelaskan sebab-sebab ia tidak
mau melayani dan menunggui suaminya ketika sakit. Semua itu adalah ulah dari syaitan
yang telah menggodanya.
Berdasarkan perjalanan
hidup Nabi Ayyub as, yang telah kami kemukakan di atas, berikut ini akan kami
kemukakan beberapa pelajaran yang dapat kita jadikan suri tauladan dari kisah hidup
Nabi Ayyub as, di bawah ini:
a. Nabi Ayyub as, mengajarkan kepada kita
menjadi orang kaya yang selalu bersyukur dan rajin menolong orang lain dengan
selalu berderma (menempatkan diri selalu menjadi tangan di atas) dan ketika jatuh miskin jadi miskin yang sabar.
Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Sungguh menakjubkan
keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik, Ini tidaklah didiapati
seseorang kecuali pada seorang mukmin, Jika mendapatkan kesenangan maka ia
bersyukur, itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar,
itupun baik baginya,
(Hadits Riwayat Muslim)
b. Nabi Ayyub as, mengajarkan kepada kita
tidak menjadikan diri kita sombong dengan harta kekayaan yang ia miliki karena
kekayaan itu sebenarnya adalah ujian atau cobaan saat hidup di dunia.
Dari Al-Hasan Al-Bashri, ia berkata, “Umar bin
Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah menuliskan surat kepada Abu Musa
Al-Asy’ari yang isinya:
“Merasa cukuplah (qana’ah-lah) dengan rezeki dunia yang telah Allah
berikan padamu. Karena Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) mengaruniakan lebih
sebagian hamba dari lainnya dalam hal rezeki. Bahkan yang dilapangkan
rezeki sebenarnya sedang diuji pula sebagaimana yang kurang dalam hal rezeki.
Yang diberi kelapangan rezeki diuji bagaimanakah ia bisa bersyukur dan
bagaimanakah ia bisa menunaikan kewajiban dari rezeki yang telah diberikan
padanya.”
(Hadits Riwayat. Ibnu Abi Hatim. Dinukil dari Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim, 4: 696)
c. Nabi Ayyub as, mengingatkan bahwa
kekayaan itu titipan ilahi. Jika hal ini kita pahami secara baik dan benar maka
sewaktu waktu ketika kenikmatan dunia diambil, tidak menjadikan diri kita
bersedih kehilangan harta.
Kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Ummu Sulaim (ibu dari Anas bin
Malik, yang bernama asli Rumaysho atau Rumaisa) ketika berkata pada suaminya,
Abu Thalhah. Saat itu puteranya meninggal dunia, Rumaysho malah menghibur
suaminya di malam hari dengan memberi makan malam dan berhubungan intim.
Setelah suaminya benar-benar puas, ia mengatakan, “Bagaimana pendapatmu jika
ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka
meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?” Abu
Tholhah menjawab, “Tidak (artinya: boleh saja ia ambil, -pen).” Ummu Sulaim,
“Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian puteramu.”
(Hadits Riwayat. Muslim, no. 2144)
d. Nabi Ayyub
as, mengajarkan kepada diri kita bahwa sakit dan ujian akan menghapus dosa,
sehingga kita butuh untuk menahan diri untuk sabar karena mengetahui adanya
keutamaan ini.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap muslim
yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan hapuskan
kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.”
(Hadits Riwayat. Bukhari, no. 5660 dan Muslim, no.
2571)
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah
seorang mukmin tertimpa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek,
kekhawatiran (pada masa depan), sedih (akan masa lalu), kesusahan hati (berduka
cita) atau sesuatu yang menyakiti sampai pada duri yang menusuknya, itu semua
akan menghapuskan dosa-dosanya.”
(Hadits Riwayat. Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no.
2573)
Agar diri kita bisa
bersikap sabar maka harus dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT yang
dilanjutkan dengan hanya mengadu kepada Allah SWT serta dilakukan di awal
musibah terjadi.
e. Lihatlah Nabi Ayyub as, yang terus
menerus menjaga lisannya untuk selalu berdzikir dan menjaga hatinya walaupun
dalam keadaan sakit yang berkepanjangan.
Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,“Ada dua orang
Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas salah
satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?”
“Yang panjang umurnya dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi
bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak.
Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “Hendaklah
lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah,” jawab beliau.
(Hadits Riwayat. Ahmad 4: 188)
f. Nabi Ayyub as, mengajarkan kepada kita
bahwa setiap orang akan diuji oleh Allah SWT sesuai dengan tingkatan keimanan
seseorang.
Dari Mush’ab bin Sa’ad, dari bapaknya, ia pernah berkata pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Manusia manakah yang paling
berat cobaannya?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Para Nabi
lalu orang shalih dan orang yang semisal itu dan semisal itu berikutnya.
Seseorang itu akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Jika imannya semakin
kuat, maka cobaannya akan semakin bertambah. Jika imannya lemah, maka cobaannya
tidaklah berat. Kalau seorang hamba terus mendapatkan musibah, nantinya ia akan
berjalan di muka bumi dalam keadaan tanpa dosa.”
(Hadits Riwayat. Ahmad, 1: 172. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan
bahwa sanad hadits ini hasan)
g. Jika kita ingin meningkatkan kualitas
sabar, maka ingatlah cobaan yang diterima oleh para Nabi lebih berat
dibandingkan diri kita.
Dari ‘Abdurrahman bin Saabith Al-Qurosyi, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian tertimpa
musibah, maka ingatlah musibah yang menimpa diriku. Musibah padaku tetap lebih
berat dari musibah yang menimpa dirinya.”
(HR. ‘Abdurrozaq dalam mushannafnya, 3: 564; Ath-Thabrani
dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 7: 167. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no.
1106. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini shahih karena
berbagai syawahid atau penguat)
h. Nabi Ayyub as, mengajarkan kepada kita
bahwa musibah yang menimpa diri kita masih sangat sedikit dibandingkan dengan nikmat
yang telah Allah SWT berikan. Coba ambil pelajaran dari apa yang dikatakan oleh
Nabi Ayyub as, kepada istrinya, “Aku
telah diberi kesehatan selama 70 (tujuh puluh) tahun. Sakit ini masih derita
yang sedikit yang Allah timpakan sampai aku bisa bersabar sama seperti masa
sehatku yaitu 70 (tujuh puluh) tahun.”
i. Nabi Ayyub as, memberikan pelajaran
kepada diri kita bahwa syaitan bisa saja mencelakai badan, harta dan keluarga kita
seperti yang disebutkan dalam kisah Nabi Ayyub dalam surat Shad (38) ayat 41 di
bawah ini.
dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia
menyeru Tuhan-nya: "Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan
siksaan".
(surat Shaad (38) ayat 41)
j.
Nabi
Ayyub as, mengajarkan kepada diri kita yaitu lepasnya musibah melalui doa.
Untuk itu kita harus selalu memohon kepada Allah SWT agar musibah, gangguan,
bencana yang menimpa diri kita diangkat
oleh Allah SWT.
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru
Tuhannya: "(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan
Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang".
(surat Al Anbiyaa (21) ayat 83)
Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.
(Surat Al Ma’aarij (70) ayat 5)
Selain daripada itu, jika
kita memiliki hajat atau kepentingan tertentu ataupun kesusahan jangan ragu
ragu untuk mengadukan kepada Allah SWT. Jangan pernah mengadukan apa apa kepada
makhluk karena Allah SWT sudah dekat kepada diri kita. Disinilah letak
kesabaran dibutuhkan, dimana sabar yang kita lakukan adalah sabar tanpa pernah
merasa putus harapan dan tanpa mengeluh kepada selain Allah SWT.
k. Nabi Ayyub as, mengajarkan kepada kita
untuk memenuhi nadzar setelah apa yang dinadzarkan tercapai. Hal ini
dikarenakan Nadzar itu wajib dipenuhi sebagaimana sumpah yang harus dipatuhi.
Allah SWT memuji orang-orang yang menunaikan nazarnya,
Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan
minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur[1536],
(yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya
hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan
sebaik-baiknya.
mereka menunaikan Nazar dan takut akan suatu hari
yang azabnya merata di mana-mana.
(surat Al Insaan (76) ayat 5 sampai 7)
[1536] Kafur ialah nama suatu mata air di surga yang airnya putih dan
baunya sedap serta enak sekali rasanya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang
bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang
bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ”
(Hadits Riwayat. Bukhari no. 6696)
l.
Selalu
ada jalan keluar bagi orang yang bertakwa. Dikala Nabi Ayyub as, merasa berat menjalankan nadzar,
Allah SWT memberikan jalan keluar dengan diberikan keringanan karena
saat itu belum ada syariat penunaian kafarah (tebusan untuk nadzar).
apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya,
Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah
kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan
itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.
dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
(surat Ath Thalaaq (65) ayat 2 dan 3)
Tidak ada alasan untuk
tidak melaksanakan atau menjalani sebuah hukuman. Hukum harus tetap
dilaksanakan tanpa memandang kuat atau lemahnya seseorang. Hal ini dikarenakan
tujuan dari pelaksanaan hukum agar pelanggaran hukum tidak dilakukan lagi serta
tujuan hukuman bukan untuk menghancurkan atau membinasakan.
m. Ingatlah dengan kesabaran ketika
kehilangan harta, keluarga dan anak, akan mendapatkan ganti yang lebih baik.
Yang diucapkan ketika mendapatkan musibah adalah: INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI
ROOJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII KHOIRON MINHAA [Segala
sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah
ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih
baik].
Ummu Salamah -salah satu istri
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata bahwa beliau pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja dari
hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “INNA LILLAHI WA INNA
ILAIHI ROOJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII KHOIRON MINHAA
[Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah
ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih
baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya
dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut
do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari
suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Hadits Riwayat. Muslim, no. 918)
n. Nabi Ayyub as, mengajarkan kepada diri
kita ketika mendapatkan musibah, beliau mengucapkan, “Segala puji bagi Allah.
Dialah yang memberi, Dialah pula yang berhak mengambil.” Bukti sabar, masih
mengucapkan alhamdulillah ketika mendapat musibah. Yang dicontohkan oleh Nabi
Ayyub as, ketika mendapatkan musibah, beliau mengucapkan, “Segala puji
bagi Allah. Dialah yang memberi, Dialah pula yang berhak mengambil.”
Tingkatan orang menghadapi
musibah ada empat yaitu: (1) lemah, yaitu banyak mengeluh pada makhluk, (2)
sabar, hukumnya wajib, (3) ridha, tingkatannya lebih daripada sabar, 4)
bersyukur, ketika menganggap musibah itu suatu nikmat.
o. Allah SWT memberikan kita ujian dan
musibah, bukan berarti Allah SWT
berkeinginan untuk menghinakan diri kita.
Nabi Ayyub as, bisa dicontoh dalam hal sabar menghadapi takdir Allah SWT yang
menyakitkan. Allah SWT menguji siapa saja yang Allah SWT kehendaki dan semua
itu ada hikmah-Nya. Untuk itu jadikan kisah Nabi Ayyub as, sebagai sebuah pelajaran dan beliaupun bisa dijadikan suri
tauladan.
p.
Nabi
Ayyub as, adalah orang yang penyabar, ia bersabar ikhlas karena Allah SWT. Nabi Ayyub as, juga adalah hamba yang baik
dalam hal ‘ubudiyah (peribadahan). Ini terlihat dari keadaan beliau ketika
lapang dan ketika berada dalam keadaan susah. Beliau juga adalah orang yang
benar-benar kembali pada Allah SWT, beliau pasrahkan urusan dunia dan
akhiratnya, beliau juga adalah orang yang rajin berdzikir dan berdoa, serta
punya rasa cinta yang besar kepada Allah SWT.
dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), Maka
pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami
dapati Dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya
Dia Amat taat (kepada Tuhan-nya)[1303].
(surat Shaad (38) ayat 44)
[1303] Nabi Ayyub a.s. menderita penyakit kulit beberapa waktu lamanya
dan Dia memohon pertolongan kepada Allah s.w.t. Allah kemudian memperkenankan
doanya dan memerintahkan agar Dia menghentakkan kakinya ke bumi. Ayyub mentaati
perintah itu Maka keluarlah air dari bekas kakinya atas petunjuk Allah, Ayyub
pun mandi dan minum dari air itu, sehingga sembuhlah Dia dari penyakitnya dan
Dia dapat berkumpul kembali dengan keluarganya. Maka mereka kemudia berkembang
biak sampai jumlah mereka dua kali lipat dari jumlah sebelumnya. pada suatu
ketika Ayyub teringat akan sumpahnya, bahwa Dia akan memukul isterinya bilamana
sakitnya sembuh disebabkan isterinya pernah lalai mengurusinya sewaktu Dia
masih sakit. akan tetapi timbul dalam hatinya rasa hiba dan sayang kepada
isterinya sehingga Dia tidak dapat memenuhi sumpahnya. oleh sebab itu turunlah
perintah Allah seperti yang tercantum dalam ayat 44 di atas, agar Dia dapat memenuhi
sumpahnya dengan tidak menyakiti isterinya Yaitu memukulnya dengan dengan
seikat rumput.
Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi yang membutuhkan
kebaikan, jadikan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub as, sebagai suri tauladan
dari perjalanan hidup kita. Selanjutnya sudahkah diri kita memiliki kriteria
orang orang yang mampu berbuat kebaikan seperti yang kami bahas dalam bab ini?
Jika belum segeralah mengadakan perubahan secara radikal karena waktu yang
tersedia sangat terbatas yaitu hanya pada sisa waktu yang kita miliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar