Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 20 November 2018

MENCARI DAN MENEMUKAN ALLAH SWT DALAM DIRI LALU BERJUANG UNTUK PATUH DAN TAAT DENGAN KEHENDAKNYA



Diri sendiri adalah hal yang paling dekat dengan diri kita, bila kita tidak mampu mengenal diri sendiri lantas bagaimana kita akan bisa mengenal Allah SWT selaku pengutus, pencipta, pemilik diri kita dan juga alam semesta ini. Mengenal diri sendiri bukanlah mengenal diri secara harfiah semata, yaitu seberapa besar dan tingginya diri kita, seperti apa wajah dan penampilan kita, bukan pula tentang jabatan diri kita, bukan pula  status sosial diri kita, dan bukan pula tingkat ekonomi diri kita serta apa prestasi diri kita. Mengenal diri yaitu memilah dan memilih mana yang paling hakiki dari diri kita dan yang mana yang bukan diri kita. Sekarang sudahkah kita tahu diri kita sendiri ataukah memang kita tidak tahu diri sendiri?

BARANGSIAPA MENGENAL TUHANNYA MAKA IA MENGENAL DIRINYA
BARANGSIAPA MENGENAL DIRINYA MAKA IA MENGENAL TUHANNYA

Sekarang mari kita pelajari terlebih dahulu tentang Allah SWT. Untuk mengenal dan berkenalan dengan Allah SWT kita bisa melakukannya melalui pendekatan Route To 1.6.7.99 , dimana pendekatan ini secara mudah dapat kami artikan sebagai berikut :

1.      Angka 1(satu) melambangkan Allah SWT yang tidak lain adalah Dzat yang menamakan dirinya sendiri Allah SWT, dimana  Allah SWT adalah yang pertama kali ada tanpa ada yang menyertai ada  dan Allah SWT akan ada sampai kapanpun juga sehingga yang lain ada karena adanya Allah SWT, atau dengan kata lain Allah SWT mustahil tidak ada. 
2.      Angka 6 (enam) melambangkan Sifat Salbiyah yang dimiliki Allah SWT yang terdiri dari sifat Wujud, sifat Qidam, sifat Baqa, sifat Mukhalafah Lil Hawadish, sifat Qiyamuhu Binafsih, sifat Wahdaniah. Sifat Salbiyah adalah sifat mutlak yang hanya dimiliki oleh Allah SWT semata.
3.      Angka 7 (tujuh) melambangkan Sifat Ma’ani dari Allah SWT yang terdiri dari sifat Qudrat,  sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat. Ketujuh sifat ini juga ada pada diri setiap manusia sebagai modal dasar bagi manusia untuk melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.
4.      Angka 99 (Sembilan puluh Sembilan) melambangkan Nama-Nama Yang Indah dari Allah SWT (atau disebut juga dengan Asmaul Husna). Af’al Allah SWT yang berjumlah 99 ini disibghah oleh Allah SWT kesetiap Ruh manusia sehingga Ruh memiliki sifat yang mencerminkan Asmaul Husna.

Berdasarkan uraian di atas maka Route to 1.6.7.99 dapat kita pahami sebagai tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang 1 (satu) ,yang memiliki sifat Salbiyah, yang 6 (enam) yang terdiri dari Wujud, Qidam, Baqa, Mukhalafah Lil Hawadish, Qiyamuhu Binafsih, Wahdaniah; yang memiliki sifat Ma’ani yang 7(tujuh) yang terdiri dari Qudrat, Iradat, Ilmu, Sami’, Bashir, Kalam, Hayat dan yang memiliki Nama-Nama Yang Indah (Asmaul Husna) yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan). Adanya hal ini, menunjukkan kepada diri kita bahwa jika ada Tuhan-Tuhan lain yang tidak memiliki hal yang kami kemukakan di atas, maka dapat dipastikan ia bukan Allah SWT. Hal ini dikarenakan hanya Allah SWT sajalah yang memiliki itu semua.

Timbul pertanyaan, bagaimana kita akan bisa  melaksanakan Route to 1.6.7.99 dengan baik dan benar jika : (1) Kita tidak memiliki Ilmu tentang Allah SWT dengan baik dan benar? (2) Kita tidak tahu dimana keberadaan Allah SWT saat kita hidup di dunia? (3) Kita tidak tahu bagaimana caranya melaksanakan Route to 1.6.7.99 yang sesuai dengan kehendak Allah SWT ? (4) Kita tidak mengerti kenapa kita harus membutuhkan Allah SWT saat hidup di dunia? (5) Kita tidak paham ada hubungan apakah antara diri kita dengan Allah SWT?  Jika sampai apa yang kami kemukakan di atas ini menimpa diri kita, lalu apa yang harus kita lakukan? Jika sampai hal tersebut di atas terjadi pada diri kita, maka tidak ada jalan lain bagi diri kita mulai saat ini juga untuk belajar, atau mempelajari Ilmu tentang Allah SWT, atau belajar tentang Diinul Islam yang sesuai dengan Kehendak Allah SWT. Sekarang mana yang lebih banyak orang yang memiliki Ilmu tentang Allah SWT dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki Ilmu tentang Allah SWT? Menurut pendapat kami, lebih banyak orang yang tidak memiliki Ilmu tentang Allah SWT dibandingkan dengan orang yang memiliki Ilmu tentang Allah SWT. Jangan sampai kita hanya tahu agamanya saja namun tidak pernah tahu dan paham tentang Allah SWT.

Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT ada tanpa ada yang menyertainya ada. Allah SWT ada dengan sendirinya sehingga keberadaannya hanya Allah SWT sajalah yang tahu tentang keadaanNya.

Dari Imran  bin Hushain ra, katanya: Saya masuk ke tempat Nabi SAW dan saya tambatkan unta saya di pintu. Kemudian datang rombongan dari Bani Tamim menghadap beliau. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira, hai Bani Tamim!” Mereka berkata: “Tuan telah memberi kabar gembira pada kami, maka berilah kami harta dua kali lipat!” Sesudah itu masuk masuk ke tempat beliau rombongan dari Yaman. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira, yang tidak diterima oleh Bani Tamim, hai penduduk Yaman!”  Mereka itu berkata: “Kami terima, hai Rasulullah!” Mereka berkata lagi: “Kami datang kepada tuan hendak menanyakan hal ini (alam)”. Beliau bersabda: “Tuhan telah ada, dan belum ada sesuatu selain-Nya dan Arsy-Nya di atas air. Tuhan menuliskan segala sesuatu selain-Nya di dalam peringatan dan diciptakan-Nya langit dan bumi”. Ada seseorang yang berteriak: “Unta engkau telah  pergi, hai Ibnu Hushain!” Lalu saya berjalan, kebetulan unta itu telah melampaui fatamorgana (telah jauh). Demi Allah! Saya ingin kalau unta itu saya biarkan saja pergi! 
(Hadits Riwayat Bukhari No.1419)

Abu Nu’aim dalam kitabnya Al Hidayah, telah meriwayatkan sebagai berikut: Allah telah memberi wahyu kepada Musa, Nabi Bani Israil, bahwa barangsiapa bertemu dengan Aku, pada ia ingkar kepada Ahmad, niscaya Aku masukkan dirinya ke dalam neraka. Musa berkata: Siapakah Ahmad itu, Wahai Tuhanku? Allah berfirman: Tidak pernah Aku ciptakan yang lebih mulia menurut pandanganKu dari padanya. Telah kutuliskan namanya bersama namaKu di Arsy sebelum Aku ciptakan tujuh lapis langit dan bumi. Sesungguhnya surge itu terlarang bagi semua makhlukKu, sebelum ia dan umatnya terlebih dahulu memasukinya. Musa berkata: “Siapakah umatnya itu?’ Firmannya: Mereka yang banyak memuji Allah. Mereka memuji Allah sambil naik, sambil turun,dan pada setiap keadaan, Mereka mengikat pinggang (menutup aurat) dan berwudhu membersihkan anggota badan. Mereka berpuasa siang hari, bersepi diri dan berdzikir sepanjang malam. Aku terima amal yang dikerjakan dengan ikhlas, meskipun sedikit. Akan kumasukkan mereka ke dalam surga karena kesaksiannya tiada Tuhan yang sebenarnya di ibadah selain Allah”. Musa berkata: Jadikanlah saya Nabi umat itu? Allah berfirman: Nabi umat itu dari mereka sendiri’. Musa berkata lagi: Masukkanlah saya dalam golongan umat Nabi itu”. Allah menerangkan: Engkau lahir mendahului Nabi dan umat itu, sedang dia lahir kemudian. Aku berjanji kepadamu untuk mengumpulkan engkau bersamanya di Daarul Jalaal (surga)
(Hadits Qudsi Riwayat Abu Nu’aim dalam Al Hilyah)

Allah SWT berdasarkan hadits di atas ini mengemukakan bahwa sebelum menciptakan segala sesuatu, Allah SWT sudah memiliki konsep tentang syahadat dan juga telah menetapkan adanya konsep memuji Allah, adanya konsep mengikat pinggang (menutup aurat), konsep berwudhu membersihkan anggota badan, konsep berpuasa di siang hari, konsep bersepi diri dan berdzikir sepanjang malam, serta konsep ikhlas dalam berbuat serta konsep syurga dan neraka. Untuk itu Allah SWT menawarkan kepada langit, kepada bumi dan kepada gunung gunung yang kesemuanya enggan untuk memikul amanat Allah SWT.

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,
(surat Al Ahzab (33) ayat 72)

[1233] Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.

Timbul pertanyaan, bagaimana konsep ini bisa terlaksana dengan baik dan benar  jika alam semesta tidak mau menerima amanat Allah SWT? Akhirnya Allah SWT menciptakan rencana besar tentang kekhalifahan di muka bumi sebagai salah satu sarana untuk melaksanakan konsep di atas dan juga sebagai sarana bagi Allah SWT untuk melihat/menampilkan diriNya melalui ciptaanNya, seperti yang tertuang di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 30 di bawah ini. 

ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(surat Al Baqarah (2) ayat 30)

Lalu seperti apakah ciptaan Allah SWT itu (maksudnya manusia) dan bagaimanakah proses penciptaan manusia dalam kerangka Allah SWT melihat diriNya melalui makhluk yang diciptakannya itu?

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan?
(surat Ath Thariq (86) ayat 5)

kemudian Kami letakkan Dia dalam tempat yang kokoh (rahim),
(surat Al Mursalaat (77) ayat 21)

Pertunjukkan pertama yang bisa kita renungi adalah bagaimana sperma yang jumlahnya begitu banyak memperebutkan satu indung telur yang terdapat di dalam rahim seorang ibu. Dan hanya sperma yang paling baiklah yang bisa memenangkan pertandingan diantara sesama sperma, yang dibuktikan dengan terjadinya pembuahan sel telur dalam rahim seorang ibu oleh sperma yang terbaik. Lalu apa yang terjadi dalam rahim seorang ibu?

“Sesungguhnya Allah ta’ala mengutus seorang malaikat di dalam rahim. Malaikat itu berkata, Ya Tuhan, masih berupa nutfah. Ya Tuhan, sudah menjadi segumpal darah. Ya Tuhan sudah menjadi segumpal daging, Manakala Allah sudah memutuskan untuk menciptakannya menjadi manusia, malaikat akan berkata, Ya Tuhan, Diciptakan sebagai lelaki ataukah perempuan, sengsara atau bahagia, Bagaimana rezekinya? Bagaimana ajalnya? Semua itu sudah ditentukan dalam perut ibunya”.,
(Hadits Riwayat Muslim)

Terjadilah sebuah proses yang sangat luar biasa di dalam rahim seorang ibu, yang kesemuanya dicatat oleh Malaikat, yang dilanjutkan dengan adanya peniupan ruh ke dalam jasad, jika jasad sudah berumur 120 hari. Proses ini dikemukakan oleh Allah SWT di dalam surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9 yang kami kemukakan di bawah ini. Dari sinilah kita mengetahui bahwa setiap manusia, termasuk diri kita, pasti terdiri dari unsur Jasmani dan juga unsur Ruhani. Ruhani asalnya dari Allah SWT sedangkan Jasmani asalnya dari tanah dari saripati makanan dan minuman yang kita konsumsi.

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9)

Untuk mempertegas keberadaan manusia dalam kerangka Allah SWT melihat DiriNya melalui ciptaanNya, maka Allah SWT tidak hanya menjadikan manusia hanya terdiri dari jasmani dan ruhani semata. Namun Allah SWT juga memberikan hal hal sebagai berikut kepada setiap manusia, yaitu :  

a.      Setiap manusia diberikan modal dasar yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT (seperti sifat qudrat, sifat iradat, sifat kalam, sifat hayat, sifat ilmu, sifat sami’, sifat bashir) atau yang kami istilahkan dengan Amanah yang 7, yang kesemuanya akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Allah SWT di hari kiamat kelak.
b.      Setiap Ruhani telah disibghah atau telah disifati dengan sifat sifat ilahiah yang berasal dari  Nama Nama Allah SWT Yang Indah yang mencerminkan Nilai Nilai Kebaikan sedangkan Jasmani memiliki sifat sifat alamiah yang mencerminkan Nilai Nilai Keburukan sehingga pada saat keduanya bersatu terjadilah apa yang dinamakan dengan tarik menarik kepentingan Ruhani dengan kepentingan Jasmani.
c.      Adanya pertarungan antara Jasmani dan Ruhani di dalam diri manusia yang berakibat akan timbulnya apa yang dinamakan dengan kondisi jiwa manusia, dimana jiwa manusia dapat digolongkan menjadi 2(dua) yaitu: jiwa Fujur (seperti jiwa hewani, jiwa amarah, jiwa mushawwilah) dan jiwa Taqwa (seperti jiwa  lawwamah dan jiwa muthmainnah).
d.      Setiap manusia telah diberikan apa yang dinamakan dengan af’idah atau perasaan serta akal yang diletakkan di dalam hati Ruhani.
e.      Adanya Hubbul (keinginan) sebagai motor penggerak untuk berbuat dan bertindak seperti Hubbul Syahwat  (ingin berhubungan dengan lawan jenis), Hubbul Hurriyah (ingin bebas), Hubbul Istitlaq (ingin tahu), Hubbul Jam’i (ingin berkumpul), Hubbul Maal (ingin harta), Hubbul Maadah (ingin dipuji) dan Hubbul Riasah (ingin jadi pemimpin).
f.        Adanya Syaitan yang selalu menyertai setiap manusia termasuk juga kepada Nabi dan Rasul dan juga adanya Malaikat pencatat atau Malaikat Pengawas pada diri setiap manusia.
g.      Berdasarkan surat Al Anbiyaa (21) ayat 34, setiap manusia tidak ada yang kekal atau abadi selamanya hidup di dunia ini. 
h.      Berdasarkan surat Al Mu’minuun (23) ayat 33, setiap Manusia tanpa terkecuali dapat dipastikan memerlukan makanan dan minuman untuk kepentingan Jasmani atau phisik. Tanpa adanya asupan makanan dan minuman bagi kepentingan Jasmani, maka phisik atau jasmani manusia akan menjadi lemah dan tidak mempunyai tenaga saat menjadi Khalifah di muka bumi.
i.        Berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 172, setiap ruh/ruhani manusia tanpa terkecuali sudah mengakui bertuhankan kepada  Allah SWT.

Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.
(surat Al A’raf (7) ayat 10)

Allah SWT menciptakan kekhalifahan di muka bumi bukan sekedar untuk menciptakan manusia dan juga adanya regenerasi kekhalifahan yang ada di muka bumi. Akan tetapi agar kemahaan dan kebesaran Allah SWT aktif dan juga terlihat dengan jelas di dalam diri manusia sepanjang manusia itu tahu siapa dirinya yang sesungguhnya dalam hal ini adalah manusia sebagai penampilan Allah SWT di muka bumi; manusia adalah gambaran dari sifat dan asmaNya manusia adalah bayangan Allah SWT di muka bumi (khalifah); manusia adalah pemandangan bagi penampilan keindahan Allah SWT; manusia adalah eksistensi Allah SWT bagi tersingkapnya hijab Allah SWT; manusia adalah gudang perbendaharaan Allah SWT. Dan juga Allah SWT tidak berkehendak kepada manusia yang dijadikannya khalifah gagal dalam melaksanakan tugasnya di muka bumi. Jika ini adalah konsep dasar dari keberadaan manusia di muka bumi, lalu sudahkah kita memiliki ilmu dan pemahaman yang sesuai dengan kehendak Allah SWT terutama tentang diri kita sendiri adalah penampilan Allah SWT di muka bumi? Semoga kita termasuk orang yang lebih banyak belajar mengenai diri sendiri, daripada menilai orang lain.  Agar diri kita selalu sesuai dengan konsep Allah SWT dan selalu berada di dalam kefitrahan dari waktu ke waktu maka kita harus selalu berada di dalam kefitrahan yang sesuai dengan konsep surat Ar Ruum (30) ayat 30 yang kami kemukakan di bawah ini, yaitu selalu berada di dalam Diinul Islam. Apa maksudnya?

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
(surat Ar Ruum (30) ayat 30)

[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

Diinul Islam adalah sebuah konsep Ilahiah yang diciptakan dari Fitrah Allah oleh Allah SWT untuk kepentingan rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi. Agar diri kita yang juga khalifah Allah SWT di muka bumi selalu di dalam konsep kefitrahan maka Allah SWT memerintahkan kepada seluruh khalifahnya untuk menghadapkan wajahnya kepada Diinul Islam dengan lurus, mantap, tidak goyah selama hayat masih di kandung badan kita. Agar konsep kefitrahan yang dikehendaki Allah SWT terlaksana dengan baik dan benar maka kita harus mengetahui terlebih dahulu hal hal sebagai berikut yang terdapat di dalam surat Ar Ruum (30 ayat 30 di atas : (1) Adanya istilah Nass yang maksudnya adalah manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani; (2) Adanya istilah Diin (Diinul Islam) yang berasal dari fitrah Allah SWT; (3) Adanya istilah fitrah Allah SWT yang tidak lain adalah Allah SWT itu sendiri Dzat Yang Maha Fitrah. Lalu Allah SWT selaku pemilik dari kefitrahan memerintahkan kepada Nass (manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani) yang juga diciptakan dari fitrah Allah SWT untuk selalu dihadapkan kepada Diin (Diinul Islam) yang juga berasal dari fitrah Allah SWT sehingga dengan adanya kondisi ini maka terjadilah apa yang  dinamakan dengan konsep segitiga yang tidak terpisahkan antara Nass (manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani) dengan Fitrah Allah SWT melalui Diinul Islam yang juga berasal dari Fitrah Allah SWT.   

Inilah konsep dasar yang harus kita pahami dengan baik dan benar bahwa diri kita yang sesungguhnya adalah Nass (dalam hal ini adalah Ruhani yang merupakan bahagian dari  Nur Allah SWT) sehingga Nass ini jangan pernah dipisahkan dengan asal usulnya dalam hal ini Fitrah Allah SWT melalui Diinul Islam yang juga berasal dari Fitrah Allah SWT. Jika sampai Nass (Ruhani diri kita) dipisahkan dengan Diinul Islam dan juga dengan Fitrah Allah SWT maka terjadilah hal hal sebagai berikut : (1) kita telah keluar dari konsep bahwa diri kita adalah bentuk penampilan Allah SWT dimuka bumi; (2) kita tidak mampu membuat Allah SWT tersenyum kepada diri kita (3) hilangnya kefitrahan dalam diri sehingga konsep datang fitrah kembali fitrah tidak akan pernah terjadi. Padahal syarat untuk bertemu dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah adalah Ruh/Ruhani datang fitrah kembalinyapun harus fitrah pula dan jika sampai tidak fitrah akan difitrahkan oleh Allah SWT melalui jalur Neraka Jahannam.

Agar proses mengenal diri sendiri tidak hanya sekedar basi basi dihadapan Allah SWT atau hanya ala kadarnya, ada baiknya kita melakukan hal hal sebagai berikut: (1) Hargai diri sendiri sambil melihat cermin lalu bertanyalah kepada diri sendiri masih sesuaikah diri kita dengan konsep Allah; (2) Berhentilah untuk menilai setiap tindakan yang kita lakukan; (3) Jangan minder karena penilaian orang lain karena kita tidak bertanggungjawab kepadanya; (4) Berhentilah mencari kesalahan diri sendiri; (5) Lupakan kenangan buruk masa lalu  dan jadikan kenangan itu sesuatu yang hanya kita lihat melalui kaca spion lalu fokuslah ke masa depan; (6) Jangan mencoba untuk mengubah diri sendiri dengan cara cara kita sendiri; (7) Menghargai ketrampilan dan bakat kita lalu berbuatlah kebaikan; (8) Lakukan hal hal yang kita sukai dan jangan lupa buatlah Allah SWT selalu tersenyum lebar kepada diri kita atau buatlah diri kita menjadi kebanggaan Allah SWT lalu kita mampu menemukan dan bertemu Allah SWT dalam diri kita masing. Untuk mempertegas uraian di atas, berikut ini akan kami kemukakan kisah Nabi Musa, as yang bisa kita jadikan pelajaran saat hidup di muka bumi.

Suatu saat Nabi Musa as berkomunikasi dengan Allah SWT. Nabi Musa as.: "Wahai Allah aku sudah melaksanakan ibadah. Lalu manakah ibadahku yang membuat engkau senang?". Allah SWT: “Syahadat mu itu untuk dirimu sendiri, karena dengan engkau bersyahadat maka terbukalah pintu bagimu untuk bertuhankan kepada Ku. Allah SWT: "Shalat mu bukan untuk Ku tetapi untukmu sendiri, karena dengan kau mendirikan shalat, engkau terpelihara dari perbuatan keji dan munkar. Dzikir? Dzikirmu itu membuat hatimu menjadi tenang. Puasa ? Puasamu itu melatih dirimu untuk memerangi hawa nafsumu". Zakat itu untuk membersihkan apa apa yang telah engkau miliki. Menunaikan Haji untuk menjadikan kamu menjadi lebih dekat kepada Ku setelah berkunjung kerumah Ku. Nabi Musa as:  "lalu apa ibadahku yang membuatmu senang ya Allah?" Allah SWT: "Sedekah, Infaq, Wakaf serta akhlaqul karimah-mu yang menceriminkan Asmaul Husna. Itulah yang membuat aku senang, Karena tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang susah, kelaparan, aku hadir disampingnya. Dan aku akan mengganti dengan ganjaran kepadamu”.

Jika kehadiran kita di muka bumi ini bisa membuat Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita berarti kita sejalan dengan kehendak Allah SWT atau sesuai dengan konsep Allah SWT dan berarti kita juga telah mampu menampilkan penampilan Allah SWT melalui diri kita dan kitapun mampu merasakan adanya Allah SWT dalam diri kita. Namun apabila kehadiran diri kita di muka bumi membuat Allah SWT benci dan marah berarti ada yang salah dalam diri kita. Untuk itu jangan pernah memiliki konsep menunda sampai tua baru melakukan kebaikan karena kita tidak tahu sampai kapan kita hidup di dunia ini? Selama masih diberikan kesempatan untuk berbuat kebaikan, ambil kesempatan itu lalu lakukan kebaikan, atau ambil peran di masyarakat dan jangan pikirkan ukuran dari kebaikan, lakukan kebaikan seperti mengalirnya air. Jika kita terlalu banyak berfikir untuk berbuat kebaikan, kesempatan yang ada bisa terbang melayang karena ulah kita sendiri yang terlalu banyak pertimbangan pertimbagan yang pada akhirnya kita mengundang syaitan hadir dalam diri kita dan melaksanakan aksinya.

Jadikanlah setiap perintah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT bukan sebagai kewajiban melainkan sebagai sebuah kebutuhan karena ini adalah kunci kesuksesan hidup di dunia dan akhirat kelak dan juga dalam kerangka memberikan asupan atau nutrisi bagi kepentingan Ruh serta menjaga keimanan yang sangat dibutuhkan oleh Ruh. Ingat, Ruh juga memiliki sifat yang mana sifat yang telah disifati kepada Ruh harus menjadi perilaku atau perbuatan Ruh. Ruh baru bisa menjadikan sifatnya menjadi perbuatan jika Ruh ternutrisi dengan baik dan benar dan juga Ruh tidak pernah dipisahkan dengan keimanan.

Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pada hari Kiamat, Allah SWT berfirman: Wahai anak Adam, Aku sedang sakit, kenapa kamu tidak menjengukKu. Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa menjengukMu, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesat alam? Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak menyadari jika hambaKu, fulan, sedang sakit tapi kamu tidak  mau menjenguknya? Apakah kamu tidak mengetahuinya, seandainya kamu menjenguknya, kamu akan mendapatkanKu sedang bersamanya? Allah berkata lagi, Wahai anak Adam, Aku meminta makanan kepadamu, tapi mengapa kamu tidak mau memberi Ku makanan? Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa memberi Mu makanan, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berkata, ‘Apakah kamu tidak menyadari, ketika ada hamba Ku yang meminta makanan kepadamu, tapi kamu tidak mau memberinya makanan? Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya makanan niscaya kamu akan mendapatkan itu di sisi Ku?  Allah berkata lagi, “Wahai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberi Ku minuman? Anak Adam menjawab, Wahai Tuhan, bagaimana hamba bisa memberi Mu minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berkata, “Salah seorang hamba Ku meminta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberinya minum. Apakah kamu tidak mengetahui, seandainya kamu memberinya minum niscaya kamu mendapatkan itu di sisi Ku.”
(Hadits Riwayat Muslim)

Sekarang sudahkah kita mampu melaksanakan apa apa yang tertuang di dalam ketentuan hadits riwayat Muslim yang kami kemukakan di atas ini? Jika sudah berarti kita sedang berusaha untuk membuat Allah SWT tersenyum kepada diri kita dan jika belum berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita. Lalu apakah hanya kepada orang yang sakit, apakah hanya kepada orang kelaparan dan kehausan saja kita berbuat kebaikan? Berbuat kebaikan tidak hanya pada apa yang dikemukakan di hadits tersebut di atas, namun masih banyak lagi yang bisa kita lakukan kepada orang banyak seperti memberi pengajaran dengan menjadi guru tanpa bayaran, menjadi motivator bagi tumbuh kembangnya bisnis wirausaha, menjadi dokter bagi keluarga tidak mampu, menjadi sukarelawan bencana alam dan lain sebagainya.

Jika saat diri kita mampu berbuat kebaikan dalam kerangka membuat Allah SWT tersenyum kepada diri kita maka hal hal sebagai berikut harus kita jadikan pedoman, yaitu : (1) kebaikan yang kita lakukan sudah tanpa disuruh suruh lagi oleh siapapun melainkan dilakukan karena kesadaran diri sendiri; (2) kebaikan yang kita lakukan  tanpa ada paksaan dari siapapun serta tanpa ada pamrih kecuali ikhlas hanya karena Allah SWT semata; (3) kebaikan yang kita lakukan bukan untuk unjuk diri atau untuk dipandang orang lain melainkan karena melaksanakan cerminan diri kita saat hidup di dunia; (4) kebaikan yang kita lakukan haruslah konsisten dari waktu ke waktu walaupun kecil atau sedikit dan yang terakhir adalah setelah berbuat kebaikan jangan pernah diungkit kembali agar orang lain tahu bahwa kita telah berbuat sesuatu atau dengan kata lain apa yang pernah kita lakukan jangan pernah diingat kembali.Sudahkah kita mengambil peran di dalam masyarakat sehingga masyarakat terbantu dan tertolong atas peran yang kita ambil. Semakin banyak peran yang diambil oleh setiap anggota masyarakat semakin banyak orang yang akan terbantu dan tertolong. Ayo buktikan bahwa diri kita berguna dengan mengambil peran yang sesuai dengan kemampuan diri kita saat ini juga. Jangan pernah menunda nunda berbuat kebaikan karena menunda nunda pekerjaan baik berarti kita telah memberikan kesempatan kepada perampok perampok waktu melaksanakan aksinya dihadapan diri kita sendiri.Semakin cepat kita berbuat kebaikan maka semakin baik dihadapan Allah SWT semakin cepat pula masyarakat terbantu oleh diri kita.

Dalam kehidupan sehari-hari, hanya sesuatu yang sejenislah yang mampu bercampur satu dengan yang lainnya. Contohnya Air hanya bisa disatukan dengan Air. Air dan Minyak tidak akan bisa disatukan dikarenakan adanya perbedaan berat jenis. Hal yang samapun berlaku saat diri kita berusaha untuk memperoleh dan merasakan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT yang hanya bisa dirasakan jika kita mampu memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki Allah SWT, dalam hal ini kita harus mempersiapkan hati ruhani kita yang memenuhi syarat yaitu hati yang memenuhi konsep mukmin (qalbun mukmin). Sepanjang hati ruhani kita tidak memenuhi standart qalbun mukmin maka sepanjang itu kita tidak bisa merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT.

kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(surat As Sajdah (32) ayat 9)

Wahab bin Munabih berkata: Allah ta’ala berirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku. Aku telah dijangkau oleh Hati seorang Mukmin.
(Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih. 272:32)

Berdasarkan suat As Sajdah (32) ayat 9 di atas, setiap manusia telah diberikan Af’’idah (perasaan) yang diletakkan di dalam hati ruhani oleh Allah SWT. Dan melalui Af’idah inilah kita bisa merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT sepanjang hati ruhani memiliki kriteria Qalbun Mukmin. Jika hal ini mampu kita lakukan berarti pintu masuk untuk menemukan Allah SWT di dalam diri sudah mulai terbuka atau kita sudah mampu menemukan Allah SWT dalam diri kita melalui Af’idah (perasaan). Selanjutnya tinggal kita mempertahankan hal tersebut dengan selalu berusaha memenuhi segala yang dikehendaki Allah SWT.

Timbul pertanyaan lagi, apakah Hati Ruhani orang Mukmin itu hanya sebagai tempat diletakkannya Af’idah atau perasaan yang berguna untuk merasakan rasa dari bertuhankan kepada Allah SWT, ataukah ada fungsi lain dari Qalbun Mukmin? Qalbun Mukmin  banyak memiliki manfaat dan kegunaan bagi kepentingan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Apakah anda ingin mengetahuinya? Berikut ini akan kami kemukakan hal dimaksud, selanjutnya sangat tergantung kepada diri kita sendiri apakah mampu memanfaatkan dan mempergunakan Hati Ruhaninya sendiri dengan baik dan benar, yaitu:

a.       Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya Akal oleh Allah SWT sehingga dengan adanya akal tersebut dapat membantu manusia untuk berfikir, berbuat, berusaha, atau memudahkan manusia menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus makhluk yang terhormat serta mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk. Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW. Bersabda; Allah ta’ala berfirman: Tatkala Allah SWT menciptakan akal, berfirmanlah Allah kepadanya: “Datanglah hai akal”; maka datanglah ia, kemudian diperintahkannya: Pergilah dan pergilah ia. Allah berfirman: Aku tidak menciptakan sesuatu makhluk yang lebih Aku cintai dari padamu. Dengan engkau Aku mengambil dan dengan engkau pula Aku memberi.
(Hadits Riwayat Abdullah bin Ahmad dari Alhassan dan Aththabarani dari Abi Umamah, 272:269)

b.      Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya rasa tenteram dan ketenteraman diri oleh Allah SWT sehingga manusia dapat merasakan apa yang disebut dengan kebahagian hidup, atau ketenangan hidup atau adanya ketenangan hati, yang disebut juga ketenangan bathin. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(surat Ar Ra’d (13) ayat 28)

c.       Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya pemahaman oleh Allah SWT sehingga manusia dapat merasakan apa yang disebut dengan mengerti ataupun memahami sebuah proses alam atau proses dinamika hidup dan kehidupan, atau memahami arti dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT yang telah diperlihatkan dan ditunjukkan di alam semesta ini.” maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
(surat Al Hajj (22) ayat 46)

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat  Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(surat Al A’raaf (7) ayat 179)


d.      Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya obat dan penyembuh bagi penyakit, atau pengobat rasa sedih, rasa gelisah, rasa gundah, sehingga manusia  dapat merasakan ketenangan bathin, atau merasakan rasa kesembuhan dari suatu musibah ataupun bencana.”Rasulullah bersabda: Maukah aku tunjukkan kepada kalian mengenai penyakit kalian dan obat untuk kalian? Bahwasanya penyakit kalian adalah berbuat dosa, sedangkan obatnya adalah beristighfar.
(Hadits Riwayat Dailami, dari Anas bin Malik)

e.       Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya cahaya ilahiah, atau aura yang berasal dari Allah SWT atas segala perbuatan baik yang telah diperbuat oleh manusia. Aura diletakkan di dalam hati lalu aura ini akan terpancar ke wajah atau terpancar melalui ilmu dan lain sebagainya.”Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (surat Az Zumar (39) ayat 22)

f.        Hati Ruhani merupakan tempat diletakkannya petunjuk, ilham, firasat yang berasal dari Allah SWT, sehingga dengan adanya petunjuk, adanya ilham, adanya firasat,  akan memudahkan diri kita mengerjakan sesuatu pekerjaan, atau memecahkan persoalan hidup, atau dengan adanya petunjuk Allah SWT dapat mensukseskan diri kita menjadi khalifah di muka bumi yang sekaligus Makhluk yang Terhormat.”Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (surat At Taghaabun (64) ayat 11)
Sekarang kita sudah tahu dan mengerti tentang fungsi dari hati ruhani lalu sudahkah kita mempersiapkan tempat diletakkannya hal hal yang kami kemukakan di atas? Jangan sampai sesuatu yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita menjadi sia sia karena ulah kita sendiri yang tidak mempersiapkan hati ruhani yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang mengakibatkan Allah SWT tidak nampak dalam diri.

Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, maka di dalam hatinya timbul satu titik noda hitam. Apabila ia berhenti dari perbuatan dosanya dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa,maka bertambahlah hitamnya titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya.
(Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim

Selain daripada itu, ketahuilah pula bahwa Hati Ruhani juga merupakan  tempat diletakkannya titik-titik hitam, atau noda-noda hitam atas setiap dosa yang pernah diperbuat oleh manusia yang menjadi penghalang bagi diri mencari dan merasakan Allah SWT dalam diri serta tertolaknya doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
(surat Al Ankabuut (29) ayat 2)

Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.
(surat Muhammad (47) ayat 36)

kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).
(surat Al A’raf (7) ayat 17)

Sebagai pemain dalam sebuah permainan maka kita akan dihadapkan dengan musuh atau lawan yang tangguh dan pantang menyerah, yaitu ahwa dan juga syaitan. Lalu sudahkah kita memiliki ilmu tentang musuh yang akan kita hadapi yang juga ujian bagi diri kita? Dapatkah kita mengalahkan musuh jika kita tidak memiliki ilmu tentang musuh? Inilah salah satu teori dasar permainan yang sering kita lupakan atau bahkan kita abaikan. Adalah sesuatu yang mustahil di akal kita berkehendak mengalahkan musuh tanpa pernah tahu ilmu tentang musuh, terutama tentang kelemahan musuh. Akhirnya musuh yang seharusnya bisa kita kalahkan, justru kita yang dikalahkan oleh musuh. Ingat, disetiap permainan dapat dipastikan akan menghasilkan 2 (dua) hal yaitu adanya pemenang dan adanya pecundang. Allah SWT tidak berkehendak kepada wakilnya (khalifahnya) mengalami kekalahan dalam permainan karena fitrah manusia adalah pemenang dalam permainan. Dan jika kita mengalami kekalahan dalam permainan berarti kita telah keluar dari konsep awal penciptaan manusia.

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.
(surat Ali Imran (3) ayat 200)

karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
(surat Al Baqarah (2) ayat 152)

[98] Maksudnya: aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.

Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi dalam posisi mengalami kekalahan, tidak ada jalan lain untuk segera melakukan Taubatan Nasuha saat ini juga karena Allah SWT masih memberikan kesempatan ke dua kepada diri kita.

dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun[1262] akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
(surat Fathir (35) ayat 45)

[1262] Daabbah artinya ialah makhluk yang melata. tetapi yang dimaksud di sini ialah manusia.

Adanya kesempatan ke dua yang diberikan Allah SWT kepada diri kita menandakan Allah SWT sangat sayang kepada diri kita. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita menyikapinya karena hidup adalah pilihan.

Sekarang katakan kita sudahkah kita mampu menemukan Allah SWT di dalam diri (dalam hal ini di dalam hati ruhani) yang tercermin dari merasakan nikmatnya bertuhankan Allah SWT dan jika kita telah kita memperoleh hal tersebut jangan sampai hanya sekali saja namun harus terus kita raih dan rasakan sepanjang kita masih hidup. Setelah itu masyarakatpun harus merasakan juga dampak positif dari apa yang telah kita peroleh dari Allah SWT. Agar kesempatan untuk menemukan Allah SWT dalam diri bisa terlaksana dari waktu ke waktu maka  kita harus bisa melaksanakan ketentuan Ummatan Washatan yang terdapat dalam surat Al Baqarah (2) ayat 143 di bawah ini, dalam kehidupan kita sehari hari. Ummatan Washatan adalah usaha diri kita untuk menjadikan diri kita menjadi umat pertengahan atau umat yang seimbang hidupnya yakni bukan umat yang berlebihan (ekstrem) baik ke kiri maupun ke kanan, bukan pula condong ke Timur ataupun condong ke Barat. Inilah yang kami sebuat sebagai pola hidup yang berkeseimbangan.

dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
(surat Al Baqarah (2) ayat 143)

[95] Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.

bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
(surat Al Baqarah (2) ayat 177)

Lalu seperti apakah konsep pola hidup yang berkeseimbangan itu? Inilah pola hidup berkeseimbangan, yaitu :(1) Keseimbangan Hablumminallah dan Hablumminannas; (2) Keseimbangan harapan sukses dalam kehidupan dunia dan sukses dalam kehidupan akhirat; (3) Keseimbangan berfikir dan berdzikir; (4) Keseimbangan ilmu dan amal; (5) Keseimbangan usaha dan tawakkal; (6) Keseimbangan peduli keluarga dan peduli masyarakat; (7) Keseimbangan menjaga hak Allah SWT dan menjaga hak diri dan keluarga; (8) Keseimbangan pola makan (bagi ruhani dan jasmani); (9) Keseimbangan membelanjakan harta (keseimbangan menerima dan juga memberi) dan lain sebagainya. Semoga kita mampu melaksanakan hal ini. Setelah diri kita mampu melaksanakan konsep hidup yang berkeseimbangan, nasehat berikut ini sudah sepatutnya kita laksanakan nasehat nesehat ini, yaitu : Barangsiapa yang mampu mengumpulkan padanya 6(enam) perkara niscaya ia tidak akan meninggalkan usaha mencari syurga dan lari dari neraka, yaitu: (1) Ia mengenal Allah lalu mentaatinya; (2) Ia mengenal syaitan lalu mendurhakainya; (3) Ia mengenal kebenaran lalu mengikutinya; (4) Ia mengenal yang bathil lalu ia menjaga diri daripadanya; (5) Ia mengenal dunia lalu ia menolaknya; (6) Ia mengenal akhirat lalu mencarinya. Kenyataan yang terjadi hidup tidak semudah membalik telapak tangan, karena hidup yang kita jalani saat ini adalah sebuah permainan. Hidup juga bukanlah sekedar teori semata, namun juga harus dipraktekan  yang sesuai dengan teori dan juga perlu improvisasi yang tidak melanggar teori.


Saat ini kita adalah bagian dari mata rantai kekhalifahan  yang ada di atas diri kita dan juga kita telah membuat mata rantai kekhalifahan yang ada di bawah diri kita. Lalu sudahkah kita yang berada di loko (yang terdepan) memiliki ilmu tentang hal hal yang kami kemukakan di atas? Jika sampai diri kita yang berada di depan, tidak memiliki ilmu atau memiliki ilmu dengan kualifikasi sangat terbatas, lalu bagaimana dengan gerbong yang ada di belakang diri kita? Apakah penurunan kualitas sumber daya manusia yang menjadi bagian dari mata rantai kekhalifahan yang ada di bawah kita, yang terjadi dihadapan kita sendiri, kita biarkan saja terjadi sedangkan kita sangat membutuhkan doa anak shaleh dan shalehah setelah kita tiada?.

harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
(surat Al Kahfi (18) ayat 46)

dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
(surat Al Furqaan (25) ayat 74)

Di lain sisi, sudahkah diri kita menjadi penyenang dan penyejuk hati (qurata a’yun) bagi suami, bagi istri, bagi anak dan keturunan, bagi masyarakat, bagi bangsa dan negara? Jika belum, kapan lagi. Jika kita sudah mampu lalu bagaimana dengan kelurga kita? Kita tidak bisa sendirian menjadi penyenang dan penyejuk hati di tengah keluarga ataupun di tengah masyarakat. Semakin banyak anggota keluarga yang memenuhi kualifikasi penyenang dan penyejuk hati (qurata a’yun) akan semakin baik pula keluarga kita dan kemungkinan memperoleh generasi yang akan datang di kemudian yang sesuai dengan konsep Allah SWT terbuka lebar.    

dan orang-orang yang di atas A'raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: "Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu."
(surat Al A’raaf (7) ayat 48)

Semoga ketentuan yang termaktub dalam surat Al A’raaf (7) ayat 48 tidak terjadi pada diri kita, pada suami/istri kita, pada kedua orang tua dan juga pada anak keturunan kita.

Jok podo nelongso jamane jaman rekoso. Urip pancel angel, kudune ra usah ngomel. Ati kudu tentrem nyambut gawe karo seneng. (Koes Ploes)

Ibadah itu bukti syukur dan sebaik baiknya syukur adalah pro aktif menghasilkan karya nyata, bukan hanya menikmati karya semata. Lalu buatlah Allah SWT selalu tersenyum bangga kepada diri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar