Hamba ALLAH SWT yang
selalu dirahmati-Nya
Sebelum kami membahas
lebih lanjut tentang perintah mendirikan SHALAT yang merupakan bagian dari
Rukun Islam yang lima, perkenankan kami untuk mengemukakan ilustrasi sebagai
berikut: Jika saat ini kita memiliki anak, lalu anak itu kita perintahkan untuk
mandi dan gosok gigi. Sekarang timbul pertanyaan, apakah yang kita harapkan dari
anak yang kita perintahkan untuk mandi dan gosok gigi tersebut, apakah kegiatan
mandi dan gosok giginyakah yang kita harapkan ataukah kesehatan tubuh dan
kesehatan gigi yang kita inginkan? Sebagai orang tua tentu kita berharap
melalui mandi dan gosok gigi yang dilakukan oleh anak maka kesehatan tubuh dan
kesehatan gigi dapat ia peroleh.
Selanjutnya
fairplay-kah diri kita memerintahkan anak untuk mandi dan gosok gigi dalam
rangka untuk memperoleh kesehatan, jika air bersih, sabun, odol, sikat gigi,
handuk dan pakaian pengganti tidak pernah kita persiapkan? Jika kesehatan
merupakan tujuan dari perintah mandi dan gosok gigi, maka sudah sepantasnya dan
sepatutnya kita menyediakan air bersih, sabun, odol, sikat gigi, handuk dan
pakaian pengganti sebelum anak mandi. Adanya kondisi seperti ini
dapat dikatakan suatu perintah tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan sarana
dan prasarana tententu, atau syarat dan ketentuan tertentu guna memperoleh
hasil akhir yang baik yang sesuai dengan harapan pemberi perintah.
Selanjutnya dapatkah
seorang anak dikatakan telah mandi, jika setelah mandi ia masih menggaruk-garuk
kegatalan, biang keringat tetap utuh walaupun segala sarana dan prasarana mandi
telah kita sediakan dengan baik? Jika perintah mandi dan gosok gigi yang kita
perintahkan kepada anak merupakan jalan untuk memperoleh kesehatan tubuh dan
gigi, maka seorang anak belum dapat
dikatakan ia telah sukses mandi secara sempurna jika setelah mandi ia masih
merasakan gatal-gatal, atau masih menggaruk-garuk akibat rasa gatal yang
berasal dari keringat yang tersisa atau akibat adanya bakteri dan kuman atau
merasakan sakit gigi setelah gosok gigi. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas
ini, dapat kita katakan bahwa di balik perintah mandi dan gosok gigi terdapat
suatu manfaat yang sangat-sangat baik bagi kesehatan manusia, atau dapat
menghilangkan penyakit akibat kuman dan bakteri. Berdasarkan kondisi di atas
ini maka tidak salah jika manusia termasuk diri kita sangat butuh dengan mandi
dan gosok gigi. Hal yang perlu kita perhatikan dengan seksama adalah kita butuh kepada mandi, bukan perlu dengan
mandi.
Timbul pertanyaan,
siapakah yang akan memperoleh manfaat di balik perintah mandi dan gosok gigi? Hanya orang-orang yang melaksanakan perintah
mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar sajalah yang akan memperoleh manfaat
berupa kesehatan tubuh dan kesehatan gigi. Adanya kondisi ini menunjukkan
kepada kita bahwa melaksanakan perintah mandi dan gosok gigi sangat bersifat
individualistik, yaitu manfaat dibalik perintah mandi dan gosok gigi hanya
dapat diperoleh secara perseorangan, sepanjang yang bersangkutan mau mandi dan
gosok gigi dengan baik dan benar. Ini berarti manfaat yang terdapat
dibalik perintah mandi dan gosok gigi tidak akan pernah diperoleh oleh orang
yang tidak pernah melaksanakan perintah mandi dan gosok gigi.
Selain daripada itu masih
ada hal lain yang harus kita camkan,
yaitu manfaat dari mandi dan
gosok gigi tidak dapat dialihkan, tidak dapat dipindahtangankan kepada orang
lain, tidak dapat diwariskan kepada anak dan keturunan kita sendiri serta tidak
dapat diperjualbelikan oleh sebab apapun juga, seperti layaknya barang dan
jasa. Sekarang sudahkah diri kita mampu melaksanakan mandi dan gosok
gigi dengan baik dan benar dalam rangka untuk memperoleh kesehatan tubuh dan
gigi?
Hamba ALLAH SWT, apa yang
kami kemukakan di atas, merupakan salah satu bentuk dari aktifitas yang terjadi
di dalam kehidupan kita sehari-hari. Dimana aktifitas ini harus kita lakukan
setiap hari sepanjang diri kita ingin memperoleh kesehatan kulit dari aktivitas
mandi dan memperoleh kesehatan mulut dan gigi dari aktivitas gosok gigi. Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT selaku
Inisiator, selaku Pencipta, selaku Pemilik, selaku Pemelihara dari alam semesta
ini, yang telah memerintahkan secara langsung kepada Nabi MUHAMMAD SAW untuk
mendirikan SHALAT sehari semalam sebanyak 5(lima) waktu. Timbul pertanyaan
apakah perintah ALLAH SWT ini hanya sebatas perintah semata ataukah ada sesuatu
hal yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT?
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.
(surat
Al Hajj (22) ayat 77)
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu),
ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.
(surat
An Nisaa' (4) ayat 103)
dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44].
(surat
Al Baqarah (2) ayat 43)
[44]
Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah
kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
Jika di dalam perintah
mandi dan gosok gigi saja terdapat maksud dan tujuan yang sangat jelas yaitu
untuk memperoleh kesehatan tubuh serta kesehatan mulut dan gigi. Hal yang
samapun terjadi di dalam perintah mendirikan SHALAT yang diperintahkan
oleh ALLAH SWT kepada seluruh umat
manusia yaitu di balik perintah
mendirikan SHALAT juga terdapat sesuatu hal yang sangat-sangat baik bagi
kepentingan manusia itu sendiri sepanjang manusia mau mendirikan SHALAT yang
dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku permberi perintah mendirikan SHALAT.
Selanjutnya jika di balik
perintah mendirikan SHALAT terdapat manfaat dan kegunaan, atau hikmah, lalu
untuk siapakah itu semua? Yang Pasti adalah manfaat dan kegunaan SHALAT hanya akan di dapat oleh orang yang
mendirikan SHALAT saja, sedangkan bagi yang tidak mau mendirikan SHALAT jangan
pernah berharap memperolah manfaat yang ada dibalik perintah mendirikan SHALAT.
Adanya kondisi seperti ini maka perintah mendirikan SHALAT dapat dikatakan
sebagai perintah yang bersifat Individualistik, sehingga hanya
Individu-Individu yang mau mendirikan SHALAT dengan baik dan benar sajalah yang
akan merasakan nikmat dari mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH
SWT.
Jika ini adalah kondisi dasar dari perintah mendirikan SHALAT berarti
nikmat dan manfaat dari mendirikan SHALAT tidak akan pernah bisa dialihkan,
tidak akan pernah bisa dipindahtangankan, tidak bisa akan pernah bisa
diperjualbelikan, tidak akan pernah bisa diwariskan kepada anak dan keturunan kita
sendiri apalagi kepada orang lain, kecuali jika mereka mau mendirikan SHALAT yang sesuai
dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, atau mau mendirikan SHALAT yang telah
dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW dengan baik dan benar. Sekarang jika di dalam perintah mendirikan SHALAT
terdapat manfaat yang sangat luar biasa bagi manusia, maka tidak ada jalan lain
jika kita ingin merasakan nikmat dari manfaat mendirikan SHALAT maka kita harus
bisa melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT dengan
sebaik-baiknya, terkecuali jika kita sendiri sudah tidak membutuhkan lagi
apa-apa yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT, atau sudah tidak
butuh lagi dengan ALLAH SWT, atau sudah mampu mengalahkan Ahwa dan Syaitan
seorang diri.
Sekarang, bagaimana
dengan perintah ALLAH SWT yang lainnya seperti perintah melaksanakan PUASA,
perintah menunaikan ZAKAT serta perintah pergi HAJI? Sepanjang perintah PUASA,
perintah ZAKAT, dan perintah HAJI berasal dari ALLAH SWT maka dapat dipastikan
di balik perintah ALLAH SWT tersebut, pasti terdapat maksud dan tujuan yang
mulia bagi kepentingan manusia yang mau melaksanakan perintah tersebut secara
baik dan benar. Sekarang semuanya
tergantung sejauh mana diri kita mau menyikapi perintah tersebut dan sejauh
mana diri kita mau menerima dan mau melaksanakan perintah ALLAH SWT tersebut
dengan baik dan benar. Selanjutnya agar diri kita mampu menempatkan,
mampu meletakkan, mampu memperoleh, mampu merasakan apa-apa yang terdapat di
balik perintah SHALAT, di balik perintah PUASA, di balik perintah ZAKAT, di
balik perintah HAJI yang berasal dari ALLAH SWT, maka kita harus tahu, kita
harus mengerti, kita harus pula memiliki ilmu tentang apa yang diperintahkan
oleh ALLAH SWT tersebut. Sehingga apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT
selaku pemberi perintah dapat kita peroleh, dapat kita rasakan, dapat kita
ajarkan kepada anak dan keturunan, serta dapat menghantarkan diri kita sesuai
dengan kehendak ALLAH SWT.
Saat
ini ALLAH SWT sudah memerintahkan kepada seluruh manusia, termasuk kepada diri
kita, termasuk kepada anak dan keturunan kita, untuk melaksanakan perintah
mendirikan SHALAT, untuk melaksanakan perintah PUASA, untuk menunaikan perintah ZAKAT maupun untuk
melaksanakan perintah untuk pergi HAJI. Sebagai pemberi perintah tentu ALLAH SWT memiliki latar belakang
tertentu, atau alasan tertentu sebelum perintah ini dideklarasikan, atau
diberlakukan kepada diri kita. Adanya kondisi ini menandakan bahwa ALLAH SWT
memiliki maksud dan tujuan tertentu di dalam memerintahkan manusia untuk
melaksanakan perintah-perintah-Nya tersebut. Jika di dalam perintah
mandi saja ada sesuatu yang ingin dicapai yaitu kesehatan tubuh, maka di balik
setiap perintah ALLAH SWT pasti ada sesuatu hal yang sangat-sangat penting,
sangat-sangat berguna bagi kesuksesan diri kita di dalam melaksanakan
kekhalifahan di muka bumi. Jika ini
adalah kondisi dasar dari perintah ALLAH SWT berarti yang membutuhkan SHALAT,
yang membutuhkan ZAKAT, yang membutuhkan PUASA dan yang juga membutuhkan HAJI,
bukanlah ALLAH SWT selaku pemberi perintah. Akan tetapi manusialah, diri
kitalah, anak keturunan kitalah yang
membutuhkan itu semua. Apa dasarnya? Hal ini dikarenakan ALLAH SWT
tidak membutuhkan apapun juga dari ciptaan-Nya karena ALLAH SWT sudah Maha dan
akan Maha selamanya.
Sekarang
bagaimana jika kita mendirikan SHALAT tetapi tidak sesuai yang dikehendaki
ALLAH SWT, atau meminjam istilah mandi, jika SHALAT yang kita dirikan baru
sampai sebatas tubuh kita basah saja, atau setelah mandi masih menggaruk-garuk
kegatalan, atau kita baru memenuhi syariat-syariat yang terdapat di dalam
perintah saja? Jika ini
yang terjadi berarti apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemberi
perintah masih tetap utuh di tempatnya, atau apa yang terdapat dibalik perintah
SHALAT belum dapat kita rasakan. Selanjutnya agar jangan sampai diri
kita mengalami hal yang kami kemukakan di atas ini, maka kita harus tahu, kita harus mengerti apa itu hakikat dari SHALAT
yang diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada umat manusia, apakah hanya sebatas
ritual semata, ataukah ada sesuatu yang melebihi dari ritual yang kita lakukan. Berikut
ini akan kami kemukakan beberapa hakikat dari perintah mendirikan SHALAT yang
sesuai dengan kehendak pemberi perintah SHALAT.
1. APA itu SHALAT
Langit dan Bumi diciptakan dan dimiliki oleh ALLAH
SWT. Jika demikian berarti segala peraturan, segala hukum, segala
undang-undang, segala ketetentuan yang berlaku di muka bumi ini adalah
peraturan, hukum, undang-undang, ketentuan dari pencipta dan pemilik dari
langit dan bumi, dalam hal ini adalah ALLAH SWT. Sekarang ALLAH SWT selaku
pencipta dan pemilik dari langit dan bumi telah memerintahkan untuk mendirikan
shalat kepada seluruh umat manusia yang ada di langit dan yang ada di bumi ini.
Apa arti dari ini semua?
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.
(surat
Al Hajj (22) ayat 77)
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu),
ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.
(surat
An Nisaa' (4) ayat 103)
dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44].
(surat
Al Baqarah (2) ayat 43)
[44]
Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah
kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
Sesungguhnya aku ini
adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
(surat Thaahaa (20) ayat 14)
.
Sebuah perintah yang telah diperintahkan oleh
pencipta dan pemilik langit dan bumi tidak lain adalah aturan, hukum, ketentuan, undang-undang yang
yang wajib berlaku di langit dan di muka bumi ini. Sebagai orang yang sedang
menumpang atau menjadi tamu di langit dan di muka bumi ini maka kita wajib
mempelajari, mengetahui, memahami lalu melaksanakan aturan main tersebut sesuai
dengan kehendak pemberi perintah, dalam hal ini ALLAH SWT.
Di dalam melaksanakan perintah mendirikan shalat
yang telah diperintahkan ALLAH SWT, akan terdapat beberapa kemungkinan bila
ditinjau dari sisi penerima perintah, dalam hal ini manusia, yaitu:
a.
Manusia atau diri kita bisa
memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT sebatas melaksanakan rukun islam
semata. Jika ini yang kita lakukan maka sebatas itulah kita memperoleh makna
dan hakekat dari perintah mendirikan shalat.
b.
Manusia atau diri kita bisa
memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT sebagai sebuah penggugur kewajiban
semata, sehingga apa yang diperintahkan oleh ALLAH SWT kita laksanakan tanpa
melihat makna yang tersembunyi apa yang ada di balik perintah mendirikan
shalat. Jika ini yang kita lakukan maka kita akan terburu-buru melaksanakannya.
c.
Manusia atau diri kita bisa
memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT untuk mencari nilai atau pahala
dari ibadah shalat yang kita dirikan, sehingga nilai atau pahala lah yang
menjadi tujuan kita melaksanakan perintah ALLAH SWT. Jika ini yang kita lakukan
maka kita tidak akan menikmati hadirnya ALLAH SWT di dalam shalat yang kita
dirikan.
d.
Manusia atau diri kita bisa
memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT sekedar menyenangkan pemberi
perintah sehingga kita tidak pernah merasakan rasa dari melaksanakan perintah
yang hakiki.
e.
Manusia atau diri kita bisa
memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT sebagai sebuah kebutuhan yang
hakiki bagi diri kita. Jika hal ini mampu kita laksanakan berarti kita mampu
melihat bahwa dibalik perintah mendirikan shalat ada sesuatu yang luar bisa
yang siap kita rasakan atau akan kita
dapatkan dari shalat yang kita dirikan. Jika ini kondisinya maka dapat
dipastikan orang yang mendirikan shalat sebagai sebuah kebutuhan akan
mendirikan shalat tidak akan terburu-buru, akan khusyuk sehingga akan merasakan
rasa hadirnya ALLAH SWT di dalam shalat yang kita dirikan.
ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan shalat,
mempersilahkan diri kita untuk memilih makna dari perintah-Nya. Ingat, pilihan
dari memaknai perintah akan memberikan dampak yang berbeda beda pula. Awas
jangan sampai salah pilih.
Di dalam buku ini kami tidak membahas tentang tata
cara SHALAT, karena sudah banyak buku tentang hal itu. Buku tentang SHALAT yang
kami tulis lebih menekankan kepada makna hakiki dari SHALAT itu sendiri,
sehingga apa yang kami kemukakan lebih banyak membahas tentang pengertian dasar
dari SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT kepada seluruh umat manusia,
termasuk di dalamnya untuk diri kita dan anak dan keturunan kita. Berikut ini
akan kami kemukakan beberapa pengertian yang hakiki dari perintah mendirikan SHALAT
sebagai satu-satunya perintah langsung ALLAH SWT kepada Nabi MUHAMMAD SAW, pada
saat peristiwa Isra Mi’raj, yang akan berlaku sampai dengan hari kiamat kelak
di muka bumi ini bagi seluruh umat manusia, yaitu:
A. Berkomunikasi dengan ALLAH SWT
Apa
itu SHALAT? SHALAT
adalah berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT tanpa melalui perantara siapapun
juga, atau SHALAT merupakan kesempatan bagi diri kita untuk melakukan
komunikasi langsung dengan ALLAH SWT tanpa
perantara. Apa dasarnya? Berdasarkan surat Al Israa' (17) ayat
110 yang kami kemukakan di bawah ini, dibalik perintah mendirikan SHALAT
terdapat maksud dan tujuan tertentu yaitu ALLAH SWT hendak menjadikan SHALAT
yang kita dirikan sebagai sarana, atau alat bantu untuk menyeru, untuk
memanggil, untuk melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT. Ini berarti jika kita tidak mau melaksanakan
perintah mendirikan SHALAT dengan baik dan benar maka jangan pernah berharap
kita dapat melaksanakan komunikasi dengan ALLAH SWT dengan baik dan benar pula.
Katakanlah:
"Serulah Allah atau serulah
Ar-Rahman.
dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu".
(surat Al Israa' (17) ayat 110)
[870] Maksudnya janganlah membaca ayat Al Quran
dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat
didengar oleh ma'mum.
Selanjutnya
jika hal ini adalah maksud dan tujuan yang ada dibalik perintah mendirikan SHALAT
yang terdapat di dalam surat Al Israa' (17) ayat 110 di atas, timbul pertanyaan
untuk apa ALLAH SWT melakukan itu semua kepada diri kita? Sebelum kami menjawab
pertanyaan ini, perkenankan kami mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Untuk
dapat memperoleh sambungan komunikasi yang yang telah disiapkan oleh operator selular,
kita harus memenuhi 4(empat) buah ketentuan secara sekaligus, yaitu kita harus
memiliki handphone; yang kedua kita harus mengaktifasi kartu; yang ketiga kita
harus mengisi pulsa dan yang ke empat kita harus selalu menjaga battery
handphone agar selalu terjaga dari waktu ke waktu. Adanya kondisi ini terlihat
dengan jelas bahwa segala fasilitas yang dimiliki oleh operator selular tidak
serta merta akan diberikan kepada diri kita sebelum diri kita memenuhi syarat
dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh operator selular. Sekarang apa
jadinya jika kita ingin melaksanakan komunikasi via handphone, tetapi
handphone tidak pernah kita miliki, atau
kita memiliki handphone tetapi prasyarat yang diminta oleh operator selular
tidak pernah kita penuhi, atau jika kita memiliki handphone tetapi batterynya
soak? Jika ini yang terjadi maka jangan pernah berharap kita dapat
melakukan komunikasi dengan orang lain via handphone atau memperoleh segala fasilitas
yang telah dipersiapkan oleh operator selular.
Hal yang sama juga berlaku jika
kita ingin berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT tanpa melalui perantara,
yaitu jangan pernah berharap dapat berkomunikasi dengan ALLAH SWT secara
langsung jika kita tidak pernah mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT
yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, atau memenuhi
segala apa yang dikehendaki oleh
ALLAH SWT melalui perintah mendirikan SHALAT. Adanya
kondisi ini berarti kita tidak bisa serta merta dapat berkomunikasi dengan
ALLAH SWT sebelum diri kita mampu memenuhi segala syarat dan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh ALLAH SWT.
Abu Hurairah
ra berkata, Nabi SAW bersabda, Allah Ta'ala berfirman: Apabila hamba-Ku ingin
menemui-Ku. Akupun ingin menemuinya dan bila ia enggan menemui-Ku, Akupun
enggan menemuinya.
(HQR Bukhari, Malik dan Annasa'ie dari
Abu Hurairah; 272:17)
Untuk
itu tolong perhatikan dengan baik hadits yang kami kemukakan di atas ini,
dimana ALLAH SWT bertindak sesuai dengan apa yang kita lakukan, atau ALLAH SWT
berbuat sesuai dengan apa yang kita perbuat, yaitu Apabila hamba-Ku ingin
menemui-Ku. Akupun ingin menemuinya dan bila ia enggan menemui-Ku, Akupun
enggan menemuinya, demikian seterusnya. Sebagai Khalifah di muka bumi yang sangat membutuhkan SHALAT,
bersungguh-sungguhlah kita saat berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT maka
ALLAH SWT pun akan bersungguh-sungguh pula berkomunikasi dengan diri kita.
Selanjutnya dengan adanya perintah mendirikan SHALAT sebagai sarana untuk
berkomunikasi dengan ALLAH SWT, ini berarti jarak dan juga kualitas dari
komunikasi dengan ALLAH SWT hanya terhijab, atau sangat tergantung sejauh mana
diri kita mau memenuhi, mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai
dengan kehendak ALLAH SWT. Semakin
baik kualitas SHALAT yang kita dirikan, semakin baik pula komunikasi yang kita
laksanakan kepada ALLAH SWT. Demikian pula sebaliknya, semakin jelek kualitas
SHALAT yang kita dirikan, semakin jelek pula kualitas komunikasi yang kita
laksanakan kepada ALLAH SWT.
Timbul
pertanyaan, melalui media apa kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT dan apa-apa saja yang dapat kita
komunikasikan kepada ALLAH SWT? Jika kita
mengacu kepada isi makna yang terkandung dalam bacaan yang kita baca ketika
mendirikan SHALAT, berarti media yang dapat kita gunakan untuk melakukan
komunikasi dengan ALLAH SWT adalah melalui pengakuan diri kita kepada ALLAH SWT
dan Doa yang kita mohonkan kepada ALLAH SWT. Sedangkan apa-apa yang dapat di komunikasikan
dengan ALLAH SWT pada dasarnya tidak ada batasannya. Apapun dapat di
komunikasikan kepada ALLAH SWT sepanjang memang hal yang akan kita
komunikasikan, atau yang akan kita sampaikan patut dan pantas dikomunikasikan
kepada ALLAH SWT yang memiliki sifat Ma’ani yang tujuh dan 99 (sembilan puluh
sembilan) nama yang indah.
Di
dalam kehidupan sehari-hari, untuk bisa melakukan komunikasi yang efektif dengan
sesama manusia, komunikasi tidak bisa dilakukan dengan seenak-enaknya saja. Komunikasi harus ada tata caranya. Komunikasi
harus ada etikanya. Komunikasi harus bersifat dua arah. Hal yang
samapun berlaku pada saat diri kita melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT
melalui SHALAT yang kita dirikan. Untuk
melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT
tidak bisa disamakan dengan komunikasi yang kita lakukan di dalam kehidupan
sehari-hari, dikarenakan kondisi dan kedudukan diri kita tidak sebanding dengan
kondisi dan kedudukan ALLAH SWT serta diri kitalah yang sangat membutuhkan
komunikasi dengan ALLAH SWT. Adanya kondisi ini berarti antara
diri kita dengan ALLAH SWT ada sebuah jurang perbedaan yang sangat dalam,
sehingga kita tidak bisa menyamakan posisi diri kita dengan ALLAH SWT, atau kita
tidak bisa mensejajarkan diri kita dengan ALLAH SWT saat mendirikan SHALAT,
ataupun saat melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT. Berdasarkan keadaan ini maka kitapun tidak bisa seenaknya saja
berkomunikasi dengan ALLAH SWT, kita harus tahu adab dan sopan santun saat
berkomunikasi dengan ALLAH SWT. Sekarang sudahkah diri kita
memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT sehingga kita mampu menempatkan dan meletakkan
ALLAH SWT sesuai dengan kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya?.
Sebagai
KHALIFAH di muka bumi, butuhkah kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT melalui
SHALAT yang kita dirikan? Sebagai
perpanjangan tangan ALLAH SWT di muka bumi, akan sangat janggal, akan sangat
aneh, akan sangat lucu, jika kita tidak mau melakukan komunikasi dengan ALLAH
SWT, selaku pengutus, selaku pencipta diri kita sehingga diri kita ada di muka
bumi ini. Hal lain kenapa kita harus
berkomunikasi dengan ALLAH SWT melalui SHALAT karena kita tidak bisa sendirian
menghadapi Ahwa dan juga tidak bisa sendirian mengalahkan Syaitan
yang jumlahnya sudah melebihi jumlah manusia. Jika ini
kondisinya berarti hanya diri kita sendirilah yang tahu secara pasti apakah
kita membutuhkan komunikasi dengan ALLAH SWST ataukah tidak, dan yang pasti
ALLAH SWT tidak membutuhkan komunikasi dengan diri kita.
Timbul
pertanyaan baru, adakah syarat untuk berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT?
Adapun syarat untuk berkomunikasi dengan ALLAH SWT ada pada surat Al-A'raaf (7)
ayat 55 yang kami kemukakan di bawah ini. Seperti apakah syarat tersebut?
Syarat berkomunikasi dengan ALLAH SWT saat SHALAT, ataupun saat berdoa, dapat
kami kemukakan sebagai berikut : ALLAH SWT
itu Dekat dan jika ALLAH SWT sudah dekat berarti kita diharuskan oleh ALLAH SWT
untuk berkata-kata dengan lemah lembut, bersuara rendah lagi merendahkan diri
yang diiringi dengan Af’idah, atau Perasaan saat berkomunikasi dengan ALLAH
SWT. Hal yang harus kita perhatikan adalah ALLAH SWT adalah Maha sedangkan diri kita
Hina sehingga kita harus sopan, kita harus santun, kita harus merendahkan diri saat berkomunikasi dengan
ALLAH SWT karena diri kitalah yang sangat membutuhkan ALLAH SWT dan juga kita
tidak sebanding dengan ALLAH SWT.
Berdoalah kepada Tuhanmu
dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas[549].
(surat
Al A'raaf (7) ayat 55)
[549] Maksudnya: melampaui batas tentang yang
diminta dan cara meminta.
Sekarang apa jadinya jika kita berkomunikasi dengan
ALLAH SWT yang sudah dekat dengan diri kita, tetapi justru kita mengeraskan
suara, justru kita terburu-buru saat berkomuniklasi dengan ALLAH SWT, kita tidak sabaran saat
berkumunikasi dengan ALLAH SWT, atau malah mempergunakan teknologi pengeras
suara saat berkomunikasi dengan ALLAH SWT?
Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Aku selalu memperturutkan persangkaan hamba-Ku terhadap
diriku, jika ia bersangka baik maka ia dapat balasannya, demikian pula bila ia
bersangka jahat, maka ia dapat balasannya.
(HQR
Ahmad, Muslim, Atthabarani, Ibn Annajjar; 272:73)
Jika
ini yang terjadi pada diri kita berarti kita telah keluar dari syarat dan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh ALLAH SWT, atau kita telah menganggap bahwa
ALLAH SWT itu jauh, kita telah menganggap bahwa ALLAH SWT tidak bisa mendengar,
sehingga kita harus bersuara dengan keras saat berkomunikasi dengan ALLAH SWT. Hasil
akhir dari ini semua adalah komunikasi yang kita lakukan, atau SHALAT yang kita
dirikan belum sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Sehingga Doa yang kita mohonkan
belum sesuai dengan syarat dan ketentuan ALLAH SWT. Selain daripada itu, jika
kita berpatokan, atau berpedoman dengan hadits yang kami kemukakan di bawah
ini, dapatkah kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT dengan baik jika tidak
memenuhi syarat dan ketentuan yang telah kami kemukakan di atas? Ketentuan
hadits dibawah ini tidak bisa kita laksanakan karena kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT dilakukan
secara asal-asalan, atau buru-buru, atau secara acak-acakan serta tanpa
perasaan. Sedangkan isi dari hadits di bawah ini mengharuskan diri kita bersikap
merendahkan diri kepada ALLAH SWT yaitu dengan membaca surat Al Fathihah dengan
tartil dan tajwid yang benar serta penuh perasaan. Apa dasarnya? Hal ini
dikarenakan surat Al Faatihah yang kita
katakan kepada ALLAH SWT adalah kalam ALLAH SWT yang kita katakan kembali
kepada ALLAH SWT yang di dalamnya terdapat doa dan pengakuan kita kepada ALLAH
SWT.
Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH
ta'ala berfirman: Aku telah membagi Shalat menjadi dua bagian diantara Aku dan
hamba-Ku dan Aku beri hamba-Ku apa yang ia minta. Bila ia mengucapkan
"Alhamdulillahi Rabbil Alamin", berfirman Allah: Hamba-Ku telah
mensyukuri-Ku dan bila mengucapkan "Arrahmani Rahiem" berfirmanlah
Allah: Hamba-ku yang telah memuji-Ku dan bila ia mengucapkan "Maliki yau
middin" berfirman Allah: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Bila ia
mengucapkan "Iyyaka na'budu dan Iyyakanasta'in" berfirmanlah Allah:
"Inilah persoalan antara Aku dan Hamba-Ku dan Aku beri hamba-Ku apa yang
ia minta" Dan mengucapkan "Ihdinash shiratal mustaqiem dan seterusnya"
berfirman Allah: Inilah melulu untuk hamba-Ku dan Aku beri hamba-Ku apa yang ia
minta.
(HQR
Ahmad, Abu Dawud, Atthirmidzi, Annasa'ie, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah; 272:115)
Sekarang
apa jadinya jika surat Al Faatihah yang
kita baca saat mendirikan SHALAT dilakukan terburu-buru, dilakukan dengan satu
napas, dilakukan dengan tidak mengindahkan tartil dan tajwid yang benar serta
tanpa perasaan? Jika ini yang terjadi berarti maksud dan tujuan
yang terdapat di balik bacaan Al Faatihah yang isinya adalah dialog, yang
isinya adalah komunikasi serta yang isinya adalah permohonan diri kita kepada
ALLAH SWT, tidak akan pernah tercapai karena diri kita tidak tahu adab, tidak
tahu sopan santun, tidak tahu tata krama, di dalam berkomunikasi langsung
dengan ALLAH SWT. Selanjutnya seperti apakah cara bekerjanya manfaat
berkomunikasi dengan ALLAH SWT yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT
sehingga kita dapat merasakan hikmah di balik perintah mendirikan SHALAT?
Mendirikan
SHALAT berarti kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT, dengan berkomunikasi dengan
ALLAH SWT berarti kita telah melaporkan segala rintangan, segala hambatan,
segala persoalan kepada ALLAH SWT. Adanya laporan yang kita lakukan kepada
ALLAH SWT maka tindakan ini dapat diartikan sebagai tindakan untuk meminta pertolongan kepada ALLAH SWT, atau
meminta ALLAH SWT turut bertanggungjawab kepada diri kita. Yang pada
akhirnya akan memudahkan diri kita selamat sampai di tujuan, selamat dari
gangguan Ahwa dan Syaitan serta mampu menjaga kefitrahan diri tetap utuh dari
waktu ke waktu.
Dilain sisi kita telah diberikan
Af’idah atau perasaan oleh ALLAH SWT yang diletakkan di dalam hati ruhani. Adanya Af’idah atau
perasaan yang ada di dalam hati harus kita pergunakan saat berkomunikasi dengan
ALLAH SWT (maksudnya saat mendirikan shalat), atau saat berdialog dengan ALLAH
SWT melalui bacaan yang kita baca saat
mendirikan shalat. Alangkah indah dan syahdunya saat kita mendirikan shalat
atau saat kita berkomunikasi dengan
ALLAH SWT dengan mengikutsertakan Af’idah atau
perasaan yang kita miliki. Setiap bacaan shalat yang kita bacakan akan
sangat terasa indah dan merasuk dalam hati dan terasa betapa indahnya
berkomunikasi dengan ALLAH SWT. Saat diri kita mengucapkan takbiratul ihram
akan terasa betapa besar dan agungnya ALLAH SWT dan kita akan terasa kecil
dihadapan ALLAH SWT. Hal yang samapun akan terasa di semua bacaan shalat yang
kita kemukakan apakah itu doa iftitah, apakah itu saat membaca surat Alfatehah,
apakah itu saat membaca doa di antara dua sujud, apakah itu saat rukuk, apakah
itu saat sujud dan juga saat kita memberikan salam.
Adanya Af’idah atau perasaan yang
ada di dalam hati harus kita pergunakan saat diri kita mendirikan shalat,
karena hanya dengan cara inilah kita bisa merasakan rasa mendirikan shalat dari
waktu ke waktu atau kita mampu merasakan rasa hadirnya ALLAH SWT di dalam
shalat yang kita dirikan sehingga
memudahkan kita merasakan khusyuk di dalam shalat. Sekarang apa jadinya jika
kita mendirikan shalat tanpa menghadirkan af’idah atau perasaan saat diri kita
mendirikan shalat? Shalat yang kita dirikan akan terasa hambar, terburu-buru
serta tidak ada kesan dari shalat yang kita dirikan dan jauh pulalah khusyuk
dari diri kita. Sekarang sudahkah af’idah atau perasaan selalu kita hadirkan di
setiap ibadah yang kita laksanakan?
B. Berdoa kepada ALLAH SWT
Apa itu SHALAT? SHALAT adalah berdoa kepada ALLAH SWT, atau SHALAT adalah saat diri kita mengajukan permohonan kepada ALLAH SWT. Apa dasarnya? SHALAT adalah berdoa kepada ALLAH SWT atau SHALAT adalah saat diri kita mengajukan permohonan kepada ALLAH SWT dikarenakan sebahagian bacaan SHALAT isinya adalah Doa atau Permohonan diri kita kepada ALLAH SWT. Apa buktinya? Perhatikanlah bacaan yang ada pada saat duduk di antara dua sujud di bawah ini serta sebahagian dari isi surat Al Fathihah.
Allahummaghfirlii
warhamnii wajburnii wahdinii warzauqnii
Ya, ALLAH ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah aku, tunjukilah
aku, dan berilah aku rezeki.
(HR Tirmidzi dari
Ibnu Abbas ra)
Tunjukilah[8]
Kami jalan yang lurus,
(surat Al Fathihah (1) ayat
6)
[8]
Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan
yang benar. yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja,
tetapi juga memberi taufik.
Selanjutnya
jika SHALAT adalah Doa dan Permohonan kita kepada ALLAH SWT, lalu untuk
siapakah SHALAT itu, atau untuk siapakah Doa dan Permohonan kepada ALLAH SWT
itu, apakah untuk ALLAH SWT ataukah
untuk diri kita yang sedang menjadi KHALIFAH di muka bumi? ALLAH SWT tidak membutuhkan Doa dan Permohonan
dari diri kita dikarenakan ALLAH SWT sudah MAHA dan akan MAHA selamanya. Jika ini
kondisinya berarti Doa dan Permohonan sangat dibutuhkan oleh yang mengajukan
Doa karena yang mengajukan Doa dapat dipastikan dalam posisi lemah, orang
yang mengajukan doa dapat dipastikan memiliki masalah, orang yang mengajukan
doa dapat dipastikan memiliki kekurangan, orang yang mengajukan doa dapat
dipastikan memiliki keterbatasan dibandingkan ALLAH SWT. Sekarang harus
bagaimanakah kita bersikap saat mendirikan SHALAT, atau bagaimanakah sikap kita
saat berdoa dan saat mengajukan permohonan kepada ALLAH SWT, apakah doa dan
permohonan bisa dilakukan seenaknya saja di sampaikan kepada ALLAH SWT, ataukah
harus memenuhi syarat dan ketentuan terlebih dahulu?
Hal yang pertama harus kita
lakukan jika merasa sangat membutuhkan SHALAT, jika kita merasa sangat-sangat membutuhkan
doa yang dipanjatkan kepada ALLAH SWT, jika kita merasa membutuhkan pertolongan
dari ALLAH SWT maka kita harus Tahu Diri yaitu Tahu siapa diri kita dan Tahu
siapa ALLAH SWT, Tahu siapa yang mengajukan Doa dan Tahu siapa yang akan
mengabulkan Doa.Timbul pertanyaan, kenapa hal ini harus kita
lakukan? Hal ini dikarenakan antara diri kita dengan ALLAH SWT terdapat jurang
perbedaan yang sangat dalam sehingga kita tidak akan dapat mensejajarkan diri
dengan ALLAH SWT. Untuk itu kita harus dapat meletakkan, harus dapat
menempatkan ALLAH SWT sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya
saat diri kita mendirikan SHALAT, saat diri kita berdoa, saat diri kita
mengajukan permohonan kepada ALLAH SWT, yang dilanjutkan dengan merendahkan
diri di hadapan ALLAH SWT.
dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat.
aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(surat
Al Baqarah (2) ayat 186)
Selanjutnya
adakah tuntunan yang berasal dari ALLAH
SWT tentang adab berdoa? ALLAH SWT melalui surat Al Baqarah (2) ayat 186
memberikan petunjuk-Nya jika kita ingin memanjatkan doa kepada ALLAH SWT. Lalu
seperti apakah tuntunan berdoa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT itu? Berdasarkan surat Al Baqarah
(2) ayat 186 yang kami kemukakan di atas ini, terdapat beberapa ketentuan yang
harus kita ketahui dan pahami saat mendirikan SHALAT, atau saat berdoa langsung
kepada ALLAH SWT, yaitu :
1.
Untuk mendapatkan Janji ALLAH SWT berupa
dikabulkannya doa yang dimohonkan kepada-Nya maka kita harus terlebih dahulu
memenuhi syarat dan ketentuan yang diminta oleh ALLAH SWT. Adanya kondisi ini berarti ALLAH SWT tidak
serta merta akan mengabulkan doa hamba-Nya sebelum hamba-Nya memenuhi ketentuan
yang dikehendaki-Nya. Agar doa yang kita mohonkan dijawab oleh ALLAH SWT
maka kita diharuskan untuk memenuhi
segala apa-apa yang telah diperintahkan oleh
ALLAH SWT serta diwajibkan untuk beriman kepada ALLAH SWT.
Ibnu Abbas
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Tidaklah Aku akan
memperhatikan hak hamba-Ku sebelum ia memperhatikan hak-Ku terhadap dia.
(HQR Aththabarani; 272:125)
2.
ALLAH SWT sudah menyatakan bahwa keberadaan-Nya
sudah sangat dekat dengan diri kita. Adanya kondisi ini berarti ALLAH SWT
berkehendak kepada diri kita yang akan berdoa kepada-Nya untuk mencerminkan
kondisi antara diri kita dengan ALLAH
SWT sudah dalam keadaan yang dekat pula. Apa maksudnya? Maksudnya adalah
saat kita SHALAT, atau saat berdoa kepada ALLAH SWT harus dilakukan dengan cara
yang lemah lembut, tidak dengan bersuara keras, harus dengan merendahkan diri,
dengan tuma’ninah. Jika sampai diri kita bersuara keras lagi menyombongkan
diri saat berdoa berarti kita telah keluar dari yang dikehendaki ALLAH SWT.
Kenapa ini terjadi? Jika kita bersuara keras sedangkan ALLAH SWT sudah
dekat berarti kita telah memposisikan bahwa ALLAH SWT masih jauh, atau ALLAH
SWT tidak mampu mendengar apa yang kita mohonkan. Sedangkan jika kita
menyombongkan diri saat berdoa berarti kita memposisikan diri sejajar dengan
ALLAH SWT, atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan ALLAH SWT.
Sebagai
KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT dan juga Doa kepada ALLAH SWT, sudahkah diri
kita memenuhi dua buah kriteria yang kami kemukakan di atas ini saat mendirikan
SHALAT, ataupun saat berdoa kepada ALLAH SWT? Jika kita tidak mampu memenuhi apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT maka
pepatah Jauh panggang dari Api berlaku kepada diri kita. Untuk itu
segeralah memperbaiki kualitas dan juga kuantitas SHALAT yang kita dirikan
(maksudnya perbaiki kualitas SHALAT Wajib dan lakukan SHALAT yang bersifat
Sunnah) saat ini juga, karena kita tidak tahu kapan Ruh berpisah dengan Jasmani
serta waktu tidak akan mungkin dapat diputar ulang.
C.
Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar
Apa
itu SHALAT? SHALAT
adalah mencegah perbuatan Keji dan Mungkar. Apa dasarnya? Seperti kita
ketahui bersama bahwa hidup adalah saat bersatunya Jasmani dengan Ruhani. Hidup
adalah saat terjadinya tarik menarik, atau saling pengaruh mempengaruhi antara
Jasmani dengan Ruhani. Hidup adalah saat Nilai-Nilai Keburukan seperti
pelit, malas, lemah, selalu mementingkan diri sendiri dan kelompok, selalu
berkeluh kesah yang dibawa oleh Jasmani berebut dan bertarung dengan
Nilai-Nilai Kebaikan seperti dermawan, aktif, kuat, selalu dalam kasih sayang, selalu
di dalam kebersamaan, selalu sabar, yang dibawa oleh Ruhani. Selanjutnya
jika yang terjadi Jasmani mampu mengalahkan Ruhani maka Nilai-Nilai Keburukan
akan menjadi perilaku diri kita sehingga kondisi kejiwaan diri kita
dikelompokkan ke dalam Jiwa Fujur. Apa maksudnya? Katakan jika pelit bin
bakhil, tidak mau berbagi yang dibawa oleh Jasmani mampu mengalahkan sifat
dermawan yang di bawa oleh Ruhani maka tindakan atau perbuatan manusia akan
mementingkan diri sendiri, akan berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan
sesuatu sehingga apa yang diperbuat oleh manusia dikategorikan sebagai
perbuatan keji dan mungkar. Sekarang bagaimana jika Ruhani mampu
mengalahkan Jasmani? Jika Ruhani mampu mengalahkan Jasmani maka Nilai-Nilai
Kebaikan akan menjadi perilaku diri kita sehingga kondisi kejiwaan diri kita
dikelompokkan ke dalam Jiwa Taqwa. Apa maksudnya?
Allah hendak memberikan keringanan
kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 28)
Bahkan manusia itu hendak membuat
maksiat terus menerus.
(surat Al Qiyaamah (75) ayat 5)
Katakan sifat pelit mampu dikalahkan dengan sifat
dermawan, maka yang akan ada di dalam diri, ataupun masyarakat adalah timbulnya
kerukunan antar sesama manusia, angka kriminalitas menjadi rendah serta jurang
orang kaya dengan orang miskin semakin tipis.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat
keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusuahan ia berkeluh kesah. Dan
apabila dapat kebaikan ia amat kikir.
(surat
Al Ma’aarij (70) ayat 19-20-21)
Adapun manusia
apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakanNya dan diberiNya kesenangan, maka
dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila TuhanNya mengujinya lalu
membatasi rezkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.
(surat Al Fajr (89)
ayat 15-16)
Apa
yang kami kemukakan di atas, akan terus terjadi sepanjang manusia terdiri dari
Jasmani dan Ruhani, atau sepanjang ruh belum tiba dikerongkongan, atau sampai
dengan hari kiamat kelak. Sekarang, timbul pertanyaan apa hubungannya antara
Nilai-Nilai Keburukan yang dibawa oleh Jasmani (atau apa hubungannya antara AHWA
dengan SHALAT), atau apa hubungannya perbuatan keji dan mungkar dengan SHALAT
yang kita dirikan? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita kembali lagi ke
cerita tentang perintah mandi dan gosok gigi yang kami kemukakan di awal bab
ini. Di dalam kehidupan sehari-hari, aktivitas Mandi dan Gosok Gigi merupakan
salah satu sarana untuk menghilangkan kuman dan bakteri yang menempel di kulit
akibat aktivitas kerja atau pengaruh udara kotor atau akibat adanya keringat
yang keluar dari tubuh kita. Adanya kegiatan mandi dan gosok gigi yang kita
lakukan dengan baik dan benar maka akan timbul dalam diri apa yang dinamakan
kesegaran dan kesehatan tubuh. Selanjutnya jika hal ini adalah tujuan dari
mandi dan gosok gigi, maka tidak salah jika kita membutuhkan mandi dan gosok
gigi.
Sekarang
aktivitas mandi dan gosok gigi sudah kita laksanakan tiap hari, lalu dapatkah
diri kita dinyatakan telah sukses melaksanakan mandi dan gosok gigi jika kuman
dan bakteri masih ada di tubuh dan gigi kita, atau setelah mandi kita masih menggaruk-garuk
kegatalan akibat masih banyaknya daki yang menempel di tubuh kita? Jika keadaan
ini yang terjadi setelah mandi berarti kegiatan mandi yang kita lakukan belum
sesuai dengan tujuan dari aktivitas mandi, atau ada sesuatu yang salah saat
diri kita mandi dan gosok gigi. Adanya
kondisi ini berarti hasil akhir dari aktivitas mandi dan gosok gigi sangat
tergantung dari masing-masing individu apakah mau mandi dan gosok gigi secara
baik dan benar. Semakin baik dan benar mandi dan gosok yang kita lakukan maka
semakin baik pula kesehatan kulit dan gigi, demikian pula sebaliknya.
Selanjutnya
bagaimana dengan SHALAT yang kita dirikan sehari semalam lima waktu? Jika mandi yang baik dan benar saja bisa
mendatangkan kesegaran dan kesehatan tubuh maka apakah SHALAT tidak memiliki
maksud dan tujuan yang mulia dibandingkan perintah mandi? SHALAT
yang tidak lain adalah perintah ALLAH SWT pasti memiliki maksud dan tujuan
tertentu atau mendirikan SHALAT pasti akan memberikan dampak positif baik
kepada Ruhani dan juga kepada Jasmani manusia karena tidak mungkin perintah
mendirikan SHALAT yang asalnya langsung dari ALLAH SWT berkualitas rendah. Apa
maksudnya? Untuk menerangkan hal ini ada sesuatu yang harus kita perhatikan
yaitu setiap manusia pasti terdiri dari Ruhani dan Jasmani. Adanya kondisi ini
berarti baik Ruhani maupun Jasmani tidak bisa dilepaskan dari perintah
mendirikan SHALAT.
Hal ini dikarenakan
melalui SHALAT yang kita dirikan berarti kita telah berusaha untuk
mempertemukan Ruhani yang berasal dari ALLAH SWT dengan ALLAH SWT (maksudnya
adalah berusaha untuk mempertemukan Ruhani dengan Kemahaan dan Kebesaran ALLAH
SWT) sehingga dengan adanya pertemuan Ruhani dengan ALLAH SWT akan terjadi apa
yang dinamakan dengan sinergi antara Ruhani diri kita dengan ALLAH SWT yang
mengakibatkan diri kita selalu berada di dalam Kemahaan dan Kebesaran ALLAH
SWT. Hasil akhir dari ini adalah Ruhani mampu mengalahkan Jasmani, atau
kondisi jiwa manusia masuk dalam kategori Jiwa Taqwa. Selanjutnya jika ini yang
terjadi maka pengaruh-pengaruh negatif yang mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan
yang berasal dari sifat-sifat Jasmani dapat kita kalahkan, atau dapat kita
hilangkan sehingga yang ada adalah Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari
Ruhani. Apa contohnya?
bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab
(Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Ankaabut (29) ayat 45)
Malas yang dibawa Jasmani hilang
menjadi Produktif, Pelit yang dibawa Jasmani hilang menjadi Dermawan, Keji dan
Mungkar yang dibawa Jasmani hilang menjadi Kasih Sayang kepada sesama, demikian
seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Jika
sudah demikian keadaannya berarti Nila-Nilai Kebaikan akan selalu menyertai
individu-individu yang telah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak
pemberi perintah mendirikan SHALAT. Selanjutnya dengan adanya kondisi ini
berarti modal awal bagi ketentraman dan ketertiban yang terjadi di dalam
masyarakat sudah kita miliki.
Selain
daripada itu, SHALAT
juga memberikan dampak positif kepada kesehatan Jasmani manusia, yaitu melalui
gerakan-gerakan yang terdapat di dalam SHALAT seperti saat berdiri, saat
takbiratul ihram, saat rukuk, saat sujud, saat I'tidal (bangun dari rukuk),
duduk di antara dua sujud, saat duduk tasyahud awal, saat duduk tasyahud akhir
dan saat salam, yang kesemuanya memiliki manfaat ditinjau dari
sudut kesehatan jasmani. Adanya kondisi ini berarti mendirikan SHALAT
memiliki dua manfaat bagi Jasmani, yaitu mampu menghilangkan, atau meniadakan
sifat-sifat Jasmani yang mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan akibat dari Ruhani
tersambung ,atau bersinergi dengan kemahaan dan kebesaran ALLAH SWT dan juga
mampu memberikan manfaat kepada Jasmani itu sendiri melalui gerakan SHALAT.
Sekarang kita telah mengetahui bahwa manfaat SHALAT tidak hanya untuk
kepentingan Ruhani saja, akan tetapi juga untuk kepentingan Jasmani.
Sekarang bagaimana jika setelah
SHALAT kita dirikan, akan tetapi justru perbuatan korupsi, kolusi, nepotisme,
pembalakan liar, menipu, menyebarkan fitnah, melakukan tindakan keji dan
mungkar, mementingkan golongan tidak juga hilang dalam kehidupan kita, atau
Nilai-Nilai Keburukan yang disukai oleh Syaitan masih tetap kita lakukan bahkan
kualitasnya malah meningkat dari waktu ke waktu? Jika kita
mengacu kepada perintah mandi dan gosok, berarti SHALAT yang kita dirikan belum
sesuai dengan kehendak ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT,
atau ada sesuatu yang salah di dalam SHALAT yang kita dirikan, yaitu kita tidak
bisa melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH
SWT. Untuk itu jika kita merasa sangat
membutuhkan SHALAT seperti kita membutuhkan mandi dan gosok gigi maka kita
harus memperbaiki kualitas SHALAT yang kita dirikan mulai saat ini juga sebelum
RUH tiba dikerongkongan, atau segeralah memanfaatkan kesempatan ke dua yang
telah diberikan oleh ALLAH SWT sebelum Malaikat Izrail melaksanakan tugasnya
memisahkan Jasmani dan Ruhani diri kita.
D. Mengingat ALLAH SWT
Apa
itu SHALAT? SHALAT
adalah mengingat ALLAH SWT. Apa dasarnya? Sebagai makhluk yang
keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan Kehendak, Kemampuan serta Ilmu ALLAH
SWT, tentu kita tidak bisa begitu saja melepaskan diri dari ALLAH SWT baik
sebagai pencipta dan pemilik langit dan bumi maupun pencipta dan pemilik
kekhalifahan yang ada di muka bumi ini,
dikarenakan di dalam hubungan ini ada hak dan tanggung jawab.
Selanjutnya agar diri kita selalu tetap berada di dalam kehendak ALLAH SWT,
atau agar diri kita selalu berada di dalam hubungan antara pencipta dengan
ciptaan-Nya, atau agar tanggung jawab ALLAH SWT kepada ciptaan-Nya dapat
terlaksana maka diperlukan sarana atau media tertentu untuk melaksanakannya.
Apakah sarana itu? Salah satu
sarana yang paling baik untuk menjaga hubungan diri kita dengan ALLAH SWT
adalah melalui SHALAT yang kita dirikan karena di dalamnya ada kesempatan diri
kita untuk berkomunikasi, mengajukan doa kepada ALLAH SWT dengan mempergunakan
kalam ALLAH SWT yang sudah dikalamkan.
Selanjutnya dengan adanya SHALAT
yang kita dirikan berarti kita selalu
ingat kepada ALLAH SWT sehari semalam minimal 5 (lima) kali. Di lain
sisi, saat diri kita mendirikan SHALAT,
atau saat diri kita ingat kepada ALLAH SWT maka pada saat itu pula Ahwa dan
Syaitan akan mengganggu, akan merusak, akan melalaikan, akan melupakan diri
kita untuk menjaga hubungan antara diri kita dengan ALLAH SWT dari waktu ke waktu, atau syaitan
akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menurunkan kualitas hubungan antara diri kita
dengan ALLAH SWT. Disinilah salah satu letak pentingnya diri kita
mendirikan SHALAT, sebab melalui SHALATlah Ahwa dan juga Syaitan dapat kita
kalahkan, atau apakah kita sudah merasa mampu untuk mengalahkan Ahwa dan juga
Syaitan seorang diri sehingga tidak membutuhkan lagi mendirikan SHALAT. Sekarang
perintah mendirikan SHALAT sudah berlaku di muka bumi ini, dan kitapun wajib
melaksanakan hal tersebut secara baik dan benar. Timbul pertanyaan, apa yang harus kita ingat dari ALLAH SWT saat mendirikan SHALAT, apa hanya
cukup di ingat saja, ataukah lebih dari itu? Jika kita mengacu kepada
surat Thaahaa (20) ayat 14 di bawah ini, dengan mendirikan SHALAT maka kita
ingat kepada ALLAH SWT, yang menjadi persoalan adalah apa yang harus diingat
dari ALLAH SWT dan apa yang
harus kita perbuat setelah ingat kepada ALLAH SWT.
Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
(yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat
aku.
(surat
Thaahaa (20) ayat 14)
Hal yang harus kita perhatikan
setelah mendirikan SHALAT adalah jika kita ingat kepada ALLAH SWT lalu kita
hanya diam saja tanpa dibarengi dengan perbuatan, atau tingkah laku yang sesuai
dengan yang kita ingat (dalam hal ini adalah ALLAH SWT) berarti apa yang kita
lakukan adalah level terendah dari ingat kepada ALLAH SWT.
Selanjutnya agar kualitas dari mengingat kepada ALLAH SWT memiliki nilai
tertinggi, berikut ini akan kami kemukakan hal-hal yang harus kita lakukan
dengan sebaik-baiknya setelah diri kita mampu mendirikan SHALAT dalam rangka
mengingat ALLAH SWT, yaitu :
a.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
kita harus tahu, kita harus mengerti, kita harus meyakini bahwa ALLAH SWT itu
memiliki sifat Salbiyah, sifat Ma'ani dan juga 99 Nama-Nama yang Indah lalu
letakkan, dudukkan, ALLAH SWT sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang
dimiliki-Nya dan jangan pernah berbuat Syirik kepada-Nya.
b.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
perhatikanlah dan amalkanlah segala apa yang telah disyariatkan-Nya.
c.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
perhatikanlah selalu alam sekitar kita atau perhatikanlah keadaan tubuh kita
yang telah diciptakan ALLAH SWT dengan sebaik-baiknya, lalu bersyukurlah dengan
apa yang telah diberikan oleh ALLAH SWT dengan menjaga, memelihara serta
mempergunakan itu semua sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pencipta-Nya.
d.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
laksanakanlah dakwah baik melalui Tutur Kata, ataupun melalui Tulisan, atau
amalkanlah ilmu kepada sesama umat manusia.
e.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
memohonlah hanya kepada ALLAH SWT; panjatkanlah doa hanya kepada ALLAH SWT saja.
f.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
pikirkanlah setelah kita hidup di dunia maka kita akan mati, untuk itu carilah
bekal untuk pulang kampung.
g.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
pegang teguhlah apa-apa yang telah diwahyukan-Nya atau jadikanlah Al-Qur'an
sebagai buku manual di dalam melaksanakan kekhalifahan di muka bumi.
h.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
kendalikanlah Ahwa sehingga jiwa kita dikategorikan sebagai Jiwa Mutmainnah.
i.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
taatilah perintah-Nya dan beribadatlah hanya kepada ALLAH SWT semata.
j.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
jagalah diri dari pengaruh Ahwa dan Syaitan serta jagalah diri dari Azab ALLAH
SWT.
k.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
tepatilah janji-janji kepada ALLAH SWT dan juga kepada sesama manusia.
l.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
perhatikanlah dan bantulah sesama manusia dengan ikhlas.
m.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
contoh dan teladanilah Nabi MUHAMMAD SAW sehingga kita mampu menjadi teladan
pula bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
n.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
jangan pernah halangi orang yang akan
beriman kepada ALLAH SWT.
o.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
akui diri berdosa lalu lakukanlah taubatan nasuha.
p.
Ingat kepada ALLAH SWT
dirikanlah SHALAT dan Kerjakan Amal Shaleh sebanyak-banyaknya.
q.
Ingat kepada ALLAH SWT
pelihara Al-Qur'an; pelajari dan amalkan
Al-Qur'an dari waktu ke waktu.
r.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
lakukanlah syukur setiap saat, dimanapun dan kapanpun.
s.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
peliharalah, amalkan Amanah karena akan dipertanggungjawabkan.
t.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
yakinlah bahwa ALLAH SWT akan selalu menjagamu.
u.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
beribadahlah, berbuatlah seolah-olah engkau melihat-Nya, sekalipun engkau tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya ALLAH SWT melihatmu.
v.
Ingat kepada ALLAH SWT maka
bertindaklah, bertingkah lakulah yang baik sebab ALLAH SWT selalu beserta kita.
w.
Ingat kepada ALLAH SWT lalu
tunduk dan patuhlah kepada-Nya dimanapun kita berada.
Sebagai
KHALIFAH yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, jika kita merasa
membutuhkan SHALAT berarti kita harus pula
melaksanakan apa-apa yang kami kemukakan di atas ini setelah mendirikan
SHALAT. Jika tidak berarti SHALAT yang kita dirikan hanyalah sebatas ingat
kepada ALLAH SWT tanpa bisa berbuat dengan apa yang kita ingat. Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT
jika kita hanya mampu memperoleh pahala dari
SHALAT, atau pahala dari mengingat ALLAH SWT sedangkan kenikmatan bertuhankan
kepada ALLAH SWT tidak pernah kita dapatkan dan rasakan. Sekarang
semua kembali kepada diri kita masing-masing, mau yang mana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar