Diri sendiri adalah hal yang
paling dekat dengan diri kita, bila kita tidak mampu mengenal diri sendiri
lantas bagaimana kita akan bisa mengenal Allah SWT selaku pengutus, pencipta,
pemilik diri kita dan juga alam semesta ini. Mengenal diri sendiri bukanlah
mengenal diri secara harfiah semata, yaitu seberapa besar dan tingginya diri
kita, seperti apa wajah dan penampilan kita, bukan pula tentang jabatan diri
kita, bukan pula status sosial diri
kita, dan bukan pula tingkat ekonomi diri kita serta apa prestasi diri kita.
Mengenal diri yaitu memilah dan memilih mana yang paling hakiki dari diri kita
dan yang mana yang bukan diri kita. Sekarang sudahkah kita tahu diri kita
sendiri ataukah memang kita tidak tahu diri sendiri?
BARANGSIAPA
MENGENAL TUHANNYA MAKA IA MENGENAL DIRINYA
BARANGSIAPA
MENGENAL DIRINYA MAKA IA MENGENAL TUHANNYA
Sekarang
mari kita pelajari terlebih dahulu tentang Allah SWT. Untuk mengenal dan
berkenalan dengan Allah SWT kita bisa melakukannya melalui pendekatan Route To 1.6.7.99
, dimana pendekatan ini secara mudah dapat kami
artikan sebagai berikut :
1. Angka 1(satu) melambangkan Allah SWT yang tidak lain adalah Dzat yang
menamakan dirinya sendiri Allah SWT, dimana
Allah SWT adalah yang pertama kali ada tanpa ada yang menyertai ada dan Allah SWT akan ada sampai kapanpun juga
sehingga yang lain ada karena adanya Allah SWT, atau dengan kata lain Allah SWT
mustahil tidak ada.
2. Angka 6 (enam) melambangkan Sifat Salbiyah yang dimiliki Allah SWT yang
terdiri dari sifat Wujud, sifat Qidam, sifat Baqa, sifat Mukhalafah Lil
Hawadish, sifat Qiyamuhu Binafsih, sifat Wahdaniah. Sifat Salbiyah adalah sifat
mutlak yang hanya dimiliki oleh Allah SWT semata.
3. Angka 7 (tujuh) melambangkan Sifat Ma’ani dari Allah SWT yang terdiri
dari sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat
Ilmu, sifat Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat. Ketujuh sifat ini
juga ada pada diri setiap manusia sebagai modal dasar bagi manusia untuk
melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.
4. Angka 99 (Sembilan puluh Sembilan) melambangkan Nama-Nama Yang Indah
dari Allah SWT (atau disebut juga dengan Asmaul Husna). Af’al Allah SWT yang
berjumlah 99 ini disibghah oleh Allah SWT kesetiap Ruh manusia sehingga Ruh
memiliki sifat yang mencerminkan Asmaul Husna.
Berdasarkan uraian di atas maka Route to
1.6.7.99 dapat kita pahami sebagai tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang 1
(satu) ,yang memiliki sifat Salbiyah, yang 6 (enam) yang terdiri dari Wujud,
Qidam, Baqa, Mukhalafah Lil Hawadish, Qiyamuhu Binafsih, Wahdaniah; yang
memiliki sifat Ma’ani yang 7(tujuh) yang terdiri dari Qudrat, Iradat, Ilmu,
Sami’, Bashir, Kalam, Hayat dan yang memiliki Nama-Nama Yang Indah (Asmaul
Husna) yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan). Adanya hal ini, menunjukkan
kepada diri kita bahwa jika ada Tuhan-Tuhan lain yang tidak memiliki hal yang
kami kemukakan di atas, maka dapat dipastikan ia bukan Allah SWT. Hal ini
dikarenakan hanya Allah SWT sajalah yang memiliki itu semua.
Timbul pertanyaan, bagaimana kita akan
bisa melaksanakan Route to 1.6.7.99
dengan baik dan benar jika : (1) Kita
tidak memiliki Ilmu tentang Allah SWT dengan baik dan benar? (2) Kita tidak
tahu dimana keberadaan Allah SWT saat kita hidup di dunia? (3) Kita tidak tahu
bagaimana caranya melaksanakan Route to 1.6.7.99 yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT ? (4) Kita tidak mengerti kenapa kita harus membutuhkan Allah SWT
saat hidup di dunia? (5) Kita tidak paham ada hubungan apakah antara diri kita
dengan Allah SWT? Jika sampai
apa yang kami kemukakan di atas ini menimpa diri kita, lalu apa yang harus kita
lakukan? Jika sampai hal tersebut di atas terjadi pada diri kita, maka tidak
ada jalan lain bagi diri kita mulai saat ini juga untuk belajar, atau
mempelajari Ilmu tentang Allah SWT, atau belajar tentang Diinul Islam yang
sesuai dengan Kehendak Allah SWT. Sekarang mana yang lebih banyak orang yang
memiliki Ilmu tentang Allah SWT dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki
Ilmu tentang Allah SWT? Menurut pendapat kami, lebih banyak orang yang tidak
memiliki Ilmu tentang Allah SWT dibandingkan dengan orang yang memiliki Ilmu
tentang Allah SWT. Jangan sampai kita hanya tahu agamanya saja namun tidak
pernah tahu dan paham tentang Allah SWT.
Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di bawah ini,
Allah SWT ada tanpa ada
yang menyertainya ada. Allah SWT ada dengan sendirinya sehingga keberadaannya
hanya Allah SWT sajalah yang tahu tentang keadaanNya.
Dari
Imran bin Hushain ra, katanya: Saya
masuk ke tempat Nabi SAW dan saya tambatkan unta saya di pintu. Kemudian datang
rombongan dari Bani Tamim menghadap beliau. Beliau lalu bersabda: “Terimalah
kabar gembira, hai Bani Tamim!” Mereka berkata: “Tuan telah memberi kabar
gembira pada kami, maka berilah kami harta dua kali lipat!” Sesudah itu masuk
masuk ke tempat beliau rombongan dari Yaman. Beliau lalu bersabda: “Terimalah
kabar gembira, yang tidak diterima oleh Bani Tamim, hai penduduk Yaman!” Mereka itu berkata: “Kami terima, hai
Rasulullah!” Mereka berkata lagi: “Kami datang kepada tuan hendak menanyakan
hal ini (alam)”. Beliau bersabda: “Tuhan telah ada, dan belum ada sesuatu
selain-Nya dan Arsy-Nya di atas air. Tuhan menuliskan segala sesuatu selain-Nya
di dalam peringatan dan diciptakan-Nya langit dan bumi”. Ada seseorang yang
berteriak: “Unta engkau telah pergi, hai
Ibnu Hushain!” Lalu saya berjalan, kebetulan unta itu telah melampaui
fatamorgana (telah jauh). Demi Allah! Saya ingin kalau unta itu saya biarkan
saja pergi!
(Hadits
Riwayat Bukhari No.1419)
Abu
Nu’aim dalam kitabnya Al Hidayah, telah meriwayatkan sebagai berikut: Allah
telah memberi wahyu kepada Musa, Nabi Bani Israil, bahwa barangsiapa bertemu
dengan Aku, pada ia ingkar kepada Ahmad, niscaya Aku masukkan dirinya ke dalam
neraka. Musa berkata: Siapakah Ahmad itu, Wahai Tuhanku? Allah berfirman: Tidak
pernah Aku ciptakan yang lebih mulia menurut pandanganKu dari padanya. Telah
kutuliskan namanya bersama namaKu di Arsy sebelum Aku ciptakan tujuh lapis
langit dan bumi. Sesungguhnya surge itu terlarang bagi semua makhlukKu, sebelum
ia dan umatnya terlebih dahulu memasukinya. Musa berkata: “Siapakah umatnya
itu?’ Firmannya: Mereka yang banyak memuji Allah. Mereka memuji Allah sambil
naik, sambil turun,dan pada setiap keadaan, Mereka mengikat pinggang (menutup
aurat) dan berwudhu membersihkan anggota badan. Mereka berpuasa siang hari,
bersepi diri dan berdzikir sepanjang malam. Aku terima amal yang dikerjakan
dengan ikhlas, meskipun sedikit. Akan kumasukkan mereka ke dalam surga karena
kesaksiannya tiada Tuhan yang sebenarnya di ibadah selain Allah”. Musa berkata:
Jadikanlah saya Nabi umat itu? Allah berfirman: Nabi umat itu dari mereka
sendiri’. Musa berkata lagi: Masukkanlah saya dalam golongan umat Nabi itu”.
Allah menerangkan: Engkau lahir mendahului Nabi dan umat itu, sedang dia lahir
kemudian. Aku berjanji kepadamu untuk mengumpulkan engkau bersamanya di Daarul
Jalaal (surga)
(Hadits
Qudsi Riwayat Abu Nu’aim dalam Al Hilyah)
Allah SWT berdasarkan hadits
di atas ini mengemukakan bahwa sebelum menciptakan segala sesuatu, Allah SWT
sudah memiliki konsep tentang syahadat dan juga telah menetapkan adanya konsep memuji
Allah, adanya konsep mengikat pinggang (menutup aurat), konsep berwudhu
membersihkan anggota badan, konsep berpuasa di siang hari, konsep bersepi diri
dan berdzikir sepanjang malam, serta konsep ikhlas dalam berbuat serta konsep
syurga dan neraka. Untuk itu Allah SWT menawarkan kepada langit, kepada bumi
dan kepada gunung gunung yang kesemuanya enggan untuk memikul amanat Allah SWT.
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu Amat zalim dan Amat bodoh,
(surat
Al Ahzab (33) ayat 72)
[1233] Yang dimaksud
dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.
Timbul pertanyaan, bagaimana
konsep ini bisa terlaksana dengan baik dan benar jika alam semesta tidak mau menerima amanat
Allah SWT? Akhirnya Allah SWT menciptakan rencana besar tentang kekhalifahan di
muka bumi sebagai salah satu sarana untuk melaksanakan konsep di atas dan juga
sebagai sarana bagi Allah SWT untuk melihat/menampilkan diriNya melalui
ciptaanNya, seperti yang tertuang di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 30 di
bawah ini.
ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(surat
Al Baqarah (2) ayat 30)
Lalu seperti apakah ciptaan
Allah SWT itu (maksudnya manusia) dan bagaimanakah proses penciptaan manusia dalam
kerangka Allah SWT melihat diriNya melalui makhluk yang diciptakannya itu?
Maka
hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan?
(surat
Ath Thariq (86) ayat 5)
kemudian
Kami letakkan Dia dalam tempat yang kokoh (rahim),
(surat
Al Mursalaat (77) ayat 21)
Pertunjukkan pertama yang
bisa kita renungi adalah bagaimana sperma yang jumlahnya begitu banyak
memperebutkan satu indung telur yang terdapat di dalam rahim seorang ibu. Dan
hanya sperma yang paling baiklah yang bisa memenangkan pertandingan diantara sesama
sperma, yang dibuktikan dengan terjadinya pembuahan sel telur dalam rahim
seorang ibu oleh sperma yang terbaik. Lalu apa yang terjadi dalam rahim seorang
ibu?
“Sesungguhnya
Allah ta’ala mengutus seorang malaikat di dalam rahim. Malaikat itu berkata, Ya
Tuhan, masih berupa nutfah. Ya Tuhan, sudah menjadi segumpal darah. Ya Tuhan
sudah menjadi segumpal daging, Manakala Allah sudah memutuskan untuk
menciptakannya menjadi manusia, malaikat akan berkata, Ya Tuhan, Diciptakan
sebagai lelaki ataukah perempuan, sengsara atau bahagia, Bagaimana rezekinya?
Bagaimana ajalnya? Semua itu sudah ditentukan dalam perut ibunya”.,
(Hadits
Riwayat Muslim)
Terjadilah sebuah proses
yang sangat luar biasa di dalam rahim seorang ibu, yang kesemuanya dicatat oleh
Malaikat, yang dilanjutkan dengan adanya peniupan ruh ke dalam jasad, jika
jasad sudah berumur 120 hari. Proses ini dikemukakan oleh Allah SWT di dalam
surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9 yang kami kemukakan di bawah ini. Dari sinilah
kita mengetahui bahwa setiap manusia, termasuk diri kita, pasti terdiri dari
unsur Jasmani dan juga unsur Ruhani. Ruhani asalnya dari Allah SWT sedangkan
Jasmani asalnya dari tanah dari saripati makanan dan minuman yang kita
konsumsi.
Yang membuat segala sesuatu
yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari
tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (mani).
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya
dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur.
(surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9)
Untuk
mempertegas keberadaan manusia dalam kerangka Allah SWT melihat DiriNya melalui
ciptaanNya, maka Allah SWT tidak hanya menjadikan manusia hanya terdiri dari
jasmani dan ruhani semata. Namun Allah SWT juga memberikan hal hal sebagai
berikut kepada setiap manusia, yaitu :
a.
Setiap
manusia diberikan modal dasar yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT (seperti
sifat qudrat, sifat iradat, sifat
kalam, sifat hayat, sifat ilmu, sifat sami’, sifat bashir) atau yang kami istilahkan dengan
Amanah yang 7, yang kesemuanya akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Allah
SWT di hari kiamat kelak.
b.
Setiap
Ruhani telah disibghah atau telah disifati dengan sifat sifat ilahiah yang
berasal dari Nama Nama Allah SWT Yang
Indah yang mencerminkan Nilai Nilai Kebaikan sedangkan Jasmani memiliki sifat
sifat alamiah yang mencerminkan Nilai Nilai Keburukan sehingga pada saat
keduanya bersatu terjadilah apa yang dinamakan dengan tarik menarik kepentingan
Ruhani dengan kepentingan Jasmani.
c.
Adanya
pertarungan antara Jasmani dan Ruhani di dalam diri manusia yang berakibat akan
timbulnya apa yang dinamakan dengan kondisi jiwa manusia, dimana jiwa manusia
dapat digolongkan menjadi 2(dua) yaitu: jiwa Fujur (seperti jiwa
hewani, jiwa amarah, jiwa mushawwilah) dan jiwa Taqwa (seperti jiwa
lawwamah dan jiwa muthmainnah).
d.
Setiap
manusia telah diberikan apa yang dinamakan dengan af’idah atau perasaan serta akal yang diletakkan di dalam hati
Ruhani.
e. Adanya Hubbul (keinginan) sebagai motor penggerak untuk berbuat dan
bertindak seperti Hubbul Syahwat (ingin berhubungan dengan lawan
jenis), Hubbul Hurriyah (ingin
bebas), Hubbul Istitlaq (ingin
tahu), Hubbul Jam’i (ingin
berkumpul), Hubbul Maal (ingin
harta), Hubbul Maadah (ingin
dipuji) dan Hubbul Riasah
(ingin jadi pemimpin).
f.
Adanya
Syaitan yang selalu menyertai setiap manusia termasuk juga kepada Nabi dan
Rasul dan juga adanya Malaikat pencatat atau Malaikat Pengawas pada diri setiap
manusia.
g. Berdasarkan surat Al Anbiyaa (21) ayat
34, setiap manusia tidak ada yang kekal atau abadi selamanya hidup di dunia
ini.
h. Berdasarkan surat Al Mu’minuun (23) ayat
33, setiap Manusia tanpa terkecuali dapat dipastikan memerlukan makanan dan
minuman untuk kepentingan Jasmani atau phisik. Tanpa adanya asupan makanan dan
minuman bagi kepentingan Jasmani, maka phisik atau jasmani manusia akan menjadi
lemah dan tidak mempunyai tenaga saat menjadi Khalifah di muka bumi.
i.
Berdasarkan
surat Al A’raf (7) ayat 172, setiap ruh/ruhani manusia tanpa terkecuali sudah
mengakui bertuhankan kepada Allah SWT.
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur.
(surat Al A’raf (7) ayat 10)
Allah SWT menciptakan
kekhalifahan di muka bumi bukan sekedar untuk menciptakan manusia dan juga adanya
regenerasi kekhalifahan yang ada di muka bumi. Akan tetapi agar kemahaan dan
kebesaran Allah SWT aktif dan juga terlihat dengan jelas di dalam diri manusia
sepanjang manusia itu tahu siapa dirinya yang sesungguhnya dalam hal ini adalah
manusia
sebagai penampilan Allah SWT di muka bumi; manusia adalah gambaran dari sifat
dan asmaNya manusia adalah bayangan Allah SWT di muka bumi (khalifah); manusia
adalah pemandangan bagi penampilan keindahan Allah SWT; manusia adalah eksistensi
Allah SWT bagi tersingkapnya hijab Allah SWT; manusia adalah gudang
perbendaharaan Allah SWT. Dan juga Allah SWT tidak berkehendak kepada manusia
yang dijadikannya khalifah gagal dalam melaksanakan tugasnya di muka bumi. Jika
ini adalah konsep dasar dari keberadaan manusia di muka bumi, lalu sudahkah
kita memiliki ilmu dan pemahaman yang sesuai dengan kehendak Allah SWT terutama
tentang diri kita sendiri adalah penampilan Allah SWT di muka bumi? Semoga kita termasuk orang yang lebih
banyak belajar mengenai diri sendiri, daripada menilai orang lain. Agar diri kita selalu sesuai dengan konsep
Allah SWT dan selalu berada di dalam kefitrahan dari waktu ke waktu maka kita
harus selalu berada di dalam kefitrahan yang sesuai dengan konsep surat Ar Ruum
(30) ayat 30 yang kami kemukakan di bawah ini, yaitu selalu berada di dalam
Diinul Islam. Apa maksudnya?
Maka hadapkanlah wajahmu
dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
(surat Ar Ruum (30) ayat
30)
[1168]
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai
naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid,
Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara
pengaruh lingkungan.
Diinul Islam adalah sebuah konsep Ilahiah yang diciptakan dari Fitrah
Allah oleh Allah SWT untuk kepentingan rencana besar kekhalifahan yang ada di
muka bumi. Agar diri kita yang juga khalifah Allah SWT di muka bumi selalu di
dalam konsep kefitrahan maka Allah SWT memerintahkan kepada seluruh khalifahnya
untuk menghadapkan wajahnya kepada Diinul Islam dengan lurus, mantap, tidak
goyah selama hayat masih di kandung badan kita. Agar konsep kefitrahan yang
dikehendaki Allah SWT terlaksana dengan baik dan benar maka kita harus
mengetahui terlebih dahulu hal hal sebagai berikut yang terdapat di dalam surat
Ar Ruum (30 ayat 30 di atas : (1)
Adanya istilah Nass yang maksudnya adalah manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani;
(2) Adanya istilah Diin (Diinul Islam) yang berasal dari fitrah Allah SWT; (3)
Adanya istilah fitrah Allah SWT yang tidak lain adalah Allah SWT itu sendiri
Dzat Yang Maha Fitrah. Lalu Allah SWT selaku pemilik dari kefitrahan
memerintahkan kepada Nass (manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani) yang juga
diciptakan dari fitrah Allah SWT untuk selalu dihadapkan kepada Diin (Diinul
Islam) yang juga berasal dari fitrah Allah SWT sehingga dengan adanya kondisi
ini maka terjadilah apa yang dinamakan
dengan konsep segitiga yang tidak terpisahkan antara Nass (manusia dalam arti
kata Ruh/Ruhani) dengan Fitrah Allah SWT melalui Diinul Islam yang juga berasal
dari Fitrah Allah SWT.
Inilah konsep dasar yang harus kita pahami dengan baik dan benar bahwa
diri kita yang sesungguhnya adalah Nass (dalam hal ini adalah Ruhani yang
merupakan bahagian dari Nur Allah SWT)
sehingga Nass ini jangan pernah dipisahkan dengan asal usulnya dalam hal ini
Fitrah Allah SWT melalui Diinul Islam yang juga berasal dari Fitrah Allah SWT.
Jika sampai Nass (Ruhani diri kita) dipisahkan dengan Diinul Islam dan juga
dengan Fitrah Allah SWT maka terjadilah hal hal sebagai berikut : (1) kita telah keluar dari konsep bahwa diri
kita adalah bentuk penampilan Allah SWT dimuka bumi; (2) kita tidak mampu
membuat Allah SWT tersenyum kepada diri kita (3) hilangnya kefitrahan dalam
diri sehingga konsep datang fitrah kembali fitrah tidak akan pernah terjadi.
Padahal syarat untuk bertemu dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Fitrah di
tempat yang fitrah adalah Ruh/Ruhani datang fitrah kembalinyapun harus fitrah
pula dan jika sampai tidak fitrah akan difitrahkan oleh Allah SWT melalui jalur
Neraka Jahannam.
Agar proses mengenal diri
sendiri tidak hanya sekedar basi basi dihadapan Allah SWT atau hanya ala
kadarnya, ada baiknya kita melakukan hal hal sebagai berikut: (1)
Hargai diri sendiri sambil melihat cermin lalu bertanyalah kepada diri sendiri
masih sesuaikah diri kita dengan konsep Allah; (2) Berhentilah untuk menilai
setiap tindakan yang kita lakukan; (3) Jangan minder karena penilaian orang
lain karena kita tidak bertanggungjawab kepadanya; (4) Berhentilah mencari
kesalahan diri sendiri; (5) Lupakan kenangan buruk masa lalu dan jadikan kenangan itu sesuatu yang hanya
kita lihat melalui kaca spion lalu fokuslah ke masa depan; (6) Jangan mencoba
untuk mengubah diri sendiri dengan cara cara kita sendiri; (7) Menghargai
ketrampilan dan bakat kita lalu berbuatlah kebaikan; (8) Lakukan hal hal yang
kita sukai dan jangan lupa buatlah Allah SWT selalu tersenyum lebar kepada diri
kita atau buatlah diri kita menjadi kebanggaan Allah SWT lalu kita mampu menemukan
dan bertemu Allah SWT dalam diri kita masing. Untuk mempertegas uraian
di atas, berikut ini akan kami kemukakan kisah Nabi Musa, as yang bisa kita
jadikan pelajaran saat hidup di muka bumi.
Suatu saat Nabi Musa as
berkomunikasi dengan Allah SWT. Nabi Musa as.: "Wahai Allah aku sudah
melaksanakan ibadah. Lalu manakah ibadahku yang membuat engkau senang?".
Allah SWT: “Syahadat mu itu untuk dirimu sendiri, karena dengan engkau
bersyahadat maka terbukalah pintu bagimu untuk bertuhankan kepada Ku. Allah
SWT: "Shalat mu bukan untuk Ku tetapi untukmu sendiri, karena dengan
kau mendirikan shalat, engkau terpelihara dari perbuatan keji dan munkar.
Dzikir? Dzikirmu itu membuat hatimu menjadi tenang. Puasa ? Puasamu itu melatih
dirimu untuk memerangi hawa nafsumu". Zakat itu untuk membersihkan apa apa
yang telah engkau miliki. Menunaikan Haji untuk menjadikan kamu menjadi lebih
dekat kepada Ku setelah berkunjung kerumah Ku. Nabi Musa as:
"lalu apa ibadahku yang membuatmu senang ya Allah?" Allah
SWT: "Sedekah, Infaq, Wakaf serta akhlaqul karimah-mu yang
menceriminkan Asmaul Husna. Itulah yang membuat aku senang, Karena tatkala
engkau membahagiakan orang yang sedang susah, kelaparan, aku hadir
disampingnya. Dan aku akan mengganti dengan ganjaran kepadamu”.
Jika kehadiran kita di muka
bumi ini bisa membuat Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita berarti kita
sejalan dengan kehendak Allah SWT atau sesuai dengan konsep Allah SWT dan
berarti kita juga telah mampu menampilkan penampilan Allah SWT melalui diri
kita dan kitapun mampu merasakan adanya Allah SWT dalam diri kita. Namun
apabila kehadiran diri kita di muka bumi membuat Allah SWT benci dan marah
berarti ada yang salah dalam diri kita. Untuk itu jangan pernah memiliki konsep
menunda sampai tua baru melakukan kebaikan karena kita tidak tahu sampai kapan
kita hidup di dunia ini? Selama masih diberikan kesempatan untuk berbuat
kebaikan, ambil kesempatan itu lalu lakukan kebaikan, atau ambil peran di
masyarakat dan jangan pikirkan ukuran dari kebaikan, lakukan kebaikan seperti
mengalirnya air. Jika kita terlalu banyak berfikir untuk berbuat kebaikan,
kesempatan yang ada bisa terbang melayang karena ulah kita sendiri yang terlalu
banyak pertimbangan pertimbagan yang pada akhirnya kita mengundang syaitan
hadir dalam diri kita dan melaksanakan aksinya.
Jadikanlah setiap perintah
yang telah diperintahkan oleh Allah SWT bukan sebagai kewajiban melainkan
sebagai sebuah kebutuhan karena ini adalah kunci kesuksesan hidup di dunia dan
akhirat kelak dan juga dalam kerangka memberikan asupan atau nutrisi bagi kepentingan
Ruh serta menjaga keimanan yang sangat dibutuhkan oleh Ruh. Ingat, Ruh juga
memiliki sifat yang mana sifat yang telah disifati kepada Ruh harus menjadi
perilaku atau perbuatan Ruh. Ruh baru bisa menjadikan sifatnya menjadi
perbuatan jika Ruh ternutrisi dengan baik dan benar dan juga Ruh tidak pernah
dipisahkan dengan keimanan.
Abu Hurairah ra,
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pada hari Kiamat, Allah SWT
berfirman: Wahai anak Adam, Aku sedang sakit, kenapa kamu tidak menjengukKu.
Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa menjengukMu, sedangkan
Engkau adalah Tuhan semesat alam? Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak menyadari
jika hambaKu, fulan, sedang sakit tapi kamu tidak mau menjenguknya? Apakah kamu tidak
mengetahuinya, seandainya kamu menjenguknya, kamu akan mendapatkanKu sedang
bersamanya? Allah berkata lagi, Wahai anak Adam, Aku meminta makanan kepadamu,
tapi mengapa kamu tidak mau memberi Ku makanan? Anak Adam menjawab, Wahai
Tuhan, bagaimana hamba bisa memberi Mu makanan, sedangkan Engkau adalah Tuhan
semesta alam? Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak menyadari, ketika ada hamba Ku
yang meminta makanan kepadamu, tapi kamu tidak mau memberinya makanan? Apakah
kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya makanan niscaya kamu akan
mendapatkan itu di sisi Ku? Allah
berkata lagi, “Wahai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak
memberi Ku minuman? Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa
memberi Mu minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berkata,
“Salah seorang hamba Ku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberinya
minum. Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya minum niscaya
kamu mendapatkan itu di sisi Ku.”
(Hadits Riwayat Muslim)
Sekarang
sudahkah kita mampu melaksanakan apa apa yang tertuang di dalam ketentuan
hadits riwayat Muslim yang kami kemukakan di atas ini? Jika sudah berarti kita
sedang berusaha untuk membuat Allah SWT tersenyum kepada diri kita dan jika
belum berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita. Lalu apakah hanya kepada
orang yang sakit, apakah hanya kepada orang kelaparan dan kehausan saja kita
berbuat kebaikan? Berbuat kebaikan tidak hanya pada apa yang dikemukakan di
hadits tersebut di atas, namun masih banyak lagi yang bisa kita lakukan kepada
orang banyak seperti memberi pengajaran dengan menjadi guru tanpa bayaran,
menjadi motivator bagi tumbuh kembangnya bisnis wirausaha, menjadi dokter bagi
keluarga tidak mampu, menjadi sukarelawan bencana alam dan lain sebagainya.
Jika saat
diri kita mampu berbuat kebaikan dalam kerangka membuat Allah SWT tersenyum
kepada diri kita maka hal hal sebagai berikut harus kita jadikan pedoman, yaitu
: (1)
kebaikan yang kita lakukan sudah tanpa disuruh suruh lagi oleh siapapun
melainkan dilakukan karena kesadaran diri sendiri; (2) kebaikan yang kita
lakukan tanpa ada paksaan dari siapapun
serta tanpa ada pamrih kecuali ikhlas hanya karena Allah SWT semata; (3)
kebaikan yang kita lakukan bukan untuk unjuk diri atau untuk dipandang orang
lain melainkan karena melaksanakan cerminan diri kita saat hidup di dunia; (4)
kebaikan yang kita lakukan haruslah konsisten dari waktu ke waktu walaupun
kecil atau sedikit dan yang terakhir adalah setelah berbuat kebaikan jangan
pernah diungkit kembali agar orang lain tahu bahwa kita telah berbuat sesuatu
atau dengan kata lain apa yang pernah kita lakukan jangan pernah diingat
kembali.Sudahkah kita mengambil peran di dalam masyarakat sehingga
masyarakat terbantu dan tertolong atas peran yang kita ambil. Semakin banyak
peran yang diambil oleh setiap anggota masyarakat semakin banyak orang yang
akan terbantu dan tertolong. Ayo buktikan bahwa diri kita berguna dengan
mengambil peran yang sesuai dengan kemampuan diri kita saat ini juga. Jangan
pernah menunda nunda berbuat kebaikan karena menunda nunda pekerjaan baik
berarti kita telah memberikan kesempatan kepada perampok perampok waktu
melaksanakan aksinya dihadapan diri kita sendiri.Semakin cepat kita berbuat
kebaikan maka semakin baik dihadapan Allah SWT semakin cepat pula masyarakat
terbantu oleh diri kita.
Dalam
kehidupan sehari-hari, hanya sesuatu yang sejenislah yang mampu bercampur satu
dengan yang lainnya. Contohnya Air hanya bisa disatukan dengan Air. Air dan
Minyak tidak akan bisa disatukan dikarenakan adanya perbedaan berat jenis. Hal
yang samapun berlaku saat diri kita berusaha untuk memperoleh dan merasakan
kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT yang hanya bisa dirasakan jika kita
mampu memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki Allah SWT, dalam hal ini
kita harus mempersiapkan hati ruhani kita yang memenuhi syarat yaitu hati yang
memenuhi konsep mukmin (qalbun mukmin). Sepanjang hati ruhani kita tidak
memenuhi standart qalbun mukmin maka sepanjang itu kita tidak bisa merasakan
nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT.
kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur.
(surat
As Sajdah (32) ayat 9)
Wahab
bin Munabih berkata: Allah ta’ala berirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi
tidak berdaya menjangkau-Ku. Aku telah dijangkau oleh Hati seorang Mukmin.
(Hadits
Qudsi Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih. 272:32)
Berdasarkan
suat As Sajdah (32) ayat 9 di atas, setiap manusia telah diberikan Af’’idah
(perasaan) yang diletakkan di dalam hati ruhani oleh Allah SWT. Dan melalui
Af’idah inilah kita bisa merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT
sepanjang hati ruhani memiliki kriteria Qalbun Mukmin. Jika hal ini mampu kita
lakukan berarti pintu masuk untuk menemukan Allah SWT di dalam diri sudah mulai
terbuka atau kita sudah mampu menemukan Allah SWT dalam diri kita melalui
Af’idah (perasaan). Selanjutnya tinggal kita mempertahankan hal tersebut dengan
selalu berusaha memenuhi segala yang dikehendaki Allah SWT.
Timbul
pertanyaan lagi, apakah Hati Ruhani orang Mukmin itu hanya sebagai tempat
diletakkannya Af’idah atau perasaan yang berguna untuk merasakan rasa dari bertuhankan
kepada Allah SWT, ataukah ada fungsi lain dari Qalbun Mukmin? Qalbun Mukmin banyak memiliki manfaat dan kegunaan bagi
kepentingan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Apakah anda ingin
mengetahuinya? Berikut ini akan kami kemukakan hal dimaksud, selanjutnya sangat
tergantung kepada diri kita sendiri apakah mampu memanfaatkan dan mempergunakan
Hati Ruhaninya sendiri dengan baik dan benar, yaitu:
a. Hati Ruhani
merupakan tempat diletakkannya Akal oleh Allah SWT sehingga dengan adanya akal
tersebut dapat membantu manusia untuk berfikir, berbuat, berusaha, atau
memudahkan manusia menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk yang terhormat
serta mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk. Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW. Bersabda;
Allah ta’ala berfirman: Tatkala Allah SWT menciptakan akal, berfirmanlah Allah
kepadanya: “Datanglah hai akal”; maka datanglah ia, kemudian diperintahkannya:
Pergilah dan pergilah ia. Allah berfirman: Aku tidak menciptakan sesuatu
makhluk yang lebih Aku cintai dari padamu. Dengan engkau Aku mengambil dan
dengan engkau pula Aku memberi.
(Hadits
Riwayat Abdullah bin Ahmad dari Alhassan dan Aththabarani dari Abi Umamah,
272:269)
b.
Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya rasa
tenteram dan ketenteraman diri oleh Allah SWT sehingga manusia dapat merasakan
apa yang disebut dengan kebahagian hidup, atau ketenangan hidup atau adanya
ketenangan hati, yang disebut juga ketenangan bathin. “(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(surat Ar Ra’d (13)
ayat 28)
c. Hati Ruhani
merupakan tempat diletakkannya pemahaman oleh Allah SWT sehingga manusia dapat
merasakan apa yang disebut dengan mengerti ataupun memahami sebuah proses alam
atau proses dinamika hidup dan kehidupan, atau memahami arti dari kebesaran dan
kemahaan Allah SWT yang telah diperlihatkan dan ditunjukkan di alam semesta
ini.” maka apakah mereka tidak
berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat
memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di
dalam dada.
(surat
Al Hajj (22) ayat 46)
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka
Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(surat Al A’raaf (7) ayat 179)
d. Hati Ruhani merupakan
tempat diletakkannya obat dan penyembuh bagi penyakit, atau pengobat rasa
sedih, rasa gelisah, rasa gundah, sehingga manusia dapat merasakan ketenangan bathin, atau
merasakan rasa kesembuhan dari suatu musibah ataupun bencana.”Rasulullah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepada
kalian mengenai penyakit kalian dan obat untuk kalian? Bahwasanya penyakit
kalian adalah berbuat dosa, sedangkan obatnya adalah beristighfar.
(Hadits
Riwayat Dailami, dari Anas bin Malik)
e.
Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya cahaya ilahiah,
atau aura yang berasal dari Allah SWT atas segala perbuatan baik yang telah
diperbuat oleh manusia. Aura diletakkan di dalam hati lalu aura ini akan terpancar
ke wajah atau terpancar melalui ilmu dan lain sebagainya.”Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah
hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya
(sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi
mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam
kesesatan yang nyata. (surat Az Zumar (39)
ayat 22)
f.
Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya petunjuk,
ilham, firasat yang berasal dari Allah SWT, sehingga dengan adanya petunjuk,
adanya ilham, adanya firasat, akan
memudahkan diri kita mengerjakan sesuatu pekerjaan, atau memecahkan persoalan
hidup, atau dengan adanya petunjuk Allah SWT dapat mensukseskan diri kita
menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat.”Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa
seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah,
niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu. (surat At Taghaabun (64) ayat 11)
Sekarang
kita sudah tahu dan mengerti tentang fungsi dari hati ruhani lalu sudahkah kita
mempersiapkan tempat diletakkannya hal hal yang kami kemukakan di atas? Jangan
sampai sesuatu yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita menjadi
sia sia karena ulah kita sendiri yang tidak mempersiapkan hati ruhani yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT yang mengakibatkan Allah SWT tidak nampak
dalam diri.
Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya bila seorang hamba
melakukan dosa satu kali, maka di dalam hatinya timbul satu titik noda hitam.
Apabila ia berhenti dari perbuatan dosanya dan memohon ampun serta bertobat,
maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa,maka bertambahlah hitamnya
titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya.
(Hadits Riwayat
Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim
Selain
daripada itu, ketahuilah pula bahwa Hati Ruhani juga merupakan tempat diletakkannya titik-titik hitam, atau
noda-noda hitam atas setiap dosa yang pernah diperbuat oleh manusia yang
menjadi penghalang bagi diri mencari dan merasakan Allah SWT dalam diri serta
tertolaknya doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT.
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
(surat
Al Ankabuut (29) ayat 2)
Sesungguhnya
kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. dan jika kamu beriman dan
bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta
harta-hartamu.
(surat
Muhammad (47) ayat 36)
kemudian
saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan
dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat).
(surat
Al A’raf (7) ayat 17)
Sebagai pemain dalam sebuah
permainan maka kita akan dihadapkan dengan musuh atau lawan yang tangguh dan
pantang menyerah, yaitu ahwa dan juga syaitan. Lalu sudahkah kita memiliki ilmu
tentang musuh yang akan kita hadapi yang juga ujian bagi diri kita? Dapatkah
kita mengalahkan musuh jika kita tidak memiliki ilmu tentang musuh? Inilah
salah satu teori dasar permainan yang sering kita lupakan atau bahkan kita
abaikan. Adalah sesuatu yang mustahil di akal kita berkehendak mengalahkan
musuh tanpa pernah tahu ilmu tentang musuh, terutama tentang kelemahan musuh.
Akhirnya musuh yang seharusnya bisa kita kalahkan, justru kita yang dikalahkan
oleh musuh. Ingat, disetiap permainan dapat dipastikan akan menghasilkan 2
(dua) hal yaitu adanya pemenang dan adanya pecundang. Allah SWT tidak
berkehendak kepada wakilnya (khalifahnya) mengalami kekalahan dalam permainan
karena fitrah manusia adalah pemenang dalam permainan. Dan jika kita mengalami
kekalahan dalam permainan berarti kita telah keluar dari konsep awal penciptaan
manusia.
Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung.
(surat
Ali Imran (3) ayat 200)
karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 152)
[98] Maksudnya: aku
limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.
Jika saat ini kita masih
hidup di muka bumi dalam posisi mengalami kekalahan, tidak ada jalan lain untuk
segera melakukan Taubatan Nasuha saat ini juga karena Allah SWT masih
memberikan kesempatan ke dua kepada diri kita.
dan
kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak
akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun[1262] akan
tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka
apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat
(keadaan) hamba-hamba-Nya.
(surat
Fathir (35) ayat 45)
[1262] Daabbah artinya
ialah makhluk yang melata. tetapi yang dimaksud di sini ialah manusia.
Adanya kesempatan ke dua
yang diberikan Allah SWT kepada diri kita menandakan Allah SWT sangat sayang kepada
diri kita. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita menyikapinya karena
hidup adalah pilihan.
Sekarang
katakan kita sudahkah kita mampu menemukan Allah SWT di dalam diri (dalam hal
ini di dalam hati ruhani) yang tercermin dari merasakan nikmatnya bertuhankan Allah
SWT dan jika kita telah kita memperoleh hal tersebut jangan sampai hanya sekali
saja namun harus terus kita raih dan rasakan sepanjang kita masih hidup.
Setelah itu masyarakatpun harus merasakan juga dampak positif dari apa yang
telah kita peroleh dari Allah SWT. Agar
kesempatan untuk menemukan Allah SWT dalam diri bisa terlaksana dari waktu ke
waktu maka kita harus bisa melaksanakan
ketentuan Ummatan Washatan yang terdapat dalam surat Al Baqarah (2) ayat 143 di
bawah ini, dalam kehidupan kita sehari hari. Ummatan Washatan adalah usaha diri
kita untuk menjadikan diri kita menjadi umat pertengahan atau umat yang
seimbang hidupnya yakni bukan umat yang berlebihan (ekstrem) baik ke kiri
maupun ke kanan, bukan pula condong ke Timur ataupun condong ke Barat. Inilah
yang kami sebuat sebagai pola hidup yang berkeseimbangan.
dan
demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya
nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 143)
[95] Umat Islam dijadikan
umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan
orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 177)
Lalu seperti apakah konsep pola
hidup yang berkeseimbangan itu? Inilah pola hidup berkeseimbangan, yaitu :(1)
Keseimbangan Hablumminallah dan Hablumminannas; (2) Keseimbangan harapan sukses
dalam kehidupan dunia dan sukses dalam kehidupan akhirat; (3) Keseimbangan
berfikir dan berdzikir; (4) Keseimbangan ilmu dan amal; (5) Keseimbangan usaha
dan tawakkal; (6) Keseimbangan peduli keluarga dan peduli masyarakat; (7)
Keseimbangan menjaga hak Allah SWT dan menjaga hak diri dan keluarga; (8)
Keseimbangan pola makan (bagi ruhani dan jasmani); (9) Keseimbangan
membelanjakan harta (keseimbangan menerima dan juga memberi) dan lain
sebagainya. Semoga kita mampu
melaksanakan hal ini. Setelah diri kita mampu melaksanakan konsep hidup yang
berkeseimbangan, nasehat berikut ini sudah sepatutnya kita laksanakan nasehat
nesehat ini, yaitu : Barangsiapa yang mampu mengumpulkan padanya 6(enam)
perkara niscaya ia tidak akan meninggalkan usaha mencari syurga dan lari dari
neraka, yaitu: (1) Ia mengenal Allah lalu mentaatinya; (2) Ia mengenal syaitan lalu
mendurhakainya; (3) Ia mengenal kebenaran lalu mengikutinya; (4) Ia mengenal
yang bathil lalu ia menjaga diri daripadanya; (5) Ia mengenal dunia lalu ia
menolaknya; (6) Ia mengenal akhirat lalu mencarinya. Kenyataan yang
terjadi hidup tidak semudah membalik telapak tangan, karena hidup yang kita
jalani saat ini adalah sebuah permainan. Hidup juga bukanlah sekedar teori
semata, namun juga harus dipraktekan yang
sesuai dengan teori dan juga perlu improvisasi yang tidak melanggar teori.
Saat
ini kita adalah bagian dari mata rantai kekhalifahan yang ada di atas diri kita dan juga kita
telah membuat mata rantai kekhalifahan yang ada di bawah diri kita. Lalu sudahkah
kita yang berada di loko (yang terdepan) memiliki ilmu tentang hal hal yang
kami kemukakan di atas? Jika sampai diri kita yang berada di depan, tidak
memiliki ilmu atau memiliki ilmu dengan kualifikasi sangat terbatas, lalu
bagaimana dengan gerbong yang ada di belakang diri kita? Apakah penurunan
kualitas sumber daya manusia yang menjadi bagian dari mata rantai kekhalifahan
yang ada di bawah kita, yang terjadi dihadapan kita sendiri, kita biarkan saja terjadi
sedangkan kita sangat membutuhkan doa anak shaleh dan shalehah setelah kita
tiada?.
harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.
(surat
Al Kahfi (18) ayat 46)
dan orang orang yang berkata: "Ya
Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami
sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.
(surat Al Furqaan (25) ayat 74)
Di lain
sisi, sudahkah diri kita menjadi penyenang dan penyejuk hati (qurata a’yun)
bagi suami, bagi istri, bagi anak dan keturunan, bagi masyarakat, bagi bangsa
dan negara? Jika belum, kapan lagi. Jika kita sudah mampu lalu bagaimana dengan
kelurga kita? Kita tidak bisa sendirian menjadi penyenang dan penyejuk hati di
tengah keluarga ataupun di tengah masyarakat. Semakin banyak anggota keluarga
yang memenuhi kualifikasi penyenang dan penyejuk hati (qurata a’yun) akan
semakin baik pula keluarga kita dan kemungkinan memperoleh generasi yang akan
datang di kemudian yang sesuai dengan konsep Allah SWT terbuka lebar.
dan orang-orang yang di atas A'raaf
memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya
dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: "Harta yang kamu kumpulkan dan
apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu."
(surat Al A’raaf (7) ayat 48)
Semoga
ketentuan yang termaktub dalam surat Al A’raaf (7) ayat 48 tidak terjadi pada
diri kita, pada suami/istri kita, pada kedua orang tua dan juga pada anak
keturunan kita.
Jok
podo nelongso jamane jaman rekoso. Urip pancel angel, kudune ra usah ngomel.
Ati kudu tentrem nyambut gawe karo seneng. (Koes Ploes)
Ibadah itu bukti syukur
dan sebaik baiknya syukur adalah pro aktif menghasilkan karya nyata, bukan
hanya menikmati karya semata. Lalu buatlah Allah SWT selalu tersenyum bangga
kepada diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar