E.
LAPORAN
PERTANGGUNGJAWABAN MANUSIA DI HARI KIAMAT.
Berdasarkan ketentuan
surat Ibrahim (14) ayat 22 berikut ini: “Dan setan berkata ketika perkara (hisab)
telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang
benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak
ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) menyeru kamu lalu kamu
mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah
dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat
menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku
(dengan Allah) sejak dahulu. “Sungguh orang yang zalim akan mendapat siksaan
yang pedih. (surat Ibrahim (14) ayat 22)”. Yaitu saat hari berhisab tiba,
ada satu peristiwa yang dilakukan oleh syaitan yaitu syaitan berlepas diri dari
manusia yang telah ia ganggu dan goda dengan pernyataannya, “janganlah mencerca
aku tetapi cercalah dirimu sendiri” sehingga syaitan tidak mau dipersalahkan
atas segala ulah dan tingkah lakunya kepada manusia. Setiap manusia wajib
mempertanggungjawabkan atas apa yang telah diperbuatnya dihadapan Allah SWT.
Sedangkan berdasarkan
ketentuan surat Al Jatsiyah (45) ayat 28 berikut ini: “Dan (pada hari itu) engkau akan
melihat setiap umat berlutut. Setiap umat dipanggil untuk (melihat) buku
catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan atas apa yang telah kamu
kerjakan. (surat Al Jatsiyah (45) ayat 28)”. Setiap manusia tanpa
terkecuali, akan diminta mempertanggungjawabkan atas semua perbuatannya selama
mereka hidup di dunia. Lalu bagaimana dengan jin? Semua jin juga akan diminta
mempertanggungjawabkan perbuatannya selama di dunia, karena mereka juga memiliki
hak dan kewajiban yang sama seperti halnya manusia. Sebagaimana firman Allah
SWT berikut ini: “Allah berfirman, “Masuklah kamu ke dalam api neraka bersama golongan
jin dan manusia yang telah lebih dahulu (sebelum kamu)”. (surat Al A’raf (7)
ayat 38)”.
Baik golongan jin dan
juga golongan manusia, semuanya diajukan ke sidang pengadilan satu persatu
secara bergiliran. Dalam sidang ini (hisab ini) terdapat tiga tingkatan, yaitu:
1. Hisab paling ringan
dan mudah, ialah orang orang yang menerima kitab amalnya dari sebelah kanan dan
dengan tangan kanan. Allah SWT berfirman: “(Ingatlah), pada hari (ketika) Kami panggil
setiap umat denga pemimpinnya; dan barangsiapa diberikan catatan amalnya di
tangan kanannya mereka akan membaca catatannya (dengan baik), dan mereka tidak
dirugikan sedikitpun. (surat Al Isra’ (17) ayat 41)”.
2. Hisab agak berat,
ialah orang orang yang menerima kitab amalnya dari sebelah kiri. Allah SWT
berfirman: “Dan adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kirinya, maka dia
berkata, “Alangkah baiknya jika kitabku (ini) tidak diberikan kepadaku.
Sehingga aku tidak mengetahui bagaimana perhitunganku. (surat Al Haqqah (69)
ayat 25, 26)”. Mereka adalah
golongan orang yang beriman yang banyak dosanya, sehingga mereka merasa lebih
baik tetap terbujur di alam kubur.
3. Hisab paling berat
ialah orang orang yang menerima kibat amalnya dari arah punggungnya (arah
belakang). Allah SWT berfirman: “Dan adapun orang yang catatannya diberikan
dari sebelah belakang, maka dia akan berteriak, “Celakalah aku!’. Dan dia akan
masuk ke dalam api yang menyala nyala (neraka). Sungguh, dia dahulu (di dunia)
bergembira di kalangan keluarganya (yang sama sama kafir). Sesungguhnya dia
mengira bahwa dia tidak akan kembali (kepada Tuhannya). Tidak demikian,
sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya. (surat Al Isyiqaq (84) ayat 10 sampai
15)”.
Saat manusia
melakukan proses berhisab atau sedang dihisab, ada beberapa pertanyaan yang
akan diajukan oleh Allah SWT secara personal dan langsung, yaitu: .
1. Ibadah Shalat. Berdasarkan hadits berikut
ini: “Rasulullah
SAW bersabda: “Se-sungguhnya amal seorang yang pertama dihisab nanti pada hari
kiamat adalah shalatnya, apabila shalatnya baik maka dia akan selamat dan
beruntung. Jika shalatnya rusak, dia akan rugi dan celaka. Apabila ada
kekurangan pada shalat fardhunya Allah berfirman (kepada para Malaikat):
“kalian perhatikan adakah bagi hambaKu ini shalat sunnah untuk
menyempurnakannya? Kemudian begitulah seterusnya pada amal amal lainnya.
(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Yang pertama akan
ditanyakan adalah ibadah shalat, apabila ibadah shalat yang didirikan seseorang
diterima oleh Allah maka sematlah dia, amal amal ibadah lainnya akan ikut
diterima, namun apabila ibadah shalatnya ditolak, maka rugi dan celakalah orang
itu.
2. Nikmat dan Karunia
yang diberikan Allah SWT. Berdasarkan surat At Takatsur (102) ayat 8 berikut ini: “Kemudian
kamu benar benar kan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di
dunia) (surat At Takatsur (102) ayat 8)”. Pertanyaan kedua yang akan
ditanyakan adalah berkaitan dengan nikmat dan karunia yang diberikan Allah
kepada hamba hamba-Nya.
Diantara nikmat nikmat yang akan ditanyakan dan yang akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Allah SWT adalah sebagai berikut:
a. Usia, seseorang akan ditanya dan diminta pertanggungjawaban oleh Allah, untuk apa usianya dipergunakan, apakah untuk kebaikan ataukah untuk keburukan.
b. Ilmu, seseorang yang memiliki ilmu akan dimintakan pertanggungjawaban apakah ilmu tersebut diamalkan (diajarkan kembali dan dilaksanakan oleh sang pengajar), atau hanya sekedar pengetahuan bagi pemiliknya saja sehingga tidak ada manfaat bagi lingkungan.
c. Harta, pertanyaan yang diajukan kepada pemilik harta dari dua sisi, yaitu dari-mana harta tersebut diperoleh dan untuk apa harta itu dipergunakan.
d. Badan diri, Allah akan selalu memberikan berbagai macam ujian kepada diri dengan berbagai ujian, seperti penyakit, kekurangan, bencana dan lain lain. Lalu apakah ia tetap menjaga kesabaran, ketabahan dan menghindarkan diri ke dukun, paranormal yang tidak jelas akidahnya. ““Seseorang tidak akan dapat beranjak dari tempat berdirinya nanti di hari kiamat sehingga dia ditanya empat perkara, yaitu: umurnya kemana dihabiskan, ilmu sejauhmana diamalkan, dan harta dari mana diperoleh dan kemana digunakan, tubuh atau badan bagaimana menerima ujian ujian padanya” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi)
e. Ucapan yang keluar dari lisan seseorang akan dimintakan pertanggung-jawabannya, apakah lisan tersebut membicarakan sesuatu yang mempunyai nilai manfaat atau mudharat. Lisan seseorang dapat menyampaikan kebenaran atau dusta, dengan lisan dapat menyakiti perasaan dapat pula membawa kedamaian. Allah SWT berfirman: “Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang orang yang lengah. (surat Al A’raf (7) ayat 179)”.
f. Pendengaran, setiap suara atau bunyi yang ditangkap oleh indera seseorang akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Dengan indera pendengaran seseorang dapat berbagi dan bekerja sama dalam kebajikan maupun keburukan. Apabila dia mendengar ucapan yang baik maka kebaikan yang akan diperolehnya dan apabila dia mendengarkan ghibah, gunjing, atau ucapan tidak baik maka dosa yang didapatnya. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (surat Al Israa (17) ayat 36)”.
g. Penglihatan, setiap apa yang dilihat oleh mata akan ditanya kemudian hari oleh Allah SWT. Pandangan mata akan memberi pengaruh ke dalam hati dan pikiran seseorang, apabila sesuatu yang dilihat tersebut mampu menumbuhkan kesadaran dan memperkuat keimanan maka pandangan tersebut menjadi amal ibadah, tetapi sebaliknya apabila sesuatu yang dipandang tersebut mendorong seseorang berbuat dosa maka pandangan itu telah menjadi sasaran menjemuskan berbuat dosa atau maksiat.
h. Pemikiran,
pendengaran, dan penglihatan merupakan nikmat dan karunia Allah, apabila hal
ini dipergunakan pada tempat dan cara yang dikehendaki Allah dan RasulNya maka
dia telah menjadi orang yang bersyukur. Namun apabila dipergunakan yang
memjadikan kita berbuat maksiat maka pelakunya akan diancam azab oleh Allah SWT.
Proses pengadilan di
akhirat, kondisinya tidak jauh berbeda dengan pengadilan di dunia. Ada
terdakwa, ada jaksa, ada hakim, pembela dan penonton. Yang membedakannya dengan
pengadilan di dunia, semua perangkat hukum tersebut berbicara sejujur
jujurnya sesuai dengan fakta yang ada.
Tanpa mengurangi atau menambah. Tidak ada yang mau memutar balikkan fakta dan
tidak ada yang mau memperjualbelikan kebenaran. Seluruh proses pengadilan benar-benar
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Tidak ada yang dirugikan dan tidak
ada yang diuntungkan. Untung ruginya seseorang tergantung sepenuhnya pada
tingkah laku sendiri selama di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar