Orang yang telah kembali
fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu belajar,
selalu menuntut ilmu untuk kepentingan diri, keluarga serta masyarakat banyak. Setelah
diri kita giat belajar lalu memiliki ilmu ketahuilah ilmu yang kita miliki belum
dikatakan menjadi ilmu yang bermanfaat jika hanya kita yang memilikinya atau
hanya sampai diri kita saja. Ilmu yang kita miliki baru bisa dikatakan
bermanfaat jika ilmu yang kita miliki itu kita ajarkan kepada orang lain.
Semakin banyak yang kita ajarkan akan semakin banyak manfaat yang dirasakan
oleh orang banyak serta semakin baiklah diri kita dihadapan Allah SWT.
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya
(ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
(surat At Taubah (9) ayat 122.
Untuk itu berhati hatilah
jika kita telah memiliki ilmu dan pengetahuan, jangan sampai ilmu pengetahuan
yang seharusnya menjadi kebaikan bagi diri kita justru menjadi bumerang karena
kita tidak mau mengajarkan kepada sesama. Dan ingat ilmu pengetahuan yang kita
miliki akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT dan jika sampai kita kita tidak mau
mengajarkan hal itu, bagaimana caranya kita akan mempertanggung jawabkannya
kepada Allah SWT?
Abu
Hurairah ra, berkata: Nabi bersabda: “Orang yang ditanya tentang pengetahuan
dan menyembunyikannya, akan dikekang dengan kekangan api pada hari kiamat”.
(Hadits
Riwayat Abu Daud, Athtirmidzi,Ibnu Madjah)
Abu
Dharda ra, berkata: Nabi bersabda: Sesungguhnya seburuk buruknya manusia pada
hari kiamat ialah orang pintar yang ilmu pengetahuannya tidak menguntungkan”.
(Hadits
Riwayat Ad Darimiy)
Dari
Abdullah ibnu Mas’ud berkata Nabi bersabda: “Janganlah ingin seperti orang lain
kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan yang
berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah
SWT Alhikmah (pemahaman) dan ia berperilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya
kepada orang lain”.
(Hadits
Riwayat Bukhari)
Sekarang apa yang akan kita
pertanggungjawabkan kelak jika saat ini kita hanya pasif dengan hanya belajar
tanpa pernah mengajarkan sesuatu kepada orang lain. Apabila kita mampu mengajar
atau berbagi ilmu pengetahuan ketahuilah semakin kita berbuat maka semakin
halus dan tajam serta semakin mendalam pula ilmu dan pengetahuan yang kita
miliki.
Bukanlah sesuatu yang sangat
berlebihan jika Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan
“carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk liang lahat”. Adanya perintah
untuk menuntut ilmu berarti kita wajib untuk belajar dan belajar serta belajar
tiada henti. Yang menjadi persoalan adalah setelah kita belajar, belajar dan
belajar maka pelajaran yang telah kita terima akan menjadi sebuah kesiasiaan
jika apa apa yang telah kita pelajari hanya sampai pada diri kita sendiri dan
jadilah diri kita orang yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri.
Sedangkan hadits dibawah ini mengajarkan kepada kita untuk selalu berbagi.
Abu
Hurairah ra, berkata, Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang dicapai oleh orang
mukmin dari amal dan perbuatan sesudah matinya ialah: ilmu pengetahuan yang di
dapatnya dan disebarkan dan budi baik yang dia tinggalkan, atau buku yang ia
berikan untuk diwarisi, atau tempat sembahyang yang ia bangun, atau sebuah
terusan yang ia gali, atau derma ia lakukan dari kekayaannya selama ia sehat
dan sakit”.
(Hadits
Riwayat Ahmad)
Jika saat ini kita masih
hidup di muka bumi ini berarti saat ini kita menjalani sisa usia yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Berapa lama sisa usia kita saat ini? Kita tidak
pernah tahu dan tidak akan pernah tahu karena Allah SWT sajalah yang tahu. Lalu
apakah disisa usia yang tidak kita ketahui ini kita hanya sibuk belajar,
belajar dan belajar tanpa pernah merasakan hasil dari pelajaran yang kita
terima yang dilanjutkan dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada
sesama? Lalu kapan lagi kita mau berbuat kebaikan dengan ilmu dan pengetahuan
yang kita miliki jika tidak sekarang? Jangan sampai terlambat karena kita
memiliki keterbatasan usia dan juga keterbatasan kemampuan untuk berbagi serta
keterbatasan kesempatan yang hanya datang satu kali.
Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi bersabda:
“Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada seribu
orang yang shalat”.
(Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu
Majah)
Untuk itu
perhatikan dengan seksama hadits yang kami kemukakan di atas ini, dimana
syaitan mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau
paham dengan Diinul Islam dibanding dengan seribu orang yang shalat. Jika
seperti ini kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh
syaitan sang laknatullah. Agar diri kita mampu menjadi orang yang
diperhitungkan oleh syaitan maka kita tidak bisa hanya belajar tanpa mengajar
atau tidak cukup hanya membaca saja tanpa pernah merenungi apa yang telah kita
pelajari.
Ibnu Umar ra, berkata kepada Aisyah ra,
“Kabarkanlah kepada kami sesuatu yang sangat
mengagumkan yang engkau lihat dari Rasulullah SAW.! Aisyah ra, terdiam
sejenak kemudian berkata: “Pada suatu malam Rasulullah SAW bersabda, Wahai
Aisyah tinggalkanlah aku, mala mini aku hendak beribadah kepada Tuhanku. Aku
(Aisyah ra,) berkata, Demi Allah sesungguhnya aku senang berada di dekatmu, dan
akupun senang terhadap sesuatu yang membuatmu gembira. Selanjutnya Aisyah ra,
berkata: “Lalu Rasulullah SAW bangun lantas berwudhu dan beliau shalat. Tidak
henti hentinya beliau menangis hingga membasahi pangkuannya, beliau terus
menangis hingga membasahi janggutnya, dan beliau terus menangis hingga
membasahi tanah. Kemudian Bilal datang hendak azan untuk shalat. Ketika dia
melihat beliau menangis, dia bertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa engkau
menangis, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan akan datang?.
Beliau SAW bersabda:”Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur? Tadi malam
telah turun ayat kepadaku, celakalah orang yang membacanya tetapi tidak
merenungkannya, yaitu Al Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 190”.
(Hadits Riwayat Ibnu Hibban)
Hadits diatas
ini mengingatkan kita untuk tidak berhenti hanya membaca ayat ayat dengan
tajwid serta tartil yang baik dan benar yang telah diturunkan Allah SWT. Akan
tetapi harus pula kita renungkan apa yang telah kita baca. Jika kita hanya
sibuk membaca ayat ayat Al Qur’an maka berarti kita hanya mampu memposisikan Al
Qur’an itu adalah bacaan semata.
bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
karena
Dia melihat dirinya serba cukup.
(surat
Al Alaq (96) ayat 1 sampai 8)
[1589] Maksudnya: Allah
mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
Berdasarkan
surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 7 yang kami kemukakan di atas, ada suatu
kebenaran bahwa wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT melalui perantaraan
malaikat Jibril as, adalah Iqra yang berarti baca atau bacalah. Namun kita
sering lupa atau bahkan melupakan bahwa wahyu pertama tadi tidak berhenti pada
perintah Iqra semata, akan tetapi masih ada lanjutannya setelah perintah Iqra.
Salah satu hal yang membuat diri kita lalai dari melanjutkan melaksanakan
perintah Iqra adalah sudah merasa cukup dan ini pula yang terjadi pada
sebahagiaan umat Islam.
Kita sudah
merasa cukup jika sudah mampu membaca Al Qur’an yang sesuai dengan tartil dan
tajwid yang benar lalu kita merasa sudah selesai mempelajari Al Qur’an. Kita
lupa bahwa pada saat diri kita selesai membaca Al Qur’an kita baru sampai di
muka pintu atau berada di depan pintu yang masih terkunci rapat dikarenakan
kita belum masuk ke dalam ruangan besar yang sangat sangat luas yaitu masuk ke
dalam kebesaran dan kemahaan yang ada di dalam Al Qur’an yang tidak lain adalah
kemahaan dan kebesaran Allah SWT. Selanjutnya apa yang bisa kita peroleh dan
rasakan jika kita hanya sampai di muka pintu sedangkan pintunya belum kita
buka?
Al Qur’an
diturunkan oleh Allah SWT bukanlah sekedar buku bacaan semata melainkan : (1) Petunjuk bagi Nass (manusia dalam arti
Ruh/Ruhani); (2) Peringatan dan Pelajaran; (3) Obat dan Penyembuh bagi Nass
(manusia dalam arti Ruh/Ruhani); (4) Pembeda antara yang beriman dengan kafir;
(5) Penyempurna bagi kitab kita Allah SWT yang terdahulu; (6) Rahmat Allah SWT
untuk manusia; (7) Ilmu Allah SWT yang telah diilmukan; dan lain sebagainya. Selain
daripada itu, isi dan kandungan Al Qur’an juga memuat ilmu tentang Al hikmat
dan filsafat pada pokoknya mengandung empat macam ilmu, yaitu ilmu manthiq,
ilmu alam, ilmu pasti dan ilmu ketuhanan, dan lain sebagainya.
Sekarang bisakah kita mengimani,
mempelajari, menjalankan, mengajarkan, menyebar luaskan, membuka tabir rahasia
yang bertingkat tingkat yang terdapat di
dalam Al Qur’an serta menjadikan Al Qur’an sebagai akhlak diri kita hanya melalui
proses membaca yang sesuai dengan tajwid dan tartil semata? Setiap manusia
memang tidak akan dapat dipisahkan dengan kegiatan membaca. Membaca dalam arti
sempit adalah melihat tulisan atau melisankan apa apa yang tertulis. Membaca
dalam arti luas adalah melihat dan mengerti segala apa yang tergelar di alam
semesta ini sebagai tanda tanda atau ayat ayat atau kalimat kalimat Allah SWT,
pencipta segala sesuatu.
Dari aktivitas membaca dalam
arti luas, manusia akan memperoleh pengertian pengertian yang akan memperluas
pengalaman dan pengetahuannya. Dengan kata lain, tanpa membaca manusia tidak
akan memperoleh pengertian dan pengetahuan. Tanpa membaca, manusia akan bodoh,
picik, terkebelakang, dan akan mudah tersesat dan disesatkan. Sekarang kita
sudah tahu tentang Al Qur’an lalu jangan pernah kita hanya sibuk membaca Al
Qur’an dalam arti sempit semata tanpa
tahu dan mengerti apa arti dan makna yang sesungguhnya yang terdapat di dalam
Al Qur’an. Dan jika kita hanya mampu membaca Al Qur’an sebatas tulisannya saja
maka tidak ada bedanya kita menonton televisi tanpa ada volume suaranya.
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur’an
adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat; orang mukmin
yang tidak suka membaca Al Qur’an adalah seperti buah kurma, baunya tidak
begitu harum tetapi manis rasanya; orang munafik yang membaca Al Qur’an ibarat
sekuntum bunga, berbau harum, tetapi pahit rasanya, dan orang munafik yang
tidak membaca Al Qur’an tidak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan
rasanya pahit sekali”
(Hadits Riwayat Bukhari Muslim)
“Al Qur’an
jika diteliti lebih dalam akan membuat takjub serta mendapatkan sesuatu yang
tidak terpikirkan sebelumnya”. Hal ini dikarenakan isi dan kandungan Al Qur’an
tidak hanya ada pada tataran yang tersurat semata, akan tetapi juga ada pada
tataran yang tersirat dan yang tersembunyi. Selain daripada itu isi dan
kandungan Al Qur’an juga terdiri dari ayat ayat kauliyah dan juga ayat ayat
kauniyah. Adanya ayat ayat kauliyah dan juga ayat ayat kauniyah di dalam Al
Qur’an mengharuskan kita tidak hanya pandai membaca saja, melainkan harus
bekerja ekstra guna mengungkap isi dan kandungan (rahasia) yang termaktub di
dalamnya serta menterjemahkan apa apa yang terkandung di dalam Al Qur’an yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Alangkah
ruginya kita jika sibuk dengan urusan membaca Al Qur’an dalam arti sempit
sehingga kita tidak pernah mengerti, kita tidak pernah tahu makna yang
terkandung di dalamnya, tidak pernah paham akan isi yang terkandung di dalamnya
yang bertingkat tingkat. Untuk itu sudah saatnya di sisa usia kita, untuk tidak
sekedar sibuk membaca Al Qur’an dalam arti sempit. Akan tetapi kita harus bisa
mengerti dan memahami, melaksanakan segala arti serta maksud dan tujuan dari
yang kita baca. Lalu jadikan Al Qur’an menjadi akhlak diri kita atau jadikan
diri kita Al Qur’an berjalan. Disinilah salah satu letak betapa pentingnya kita
membaca dan merenungi Al Qur’an yang dikehendaki oleh Nabi Muhammad SAW kepada
umatnya lalu mengajarkannya kepada orang lain.
dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.
(surat
An Nisaa’ (4) ayat 9)
Katakan saat ini kita adalah
kepala keluarga atau seorang guru yang yang mengajarkan tentang Diinul Islam,
lalu kita hanya mampu membaca tanpa pernah tahu apa makna yang terkandung di
dalam Al Qur’an sedangkan dibelakang diri ada anak dan keturunan kita atau ada
murid kita? Sudah pasti anak dan keturunan kita atau murid yang kita ajarkan
akan berkualiatas dan berpemahaman yang rendah pula sesuai dengan kualitas dan
pemahaman diri kita atau gurunya. Jika sudah begini kondisinya berarti kita
harus menjadikan hadits yang kami kemukakan di bawah ini sebagai bahan
pembelajaran dan penggugah diri kita untuk ikut andil di dalam belajar dan
mengajar kepada sesama.
Ibnu
Amru bin al Ash berkata: Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Tuhan tidak mengambil
(ilmu) pengetahuan manusia, melainkan dengan mengambil orang yang berilmu, maka
apabila tidak ada lagi orang berilmu, manusia menjadi bodoh disebabkan karena
mereka sendiri, dan mereka memutuskan (sesuatu) tanpa ilmu, berarti menyalahkan
diri mereka sendiri dan membawa orang lain kepada kesalahan”.
(Hadits
Riwayat Bukhari, Muslim, Aththirmidzi).
Sekarang bayangkan jika
orang orang berilmu (orang yang memiliki ilmu agama) telah dipanggil oleh Allah
SWT lalu orang yang masih hidup tidak mau belajar atau tidak merubah pola
berfikirnya tentang belajar dan mengajar terjadilah apa yang dinamakan dengan penurunan
kualitas sumber daya manusia. Jadi jangan pernah salahkan anak dan keturunan
kita jika mereka berkualitas dan berpemahaman rendah jika kita sendiri hanya
mau belajar tanpa pernah mau mengajar.
Al-Qur’an
itu adalah cerminan dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang dipersiapkan
untuk kepentingan kekhalifahan di muka bumi. Al Qur’an diturunkan oleh Allah
SWT bukanlah untuk menyusahkan umat manusia melainkan untuk kebaikan manusia.
Al Qur’an sudah sempurna sehingga tidak membutuhkan lagi koreksi ataupun
tambahan. Untuk itu jika kita merasa khalifah Allah SWT di muka bumi berarti
kita sangat membutuhkan Al Qur’an. Untuk
itu kita harus bisa membuktikan bahwa kita memang butuh dengan Al Qur’an lalu
berusaha mempelajari Al-Qur’an yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Adalah
sebuah ironi yang sangat menyedihkan jika kita butuh dengan Al Qur’an namun
malas mempelajarinya sehingga tersimpan rapilah kebesaran Al Qur’an di dalam
Al-Qur’an itu sendiri. Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita dan juga pada
anak keturunan kita.
Anas
ra, berkata: Nabi bersabda: “Sewaktu Allah menciptakan bumi, ia bergoncang dan
bergetar, kemudian Allah menciptakan gunung yang stabil di atasnya, maka ia
berhenti (bergoncang dan bergetar). Kemudiann para malaikat kagum karena
kekuatan gunung gunung lalu berkata,”O Tuhan kami, apakah Engkau menciptakan
(ciptaan) yang lebih kuat dari gunung gunung?” Tuhan berfirman, “Ya besi”
karena ia dapat memecahkan mereka”. Mereka berkata “Dan apakah Engkau
menciptakan (ciptaan) yang lebih kuat dari besi?. Dia menjawab, “Ya api karena
dapat mencairkannya”. Dan apakah Engkau menciptakan (ciptaan) yang lebih kuat
dari api?” Ya, air karena ia dapat memadamkannya”. “Dan apakah Engkau
menciptakan (ciptaan) yang lebih kuat dari air?’ “Ya,”kata Tuhan, “Angin,
karena ia dapat menggerakkannya”. Mereka bertanya, “Dan apakah Engkau
menciptakan satu (ciptaan) yang lebih kuat dari angin”. Tuhan berfirman, Ya,
anak manusia, bila ia memberi sedekah dengan tangan kanan, dia menyembunyikan
dari tangan kirinya”.
(Hadits
Riwayat Aththirmidzi)
“Tiap-tiap sesuatu ada zakatnya (penyuciannya).
Zakat harta ialah sedekah kepada fakir miskin dan yang membutuhkan lainnya.
Zakat kekuatan ialah membela kaum dhuafa yang teraniaya. Zakat argumentasi dan
kefasehan lidah ialah mengokohkan hujjah dan dalil-dalil agama. Dan Zakat ilmu
pengetahuan adalah dengan mengajarkan ilmunya kepada orang lain”
(alim ulama)
Alangkah hebatnya umat Islam
jika mampu menjalankan apa apa yang kami kemukakan di atas ini, yaitu: (1) Memberi bukanlah sebatas sedekah yang
berasal dari harta kekayaan atau penghasilan semata; (2) Memberi juga bisa kita
lakukan dengan cara membela kaum dhuafa yang teraniaya melalui zakat/sedekah
yang berasal kekuatan atau kekuasaan yang kita miliki; (3). Memberi juga bisa
kita lakukan dalam kerangka untuk mengokohkan hujjah dan dalil dalil agama
melalui zakat/sedekah argumentasi dan kefasehan lidah yang kita miliki; (4).
Dan yang terakhir memberi juga bisa kita lakukan dengan cara mengajarkan ilmu
pengetahuan yang melalui jalan zakat/sedekah ilmu pengetahuan yang kita miliki.
Jika apa apa yang kami kemukakan di atas terlaksana tanpa diketahui oleh tangan
kiri sewaktu tangan kanan memberi (maksudnya adalah berbuat dan bertindak
secara ikhlas karena Allah SWT semata), kekuatannya sangat luar biasa dan hasil
yang akan kita rasakan juga sepadan yaitu luar biasa pula.
Abu
Said ra, berkata: Nabi bersabda; “Seseorang yang memberi sedekah satu dirham
selama hidupnya, lebih baik baginya daripada memberi seratus dirham di waktu
matinya”.
(Hadits
Riwayat Abu Daud)
Semua ini hanya bisa terjadi
di sisa usia kita. Lalu apakah waktu dan kesempatan yang tersisa ini akan
berlalu tanpa memberikan hasil bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara? Waktu tidak bisa diputar balik, kesempatan hanya datang satu kali,
menyesal adanya dibelakang hari. Jadi jangan pernah menunda nunda jika kita
ingin berbuat kebaikan, kebaikan dan kebaikan. Lakukan saat ini juga karena
kita tidak pernah dibatasi oleh Allah SWT untuk melakukan kebaikan.
Hanya
inilah yang mampu kami tulis, hanya inilah yang mampu kami ungkapkan, hanya
inilah yang mampu kami berikan sebagai sumbangsih kami kepada diri, keluarga,
anak dan keturunan, masyarakat, bangsa dan juga negara. Semoga buku ini
bermanfaat sesuai dengan peruntukannya yaitu mampu menjadikan diri kita tetap
sebagai Makhluk yang Terhormat, yang mampu berperilaku Terhormat, untuk bisa
pulang kampung ke tempat yang Terhormat dengan cara yang Terhormat sehingga
kita bisa bertemu dengan Yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat
menghormati.
Dan
tak lupa kami ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada siapapun juga
yang turut membantu kami di dalam menulis buku ini hingga sampai ke tangan
pembaca dan semoga Allah SWT menjadikan hal ini sebagai ibadah yang pahalanya
terus dan terus mengalir sepanjang buku ini ada. Mohon maaf jika ada kata-kata
yang tidak berkenan di hati. Semoga Allah SWT menambah Ilmu kita, semoga Allah
SWT memberikan pemahaman yang sesuai dengan kehendak Allah SWT itu sendiri, semoga
kita mampu melaksanakan apa apa yang telah kita pelajari serta semoga Allah SWT
mengabulkan harapan dan doa yang kita panjatkan kepada-Nya dan kita semua
selalu di dalam lindungan-Nya. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar