Setiap manusia telah
diberikan Allah SWT apa yang disebut dengan nurani untuk berterimakasih dan
keinginan untuk selalu membalas budi baik. Sehingga berbuat kebaikan merupakan
tuntutan kehidupan dan juga kebutuhan dalam hidup, sebab tidak ada manusia yang
bisa hidup sendiri di muka bumi ini. Berbuat kebaikan dalam kerangka ibadah
Ikhsan terhadap siapa pun bakal menjadi stimulus terjadinya balasan dari
kebaikan yang yang kita lakukan. Melakukan kebaikan dalam kerangka ibadah
Ikhsan bukan perkara yang mudah, apalagi pada zaman sekarang ini. Kita harus
bisa melakukannya tanpa dipaksa, tanpa disuruh, tanpa ada riya, harus dengan
kesadaran sendiri, yang ada hanyalah ikhlas berbuat karena Allah SWT semata
yang dilandasi keimanan.
Agar diri kita mampu
menempatkan, mampu meletakkan, mampu memperoleh, mampu merasakan apa-apa yang
terdapat di balik perintah melaksanakan kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan,
maka kita harus tahu, kita harus mengerti, kita harus pula memiliki ilmu dari
apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Sehingga apa-apa yang
dikehendaki oleh Allah SWT selaku pemberi perintah dapat kita peroleh, dapat
kita rasakan, dapat kita ajarkan kepada anak dan keturunan, serta dapat
menghantarkan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT yaitu pulang kampung
ke Syurga untuk bertemu Allah SWT.Hal lain yang harus kita perhatikan adalah
segala bentuk manfaat yang terdapat di balik perintah Allah SWT kepada diri
kita, bukan hanya untuk kepentingan akhirat semata. Akan tetapi juga untuk
mensukseskan diri kita saat hidup di muka bumi.
Selanjutnya agar perintah
melaksanakan ibadah Ikhsan dapat memberikan dampak yang positif baik bagi
kepentingan hidup kita di dunia dan juga di akhirat kelak, berikut ini akan
kami kemukakan hikmah dari ibadah Ikhsan.
A.
SELALU BERADA DI DALAM FITRAH ALLAH SWT
Hikmah
Ikhsan yang juga paling hakiki adalah untuk
menyelamatkan Ruh/Ruhani yang tidak lain adalah jati diri manusia yang
sesungguhnya dari pengaruh buruk Ahwa dan juga Syaitan yang dapat menjadikan
kualitas Ruh/Ruhani menjadi tidak fitrah lagi (menjadikan jiwa kita menjadi jiwa fujur). Ingat,
Ruh/Ruhani asalnya fitrah dan harus kembali dalam kondisi yang fitrah (jiwa
muthmainnah) agar bisa bertemu Allah SWT di tempat yang fitrah (maksudnya
Syurga). Disinilah letak yang paling hakiki dari perintah melaksanakan Diinul
Islam secara kaffah atau melaksanakan ibadah Ikhsan yaitu Allah SWT berkehendak
agar Ruh/Ruhani yang berasal Allah SWT tetap fitrah saat melaksanakan tugas
sebagai Khalifah di muka bumi dan kembalinya pun harus tetap dalam kondisi fitrah.
Jika sampai kondisi Ruh/Ruhani tidak fitrah lagi maka akan difitrahkan oleh
Allah SWT melalui proses pensucian dengan dibakar di Neraka Jahannam.
Sebagai khalifah yang
berkehendak untuk menyelamatkan Ruh/Ruhani maka kita harus merubah pola
berfikir terhadap ibadah yang akan kita laksankan yaitu beribadah untuk
memperoleh pahala dan melaksanakan kewajiban harus dirubah menjadi beribadah
adalah kebutuhan hakiki bagi diri kita (dalam hal ini untuk kebutuhan
Ruh/Ruhani). Setiap ibadah yang kita laksanakan adalah sarana atau alat bantu
untuk memberi makanan bagi pertumbuhan keimanan yang sangat dibutuhkan oleh
Ruh/Ruhani. Ibadah juga berfungsi untuk memantapkan keimanan dalam jiwa serta
untuk memperharui sumber sumber kekuatan untuk memperoleh pertolongan, bantuan,
perlindungan Allah SWT yang kesemuanya sangat kita butuhkan.
Ruh/Ruhani
dengan keimanan tidak bisa dipisahkan dikarenakan makanan/vitamin/yang
dibutuhkan oleh Ruh/Ruhani adalah keimanan yang di dapat dari pelaksanaan
ibadah. Adanya keimanan yang berkualitas akan menjadikan Ruh/Ruhani kuat.
Keimanan juga akan menjadi benteng (pelindung) bagi Ruh/Ruhani dari gangguan ahwa dan juga
syaitan serta menjadikan diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah
SWT.Untuk itu jangan pernah menyianyiakan kesempatan menunaikan ibadah yang telah
diperintahkan Allah SWT untuk kepentingan penyelamatan Ruh/Ruhani diri kita
sendiri.
Hal yang
harus kita jadikan pedoman adalah selamatnya Ruh/Ruhani dari pengaruh ahwa dan
juga syaitan belum berarti tugas kita selesai. Akan tetapi harus ditingkatkan
dengan menjadikan Ruh/Ruhani menjadi penampilan Allah SWT di muka bumi dengan
berperilaku Asmaul Husna. Dengan adanya perilaku Asmaul Husna maka
terlaksanalah apa yang dinamakan dengan kebaikan yang mencerminkan inilah
perilaku diri kita. Semakin banyak dan berkualitas perilaku diri kita maka semakin
baik diri kita dan kesempatan untuk memperoleh Syurga yang terbaik terbuka
untuk diri kita. Amien.
Agar diri kita selalu berada di dalam kefitrahan
dari waktu ke waktu maka kita harus selalu berada di dalam kefitrahan yang
sesuai dengan konsep surat Ar Ruum (30) ayat 30 yang kami kemukakan di bawah
ini, yaitu selalu berada di dalam Diinul Islam. Apa maksudnya? Diinul Islam
adalah sebuah konsep Ilahiah yang diciptakan dari Fitrah Allah SWT oleh Allah
SWT untuk kepentingan rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi. Agar
kekhalifahan yang ada di muka ini selalu di dalam konsep kefitrahan maka Allah
SWT memerintahkan kepada seluruh khalifahnya untuk menghadapkan wajahnya kepada
Diinul Islam dengan lurus, mantap, tidak goyah selama hayat masih di kandung
badan.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui [1168],
(surat Ar Ruum (30) ayat 30)
[1168] Fitrah Allah:
Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama
Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu
tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh
lingkungan.
Agar konsep kefitrahan yang dikehendaki Allah SWT
terlaksana dengan baik dan benar maka kita harus mengetahui terlebih dahulu hal
hal sebagai berikut yang terdapat di dalam surat Ar Ruum (30 ayat 30 di bawah
ini : (1) Adanya istilah Nass yang maksudnya adalah manusia dalam arti kata
Ruh/Ruhani; (2) Adanya istilah Diin (Diinul Islam) yang berasal dari fitrah
Allah SWT; (3) Adanya istilah fitrah Allah SWT yang tidak lain adalah Allah SWT
itu sendiri Dzat Yang Maha Fitrah. Lalu Allah SWT selaku pemilik dari
kefitrahan memerintahkan kepada Nass (manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani) yang
juga diciptakan dari fitrah Allah SWT untuk selalu dihadapkan kepada Diin
(Diinul Islam) yang juga berasal dari fitrah Allah SWT sehingga dengan adanya
kondisi ini maka terjadilah apa yang
dinamakan dengan konsep segitiga yang tidak terpisahkan antara Nass
(manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani) dengan Fitrah Allah SWT melalui Diinul
Islam yang juga berasal dari Fitrah Allah SWT.
Inilah konsep dasar yang harus kita pahami dengan baik
dan benar bahwa diri kita yang sesungguhnya adalah Nass (dalam hal ini adalah Ruh/Ruhani)
sehingga jangan pernah dipisahkan dengan asal usulnya dalam hal ini Fitrah
Allah SWT melalui Diinul Islam yang juga berasal dari Fitrah Allah SWT. Jika sampai Nass (Ruh/Ruhani
diri kita) dipisahkan dengan Diinul Islam dan juga dengan Fitrah Allah SWT maka
terjadilah proses hilangnya kefitrahan dalam diri sehingga konsep datang fitrah
kembali fitrah tidak akan pernah terjadi. Padahal syarat untuk bertemu dengan
Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah adalah Ruh/Ruhani datang
fitrah kembalinyapun harus fitrah pula dan jika sampai tidak fitrah akan
difitrahkan oleh Allah SWT melalui jalur Neraka Jahannam.
Diinul Islam wajib kita letakkan dan tempatkan
sebagai konsep ilahiah yang berasal dari Fitrah Allah SWT untuk kepentingan yang
hakiki bagi diri kita yang sesungguhnya, yaitu Ruh/Ruhani. Sekarang apa jadinya
jika kita keluar dari konsep kefitrahan ini? Hal yang pertama terjadi adalah
Allah SWT tidak akan pernah dirugikan sedikitpun atau berkurang kemahaanNya
dengan ulah diri kita. Hal kedua yang pasti terjadi adalah pengaruh Ahwa dan Syaitan
dapat dipastikan akan merajalela dalam diri kita sehingga kefitrahan Ruh/Ruhani
tidak akan terjadi atau bahkan Ruh/Ruhani menjadi kotor akibat perbuatan dosa
dan maksiat yang kita lakukan. Hal yang ketiga adalah posisi Allah SWT
tergantikan oleh Ahwa dan juga Syaitan yang pada akhirnya nilai nilai keburukan
yang menjadi perbuatan diri kita (jiwa fujur).
Jika
sampai kita keluar dari fitrah Allah SWT maka hal yang terjadi selanjutnya
adalah perbuatan maksiat kita lakukan seperti tidak shalat lima waktu, tidak
berpuasa, tidak mau berzakat dan lain sebagainya yang kesemuanya tidak
bertentangan dengan hukum positif negara. Adanya perbuatan maksiat yang kita
lakukan melahirkan apa yang dinamakan dosa. Semakin banyak bermaksiat kepada
Allah SWT semakin banyak dosa, semakin banyak dosa membuat fikiran kacau,
membuat kita tidak bisa berfikir rasional yang selanjutnya terjadi adalah kita
mulai melanggar hukum positif yang berlaku. Selanjutnya penjara menanti lalu
kita menjadi warga binaan yang dikurung dalam waktu tertentu. Hal yang harus
kita jadikan pedoman adalah hukuman penjara akibat melanggar ketentuan hukum
positif tidak bisa menghapus perbuatan maksiat yang kita lakukan sepanjang kita
tidak pernah melakukan taubatan nasuha.
Untuk
itu jangan sampai diri kita keluar dari fitrah Allah SWT karena resiko yang
dihadapi atau kerugian yang akan kita dapatkan bukan hanya merugikan diri kita
sendiri, melainkan juga bisa juga merugikan keluarga dan anak keturunan kita
sendiri akibat ulah kita sendiri. Bayangkan kita yang melakukan perbutan atau kesalahan, orang
lain (maksudnya keluarga, anak dan keturunan kita) ikut menanggung akibatnya.
Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita, pada keluarga kita dan juga pada
anak dan keturunan kita.
Hal
lainnya yang juga harus kita perhatikan adalah kita adalah bagian dari mata
rantai kekhalifahan yang ada di atas diri kita. Kita tidak tahu diposisi
manakah diri kita di mata rantai itu. Dan jika sekarang kita telah berkeluarga
berarti kita juga telah membuat mata rantai kekhalifahan yang ada di bawah diri
kita sampai dengan hari kiamat tiba. Sampai berapa banyak mata rantainya, yang
jelas kita tidak pernah tahu. Hal yang harus kita perhatikan saat ini adalah
jangan sampai antara diri kita dengan mata rantai kekhalifahan yang ada di
bawah diri kita berbeda haluan yaitu ada yang keluar dari fitrah Allah SWT
dengan berbeda agama. Jika sampai ini terjadi maka putuslah mata rantai antara
diri kita dengan anak dan keturunan kita sehingga putus pula kesempatan untuk
saling mendoakan diantara anggota keluarga. Doa tidak akan dikabulkan oleh
Allah SWT karena adanya perbedaan agama diantara anggota keluarga atau diantara
mata rantai keluarga. Padahal kekuatan doa sangatlah luar biasa karena bisa
merubah atau bahkan meniadakan dosa atau keburukan dari orang yang kita doakan.
Agar
diri kita dan juga anak dan keturunan kita selalu dalam kefitrahan yang sama, tidak
ada jalan selain kita sendiri yang mempersiapkannya yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT. Anak dan keturunan yang shaleh dan shalehah bukanlah datang tiba
tiba dari langit. Anak keturunan yang shaleh dan shalehah ada karena kita
sendiri yang menciptakan atau yang menjadikannya ada. Untuk itu sebagai orang
tua kita harus menghindarkan anak dan keturunan kita dari pengaruh penghasilan
atau makanan dan minuman yang dibiayai dari penghasilan haram. Dahulukan
pendidikan ruh atau akhlak atau budi pekerti dibandingkan pendidikan yang
lainnya. Jangan pernah berdoa hanya untuk anak dan cucu saja, melainkan untuk
anak dan keturunanku sehingga doa ini berlaku terus dan terus kepada anak
keturunan kita.
Saat ini
ketentuan fitrah masih tetap berlaku dan akan terus berlaku sampai dengan hari
kiamat tiba. Allah SWT masih tetap memberlakukan atau Allah SWT masih tetap
melaksanakan atau Allah SWT masih tetap konsisten terhadap ketentuan Fitrah
terhadap diri kita, yang dimulai dari pernyataan di dalam rahim sampai dengan
hari kiamat kelak. Yang menjadi persoalan saat ini adalah sudah sejauh mana
diri kita konsisten dengan konsep kefitrahan yang telah diberlakukan oleh Allah
SWT? Panjang atau pendeknya kefitrahan diri, termasuk di dalamnya kefitrahan anak
dan keturunan kita, bukanlah Allah SWT
yang menentukan, akan tetapi diri kita sendirilah yang memutuskan. Hal ini
dikarenakan Allah SWT tidak butuh dengan kefitrahan diri kita, tetapi kitalah
yang sangat membutuhkan kefitrahan saat hidup di dunia sampai dengan hari
berhisab kelak.
Agar diri
kita selalu berada di dalam kefitrahan, berikut ini akan kami kemukakan tujuh
buah indicator kefitrahan diri yang kiranya dapat kita jadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu:
a. Berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat
125 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh
Allah SWT maka hidupnya selalu dalam kebaikan, tidak hanya untuk kepentingan
diri sendiri tetapi untuk masyarakat, bangsa dan negara.
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada
orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim
menjadi kesayanganNya.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 125)
Orang
yang telah menjadikan jiwanya fitrah, akan selalu menjadi pemimpin yang berguna
bagi masyarakat luas, menjadi tokoh yang terpandang di masyarakat karena mampu
berbuat kebaikan yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.
Masyarakat merasa terbantu karena hasil karya kita, masyarakat merasa aman dan
nyaman karena keberadaan diri kita.
Hal
yang tidak akan mungkin terjadi jika kita telah kembali fitrah yang jiwanya
adalah jiwa Muthmainnah adalah menjadikan dirinya sebagai pelaku kejahatan,
menjadikan dirinya sebagai biang
keributan, menjadikan dirinya sebagai biang keonaran, menjadikan dirinya
sebagai otak di balik kejahatan, atau masyarakat menjadi teraniaya oleh sebab
perbuatannya dan juga oleh sebab
omongannya.
Kami telah
menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan,
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu
menyembah,
(surat Al Anbiyaa' (21) ayat 73)
Sesungguhnya
penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
dan
Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi
penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti
menang.
(surat Al Maa-idah (5) ayat 55-56)
[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang
yang beriman sebagai penolongnya.
Jika kita telah kembali fitrah yang memiliki jiwa
Muthmainnah dapat dipastikan kita selalu memiliki keinginan untuk menolong
sesama manusia, selalu ingin berbagi kepada sesama, tidak pelit di dalam
berbagi ilmu maupun kesenangan, selalu ingin berbuat kebaikan lebih baik dan
lebih baik lagi dari waktu ke waktu.
b. Berdasarkan surat Yunus (10) ayat 105
di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah
SWT maka ia tidak akan mau lagi berbuat syirik lagi musyrik di dalam hidup dan kehidupannya.
Dan (aku
telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan
ikhlas dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang musyrik.
(surat
Yunus (10) ayat 105)
Jika kita
telah kembali fitrah maka pernyataan untuk tidak menyekutukan Allah SWT dengan
sesuatu harus kita laksanakan dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun kita
tidak boleh sekalipun menyekutukan Allah SWT, terkecuali jika kita ingin
merasakan pulang kampung bersama Syaitan ke Neraka Jahannam.
c. Berdasarkan surat Al Anfaal (8) ayat
72 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh
Allah SWT maka ia akan selalu tolong menolong, ringan tangan untuk menolong,
ikhlas dalam berbuat, selalu menyayangi sesama. Sekarang sudahkah kita menjadi
pelopor di dalam kebaikan di tengah masyarakat?
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan
orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang
muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi[624]. dan (terhadap) orang-orang
yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun
atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka
meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib
memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara
kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Anfaal (8) ayat 72)
[624] Yang
dimaksud lindung melindungi Ialah: di antara muhajirin dan anshar terjalin
persaudaraan yang Amat teguh, untuk membentuk masyarakat yang baik. demikian
keteguhan dan keakraban persaudaraan mereka itu, sehingga pada pemulaan Islam
mereka waris-mewarisi seakan-akan mereka bersaudara kandung.
d. Berdasarkan surat Az Zumar (39) ayat 3
di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah
SWT maka ia akan selalu dekat dengan Allah SWT sehingga ia akan selalu
menomorsatukan Allah SWT disetiap langkah dan perbuatannya.
Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat-
dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa
yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang
yang pendusta dan sangat ingkar.
(Az Zumar
(39) ayat 3)
Katakan
Allah SWT memiliki Af’al (perbuatan) Al Rachman Al Rahiem kemudian apakah kita
yang sudah menjadi orang yang dekat kepada Allah SWT justru berbuat yang
berseberangan dengan perbuatan Allah SWT yaitu Ar Rachman Al Rahiem? Jika
sampai kita melakukan perbuatan menganiaya sesama manusia, saling menganiaya, berarti
kita belum kembali fitrah.
e. Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat
29 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh
Allah SWT maka ia akan selalu berbuat adil, lurus, selalu mendirikan shalat
(melaksanakan diinul islam secara kaffah) serta berbuat kebaikan ikhlas karena
Allah SWT semata.
Katakanlah:
"Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah):
"Luruskanlah muka (diri)mu[533] di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah
dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu
pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".
(surat Al
A’raaf (7) ayat 29)
[533] Maksudnya: tumpahkanlah perhatianmu kepada
sembahyang itu dan pusatkanlah perhatianmu semata-mata kepada Allah.
Untuk itu
segeralah memperbaiki diri atau segeralah introspeksi diri dengan selalu
melihat ke dalam karena hanya dengan melihat ke dalam dirilah langkah menuju
perubahan kepada yang lebih baik terbuka luas. Segeralah berubah ke arah yang
lebih baik yang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau kita akan dirubah oleh
syaitan ke arah keburukan.
f. Berdasarkan surat At Taubah (9) ayat
122 di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh
Allah SWT maka ia akan selalu belajar, selalu menuntut ilmu, untuk kepentingan
kaum atau masyarakat banyak.
Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.
(surat At
Taubah (9) ayat 122.
Setelah diri kita giat
belajar lalu memiliki ilmu ketahuilah ilmu yang kita miliki belum dikatakan
menjadi ilmu yang bermanfaat jika hanya kita yang memilikinya. Ilmu yang kita
miliki baru bisa dikatakan bermanfaat jika ilmu yang kita miliki itu kita
ajarkan kepada orang lain. Semakin banyak kita ajarkan akan semakin banyak
manfaat yang dirasakan oleh orang banyak.
g. Berdasarkan surat Al Maa’uun (107)
ayat 1-2-3, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah
SWT maka ia akan selalu menjadi penolong bagi yatim, faqir, dan miskin tanpa
harus menunggu untuk diminta.
Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah
orang yang menghardik anak yatim,
Dan tidak
menganjurkan memberi Makan orang miskin.
(surat Al
Maa’uun (107) ayat 1-2-3)
Itulah
7(tujuh) indikator dari kembali fitrah yang harus kita jadikan acuan saat hidup
di muka bumi ini. Jika kondisi kita berlawanan dengan indikator tersebut
berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita, terutama kefitrahan diri yang
sudah tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah SWT.
B.
MAMPU MELAKSANAKAN DIINUL ISLAM SECARA KAFFAH
Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 19 yang kami
kemukakan di bawah ini, Diinul Islam adalah satu satunya konsep Ilahiah yang
berlaku sampai dengan hari kiamat. Hal ini dikarenakan Diinul Islam merupakan satu
satunya konsep keagamaan yang diridhai oleh Allah SWT. Diinul Islam sebagai konsep Ilahiah terdiri
dari 3(tiga) ketentuan pokok yaitu ketentuan tentang Rukun Iman, ketentuan
tentang Rukun Islam dan ketentuan tentang Ikhsan. Dimana ketiganya tidak dapat
dipisahkan oleh sebab apapun juga. Ketentuan di atas sesuai dengan apa
yang dikemukakan Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 208 di bawah ini,
kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Rukun Iman saja dengan mengabaikan
ketentuan Rukun Islam dan Ikhsan. Demikian pula sebaliknya kita tidak bisa
hanya melaksanakan ketentuan Rukun Islam saja dengan mengabaikan ketentuan
Rukun Iman dan Ikhsan, atau kita tidak bisa melaksanakan ketentuan Ikhsan saja
dengan mengabaikan ketentuan Rukun Iman dan Rukun Islam. Iman, Islam, Ikhsan
adalah tiga kata yang maknanya saling berkaitan dalam satu kesatuan.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189]
kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada)
di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
(surat Ali Imran (3) ayat 19)
[189]
Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
(surat Al Baqarah (2) ayat 208)
Begitulah jika dilihat
dari segi aspek lahirnya, maka agama yang diajarkan oleh Malaikat Jibril
adalah Islam. Agama juga
disebut iman jika yang diamati adalah aspek bathinnya. Kemudian agama baru disebut ikhsan jika
aspek bathin (iman)
dan lahirnya (amal saleh) telah dipenuhi secara utuh dan sempurna. Sehingga ketiganya tidak
terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.Adanya kondisi dasar yang
seperti ini maka kita harus mampu melaksanakan Diinul Islam secara satu
kesatuan yang tidak terpisahkan (maksudnya adalah melaksanakan Diinul Islam
secara Kaffah) jika kita ingin selalu sesuai dengan kehendak Allah SWT, atau
sesuai dengan fitrah Allah SWT dari waktu ke waktu selama Ruh/Ruhani belum
berpisah dengan Jasmani.
Ibadah Ikhsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang
senantiasa menjadi target seluruh umat manusia. Ikhsan akan menjadi intisari
dari Diinul Islam sepanjang Islam mampu kita jadikan sebagai prinsip ketaatan
sedangkan Iman adalah pilar pilar ketauhidan lalu terjadilah apa yang dinamakan
dengan Ikhsan adalah kualitas dari Islam dan Iman. Ingat, Islam tanpa Ikhsan
artinya kering, Iman tanpa Ikhsan artinya gersang sedangkan Ikhsan tanpa Iman
dan Islam artinya kosong. Hal ini dikarenakan ibadah Ikhsan akan menjadikan
kita menjadi sosok yang mendapatkan kemuliaan dihadapan Allah SWT. Sebaliknya,
apabila diri kita tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan
yang sangat berharga yaitu menduduki posisi terhormat dihadapan Allah SWT.
Sekarang katakan kita
telah mampu melaksanakan ibadah Ikhsan, ini berarti ibadah Ikhsan yang kita
laksanakan saat ini tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan Rukun Iman dan Rukun
Islam dalam satu kesatuan. Hal ini dikarenakan jika kita melaksanakan Rukun
Iman tanpa melaksanakan ibadah Ikhsan artinya gersang. Demikian pula jika kita
hanya melaksanakan Rukun Islam tanpa melaksanakan ibadah Ikhsan artinya kering.
Sedangkan jika kita melaksanakan ibadah Ikhsan tanpa dilandasi dengan
melaksanakan Rukum Iman dan Rukun Islam artinya kosong. Jika sudah begini
kondisinya berarti melaksanakan ibadah Ikhsan berarti kita sudah mampu
melaksanakan Diinul Islam secara kaffah (secara satu kesatuan) dan ini pula
yang dikehendaki Allah SWT. Semoga kita mampu melaksanakan ibadah Ikhsan yang
menjadi cerminan diri kita saat hidup di muka bumi ini selama hayat masih di
kandung badan.
C.
ALLAH SWT TERSENYUM KEPADA DIRI KITA.
Pada
suatu saat Nabi Musa as berkomunikasi dengan Allah SWT. Nabi Musa
as.: "Wahai Allah aku sudah melaksanakan ibadah. Lalu manakah
ibadahku yang membuat engkau senang?". Allah SWT: “Syahadat mu itu untuk
dirimu sendiri, karena dengan engkau bersyahadat maka terbukalah pintu bagimu
untuk bertuhankan kepada Ku. Allah SWT: "Shalat mu bukan untuk Ku
tetapi untukmu sendiri, karena dengan kau mendirikan shalat, engkau terpelihara
dari perbuatan keji dan munkar. Dzikir? Dzikirmu itu membuat hatimu menjadi
tenang. Puasa ? Puasamu itu melatih dirimu untuk memerangi hawa nafsumu".
Zakat itu untuk membersihkan apa apa yang telah engkau miliki. Menunaikan Haji
untuk menjadikan kamu menjadi lebih dekat kepada Ku setelah berkunjung kerumah
Ku.
Nabi
Musa as: "lalu apa ibadahku yang membuatmu senang ya Allah?"
Allah SWT: "Sedekah, Infaq, Wakaf serta akhlaqul karimah-mu yang
menceriminkan Asmaul Husna. Itulah yang membuat aku senang, Karena tatkala
engkau membahagiakan orang yang sedang susah, kelaparan, aku hadir disampingnya.
Dan aku akan mengganti dengan ganjaran kepadamu”.
perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan
menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima),
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(surat Al Baqarah (2) ayat 261 dan 262)
[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja
untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan
ilmiah dan lain-lain.
Apabila kita hanya sibuk
dengan ibadah ritual semata dan bangga akan itu (maksudnya sibuk dengan ibadah
Habblum Minannallah) maka itu tandanya kamu hanya mencintai dirimu sendiri
(egois), bukan cinta kepada Allah SWT. Akan tetapi, bila kita berbuat dan
berkorban untuk orang lain serta melunakkan hati untuk kepentingan orang lain
maka itu tandanya kita mencintai Allah SWT dan tentu Allah SWT senang
karenanya. Buatlah Allah SWT senang maka Allah SWT akan limpahkan rahmat-Nya
dengan membuat hidupmu lapang dan bahagia. Jangan lupa jadikan kewajiban kepada
Allah SWT sebagai sebuah kebutuhan karena ini adalah kunci kesuksesan hidup di
dunia dan akhirat kelak.
Abu Hurairah ra,
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pada hari Kiamat, Allah SWT
berfirman: Wahai anak Adam, Aku sedang sakit, kenapa kamu tidak menjengukKu.
Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa menjengukMu, sedangkan
Engkau adalah Tuhan semesat alam? Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak menyadari
jika hambaKu, fulan, sedang sakit tapi kamu tidak mau menjenguknya? Apakah kamu
tidak mengetahuinya, seandainya kamu menjenguknya, kamu akan mendapatkanKu
sedang bersamanya? Allah berkata lagi, Wahai anak Adam, Aku meminta makanan
kepadamu, tapi mengapa kamu tidak mau memberi Ku makanan? Anak Adam menjawab,
Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa memberi Mu makanan, sedangkan Engkau adalah
Tuhan semesta alam? Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak menyadari, ketika ada
hamba Ku yang meminta makanan kepadamu, tapi kamu tidak mau memberinya makanan?
Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya makanan niscaya kamu
akan mendapatkan itu di sisi Ku? Allah
berkata lagi, “Wahai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak
memberi Ku minuman? Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa
memberi Mu minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berkata,
“Salah seorang hamba Ku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberinya
minum. Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya minum niscaya
kamu mendapatkan itu di sisi Ku.”
(Hadits Riwayat Muslim)
Sekarang
sudahkah kita mampu melaksanakan apa apa yang tertuang di dalam ketentuan
hadits riwayat Muslim yang kami kemukakan di atas ini? Jika sudah berarti kita
sedang berusaha untuk membuat Allah SWT tersenyum kepada diri kita dan jika
belum berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita.
Apakah
hanya kepada orang yang sakit, apakah hanya kepada orang kelaparan dan kehausan
saja kita berbuat kebaikan? Berbuat kebaikan tidak hanya pada apa yang
dikemukakan di hadits tersebut di atas, namun masih banyak lagi yang bisa kita
lakukan kepada orang banyak seperti memberi pengajaran dengan menjadi guru
tanpa bayaran, menjadi motivator bagi tumbuh kembangnya bisnis wirausaha,
menjadi dokter bagi keluarga tidak mampu, menjadi sukarelawan bencana alam dan
lain sebagainya.
Intinya
adalah sudahkah kita mengambil peran masing masing di dalam masyarakat sehingga
masyarakat terbantu atas peran yang kita ambil. Semakin banyak peran yang
diambil oleh setiap anggota masyarakat semakin banyak orang yang akan terbantu. Ayo buktikan diri kita
berguna dengan mengambil peran yang sesuai dengan kemampuan diri kita saat ini
juga. Jangan pernah menunda nunda berbuat kebaikan karena menunda nunda
pekerjaan baik berarti kita telah memberikan kesempatan kepada perampok
perampok waktu melaksanakan aksinya dihadapan di kita sendiri.
Selain
daripada itu, ada dua hal yang harus kita ketahui agar jangan sampai apa yang
telah kita laksanakan menggagalkan Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita
adalah : (1) sibuk mengerjakan perkara
perkara yang bersifat sunnah sehingga menyianyikan perkara perkara yang
bersifat wajib (kewajiban). Hal ini dikarenakan ibadah sunnah baru bisa
dikatakan sebagai ibadah sunnah apabila kita telah selesai melaksanakan ibadah
wajib serta ibadah sunnah tidak bisa mengalahkan atau menggantikan ibadah
wajib. Ibadah sunnah bisa dikatakan sebagai penyempurna dari pelaksanaan ibadah
wajib; (2) mengerjakan amaliah lahir tanpa disertai dengan amaliah bathin
(amaliah hati). Hal ini dikarenakan nikmatnya beribadah terletak dari merasakan
hakekat yang terdapat dibalik ibadah sepanjang tidak melanggar syariat.
dan kalau Sekiranya
Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan
di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun[1262] akan tetapi Allah
menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila
datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan)
hamba-hamba-Nya.
(surat Fathir (35) ayat
45)
[1262]
Daabbah artinya ialah makhluk yang melata. tetapi yang dimaksud di sini ialah
manusia.
Jika
kehadiran kita di muka bumi ini bisa membuat Allah SWT tersenyum bangga kepada
diri kita berarti kita sejalan dengan kehendak Allah SWT. Namun apabila
kehadiran diri kita di muka bumi membuat Allah SWT benci dan marah berarti ada
yang salah dalam diri kita. Namun demikian, berdasarkan ketentuan surat Fathir
(35) ayat 45 yang kami kemukakan di atas ini, Allah SWT masih memberikan
kesempatan bagi diri kita untuk melaksanakan taubat sehingga Allah SWT masih
memberikan kesempatan ke dua bagi diri kita agar sesuai dengan kehendak Allah
SWT, yaitu Allah SWT tersenyum bangga dengan diri kita. Untuk itu jangan pernah
memiliki konsep menunda sampai tua baru melakukan kebaikan karena kita tidak
tahu sampai kapan kita hidup di dunia ini?
Selama
masih diberikan kesempatan untuk berbuat kebaikan, ambil kesempatan itu lalu lakukan
kebaikan, atau ambil peran di masyarakat dan jangan pikirkan ukuran dari
kebaikan, lakukan kebaikan seperti mengalirnya air. Jika kita terlalu banyak
berfikir untuk berbuat kebaikan, kesempatan yang ada bisa terbang melayang
karena ulah kita sendiri yang terlalu banyak berfikir. Berbuat kebaikan memang
harus dipikirkan dengan matang tetapi jangan terlampau dipikirkan karena
kesempatan yang kita peroleh bisa diambil oleh orang lain. Akhirnya timbul
penyesalan kenapa hal itu tidak kita ambil.
Kesuksesan
bukanlah kunci dari kebahagiaan. Justru kebahagiaan adalah kunci dari
kesuksesan. Salah satu kunci kesuksesan adalah sikap konsisten terhadap
keyakinan. Jika konsep ini kita pegang teguh maka pada saat diri kita melakukan
kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan yang ada adalah berbuat dan berbuat
kebaikan. Soal adanya ocehan, adanya omongan, adanya komentar dari orang orang
yang iri dan dari orang orang yang tidak suka dengan apa yang kita lakukan
acuhkan mereka karena kita berbuat bukan karena mereka dan karena tidak
bertanggung jawab kepada mereka. Disinilah letaknya kita harus memiliki
referensi sendiri terhadap kebaikan atau perbuatan baik yang kita lakukan yaitu
ikhlas berbuat karena Allah SWT dalam kerangka mencari ridha Allah SWT yang
dilandasi dengan keimanan kepada Allah SWT.
D.
KONSEP KEADILAN DALAM MENGISI SYURGA
DAN NERAKA TERLAKSANA
Allah SWT sudah
mempersiapkan dua buah tempat kembali bagi manusia dan juga bagi jin yaitu
Syurga dan Neraka yang harus di isi dengan cara yang seadil adilnya. Agar
proses keadilan dapat terwujud sesuai dengan kondisi dan keadaan Allah SWT Dzat
Yang Maha Adil. Syurga diperuntukkan hanya untuk manusia yang bertaqwa
sedangkan Neraka untuk manusia yang kafir. Sedangkan jin tidak akan pernah
masuk Syurga kesemua masuk neraka. Untuk mengisi syurga dan juga neraka yang
sesuai dengan tingkatan tingkatan yang ada pada keduanya tidak bisa ditetapkan
begitu saja. Penentuan siapa yang berhak menempati Syurga dan siapa yang berhak
menempati neraka harus dilakukan seadil adilnya. Untuk itu Allah SWT akan
membuat pengadilan dan laporan pertanggungjawaban dari seluruh makhluk yang
telah diciptakanNya terutama jin dan manusia.
Berikut ini akan kami
kemukakan proses pengadilan dan juga proses laporan pertanggungjawaban yang
akan diminta oleh Allah SWT kepada setiap jin dan juga kepada setiap manusia
tanpa terkecuali.
dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang
Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani
berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,"
Padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. demikian pula orang-orang yang
tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan mereka itu. Maka Allah akan
mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka
berselisih padanya.
(surat Al Baqarah (2) ayat 113)
Pengadilan Allah SWT
adalah proses pengadilan yang paling agung, yang paling istimewa dan yang paling
luar biasa. Pengadilan Allah SWT adalah pengadilan yang paling cermat, yang
paling teliti dan paling adil. Pengadilan Allah SWT adalah pengadilan terakhir,
yang sesudahnya tidak akan ada lagi pengadilan, Di sini tidak ada lagi istilah
sindikat dan mafia pengadilan. Di sini tidak ada lagi penyuapan, pemalsuan atau
pengadilan dagelan. Apalagi putusan
karangan juru ketik atau vonis palsu, sebagaimana pernah terjadi dan dilakukan
oleh oknum pengadilan pemerintahan manusia di bumi, tidak akan pernah terjadi. Hal
ini dikarenakan hakimnya adalah Allah Yang Maha Agung, Maha Gagah, Maha Kuat,
Maha Perkasa, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Menyaksikan dan Segala Sifat
Kebesaran serta Kemuliaan yang sebagaimana termaktub dalam Asmaul Husna. Hal
ini Allah SWT sendiri yang menegaskan dalam firmannya :
(yaitu)
orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai
orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka
berkata: "Bukankah Kami (turut berperang) beserta kamu ?" dan jika
orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata:
"Bukankah Kami turut memenangkanmu[363], dan membela kamu dari orang-orang
mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat
dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan
orang-orang yang beriman.
(surat An Nisa (4) ayat 141)
[363] Yaitu dengan jalan membukakan rahasia-rahasia orang mukmin dan
menyampaikan hal ihwal mereka kepada orang-orang kafir atau kalau mereka
berperang di pihak orang mukmin mereka berperang dengan tidak sepenuh hati.
Jaksanya adalah Malaikat
Raqib dan Malaikat Atid. Malaikat yang bertugas
menjaga, mengawasi dan mencatat segala amal baik dan amal buruk manusia.
Catatannya cermat sekali, sehingga tidak ada kejadian yang tidak dicatatnya.
Tuntutannya pun sangat cermat, sebab tanda buktinya lengkap dan jelas. Lagi
pula tidak mengenal istilah suap-menyuap untuk memperingan tuntutan. Saksi-saksinya
adalah saksi-saksi yang tahu persis apa yang telah dilakukan oleh si tersangka,
si tertuduh, si terdakwa sebagai pelaku utama. Mereka adalah saksi-saksi asli.
Bukan saksi-saksi palsu. Mereka adalah saksi-saksi yang tidak mengenal sumpah
palsu. Saksi- saksi tersebut antara lain adalah :
Pertama adanya buku yang bernama “Buku Catatan Malaikat” yang dibuat dan dipelihara oleh Malaikat
Raqib dan Malaikat Atid.
dan
diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai
celaka Kami, kitab Apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak
(pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang
telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak Menganiaya seorang
juapun".
(Surat
Al Kahfi (18) ayat 49)
Kedua” Anggota badan si Terdakwa, si Tertuduh, si Tersangka “yaitu lidah, tangan, kaki, mata, telinga, kulit dan
seluruh anggota tubuhnya akan berbicara memberikan kesaksiannya masing masing.
pada
hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap
apa yang dahulu mereka kerjakan.
(surat
An Nuur (24) ayat 24)
sehingga
apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka
menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan.
dan
mereka berkata kepada kulit mereka: "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap
kami?" kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu
pandai berkata telah menjadikan Kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang
menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan".
kamu
sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan
dan kulitmu kepadamu[1332] bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui
kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.
(surat
Fushshilat (41) ayat 20,21,22)
[1332] Mereka itu
berbuat dosa dengan terang-terangan karena mereka menyangka bahwa Allah tidak
mengetahui perbuatan mereka dan mereka tidak mengetahui bahwa pendengaran,
penglihatan dan kulit mereka akan menjadi saksi di akhirat kelak atas perbuatan
mereka.
Ketiga, “Isi Bumi,” Pada hari itu bumi
menceritakan beritanya. Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan yang
demikian itu kepadanya dan bumipun melaksanakannya dengan baik.
pada
hari itu bumi menceritakan beritanya,
karena
Sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
(surat
Al Zalzalah (99) ayat 4 dan 5)
Rasulullah
saw menerangkan, “Sesungguhnya kabar-kabar itu ialah bahwa bumi akan memberikan
kesaksian terhadap setiap hamba laki-laki dan perempuan tentang apa yang pernah
dilakukan di permukaan bumi; bumi akan berkata, “orang ini telah mengerjakan
ini pada hari ini. “Rasulullah saw berkata lagi. “Itulah kabar-kabar yang akan
diterangkan oleh bumi.”
(Hadits
Riwayat Ahmad, Aththirmidzi).
Keempat, “Malaikat Pengiring dan Malaikat Penyaksi”.
Menurut ajaran agama Islam, malaikat yang akan menjadi saksi jumlahnya banyak
sekali. Sebab setiap kegiatan yang dilakukan terdakwa, tertuduh, tersangka ada
Malaikat-Malaikat tertentu yang mengawasi dan yang akan mendoakan.
dan
datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan Dia seorang Malaikat penggiring dan
seorang Malaikat penyaksi.
(surat
Qaf (50) ayat 21)
Kelima, “Kesadaran dan Penglihatan si terdakwa
sendiri” pada saat kejadian atau disetiap perbuatan yang dilakukannya saat
hidup di muka bumi.
pada
hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya,
(surat
An Naziat (79) ayat 35)
Sesungguhnya
Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada
hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang
kafir berkata:"Alangkah baiknya Sekiranya dahulu adalah tanah".
(surat
An Naba (78) ayat 40)
Keenam, “Nabi atau Rasul” juga akan di dijadikan
saksi terutama bagi umat dari Nabi atau Rasul yang bersangkutan.
dan
(ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi
(rasul), kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela
diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta ma'af.
(surat
An Nahl (16) ayat 84)
Ketujuh, “Allah”
sendiri juga menjadi saksi, karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Menyaksikan
segala gerak hati, niat, angan-angan, cita-cita, tutur kata dan tindak tanduk
seluruh makhluk ciptaan-Nya. Dalam Al-Qur’an hal itu disebutkan. Diantaranya
sebagai berikut:
Dialah
yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di
atas ´arsy[1453] Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang
keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya
[1454]. dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Hadiid (57) ayat 4)
[1453] Bersemayam di
atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan
kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1454] Yang dimaksud
dengan yang naik kepada-Nya antara lain amal-amal dan do´a-do´a hamba.
pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah
semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, Padahal mereka telah
melupakannya. dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu.
(surat Al Mujadillah (58) ayat 6)
(yaitu) ketika Allah Menampakkan mereka kepadamu
di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. dan Sekiranya Allah memperlihatkan mereka
kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi gentar dan tentu saja
kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah
menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati.
(surat Al Anfaal (8) ayat 43)
Sedangkan
yang menjadi tersangka, tertuduh, terdakwa adalah Manusia dan jin secara
pribadi pribadi atau secara perseorangan. Merekalah yang diciptakan Allah mentauhidkan
(mengesakan) Allah dan beribadah kepada-Nya. Kepada mereka pulalah yang diberi
hak dan diberi kebebasan untuk memilih “menjadi hamba yang beriman atau menjadi
hamba yang tidak beriman (kafir, munafik, fasik, musyrik). Allah telah
memberikan penegasan dalam Al-qur’an sebagai berikut :
“Dan katakanlah, “Kebenaran itu datangnya dari
Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. “Sesungguhnya Kami telah
sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.
Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air
seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.
(surat Al Kahfi (18) ayat 29)
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal
shaleh tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
mengerjakan amalan (nya) dengan baik.”
(surat Al Kahfi (18) ayat 30)
Mengenai penciptaan jin
dan manusia, yang telah diperintahkam oleh Allah SWT untu beribadat kepadaNya
antara lain Allah berfirman :
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia,
melainkan untuk beribadah kepada-Ku’.
(surat Adz Dzariyat ayat 56)
Lalu siapakah pembelanya
dalam pengadilan terakhir yang paling agung karena disaksikan oleh seluruh
manusia dan jin itu? Dalam pengadilan yang menelanjangi seluruh gerak hati,
niat, tutur kata, dan perilaku terdakwanya itu, memang ada pembelanya. Sebagai
pembela utama adalah Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu
hadits diriwayatkan oleh Abu Daud, di bawah ini yaitu :
Apabila telah datang hari Kiamat, maka saya adalah
imam para Nabi, juru bicara mereka dan pemegang syafaat di antara mereka, ini
bukanlah karena kesombongan.”
(Hadits Riwayat Abu Daud)
Perihal syafaat antara
lain dapat kami kemukakan dalam sebuah hadits yang kami kemukakan di bawah ini,
yaitu :
“Sesungguhnya bagi tiap-tiap Nabi itu ada sebuah
permohonan yang dapat digunakannya untuk memohonkan umatnya, maka telah
dikabulkan permohonan itu, tetapi aku menyimpannya untuk memberika syafaat
(pertolongan/pembelaan) nanti kepada umatku di hari kiamat.
(Hadits Riwayat Athturmudzi)
Adapun sebagai pembela
lain yang boleh juga disebut sebagai pembelaan kecil adalah pembelaan yang
diberikan kepada tiga golongan manusia, yaitu para Nabi, para Ulama dan para
Syuhada, seperti disebutkan dalam sebuah hadits berikut:
Yang dapat memberi syafaat pada kiamat ada tiga
golongan: para Nabi, kemudian para Ulama, kemudian para Syuhada”
(Hadits Riwayat Ibnu Majjah)
Dan sesudah pemeriksaan
terhadap terdakwa, yaitu manusia dan jin tadi, dilaksanakan dengan sangat
teliti, sangat cermat dan sangat adil, seperti dijelaskan dalam al-qur’an
berikut :
“Dan Kami akan memasang timbangan yang adil pada
hari Kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika
amalan itu hanya sebesar biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan
cukuplah Kemi membuat perhitungan.”
(Surat Al Anbiyaaa (21) ayat 47)
Dan setelah memperhatikan
tuntutan Raqib dan Atid, mendengarkan keterangan saksi-saksi, diberikan
pembelaan, ditimbang atau dihisab, tibalah saatnya ‘putusan hukum” yang paling
adil dijatuhkan. Terjadilah vonis pengadilan agung terakhir, yaitu dua macam putusan’
masuk syurga” atau “masuk neraka”. Kepada mereka yang masuk syurga, antara lain
Allah berfirman:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah
hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam
syurga-Ku.
(surat Al Fajr (89) ayat 27-28-29-30)
Kepada mereka yang masuk
neraka, lalu Allah SWT berfirman dengan tegas kepada mereka sebagai berikut :
“Inilah jahannam (neraka) yang dahulu kamu diancam
dengannya. Masuklah ke dalamnya hari ini, disebabkan kamu dahulu
mengingkarinya”.
(surat Yaa Siin (36) ayat 63 dan 64)
Mau tidak mau, suka atau
tidak suka, percaya atau tidak percaya, semua jin dan manusia akan mengalami
proses pengadilan tersebut. Kecuali kekasih-kekasih Allah yang dikehendaki-Nya
akan langsung masuk syurga. Diawali dengan peristiwa kematian atau kiamat.
Andaikan manusia tidak mau mati, dia akan dipaksa untuk mati, Tentu proses
persisnya hanya Allah yang Mengetahui. Sekarang, Apakah anda bisa menghindar
dari pengadilan Allah SWT ?
“Seorang laki-laki berkata: “Wahai Nabi Allah,
bilakah datangnya hari berhisab itu?” Nabi Menjawab: “Apa yang telah engkau
siapkan untuk itu?”
(Hadits Riwayat Buchari Muslim dari Anas ra)
Sebagai calon terdakwa di
pengadilan Allah SWT kelak, ketahuilah hadits di atas ini adalah pernyataan
resmi Nabi Muhammad SAW yang berlaku kepada diri kita yang pasti menjadi
terdakwa di pengadilan Allah SWT kelak. Sebagai Terdakwa sudahkah kita
mempersiapkan segala sesuatunya di dalam menghadapi pengadilan yang akan
menentukan kemana kita akan pulang kampung, apakah akan pulang kampung ke
kampung kebinasaan dan kesengsaraan ataukah pulang kampung ke kampung
kenikmatan dan kebahagiaan. Selain daripada itu, sebagai seorang Terdakwa, kita
juga harus tahu dan mengerti bahwa Syaitan yang telah ditetapkan menjadi musuh
abadi diri kita, juga akan menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Allah
SWT secara personal pula. Laporan-laporan syaitan tersebut antara lain
sebagaimana dilaporkan di bawah ini.
Pelapor pertama, “Aku
telah berhasil menipu Adam dan Hawa untuk makan buah larangan Tuhan ketika
mereka tinggal di syurga. Hingga akhirnya mereka diusir dari syurga dan
diturunkan ke dunia.
Pelapor kedua, “Aku telah
berhasil menjerumuskan Qabil anak Adam untuk membangkang pada aturan yang telah
ditetapkan. Dan atas bujukanku dia telah membunuh Habil saudara kandungnya
lantaran saudara perempuannya yang cantik dijodohkan dengan Habil.
Pelapor ketiga, “Aku telah
berhasil merayu Kan’an anak Nuh untuk membantah ajaran ayahnya. Hingga akhirnya
dia mati hanyut dalam banjir besar dalam keadaan kafir.
Pelapor keempat, Aku telah
berhasil menyesatkan ayah Ibrahim, ahli membuat patung untuk berhala yang
disembah-sembah sebagai Tuhan. Dia kugoyahkan hatinya hingga tak meyakini
ajaran agama yang diwahyukan Tuhan kepada Ibrahim anaknya. Aku juga berhasil
menyesatkan Raja Namruj memusuhi Ibrahim dan menyembah berhala.
Pelapor kelima, “Aku telah
berhasil menghancurkan keimanan Fir’aun hingga menjadi tokoh paling sombong dan
mengaku Tuhan. Dia berhasil kusesatkan hingga mati bergelimang dosa dalam
keadaan kafir, tenggelam di laut merah bersama-sama pengikutnya ketika memusuhi
Musa.
Pelapor keenam, “Aku telah
berhasil meluluhlantakkan keimanan Bal’am bin Ba’ura, orang shaleh yang
terkenal alim yang doanya tak pernah ditolak Tuhan. Kubujuk dia melalui
rengekan umatnya sehingga dia bersedia memberi nasehat busuk kepada umatnya
untuk mengirim wanita agar melacur kepada prajurit-prajurit Nabi Musa yang
dimusuhi umatnya. Akhirnya orang shaleh yang mempunyai kekuatan mengajar santri
setiap hari sampai dua belas ribu itu, dilucuti karomahnya oleh Tuhan dan mati
dalam keadaan su’ul khatimah (akhir hidup yang jelek).
Pelapor ketujuh, “Aku
telah berhasil menipu Barshisha. Orang shaleh yang telah beribadah puluhan
tahun dan tak pernah berbuat maksiat dalam sekejap mata. Dia memiliki santri 60
(enam puluh) ribu orang yang bisa berjalan di atas awan. Hingga malaikat heran
dengan ibadahnya. Dia kutipu dengan cara aku menjelma menjadi muridnya yang
setia. Ketika dia bertanya kepadaku, “Mengapa aku kuat melakukan ibadah
berhari-hari tanpa makan dan minumm bahkan tidak tidur? Maka kujawab, “Aku
telah melakukan dosa besar. Jika kuingat dosaku itu maka aku tidak bisa makan,
minum apalagi tidur. Karena dosaku itu, aku benar-benar merasakan manisnya
beribadah.
Karena itu jika Tuan ingin
merasakan manisnya ibadah, cobalah melakukan dosa besar sekali saja. Dia
kuanjurkan minum khamar. Akhirnya atas rayuanku dia mulai mencoba minum khamar.
Lama kelamaan mencandu, hingga jadilah dia pemabuk kemudian dia berzina dan
membunuh. Ketika dia sedang sekarat di tiang gantungan sebagai hukuman atas
kemaksiatannya itu, aku pun merayu untuk menyelamatkannya asal dia menyembahku,
Dan dengan isyarat hatinya dia benar-benar menyembahku. Persis ketika tali
gantungan menjerat lehernya dia benar-benar mati dalam keadaan su’ul khatimah
karena musyrik menyembah aku, maka akupun tertawa terbahak-bahak atas
kemenanganku.
Pelapor berikutnya, “Aku
telah berhasil menipu ribuan manusia untuk melakukan dosa besar. Yaitu seorang
anak membunuh ayahnya, ibunya, saudara kandungnya. Kemudian seorang bapak
membunuh anaknya, seorang ibu membunuh anaknya yang dilahirkan. Seorang suami
membunuh istrinya dam seorang istri membunuh suaminya. Ribuan manusia kutipu
agar cemas hatinya menghadap gejolak kehidupannya dan telah berhasil kubujuk
untuk bunuh diri. Kelompok bangsa dan negara telah pula berhasil kurayu untuk
melakukan peperangan hingga berjuta-juta manusia mati akibat keserakahan mereka.
Jutaan manusia telah nyata-nyata berhasil kusesatkan untuk menyekutukan Tuhan,
menjadi kafir ataupun musryk. Mereka kusesatkan jalan hidupnya agar mereka
tidak memilih agama Islam yang diridhai Allah. Agar mereka di akhirat nanti
menjadi pengikut kita.
Dan kami tidak akan pernah
berhenti sedetikpun untuk merayu manusia agar melakukan perjudian, perzinahan,
pemerkosaan, pembunuhan dan segala bentuk kejahatan dan perbuatan dosa yang
lain. Kulancarkan misi tipuan yang melenakan agar manusia mendirikan kelompok-kelompok
yang melemahkan kemudian menghancurkan tauhid melalui gerakan pendangkalan
pemahaman agama. Kugerakkan para penguasa pemerintahan di bumi, ahli politik,
dan ilmuwan agar melaksanakan paham sekuler atau paham lain dalam mengatur
pemerintahan di bumi sehingga mereka itu tidak melaksanakan atau bahkan anti
hukum Islam.
Untuk mendukung gerakan
tersebut telah banyak berdiri kelompok-kelompok yang membicarakan hal-hal yang
tidak perlu, golongan orang-orang yang suka berkata berlebihan, berbicara hampa
dan bathil. Perkumpulan yang suka berbantah dan bertengkar.
Organisasi-organisasi yang suka melancarkan permusuhan, berkata keji, suka
mencaci maki dan kotor lidah. Kelompok-kelompok yang senang mengutuk,
senda-gurau, mentertawakan dan menghina, suka berjanji palsu, membuka rahasia,
dusta, adu domba, fitnah, senang sanjungan, sombong, berlidah dua. Mendewakan
kedudukan, pangkat, jabatan dan harta kekayaan dunia. Semua itu adalah hasil
karya bujukanku yang telah dilakukan oleh manusia di bumi.
Selain itu kami telah
mempunyai sahabat karib yang setia, yang sewaktu-waktu siap dikerahkan, yaitu :
”Penguasa yang zhalim; Orang yang
sombong; Orang kaya yang tidak memperdulikan darimana asal hartanya, juga untuk
apa hartanya itu dibelanjakan; Ulama yang membenarkan kezhaliman pemerintah;
Pedagang yang curang; Penimbun barang (kebutuhan masyarakat); Pezina; Pemakan
riba; Orang bakhil lagi tidak memperdulikan dari mana asal hartanya, dan Orang
yang melanggengkan minum khamar (arak); Pemakan harta anak yatim; Orang yang malas mendirikan shalat;
Orang yang menahan zakat dan Orang yang selalu bercita-cita tentang keduniaan.”
Selain itu kami telah
menyediakan fasilitas yang menjadi kecintaan kami dalam misi menghancurkan
keimanan manusi, yaitu dibuatkan rumah oleh Tuhan berupa kamar mandi; Dibuatkan
tempat duduk di pasar-pasar dan di jalan-jalan; Diberi makanan segala makanan
yang dimakan manusia dengan tidak menyebutkan nama Allah; Diberi minuman segala
minuman yang memabukkan; Diberi muadzin berupa suling-suling; Diberi kitab
berupa syair-syair dan tatto; diberi hadits berupa dusta dan diberi pancing
berupa wanita”.
Sedangkan
musuh kami yang paling utama yaitu : ”Engkau Muhammad, karena aku sangat benci kepadamu;
Orang Alim yang mengamalkan ilmunya; Orang yang hafal Al Qur’an serta
mengamalkan isinya; Mu’adzdzin yang mengumandangkan adzat shalat lima waktu
dengan niat ikhlas karena Allah SWT; Orang yang mencintai fakir miskin dan anak
yatim; Orang yang berhati kasih sayang; Orang yang menerima penuh kebenaran;
Pemuda atau pemudi yang giat beribadah; Orang yang hanya memakan barang halal;
Dua orang yang saling mencintai karena Allah SWT; Orang yang selalu shalat
berjamaah; Orang yang mau shalat Tahajud saat kebanyakan orang terlelap tidur;
Orang yang mampu memelihara dirinya dari perbuatan dan ucapan haram; Orang yang
mau menasehati saudaranya sementara di hatinya tidak ada tendensi apapun; Orang
yang selalu menjaga wudhu’nya; Orang yang dermawan; Orang yang berakhlak mulia;
Orang yang meyakini bahwa rezeki itu sudah dijamin Allah SWT; Orang yang mau menyantuni janda
miskin; dan Orang yang menyiapkan bekal untuk menyambut kematiannya”.
Laporan terakhir adalah
pidato iblis di hari kiamat. Dengan berpakaian api, diikat rantai api, dan
berdiri di atas mimbar api. Iblis berpidato dengan berapi-api di dengar para
penghuni neraka. “Wahai manusia! Orang-orang kafir, musyrik dan munafik yang
dimurkai Allah. Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang pasti,
bahwa kamu akan mati. Kemudian dihimpun di Padang Mahsyar. Dihisab dan dimintai
pertanggungjawaban atas segala perbuatanmu selama di dunia. Lalu terbagi
menjadi dua golongan. Satu golongan dimasukkan ke Syurga, sedangkan golongan
yang lain dimasukkan ke neraka. Sesungguhnya kamu dulu mengira bahwa kamu akan
hidup kekal di dunia. Dan tidak
meninggalkan dunia untuk menuju akhirat.
Sesungguhnya aku tidak
kuasa kepadamu waktu di dunia dahulu. Aku hanya berbisik dan membuat was-was di
hatimu. Tetapi kamu telah mengikuti dan menerima saran-saranku. Maka dari itu,
pada hari ini kamu jangan mencela aku. Akan tetapi celalah dirimu sendiri.
Mengapa kamu tidak beribadah kepada Allah Maha Pencipta segala sesuatu? Aku
tidak bisa menyelamatkam kamu. Demikian pula kamu tidak bisa menyalamatkan
diriku dari adzab Tuhan. Pada hari ini aku membebaskan diri dari segala apa
yang pernah aku bisikkan kepadamu. Karena aku telah terusir dan tertolak
dihadapan Allah Tuhan seru semesta alam (pelajari kembali Al-Qur’an surat
Ibrahim (14) ayat 22).
dan
berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan:
"Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan
akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak
ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu
mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi
cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun
sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan
perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya
orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.
(surat
Ibrahim (14) ayat 22)
Dengan diiringi umpatan
dan kutukan dari para penghuni neraka, iblis mengakhiri pidatonya. Malaikat
Zabaniyah kemudian menumbak iblis tersebut dengan tombak api yang
menumbangkannya dari atas mimbar api. Sehingga iblis jatuh tersungkur ke dalam
neraka yang paling bawah bersama-sama para pengikutnya, orang-orang kafir,
musyrik dan munafik. Malaikat Zabaniyah kemudian berkata: “Disinilah tempat
kalian yang abadi. Di tempat ini kalian tidak akan mati dan tidak pula sempat
beristirahat dari merasakan adzab yang sangat pedih”.
“Inilah Jahannam (neraka) yang dahulu kamu diancam
dengannya. Masuklah ke dalamnya pada hari ini, disebabkan kamu dahulu
mengingkarinya.
(surat Yaa Siin (36) ayat 63-64)
“Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka
lantaran kesengsaraan, mereka dikembalikan ke dalamnya serta dikatakan kepada
mereka “Rasakanlah adzab yang membakar ini”.
(surat Al Hajj (22) ayat 22)
Sedangkan kepada
orang-orang yang shaleh yang tunduk dan patuh kepada-Nya, lalu Allah berfirman:
“Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah
hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam
syurga-Ku”
(surat Al Fajr (89) ayat 27-28-29-30)
“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada baginya
kekuasaan atas orang-orang yang beriman
dan bertawakkal kepada Tuhan mereka”,
(surat An Nahl (16) ayat 99)
Sebagai peringatan kepada orang-orang
yang beriman agar tidak terbujuk oleh rayuan dari sindikat iblis/syaitan yang
licin dan menghanyutkan itu. Sekarang sudahkah diri kita menjadi orang yang
beriman dan bertawakkal kepada Allah SWT sehingga kita bisa mengalahkan
syaitan? Semoga diri kita mampu menjadi musuh-musuh syaitan, ingat menjadi
musuh-musuh syaitan bukan menjadi teman-teman syaitan.
Sekarang kesemuanya
tergantung kepada diri kita, apakah mau menerima hal itu semua ataukah
tidak mau mematuhi atas apa-apa yang diperintahkan Allah SWT? Jika pilihan yang
kita ambil adalah tidak mau mematuhi apa-apa yang dikehendaki oleh Allah
SWT yang pasti Allah SWT tidak akan pernah merasa rugi dengan apa yang kita
pilih. Namun demikian, jika sampai pilihan itu yang akan kita ambil, tolong
perhatikan, tolong pertimbangkan dengan masak-masak sebelum Nasi menjadi Bubur,
yaitu apa yang dinamakan dengan Ancaman Allah SWT. Timbul pertanyaan, seperti
apakah Ancaman Allah SWT itu?
Berikut ini akan kami
kemukakan beberapa bentuk Ancaman Allah SWT yang siap digelontorkan oleh Allah
SWT kepada setiap manusia yang di dalam dirinya terdapat dampak sistemik dari
pengaruh Ahwa dan Syaitan serta ketidakseriusan manusia melaksanakan perintah Allah
SWT, yaitu:
1. Allah
SWT akan menutup pintu hati manusia sehingga ia tidak memiliki apa yang
dinamakan dengan perasaaan dan/atau hal ini dapat di artikan bahwa Allah SWT
telah memutuskan hubungan dengan diri kita akibat dari kita sendiri memilih
jalan keburukan.
dan mereka berkata: "Hati Kami
tertutup". tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran
mereka; Maka sedikit sekali mereka yang beriman.
(surat Al Baqarah (2) ayat 88)
Jika kondisi ini yang
telah kita ambil maka jangan pernah berharap kita akan memperolah manfaat yang
terdapat di jalan kebenaran dan juga jangan pernah berharap untuk menjadi
penghuni Syurga. Hal yang pasti adalah kita akan selalu berada di dalam
kehendak Ahawa dan Syaitan.
2. Allah
SWT akan memberikan azab atau hukuman pada saat kita hidup di dunia dan/atau
selama hayat masih di kandung badan, berupa ketidaktenangan hidup, berupa resah
dan gelisah, berupa ketakutan, berupa kesusahan usaha, berupa susahnya
memperoleh pertolongan manusia, selalu dihantui dengan rasa gamang atau berupa ketakutan
yang selalu menghantui diri kita, pikiran menjadi tertutup, susah menerima
masukan dari orang lain, termasuk di dalamnya diperbudak oleh harta,
diberikannya anak yang tidak berbakti kepada orang tua serta kepahitan hidup
menjadi makanan sehari-hari.
dan Demikianlah Kami jadikan
sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain
disebabkan apa yang mereka usahakan.
(surat Al An'am (6) ayat 129)
3. Allah
SWT akan mengazab, akan memberikan penghargaan kepada manusia-manusia yang
berjalan di jalan keburukan dengan azab yang pedih, serta akan dimasukkan ke
dalam Neraka Jahannam untuk menjalani hidup bersama dengan Syaitan di kampung
kebinasaan dan kesengsaraan.
dan berkata orang-orang yang masuk
terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian: "Kamu
tidak mempunyai kelebihan sedikitpun atas Kami, Maka rasakanlah siksaan karena
perbuatan yang telah kamu lakukan".
(surat Al A'raaf (7) ayat 39)
Itulah 3(tiga) buah
ancaman yang siap diberikan kepada diri kita jika kita keluar dari kehendak
Allah SWT. Ingat, ancaman yang Allah SWT ancamkan kepada diri kita pasti
berlaku di kehidupan dunia ini dan akan dibuktikan dengan nyata pada waktunya
di akhirat kelak. Untuk itu jangan pernah menganggap apa apa yang telah
dikemukakan oleh Allah SWT terutama ancaman tidak akan dilaksanakan Nya,
semuanya pasti terjadi dan semuanya nyata tanpa ada yang ditutup tutupi. Jangan
sampai kita menyesal dikemudian hari.
Demikian yang dapat kami
sampaikan melalui buku “Ikhsan: Inilah Cerminan Diri Kita” Semoga dengan adanya
buku yang singkat ini mampu menjadikan sebagai makhluk yang terhormat, yang
dapat pulang kampung ke tempat yang terhormat, dengan cara yang terhormat,
untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat, dalam suasana yang saling hormat
menghormati. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar