Hamba ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya
Sebelum kami membahas lebih lanjut
bab ini perkenankan kami mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Sewaktu diri
kita melaksanakan mandi dan gosok gigi, tentu kita berharap dengan mandi dan
gosok gigi yang kita lakukan maka kesehatan kulit serta kesehatan mulut dan
gigi dapat kita dapatkan. Adanya kondisi seperti ini menandakan bahwa sepanjang
diri kita mau melaksanakan mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar maka
sepanjang itu pula kesehatan kulit serta kesehatan mulut dan gigi dapat kita
peroleh. Selanjutnya timbul pertanyaan, sampai kapankah kita melaksanakan
mandi dan gosok gigi? Jawaban dari pertanyaan ini, bisa pendek dan juga
bisa panjang. Apa maksudnya? Masa berlakunya aktivitas mandi dan gosok gigi
sangat tergantung kepada :
1.
Apakah diri kita mau
melaksanakan mandi dan gosok gigi, atau
2. Apakah diri kita merasa membutuhkan manfaat dari kegiatan mandi dan
gosok gigi, atau
3. Apakah diri kita memutuskan untuk tidak mau melaksanakan lagi kegiatan
mandi dan gosok gigi.
Jika ke tiga hal yang kami kemukakan di atas ini,
kita laksanakan maka berlakulah ketentuan masa berlakunya aktivitas mandi dan
gosok gigi kepada diri kita. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini
berarti panjang atau pendeknya masa berlakunya aktivitas mandi dan gosok gigi
sangat ditentukan oleh diri kita sendiri sehingga bisa pendek dan juga bisa
panjang masa berlakunya. Inilah kondisi yang terjadi di dalam kehidupan kita
sehari-hari, lalu bagaimanakah dengan perintah mendirikan SHALAT yang telah
diperintahkan ALLAH SWT, apakah perintah ini memiliki jangka waktu atau tidak?
Jika perintah mendirikan SHALAT ada masa berlakunya, sampai kapan perintah
mendirikan SHALAT itu berlaku? Selanjutnya berapa kalikah kita harus mendirikan
SHALAT, apakah ada batasannya ataukah tidak? Lalu bagaimanakah kita harus
menyikapi kondisi ini? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada lanjutan bab ini.
1. SAMPAI
KAPAN MASA BERLAKUNYA SHALAT
Masa Berlaku perintah mendirikan SHALAT kepada
seluruh umat manusia, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu masa
berlaku dalam arti umum dan masa berlaku dalam arti khusus. Secara umum masa berlaku perintah mendirikan
SHALAT, sepanjang manusia ada di muka bumi, atau sepanjang bumi ini masih ada
maka perintah mendirikan SHALAT masih berlaku, atau sepanjang Diinul Islam
adalah Agama yang Haq di muka bumi ini maka sepanjang itu pula perintah
mendirikan SHALAT berlaku, atau perintah mendirikan SHALAT mulai berlaku sejak
peristiwa Isra' Mi'raj sampai dengan hari Kiamat kelak. Sekarang
bagaimana dengan masa berlakunya perintah mendirikan SHALAT dalam arti khusus
yaitu masa berlaku bagi individual atau bagi pribadi-pribadi?
Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh
tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahlah
tempat tidur mereka (putera-puteri).
(HR.
Abu Dawud)
Hukum tidak
berlaku bagi tiga golongan, orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai
mimpi basah, dan orang gila sampai sembuh.
(HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Annasa’i)
Bagi individual atau secara pribadi-pribadi, masa
berlaku perintah mendirikan SHALAT dapat dibedakan menjadi 2(dua) yaitu dimulai
dari saat berlakunya kewajiban perintah mendirikan SHALAT (dalam hal ini adalah
setelah Akil Baliq) sampai dengan sebelum Ruh tiba dikerongkongan, atau dimulai
dari saat berlakunya kewajiban perintah mendirikan SHALAT (dalam hal ini adalah
setelah Akil Baliq) sampai dengan diri kita sendiri yang memutuskan untuk tidak
mau lagi mendirikan SHALAT, atau sampai diri kita merasa sudah tidak membutuhkan
lagi SHALAT dikarenakan kita merasa lebih hebat daripada ALLAH SWT. Adanya
kondisi yang kami kemukakan di atas ini, dapat dikatakan bahwa masa berlaku
perintah mendirikan SHALAT bagi individual sangat tergantung kepada individu
itu sendiri, yaitu:
a. Apakah individu itu mau melaksanakan
atau mau berkomitmen untuk melaksanakan perintah mendirikan SHALAT, ataukah
b. Apakah individu itu tidak mau menerima
atau tidak mau berkomitmen untuk melaksanakan perintah mendirikan SHALAT.
Berdasarkan 2(dua) buah kondisi yang kami kemukakan
di atas ini, berarti jika kita mau berkomitmen untuk melaksanakan perintah
mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT maka masa berlaku perintah
mendirikan SHALAT yang kita lakukan akan panjang yaitu selama hayat dikandung
badan, atau sampai Ruh kita tiba dikerongkongan.
dan Dia
menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku
hidup;
(surat
Maryam (19) ayat 31)
Demikian
pula sebaliknya, jika kita memutuskan untuk tidak mau berkomitmen untuk
mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT, maka sampai disitulah
masa berlaku perintah mendirikan SHALAT yang kita laksanakan, atau berakhirlah
kebutuhan diri kita dengan SHALAT. Sekarang pilihan untuk
melaksanakan perintah mendirikan SHALAT ada pada diri kita sendiri. Untuk itu
jangan pernah salahkan pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita tidak bisa
memperoleh manfaat di balik perintah itu, akibat diri kita yang tidak mau
melaksanakan perintah mendirikan SHALAT.
Selain
daripada itu, setelah diri kita mengetahui dengan pasti bahwa perintah
mendirikan SHALAT sangat tergantung kepada diri kita sendiri apakah mau
melaksanakan atau tidak. Selanjutnya
jika sampai diri kita tidak mau mendirikan SHALAT saat hidup di dunia berarti
diri kita telah memutuskan hubungan dua arah yang terjadi saat mendirikan
SHALAT, yaitu memutuskan hubungan antara pemberi perintah dengan yang melaksanakan perintah, padahal diri kita
sangat membutuhkan ALLAH SWT saat menjadi KHALIFAH di muka bumi.
Selanjutnya agar komunikasi diri kita dengan ALLAH SWT berjalan lancar maka
kita harus mengetahui ketentuan dasar saat melakukan komunikasi dua arah dengan
ALLAH SWT yaitu diri kitalah
yang harus aktif untuk memulai komunikasi dua arah melalui SHALAT yang kita
dirikan, atau diri kitalah yang harus aktif untuk membina komunikasi dua arah
dengan ALLAH SWT melalui SHALAT, atau ibadah yang lainnya. Hal ini
dikarenakan ALLAH SWT tidak butuh dengan diri kita sehingga yang membutuhkanlah
yang harus aktif terlebih dahulu untuk membina komunikasi dengan ALLAH SWT maka
barulah ALLAH SWT akan aktif menjalin komunikasi dengan diri kita.
Ibnu Abbas
ra, berkata: Nabi SAW bersabda, Allah ta'ala berfirman: Tidaklah Aku akan
memperhatikan hak hamba-Ku sebelum ia memperhatikan hak-Ku terhadap dia.
(HQR Aththabarani; 272:125)
Abu Hurairah
r.a. berkata; Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Apabila hamba-Ku ingin
menemui-Ku,
Akupun ingin
menemuinya dan bila ia enggan
menemui-Ku,
Akupun enggan menemuinya.
(HQR Al-Bukhari, Malik dan Annasa'ie
dari Abu Hurairah, 272:17)
Untuk
itu perhatikanlah dengan seksama Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas ini,
yaitu ALLAH SWT dengan tegas menyatakan bahwa ALLAH SWT tidak akan pernah
memperhatikan diri kita sebelum diri kita memperhatikan apa-apa yang telah
ditetapkan oleh ALLAH SWT. ALLAH SWT
tidak akan pernah memperhatikan diri kita sebelum diri kita melaksanakan
apa-apa yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT. ALLAH SWT juga tidak akan
pernah memperhatikan diri kita sebelum diri kita mematuhi apa yang telah
dilarang oleh ALLAH SWT.
Selain
dari pada itu, masih ada ketentuan lainnya yang juga berlaku jika kita mau
berkomunikasi dengan ALLAH SWT, apakah itu? Hal ini bisa kita lihat melalui
Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas, yaitu jika diri kita mau menemui
ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun mau menemui diri kita dan jika kita mau
berkomunikasi dengan ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun mau berkomunikasi dengan diri
kita, demikian pula sebaliknya. Jika kita enggan dan tidak mau untuk
berkomunikasi dengan ALLAH SWT maka
ALLAH SWT pun enggan dan tidak mau berkomunikasi dengan diri kita. Hal
lain yang harus pula kita perhatikan saat melakukan komunikasi langsung dengan
ALLAH SWT baik melalui SHALAT ataupun melalui ibadah lainnya adalah ALLAH SWT
selaku Dzat yang Maha, maka dapat dipastikan tidak akan membutuhkan komunikasi
dengan diri kita. Akan tetapi diri kitalah yang sangat membutuhkan komunikasi
dengan ALLAH SWT. Jika ini keadaannya, apakah kita akan
menyia-nyiakan kesempatan untuk berkomunikasi dengan ALLAH SWT, atau membuang
begitu saja kesempatan yang telah diberikan ALLAH SWT untuk meminta sesuatu
kepada-Nya, atau kita telah merasa hebat sehingga mampu mengalahkan Ahwa dan
Syaitan seorang diri tanpa bantuan ALLAH SWT?
2. BERAPA
KALI KITA HARUS MENDIRIKAN SHALAT
Sebagai
KHALIFAH yang sangat membutuhkan SHALAT seperti membutuhkan mandi dan gosok
gigi, ada satu pertanyaan penting yang harus kita jawab, yaitu berapa kalikah
kita harus mendirikan SHALAT saat diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus terlebih dahulu mengetahui bentuk atau
jenis SHALAT. Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim di
bawah ini, SHALAT terdiri dari 2 (dua) bentuk yaitu ada SHALAT Wajib dan ada
SHALAT Sunnah. Sekarang timbul pertanyaan, apakah itu SHALAT Wajib dan
apakah itu SHALAT Sunnah?
Thalhah bin Ubaidillah r.a. berkata: Seorang dari Najed datang kepada
Nabi SAW, sedang ia terurai rambutnya, lalu ia mendekat kepada Nabi SAW, dapat
didengar dengung suaranya tetapi tidak dapat ditangkap (dimengerti) apa yang
ditanyakannya, tiba-tiba ia menanya tentang Islam. Maka Rasulullah SAW
bersabda: Lima kali sembahyang dalam sehari semalam. Ia bertanya: Apakah ada
kewajiban bagiku selain itu? Jawab Nabi SAW: Tidak, kecuali jika anda akan sembahyang
sunnat. Lalu Nabi SAW bersabda: Dan puasa pada bulan Ramadhan. Orang itu
bertanya: Apakah ada lagi puasa yang wajib atasku selain itu? Jawab Nabi SAW:
Tidak, kecuali jika anda puasa sunnat. Lalu Nabi SAW menerangkan kewajiban
zakat. Maka ia tanya: Apakah ada kewajiban selain itu? Jawab Nabi SAW: Tidak
kecuali jika anda bersedekah sunnat. Maka pergilah orang itu, sambil berkata:
Demi ALLAH saya tidak akan melebihi atau mengurangi dari itu. Maka Rasulullah
SAW, bersabda: Sungguh bahagia ia jika benar-benar (yakni dalam ucapannya tidak
akan mengurangi atau melebihi itu)
(HR Bukhari, Muslim,
Al Lulu Wal Marjan No.6)
SHALAT
Wajib adalah SHALAT yang harus kita dirikan sehari semalam sebanyak lima waktu
yang terdiri dari SHALAT Subuh, SHALAT Dzuhur, SHALAT Ashar, SHALAT Magrib dan
SHALAT Isya. Sedan gkan SHALAT Sunnah adalah
SHALAT tambahan, atau dapat dikatakan SHALAT yang didirikan selain SHALAT wajib
lima waktu.
Qatadah ra
berkata, Nabi SAW bersabda, Allah ta'ala berfirman:
Aku telah mewajibkan di atas umat-Ku sembahyang lima waktu dan berjanji
kepada diri-Ku bahwa barang siapa rajin melaksanakannya tepat pada waktunya
akau Aku masukkan Syurga. dan siapa yang tidak melaksanakannya maka tidak ada
janji apa-apa padaku.
(HQR Ibnu Majah dan
Abu Nu'aim dan Qatadah; 272:30)
Berdasarkan
hadits yang kami kemukakan di atas, jumlah SHALAT Wajib yang harus kita dirikan
sehari semalam minimal 5 (lima) waktu, yang terdiri dari SHALAT Subuh 2 (dua)
rakaat, SHALAT Dzuhur 4 (empat) rakaat, SHALAT Ashar 4 (empat) rakaat, SHALAT
Magrib 3 (tiga) rakaat, dan juga SHALAT Isya 4 (empat) rakaat. Jika ini adalah kondisi dasar yang harus kita
laksanakan berarti kita wajib melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT 5 (lima) kali dalam sehari semalam, atau
minimal 5 (lima) kali dalam sehari semalam kita harus menghadap kepada ALLAH
SWT secara langsung guna melaporkan kekhalifahan di muka bumi yang kita
laksanakan, atau minimal 5(lima) kali sehari semalam kita berdoa kepada ALLAH SWT secara langsung.
Sekarang
timbul pertanyaan, jika ketentuan minimal mendirikan SHALAT sudah ditetapkan,
sekarang adakah larangan bagi diri kita jika ingin mendirikan SHALAT melebihi
ketentuan minimal? Apabila diri kita berkeinginan untuk mendirikan SHALAT lebih
dari 5(lima) waktu dalam sehari semalam, maka yang harus kita lakukan adalah
mendirikan SHALAT Sunnah. Kenapa harus SHALAT Sunnah yang kita dirikan? Hal ini
dikarenakan SHALAT Wajib jumlahnya sudah ditentukan yaitu hanya 5(lima) waktu
sehari semalam, sehingga kita tidak boleh menambah jumlah SHALAT Wajib menjadi
lebih dari 5(lima) waktu. Selanjutnya agar diri kita dapat mendirikan SHALAT
sehari semalam lebih dari 5(lima) waktu atau melebihi ketentuan maka kita dapat mendirikan ibadah SHALAT Sunnah
baik yang dikerjakan secara sendirian seperti SHALAT Tahajjud, SHALAT Dhuha,
SHALAT Sunnah Rawwatib, SHALAT Tahiyyatul Masjid, SHALAT Istikharah, maupun
mendirikan SHALAT Sunnah yang dikerjakan berjamaah seperti SHALAT Taraweh, SHALAT Hari Raya (Idhul Fitri dan Idhul
Adha), SHALAT Gerhana.
SHALAT
WAJIB vs SHALAT SUNNAH
Apa yang harus kita Sikapi?
Hari
ini sampai dengan hari kiamat kelak, di muka bumi ini sudah ada ketentuan
tentang SHALAT Wajib dan juga SHALAT Sunnah. Timbul pertanyaan, untuk apakah
SHALAT Sunnah itu diadakan, apakah tidak cukup dengan SHALAT Wajib saja? Adanya
ketentuan SHALAT Sunnah yang diperkenankan oleh ALLAH SWT serta yang juga telah
dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW tentu
tidak serta merta diperkenankan untuk didirikan jika tidak ada maksud dan
tujuan tertentu untuk kepentingan manusia itu sendiri. Ada beberapa alasan yang dapat kita jadikan
pedoman kenapa SHALAT Sunnah diperkenankan oleh AL LAH
SWT untuk kita dirikan, yaitu:
1. SHALAT Sunnah dapat menjadi
penyempurna, atau dapat menjadi pelengkap dari SHALAT Wajib terutama jika
SHALAT Wajib yang kita lakukan tidak sempurna.
Berdasarkan
Hadits yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT Sunnah menjadi penting artinya
dikarenakan SHALAT Sunnah dapat menjadi penolong, dapat menjadi pelengkap,
dapat menjadi penambal, dapat menjadi penyempurna, dapat menjadi penambah nilai
dari SHALAT Wajib yang telah kita dirikan.
Dari Huraits bin Qabishah, ia
berkata : Saya sampai di Madinah. Ia berkata : "Wahai Allah mudahkanlah
bagiku (mendapat) teman duduk yang baik. Lalu saya duduk kepada Abu Hurairah
ra. Ia berkata : Saya berkata : "Saya berdo'a kepada Tuhan (Allah) Yang
Maha Mulia dan Maha Besar -untuk memudahkan bagiku teman duduk yang baik, maka
sampaikanlah kepadaKu hadits yang kamu dengar dari Rasulullah saw.- Semoga
Allah memberi manfaat kepadaku dengan itu". Ia berkata : Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya sesuatu yang paling dulu dihisab
pada hamba adalah shalatnya. Jika shalat itu baik maka ia telah menang dan
sukses. Jika shalatnya rusak maka ia telah merugi". Hammam berkata : Saya
tidak tahu, ini dari perkataan Qatadah atau riwavat. Jika dari fardhunya ada
kekurangan-kekurangan, Allah berfirman : "Lihatlah, apakah hambaKu
mempunyai shalat sunnat, maka fardhu yang kurang itu dapat disempurnakan.
Kemudian demikian itu caranya dalam menghisab seluruh amalnya".
(Hadits ditakhrij oleh An Nasa'i).
Selain
daripada itu, adanya SHALAT Sunnah yang diperkenankan oleh ALLAH SWT berarti diri kita diberi kesempatan untuk
memperoleh Nilai Positif dari SHALAT yang kita dirikan. Apa maksudnya? Dalam kehidupan jika kita memenuhi suatu
kewajiban berarti Nilai yang kita peroleh setelah kewajiban dipenuhi baru
memiliki nilai Nol. Hal yang samapun terjadi jika kita baru memenuhi
kewajiban SHALAT Wajib berarti Nilai yang kita peroleh belum ada nilainya,
alias Nol. Adanya kesempatan untuk mendirikan SHALAT Sunnah berarti kita diberikan
kesempatan untuk memperoleh nilai positif. Sekarang mana yang lebih besar
Nilai Nol dibandingan dengan nilai 0,0000000001? Berdasarkan perhitungan
matematika secara umum, Nilai 0,0000000001 lebih tinggi nilainya dari pada Nol.
Jika
ini kondisinya berarti jika kita ingin memperoleh Nilai Positif dari SHALAT
yang kita dirikan maka tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk mendirikan
SHALAT Sunnah yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW.
2. Sesuatu yang bersifat Khusus
harus dihadapi dengan sesuatu yang bersifat khusus pula.
Melaksanakan
tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, tidaklah semudah membalik telapak tangan
sehingga setiap KHALIFAH pasti akan
mengalami benturan, pasti akan mengalami hambatan, pasti akan mengalami cobaan,
pasti akan mengalami suatu keadaan yang membingungkan, pasti akan mengalami
suatu keadaan yang dilematis sehingga manusia, atau diri kita dihadapkan dengan
situasi diluar kemampuan diri kita. Jika apa yang kami kemukakan di
atas ini adalah sesuatu
kondisi yang bersifat khusus berarti kondisi yang bersifat khusus ini harus
pula dihadapi dengan cara yang khusus sehingga terjadilah keseimbangan di dalam
menghadapi sesuatu yang khusus. Sebagai contoh, saat diri kita
menghadapi pilihan yang tidak mengenakkan, atau sesuatu yang sangat
membingungkan diri kita maka senjata yang paling ampuh untuk menghadapinya
adalah SHALAT Istikharah.
Dari Jabir
ra, ia berkata, Nabi SAW mengajari kami
untuk meminta petunjuk dalam segala urusan sebagaimana mengajarkan surah Al
Qur'an. Beliau berkata: " Apabila salah seorang di antara kalian bimbang
dalam suatu urusan, maka hendaknya ia shalat dua rakaat kemudian membaca doa
Allaahumm……………
(HR Bukhari dan Ash Habus Sunan)
Sekarang
apa yang harus kita lakukan, jika kita menghadapi sesuatu persoalan atau
sesuatu keinginan agar mudah dikerjakan, agar
mudah dilakukan, agar mudah dicapai? Jika ini yang kita hadapi, maka
SHALAT Hajat merupakan jalan keluar yang terbaik yang pernah diajarkan oleh
Nabi MUHAMMAD SAW kepada diri kita.
Siapa yang
berwudhu dan menyempurnakannya, kemudian shalat dua rakaat dengan sempurna,
maka Allah akan memberikan apa yang ia minta, cepat atau lambat.
(HR Ahmad, dari Abu Darda')
Selanjutnya
sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sangat membutuhkan SHALAT, sudahkah diri
kita memanfaatkan segala fasilitas khusus yang telah disediakan oleh ALLAH SWT
untuk kepentingan yang khusus pula?
Selain
daripada itu, masih ada satu SHALAT Sunnah lainnya yang kedudukannya sangat
hebat, apakah itu? SHALAT Sunnah yang
kedudukannya sangat hebat adalah SHALAT Tahajjud. Timbul pertanyaan
atas dasar apakah SHALAT Tahajjud dikatakan sebagai SHALAT Sunnah yang sangat
hebat? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa alasan kenapa SHALAT Tahajjud
dikatakan hebat, yaitu:
1. Berdasarkan surat
Al Israa' (17) ayat 79, SHALAT Tahajjud merupakan sarana untuk meningkatkan
derajat atau kedudukan manusia menjadi lebih tinggi.
dan pada
sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah
tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.
(surat Al Israa' (17) ayat 79)
2. Berdasarkan Hadits yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT Tahajjud
(atau SHALAT Qiyamul Lail) merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada AL LAH SWT.
Bahwa suatu
malam Nabi SAW pernah mengerjakan Qiyamul Lail (Shalat Malam Tahajjud) hingga
ke dua kakinya bengkak, Lalu Aisyah bertanya "Mengapa engkau melakukan hal
ini wahai Rasulullah, bukankah Allah telah memberikan ampunan kepadamu atas
dosa-dosa yang telah lalu atau yang akan datang? Beliau menjawab, "Tidak
bolehkah aku menjadi hamba yang suka bersyukur?'
(HR Muttafaq Alaih)
Sedangkan
berdasarkan surat
Adz Dzariyat (51) ayat 15-18, dikemukakan bahwa orang yang selalu menjaga
SHALAT Tahajjud itulah yang sebenarnya oran g-orang yang bertaqwa, mereka akan mendapat kebaikan,
rahmat dan ampunan dari ALLAH SWT.
Sesungguhnya
mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.
di dunia
mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.
dan selalu
memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.
(surat Adz Dzariyat (51) ayat 16-17-18)
3.
Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di bawah
ini, dikemukakan bahwa SHALAT Tahajjud
merupakan SHALAT yang paling afdhal setelah SHALAT Fardhu (wajib).
Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadha adalah puasa pada bulan Allah,
yaitu Muharram dan sebaik-baik shalat sesudah shalat fardhu adalah shalat
malam.
(HR Muslim dari Abu
Hurairah ra)
4. Berdasarkan surat
Al Furqaan (25) ayat 63-64 dikemukakan bahwa AL LAH
SWT akan memuji oran g yang melaksanakan SHALAT
Tahajjud serta memasukkannya ke dalam golongan oran g
yang berbakti kepada ALLAH SWT.
dan
hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
dan orang
yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka[1072].
(surat Al Furqaan (25) ayat 63-64)
[1072] Maksudnya orang-orang yang sembahyang
tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah.
5. Berdasarkan Hadits yang kami kemukakan di bawah
ini, SHALAT Tahajjud dapat menghapuskan berbagai kesalahan dan dosa serta
mencegah perbuatan keji dan juga sebagai penyembuh dari berbagai macam
penyakit.
Hendaklah kalian membiasakan qiyamul lail, karena sesungguhnya ia
merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian, dan juga sebagai
pendekatan diri kepada Allah, sekaligus sebagai pencegah perbuatan keji,
penghapus dosa-dosa dan pengusir penyakit dari badan.
(HR Tirmidzi dari
Bilal)
Untuk
menambah wawasan kenapa SHALAT Tahajjud bisa begitu hebat, berikut ini akan
kami kemukakan ilustrasi sebagai berikut : Seperti telah kita ketahui bersama
bahwa pelaksanaan SHALAT Tahajjud yang paling baik adalah pada separuh malam
terakhir. Dimana pada saat itu, hampir semua oran g sedang terlelap tidur.
Waktu yang paling dekat antara Rabb dengan hambanya adalah pada separuh
malam terakhir, maka jika kamu dapat menjadi salah satu orang yang mengingat
Allah, maka lakukanlah.
(HR Tirmidzi dan
Nasa'i dari Amr bin Abasah)
Sekarang,
pada saat kebanyakan orang sedang terlelap tidur berarti saat diri kita
mendirikan SHALAT Tahajjud maka perhatian, atau atttensi ALLAH SWT hanya
tertuju kepada orang yang sedang mendirikan SHALAT Tahajjud saja. Kenapa bisa
terjadi? Hal ini dimungkinkan karena
di saat orang lain terlelap tidur berarti pada saat itu hanya sedikit saja
orang yang mampu mendirikan SHALAT Tahajjud, sebab yang lainnya sedang
tertidur. Adanya perhatian KHUSUS yang berasal dari ALLAH SWT kepada orang yang mampu mendirikan
SHALAT Tahajjud maka akan memudahkan orang yang mendirikan SHALAT Tahajjud
tersebut memperoleh manfaat yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT
Tahajjud. Sekarang, setelah mengetahui dengan pasti adanya 6(enam) buah manfaat yang
terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT Tahajjud, sebagai KHALIFAH yang
membutuhkan SHALAT, apakah kesempatan yang telah dipersiapkan oleh ALLAH SWT
ini akan kita sia-siakan lewat begitu saja saat diri kita hidup di dunia?
Selanjutnya
ada hal lain yang harus menjadi perhatian bagi diri kita yang berkeinginan
untuk mendirikan SHALAT Sunnah, apakah itu SHALAT sunnah Rawatib, SHALAT sunnah
Hajat, SHALAT sunnah Istikharah, SHALAT Tahajjud, SHALAT Dhuha ataupun SHALAT
Sunnah lainnya adalah :
1. SHALAT Sunnah sebagai SHALAT tambahan tidak
bisa mengalahkan SHALAT Wajib atau SHALAT Sunnah tidak bisa meniadakan atau
menggantikan SHALAT Wajib, atau SHALAT Sunnah bukanlah pengganti SHALAT Wajib
sebab SHALAT Wajib tidak mengenal Istilah SHALAT pengganti seperti halnya
ibadah Puasa Ramadhan yang bisa diganti di lain hari. SHALAT hanya mengenal
istilah Qashar dan Jama' dimana kedua hal ini bukanlah ketentuan untuk
meniadakan, atau untuk mengganti SHALAT. Qashar dan Jama’ melainkan kemudahan
untuk mendirikan SHALAT saat diri kita di dalam perjalanan. Adanya kondisi ini
berarti kita tidak bisa meninggalkan SHALAT Wajib dengan alasan apapun juga,
terkecuali jika kita ingin segera dishalatkan. Untuk itu
kita tidak bisa hanya mendirikan SHALAT Sunnah saja dari waktu ke waktu dengan
mengorbankan SHALAT Wajib dikarenakan kedudukan SHALAT Wajib lebih tinggi
kedudukannya daripada SHALAT Sunnah.
2. SHALAT
Sunnah walaupun kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan SHALAT Wajib,
SHALAT Sunnah tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Asal sudah dilaksanakan
maka selesai sudah SHALAT Sunnah kita dirikan. Kualitas SHALAT Sunnah harus
sama kualitasnya dengan SHALAT Wajib karena bacaan yang dibaca saat SHALAT
Sunnah sama dengan bacaan SHALAT Wajib. Timbul pertanyaan kenapa hal ini perlu
kami kemukakan? Hal ini disebabkan karena sering terjadi suatu kondisi
dimana seseorang pada saat mendirikan SHALAT Wajib, ia begitu khusyuk, ia
begitu tuma'ninah, sehingga bacaan yang dibaca sangat memenuhi tartil dan
tajwid yang baik dan benar sehingga SHALAT Wajib yang didirikan begitu fasih.
Akan tetapi saat yang bersangkutan mendirikan SHALAT Sunnah Rawwatib, apa yang kami
kemukakan di atas hilang semua, sehingga SHALAT Sunnah Rawwatib yang didirikan
lalu begitu saja seperti angin. Padahal
tidak ada satupun ketentuan yang mengatur jika SHALAT Sunnah didirikan maka
kualitasnya harus lebih rendah daripada SHALAT Wajib sedangkan bacaannya sama.
Jjika
sampai diri kita melakukan hal ini saat mendirikan SHALAT Sunnah berarti SHALAT
Sunnah yang kita dirikan seolah-olah tidak ada manfaatnya sama sekali dan
seolah-olah SHALAT Wajib yang kita dirikan sudah pasti sempurna sehingga pasti
sesuai dengan kehendak ALLAH SWT atau sudah pasti diterima ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, jangan sampai
diri kita melakukan hal itu karena kita tidak pernah tahu apakah SHALAT Wajib
yang kita dirikan akan diterima atau tidak, apakah SHALAT Wajib yang kita
dirikan sudah sesuai dengan kehendak ALLAH SWT atau tidak, namun dengan adanya
kesempatan mendirikan SHALAT Sunnah Rawwatib berarti diri kita diberikan
kesempatan oleh ALLAH SWT untuk menyempurnakan SHALAT Wajib yang kita dirikan. Sekarang tergantung diri kita apakah mau
memanfaatkan kesempatan dan kemudahan ALLAH SWT ini?
Adanya
2(dua) buah ketentuan yang telah kami kemukakan di atas, sebagai KHALIFAH di
muka bumi yang sangat membutuhkan SHALAT tentu kita harus pandai-pandai
menyikapi ketentuan yang telah kami kemukakan di atas, agar maksud dan tujuan
dari setiap SHALAT yang kita dirikan, apakah SHALAT Wajib ataupun SHALAT
Sunnah, selalu sesuai dengan kehendak dari ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan
SHALAT yang berlaku sampai hari kiamat kelak.
SHALAT
BERJAMAAH vs SHALAT SENDIRI-SENDIRI
Apa yang harus kita Sikapi?
Untuk dapat mendirikan SHALAT,
terdapat dua buah methode yang dapat kita lakukan yaitu bisa didirikan secara
Berjamaah dan juga bisa dirikan secarta
sendiri-sendiri. Timbul pertanyaan apakah itu SHALAT Berjamaah? SHALAT
Berjamaah adalah SHALAT yang didirikan secara bersama-sama dan
sekurang-kurangnya terdiri dari 2 (dua) orang yakni imam dan makmum. Sedangkan
SHALAT sendiri-sendiri adalah SHALAT yang dikerjakan secara sendiri-sendiri.
SHALAT yang dianjurkan didirikan secara berjemaah, adalah SHALAT fardhu/wajib lima waktu; SHALAT Idhul Fitri dan Idhul
Adha, Shalat Tarawih dan Witir dalam bulan
Ramadhan, SHALAT minta Hujan, SHALAT Gerhana Matahari dan Bulan; SHALAT
Jenazah.
Shalat
berjemaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.
(HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Umar)
Berdasarkan Hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di atas, SHALAT yang didirikan secara
berjamaah, terutama SHALAT Wajib atau SHALAT Fardhu, lebih baik dan lebih utama
jika dibandingkan dengan SHALAT yang dilakukan secara sendirian (munfarid) yaitu
1(satu) berbanding 27 (dua puluh tujuh). Selain daripada itu, SHALAT Berjamaah memiliki makna lain, atau
memiliki manfaat lain terutama di dalam peningkatan hubungan antar sesama umat
manusia. Hal ini dikarenakan melalui SHALAT Berjamaah akan terjadi apa yang
dinamakan interaksi sosial antar sesama jamaah SHALAT, yang pada akhirnya akan
terjalinlah hubungan baik sesama jamaah serta dapat terpeliharanya ukhuwah
islamiah. Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT, tentu kita harus dapat
mendirikan SHALAT Berjamaah dengan sebaik mungkin di tengah kesibukan pekerjaan
yang kita lakukan. Hal ini bukan saja baik untuk diri kita sendiri tetapi juga
baik untuk kepentingan sesama umat manusia.
Sebagai
KHALIFAH di muka bumi yang membutuhkan SHALAT, ada satu hal lain yang harus
kita perhatikan betul saat diri kita mendirikan SHALAT, apakah itu? Berdasarkan
dua buah Hadits yang kami kemukakan di bawah ini, hal yang harus kita
perhatikan saat mendirikan SHALAT adalah waktu atau saat SHALAT yang akan kita
dirikan. Apa maksudnya? Berdasarkan hadits di bawah ini, Nabi Muhammad SAW
sudah mengemukakan bahwa Waktu
SHALAT, atau Saat mendirikan SHALAT yang paling baik adalah SHALAT yang
didirikan tepat pada waktunya atau SHALAT yang baik adalah SHALAT yang didirikan di awal Waktu.
Abdullah ibnu Mas'ud Ra
berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, amal
perbuatan apa yang paling afdol?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada
waktunya." Aku bertanya lagi, "Lalu apa lagi?" Beliau menjawab,
"Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian
apa lagi, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Berjihad di jalan
Allah."
(HR. Bukhari)
Aisyah ra,
berkata, Nabi SAW bersabda, Allah ta'ala berfirman: Sungguh Aku berjanji kepada
hambaku bila ia melakukan Shalat tepat pada waktunya, tidak akan Aku siksa dan
pasti akan Aku masukkan syurga tanpa hisab.
(HQR Al Haakim, 272:41)
Selanjutnya
jika kita berbicara tentang Waktu SHALAT maka hal ini tidak bisa dipisahkan
dengan adanya Adzan yang selalu dikumandangkan sebagai penanda datangnya waktu
SHALAT. Hal yang harus kita pahami adalah Adzan memiliki makna ganda, yaitu di
satu sisi Adzan adalah penanda datangnya waktu SHALAT. Dilain sisi Adzan adalah
ajakan, atau panggilan, atau seruan yang berasal dari ALLAH SWT kepada seluruh
umat manusia untuk segera mendirikan SHALAT. Dan jika kita mampu mendirikan
SHALAT setelah Adzan dikumandangkan berarti kita telah mampu menempatkan dan
menghargai ajakan, panggilan dan seruan ALLAH SWT untuk mendirikan SHALAT
sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Sebagai KHALIFAH
yang sangat membutuhkan SHALAT, sudahkah diri kita mampu untuk selalu
mendirikan SHALAT di awal waktu sesuai dengan panggilan ALLAH SWT melalui
Adzan?
Sebagai penutup bab ini ada satu
hal yang akan kami kemukakan sebagai bahan pemikiran bagi diri kita untuk
selalu memperbaiki kualitas SHALAT yang kita dirikan, yaitu di dalam
masyarakat sering terjadi apa yang
dinamakan dengan sibuk membicarakan tata
cara mendirikan SHALAT, atau lebih mendahulukan bagaimana ritual SHALAT harus
didirikan, tetapi lupa akan makna hakiki dari SHALAT itu sendiri, atau lupa
bahwa SHALAT yang kita dirikan itu tidak terlepas dari nilai pertemuan diri
kita dengan ALLAH SWT, atau Nilai pertemuan kepada ALLAH SWT lebih tinggi
nilainya dari ritual SHALAT. Sehingga yang sering terjadi adalah sering
timbulnya salah paham atau saling klaim tentang tata cara SHALAT yang akan di
dirikan, yang pada akhirnya akan keluar pernyataan bahwa SHALAT harus didirikan
begini, SHALAT tidak boleh didirikan begitu, kalau SHALAT didirikan begitu
tidak syah, demikian seterusnya terjadi, yang pada akhirnya menyisakan
kebingungan karena tidak pernah ada penyelesaian yang konprehensif mengenai hal
yang diributkan.
Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT, jangan sampai diri
kita hanya sibuk memikirkan tata cara mendirikan SHALAT, tetapi lupa akan maksud dan tujuan yang
hakiki dari mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT, lupa kepada
nilai pertemuan dengan ALLAH SWT. Sehingga apa yang seharusnya dapat kita
peroleh dan rasakan melalui SHALAT yang kita dirikan, justru hilang ditelan
hiruk pikuk di dalam menentukan tata cara SHALAT yang tidak pernah kunjung
selesai. Untuk itu alangkah baiknya mulai saat ini kita memiliki kesadaran betapa
pentingnya mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT serta kita
harus pula belajar untuk memiliki Ilmu tentang SHALAT yang sesuai dengan
kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT sebelum diri kita mendirikan
SHALAT.