Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 20 November 2018

SETELAH BELAJAR JANGAN LUPA MENGAJAR


Orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu belajar, selalu menuntut ilmu untuk kepentingan diri, keluarga serta masyarakat banyak. Setelah diri kita giat belajar lalu memiliki ilmu ketahuilah ilmu yang kita miliki belum dikatakan menjadi ilmu yang bermanfaat jika hanya kita yang memilikinya atau hanya sampai diri kita saja. Ilmu yang kita miliki baru bisa dikatakan bermanfaat jika ilmu yang kita miliki itu kita ajarkan kepada orang lain. Semakin banyak yang kita ajarkan akan semakin banyak manfaat yang dirasakan oleh orang banyak serta semakin baiklah diri kita dihadapan Allah SWT.

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
(surat At Taubah (9) ayat 122.

Untuk itu berhati hatilah jika kita telah memiliki ilmu dan pengetahuan, jangan sampai ilmu pengetahuan yang seharusnya menjadi kebaikan bagi diri kita justru menjadi bumerang karena kita tidak mau mengajarkan kepada sesama. Dan ingat ilmu pengetahuan yang kita miliki akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh  Allah SWT dan jika sampai kita kita tidak mau mengajarkan hal itu, bagaimana caranya kita akan mempertanggung jawabkannya kepada Allah SWT?

Abu Hurairah ra, berkata: Nabi bersabda: “Orang yang ditanya tentang pengetahuan dan menyembunyikannya, akan dikekang dengan kekangan api pada hari kiamat”.
(Hadits Riwayat Abu Daud, Athtirmidzi,Ibnu Madjah)

Abu Dharda ra, berkata: Nabi bersabda: Sesungguhnya seburuk buruknya manusia pada hari kiamat ialah orang pintar yang ilmu pengetahuannya tidak menguntungkan”.
(Hadits Riwayat Ad Darimiy)

Dari Abdullah ibnu Mas’ud berkata Nabi bersabda: “Janganlah ingin seperti orang lain kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan yang berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah SWT Alhikmah (pemahaman) dan ia berperilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain”.
(Hadits Riwayat Bukhari)

Sekarang apa yang akan kita pertanggungjawabkan kelak jika saat ini kita hanya pasif dengan hanya belajar tanpa pernah mengajarkan sesuatu kepada orang lain. Apabila kita mampu mengajar atau berbagi ilmu pengetahuan ketahuilah semakin kita berbuat maka semakin halus dan tajam serta semakin mendalam pula ilmu dan pengetahuan yang kita miliki.
Bukanlah sesuatu yang sangat berlebihan jika Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan “carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk liang lahat”. Adanya perintah untuk menuntut ilmu berarti kita wajib untuk belajar dan belajar serta belajar tiada henti. Yang menjadi persoalan adalah setelah kita belajar, belajar dan belajar maka pelajaran yang telah kita terima akan menjadi sebuah kesiasiaan jika apa apa yang telah kita pelajari hanya sampai pada diri kita sendiri dan jadilah diri kita orang yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Sedangkan hadits dibawah ini mengajarkan kepada kita untuk selalu berbagi. 

Abu Hurairah ra, berkata, Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang dicapai oleh orang mukmin dari amal dan perbuatan sesudah matinya ialah: ilmu pengetahuan yang di dapatnya dan disebarkan dan budi baik yang dia tinggalkan, atau buku yang ia berikan untuk diwarisi, atau tempat sembahyang yang ia bangun, atau sebuah terusan yang ia gali, atau derma ia lakukan dari kekayaannya selama ia sehat dan sakit”.
(Hadits Riwayat Ahmad)

Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti saat ini kita menjalani sisa usia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Berapa lama sisa usia kita saat ini? Kita tidak pernah tahu dan tidak akan pernah tahu karena Allah SWT sajalah yang tahu. Lalu apakah disisa usia yang tidak kita ketahui ini kita hanya sibuk belajar, belajar dan belajar tanpa pernah merasakan hasil dari pelajaran yang kita terima yang dilanjutkan dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada sesama? Lalu kapan lagi kita mau berbuat kebaikan dengan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki jika tidak sekarang? Jangan sampai terlambat karena kita memiliki keterbatasan usia dan juga keterbatasan kemampuan untuk berbagi serta keterbatasan kesempatan yang hanya datang satu kali.

Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi bersabda: “Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada seribu orang yang shalat”.
(Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu Majah)

Untuk itu perhatikan dengan seksama hadits yang kami kemukakan di atas ini, dimana syaitan mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau paham dengan Diinul Islam dibanding dengan seribu orang yang shalat. Jika seperti ini kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh syaitan sang laknatullah. Agar diri kita mampu menjadi orang yang diperhitungkan oleh syaitan maka kita tidak bisa hanya belajar tanpa mengajar atau tidak cukup hanya membaca saja tanpa pernah merenungi apa yang telah kita pelajari.

Ibnu Umar ra, berkata kepada Aisyah ra, “Kabarkanlah kepada kami sesuatu yang sangat  mengagumkan yang engkau lihat dari Rasulullah SAW.! Aisyah ra, terdiam sejenak kemudian berkata: “Pada suatu malam Rasulullah SAW bersabda, Wahai Aisyah tinggalkanlah aku, mala mini aku hendak beribadah kepada Tuhanku. Aku (Aisyah ra,) berkata, Demi Allah sesungguhnya aku senang berada di dekatmu, dan akupun senang terhadap sesuatu yang membuatmu gembira. Selanjutnya Aisyah ra, berkata: “Lalu Rasulullah SAW bangun lantas berwudhu dan beliau shalat. Tidak henti hentinya beliau menangis hingga membasahi pangkuannya, beliau terus menangis hingga membasahi janggutnya, dan beliau terus menangis hingga membasahi tanah. Kemudian Bilal datang hendak azan untuk shalat. Ketika dia melihat beliau menangis, dia bertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa engkau menangis, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan akan datang?. Beliau SAW bersabda:”Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur? Tadi malam telah turun ayat kepadaku, celakalah orang yang membacanya tetapi tidak merenungkannya, yaitu Al Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 190”.
(Hadits Riwayat Ibnu Hibban)

Hadits diatas ini mengingatkan kita untuk tidak berhenti hanya membaca ayat ayat dengan tajwid serta tartil yang baik dan benar yang telah diturunkan Allah SWT. Akan tetapi harus pula kita renungkan apa yang telah kita baca. Jika kita hanya sibuk membaca ayat ayat Al Qur’an maka berarti kita hanya mampu memposisikan Al Qur’an itu adalah bacaan semata.

bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
karena Dia melihat dirinya serba cukup.
(surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 8)

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

Berdasarkan surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 7 yang kami kemukakan di atas, ada suatu kebenaran bahwa wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT melalui perantaraan malaikat Jibril as, adalah Iqra yang berarti baca atau bacalah. Namun kita sering lupa atau bahkan melupakan bahwa wahyu pertama tadi tidak berhenti pada perintah Iqra semata, akan tetapi masih ada lanjutannya setelah perintah Iqra. Salah satu hal yang membuat diri kita lalai dari melanjutkan melaksanakan perintah Iqra adalah sudah merasa cukup dan ini pula yang terjadi pada sebahagiaan umat Islam.

Kita sudah merasa cukup jika sudah mampu membaca Al Qur’an yang sesuai dengan tartil dan tajwid yang benar lalu kita merasa sudah selesai mempelajari Al Qur’an. Kita lupa bahwa pada saat diri kita selesai membaca Al Qur’an kita baru sampai di muka pintu atau berada di depan pintu yang masih terkunci rapat dikarenakan kita belum masuk ke dalam ruangan besar yang sangat sangat luas yaitu masuk ke dalam kebesaran dan kemahaan yang ada di dalam Al Qur’an yang tidak lain adalah kemahaan dan kebesaran Allah SWT. Selanjutnya apa yang bisa kita peroleh dan rasakan jika kita hanya sampai di muka pintu sedangkan pintunya belum kita buka?

Al Qur’an diturunkan oleh Allah SWT bukanlah sekedar buku bacaan semata melainkan : (1) Petunjuk bagi Nass (manusia dalam arti Ruh/Ruhani); (2) Peringatan dan Pelajaran; (3) Obat dan Penyembuh bagi Nass (manusia dalam arti Ruh/Ruhani); (4) Pembeda antara yang beriman dengan kafir; (5) Penyempurna bagi kitab kita Allah SWT yang terdahulu; (6) Rahmat Allah SWT untuk manusia; (7) Ilmu Allah SWT yang telah diilmukan; dan lain sebagainya. Selain daripada itu, isi dan kandungan Al Qur’an juga memuat ilmu tentang Al hikmat dan filsafat pada pokoknya mengandung empat macam ilmu, yaitu ilmu manthiq, ilmu alam, ilmu pasti dan ilmu ketuhanan, dan lain sebagainya.

Sekarang bisakah kita mengimani, mempelajari, menjalankan, mengajarkan, menyebar luaskan, membuka tabir rahasia yang bertingkat tingkat  yang terdapat di dalam Al Qur’an serta menjadikan Al Qur’an sebagai akhlak diri kita hanya melalui proses membaca yang sesuai dengan tajwid dan tartil semata? Setiap manusia memang tidak akan dapat dipisahkan dengan kegiatan membaca. Membaca dalam arti sempit adalah melihat tulisan atau melisankan apa apa yang tertulis. Membaca dalam arti luas adalah melihat dan mengerti segala apa yang tergelar di alam semesta ini sebagai tanda tanda atau ayat ayat atau kalimat kalimat Allah SWT, pencipta segala sesuatu.

Dari aktivitas membaca dalam arti luas, manusia akan memperoleh pengertian pengertian yang akan memperluas pengalaman dan pengetahuannya. Dengan kata lain, tanpa membaca manusia tidak akan memperoleh pengertian dan pengetahuan. Tanpa membaca, manusia akan bodoh, picik, terkebelakang, dan akan mudah tersesat dan disesatkan. Sekarang kita sudah tahu tentang Al Qur’an lalu jangan pernah kita hanya sibuk membaca Al Qur’an dalam arti sempit  semata tanpa tahu dan mengerti apa arti dan makna yang sesungguhnya yang terdapat di dalam Al Qur’an. Dan jika kita hanya mampu membaca Al Qur’an sebatas tulisannya saja maka tidak ada bedanya kita menonton televisi tanpa ada volume suaranya.

“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur’an adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat; orang mukmin yang tidak suka membaca Al Qur’an adalah seperti buah kurma, baunya tidak begitu harum tetapi manis rasanya; orang munafik yang membaca Al Qur’an ibarat sekuntum bunga, berbau harum, tetapi pahit rasanya, dan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an tidak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali”
(Hadits Riwayat Bukhari Muslim)

“Al Qur’an jika diteliti lebih dalam akan membuat takjub serta mendapatkan sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya”. Hal ini dikarenakan isi dan kandungan Al Qur’an tidak hanya ada pada tataran yang tersurat semata, akan tetapi juga ada pada tataran yang tersirat dan yang tersembunyi. Selain daripada itu isi dan kandungan Al Qur’an juga terdiri dari ayat ayat kauliyah dan juga ayat ayat kauniyah. Adanya ayat ayat kauliyah dan juga ayat ayat kauniyah di dalam Al Qur’an mengharuskan kita tidak hanya pandai membaca saja, melainkan harus bekerja ekstra guna mengungkap isi dan kandungan (rahasia) yang termaktub di dalamnya serta menterjemahkan apa apa yang terkandung di dalam Al Qur’an yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Alangkah ruginya kita jika sibuk dengan urusan membaca Al Qur’an dalam arti sempit sehingga kita tidak pernah mengerti, kita tidak pernah tahu makna yang terkandung di dalamnya, tidak pernah paham akan isi yang terkandung di dalamnya yang bertingkat tingkat. Untuk itu sudah saatnya di sisa usia kita, untuk tidak sekedar sibuk membaca Al Qur’an dalam arti sempit. Akan tetapi kita harus bisa mengerti dan memahami, melaksanakan segala arti serta maksud dan tujuan dari yang kita baca. Lalu jadikan Al Qur’an menjadi akhlak diri kita atau jadikan diri kita Al Qur’an berjalan. Disinilah salah satu letak betapa pentingnya kita membaca dan merenungi Al Qur’an yang dikehendaki oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya lalu mengajarkannya kepada orang lain.  

dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 9)

Katakan saat ini kita adalah kepala keluarga atau seorang guru yang yang mengajarkan tentang Diinul Islam, lalu kita hanya mampu membaca tanpa pernah tahu apa makna yang terkandung di dalam Al Qur’an sedangkan dibelakang diri ada anak dan keturunan kita atau ada murid kita? Sudah pasti anak dan keturunan kita atau murid yang kita ajarkan akan berkualiatas dan berpemahaman yang rendah pula sesuai dengan kualitas dan pemahaman diri kita atau gurunya. Jika sudah begini kondisinya berarti kita harus menjadikan hadits yang kami kemukakan di bawah ini sebagai bahan pembelajaran dan penggugah diri kita untuk ikut andil di dalam belajar dan mengajar kepada sesama.

Ibnu Amru bin al Ash berkata: Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Tuhan tidak mengambil (ilmu) pengetahuan manusia, melainkan dengan mengambil orang yang berilmu, maka apabila tidak ada lagi orang berilmu, manusia menjadi bodoh disebabkan karena mereka sendiri, dan mereka memutuskan (sesuatu) tanpa ilmu, berarti menyalahkan diri mereka sendiri dan membawa orang lain kepada kesalahan”.
(Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Aththirmidzi).


Sekarang bayangkan jika orang orang berilmu (orang yang memiliki ilmu agama) telah dipanggil oleh Allah SWT lalu orang yang masih hidup tidak mau belajar atau tidak merubah pola berfikirnya tentang belajar dan mengajar terjadilah apa yang dinamakan dengan penurunan kualitas sumber daya manusia. Jadi jangan pernah salahkan anak dan keturunan kita jika mereka berkualitas dan berpemahaman rendah jika kita sendiri hanya mau belajar tanpa pernah mau mengajar.

Al-Qur’an itu adalah cerminan dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang dipersiapkan untuk kepentingan kekhalifahan di muka bumi. Al Qur’an diturunkan oleh Allah SWT bukanlah untuk menyusahkan umat manusia melainkan untuk kebaikan manusia. Al Qur’an sudah sempurna sehingga tidak membutuhkan lagi koreksi ataupun tambahan. Untuk itu jika kita merasa khalifah Allah SWT di muka bumi berarti kita sangat membutuhkan Al Qur’an.  Untuk itu kita harus bisa membuktikan bahwa kita memang butuh dengan Al Qur’an lalu berusaha mempelajari Al-Qur’an yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Adalah sebuah ironi yang sangat menyedihkan jika kita butuh dengan Al Qur’an namun malas mempelajarinya sehingga tersimpan rapilah kebesaran Al Qur’an di dalam Al-Qur’an itu sendiri. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita dan juga pada anak keturunan kita.  

Anas ra, berkata: Nabi bersabda: “Sewaktu Allah menciptakan bumi, ia bergoncang dan bergetar, kemudian Allah menciptakan gunung yang stabil di atasnya, maka ia berhenti (bergoncang dan bergetar). Kemudiann para malaikat kagum karena kekuatan gunung gunung lalu berkata,”O Tuhan kami, apakah Engkau menciptakan (ciptaan) yang lebih kuat dari gunung gunung?” Tuhan berfirman, “Ya besi” karena ia dapat memecahkan mereka”. Mereka berkata “Dan apakah Engkau menciptakan (ciptaan) yang lebih kuat dari besi?. Dia menjawab, “Ya api karena dapat mencairkannya”. Dan apakah Engkau menciptakan (ciptaan) yang lebih kuat dari api?” Ya, air karena ia dapat memadamkannya”. “Dan apakah Engkau menciptakan (ciptaan) yang lebih kuat dari air?’ “Ya,”kata Tuhan, “Angin, karena ia dapat menggerakkannya”. Mereka bertanya, “Dan apakah Engkau menciptakan satu (ciptaan) yang lebih kuat dari angin”. Tuhan berfirman, Ya, anak manusia, bila ia memberi sedekah dengan tangan kanan, dia menyembunyikan dari tangan kirinya”.
(Hadits Riwayat Aththirmidzi)

“Tiap-tiap sesuatu ada zakatnya (penyuciannya). Zakat harta ialah sedekah kepada fakir miskin dan yang membutuhkan lainnya. Zakat kekuatan ialah membela kaum dhuafa yang teraniaya. Zakat argumentasi dan kefasehan lidah ialah mengokohkan hujjah dan dalil-dalil agama. Dan Zakat ilmu pengetahuan adalah dengan mengajarkan ilmunya kepada orang lain”                                                                                    
(alim ulama)

Alangkah hebatnya umat Islam jika mampu menjalankan apa apa yang kami kemukakan di atas ini, yaitu: (1) Memberi bukanlah sebatas sedekah yang berasal dari harta kekayaan atau penghasilan semata; (2) Memberi juga bisa kita lakukan dengan cara membela kaum dhuafa yang teraniaya melalui zakat/sedekah yang berasal kekuatan atau kekuasaan yang kita miliki; (3). Memberi juga bisa kita lakukan dalam kerangka untuk mengokohkan hujjah dan dalil dalil agama melalui zakat/sedekah argumentasi dan kefasehan lidah yang kita miliki; (4). Dan yang terakhir memberi juga bisa kita lakukan dengan cara mengajarkan ilmu pengetahuan yang melalui jalan zakat/sedekah ilmu pengetahuan yang kita miliki. Jika apa apa yang kami kemukakan di atas terlaksana tanpa diketahui oleh tangan kiri sewaktu tangan kanan memberi (maksudnya adalah berbuat dan bertindak secara ikhlas karena Allah SWT semata), kekuatannya sangat luar biasa dan hasil yang akan kita rasakan juga sepadan yaitu luar biasa pula. 

Abu Said ra, berkata: Nabi bersabda; “Seseorang yang memberi sedekah satu dirham selama hidupnya, lebih baik baginya daripada memberi seratus dirham di waktu matinya”.
(Hadits Riwayat Abu Daud)

Semua ini hanya bisa terjadi di sisa usia kita. Lalu apakah waktu dan kesempatan yang tersisa ini akan berlalu tanpa memberikan hasil bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara? Waktu tidak bisa diputar balik, kesempatan hanya datang satu kali, menyesal adanya dibelakang hari. Jadi jangan pernah menunda nunda jika kita ingin berbuat kebaikan, kebaikan dan kebaikan. Lakukan saat ini juga karena kita tidak pernah dibatasi oleh Allah SWT untuk melakukan kebaikan. 

Hanya inilah yang mampu kami tulis, hanya inilah yang mampu kami ungkapkan, hanya inilah yang mampu kami berikan sebagai sumbangsih kami kepada diri, keluarga, anak dan keturunan, masyarakat, bangsa dan juga negara. Semoga buku ini bermanfaat sesuai dengan peruntukannya yaitu mampu menjadikan diri kita tetap sebagai Makhluk yang Terhormat, yang mampu berperilaku Terhormat, untuk bisa pulang kampung ke tempat yang Terhormat dengan cara yang Terhormat sehingga kita bisa bertemu dengan Yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati.

Dan tak lupa kami ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada siapapun juga yang turut membantu kami di dalam menulis buku ini hingga sampai ke tangan pembaca dan semoga Allah SWT menjadikan hal ini sebagai ibadah yang pahalanya terus dan terus mengalir sepanjang buku ini ada. Mohon maaf jika ada kata-kata yang tidak berkenan di hati. Semoga Allah SWT menambah Ilmu kita, semoga Allah SWT memberikan pemahaman yang sesuai dengan kehendak Allah SWT itu sendiri, semoga kita mampu melaksanakan apa apa yang telah kita pelajari serta semoga Allah SWT mengabulkan harapan dan doa yang kita panjatkan kepada-Nya dan kita semua selalu di dalam lindungan-Nya. Amien.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar