Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 13 September 2018

HIKMAH IKHSAN

Setiap manusia telah diberikan Allah SWT apa yang disebut dengan nurani untuk berterimakasih dan keinginan untuk selalu membalas budi baik. Sehingga berbuat kebaikan merupakan tuntutan kehidupan dan juga kebutuhan dalam hidup, sebab tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri di muka bumi ini. Berbuat kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan terhadap siapa pun bakal menjadi stimulus terjadinya balasan dari kebaikan yang yang kita lakukan. Melakukan kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan bukan perkara yang mudah, apalagi pada zaman sekarang ini. Kita harus bisa melakukannya tanpa dipaksa, tanpa disuruh, tanpa ada riya, harus dengan kesadaran sendiri, yang ada hanyalah ikhlas berbuat karena Allah SWT semata yang dilandasi keimanan.

Agar diri kita mampu menempatkan, mampu meletakkan, mampu memperoleh, mampu merasakan apa-apa yang terdapat di balik perintah melaksanakan kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan, maka kita harus tahu, kita harus mengerti, kita harus pula memiliki ilmu dari apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Sehingga apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT selaku pemberi perintah dapat kita peroleh, dapat kita rasakan, dapat kita ajarkan kepada anak dan keturunan, serta dapat menghantarkan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT yaitu pulang kampung ke Syurga untuk bertemu Allah SWT.Hal lain yang harus kita perhatikan adalah segala bentuk manfaat yang terdapat di balik perintah Allah SWT kepada diri kita, bukan hanya untuk kepentingan akhirat semata. Akan tetapi juga untuk mensukseskan diri kita saat hidup di muka bumi.

Selanjutnya agar perintah melaksanakan ibadah Ikhsan dapat memberikan dampak yang positif baik bagi kepentingan hidup kita di dunia dan juga di akhirat kelak, berikut ini akan kami kemukakan hikmah dari ibadah Ikhsan.

A.   SELALU BERADA DI DALAM FITRAH ALLAH SWT

Hikmah Ikhsan yang juga paling hakiki adalah untuk menyelamatkan Ruh/Ruhani yang tidak lain adalah jati diri manusia yang sesungguhnya dari pengaruh buruk Ahwa dan juga Syaitan yang dapat menjadikan kualitas Ruh/Ruhani menjadi tidak fitrah lagi (menjadikan  jiwa kita menjadi jiwa fujur). Ingat, Ruh/Ruhani asalnya fitrah dan harus kembali dalam kondisi yang fitrah (jiwa muthmainnah) agar bisa bertemu Allah SWT di tempat yang fitrah (maksudnya Syurga). Disinilah letak yang paling hakiki dari perintah melaksanakan Diinul Islam secara kaffah atau melaksanakan ibadah Ikhsan yaitu Allah SWT berkehendak agar Ruh/Ruhani yang berasal Allah SWT tetap fitrah saat melaksanakan tugas sebagai Khalifah di muka bumi dan kembalinya pun harus tetap dalam kondisi fitrah. Jika sampai kondisi Ruh/Ruhani tidak fitrah lagi maka akan difitrahkan oleh Allah SWT melalui proses pensucian dengan dibakar di Neraka Jahannam.

Sebagai khalifah yang berkehendak untuk menyelamatkan Ruh/Ruhani maka kita harus merubah pola berfikir terhadap ibadah yang akan kita laksankan yaitu beribadah untuk memperoleh pahala dan melaksanakan kewajiban harus dirubah menjadi beribadah adalah kebutuhan hakiki bagi diri kita (dalam hal ini untuk kebutuhan Ruh/Ruhani). Setiap ibadah yang kita laksanakan adalah sarana atau alat bantu untuk memberi makanan bagi pertumbuhan keimanan yang sangat dibutuhkan oleh Ruh/Ruhani. Ibadah juga berfungsi untuk memantapkan keimanan dalam jiwa serta untuk memperharui sumber sumber kekuatan untuk memperoleh pertolongan, bantuan, perlindungan Allah SWT yang kesemuanya sangat kita butuhkan.

Ruh/Ruhani dengan keimanan tidak bisa dipisahkan dikarenakan makanan/vitamin/yang dibutuhkan oleh Ruh/Ruhani adalah keimanan yang di dapat dari pelaksanaan ibadah. Adanya keimanan yang berkualitas akan menjadikan Ruh/Ruhani kuat. Keimanan juga akan menjadi benteng (pelindung) bagi  Ruh/Ruhani dari gangguan ahwa dan juga syaitan serta menjadikan diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.Untuk itu jangan pernah menyianyiakan kesempatan menunaikan ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT untuk kepentingan penyelamatan Ruh/Ruhani diri kita sendiri.

Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah selamatnya Ruh/Ruhani dari pengaruh ahwa dan juga syaitan belum berarti tugas kita selesai. Akan tetapi harus ditingkatkan dengan menjadikan Ruh/Ruhani menjadi penampilan Allah SWT di muka bumi dengan berperilaku Asmaul Husna. Dengan adanya perilaku Asmaul Husna maka terlaksanalah apa yang dinamakan dengan kebaikan yang mencerminkan inilah perilaku diri kita. Semakin banyak dan berkualitas perilaku diri kita maka semakin baik diri kita dan kesempatan untuk memperoleh Syurga yang terbaik terbuka untuk diri kita. Amien. 

Agar diri kita selalu berada di dalam kefitrahan dari waktu ke waktu maka kita harus selalu berada di dalam kefitrahan yang sesuai dengan konsep surat Ar Ruum (30) ayat 30 yang kami kemukakan di bawah ini, yaitu selalu berada di dalam Diinul Islam. Apa maksudnya? Diinul Islam adalah sebuah konsep Ilahiah yang diciptakan dari Fitrah Allah SWT oleh Allah SWT untuk kepentingan rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi. Agar kekhalifahan yang ada di muka ini selalu di dalam konsep kefitrahan maka Allah SWT memerintahkan kepada seluruh khalifahnya untuk menghadapkan wajahnya kepada Diinul Islam dengan lurus, mantap, tidak goyah selama hayat masih di kandung badan.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui [1168],
(surat Ar Ruum (30) ayat 30)

[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

Agar konsep kefitrahan yang dikehendaki Allah SWT terlaksana dengan baik dan benar maka kita harus mengetahui terlebih dahulu hal hal sebagai berikut yang terdapat di dalam surat Ar Ruum (30 ayat 30 di bawah ini : (1) Adanya istilah Nass yang maksudnya adalah manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani; (2) Adanya istilah Diin (Diinul Islam) yang berasal dari fitrah Allah SWT; (3) Adanya istilah fitrah Allah SWT yang tidak lain adalah Allah SWT itu sendiri Dzat Yang Maha Fitrah. Lalu Allah SWT selaku pemilik dari kefitrahan memerintahkan kepada Nass (manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani) yang juga diciptakan dari fitrah Allah SWT untuk selalu dihadapkan kepada Diin (Diinul Islam) yang juga berasal dari fitrah Allah SWT sehingga dengan adanya kondisi ini maka terjadilah apa yang  dinamakan dengan konsep segitiga yang tidak terpisahkan antara Nass (manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani) dengan Fitrah Allah SWT melalui Diinul Islam yang juga berasal dari Fitrah Allah SWT.   

Inilah konsep dasar yang harus kita pahami dengan baik dan benar bahwa diri kita yang sesungguhnya adalah Nass (dalam hal ini adalah Ruh/Ruhani) sehingga jangan pernah dipisahkan dengan asal usulnya dalam hal ini Fitrah Allah SWT melalui Diinul Islam yang juga berasal dari  Fitrah Allah SWT. Jika sampai Nass (Ruh/Ruhani diri kita) dipisahkan dengan Diinul Islam dan juga dengan Fitrah Allah SWT maka terjadilah proses hilangnya kefitrahan dalam diri sehingga konsep datang fitrah kembali fitrah tidak akan pernah terjadi. Padahal syarat untuk bertemu dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah adalah Ruh/Ruhani datang fitrah kembalinyapun harus fitrah pula dan jika sampai tidak fitrah akan difitrahkan oleh Allah SWT melalui jalur Neraka Jahannam.

Diinul Islam wajib kita letakkan dan tempatkan sebagai konsep ilahiah yang berasal dari Fitrah Allah SWT untuk kepentingan yang hakiki bagi diri kita yang sesungguhnya, yaitu Ruh/Ruhani. Sekarang apa jadinya jika kita keluar dari konsep kefitrahan ini? Hal yang pertama terjadi adalah Allah SWT tidak akan pernah dirugikan sedikitpun atau berkurang kemahaanNya dengan ulah diri kita. Hal kedua yang pasti terjadi adalah pengaruh Ahwa dan Syaitan dapat dipastikan akan merajalela dalam diri kita sehingga kefitrahan Ruh/Ruhani tidak akan terjadi atau bahkan Ruh/Ruhani menjadi kotor akibat perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan. Hal yang ketiga adalah posisi Allah SWT tergantikan oleh Ahwa dan juga Syaitan yang pada akhirnya nilai nilai keburukan yang menjadi perbuatan diri kita (jiwa fujur).

Jika sampai kita keluar dari fitrah Allah SWT maka hal yang terjadi selanjutnya adalah perbuatan maksiat kita lakukan seperti tidak shalat lima waktu, tidak berpuasa, tidak mau berzakat dan lain sebagainya yang kesemuanya tidak bertentangan dengan hukum positif negara. Adanya perbuatan maksiat yang kita lakukan melahirkan apa yang dinamakan dosa. Semakin banyak bermaksiat kepada Allah SWT semakin banyak dosa, semakin banyak dosa membuat fikiran kacau, membuat kita tidak bisa berfikir rasional yang selanjutnya terjadi adalah kita mulai melanggar hukum positif yang berlaku. Selanjutnya penjara menanti lalu kita menjadi warga binaan yang dikurung dalam waktu tertentu. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah hukuman penjara akibat melanggar ketentuan hukum positif tidak bisa menghapus perbuatan maksiat yang kita lakukan sepanjang kita tidak pernah melakukan taubatan nasuha.

Untuk itu jangan sampai diri kita keluar dari fitrah Allah SWT karena resiko yang dihadapi atau kerugian yang akan kita dapatkan bukan hanya merugikan diri kita sendiri, melainkan juga bisa juga merugikan keluarga dan anak keturunan kita sendiri akibat ulah kita sendiri. Bayangkan kita yang melakukan perbutan atau kesalahan, orang lain (maksudnya keluarga, anak dan keturunan kita) ikut menanggung akibatnya. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita, pada keluarga kita dan juga pada anak dan keturunan kita.

Hal lainnya yang juga harus kita perhatikan adalah kita adalah bagian dari mata rantai kekhalifahan yang ada di atas diri kita. Kita tidak tahu diposisi manakah diri kita di mata rantai itu. Dan jika sekarang kita telah berkeluarga berarti kita juga telah membuat mata rantai kekhalifahan yang ada di bawah diri kita sampai dengan hari kiamat tiba. Sampai berapa banyak mata rantainya, yang jelas kita tidak pernah tahu. Hal yang harus kita perhatikan saat ini adalah jangan sampai antara diri kita dengan mata rantai kekhalifahan yang ada di bawah diri kita berbeda haluan yaitu ada yang keluar dari fitrah Allah SWT dengan berbeda agama. Jika sampai ini terjadi maka putuslah mata rantai antara diri kita dengan anak dan keturunan kita sehingga putus pula kesempatan untuk saling mendoakan diantara anggota keluarga. Doa tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT karena adanya perbedaan agama diantara anggota keluarga atau diantara mata rantai keluarga. Padahal kekuatan doa sangatlah luar biasa karena bisa merubah atau bahkan meniadakan dosa atau keburukan dari orang yang kita doakan.

Agar diri kita dan juga anak dan keturunan kita selalu dalam kefitrahan yang sama, tidak ada jalan selain kita sendiri yang mempersiapkannya yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Anak dan keturunan yang shaleh dan shalehah bukanlah datang tiba tiba dari langit. Anak keturunan yang shaleh dan shalehah ada karena kita sendiri yang menciptakan atau yang menjadikannya ada. Untuk itu sebagai orang tua kita harus menghindarkan anak dan keturunan kita dari pengaruh penghasilan atau makanan dan minuman yang dibiayai dari penghasilan haram. Dahulukan pendidikan ruh atau akhlak atau budi pekerti dibandingkan pendidikan yang lainnya. Jangan pernah berdoa hanya untuk anak dan cucu saja, melainkan untuk anak dan keturunanku sehingga doa ini berlaku terus dan terus kepada anak keturunan kita.

Saat ini ketentuan fitrah masih tetap berlaku dan akan terus berlaku sampai dengan hari kiamat tiba. Allah SWT masih tetap memberlakukan atau Allah SWT masih tetap melaksanakan atau Allah SWT masih tetap konsisten terhadap ketentuan Fitrah terhadap diri kita, yang dimulai dari pernyataan di dalam rahim sampai dengan hari kiamat kelak. Yang menjadi persoalan saat ini adalah sudah sejauh mana diri kita konsisten dengan konsep kefitrahan yang telah diberlakukan oleh Allah SWT? Panjang atau pendeknya kefitrahan diri, termasuk di dalamnya kefitrahan anak dan keturunan kita,  bukanlah Allah SWT yang menentukan, akan tetapi diri kita sendirilah yang memutuskan. Hal ini dikarenakan Allah SWT tidak butuh dengan kefitrahan diri kita, tetapi kitalah yang sangat membutuhkan kefitrahan saat hidup di dunia sampai dengan hari berhisab kelak.

Agar diri kita selalu berada di dalam kefitrahan, berikut ini akan kami kemukakan tujuh buah indicator kefitrahan diri yang kiranya dapat kita jadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

a.      Berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 125 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka hidupnya selalu dalam kebaikan, tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri tetapi untuk masyarakat, bangsa dan negara.

Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 125)

Orang yang telah menjadikan jiwanya fitrah, akan selalu menjadi pemimpin yang berguna bagi masyarakat luas, menjadi tokoh yang terpandang di masyarakat karena mampu berbuat kebaikan yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Masyarakat merasa terbantu karena hasil karya kita, masyarakat merasa aman dan nyaman karena keberadaan diri kita.
Hal yang tidak akan mungkin terjadi jika kita telah kembali fitrah yang jiwanya adalah jiwa Muthmainnah adalah menjadikan dirinya sebagai pelaku kejahatan, menjadikan dirinya sebagai  biang keributan, menjadikan dirinya sebagai biang keonaran, menjadikan dirinya sebagai otak di balik kejahatan, atau masyarakat menjadi teraniaya oleh sebab perbuatannya dan juga  oleh sebab omongannya.

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah,
(surat Al Anbiyaa' (21) ayat 73)

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
dan Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti menang.
(surat Al Maa-idah (5) ayat 55-56)

[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya.

Jika kita telah kembali fitrah yang memiliki jiwa Muthmainnah dapat dipastikan kita selalu memiliki keinginan untuk menolong sesama manusia, selalu ingin berbagi kepada sesama, tidak pelit di dalam berbagi ilmu maupun kesenangan, selalu ingin berbuat kebaikan lebih baik dan lebih baik lagi dari waktu ke waktu. 

b.      Berdasarkan surat Yunus (10) ayat 105 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia tidak akan mau lagi berbuat syirik lagi musyrik di dalam hidup dan kehidupannya. 

Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang musyrik.
(surat Yunus (10) ayat 105)

Jika kita telah kembali fitrah maka pernyataan untuk tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu harus kita laksanakan dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun kita tidak boleh sekalipun menyekutukan Allah SWT, terkecuali jika kita ingin merasakan pulang kampung bersama Syaitan ke Neraka Jahannam.

c.      Berdasarkan surat Al Anfaal (8) ayat 72 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu tolong menolong, ringan tangan untuk menolong, ikhlas dalam berbuat, selalu menyayangi sesama. Sekarang sudahkah kita menjadi pelopor di dalam kebaikan di tengah masyarakat?

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi[624]. dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Anfaal (8) ayat 72)

[624] Yang dimaksud lindung melindungi Ialah: di antara muhajirin dan anshar terjalin persaudaraan yang Amat teguh, untuk membentuk masyarakat yang baik. demikian keteguhan dan keakraban persaudaraan mereka itu, sehingga pada pemulaan Islam mereka waris-mewarisi seakan-akan mereka bersaudara kandung.

d.     Berdasarkan surat Az Zumar (39) ayat 3 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu dekat dengan Allah SWT sehingga ia akan selalu menomorsatukan Allah SWT disetiap langkah dan perbuatannya.  

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
(Az Zumar (39) ayat 3)

Katakan Allah SWT memiliki Af’al (perbuatan) Al Rachman Al Rahiem kemudian apakah kita yang sudah menjadi orang yang dekat kepada Allah SWT justru berbuat yang berseberangan dengan perbuatan Allah SWT yaitu Ar Rachman Al Rahiem? Jika sampai kita melakukan perbuatan menganiaya sesama manusia, saling menganiaya, berarti kita belum kembali fitrah.

e.      Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 29 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu berbuat adil, lurus, selalu mendirikan shalat (melaksanakan diinul islam secara kaffah) serta berbuat kebaikan ikhlas karena Allah SWT semata.

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu[533] di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".
(surat Al A’raaf (7) ayat 29)

[533] Maksudnya: tumpahkanlah perhatianmu kepada sembahyang itu dan pusatkanlah perhatianmu semata-mata kepada Allah.

Untuk itu segeralah memperbaiki diri atau segeralah introspeksi diri dengan selalu melihat ke dalam karena hanya dengan melihat ke dalam dirilah langkah menuju perubahan kepada yang lebih baik terbuka luas. Segeralah berubah ke arah yang lebih baik yang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau kita akan dirubah oleh syaitan ke arah keburukan. 

f.       Berdasarkan surat At Taubah (9) ayat 122 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu belajar, selalu menuntut ilmu, untuk kepentingan kaum atau masyarakat banyak.

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
(surat At Taubah (9) ayat 122.

Setelah diri kita giat belajar lalu memiliki ilmu ketahuilah ilmu yang kita miliki belum dikatakan menjadi ilmu yang bermanfaat jika hanya kita yang memilikinya. Ilmu yang kita miliki baru bisa dikatakan bermanfaat jika ilmu yang kita miliki itu kita ajarkan kepada orang lain. Semakin banyak kita ajarkan akan semakin banyak manfaat yang dirasakan oleh orang banyak.

g.      Berdasarkan surat Al Maa’uun (107) ayat 1-2-3, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu menjadi penolong bagi yatim, faqir, dan miskin tanpa harus menunggu untuk diminta.

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
Dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
(surat Al Maa’uun (107) ayat 1-2-3)


Itulah 7(tujuh) indikator dari kembali fitrah yang harus kita jadikan acuan saat hidup di muka bumi ini. Jika kondisi kita berlawanan dengan indikator tersebut berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita, terutama kefitrahan diri yang sudah tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah SWT.

B.   MAMPU MELAKSANAKAN DIINUL ISLAM SECARA KAFFAH

Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 19 yang kami kemukakan di bawah ini, Diinul Islam adalah satu satunya konsep Ilahiah yang berlaku sampai dengan hari kiamat. Hal ini dikarenakan Diinul Islam merupakan satu satunya konsep keagamaan yang diridhai oleh Allah SWT.  Diinul Islam sebagai konsep Ilahiah terdiri dari 3(tiga) ketentuan pokok yaitu ketentuan tentang Rukun Iman, ketentuan tentang Rukun Islam dan ketentuan tentang Ikhsan. Dimana ketiganya tidak dapat dipisahkan oleh sebab apapun juga.  Ketentuan di atas sesuai dengan apa yang dikemukakan Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 208 di bawah ini, kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Rukun Iman saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Islam dan Ikhsan. Demikian pula sebaliknya kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Rukun Islam saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Iman dan Ikhsan, atau kita tidak bisa melaksanakan ketentuan Ikhsan saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Iman dan Rukun Islam. Iman, Islam, Ikhsan adalah tiga kata yang maknanya saling berkaitan dalam satu kesatuan.

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
(surat Ali Imran (3) ayat 19)

[189] Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
(surat Al Baqarah (2) ayat 208)

Begitulah jika dilihat dari segi aspek lahirnya, maka agama yang diajarkan oleh Malaikat Jibril adalah Islam. Agama juga disebut iman jika yang diamati adalah aspek bathinnya. Kemudian agama baru disebut ikhsan jika aspek bathin (iman) dan lahirnya (amal saleh) telah dipenuhi secara utuh dan sempurna. Sehingga ketiganya tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.Adanya kondisi dasar yang seperti ini maka kita harus mampu melaksanakan Diinul Islam secara satu kesatuan yang tidak terpisahkan (maksudnya adalah melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah) jika kita ingin selalu sesuai dengan kehendak Allah SWT, atau sesuai dengan fitrah Allah SWT dari waktu ke waktu selama Ruh/Ruhani belum berpisah dengan Jasmani.

Ibadah Ikhsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh umat manusia. Ikhsan akan menjadi intisari dari Diinul Islam sepanjang Islam mampu kita jadikan sebagai prinsip ketaatan sedangkan Iman adalah pilar pilar ketauhidan lalu terjadilah apa yang dinamakan dengan Ikhsan adalah kualitas dari Islam dan Iman. Ingat, Islam tanpa Ikhsan artinya kering, Iman tanpa Ikhsan artinya gersang sedangkan Ikhsan tanpa Iman dan Islam artinya kosong. Hal ini dikarenakan ibadah Ikhsan akan menjadikan kita menjadi sosok yang mendapatkan kemuliaan dihadapan Allah SWT. Sebaliknya, apabila diri kita tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat berharga yaitu menduduki posisi terhormat dihadapan Allah SWT.
Sekarang katakan kita telah mampu melaksanakan ibadah Ikhsan, ini berarti ibadah Ikhsan yang kita laksanakan saat ini tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan Rukun Iman dan Rukun Islam dalam satu kesatuan. Hal ini dikarenakan jika kita melaksanakan Rukun Iman tanpa melaksanakan ibadah Ikhsan artinya gersang. Demikian pula jika kita hanya melaksanakan Rukun Islam tanpa melaksanakan ibadah Ikhsan artinya kering. Sedangkan jika kita melaksanakan ibadah Ikhsan tanpa dilandasi dengan melaksanakan Rukum Iman dan Rukun Islam artinya kosong. Jika sudah begini kondisinya berarti melaksanakan ibadah Ikhsan berarti kita sudah mampu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah (secara satu kesatuan) dan ini pula yang dikehendaki Allah SWT. Semoga kita mampu melaksanakan ibadah Ikhsan yang menjadi cerminan diri kita saat hidup di muka bumi ini selama hayat masih di kandung badan.  

C.   ALLAH SWT TERSENYUM KEPADA DIRI KITA.

Pada suatu saat Nabi Musa as berkomunikasi dengan Allah SWT. Nabi Musa as.: "Wahai Allah aku sudah melaksanakan ibadah. Lalu manakah ibadahku yang membuat engkau senang?". Allah SWT: “Syahadat mu itu untuk dirimu sendiri, karena dengan engkau bersyahadat maka terbukalah pintu bagimu untuk bertuhankan kepada Ku. Allah SWT: "Shalat mu bukan untuk Ku tetapi untukmu sendiri, karena dengan kau mendirikan shalat, engkau terpelihara dari perbuatan keji dan munkar. Dzikir? Dzikirmu itu membuat hatimu menjadi tenang. Puasa ? Puasamu itu melatih dirimu untuk memerangi hawa nafsumu". Zakat itu untuk membersihkan apa apa yang telah engkau miliki. Menunaikan Haji untuk menjadikan kamu menjadi lebih dekat kepada Ku setelah berkunjung kerumah Ku.

Nabi Musa as:  "lalu apa ibadahku yang membuatmu senang ya Allah?" Allah SWT: "Sedekah, Infaq, Wakaf serta akhlaqul karimah-mu yang menceriminkan Asmaul Husna. Itulah yang membuat aku senang, Karena tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang susah, kelaparan, aku hadir disampingnya. Dan aku akan mengganti dengan ganjaran kepadamu”.

perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(surat Al Baqarah (2) ayat 261 dan 262)

[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Apabila kita hanya sibuk dengan ibadah ritual semata dan bangga akan itu (maksudnya sibuk dengan ibadah Habblum Minannallah) maka itu tandanya kamu hanya mencintai dirimu sendiri (egois), bukan cinta kepada Allah SWT. Akan tetapi, bila kita berbuat dan berkorban untuk orang lain serta melunakkan hati untuk kepentingan orang lain maka itu tandanya kita mencintai Allah SWT dan tentu Allah SWT senang karenanya. Buatlah Allah SWT senang maka Allah SWT akan limpahkan rahmat-Nya dengan membuat hidupmu lapang dan bahagia. Jangan lupa jadikan kewajiban kepada Allah SWT sebagai sebuah kebutuhan karena ini adalah kunci kesuksesan hidup di dunia dan akhirat kelak.

Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pada hari Kiamat, Allah SWT berfirman: Wahai anak Adam, Aku sedang sakit, kenapa kamu tidak menjengukKu. Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa menjengukMu, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesat alam? Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak menyadari jika hambaKu, fulan, sedang sakit tapi kamu tidak mau menjenguknya? Apakah kamu tidak mengetahuinya, seandainya kamu menjenguknya, kamu akan mendapatkanKu sedang bersamanya? Allah berkata lagi, Wahai anak Adam, Aku meminta makanan kepadamu, tapi mengapa kamu tidak mau memberi Ku makanan? Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa memberi Mu makanan, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak menyadari, ketika ada hamba Ku yang meminta makanan kepadamu, tapi kamu tidak mau memberinya makanan? Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya makanan niscaya kamu akan mendapatkan itu di sisi Ku?  Allah berkata lagi, “Wahai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberi Ku minuman? Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa memberi Mu minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berkata, “Salah seorang hamba Ku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberinya minum. Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya minum niscaya kamu mendapatkan itu di sisi Ku.”
(Hadits Riwayat Muslim)

Sekarang sudahkah kita mampu melaksanakan apa apa yang tertuang di dalam ketentuan hadits riwayat Muslim yang kami kemukakan di atas ini? Jika sudah berarti kita sedang berusaha untuk membuat Allah SWT tersenyum kepada diri kita dan jika belum berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita.

Apakah hanya kepada orang yang sakit, apakah hanya kepada orang kelaparan dan kehausan saja kita berbuat kebaikan? Berbuat kebaikan tidak hanya pada apa yang dikemukakan di hadits tersebut di atas, namun masih banyak lagi yang bisa kita lakukan kepada orang banyak seperti memberi pengajaran dengan menjadi guru tanpa bayaran, menjadi motivator bagi tumbuh kembangnya bisnis wirausaha, menjadi dokter bagi keluarga tidak mampu, menjadi sukarelawan bencana alam dan lain sebagainya.

Intinya adalah sudahkah kita mengambil peran masing masing di dalam masyarakat sehingga masyarakat terbantu atas peran yang kita ambil. Semakin banyak peran yang diambil oleh setiap anggota masyarakat semakin banyak orang  yang akan terbantu. Ayo buktikan diri kita berguna dengan mengambil peran yang sesuai dengan kemampuan diri kita saat ini juga. Jangan pernah menunda nunda berbuat kebaikan karena menunda nunda pekerjaan baik berarti kita telah memberikan kesempatan kepada perampok perampok waktu melaksanakan aksinya dihadapan di kita sendiri.   

Selain daripada itu, ada dua hal yang harus kita ketahui agar jangan sampai apa yang telah kita laksanakan menggagalkan Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita adalah : (1)  sibuk mengerjakan perkara perkara yang bersifat sunnah sehingga menyianyikan perkara perkara yang bersifat wajib (kewajiban). Hal ini dikarenakan ibadah sunnah baru bisa dikatakan sebagai ibadah sunnah apabila kita telah selesai melaksanakan ibadah wajib serta ibadah sunnah tidak bisa mengalahkan atau menggantikan ibadah wajib. Ibadah sunnah bisa dikatakan sebagai penyempurna dari pelaksanaan ibadah wajib; (2) mengerjakan amaliah lahir tanpa disertai dengan amaliah bathin (amaliah hati). Hal ini dikarenakan nikmatnya beribadah terletak dari merasakan hakekat yang terdapat dibalik ibadah sepanjang tidak melanggar syariat.  

dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun[1262] akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
(surat Fathir (35) ayat 45)

[1262] Daabbah artinya ialah makhluk yang melata. tetapi yang dimaksud di sini ialah manusia.

Jika kehadiran kita di muka bumi ini bisa membuat Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita berarti kita sejalan dengan kehendak Allah SWT. Namun apabila kehadiran diri kita di muka bumi membuat Allah SWT benci dan marah berarti ada yang salah dalam diri kita. Namun demikian, berdasarkan ketentuan surat Fathir (35) ayat 45 yang kami kemukakan di atas ini, Allah SWT masih memberikan kesempatan bagi diri kita untuk melaksanakan taubat sehingga Allah SWT masih memberikan kesempatan ke dua bagi diri kita agar sesuai dengan kehendak Allah SWT, yaitu Allah SWT tersenyum bangga dengan diri kita. Untuk itu jangan pernah memiliki konsep menunda sampai tua baru melakukan kebaikan karena kita tidak tahu sampai kapan kita hidup di dunia ini?

Selama masih diberikan kesempatan untuk berbuat kebaikan, ambil kesempatan itu lalu lakukan kebaikan, atau ambil peran di masyarakat dan jangan pikirkan ukuran dari kebaikan, lakukan kebaikan seperti mengalirnya air. Jika kita terlalu banyak berfikir untuk berbuat kebaikan, kesempatan yang ada bisa terbang melayang karena ulah kita sendiri yang terlalu banyak berfikir. Berbuat kebaikan memang harus dipikirkan dengan matang tetapi jangan terlampau dipikirkan karena kesempatan yang kita peroleh bisa diambil oleh orang lain. Akhirnya timbul penyesalan kenapa hal itu tidak kita ambil.
Kesuksesan bukanlah kunci dari kebahagiaan. Justru kebahagiaan adalah kunci dari kesuksesan. Salah satu kunci kesuksesan adalah sikap konsisten terhadap keyakinan. Jika konsep ini kita pegang teguh maka pada saat diri kita melakukan kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan yang ada adalah berbuat dan berbuat kebaikan. Soal adanya ocehan, adanya omongan, adanya komentar dari orang orang yang iri dan dari orang orang yang tidak suka dengan apa yang kita lakukan acuhkan mereka karena kita berbuat bukan karena mereka dan karena tidak bertanggung jawab kepada mereka. Disinilah letaknya kita harus memiliki referensi sendiri terhadap kebaikan atau perbuatan baik yang kita lakukan yaitu ikhlas berbuat karena Allah SWT dalam kerangka mencari ridha Allah SWT yang dilandasi dengan keimanan kepada Allah SWT.

D.   KONSEP KEADILAN DALAM MENGISI SYURGA DAN NERAKA TERLAKSANA

Allah SWT sudah mempersiapkan dua buah tempat kembali bagi manusia dan juga bagi jin yaitu Syurga dan Neraka yang harus di isi dengan cara yang seadil adilnya. Agar proses keadilan dapat terwujud sesuai dengan kondisi dan keadaan Allah SWT Dzat Yang Maha Adil. Syurga diperuntukkan hanya untuk manusia yang bertaqwa sedangkan Neraka untuk manusia yang kafir. Sedangkan jin tidak akan pernah masuk Syurga kesemua masuk neraka. Untuk mengisi syurga dan juga neraka yang sesuai dengan tingkatan tingkatan yang ada pada keduanya tidak bisa ditetapkan begitu saja. Penentuan siapa yang berhak menempati Syurga dan siapa yang berhak menempati neraka harus dilakukan seadil adilnya. Untuk itu Allah SWT akan membuat pengadilan dan laporan pertanggungjawaban dari seluruh makhluk yang telah diciptakanNya terutama jin dan manusia.

Berikut ini akan kami kemukakan proses pengadilan dan juga proses laporan pertanggungjawaban yang akan diminta oleh Allah SWT kepada setiap jin dan juga kepada setiap manusia tanpa terkecuali.  

dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," Padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.
(surat Al Baqarah (2) ayat 113)

Pengadilan Allah SWT adalah proses pengadilan yang paling agung, yang paling istimewa dan yang paling luar biasa. Pengadilan Allah SWT adalah pengadilan yang paling cermat, yang paling teliti dan paling adil. Pengadilan Allah SWT adalah pengadilan terakhir, yang sesudahnya tidak akan ada lagi pengadilan, Di sini tidak ada lagi istilah sindikat dan mafia pengadilan. Di sini tidak ada lagi penyuapan, pemalsuan atau pengadilan dagelan. Apalagi  putusan karangan juru ketik atau vonis palsu, sebagaimana pernah terjadi dan dilakukan oleh oknum pengadilan pemerintahan manusia di bumi, tidak akan pernah terjadi. Hal ini dikarenakan hakimnya adalah Allah Yang Maha Agung, Maha Gagah, Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Menyaksikan dan Segala Sifat Kebesaran serta Kemuliaan yang sebagaimana termaktub dalam Asmaul Husna. Hal ini Allah SWT sendiri yang menegaskan dalam firmannya :

 (yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: "Bukankah Kami (turut berperang) beserta kamu ?" dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bukankah Kami turut memenangkanmu[363], dan membela kamu dari orang-orang mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.
(surat An Nisa (4) ayat 141)

[363] Yaitu dengan jalan membukakan rahasia-rahasia orang mukmin dan menyampaikan hal ihwal mereka kepada orang-orang kafir atau kalau mereka berperang di pihak orang mukmin mereka berperang dengan tidak sepenuh hati.

Jaksanya adalah Malaikat Raqib dan Malaikat Atid. Malaikat yang bertugas  menjaga, mengawasi dan mencatat segala amal baik dan amal buruk manusia. Catatannya cermat sekali, sehingga tidak ada kejadian yang tidak dicatatnya. Tuntutannya pun sangat cermat, sebab tanda buktinya lengkap dan jelas. Lagi pula tidak mengenal istilah suap-menyuap untuk memperingan tuntutan. Saksi-saksinya adalah saksi-saksi yang tahu persis apa yang telah dilakukan oleh si tersangka, si tertuduh, si terdakwa sebagai pelaku utama. Mereka adalah saksi-saksi asli. Bukan saksi-saksi palsu. Mereka adalah saksi-saksi yang tidak mengenal sumpah palsu. Saksi- saksi tersebut antara lain adalah :

Pertama  adanya buku yang bernama “Buku Catatan Malaikat” yang dibuat dan dipelihara oleh Malaikat Raqib dan Malaikat Atid.

dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang juapun".
(Surat Al Kahfi (18) ayat 49)

Kedua” Anggota badan si Terdakwa, si Tertuduh, si Tersangka “yaitu lidah, tangan, kaki, mata, telinga, kulit dan seluruh anggota tubuhnya akan berbicara memberikan kesaksiannya masing masing.
pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
(surat An Nuur (24) ayat 24)

sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan.
dan mereka berkata kepada kulit mereka: "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan Kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan".
kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu[1332] bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.
(surat Fushshilat (41) ayat 20,21,22)

[1332] Mereka itu berbuat dosa dengan terang-terangan karena mereka menyangka bahwa Allah tidak mengetahui perbuatan mereka dan mereka tidak mengetahui bahwa pendengaran, penglihatan dan kulit mereka akan menjadi saksi di akhirat kelak atas perbuatan mereka.

Ketiga, “Isi Bumi,” Pada hari itu bumi menceritakan beritanya. Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan yang demikian itu kepadanya dan bumipun melaksanakannya dengan baik.

pada hari itu bumi menceritakan beritanya,
karena Sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
(surat Al Zalzalah (99) ayat 4 dan 5)

Rasulullah saw menerangkan, “Sesungguhnya kabar-kabar itu ialah bahwa bumi akan memberikan kesaksian terhadap setiap hamba laki-laki dan perempuan tentang apa yang pernah dilakukan di permukaan bumi; bumi akan berkata, “orang ini telah mengerjakan ini pada hari ini. “Rasulullah saw berkata lagi. “Itulah kabar-kabar yang akan diterangkan oleh bumi.”
(Hadits Riwayat Ahmad, Aththirmidzi).

Keempat, “Malaikat Pengiring dan Malaikat Penyaksi”. Menurut ajaran agama Islam, malaikat yang akan menjadi saksi jumlahnya banyak sekali. Sebab setiap kegiatan yang dilakukan terdakwa, tertuduh, tersangka ada Malaikat-Malaikat tertentu yang mengawasi dan yang akan mendoakan.

dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan Dia seorang Malaikat penggiring dan seorang Malaikat penyaksi.
(surat Qaf (50) ayat 21)

Kelima, “Kesadaran dan Penglihatan si terdakwa sendiri” pada saat kejadian atau disetiap perbuatan yang dilakukannya saat hidup di muka bumi.


pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya,
(surat An Naziat (79) ayat 35)

Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya Sekiranya dahulu adalah tanah".
(surat An Naba (78) ayat 40)

Keenam, “Nabi atau Rasul” juga akan di dijadikan saksi terutama bagi umat dari Nabi atau Rasul yang bersangkutan.  

dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul), kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta ma'af.
(surat An Nahl (16) ayat 84)

Ketujuh, “Allah  sendiri juga menjadi saksi, karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Menyaksikan segala gerak hati, niat, angan-angan, cita-cita, tutur kata dan tindak tanduk seluruh makhluk ciptaan-Nya. Dalam Al-Qur’an hal itu disebutkan. Diantaranya sebagai berikut:

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy[1453] Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya [1454]. dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Hadiid (57) ayat 4)

[1453] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1454] Yang dimaksud dengan yang naik kepada-Nya antara lain amal-amal dan do´a-do´a hamba.

pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, Padahal mereka telah melupakannya. dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu.
(surat Al Mujadillah (58) ayat 6)

(yaitu) ketika Allah Menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. dan Sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi gentar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati.
(surat Al Anfaal (8) ayat 43)

Sedangkan yang menjadi tersangka, tertuduh, terdakwa adalah Manusia dan jin secara pribadi pribadi atau secara perseorangan. Merekalah yang diciptakan Allah mentauhidkan (mengesakan) Allah dan beribadah kepada-Nya. Kepada mereka pulalah yang diberi hak dan diberi kebebasan untuk memilih “menjadi hamba yang beriman atau menjadi hamba yang tidak beriman (kafir, munafik, fasik, musyrik). Allah telah memberikan penegasan dalam Al-qur’an sebagai berikut :

“Dan katakanlah, “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. “Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.
(surat Al Kahfi (18) ayat 29)

Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shaleh tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan (nya) dengan baik.”
(surat Al Kahfi (18) ayat 30)

Mengenai penciptaan jin dan manusia, yang telah diperintahkam oleh Allah SWT untu beribadat kepadaNya antara lain Allah berfirman :

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku’.
(surat Adz Dzariyat ayat 56)

Lalu siapakah pembelanya dalam pengadilan terakhir yang paling agung karena disaksikan oleh seluruh manusia dan jin itu? Dalam pengadilan yang menelanjangi seluruh gerak hati, niat, tutur kata, dan perilaku terdakwanya itu, memang ada pembelanya. Sebagai pembela utama adalah Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits diriwayatkan oleh Abu Daud, di bawah ini yaitu :

Apabila telah datang hari Kiamat, maka saya adalah imam para Nabi, juru bicara mereka dan pemegang syafaat di antara mereka, ini bukanlah karena kesombongan.”
(Hadits Riwayat Abu Daud)

Perihal syafaat antara lain dapat kami kemukakan dalam sebuah hadits yang kami kemukakan di bawah ini, yaitu :

“Sesungguhnya bagi tiap-tiap Nabi itu ada sebuah permohonan yang dapat digunakannya untuk memohonkan umatnya, maka telah dikabulkan permohonan itu, tetapi aku menyimpannya untuk memberika syafaat (pertolongan/pembelaan) nanti kepada umatku di hari kiamat.
(Hadits Riwayat Athturmudzi)

Adapun sebagai pembela lain yang boleh juga disebut sebagai pembelaan kecil adalah pembelaan yang diberikan kepada tiga golongan manusia, yaitu para Nabi, para Ulama dan para Syuhada, seperti disebutkan dalam sebuah hadits berikut:

Yang dapat memberi syafaat pada kiamat ada tiga golongan: para Nabi, kemudian para Ulama, kemudian para Syuhada”
(Hadits Riwayat Ibnu Majjah)

Dan sesudah pemeriksaan terhadap terdakwa, yaitu manusia dan jin tadi, dilaksanakan dengan sangat teliti, sangat cermat dan sangat adil, seperti dijelaskan dalam al-qur’an berikut :

“Dan Kami akan memasang timbangan yang adil pada hari Kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika amalan itu hanya sebesar biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kemi membuat perhitungan.”
(Surat Al Anbiyaaa (21) ayat 47)

Dan setelah memperhatikan tuntutan Raqib dan Atid, mendengarkan keterangan saksi-saksi, diberikan pembelaan, ditimbang atau dihisab, tibalah saatnya ‘putusan hukum” yang paling adil dijatuhkan. Terjadilah vonis pengadilan agung terakhir, yaitu dua macam putusan’ masuk syurga” atau “masuk neraka”. Kepada mereka yang masuk syurga, antara lain Allah berfirman:

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam  syurga-Ku.
(surat Al Fajr (89) ayat 27-28-29-30)

Kepada mereka yang masuk neraka, lalu Allah SWT berfirman dengan tegas kepada mereka sebagai berikut :

“Inilah jahannam (neraka) yang dahulu kamu diancam dengannya. Masuklah ke dalamnya hari ini, disebabkan kamu dahulu mengingkarinya”.
(surat Yaa Siin (36) ayat 63 dan 64)

Mau tidak mau, suka atau tidak suka, percaya atau tidak percaya, semua jin dan manusia akan mengalami proses pengadilan tersebut. Kecuali kekasih-kekasih Allah yang dikehendaki-Nya akan langsung masuk syurga. Diawali dengan peristiwa kematian atau kiamat. Andaikan manusia tidak mau mati, dia akan dipaksa untuk mati, Tentu proses persisnya hanya Allah yang Mengetahui. Sekarang, Apakah anda bisa menghindar dari pengadilan Allah SWT ?

“Seorang laki-laki berkata: “Wahai Nabi Allah, bilakah datangnya hari berhisab itu?” Nabi Menjawab: “Apa yang telah engkau siapkan untuk itu?”
(Hadits Riwayat Buchari Muslim dari Anas ra)

Sebagai calon terdakwa di pengadilan Allah SWT kelak, ketahuilah hadits di atas ini adalah pernyataan resmi Nabi Muhammad SAW yang berlaku kepada diri kita yang pasti menjadi terdakwa di pengadilan Allah SWT kelak. Sebagai Terdakwa sudahkah kita mempersiapkan segala sesuatunya di dalam menghadapi pengadilan yang akan menentukan kemana kita akan pulang kampung, apakah akan pulang kampung ke kampung kebinasaan dan kesengsaraan ataukah pulang kampung ke kampung kenikmatan dan kebahagiaan. Selain daripada itu, sebagai seorang Terdakwa, kita juga harus tahu dan mengerti bahwa Syaitan yang telah ditetapkan menjadi musuh abadi diri kita, juga akan menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Allah SWT secara personal pula. Laporan-laporan syaitan tersebut antara lain sebagaimana dilaporkan di bawah ini.

Pelapor pertama, “Aku telah berhasil menipu Adam dan Hawa untuk makan buah larangan Tuhan ketika mereka tinggal di syurga. Hingga akhirnya mereka diusir dari syurga dan diturunkan ke dunia.

Pelapor kedua, “Aku telah berhasil menjerumuskan Qabil anak Adam untuk membangkang pada aturan yang telah ditetapkan. Dan atas bujukanku dia telah membunuh Habil saudara kandungnya lantaran saudara perempuannya yang cantik dijodohkan dengan Habil.

Pelapor ketiga, “Aku telah berhasil merayu Kan’an anak Nuh untuk membantah ajaran ayahnya. Hingga akhirnya dia mati hanyut dalam banjir besar dalam keadaan kafir.

Pelapor keempat, Aku telah berhasil menyesatkan ayah Ibrahim, ahli membuat patung untuk berhala yang disembah-sembah sebagai Tuhan. Dia kugoyahkan hatinya hingga tak meyakini ajaran agama yang diwahyukan Tuhan kepada Ibrahim anaknya. Aku juga berhasil menyesatkan Raja Namruj memusuhi Ibrahim dan menyembah berhala.

Pelapor kelima, “Aku telah berhasil menghancurkan keimanan Fir’aun hingga menjadi tokoh paling sombong dan mengaku Tuhan. Dia berhasil kusesatkan hingga mati bergelimang dosa dalam keadaan kafir, tenggelam di laut merah bersama-sama pengikutnya ketika memusuhi Musa.

Pelapor keenam, “Aku telah berhasil meluluhlantakkan keimanan Bal’am bin Ba’ura, orang shaleh yang terkenal alim yang doanya tak pernah ditolak Tuhan. Kubujuk dia melalui rengekan umatnya sehingga dia bersedia memberi nasehat busuk kepada umatnya untuk mengirim wanita agar melacur kepada prajurit-prajurit Nabi Musa yang dimusuhi umatnya. Akhirnya orang shaleh yang mempunyai kekuatan mengajar santri setiap hari sampai dua belas ribu itu, dilucuti karomahnya oleh Tuhan dan mati dalam keadaan su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek).

Pelapor ketujuh, “Aku telah berhasil menipu Barshisha. Orang shaleh yang telah beribadah puluhan tahun dan tak pernah berbuat maksiat dalam sekejap mata. Dia memiliki santri 60 (enam puluh) ribu orang yang bisa berjalan di atas awan. Hingga malaikat heran dengan ibadahnya. Dia kutipu dengan cara aku menjelma menjadi muridnya yang setia. Ketika dia bertanya kepadaku, “Mengapa aku kuat melakukan ibadah berhari-hari tanpa makan dan minumm bahkan tidak tidur? Maka kujawab, “Aku telah melakukan dosa besar. Jika kuingat dosaku itu maka aku tidak bisa makan, minum apalagi tidur. Karena dosaku itu, aku benar-benar merasakan manisnya beribadah.

Karena itu jika Tuan ingin merasakan manisnya ibadah, cobalah melakukan dosa besar sekali saja. Dia kuanjurkan minum khamar. Akhirnya atas rayuanku dia mulai mencoba minum khamar. Lama kelamaan mencandu, hingga jadilah dia pemabuk kemudian dia berzina dan membunuh. Ketika dia sedang sekarat di tiang gantungan sebagai hukuman atas kemaksiatannya itu, aku pun merayu untuk menyelamatkannya asal dia menyembahku, Dan dengan isyarat hatinya dia benar-benar menyembahku. Persis ketika tali gantungan menjerat lehernya dia benar-benar mati dalam keadaan su’ul khatimah karena musyrik menyembah aku, maka akupun tertawa terbahak-bahak atas kemenanganku.

Pelapor berikutnya, “Aku telah berhasil menipu ribuan manusia untuk melakukan dosa besar. Yaitu seorang anak membunuh ayahnya, ibunya, saudara kandungnya. Kemudian seorang bapak membunuh anaknya, seorang ibu membunuh anaknya yang dilahirkan. Seorang suami membunuh istrinya dam seorang istri membunuh suaminya. Ribuan manusia kutipu agar cemas hatinya menghadap gejolak kehidupannya dan telah berhasil kubujuk untuk bunuh diri. Kelompok bangsa dan negara telah pula berhasil kurayu untuk melakukan peperangan hingga berjuta-juta manusia mati akibat keserakahan mereka. Jutaan manusia telah nyata-nyata berhasil kusesatkan untuk menyekutukan Tuhan, menjadi kafir ataupun musryk. Mereka kusesatkan jalan hidupnya agar mereka tidak memilih agama Islam yang diridhai Allah. Agar mereka di akhirat nanti menjadi pengikut kita.

Dan kami tidak akan pernah berhenti sedetikpun untuk merayu manusia agar melakukan perjudian, perzinahan, pemerkosaan, pembunuhan dan segala bentuk kejahatan dan perbuatan dosa yang lain. Kulancarkan misi tipuan yang melenakan agar manusia mendirikan kelompok-kelompok yang melemahkan kemudian menghancurkan tauhid melalui gerakan pendangkalan pemahaman agama. Kugerakkan para penguasa pemerintahan di bumi, ahli politik, dan ilmuwan agar melaksanakan paham sekuler atau paham lain dalam mengatur pemerintahan di bumi sehingga mereka itu tidak melaksanakan atau bahkan anti hukum Islam.

Untuk mendukung gerakan tersebut telah banyak berdiri kelompok-kelompok yang membicarakan hal-hal yang tidak perlu, golongan orang-orang yang suka berkata berlebihan, berbicara hampa dan bathil. Perkumpulan yang suka berbantah dan bertengkar. Organisasi-organisasi yang suka melancarkan permusuhan, berkata keji, suka mencaci maki dan kotor lidah. Kelompok-kelompok yang senang mengutuk, senda-gurau, mentertawakan dan menghina, suka berjanji palsu, membuka rahasia, dusta, adu domba, fitnah, senang sanjungan, sombong, berlidah dua. Mendewakan kedudukan, pangkat, jabatan dan harta kekayaan dunia. Semua itu adalah hasil karya bujukanku yang telah dilakukan oleh manusia di bumi.

Selain itu kami telah mempunyai sahabat karib yang setia, yang sewaktu-waktu siap dikerahkan, yaitu : Penguasa yang zhalim;  Orang yang sombong; Orang kaya yang tidak memperdulikan darimana asal hartanya, juga untuk apa hartanya itu dibelanjakan; Ulama yang membenarkan kezhaliman pemerintah; Pedagang yang curang; Penimbun barang (kebutuhan masyarakat); Pezina; Pemakan riba; Orang bakhil lagi tidak memperdulikan dari mana asal hartanya, dan Orang yang melanggengkan minum khamar (arak); Pemakan harta anak yatim; Orang yang malas mendirikan shalat; Orang yang menahan zakat dan Orang yang selalu bercita-cita tentang keduniaan.”

Selain itu kami telah menyediakan fasilitas yang menjadi kecintaan kami dalam misi menghancurkan keimanan manusi, yaitu dibuatkan rumah oleh Tuhan berupa kamar mandi; Dibuatkan tempat duduk di pasar-pasar dan di jalan-jalan; Diberi makanan segala makanan yang dimakan manusia dengan tidak menyebutkan nama Allah; Diberi minuman segala minuman yang memabukkan; Diberi muadzin berupa suling-suling; Diberi kitab berupa syair-syair dan tatto; diberi hadits berupa dusta dan diberi pancing berupa wanita”.

Sedangkan musuh kami yang paling utama yaitu : ”Engkau Muhammad, karena aku sangat benci kepadamu; Orang Alim yang mengamalkan ilmunya; Orang yang hafal Al Qur’an serta mengamalkan isinya; Mu’adzdzin yang mengumandangkan adzat shalat lima waktu dengan niat ikhlas karena Allah SWT; Orang yang mencintai fakir miskin dan anak yatim; Orang yang berhati kasih sayang; Orang yang menerima penuh kebenaran; Pemuda atau pemudi yang giat beribadah; Orang yang hanya memakan barang halal; Dua orang yang saling mencintai karena Allah SWT; Orang yang selalu shalat berjamaah; Orang yang mau shalat Tahajud saat kebanyakan orang terlelap tidur; Orang yang mampu memelihara dirinya dari perbuatan dan ucapan haram; Orang yang mau menasehati saudaranya sementara di hatinya tidak ada tendensi apapun; Orang yang selalu menjaga wudhu’nya; Orang yang dermawan; Orang yang berakhlak mulia; Orang yang meyakini bahwa rezeki itu sudah dijamin  Allah SWT; Orang yang mau menyantuni janda miskin; dan Orang yang menyiapkan bekal untuk menyambut kematiannya”.
Laporan terakhir adalah pidato iblis di hari kiamat. Dengan berpakaian api, diikat rantai api, dan berdiri di atas mimbar api. Iblis berpidato dengan berapi-api di dengar para penghuni neraka. “Wahai manusia! Orang-orang kafir, musyrik dan munafik yang dimurkai Allah. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang pasti, bahwa kamu akan mati. Kemudian dihimpun di Padang Mahsyar. Dihisab dan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatanmu selama di dunia. Lalu terbagi menjadi dua golongan. Satu golongan dimasukkan ke Syurga, sedangkan golongan yang lain dimasukkan ke neraka. Sesungguhnya kamu dulu mengira bahwa kamu akan hidup  kekal di dunia. Dan tidak meninggalkan dunia untuk menuju akhirat.

Sesungguhnya aku tidak kuasa kepadamu waktu di dunia dahulu. Aku hanya berbisik dan membuat was-was di hatimu. Tetapi kamu telah mengikuti dan menerima saran-saranku. Maka dari itu, pada hari ini kamu jangan mencela aku. Akan tetapi celalah dirimu sendiri. Mengapa kamu tidak beribadah kepada Allah Maha Pencipta segala sesuatu? Aku tidak bisa menyelamatkam kamu. Demikian pula kamu tidak bisa menyalamatkan diriku dari adzab Tuhan. Pada hari ini aku membebaskan diri dari segala apa yang pernah aku bisikkan kepadamu. Karena aku telah terusir dan tertolak dihadapan Allah Tuhan seru semesta alam (pelajari kembali Al-Qur’an surat Ibrahim (14) ayat 22).

dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.
(surat Ibrahim (14) ayat 22)

Dengan diiringi umpatan dan kutukan dari para penghuni neraka, iblis mengakhiri pidatonya. Malaikat Zabaniyah kemudian menumbak iblis tersebut dengan tombak api yang menumbangkannya dari atas mimbar api. Sehingga iblis jatuh tersungkur ke dalam neraka yang paling bawah bersama-sama para pengikutnya, orang-orang kafir, musyrik dan munafik. Malaikat Zabaniyah kemudian berkata: “Disinilah tempat kalian yang abadi. Di tempat ini kalian tidak akan mati dan tidak pula sempat beristirahat dari merasakan adzab yang sangat pedih”.

“Inilah Jahannam (neraka) yang dahulu kamu diancam dengannya. Masuklah ke dalamnya pada hari ini, disebabkan kamu dahulu mengingkarinya.
(surat Yaa Siin (36) ayat 63-64)

“Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan, mereka dikembalikan ke dalamnya serta dikatakan kepada mereka “Rasakanlah adzab yang membakar ini”.
(surat Al Hajj (22) ayat 22)

Sedangkan kepada orang-orang yang shaleh yang tunduk dan patuh kepada-Nya, lalu Allah berfirman:

“Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam  syurga-Ku”
(surat Al Fajr (89) ayat 27-28-29-30)

“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada baginya kekuasaan atas orang-orang yang beriman  dan bertawakkal kepada Tuhan mereka”,
(surat An Nahl (16) ayat 99)

Sebagai peringatan kepada orang-orang yang beriman agar tidak terbujuk oleh rayuan dari sindikat iblis/syaitan yang licin dan menghanyutkan itu. Sekarang sudahkah diri kita menjadi orang yang beriman dan bertawakkal kepada Allah SWT sehingga kita bisa mengalahkan syaitan? Semoga diri kita mampu menjadi musuh-musuh syaitan, ingat menjadi musuh-musuh syaitan bukan menjadi teman-teman syaitan. 

Sekarang kesemuanya tergantung kepada diri kita, apakah mau menerima hal itu semua ataukah  tidak mau mematuhi atas apa-apa yang diperintahkan Allah SWT? Jika pilihan yang kita ambil adalah tidak mau mematuhi apa-apa yang dikehendaki oleh  Allah SWT yang pasti Allah SWT tidak akan pernah merasa rugi dengan apa yang kita pilih. Namun demikian, jika sampai pilihan itu yang akan kita ambil, tolong perhatikan, tolong pertimbangkan dengan masak-masak sebelum Nasi menjadi Bubur, yaitu apa yang dinamakan dengan Ancaman Allah SWT. Timbul pertanyaan, seperti apakah Ancaman Allah SWT itu?

Berikut ini akan kami kemukakan beberapa bentuk Ancaman Allah SWT yang siap digelontorkan oleh Allah SWT kepada setiap manusia yang di dalam dirinya terdapat dampak sistemik dari pengaruh Ahwa dan Syaitan serta ketidakseriusan manusia melaksanakan perintah Allah SWT, yaitu:

1.   Allah SWT akan menutup pintu hati manusia sehingga ia tidak memiliki apa yang dinamakan dengan perasaaan dan/atau hal ini dapat di artikan bahwa Allah SWT telah memutuskan hubungan dengan diri kita akibat dari kita sendiri memilih jalan keburukan.

dan mereka berkata: "Hati Kami tertutup". tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; Maka sedikit sekali mereka yang beriman.
(surat Al Baqarah (2) ayat 88)

Jika kondisi ini yang telah kita ambil maka jangan pernah berharap kita akan memperolah manfaat yang terdapat di jalan kebenaran dan juga jangan pernah berharap untuk menjadi penghuni Syurga. Hal yang pasti adalah kita akan selalu berada di dalam kehendak Ahawa dan Syaitan.

2.  Allah SWT akan memberikan azab atau hukuman pada saat kita hidup di dunia dan/atau selama hayat masih di kandung badan, berupa ketidaktenangan hidup, berupa resah dan gelisah, berupa ketakutan, berupa kesusahan usaha, berupa susahnya memperoleh pertolongan manusia, selalu dihantui dengan rasa gamang atau berupa ketakutan yang selalu menghantui diri kita, pikiran menjadi tertutup, susah menerima masukan dari orang lain, termasuk di dalamnya diperbudak oleh harta, diberikannya anak yang tidak berbakti kepada orang tua serta kepahitan hidup menjadi makanan sehari-hari.

dan Demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.
(surat Al An'am (6) ayat 129)

3.   Allah SWT akan mengazab, akan memberikan penghargaan kepada manusia-manusia yang berjalan di jalan keburukan dengan azab yang pedih, serta akan dimasukkan ke dalam Neraka Jahannam untuk menjalani hidup bersama dengan Syaitan di kampung kebinasaan dan kesengsaraan.

dan berkata orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian: "Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikitpun atas Kami, Maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kamu lakukan".
(surat Al A'raaf (7) ayat 39)

Itulah 3(tiga) buah ancaman yang siap diberikan kepada diri kita jika kita keluar dari kehendak Allah SWT. Ingat, ancaman yang Allah SWT ancamkan kepada diri kita pasti berlaku di kehidupan dunia ini dan akan dibuktikan dengan nyata pada waktunya di akhirat kelak. Untuk itu jangan pernah menganggap apa apa yang telah dikemukakan oleh Allah SWT terutama ancaman tidak akan dilaksanakan Nya, semuanya pasti terjadi dan semuanya nyata tanpa ada yang ditutup tutupi. Jangan sampai kita menyesal dikemudian hari.

Demikian yang dapat kami sampaikan melalui buku “Ikhsan: Inilah Cerminan Diri Kita” Semoga dengan adanya buku yang singkat ini mampu menjadikan sebagai makhluk yang terhormat, yang dapat pulang kampung ke tempat yang terhormat, dengan cara yang terhormat, untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat menghormati. Amien.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar