“Hikmah adalah barang
milik orang mukmin yang hilang, maka barangsiapa yang menemukannya maka
hendaknya ia memungutnya dimana saja berada.”
(Hadits Riwayat Ath
Thirmidzi dari Abu Hurairah ra,.)
Sebagaimana pernah digambarkan oleh
Rasulullah dalam sebuah diskusi, tentang Ru’yatullah (melihat Allah) yang
diriwayat oleh Bukhari Muslim sebagai berikut: “Suatu saat dalam sebuah
diskusi, khalayak umum bertanya kepada Rasulullah, apakah mereka dapat melihat
Allah (Ru’yatullah). Rasulullah bersabda, “Sulitkah kamu meru’yah bulan purnama
pada malam empat belas?”. (Ru’yah: melihat tanda tanda keberadaan sesuatu.
Malam ke 14 penanggalan hijriah adalah malam dimana bulan purnama muncul).
Jawab mereka, “Tidak ya Rasulullah!”. Tanya Rasulullah lagi, “Apakah sulit
bagimu meru’yah matahari di langit tak berawan?”. Jawab mereka lagi, “Tidak ya
Rasulullah!. Sabda Rasulullah, “Sesungguhnya anda semua akan mengenaliNya
seperti itu. Di hari kiamat, Allah akan menghimpun seluruh manusia dan berkata
kepada mereka, “Barangsiapa yang menyembah suatu benda, maka ikutilah benda
tersebut. Bagi yang menyembah matahari, mereka akan mengikuti matahari
tersebut. Bagi yang menyembah bulan maka mereka akan mengikuti bulan tersebut.
Manakala orang yang menyembah thogut maka mereka akan mengikuti thogutnya itu.
Jadi tinggallah umat ini yaitu umat yang percaya kepada Allah yang didalamnya
termasuk pula orang orang munafik yang tetap dalam kemunafikan mereka. Lalu
Allah mendatangi mereka dengan gambaran (shurah) yang tidak mereka kenali dan
berfirman kepada mereka, “Akulah Tuhanmu”. Mereka berkata, “Kami berlindung
kepada Allah dari tipu dayamu. Kami akan tetap ditempat kami sampai Tuhan kami
dating menjemput kami. Apabila Tuhan kami telah dating, kami akan
mengenaliNya”. Lalu Allah mendatangi mereka dengan gambarangNya (shurah) yang
mereka kenali dan berfirman kepada mereka, “Akulah Tuhan Kamu”. Merekapun
menjawab, “Ya, Engkaulah Tuhan kami!”. Merekapun mengikutiNya. Kemudian Allah
merentangkan kepada mereka suatu titian (shirath) yang merentangi Neraka. Maka
aku (Nabi Muhammad SAW) bersama umatku adalah orang pertama yang
menyeberanginya”.
Dan barangsiapa buta (hatinya) di dunia ini, maka di
akhirat dia akan buta dan tersesat jauh dari jalan (yang benar). (surat Al
Isra’ (17) ayat 72)
Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di
atas, dengan jelas dan gamblang menuturkan kepada kita, bahwa Allah sesuai
dengan penggambaran hambanya. Oleh karena itu sempurna penglihatan seseorang
hamba kepada Allah di dunia, akan menentukan sempurnanya penglihatan akan Allah
di akhirat kelak.
Dalam kitab Sirrul Asrar karya Asy Syaikh
Abdul Qadir Al Jilani dijelaskan bahwa: Melihat Allah ta’ala ada dua macam,
yaitu: pertama, melihat jamaliah (keindahan) Allah di akhirat kelak secara
langsung tanpa perantara cermin hati, dan melihat sifat sifat Allah di muka
bumi ini dengan perantara cermin hati, melalui pandangan nurani terhadap
pantulan cahaya cahaya keindahanNya. Sebagaimana disebut dalam firman Allah, “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah
dilihatnya.” (surat An Najm (52) ayat 11) dan sabda dari Nabi SAW, “Hati seorang mukmin adalah cermin dari Allah
yang bersifat Al Mukmin”. Yang dimaksud dengan mukmin yang pertama adalah
hati hamba yang beriman, sedang Mukmin yang kedua adalah Dzat Allah yang
bersifat Al Mukmin. Jadi manusia yang mampu melihat sifat sifat Allah pada segala
sesuatu yang ada dan terjadi di muka bumi ini, berarti dia pasti akan melihat
Dzat Allah alam akhir tanpa perantara.
Hal inilah yang selalu diinginkan oleh para
wali wali Allah. Seperti Umar bin Khattab ra, berkata: “Hatiku melihat Tuhanku dengan Cahaya dari Tuhanku.” Sedangkan Ali
bin Abi Thalib ra, berkata: “Aku tidak
beribadah kepada Tuhan yang tidak aku lihat”. Yang dimaksud dengan
melihat adalah menyaksikan sifat sifat
Allah dari segala sesuatu yang ada dan terjadi di muka bumi ini. Sungguh Allah
SWT menginginkan kita untuk menatap wajahNya, Agar kita temukan kepribadianNya
yang sesungguhnya. Agar kita temukan senyumNya, kasihNya, dan kelembutanNya.
Tapi sayangnya kita lalai dalam hal ini, sehingga mata hati kita tak mampu
menatao wajah Allah. Sehingga senantiasa bertanya, “Allah itu dimana?”. Allah
menginformasikan bahwa bukan mata lahir yang buta tetapi hatinya yang buta.
Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga
hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka daoat mendengar? Sebenarnya
buka mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Surat
Al Hajj (22) ayat 46)
Kegagalan manusia dalam mengenal Allah
disebabkan dari ketidakmampuannya menyaksikan wajah Allah. Dan ketidakmampuan
ini umumnya diawali oleh adanya 3 (tiga) faktor ini, yaitu:
1. Tidak mengerti bahwa
Allah memiliki wajah. Kelalaian ini membuat kita ibarat bayi yang baru melek
matanya. Meski matanya membuka tetapi belum mampu merasakan kehadiran wajah
orang tuanya yang mengajaknya tersenyum. Begitu pula diri kita dikala melihat
alam dan membuka Al Qur’an. Wajah Allah yang ada di sana tidak bisa kita
rasakan kehadirannya. Kita belum bisa menjadi Abu Bakar Ash Shiddiq ra, yang
berkata, “Tidaklah aku melihat segala
sesuatu, melainkan aku melihat Allah sebelumnya.” Kita juga belum bisa
menjadi Ja’far Ash Shadiq ra, yang berkata, “Sesungguhnya Allah menampakkan dirinya di dalam Al Qur’an.”
2. Tidak Mau menatap
wajah Allah SWT. Ini diakibatkan karena kelalaian kita. Apakah kita takut,
malu, tidak mencintaiNya, dan lainnya. Tapi semua ini bermuara dari persepsi
kita yang salah tentang Allah. Karena yang terlihat hanya tanganNya yang tampak
sedang menjewer kita, maka persepsi kitapun hanya sebatas itu. Meski Al Qur’an
dan Al Hadits kita buka, persepsi yang salah itu telah menghalangi kita menatap
wajahNya. Padahal Dia pernah berkata, “Aku ini sesuai dengan persangkaan
hambaKu kepadaKu”. (Hadits Qudsi)
3. Tidak percaya akan
adanya Wajah Allah. Penyebab awalnya adalah 2 kelalaian di atas. Tapi karena
mereka tidak pernah bisa keluar dari kelalaian tersebut dan cenderung
membiarkan, akhirnya mereka jadi kebal dan buta secara permanen. Sehingga
akhirnya membuat ia mengingkari eksistensi wajah Allah.
Allah telah mengunci
hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan
mendapatkan azab yang berat.
(surat Al Baqarah (2)
ayat 7)
Semoga kita tidak termasuk orang yang tidak mampu
melihat wajah Allah saat kita masih hidup di muka bumi ini. Jika saat hidup
saja kita tidak mampu melihat wajah Allah lalu bagaimana kita bisa melihat
wajah Allah di syurga kelak?
Segala peristiwa dan kejadian itu akan tidak
mempunyai arti apa apa bagi orang yang tidak mengerti dan memahami bagaimana
membaca semua peristiwa tersebut.Akan tetapi, bagi orang yang diberikan
pemahaman dan pengertian yang mendalam, akan mengetahui bahwa segala peristiwa
yang terjadi di dunia ini tentu mempunyai hikmah tersendiri. Yang terpenting
bagi kita adalah bahwa kita mengetahui bagaimana caranya membaca semua
peristiwa itu dengan nalar dan mata hati dan bukan dengan mata biasa.
“Setiap orang harus
belajar kemana saja dengan siapa saja, dan membaca buku apa saja, untuk
meluaskan cakrawala pikirannya. Ambil yang baik, buang yang buruk. Ambil yang mendekatkan diri kepada Allah serta
buang yang menjauhkan diri
dari Allah SWT.”
Bagaimana caranya kita dapat melihat dan
mengenal Allah melalui karya karyaNya? Bagaimana caranya kita dapat melihat dan
mengenal Allah melalui makhluk makhluk ciptaanNya? Bagaimana caranya kita
mengetahui apa yang tersembunyi di balik berbagai peristiwa? Dan bagaimana pula
caranya kita dapat memecahkan rahasia yang telah ditetapkan Allah dalam buku
catatan amal kita masing masing? Kesemuanya ini merupakan contoh dari ru’yah
(melihat) dengan akal, mata hati dan pemahaman.
Inilah keuntungan dari orang orang yang dapat
melihat Allah, yaitu dapat melihat segala kebesaran dan hikmahNya di alam
semesta ini, serta memahami semua ciptaanNya. Sementara itu, orang orang yang
dekat dengan Allah dan selalu bersimpuh di hadapanNya, mempunyai keuntungan
yang sangat besar, dimana mereka dapat melihat Allah dengan mata hatinya.
Apabila kita ingin melihat berbagai keajaiban
karya cipta Allah, maka kita bisa mengamati dan memperhatikan dengan seksama
dua buah ciptaan Allah SWT yaitu berupa binatang dan tumbuhan, seperti yang dikemukakan
oleh “Dr Musthafa Mahmud” dalam
bukunya yang berjudul “Nikmatnya Melihat
Allah”, yang diterbitkan oleh Pustaka Rumput Abadi, Jakarta, 2006, yaitu:
a. Seekor kucing yang
membuang kotorannya, tidak akan pergi sebelum menutupi kotorannya itu dengan
tanah. Lalu muncul pertanyaan, apakah kucing tersebut mengerti dan memahami
arti kebaikan dan keburukan?
b. Terkadang ada seekor
kucing yang mencuri sepotong ikan, sementara kedua matanya memancarkan rasa ketakutan.
Apakah kucing itu memahami peraturan? Atau apakah ada seseorang yang
mengajarinya sepuluh perintah Tuhan sebagaimana termaktub dalam kitab Taurat?
c. Seekor unta jantan
tidak akan mengawini betinanya kecuali di tempat yang tertutup dan tersembunyi
dari pandangan manusia. Jika kebetulan ada seseorang yang melihat dan
memperhatikan apa yang sedang dilakukannya, niscaya ia akan menghentikan dan menundukkan
kepalanya ke tanah, karena merasa malu. Apakah unta jantan tersebut memahami
arti malu?
d. Adapula ikan paus
besar yang dapat membangun bendungan dan beberapa serangga yang membangun
sarang sarangnya yang mempunyai alat pendingin, di mana lubang lubang yang
berada di bawah berfungsi sebagai tempat masuknya hawa dingin, sedangkan lubang
lubang yang berada di atas berfungsi sebagai tempat keluarnya hawa panas.
Siapakah yang mengajarinya?
e. Begitu pula dengan
nyamuk yang membekali kantung udara bagi telur telurnya yang berada di rawa
rawa hingga dapat mengapung di atas air. Lalu siapakah yang menginformasikan kepadanya
tentang hukuk Archimides?
f. Pohon kaktus bukanlah
termasuk spesies binatang dan juga tidak memiliki pengetahuan seperti binatang.
Tetapi, siapakah yang memberitahukannya tentang bagaiman cara menyimpan air di
dalam daun untuk menghadapi kegersangang padang pasir dan minimnya air hujan?
g. Pohon pohon khas
padang pasir yang membekali sayap bagi biji bijiannya hingga akhirnya ia dapat
terbang jauh terbawa angina seraya mencari tempat berkembang biak di daratan
rendah yang gersang.
h. Binatang jenis
serangga ada yang dapat melontarkan bom yang menimbulkan gas yang dapat
membakar. Kemudian ia pun melemparkannya kepada para musuhnya untuk menakut
nakutinya.
i. Ulat yang dapat
berubah ubah warna sesuai dengan lingkungan dan kondisinya untuk mengelabui dan
bersembunyi dari sergapan musuh. Kunang kunang yang dapat bercahaya di malam
hari untuk menarik perhatian nyamuk. Setelah nyamuk itu mendekat, maka secepat
kilat kunang kunang tersebut memangsanya.
j. Lihatlah tumbuhan
yang hidup dan berkembang dalam lingkungan yang serba kekurangan nitrogen.
Allah menganugerahkan kepadanya berbagai kecakapan dan alat yang unik untuk
dapat memangsa dan memakan serangga. Terkadang tumbuh tumbuhan tersebut
tercipta dengan daun daun yang licin, hingga serangga serangga yang menjadi mangsanya
akan tertempel dan tidak dapat bergerak lagi.
k. Ada juga tumbuhan
dipersenjatai dengan daun daun yang berporos dalam bentuk gelas yang memiliki
tembok tembok halus dan licin, dimana setiap serangga yang hinggap di daun itu
akan terpeleset dan jatuh ke dalam gelas yang penuh dengan getah pemangsa
hingga akhirnya mati. Bahkan ada pula tumbuhan yang dilengkapi dengan daun daun
yang menyerupai jari jari yang dapat bergerak ke sana sini. Kemudian ia akan
menangkap dan mencengkeram segala sesuatu yang berjalan di atasnya, dan
selanjutnya menghisap darahnya.
Setelah melihat, merenungi tentang hewan dan
tumbuhan dengan mata hati, lalu pernahkah kita melihat dengan mata hati atas apa
apa yang ada pada diri kita sendiri? Berdasarkan surat Fussilat (41) ayat 53 di
bawah ini Allah SWT telah menegaskan tentang kebesaranNya yang tidak hanya ada
di segenap penjuru juga ada pada diri kita sendiri. Jika hal ini sudah
dikemukakan oleh Allah maka sudah sepatutnya kita mampu melihat adanya
kebesaran Allah SWT dalam diri sendiri sepanjang kita masih memiliki mata hati.
Bayangkan jika apa apa yang ada pada diri kita tidak diciptakan oleh Allah SWT
yang Mahasempurna, seperti apakah diri kita?
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda tanda
(kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi
kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (surat Fussilat (41)
ayat 53)
Berdasarkan hal hal yang telah kami kemukakan
di atas, tentunya tidak dapat ditafsirkan begitu saja dengan akal. Terlebih
lagi hal tersebut berhubungan dengan tumbuh tumbuhan yang tidak memiliki akal
dan taktik untuk mencari makan. Namun tentunya, di sana ada akal dan aktor yang
tersembunyi. Dialah Tuhan yang telah membuatkan dan membekali semua makhlukNya
dengan berbagai kelebihan dan keterampilan
untuk mencari makan
Dan siapakah yang mengajari semua itu tentang
hikmah, ilmu kedokteran, moral dan politik? Juga, mengapa kita tidak berani membenarkan ketika
membaca dalam Al Qur’an bahwa Allah yang mengajarkan itu semua. Sebab, dari
mana semua makhluk itu memperoleh pengetahuan tersebut jika bukan dari Allah,
sang pencipta? Jika sudah seperti keadaannya maka tidak berlebihan jika kita
mengatakan dengan sejujur jujurnya bahwa Allah SWT adalah sesuatu yang dapat
dibuktikan dengan sesuatu dan bukan sesuatu yang dapat dibuktikan denganNya.
Allah SWT adalah penjelas segala sesuatu. Dia
adalah yang Haq lagi Mutlak. Karena keterbatasan akal kita, kira pun meminta
bukti dari Allah seraya mencari dalilnya dari alam yang serba kurang ini. Kita
bisa mengambil bukti dari adanya cahaya matahari untuk mengetahui datangnya
siang. Meskipun kita memahami bahwa siang tidak aka nada kecuali dengan
kehadiran cahaya matahari. Dengan demikian, cahaya adalah kebenaran itu sendiri
yang menjelaskan dirinya dengan kehadiran dirinya sendiri tanpa membutuhkan
adanya perantara.
Dialah yang mengeluarkan segala sesuatu ke
dunia yang nyata dan nampak. Segala sesuatu bergantung kepada-Nya untuk dapat
menampakkan diri, sementara Dia tidak membutuhkan apapun untuk menampakkan
diri-Nya. Dengan demikian, Dia adalah bukti bagi diri-Nya sendiri, sedangkan
benda benda tersebut tidak pantas menjadi bukti keberadaan-Nya.
Apabila kita bertanya kepada hati kita
tentang Allah, maka kita tidak perlu lagi berdebat ataupun meminta bukti yang
lain, karena Allah telah hadir dan bercokol di hati kita untuk selama lamanya.
Kita menuntut keadilan, kebebasan dan
kemuliaan karena kita yakin bahwa Allah ada di sana. Kita memerangi kedzaliman,
kecurangan, dan permusuhan, karena kita yakin bahwa Dia ada di sana. Kita rela
berkorban dan berupaya mati syahid, karena kita yakin bahwa Dia ada di sana. Di
sana, Dia selalu mendengar dan melihat.
Dia untuk selamanya. Tidak ada tempat berlari
kecuali kepadaNya. Kemana saja Anda memalingkan wajah Anda, maka tidak ada yang
ada di sana melainkan wajah-Nya. Mahaagung Allah, Tuhan kita, untuk kita
buktikan keberadaan-Nya. Dan juga, dengan apa kita akan membuktikan keberadaan-Nya?
Bukanlah segala sesuatu berasal dan kembali kepada-Nya? Hanya Dia yang Mahaada
dan semua karya adalah ciptaan-Nya. Dia adalah rahasia di balik rahasia. Dia
tidak memiliki definisi dan tidak bisa didefinisikan, karena Dia adalah sumber
segala definisi. Dan tidak mungkin bagi kita mengembalikan Dia kepada sesuatu.
Allah tidak dapat dijangkau oleh huruf,
makna, gambar, bentuk, waktu dan tempat. Dia adalah dzat yang Mahatinggi dari
apa yang kita ketahui. Dengan demikian, Dia adalah inti dari suatu hakikat yang
tidak dapat diragukan lagi, meskipun huruf tidak mampu untuk
mendeskripsikannNya atapun kedipan mata tidak mampu untuk melihatNya. Perihal
diriNya seperti kerinduan yang selalu Anda harapkan di setiap saat, meskipun
Anda tidak mampu untuk mendeskripsikan ataupun mengungkapkannya.
Allah ada di setiap yang indah, pada saat
fajar bersinar di pagi hari, pada saat merah sinar matahari di sore hari, pada
saat bunga mekar, pasa nyanyian burung, pada keelokan bayi, an pada benda benda
yang luas seperti gelas gelas kelembutan.
Meskipun demikian, kita tidak boleh membatasi
kebesaran Tuhan pada sebuah manifestasi. Karena, Allah adalah yang Mahanyata
dan bukan manifestasi. Ada perbedaan yang sangat jelas antara yang nyata dengan
manifestasi. Yang nyata itu akan tampak pada segala manifestasi tanpa perlu
memberi batasan. Dia akan muncul pada manifestasi tersebut dengan segala sifat
dan nama-Nya yang tidak ada batasannya.
Sedangkan manifestasi adalah beberapa
kesatuan yang terbatas dan bercerai berai dari beberapa bagian. Bingkai bingkai
dan rangka rangka yang saling berbeda, dan di belakangnya muncul ketetapan
beberapa nama dan sifat ketuhanan. Oleh karena itu, dalam istilah agama, kita
menyatakan bahwa Allah itu Mahanyata dan Mahabathin (tersembunyi). Tentunya yang
tampak adalah perbuatanNya dan yang tersembunyi adalah DzatNya. Maka kita tidak
boleh mengatakan bahwa Allah adalah manifestasi.
Ketika Anda berupaya membaca berbagai
peristiwa dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan Anda, Anda menduga bahwa
semua itu hanya kebetulan saja. Akan tetapi, pada akhirnya Anda akan mengetahui
bahwa setiap peristiwa dan kejadian tersebut menpunyai arti.
Semua itu merupakan suatu upaya untuk melihat
dan memahami Allah melalui ciptaanNya. Melihat dan memahami keadilan Tuhan dari
balik kedzaliman yang tampak di depan mata juga merupakan suatu upaya untuk
melihat dan memahami keadilan dan kehendak Allah yang tersembunyi. Akan tetapi,
orang yang arif dan bijaksana mampu untuk memecahkan rahasia ilahiah yang
terdapat pada berbagai peristiwa tersebut. Selain itu, dia juha akan dapat
memahami kandungan, alur cerita, dan hikmah yang terdapat pada rahasia
tersebut. Sebagaimana Champollion, seorang arkeolog Perancis, yang mampu
menyingkap rahasia huruf Hieroglypha (huruf Mesir kuno) dan bahkan mampu
memahaminya. Dengan demikian, jelas sudah bahwa setiap benda itu ada artinya
dan setiap peristiwa yang terjadi secara kebetulan itu pasti memiliki
kedudukannya sendiri dalam rencana Tuhan yang menyeluruh.
Bagi orang yang diberikan pemahaman dan
pengertian yang mendalam, akan mengetahui bahwa segala peristiwa yang terjadi
di dunia ini tentu mempunyai hikmahnya tersendiri. Yang terpenting bagi kita
adalah bahwa kita mengetahui bagaimana caranya membaca semua peristiwa itu
dengan nalar dan mata hati dan bukan dengan mata biasa.
Bagaimana caranya kita dapat melihat dan
mengenal Allah melalui karya karya nyataNya? Bagaimana caranya kita dapat
melihat dan mengenal Allah melalui makhluk makhluk ciptaan-Nya? Bagaimana
caranya kita mengetahui apa yang tersembunyi di balik berbagai peristiwa? Dan
bagaimana pula caranya kita dapat memecahkan rahasia yang telah ditetapkan
Allah dalam buku catatan amal kita masing masing? Kesemuanya ini merupakan
contoh dari Ru’yah (melihat) dengan akal, mata hati dan pemahaman. Inilah
keuntungan orang orang yang dapat melihat Allah, yaitu dapat melihat segala
kebesaran dan hikmah-Nya di alam semesta ini, serta memahami semua ciptaan-Nya.
Sementara itu, orang orang yang dekat dengan
Allah dan yang selalu bersimpuh dihadapanNya, mempunyai keuntungan yang sangat
besar, di mana mereka dapat melihat Allah dengan mata hatinya. Dalam
penglihatan seperti ini, semua tabir penghalang akan diruntuhkan, Tetapi, Dzat
Ilahiah akan tetap tertutup dengan berbagai cahayanya, sehingga ia tidak dapat
dilihat secara langsung ataupun dengan kasat mata.
Sekarang mari kita mencoba merasakan apa yang
dikatakan Allah kepada hamba-Nya berikut ini, “Hai hamba-Ku, kamu tidak mempunyai
apa apa kecuali apa yang telah Aku berikan kepadamu, Kamu tidak berhak memiliki
jiwamu, karena Akulah yang menciptakannya. Kamu tidak berhak memiliki tubuhmu,
karena Akulah yang menyempurnakan penciptaannya. Karena Aku kamu hidup dan
dengan kalimat-Ku kamu hadir di dunia ini. Wahai hambaKu, katakanlah, “La ilaaha
illallah dan setelah itu beristiqamahlah. Sesungguhnya tiada Tuhan selain Aku,
tiada wujud yang hakiki kecuali hanya wujudKu, segala sesuatu selain Aku
berasal dariKu, hasil ciptaanKu dan dari hembusan ruhKu.
Wahai hamba-Ku, segala sesuatu yang ada di
alam raya ini adalah milik-Ku. Oleh karena itu, janganlah kamu menentang-Ku
dengan apa yang Aku miliki.
Wahai hamba-Ku, kembalikan segala sesuatu
kepada-Ku, niscaya Aku akan melimpahkan dan menggandakannya dengan segala
karuniaKu untukmu. Serahkanlah segala perkara kepadaKu, niscaya kamu akan
selamat dari segala marabahaya yang selalu mengintaimu.
Katahuilah, wahai hamba-Ku, sesungguhnya hamba
yang jujur dan dapat dipercaya menurutKu adalah hamba yang menolak tuhan selain
Aku.
Hai hamba-Ku, sebenarnya kamu telah
mengetahuiKu sebelum kamu dilahirkan ke dunia. Dan kamu pun tahu bahwa kami
akan kembali kepadaKu. (pelajari kembali surat Al A’raf (7) ayat 172). Kemudian
Aku pun menciptakan untukmu segala sesuatu, Aku kembangkan tabir bagimu dan Aku
tutup dirimu dengan dirimu sendiri. Setelah itu, Aku tutup dirimu dengan diri
orang lain. Selanjutnya, Aku jadikan segala sesuatu menyerumu kepadanya dan
menutupi diriKu,
Setelah itu, kamu kembali dan tampak olehmu
siapa sebenarnya yang telah menciptakan semua ini. Akupun berupaya mengenalkan
diriKu kepadamu seraya berucap, ‘Sebenarnya Akulah yang telah menciptakan semua
ini. Dan Aku pun sengaja menitipkannya kepadamu sebagai amanat. Tentunya orang
yang jujur dan dapat dipercaya pasti akan mengembalikan amanatnya. Lalu,
mengapa kamu tidak percaya kepadaKu dan tidak mau mengembalikan segala sesuatu
kepadaKu serta mau memelihara perjanjian denganKu? Bukankah Aku telah berfirman
dalam Al Qur’an:
“…….Barangsiapa yang menepati janjinya kepada
Allah, maka Dia akan memberinya pahala yang besar.” (surat Al Fath (48) ayat
10)
Hai hamba-Ku, Aku telah menciptakan segala
sesuatu ini untukmu. Karenanya, bagaimana mungkin Aku akan merelakan dirimu
dikuasai oleh sesuatu? Sebenarnya Aku telah melarangmu untuk bergantung kepada
sesuatu karena rasa cinta dan kasih sayang-Ku kepadamu. Hai hamba-Ku, Aku tidak
akan merelakanmu dikuasai oleh sesuatu. Sesungguhnya Aku telah menciptakanmu
agar kamu sepenuhnya dapat menjadi milik-Ku. Aku telah menciptakanmu dalam
bentuk-Ku yang Mahaesa, Mahamendengar, Mahamelihat, Mahaberkehendak, dan
Mahaberbicara. Aku menciptakanmu agar kamu dapat menerima semua penjelmaan nama
nama-Ku dan pertolongan-Ku.
Hai hamba-Ku, kamu laksana pandangan mata-Ku.
Tidak ada tabir yang dapat menutupi antara diri-Ku dan dirimu. Hai hamba-Ku, kamu laksana teman dekat-Ku.
Tidak ada jarak yang memisahkan antara diri-Ku dengan dirimu.Ketahuilah hai
hamba-Ku, sesungguhnya antara Aku dan kamu itu tidak ada jarak yang memisahkan.
Aku lebih dekat kepadamu daripada dirimu sendiri dan Aku lebih dekat kepadamu
daripada urat lehermu.
Oleh karena itu, pandanglah Aku! Karena
sesungguhnya Aku sangat suka melihat dirimu.”
Daftar
Pustaka:
Dr Musthafa Mahmud, Nikmatnya Melihat Allah
(konsep baru memahami dan mendekatkan diri kepada Allah), Pustaka Rumput Abadi,
Jakarta, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar