Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 20 November 2018

KEMBALI FITRAH DENGAN MENUNAIKAN ZAKAT



Hikmah dari pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah, termasuk di dalamnya menunaikan zakat yang diiringi dengan mendirikan shalat, yang paling hakiki adalah untuk menyelamatkan Ruh/Ruhani dari pengaruh buruk ahwa dan juga syaitan. Hal ini dikarenakan Ruh/Ruhani itu adalah jati diri manusia yang sesungguhnya. Adanya pengaruh buruk yang berasal dari ahwa dan juga syaitan yang dapat menjadikan kualitas Ruh/Ruhani menjadi tidak fitrah lagi (menjadikan jiwa kita menjadi jiwa fujur). Sedangkan Ruh/Ruhani asalnya fitrah dan harus kembali kepada Allah SWT dalam kondisi yang fitrah (jiwa muthmainnah) selanjutnya agar bisa bertemu Allah SWT di tempat yang fitrah (maksudnya Syurga). Disinilah letak yang paling hakiki dari perintah melaksanakan Diinul Islam secara kaffah yang terdiri dari melaksanakan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan dalam satu kesatuan. Jika sampai kondisi Ruh/Ruhani tidak fitrah lagi karena melanggar ketentuan Diinul Islam maka akan difitrahkan oleh Allah SWT melalui proses pensucian dengan dibakar di Neraka Jahannam.


Sebagai abd' yang sekaligus khalifah yang berkehendak untuk menyelamatkan Ruh/Ruhani maka kita harus merubah pola berfikir terhadap ibadah yang akan kita laksanakan yaitu beribadah untuk memperoleh pahala dan melaksanakan kewajiban harus dirubah menjadi beribadah kepada Allah SWT merupakan kebutuhan hakiki bagi diri kita yang sesungguhnya (dalam hal ini untuk kebutuhan Ruh/Ruhani). Sehingga setiap ibadah yang kita laksanakan adalah sarana atau alat bantu bagi diri kita untuk memberi makanan bagi pertumbuhan keimanan yang sangat dibutuhkan oleh Ruh/Ruhani. Selain daripada itu ibadah juga berfungsi untuk memantapkan keimanan dalam jiwa serta untuk memperbaharui sumber sumber kekuatan untuk memperoleh pertolongan, bantuan, perlindungan Allah SWT yang kesemuanya sangat kita butuhkan saat hidup di muka bumi ini.


Ruh/Ruhani dengan keimanan tidak bisa dipisahkan, dikarenakan makanan/vitamin/yang dibutuhkan oleh Ruh/Ruhani adalah keimanan yang didapat dari pelaksanaan ibadah. Adanya keimanan yang berkualitas akan menjadikan Ruh/Ruhani kuat. Keimanan juga akan menjadi benteng (pelindung) bagi  Ruh/Ruhani dari gangguan ahwa dan juga syaitan serta menjadikan diri kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT. Untuk itu jangan pernah menyianyiakan kesempatan menunaikan ibadah yang telah diperintahkan Allah SWT untuk kepentingan penyelamatan Ruh/Ruhani diri kita sendiri. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah selamatnya Ruh/Ruhani dari pengaruh ahwa dan juga syaitan belum berarti tugas kita selesai. Akan tetapi harus ditingkatkan dengan menjadikan Ruh/Ruhani menjadi penampilan Allah SWT di muka bumi dengan berperilaku Asmaul Husna sehingga diri kita mampu menampilkan penampilan Allah SWT Adanya perilaku Asmaul Husna dalam diri maka terlaksanalah apa yang dinamakan dengan kebaikan yang mencerminkan inilah perilaku diri kita. Semakin banyak dan berkualitas perilaku diri kita maka semakin baik diri kita dan kesempatan untuk memperoleh Syurga yang terbaik terbuka untuk diri kita.


Agar diri kita selalu berada di dalam kefitrahan dari waktu ke waktu maka kita harus selalu berada di dalam kefitrahan yang sesuai dengan konsep surat Ar Ruum (30) ayat 30 yang kami kemukakan di bawah ini, yaitu selalu berada di dalam Diinul Islam. Apa maksudnya? Diinul Islam adalah sebuah konsep Ilahiah yang diciptakan dari fitrah Allah SWT oleh Allah SWT untuk kepentingan rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi. Agar kekhalifahan yang ada di muka ini selalu di dalam konsep kefitrahan maka Allah SWT memerintahkan kepada seluruh khalifahnya untuk menghadapkan wajahnya kepada Diinul Islam dengan lurus, mantap, tidak goyah selama hayat masih di kandung badan.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui [1168],
(surat Ar Ruum (30) ayat 30)

[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.


Agar konsep kefitrahan yang dikehendaki Allah SWT terlaksana dengan baik dan benar maka kita harus mengetahui terlebih dahulu hal hal sebagai berikut yang terdapat di dalam surat Ar Ruum (30 ayat 30 di bawah ini : (1) Adanya istilah Nass yang maksudnya adalah manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani; (2) Adanya istilah Diin (Diinul Islam) yang berasal dari fitrah Allah SWT; (3) Adanya istilah fitrah Allah SWT yang tidak lain adalah Allah SWT itu sendiri Dzat Yang Maha Fitrah. Lalu Allah SWT selaku pemilik dari kefitrahan memerintahkan kepada Nass (manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani) yang juga diciptakan dari fitrah Allah SWT untuk selalu dihadapkan kepada Diin (Diinul Islam) yang juga berasal dari fitrah Allah SWT sehingga dengan adanya kondisi ini maka terjadilah apa yang  dinamakan dengan konsep segitiga yang tidak terpisahkan antara Nass (manusia dalam arti kata Ruh/Ruhani) dengan Fitrah Allah SWT melalui Diinul Islam yang juga berasal dari Fitrah Allah SWT.   


Inilah konsep dasar yang harus kita pahami dengan baik dan benar bahwa diri kita yang sesungguhnya adalah Nass (dalam hal ini adalah Ruh/Ruhani) sehingga jangan pernah dipisahkan dengan asal usulnya dalam hal ini Fitrah Allah SWT melalui Diinul Islam yang juga berasal dari  Fitrah Allah SWT. Jika sampai Nass (Ruh/Ruhani diri kita) dipisahkan dengan Diinul Islam dan juga dengan Fitrah Allah SWT maka terjadilah proses hilangnya kefitrahan dalam diri sehingga konsep datang fitrah kembali fitrah tidak akan pernah terjadi. Padahal syarat untuk bertemu dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah adalah Ruh/Ruhani datang fitrah kembalinyapun harus fitrah pula dan jika sampai tidak fitrah akan difitrahkan oleh Allah SWT melalui jalur Neraka Jahannam.


Untuk itu Diinul Islam wajib kita letakkan dan tempatkan sebagai konsep ilahiah yang berasal dari fitrah Allah SWT untuk kepentingan yang hakiki bagi diri kita yang sesungguhnya, yaitu Ruh/Ruhani. Sekarang apa jadinya jika kita keluar dari konsep kefitrahan ini? Hal yang pertama terjadi adalah Allah SWT tidak akan pernah dirugikan sedikitpun atau berkurang kemahaanNya dengan ulah diri kita. Hal kedua yang pasti terjadi adalah pengaruh Ahwa dan Syaitan dapat dipastikan akan merajalela dalam diri kita sehingga kefitrahan Ruh/Ruhani tidak akan terjadi atau bahkan Ruh/Ruhani menjadi kotor akibat perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan. Hal yang ketiga adalah posisi Allah SWT tergantikan oleh Ahwa dan juga Syaitan yang pada akhirnya nilai nilai keburukan yang menjadi perbuatan diri kita (jiwa fujur).


Jika sampai kita keluar dari fitrah Allah SWT maka hal yang terjadi selanjutnya adalah perbuatan maksiat kita lakukan seperti tidak shalat lima waktu, tidak berpuasa, tidak mau berzakat dan lain sebagainya yang kesemuanya tidak bertentangan dengan hukum positif negara. Adanya perbuatan maksiat yang kita lakukan melahirkan apa yang dinamakan dosa. Semakin banyak bermaksiat kepada Allah SWT semakin banyak dosa, semakin banyak dosa membuat fikiran kacau, membuat kita tidak bisa berfikir rasional yang selanjutnya terjadi adalah kita mulai melanggar hukum positif yang berlaku. Selanjutnya penjara menanti lalu kita menjadi warga binaan yang dikurung dalam waktu tertentu. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah hukuman penjara akibat melanggar ketentuan hukum positif tidak bisa menghapus perbuatan maksiat yang kita lakukan sepanjang kita tidak pernah melakukan taubatan nasuha serta dikarenakan adanya hukum yang berbeda.


Saat ini kita adalah bagian dari mata rantai kekhalifahan yang ada di atas diri kita. Kita tidak tahu diposisi manakah diri kita di mata rantai itu. Dan jika sekarang kita telah berkeluarga berarti kita juga telah membuat mata rantai kekhalifahan yang ada di bawah diri kita sampai dengan hari kiamat tiba. Sampai berapa banyak mata rantainya, yang jelas kita tidak pernah tahu. Hal yang harus kita perhatikan saat ini adalah jangan sampai antara diri kita dengan mata rantai kekhalifahan yang ada di bawah diri kita berbeda haluan yaitu ada yang keluar dari fitrah Allah SWT dengan berbeda agama.


Jika sampai ini terjadi maka putuslah mata rantai antara diri kita dengan anak dan keturunan kita sehingga putus pula kesempatan untuk saling mendoakan diantara anggota keluarga. Doa tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT karena adanya perbedaan agama diantara anggota keluarga atau diantara mata rantai keluarga. Padahal kekuatan doa sangatlah luar biasa karena bisa merubah atau bahkan meniadakan dosa atau keburukan dari orang yang kita doakan.Agar diri kita dan juga anak dan keturunan kita selalu dalam kefitrahan yang sama, tidak ada jalan selain kita sendiri yang mempersiapkannya yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Anak dan keturunan yang shaleh dan shalehah bukanlah datang tiba tiba dari langit. Anak keturunan yang shaleh dan shalehah ada karena kita sendiri yang menciptakan atau yang menjadikannya ada. Untuk itu sebagai orang tua kita harus menghindarkan anak dan keturunan kita dari pengaruh penghasilan atau makanan dan minuman yang dibiayai dari penghasilan haram. Dahulukan pendidikan ruh atau akhlak atau budi pekerti dibandingkan pendidikan yang lainnya. Jangan pernah berdoa hanya untuk anak dan cucu saja, melainkan untuk anak dan keturunanku sehingga doa ini berlaku terus dan terus kepada anak keturunan kita.


Saat ini ketentuan fitrah masih tetap berlaku dan akan terus berlaku sampai dengan hari kiamat tiba. Allah SWT masih tetap memberlakukan atau Allah SWT masih tetap melaksanakan atau Allah SWT masih tetap konsisten terhadap ketentuan Fitrah terhadap diri kita, yang dimulai dari pernyataan di dalam rahim sampai dengan hari kiamat kelak. Yang menjadi persoalan saat ini adalah sudah sejauh mana diri kita konsisten dengan konsep kefitrahan yang telah diberlakukan oleh Allah SWT? Panjang atau pendeknya kefitrahan diri, termasuk di dalamnya kefitrahan anak dan keturunan kita, bukanlah Allah SWT yang menentukan, akan tetapi diri kita sendirilah yang memutuskan. Hal ini dikarenakan Allah SWT tidak butuh dengan kefitrahan diri kita, tetapi kitalah yang sangat membutuhkan kefitrahan saat hidup di dunia sampai dengan hari berhisab kelak.


Agar diri kita selalu berada di dalam kefitrahan, berikut ini akan kami kemukakan tujuh buah indikator kefitrahan diri yang kiranya dapat kita jadikan pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari, yaitu:


A.   HIDUP  DALAM KEBAIKAN YANG SESUAI DENGAN ASMAUL HUSNA

Berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 125 yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka hidupnya selalu dalam kebaikan, tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.Hal ini dikarenakan jati diri kita yang sesungguhnya adalah Ruh yang telah dishibghah dengan Asmaul Husna sehingga Ruh memiliki sifat yang berkesesuaiaan dengan nama nama Allah SWT yang indah (Asmaul Husna). Sifat alamiah Ruh inilah yang tercermin dalam perbuatan diri kita sehingga selalu di dalam kebaikan.

Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 125)


Orang yang telah menjadikan jiwanya fitrah, jika ia menjadi pemimpin maka ia akan selalu menjadi pemimpin yang berguna bagi masyarakat luas, menjadi tokoh yang terpandang di masyarakat karena mampu berbuat kebaikan yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat. Masyarakat merasa terbantu karena hasil karya kita, masyarakat merasa aman dan nyaman karena keberadaan diri kita. Hal yang tidak akan mungkin terjadi jika kita telah kembali fitrah yang jiwanya adalah jiwa Muthmainnah adalah menjadikan dirinya sebagai pelaku kejahatan, menjadikan dirinya sebagai  biang keributan, menjadikan dirinya sebagai biang keonaran, menjadikan dirinya sebagai otak di balik kejahatan, atau masyarakat menjadi teraniaya oleh sebab perbuatannya dan juga  oleh sebab omongannya.

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah,
(surat Al Anbiyaa’ (21) ayat 73)

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Dan Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti menang.
(surat Al Maa-idah (5) ayat 55-56)

[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya.

Jika kita telah kembali fitrah yang memiliki jiwa Muthmainnah dapat dipastikan kita selalu memiliki keinginan untuk menolong sesama manusia, selalu ingin berbagi kepada sesama, tidak pelit di dalam berbagi ilmu maupun kesenangan, selalu ingin berbuat kebaikan lebih baik dan lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Serta tidak akan pernah menganiaya diri sendiri dengan berbuat yang bertentangan dengan kehendak Allah SWT seperti (a) tidak memisahkan mendirikan shalat dengan menunaikan zakat; (b) konsep menerima dan memberi berjalan sesuai dengan kehendak Allah SWT yaitu dengan menjadikan memberi menjadi cerminan diri sendiri; (c) hidup yang dilaksanakan selalu di dalam keseimbangan antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat; (d) konsep habbluminallah selalu tercermin di dalam konsep habbluminannas; (e)  kesalehan pribadi yang berasal dari mendirikan shalat tercermin dalam kesalehan sosial saat menunaikan zakat (termasuk infaq dan sedekah) dan lain sebagainya. Semoga kita dan juga anak keturunan kita mampu melaksanakan hal ini dengan sebaik baiknya.


Untuk mempertegas apa yang telah kami kemukakan di atas, ketahuilah bahwa setiap manusia adalah khalifah Allah SWT di muka bumi. Sebagai khalifah maka kita wajib tahu dan paham serta mengerti benar siapa Allah SWT dan siapa diri kita yang sesungguhnya. Sebagai khalifah Allah SWT berarti diri kita adalah duta besar duta besar Allah SWT di muka bumi yang harus mencerminkan dari keberadaan Allah SWT itu sendiri, dalam hal ini adalah Asmaul Husna yang tidak lain akhlak Allah SWT yang termaktub di dalam nama namaNya yang indah.

Hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. Nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
(surat Al A’raf (7) ayat 180)

[585] Maksudnya: Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya: janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk Nama-nama selain Allah.

Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik),
(surat Thaahaa (20) ayat 8)


Di lain sisi, setiap dzat memiliki sifat. Dimana sifat yang dimiliki dzat akan menjadi perbuatan dari dzat itu sendiri. Sebagai contoh garam memiliki sifat asin, jika sifat garam asin maka perbuatan garam adalah mengasinkan apa apa yang diliputinya sesuai dengan kemampuan garam. Hal yang sama pun berlaku kepada diri kita yang sesungguhnya adalah Ruh/Ruhani, dimana Ruh telah disifatkan Asmaul Husna oleh Allah SWT melalui proses shibghah. Jika Ruh/Ruhani telah memiliki sifat Asmaul Husna maka perilaku Ruh/Ruhani yang tidak lain adalah Asmaul Husna maka perbuatan Ruhpun harus sesuai dengan Asmaul Husna. 

Rasulullah SAW bersabda: “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram (tersentuh) api neraka? Para sahabat berkata, iya, wahai Rasulullah. ‘Beliau menjawab (haram tersentuh api neraka) adalah Hayyin (orang yang memiliki ketenangan dan keteduhan lahir bathin); Layyin (orang yang lembut berkata dan berbuat); Qarib (orang yang ramah dan menyenangkan) dan Sahl (orang yang gemar mempermudah orang lain)”.
(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi, Ibnu Hibban)


Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di atas ini, kebaikan yang utama bagi diri kita yang telah diangkat oleh Allah SWT sebagai Khalifah di muka bumi adalah kita wajib berperilaku yang sesuai dengan Asmaul Husna yang telah menjadi sifat Ruh/Ruhani diri kita. Jika Ruh/Ruhani diri kita telah disifati oleh Allah SWT dengan Ar Rachman (Yang Maha Pengasih) dan Ar Rahiem (Yang Maha Penyayang) berarti perbuatan dan perilaku diri kita harus pula mencerminkan perilaku Pengasih dan Penyayang pula, dalam hal ini saling tolong menolong dalam kebaikan, saling hormat menghormati. Jika hal ini mampu kita laksanakan berarti kita sudah bertindak apa yang dinamakan dengan Layyin (sesuai kata dengan perbuatan).  

Shibghah Allah[91]. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah Kami menyembah.
(surat Al Baqarah (2) ayat 138)

[91] Shibghah artinya celupan. Shibghah Allah: celupan Allah yang berarti iman kepada Allah yang tidak disertai dengan kemusyrikan.


Sekarang bagaimana jika Ruh/Ruhani diri kita telah disifati dengan Asmaul Husna Ar Razaaq melalui proses shibghah berarti perilaku diri kita setelah memperoleh Rezeki dari Allah SWT maka rezeki itu tidak untuk kepentingan diri sendiri, melainkan harus pula dibelanjakan di jalan Allah melalui infaq, shadaqah ataupun wakaf. Sehingga jika kita tidak memberi sesuatu akan terasa ada yang mengganjal di dalam diri. Disinilah letaknya penampilan dari orang yang berpunya yaitu selalu memberi atau menempatkan dirinya sebagai Muzakki dari waktu ke waktu. Jika tidak berarti perilaku diri kita seperti garam yang sudah tidak asin lagi. Demikian seterusnya dengan sifat sifat Ruh/Ruhani yang lainnya yang telah disifati dengan Asmaul Husna.


Untuk itu mari kita renungkan apa yang dinamakan dengan sambal lado, dimana sambal lado merupakan gabungan dari bumbu bumbu yang disatukan seperti cabai, garam, tomat, terasi, gula dan lain sebagainya. Setiap dzat yang dipersatukan semuanya mempertontonkan dan mempertunjukkan sifat sifat yang dimilikinya, seperti cabai dengan pedasnya, garam dengan asinnya, tomat dengan rasa tomatnya, gula dengan rasa manisnya. Hasil akhir dari itu semua adalah sambal lado yang enak dan lezat. Sekarang apa jadinya jika garam yang memiliki sifat asin menahan rasa asinnya? Kurang asin atau kurang garam akan menyebabkan sambal lado menjadi kurang enak. Inilah contoh hasil kerja berjamaah.   


Hal yang samapun berlaku dalam kehidupan manusia, jika sampai sifat Ruh/Ruhani ditahan dalam pergaulan sehari hari atau jika sampai sifat pengasih dan penyayang tidak ada di dalam kehidupan bermasyarakat maka hidup terasa hambar dan terjadilah apa yang dinamakan kebencian, kecurigaan serta tindas menindas karena hilangnya rasa welas asih di antara sesama manusia. Demikian seterusnya dengan Asmaul Husna yang lain yang harus menjadi perilaku diri kita saat hidup di muka bumi ini.Inilah salah satu bentuk kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan yang utama dalam kehidupan kita. Ingat, kondisi ini baru bisa kita lakukan jika kita tahu dan mengerti bahwa Ruh/Ruhani adalah jati diri manusia yang sesungguhnya yang telah disifati oleh Allah SWT dengan Asmaul Husna dan konsep ini akan lebih hebat hasilnya jika kita lakukan secara berjamaah pula.


Sekarang semuanya tergantung kepada diri kita sendiri, maukah menjadikan sifat alamiah Ruh/Ruhani menjadi perbuatan diri kita seperti garam yang mampu yang berperilaku mengasinkan apa apa yang diliputinya. Jika kita tidak mampu berarti diri kita sama dengan garam yang sudah tidak asin lagi. Jika garam sudah tidak asin lagi maka tidak pantas ia mengaku garam atau disebut sebagai garam. Hal yang samapun jika kita tidak mampu menjadikan sifat Ruh/Ruhani menjadi sifat dan perbuatan kita maka kitapun sudah tidak pantas lagi disebut sabagai Khalifah di muka bumi sehingga keluar dari konsep fitrah yang dikehendaki Allah SWT.


Sebagai bahan renungan bagi diri kita saat berbuat kebaikan atau jangan sampai diri kita berbuat kebaikan namun hasilnya sia sia. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hal yang sia sia, yaitu: (a) hujan yang turun dilahan kering, tidak ditumbuhi tanaman dan tidak ditanami tanaman; (b) menyalakan lilin dibawah sinar matahari; (c) menikahkan wanita cantik dengan orang buta; (d) melakukan amal kebajikan untuk orang yang tidak tahu bersyukur. Hal ini menjadi penting kami kemukakan, agar jangan sampai sia sia usaha kita padahal kita sudah banyak berbuat. 


Ayo buktikan jika kita memang pantas menyandang status khalifah Allah SWT di muka bumi dengan selalu berbuat kebaikan sebagai wujud dari pelaksanaan Rukun Iman dan Rukun Islam sekarang juga melalui perbuatan diri kita yang mencerminkan nilai nilai ilahiah yang berasal dari Asmaul Husna. Jika sampai ini terjadi berarti salah satu tujuan dari kekhalifahan di muka bumi berhasil yaitu diri kita mampu menjadi menampilkan penampilan Allah SWT di muka bumi melalui nilai nilai ilahiah yang berasal dari Asmaul Husna. Semoga kita dan anak keturunan kita mampu melakukan hal ini dari waktu ke waktu sepanjang hayat masih di kandung badan. 


B.    TIDAK BERBUAT SYIRIK LAGI MUSYRIK.

Berdasarkan surat Yunus (10) ayat 105 yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia tidak akan mau lagi berbuat syirik lagi musyrik di dalam hidup dan kehidupannya. Hal ini dikarenakan orang yang telah kembali fitrah ia telah paham siapa dirinya yang sesungguhnya dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya. Selain daripada itu orang yang telah kembali fitrah tidak akan pernah menempatkan dirinya sejajar dengan Allah SWT atau tidak akan pernah menempatkan Allah SWT dibawah dirinya. Apalagi memperbandingkan Allah SWT dengan ciptaannya lalu menempatkan ciptaannya melebihi Allah SWT.   

Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang musyrik.
(surat Yunus (10) ayat 105)


Selanjutnya Allah SWT melalui surat  An Nisaa' (4) ayat 48 yang kami kemukakan di bawah ini, menerangkan bahwa Syirik dan Musyrik adalah Dosa Besar  yang tidak akan pernah diampuni oleh Allah SWT. Timbul pertanyaan, kenapa Allah SWT bersikap seperti itu kepada orang yang melakukan perbuatan Syirik dan Musyrik? Allah  SWT bersikap keras tanpa ampun kepada siapapun juga yang melakukan perbuatan Syirik dan Musyrik, sekalipun orang tersebut telah melakukan Ibadah dan Amal Shaleh baik yang besar maupun yang kecil, dikarenakan Allah SWT tersinggung, dikarenakan  Allah SWT telah dihina, dikarenakan Allah SWT telah dianggap tidak ada, dikarenakan Allah SWT telah dianggap tidak mampu oleh orang tersebut padahal Allah SWT adalah Inisiator, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dari langit dan bumi beserta isinya sampai kapanpun juga.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
(surat An Nisaa' (4) ayat 48)


Untuk itu berhati-hatilah dengan perbuatan Syirik dan Musyrik, sebab perbuatan Syirik dan Musyrik yang dilakukan oleh manusia tidak dinilai dari siapa diri kita, siapa orang tua kita, apakah jabatan kita, apakah pekerjaan kita, apakah kedudukan kita. Akan tetapi berapapun ukuran dari perbuatan Syirik dan Musyrik yang kita lakukan pasti akan dapat menjadi Amunisi dan Penghancur Keimanan dan Keyakinan kita kepada Allah SWT, dapat menjadikan jiwa kita dikategorikan sebagai Jiwa Fujur serta menjadikan diri kita memiliki tiket pulang kampung ke Neraka Jahannam. Adanya kondisi ini berarti jika kita ingin terhindar dari perbuatan Syirik dan musyrik, maka kita harus memiliki Ilmu tentang Allah SWT, memiliki Ilmu tentang Syirik dan Musyrik, saat menjadi khalifah di muka bumi. Selanjutnya, agar diri kita selalu mawas diri dari perbuatan Syirik, berikut ini akan kami kemukakan 4(empat) buah bentuk perbuatan Syirik yang harus kita waspadai dan jangan pernah kita lakukan dimanapun, kapanpun oleh sebab apapun juga, yaitu:

1.     Syirik Du'a.

Syirik Du'a adalah berdoa atau minta-minta atau memohon yang didorong kepercayaan ghaib kepada selain Allah SWT. Misalnya memohon kepada wali-wali atau orang-orang yang shaleh yang telah dikubur, supaya dapat kelapangan rezeki, jodoh, pangkat serta memperoleh karomah.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
(surat An Nisaa' (4) ayat 48)

2.     Syirik Roja'.

Syirik Roja' adalah diri kita berpengharapan kepada selain Allah SWT yang didorong kepercayaan ghaib. Misalnya mengharap selamat dari bahaya perkelahian atau pertempuran dengan batu badar besi. Orang yang membawa batu badar besi tidak berdoa kepada batu itu supaya diberi keselamatan tetapi percaya dan berpengharapan bahwa selama batu ini tetap melekat pada tubuhnya maka ia akan selamat dari bahaya.

Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan.
(surat Yaasin (36) ayat 74)

3.     Syirik Khouf.

Syirik Khouf adalah takut yang didorong kepercayaan ghaib kepada selain Allah SWT. Misalnya takut akan mendapat malapetaka, kalau tidak mengadakan pertunjukan wayang kulit pada bulan Apit takut ditimpa mara bahaya, bila tidak selamatan pada bulan Syuro takut akan mendapatkan kesusahan, bila tidak merangkak dihadapan kubur yang dikeramatkan dan sebagainya.

Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; Sesungguhnya Dialah Tuhan yang Maha Esa, Maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut".
(surat An Nahl (16) ayat 51)


4.     Syirik Tho'at.

Syirik Tho'at adalah kepatuhan jiwa raga dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan petunjuk Allah SWT dan RasulNya, baik kepada undang-undang, peraturan-peraturan atau orang yang memerintahkannya.  Misalnya menggali lubang dan menanam kepala Kerbau di bawah tempat-tempat yang akan di bangun, karena tunduk kepada perintah pimpinannya dan hatinyapun membenarkannya, membaca doa pada peresmian komplek pelacuran karena menuruti perintah atasannya dan hatinya juga membenarkan dan seterusnya.   

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah[639] dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
(surat At Taubah (9) ayat 31)

[639] Maksudnya: mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.

Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi kita harus waspada terhadap empat bentuk Syirik yang telah kami kemukakan di atas. Selain daripada itu  kita harus pula mewaspadai bentuk-bentuk Kemusyrikan yang ada dan yang mungkin telah menjadi darah daging ditengah-tengah kehidupan kita, yaitu:

1.     Kepercayaan Kepada Benda-Benda Bertuah.

Di sekitar kita, banyak benda-benda yang dipercayai oleh sebahagian kalangan mempunyai kemampuan ghaib. Banyak orang membeli batu-batu, bukan karena indahnya tetapi karena kepercayaan mereka bahwa batu-batu ini ada keampuhannya. Jika kita memakai batu akik tirus maka kita akan selamat kemanapun pergi  atau jika memakau batu akik sulaiman maka akan memudahkan mendapatkan rezeki. Demikian juga dengan keris, banyak yang menyimpannya atau membanggakannya dengan disertai bermacam-macam kepercayaan, misalnya keris singkir geni dipercayai dapat menyelamatkan dari bahaya kebakaran.

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaKu, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.
(surat Az Zumar (39) ayat 38)

Orang yang mau menggunakan akalnya secara rasional, serta menjernihkan fikirannya dari bisikan syaitan dan tidak menurutkan hawa nafsunya yang telah dipengaruhi godaan-godaan iblis, maka mereka pasti akan berpendirian dan berkeyakinan bahwa benda-benda yang dikeramatkan ini, tidak mampu mendatangkan kemanfaatan, dan tidak dapat menimpakan malapetaka. Mereka berani mengatakan bahwa bila benda-benda ini boleh dihancurkan pastilah akan hancur dan tidak mendatangkan mala petaka. Dalam surat Az Zumar (39) ayat 38 diterangkan bahwa apa saja yang dipercayai oleh orang yang dapat mendatangkan kemanfaatan, itu hanya khayalan belaka. Benda-benda yang dikeramatkan itu tidak akan mendatangkan apa-apa bagi manusia. Orang yang percaya kepada keampuhan benda-benda ini, mereka termasuk orang yang musyrik.

2.     Kepercayaan kepada Azimah.

Azimah adalah mantera-mantera yang ditulis pada kertas, kulit binatang ataupu kain. Mantera ini biasanya ditulis dengan huruf Arab, dan berbahasa Arab, yang dicampur dengan bahasa Ibrani gambar-gambar, garis-garis dan titik-titik. Ada juga mantera yang ditulis pada sepotong kain kecil, kemudian dibungkus dengan kuat supaya tidak rusak.

dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu Termasuk orang-orang  yang zalim".
Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(surat Yunus (10) ayat 106-107)

Azimah ini dipercaya dapat menghindarkan dari macam-macam penyakit, selamat dalam perjalanan dan ada juha azimah yang dimasukkan dalam dompet, jika ke kamar kecil tidak boleh ditaruh dalam saku tetapi harus diletakkan di luar dan jika dilanggar maka Azimah tersebut tidak lagi bertuah. Orang yang telah beriman kepada Allah SWT tidak boleh percaya kepada Azimah-Azimah dan tidak boleh mengharapkan pertolongan kepadanya, sekalipun yang ditulis adalah nama-nama Allah SWT yang indah, atau diambil dari ayat-ayat Al Qur'an.

Untuk itu Allah SWT telah memberi petunjuk kepada hamba-Nya, bilamana mereka dalam kesulitan haruslah berdoa mohon pertolongan kepada Allah SWT serta menyandarkan segala persoalan kepada Allah SWT. Adapun orang-orang yang masih percaya dan mengharapkan pertolongan dari Azimah, mereka termasuk orang-orang yang terbelenggu kepercayaan syirik.

3.     Kepercayaan kepada Dukun, Paranormal.

Dalam masyarakat kita masih banyak orang yang percaya kepada dukun, paranormal, orang pintar. Mereka percaya bahwa dukun, paranormal, orang pintar, itu mengerti sesuatu yang tidak terlihat, karena ia mempunyai kemampuan ghaib yang tidak dimiliki oleh orang-orang biasa. Itulah anggapan mereka, oleh karena itu kalau mereka kehilangan, mereka datang kepada dukun, paranormal, orang pintar, untuk menanyakan siapa yang mencuri barangnya, dimana barang-barang itu sekarang dan bagaimana supaya barang-barang itu dapat kembali.

(dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya Dia Mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.
(surat Al Jin (72) ayat 26-27)

Sebenarnya dukun, paranormal, orang pintar itu adalah orang biasa yang tidak mengetahui perkara yang ghaib, tidak mengetahui sesuatu yang belum terjadi, juga tidak mengerti nasib seseorang di masa akan datang. Kalau terbukti bahwa apa yang dikatakan dukun itu benar, maka itu hanyalah suatu yang kebetulan, atau dia dibisiki oleh Jin yang mendengar dari pembicaraan Malaikat, akan tetapi Jin ini menambahnya dengan seratus atau bahkan jutaan kebohongan. Orang yang masih percaya kepada dukun, percaya kepada paranormal, percaya orang pintar atau bahkan percaya kepada ulama, jelaslah di dalam hatinya masih bercokol kepercayaan Syirik karena mereka menyamakan sifat dukun, paranormal, orang pintar dan juga ulama dengan Allah SWT yaitu mengetahui yang Ghaib.

4.     Takut dan Berlindung Kepada Selain Allah SWT.

Orang-orang yang hidup di selatan Pulau Jawa mempunyai kepercayaan bahwa laut selatan dikuasai oleh Nyi Roro Kidul. Jika ada kecelakaan di laut selatan mereka yakin itu adalah gangguan dari anak buah Nyi Roro Kidul, sehingga mereka merasa takut kepada makhluk-makhluk halus itu serta berlindung kepadanya. Untuk itulah mereka mengadakan selamatan sesaji laut dengan tata cara yang sederhana sampai yang besar-besaran, dengan tujuan minta perlindungan kepada Ratu Jin yang berkuasa di laut selatan, supaya mereka diselamatkan dari bahaya laut dan keluarganya pun selamat dari macam-macam penyakit.

(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena Sesungguhnya Allah, Dialah (tuhan) yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.
(surat Al Hajj (22) ayat 62)

Takut kepada jin, roh leluhur atau Roh yang lain, kemudian berlindung kepadanya adalah kepercayaan yang bertentangan dengan petunjuk Allah SWT dan berlawanan dengan tuntunan Rasulullah. Kepercayaan ini termasuk Syirik Akbar, yang tidak terampuni sampai kapanpun oleh Allah SWT.

5.     Wasilah.

Wasilah dalam arti bahasa ialah sesuatu untuk mendekatkan kepada orang lain, atau amal shaleh untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT atau jalan untuk mencapai tujuan. Akan tetapi saat ini istilah Wasilah yang sekarang tersebar luas dalam masyarakat, terutama di kalangan umat Islam adalah perantara manusia dengan Allah SWT. Mereka berkeyakinan bahwa wali-wali dan orang-orang shaleh yang telah meninggal dunia itu dapat menyampaikan permohonan manusia kepada Allah SWT. Dan Allah SWT akan mengabulkan  permohonan setiap orang yang disampaikan oleh roh para wali dan sholikhin, yang tidak mungkin dikabulkan jika dimohon sendiri langsung kepada Allah SWT. Wasilah menurut pengertian mereka adalah Roh para wali dan orang-orang yang shaleh dan sekarang pengertian Wasilah seperti ini sudah menjadi kepercayaan yang diyakini oleh sebagian umat Islam.

6.     Ziarah Kubur.

Rasulullah membimbing umatnya agar mereka selalu mendoakan kepada sesama mukmin baik yang masih hidup maupun kepada yang telah meninggal dunia. Salah satu bentuk penghornatan kepada yang sudah meninggal, selain mendoakan kita juga melaksanakan ziarah kubur. Dalam melakukan ziarah kubur harus dilandasi dengan niat yang ikhlas kepada kepada Allah SWT, sehingga tidak dicampur dengan harapan-harapan yang lain. Bila kita berziarah kubur kepada kedua orang tua, kepada keluarga dekat, sudah pasti kita akan mendoakan mereka dengan ikhlas. Akan tetapi dalam masyarakat kita banyak orang yang sengaja menempuh perjalanan dengan jarak ratusan kilo meter, hanya untuk menziarahi kuburan-kuburan wali dan solikhin.

Mereka merasa doanya akan terkabul bila berdoa dihadapan kubur wali dan solikhin dan merasa hampa bila dibaca di masjid atau dirumah masing-masing. Adapun yang merangsang orang-orang simpang siur bepergian ratusan kilometer untuk memuja wali-wali dan solikhin yang telah meninggal, karena di atas kubur-kubur dibangun kubah-kubah, rumah-rumah, dan ada juga yang dibangun masjid. Bangunan-bangunan di atas kubur itu banyak yang kelihatan indah dan mencolok, sedangkan batu nisannya ditutup kiswah yang dihiasi dengan tulisan-tulisan bagus, Kiswah-kiswah ini setiap tahun diganti dengan upacara-upacara peribadatan yang sangat meriah dan kasih bekas kiswah dilelang dengan harga mahal karena mereka percaya dapat mendatangkan kemanfaatan dan menolak bahaya.

Syirik dan Musyrik adalah sumber yang kotor, mula-mula ia muncul dalam hati ruhani dengan memercikkan tetesan, dan lama kelamaan berubah menjadi air bah yang mendobrak segala-galanya sehingga hati ruhani kita tidak ada tempat untuk Iman dan Yakin kepada Allah SWT. Syirik dan Musyrik dapat pula diibaratkan sebagai virus yang membahayakan kesehatan diri kita, virus akan terus berkembang sampai menggerogoti diri kita dan pada akhirnya terkaparlah diri kita dengan gelimangan dosa yang tidak terampuni. Jika ini yang terjadi maka Syaitan sang laknatullah beserta bala tentaranya sangat senang dan sangat bergembira dengan keadaan ini, sebab mereka telah mendapatkan teman, konco, sahabat, tetangga yang baik untuk mengarungi bahtera kehidupan di Neraka Jahannam kelak.

Sebagai khalifah yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, ada satu hal yang harus kita ketahui mengenai titel atau penghargaan atau penilaian yang Allah SWT berikan kepada orang yang musyrik? Allah SWT berdasarkan surat At Taubah (9) ayat 28 di bawah ini, memberikan Titel, Predikat, Penghargaan kepada orang yang melakukan tindakan Musyrik sebagai Najis.

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis[634], Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam[635] sesudah tahun ini[636]. dan jika kamu khawatir menjadi miskin[637], Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(surat At Taubah (9) ayat 28)

[634] Maksudnya: jiwa musyrikin itu dianggap kotor, karena menyekutukan Allah.
[635] Maksudnya: tidak dibenarkan mengerjakan haji dan umrah. menurut Pendapat sebagian mufassirin yang lain, ialah kaum musyrikin itu tidak boleh masuk daerah Haram baik untuk keperluan haji dan umrah atau untuk keperluan yang lain.
[636] Maksudnya setelah tahun 9 Hijrah.
[637] Karena tidak membenarkan orang musyrikin mengerjakan haji dan umrah, karena pencaharian orang-orang Muslim boleh Jadi berkurang.

Sekarang coba anda bayangkan Pencipta dan Pemilik dari alam semesta ini memberikan Penilaian yang sangat buruk dan sangat menjijikkan dengan istilah “Najis” kepada ciptaannya sendiri? Sungguh jika ini terjadi kepada diri kita, hal ini merupakan sebuah hadiah dan penghargaan yang sangat menakutkan serta mengerikan kepada diri kita. Kondisi ini sangat bertentangan dengan Kehendak Allah SWT sewaktu pertama kali menciptakan Manusia. Timbul pertanyaan, atas dasar apakah Allah SWT memberikan penilaian Najis kepada orang Musyrik?

Hal ini dikarenakan tindakan Musyrik yang dilakukan oleh manusia adalah tindakan untuk meniadakan Allah SWT selaku Tuhan bagi semesta alam, tindakan meniadakan Allah SWT selaku Pencipta, tindakan meniadakan Allah SWT selaku Pemilik, Penjaga, dan Pemelihara dengan menggantinya dengan benda bertuah, azimah, dukun, paranormal, berlindung kepada selain Allah SWT, wasilah dan lain sebagainya. Selain daripada itu melalui tindakan Musyrik berarti kita telah menganggap Allah SWT sudah tidak ada karena sudah digantikan dengan sesuatu melalui tindakan Musyrik, dan kondisi inilah yang paling tidak di sukai Allah SWT dan jika Allah SWT sangat marah dan sangat tidak senang dengan orang yang melakukan tindakan Musyrik memang sudah sepatutnya apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat At Taubah (9) ayat 28 berlaku.

Sebagai bahan perbandingan, lihatlah dalam kehidupan berbangsa dan  bernegara, seorang yang menjadi mata-mata bagi bangsa lain dinegaranya sendiri dikatakan sebagai pengkhianat bangsa. Negara memberikan predikat itu memang sudah seharusnya orang tersebut menerima hal itu. Selanjutnya jika predikat Najis bagi pelaku Musyrik ini sudah menjadi Keputusan Allah SWT, apakah kita tidak mempercayai Keputusan ini? Sebagai orang yang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT maka kita wajib menerima dan mempercayai Keputusan Allah SWT tentang predikat Najis.


Adanya kondisi ini terlihat dengan jelas bahwa Allah SWT sangat tegas membedakan antara orang yang beriman dengan orang yang musyrik. Sebagai khalifah yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, jika predikat Najis  sudah berlaku sampai dengan hari kiamat kepada orang-orang Musyrik maka jadikan hal ini sebagai dorongan bagi kita untuk jangan sampai diberikan Predikat Najis  pula kepada diri kita, terkecuali kita sendiri memang ingin memiliki dan merasakan hasil akhir dari Predikat Najis yang diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita.


Lalu apa yang harus kita lakukan jika saat diri kita melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi, diri kita secara sengaja ataupun secara tidak sengaja akibat tidak memiliki Ilmu tentang Allah SWT, melakukan perbuatan Syirik dan Musyrik? Sepanjang Ruh belum sampai di kerongkongan, hanya satu jalan keluarnya yaitu Taubatan Nasuha. Tanpa melalui proses Taubatan Nasuha, Allah SWT tidak akan pernah memaafkan perbuatan Syirik dan Musyrik yang pernah kita lakukan walaupun kita telah melaksanakan Ibadah Haji dan Umroh ribuan kali, telah membangun masjid jutaan buah, menyantuni anak yatim milyaran orang, ketentuan Najis tetap berlaku.


Selain daripada itu adanya kesempatan Taubatan Nasuha yang Allah SWT berikan, berarti Allah SWT masih memberikan kesempatan ke dua bagi makhluknya yang ingin kembali ke jalan yang lurus atau memberikan kesempatan bagi makhluknya sesuai dengan Kehendak Allah SWT. Untuk itu manfaatkanlah Waktu yang masih tersisa atau manfaatkan sisa masa aktif diri kita di muka bumi ini, agar waktu yang tersisa ini dapat mengembalikan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT, atau dapat menghantarkan diri kita pulang kampung ke Kampung Kebahagiaan. Agar diri kita terhindar dari pebuatan syirik lagi musyrik, maka kita wajib terlebih dahulu mempelajari, memahami, mengenali Allah SWT dengan segala apa yang dikehendakinya. Hadits di bawah ini harus bisa kita amalkan sebelum diri kita melangkah dan berbuat sesuatu saat hidup di muka bumi ini.

Ibnu Abbas ra, berkata Nabi SAW bersabda: “Hai anak muda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa pesan berikut: peliharalah Allah, niscaya Dia akan memeliharamu; peliharalah Allah, niscaya engkau akan menjumpaiNya di hadapanmu, kenalilah Allah saat senang, niscaya Dia akan mengenalimu saat kamu susah; apabila kamu meminta, mintalah kepada Allah; dan apabila kamu meminta pertolongan, mintalah kepada Allah. Ketahuilah bahwa seandainya suatu umat sepakat untuk memberi manfaat kepadamu dengan sesuatu, mereka tidak dapat memberikan manfaat kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditaqdirkan oleh Allah atas dirimu. Seandainya mereka sepakat untuk menimpakan bahaya kepadamu, niscaya mereka tidak dapat menimpakam bahaya kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditaqdirkan oleh Allah atas dirimu. Qalam telah diangkat dan lembaran telah kering.”
(Hadits Riwayat Thirmidzi)

Di lain sisi, orang yang telah kembali fitrah pasti mengetahui apa yang menjadi hak Allah SWT dan yang menjadi hak dirinya. Orang yang telah kembali fitrah tahu siapa Allah SWT yang sesungguhnya dan siapa dirinya yang sesungguhnya. Jika hal ini mampu kita laksanakan dengan baik dan benar berarti kita terhindar dari perbuatan syirik lagi musyrik.


C.   SELALU DI DALAM KEHENDAK ALLAH SWT.

Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, pernahkah kita memikirkan adanya sesuatu yang berpasang pasangan baik yang ada di muka bumi ataupun yang ada pada diri kita? Begitu banyak yang berpasang pasangan seperti laki laki dan perempuan, tua dan muda, kaya dan miskin, negatif dan positif, atas dan bawah, proton dan neutron, langit dan bumi, jiwa taqwa dan jiwa fujur, ruhani dan jasmani dan lain sebagainya. Lalu apakah yang berpasang pasangan itu ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan? Berdasarkan surat Yaa Siin (36) ayat 36 di bawah ini, bahwasanya Allah SWT lah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang pasangan, baik apa apa yang ada di muka bumi maupun yang ada pada diri manusia maupun dari apa apa yang tidak kita ketahui.

Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
(surat Yaa Siin (36) ayat 36)

Lalu apa yang dimaksud dengan berpasang pasangan itu? Jika kita mau meneliti secara mendalam tentang berpasangan pasangan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT maka kita akan mendapati beberapa makna dari berpasang pasangan itu. Apa maksudnya?


a.     Berpasang pasangan bisa bermakna ibadah yang tidak bisa dipisahkan antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya, seperti mendirikan shalat dengan menunaikan zakat, habbluminallah dengan habbluminanass, menerima dengan memberi, kesalehan diri dengan kesalehan sosial, mendengar dengan melihat. Jika sampai diri kita memisahkan ketentuan ini berarti kita telah menganiaya diri sendiri.

b.  Berpasang pasangan juga bisa bermakna keselarasan dan keseimbangan antara yang satu dengan yang lainnya, seperti mengurangi dengan menambah, atas dengan bawah, tua dengan muda, proton dengan neutron, positif dengan negatif, aktiva dengan pasiva. Jika sampai diri kita memisahkan ketentuan ini berarti kita telah merusak tatanan keseimbangan yang ada di dalam kehidupan.  

c.   Berpasang pasangan juga bermakna pilihan, mau beriman ataukah mau kafir, apakah mau berbuat kebaikan ataukah keburukan, apakah mau syurga ataukah neraka, apakah mau bahagia ataukah mau celaka, mau halal ataukah mau haram, mau maju ataukah mau mundur dan lain sebagainya. Jika kita sampai salah memilih atau salah dalam menentukan sikap maka hasil akhir dari pilihan yang kita pilih akan memberikan dampak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jika kita memilih kebaikan maka kebaikan yang akan kita terima, namun jika kita memilih keburukan maka keburukan yang akan kita terima. 

d.   Berpasang pasangan juga bermakna pembeda antara satu dengan yang lainnya seperti malam dengan siang, pagi dengan petang, kaya dengan miskin, tua dengan muda, dan lain sebagainya. Sekarang bisakah kita membayangkan jika di langit dan di bumi ini tidak ada konsep berpasang pasangan, lalu apa yang bisa kita perbuat jika tidak ada malam dan siang? Apa yang bisa kita rasakan jika tidak ada konsep positif dan konsep negatif  atau  jika tidak ada laki laki dan perempuan atau jika tidak ada kebaikan dan keburukan? Semuanya sama sehingga yang ada hanyalah satu tanpa ada perbedaan sedangkan perbedaan inilah yang menunjukkan betapa hebatnya Allah SWT. 

Sekarang mari kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Adz Dzariyaat (51) ayat 49 di bawah ini. Allah SWT lah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang pasangan lalu Allah SWT juga telah mengingatkan kita bahwa dibalik berpasang pasangan itu ada kebesaran Allah SWT yang menyertainya. Lalu sampai kapankah konsep ini berlaku? Konsep berpasang pasangan sebagai sebuah sunnatullah (ketetapan Allah SWT) yang berlaku dalam kehidupan yang kita laksanakan saat ini akan berlaku terus sampai dengan hari kiamat kelak. Subhanallah, begitu hebat Allah SWT dan begitu jelas dan transfaran Allah SWT dalam menciptakan segala sesuatu. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya.  

dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
(surat Adz Dzariyaat (51) ayat 49)

Sekarang bagaimana dengan kebaikan yang telah dipasangkan dengan keburukan oleh Allah SWT, lalu bagaimana kita harus menyikapinya? Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi kita harus memilih atau menentukan sikap apakah menjadikan kebaikan sebagai cerminan/label diri kita ataukah menjadikan keburukan sebagai cerminan/label diri kita.  Kebaikan dan Keburukan sebagai sebuah pilihan yang harus dipilih keduanya memiliki karakteristik yang berbeda.

Jika kebaikan yang kita pilih lalu kebaikan itu pula yang kita  lakukan maka kebaikan pula yang akan kita raih dan rasakan saat hidup di dunia ini. Jika keburukan yang kita pilih lalu keburukan itu pula yang kita lakukan maka keburukan pula yang akan kita raih dan rasakan saat hidup di dunia ini. Dan hal yang tidak akan terjadi adalah jika kita berbuat keburukan hasil akhirnya adalah adalah kebaikan. Demikian pula sebaliknya, jika kita berbuat kebaikan hasil akhirnya adalah keburukan.  

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi[624]. dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Anfaal (8) ayat 72)

[624] Yang dimaksud lindung melindungi Ialah: di antara muhajirin dan anshar terjalin persaudaraan yang Amat teguh, untuk membentuk masyarakat yang baik. demikian keteguhan dan keakraban persaudaraan mereka itu, sehingga pada pemulaan Islam mereka waris-mewarisi seakan-akan mereka bersaudara kandung.

Sekarang katakan kita telah kembali fitrah, berarti kita mampu memilih yang terbaik bagi kepentingan diri kita yang sesungguhnya, dalam hal ini yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Selain daripada itu, berdasarkan surat Al Anfaal (8) ayat 72 di atas ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu tolong menolong, ringan tangan untuk menolong, ikhlas dalam berbuat, selalu menyayangi sesama, tidak hanya mau menerima saja namun mau untuk memberi, tidak hanya mau tangan di bawah namun harus bisa tangan di atas.

Sudahkah kita menjadi pelopor di dalam kebaikan di tengah masyarakat sebagai bukti bagi diri kita telah kembali fitrah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT? Agar diri kita selalu di dalam kehendak Allah SWT, berikut ini akan kami kemukakan beberapa kehendak Allah SWT yang berhubungan erat dengan kekhalifahan di muka bumi, termasuk di dalam untuk kepentingfan diri kita, yaitu:


1.   Berdasarkan surat Maryam (19) ayat 96 di bawah ini, Allah SWT berkehendak untuk memberikan kasih sayang-Nya kepada setiap manusia, sepanjang manusia itu mau memenuhi apa-apa yang dikehendaki Allah SWT.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah[911] akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.
(surat Maryam (19) ayat 96)

[911] Dalam surat Maryam ini nama Allah Ar Rahmaan banyak disebut, untuk memberi pengertian bahwa, Allah memberi ampun tanpa perantara.

2.   Berdasarkan (surat Al Qashash (28) ayat 83-84) di bawah ini, Allah SWT berkehendak untuk memberikan Nikmat dan Rakmat kepada setiap orang yang taqwa atau sepanjang manusia itu mau memenuhi apa-apa yang dikehendaki AllahSWT akan member Nikmat dan Rahmat-Nya.

negeri akhirat[1140] itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik)[1141] itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, Maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, Maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.
(surat Al Qashash (28) ayat 83-84)

[1140] Yang dimaksud kampung akhirat di sini ialah kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat.
[1141] Maksudnya: syurga.

Selanjutnya bagaimana dengan Manusia yang sombong, yang selalu berbuat kerusakan, yang tidak mau bertaqwa atau pada saat bertugas menjadi khalifah justru melakukan kejahatan dan kerusakan? Allah SWT akan memberikan balasan tetapi tidak sama dengan balasan kepada khalifah yang taqwa sebab balasan untuk mereka sesuai dengan apa yang mereka perbuat. Jika ia jahat maka kejahatanlah hasilnya dan jika kerusakan maka kerusakanlah hasilnya. Akhir dari itu semua terpulang kepada diri kita sebagai khalifah  di muka bumi, pilihan ada di tangan kita, apakah mau ke Syurga atau mau ke Neraka? Selamat Memilih. 

3.   Berdasarkan surat Al Qashash (28) ayat 79-80 di bawah ini, Allah SWT berkehendak untuk mengazab setiap manusia yang sombong atau yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya[1139]. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai  keberuntungan yang besar".
berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar".
(surat Al Qashash (28) ayat 79-80)

[1139] Menurut mufassir: Karun ke luar dalam satu iring-iringan yang lengkap dengan pengawal, hamba sahaya dan inang pengasuh untuk memperlihatkan kemegahannya kepada kaumnya.

Untuk itu Allah SWT berkehendak kepada khalifah-Nya untuk selalu rendah hati kepada siapapun juga apalagi kepada Allah SWT sebab congkak dan sombong hanya Milik  Allah SWT semata selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini.

2.      Berdasarkan surat Al Qiyaamah (75) ayat 16-17-18-19 di bawah ini, Allah SWT berkehendak untuk mengajarkan Al-Qur’an sepanjang manusia mau menerima, mau mengimani, mau mempelajari dan mau melaksanakan isi dan kandungan  Al-Qur’an yang tidak lain adalah Wahyu dari Allah SWT itu sendiri, yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Adalah sangat Zhalim bagi Allah SWT jika  Allah SWT berkehendak kepada Khalifah-Nya tanpa memberikan Pedoman dan Petunjuk yang baku. Selanjutnya Allah SWT juga bertanggung jawab untuk mengajarkan kepada semua Khalifah-Nya yang mau mempelajarinya. Cara dan Methode Allah SWT di dalam memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada manusia atas Kitab yang diturunkan-Nya, sangat berbeda dengan cara yang berlaku diantara manusia. Allah SWT mempunyai cara tersendiri di dalam memberikan pengajaran dan pemahaman bagi umatnya sepanjang umatnya mau mempelajari Kitab Allah SWT.

janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya[1532].
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya
(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah  bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
(surat Al Qiyaamah (75) ayat 16-17-18-19)

[1532] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.

      Salah satu caranya adalah melalui pemahaman lewat hati ruhani atau dapat juga melalui tanda-tanda atas ciptaannya atau kekuasaanya di alam. Untuk itu jika kita ingin mendapatkan pemahaman dan pengajaran dari Allah SWT yaitu samakan terlebih dahulu gelombang atau frekuensi Hati Ruhani diri dengan gelombang atau frekuensi Allah SWT, yaitu jika Allah SWT memiliki dan mempunyai frekuensi An Nuur maka Hati Ruhani kitapun harus pula memenuhi konsep  An Nuur pula dan jika gelombang dan siaran Allah SWT adalah Al-Quddus maka Hati Ruhani kitapun harus memenuhi konsep Al-Quddus, demikian seterusnya.


      Kondisi ini makin bertambah sulit dengan adanya Standard Ganda yang kita buat sendiri atau diri kita sendiri malah membuat dan melaksanakan Standard Ganda kepada Allah SWT, yaitu mau dengan sadar memenuhi syarat dan ketentuan operator selular akan tetapi kepada Allah SWT pilih-pilih atau disesuaikan dengan kebutuhan atau malah kita hanya  mau melakukan aktivitas Misscall kepada Allah SWT kemudian berharap Allah SWT menjawab seluruh permintaan diri kita. Hal ini tidak akan mungkin pernah terjadi dan tidak akan mungkin dikabulkan oleh Allah SWT. Hal yang kita ingat adalah yang membutuhkan itu semua bukanlah Allah SWT, akan tetapi diri kitalah yang membutuhkan Allah SWT. Untuk itu segeralah penuhi apa-apa yang dikehendaki Allah SWT maka Allah SWT akan memberikan apa-apa yang telah dijanjikannya.
  
5.   Berdasarkan surat surat Ar Ra'd (13) ayat 11 di bawah ini, Allah SWT berkehendak untuk mengubah nasib seseorang sepanjang orang tersebut ingin berubah.

bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia
(surat Ar Ra'd (13) ayat 11)

[767] Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah.
[768] Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

      Allah SWT memberikan kesempatan ini karena Allah SWT adalah Maha Pemaaf sehingga dengan Maaf-Nya tersebut diri kita mempunyai Kesempatan Ke dua untuk memperbaiki diri sehingga dapat pulang kampung ke Syurga atau sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hal yang harus kita perhatikan adalah bahwa kesempatan kedua yang diberikan oleh Allah SWT hanya berlaku sebelum Ruh diri kita dipisahkan oleh Malaikat Izrail dengan Jasmani kita. Untuk itu manfaatkanlah kesemapatan yang telah diberikan oleh Allah SWT ini dengan sebaik mungkin sebab jika Malaikat Izrail sudah datang maka ia tidak akan pernah gagal melaksanakan tugasnya.
 

6.      Berdasarkan surat Al Kahfi (18) ayat 28-29 dibawah ini, Allah SWT berkehendak kepaada manusia untuk tidak memperturutkan Ahwa sehingga sifat-sifat alamiah Jasmani yang sesuai dengan kehendak Syaitan dapat mengalahkan sifat-sifat alamiah Ruhani sehingga tingkah laku manusia sudah tidak sesuai lagi dengan Nilai-Nilai Kebaikan. Contohnya, salah satu sifat Jasmani adalah Bakhil atau Pelit sedangkan sifat Ruhani adalah Suka Memberi dan Suka Menolong dan jika sifat atau perbuatan Jasmani (Ahwa) sampai mengalahkan perbuatan Ruhani (Nafs/Anfuss) maka perbuatan manusia melalui contoh di atas adalah Selalu Mementingkan diri sendiri.

      dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
      (surat Al Kahfi (18) ayat 28-29)


7.   Berdasarkan surat An Nisaa' (4) ayat 26-27-28 di bawah ini, Allah SWT berkehendak untuk menerima Taubat manusia, sepanjang manusia itu sendiri mau meminta ampunan kepada Allah SWT dan juga sepanjang Ruh belum sampai di kerongkongan.

      Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para Nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).Allah hendak memberikan keringanan kepadamu[286], dan manusia dijadikan bersifat lemah.
      (surat An Nisaa' (4) ayat 26-27-28)

      [286] Yaitu dalam syari'at di antaranya boleh menikahi budak bila telah cukup syarat-syaratnya.

      Selain daripada itu, berdasarkan surat Al Furqaan (25) ayat 71 yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT juga berkehendak agar manusia untuk taubat hanya kepada Allah SWT saja.

      dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.
      (surat Al Furqaan (25) ayat 71)

      Adanya kesempatan untuk Taubat hanya kepada Allah SWT, akan memberikan kesempatan kepada diri kita untuk memperbaiki diri atau kita masih diberikannya kesempatan untuk pulang kampung ke Syurga oleh Allah SWT.


8.   Berdasarkan surat Al An'am (6) ayat 54-55 di bawah ini, Allah SWT berkehendak untuk menjelaskan sesuatu yang baik dan yang buruk kepada seluruh umat manusia.

      apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: "Salaamun alaikum[476]. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang[477], (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan[478], kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
      dan Demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.
      (surat Al An'am (6) ayat 54-55)

      [476] Salaamun 'alaikum artinya Mudah-mudahan Allah melimpahkan Kesejahteraan atas kamu.
      [477] Maksudnya: Allah telah berjanji sebagai kemurahan-Nya akan melimpahkan rahmat kepada mahluk-Nya.
      [478] Maksudnya Ialah: 1. orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu. 2. orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3. orang yang melakukan kejahatan karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau karena dorongan hawa nafsu.


Inilah bentuk-bentuk atau kondisi dasar dari Kehendak Allah SWT yang berhubungan erat dengan kekhalifahan di muka bumi, termasuk di dalamnya kehendak kepada diri kita dan anak dan keturunan kita. Dimana isi dari Kehendak Allah SWT itu sendiri bukanlah kehendak yang bersifat merugikan manusia. Kehendak Allah SWT bukanlah kehendak yang membuat manusia celaka, Kehendak Allah SWT bukan untuk membuat manusia menjadi sengsara, Kehendak Allah SWT bukan untuk membuat manusia mengalami kehinaan baik di dunia maupun di akhirat.


Jika sudah begini kondisi dan keadaan dari Kehendak Allah SWT kepada Manusia, apakah kita tetap tidak mau menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah; apakah kita akan berlaku sombong di muka bumi ini; apakah kita akan tetap selamanya tidak mau melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah atau mau apa kita di langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki oleh  Allah SWT ini? Jawaban dari pertanyaan ini, hanya diri kita sendirilah yang Tahu, yaitu  mau apa dan mau kemana diri kita hidup di dunia ini. Yang pasti adalah Allah SWT tidak butuh dengan diri kita, akan tetapi diri kitalah yang membutuhkan Allah SWT saat hidup di dunia ini.  


Jika kita merasa bahwa keberadaan kita memang tidak dapat dipisahkan dengan Kehendak dan Kemampuan serta Ilmu Allah SWT, maka kita harus mempelajari lebih lanjut tentang diri kita sendiri berdasarkan persfektif dan sudut pandang  Allah SWT selaku pencipta diri kita sehingga mampu menghadapi kehendak Syaitan. Serta dapat menghantarkan diri kita menjadi Makhluk yang Terhormat dari waktu ke waktu serta dapat menghantarkan diri kita untuk bertemu Allah SWT selaku Yang Maha Terhormat, di tempat yang terhormat, dalam suasana yang Saling Hormat Menghormati. Semoga itulah keadaan diri kita akhirnya, yaitu mampu menjadi Makhluk Terhormat sehingga kita bisa bertemu dengan Allah SWT dan juga Nabi Muhammad SAW di Syurga kelak. Amien.


D.   SELALU BERBUAT ADIL.

Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 29  dan surat Al An’am (6) ayat 152 yang kami kemukakan di bawah ini, orang yang telah kembali fitrah atau telah difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu berlaku dan berbuat adil, lurus, selalu mendirikan shalat (melaksanakan diinul islam secara kaffah) serta berbuat kebaikan ikhlas karena Allah SWT semata. Selain daripada kita juga wajib menjaga keadilan, memelihara keadilan serta merawat keadilan yang ada di dalam masyarkat.

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu[533] di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".
(surat Al A’raaf (7) ayat 29)

[533] Maksudnya: tumpahkanlah perhatianmu kepada sembahyang itu dan pusatkanlah perhatianmu semata-mata kepada Allah.

dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
(surat Al An’am (6) ayat 152)

[519] Maksudnya mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan Kerabat sendiri.
[520] Maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.


Untuk itu segeralah memperbaiki diri atau segeralah introspeksi diri dengan selalu melihat ke dalam karena hanya dengan melihat ke dalam dirilah langkah menuju perubahan kepada yang lebih baik terbuka luas. Segeralah berubah ke arah yang lebih baik yang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau kita akan dirubah oleh syaitan ke arah keburukan sehingga kita berseberangan dengan kehendak Allah SWT. 

apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)[327]. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.
(surat An Nisaa (4) ayat 86)

[327] Penghormatan dalam Islam Ialah: dengan mengucapkan Assalamu'alaikum.


Berbuat keadilan bukan hanya sebatas mengadili suatu perkara atau memutuskan suatu permasalahan secara adil semata. Membalas suatu penghormatan dengan suatu penghormatan yang lebih baik juga termasuk perbuatan adil. Hal ini termaktub di dalam surat An Nisaa ‘(4) ayat 86 di atas ini. Untuk itu jika seseorang memberikan salam dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum” maka kita harus membalas salam tersebut “Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh”. Inilah salah satu bentuk keadilan yang harus kita jadikan pedoman dalam hidup dan kehidupan. Jika semua orang yang ada di muka bumi ini mampu berbuat adil yang tidak hanya saat mengadili seseorang, alangkah indahnya hidup ini. Selanjutnya apakah berbuat adil hanya sebatas itu saja?


Berbuat adil memiliki makna yang luas. Adil bisa bermakna berbuat sesuatu kebaikan yang sesuai dengan kebutuhan bagi penerimanya. Sebagai contoh adalah sebuah keburukan jika kita berbuat sebuah kebaikan berupa memberikan uang kepada seseorang padahal kebutuhannya utamanya adalah pendidikan atau keahlian. Hasil akhir dari pada ini adalah orang tersebut menjadi malas karena ikan yang kita berikan, padahal yang terbaik adalah kail dan pancing. Disinilah letaknya kita harus bijaksana sebelum berbuat suatu kebaikan. Kebaikan baru bisa bermakna kebaikan jika dilakukan dengan cara cara yang baik.

A S M A U L   H U S N A
1
Al Aliem Al Hakim
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
2
Al Azis Al Hakim
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
3
Al Waasi Al Hakim
Maha Luas lagi Maha Bijaksana
4
Al Hakam Al Hakim
Maha Menetapkan Hukum lagi Maha Bijaksana
5
At Tawwaab Al Hakim
Maha Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana
6
Al Aliyy Al Hakim
Maha Tinggi/Maha Luhur lagi Maha Bijaksana
7
Al Hakim Al Khoobir
Maha Pemaaf lagi Maha Waspada
8
Al Hakim Al Aliem
Maha Pemaaf lagi Maha Mengetahui
9
Al Hakim Al Hamid
Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji


Untuk itu bersegeralah berbuat kebaikan kepada siapapun jika kita telah mengaku beriman kepada Allah SWT. Hal ini dikarenakan bukti orang yang beriman adalah orang yang berguna dan yang bermanfaat bagi orang lain. Selanjutnya agar diri kita mampu berbuat adil atau bijaksana di dalam bertindak dan berbuat, kita bisa berpedoman kepada Asmaul Husna yang menjadi Nama Nama Allah SWT yang indah seperti yang kami kemukakan di atas ini. Lalu bagaimana pedoman ini kita laksanakan? Untuk menjadi orang yang adil dan bijaksana maka kita wajib memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berpandangan luas serta memiliki wawasan yang luas.Untuk itu perhatikanlah Asma Allah SWT yang menyatakan Al Aliem Al Hakim (Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana).


Adanya Asma Allah SWT ini menunjukkan kepada diri kita untuk menjadi orang yang adil dan bijaksana harus diimbangi dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, tanpa itu maka kita tidak bisa menampilkan hal tersebut sebagai penampilan diri kita. Seseorang yang mampu adil dan bijaksana akan menjadikan orang tersebut menjadi orang yang terpuji, seperti Asma Allah SWT yang berbunyi Al Hakim Al Hamid. Seorang yang menjadi terpuji jika ia mampu berbuat adil dan bijaksana. Sekarang sudahkah kondisi ini menjadi perilaku kita saat menjadi khalifah di muka bumi ataukah kita hanya ingin dipuji saja tanpa menjadi orang yang bijaksana? Pilihan ada di tangan diri kita sendiri, bukan pada orang lain. Ingat, Allah SWT tidak akan rugi atau berkurang kebesaran dan kemahaanNya jika kita tidak mau berbuat kebaikan. Akan tetapi kitalah yang sangat membutuhkan kebaikan dan dari kebaikan inilah akan tercermin seberapa baik kualitas diri kita.


Itulah 4(empat) indikator dari kembali fitrah yang harus kita jadikan acuan saat hidup di muka bumi ini. Jika kondisi kita berlawanan dengan indikator tersebut berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita, terutama kefitrahan diri yang sudah tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah SWT.  Selama masih diberikan kesempatan untuk berbuat kebaikan, ambil kesempatan itu lalu lakukan kebaikan, atau ambil peran di masyarakat dan jangan pikirkan ukuran dari kebaikan, lakukan kebaikan seperti mengalirnya air. Jika kita terlalu banyak berfikir untuk berbuat kebaikan, kesempatan yang ada bisa terbang melayang karena ulah kita sendiri yang terlalu banyak berfikir. Berbuat kebaikan memang harus dipikirkan dengan matang tetapi jangan terlampau dipikirkan karena kesempatan yang kita peroleh bisa diambil oleh orang lain. Akhirnya timbul penyesalan kenapa hal itu tidak kita ambil.


Kesuksesan bukanlah kunci dari kebahagiaan. Justru kebahagiaan adalah kunci dari kesuksesan. Salah satu kunci kesuksesan adalah sikap konsisten terhadap keyakinan. Jika konsep ini kita pegang teguh maka pada saat diri kita melakukan kebaikan dalam kerangka ibadah Ikhsan yang ada adalah berbuat dan berbuat kebaikan. Soal adanya ocehan, adanya omongan, adanya komentar dari orang orang yang iri dan dari orang orang yang tidak suka dengan apa yang kita lakukan acuhkan mereka karena kita berbuat bukan karena mereka dan karena tidak bertanggung jawab kepada mereka. Disinilah letaknya kita harus memiliki referensi sendiri terhadap kebaikan atau perbuatan baik yang kita lakukan yaitu ikhlas berbuat karena Allah SWT dalam kerangka mencari ridha Allah SWT yang dilandasi dengan keimanan kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar