Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 22 Maret 2016

APA ITU SHALAT & KETENTUAN DASAR TENTANG SHALAT - part 1 of 2





    Hamba ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya

Sebelum kami membahas lebih lanjut tentang perintah mendirikan SHALAT yang merupakan bagian dari Rukun Islam yang lima, perkenankan kami untuk mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Jika saat ini kita memiliki anak, lalu anak itu kita perintahkan untuk mandi dan gosok gigi. Sekarang timbul pertanyaan, apakah yang kita harapkan dari anak yang kita perintahkan untuk mandi dan gosok gigi tersebut, apakah kegiatan mandi dan gosok giginyakah yang kita harapkan ataukah kesehatan tubuh dan kesehatan gigi yang kita inginkan? Sebagai orang tua tentu kita berharap melalui mandi dan gosok gigi yang dilakukan oleh anak maka kesehatan tubuh dan kesehatan gigi dapat ia peroleh. 

Selanjutnya fairplay-kah diri kita memerintahkan anak untuk mandi dan gosok gigi dalam rangka untuk memperoleh kesehatan, jika air bersih, sabun, odol, sikat gigi, handuk dan pakaian pengganti tidak pernah kita persiapkan? Jika kesehatan merupakan tujuan dari perintah mandi dan gosok gigi, maka sudah sepantasnya dan sepatutnya kita menyediakan air bersih, sabun, odol, sikat gigi, handuk dan pakaian pengganti sebelum anak mandi. Adanya kondisi seperti ini dapat dikatakan suatu perintah tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan sarana dan prasarana tententu, atau syarat dan ketentuan tertentu guna memperoleh hasil akhir yang baik yang sesuai dengan harapan pemberi perintah.


Selanjutnya dapatkah seorang anak dikatakan telah mandi, jika setelah mandi ia masih menggaruk-garuk kegatalan, biang keringat tetap utuh walaupun segala sarana dan prasarana mandi telah kita sediakan dengan baik? Jika perintah mandi dan gosok gigi yang kita perintahkan kepada anak merupakan jalan untuk memperoleh kesehatan tubuh dan gigi, maka seorang anak belum dapat dikatakan ia telah sukses mandi secara sempurna jika setelah mandi ia masih merasakan gatal-gatal, atau masih menggaruk-garuk akibat rasa gatal yang berasal dari keringat yang tersisa atau akibat adanya bakteri dan kuman atau merasakan sakit gigi setelah gosok gigi.  Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, dapat kita katakan bahwa di balik perintah mandi dan gosok gigi terdapat suatu manfaat yang sangat-sangat baik bagi kesehatan manusia, atau dapat menghilangkan penyakit akibat kuman dan bakteri. Berdasarkan kondisi di atas ini maka tidak salah jika manusia termasuk diri kita sangat butuh dengan mandi dan gosok gigi. Hal yang perlu kita perhatikan dengan seksama adalah kita butuh kepada mandi, bukan perlu dengan mandi.


Timbul pertanyaan, siapakah yang akan memperoleh manfaat di balik perintah mandi dan gosok gigi? Hanya orang-orang yang melaksanakan perintah mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar sajalah yang akan memperoleh manfaat berupa kesehatan tubuh dan kesehatan gigi. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada kita bahwa melaksanakan perintah mandi dan gosok gigi sangat bersifat individualistik, yaitu manfaat dibalik perintah mandi dan gosok gigi hanya dapat diperoleh secara perseorangan, sepanjang yang bersangkutan mau mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar. Ini berarti manfaat yang terdapat dibalik perintah mandi dan gosok gigi tidak akan pernah diperoleh oleh orang yang tidak pernah melaksanakan perintah mandi dan gosok gigi.


Selain daripada itu masih ada hal lain yang harus kita camkan,  yaitu manfaat dari mandi dan gosok gigi tidak dapat dialihkan, tidak dapat dipindahtangankan kepada orang lain, tidak dapat diwariskan kepada anak dan keturunan kita sendiri serta tidak dapat diperjualbelikan oleh sebab apapun juga, seperti layaknya barang dan jasa. Sekarang sudahkah diri kita mampu melaksanakan mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar dalam rangka untuk memperoleh kesehatan tubuh dan gigi? 


Hamba ALLAH SWT, apa yang kami kemukakan di atas, merupakan salah satu bentuk dari aktifitas yang terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari. Dimana aktifitas ini harus kita lakukan setiap hari sepanjang diri kita ingin memperoleh kesehatan kulit dari aktivitas mandi dan memperoleh kesehatan mulut dan gigi dari aktivitas gosok gigi. Sekarang bagaimana dengan ALLAH SWT selaku Inisiator, selaku Pencipta, selaku Pemilik, selaku Pemelihara dari alam semesta ini, yang telah memerintahkan secara langsung kepada Nabi MUHAMMAD SAW untuk mendirikan SHALAT sehari semalam sebanyak 5(lima) waktu. Timbul pertanyaan apakah perintah ALLAH SWT ini hanya sebatas perintah semata ataukah ada sesuatu hal yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT?


Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
(surat Al Hajj (22) ayat 77)

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
(surat An Nisaa' (4) ayat 103)

dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44].
(surat Al Baqarah (2) ayat 43)

[44] Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.


Jika di dalam perintah mandi dan gosok gigi saja terdapat maksud dan tujuan yang sangat jelas yaitu untuk memperoleh kesehatan tubuh serta kesehatan mulut dan gigi. Hal yang samapun terjadi di dalam perintah mendirikan SHALAT yang diperintahkan oleh  ALLAH SWT kepada seluruh umat manusia yaitu di balik perintah mendirikan SHALAT juga terdapat sesuatu hal yang sangat-sangat baik bagi kepentingan manusia itu sendiri sepanjang manusia mau mendirikan SHALAT yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku permberi perintah mendirikan SHALAT.


Selanjutnya jika di balik perintah mendirikan SHALAT terdapat manfaat dan kegunaan, atau hikmah, lalu untuk siapakah itu semua? Yang Pasti adalah manfaat dan kegunaan SHALAT hanya akan di dapat oleh orang yang mendirikan SHALAT saja, sedangkan bagi yang tidak mau mendirikan SHALAT jangan pernah berharap memperolah manfaat yang ada dibalik perintah mendirikan SHALAT. Adanya kondisi seperti ini maka perintah mendirikan SHALAT dapat dikatakan sebagai perintah yang bersifat Individualistik, sehingga hanya Individu-Individu yang mau mendirikan SHALAT dengan baik dan benar sajalah yang akan merasakan nikmat dari mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT.


Jika ini adalah kondisi dasar dari perintah mendirikan SHALAT berarti nikmat dan manfaat dari mendirikan SHALAT tidak akan pernah bisa dialihkan, tidak akan pernah bisa dipindahtangankan, tidak bisa akan pernah bisa diperjualbelikan, tidak akan pernah bisa diwariskan kepada anak dan keturunan kita sendiri apalagi kepada orang lain, kecuali jika mereka mau mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT,  atau mau mendirikan SHALAT yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW dengan baik dan benar. Sekarang jika di dalam perintah mendirikan SHALAT terdapat manfaat yang sangat luar biasa bagi manusia, maka tidak ada jalan lain jika kita ingin merasakan nikmat dari manfaat mendirikan SHALAT maka kita harus bisa melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT dengan sebaik-baiknya, terkecuali jika kita sendiri sudah tidak membutuhkan lagi apa-apa yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT, atau sudah tidak butuh lagi dengan ALLAH SWT, atau sudah mampu mengalahkan Ahwa dan Syaitan seorang diri.


Sekarang, bagaimana dengan perintah ALLAH SWT yang lainnya seperti perintah melaksanakan PUASA, perintah menunaikan ZAKAT serta perintah pergi HAJI? Sepanjang perintah PUASA, perintah ZAKAT, dan perintah HAJI berasal dari ALLAH SWT maka dapat dipastikan di balik perintah ALLAH SWT tersebut, pasti terdapat maksud dan tujuan yang mulia bagi kepentingan manusia yang mau melaksanakan perintah tersebut secara baik dan benar. Sekarang semuanya tergantung sejauh mana diri kita mau menyikapi perintah tersebut dan sejauh mana diri kita mau menerima dan mau melaksanakan perintah ALLAH SWT tersebut dengan baik dan benar. Selanjutnya agar diri kita mampu menempatkan, mampu meletakkan, mampu memperoleh, mampu merasakan apa-apa yang terdapat di balik perintah SHALAT, di balik perintah PUASA, di balik perintah ZAKAT, di balik perintah HAJI yang berasal dari ALLAH SWT, maka kita harus tahu, kita harus mengerti, kita harus pula memiliki ilmu tentang apa yang diperintahkan oleh ALLAH SWT tersebut. Sehingga apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemberi perintah dapat kita peroleh, dapat kita rasakan, dapat kita ajarkan kepada anak dan keturunan, serta dapat menghantarkan diri kita sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.


Saat ini ALLAH SWT sudah memerintahkan kepada seluruh manusia, termasuk kepada diri kita, termasuk kepada anak dan keturunan kita, untuk melaksanakan perintah mendirikan SHALAT, untuk melaksanakan perintah PUASA, untuk  menunaikan perintah ZAKAT maupun untuk melaksanakan perintah untuk pergi HAJI. Sebagai pemberi perintah tentu ALLAH SWT memiliki latar belakang tertentu, atau alasan tertentu sebelum perintah ini dideklarasikan, atau diberlakukan kepada diri kita. Adanya kondisi ini menandakan bahwa ALLAH SWT memiliki maksud dan tujuan tertentu di dalam memerintahkan manusia untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya tersebut. Jika di dalam perintah mandi saja ada sesuatu yang ingin dicapai yaitu kesehatan tubuh, maka di balik setiap perintah ALLAH SWT pasti ada sesuatu hal yang sangat-sangat penting, sangat-sangat berguna bagi kesuksesan diri kita di dalam melaksanakan kekhalifahan di muka bumi. Jika ini adalah kondisi dasar dari perintah ALLAH SWT berarti yang membutuhkan SHALAT, yang membutuhkan ZAKAT, yang membutuhkan PUASA dan yang juga membutuhkan HAJI, bukanlah ALLAH SWT selaku pemberi perintah. Akan tetapi manusialah, diri kitalah, anak keturunan kitalah  yang membutuhkan itu semua. Apa dasarnya? Hal ini dikarenakan ALLAH SWT tidak membutuhkan apapun juga dari ciptaan-Nya karena ALLAH SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya.


Sekarang bagaimana jika kita mendirikan SHALAT tetapi tidak sesuai yang dikehendaki ALLAH SWT, atau meminjam istilah mandi, jika SHALAT yang kita dirikan baru sampai sebatas tubuh kita basah saja, atau setelah mandi masih menggaruk-garuk kegatalan, atau kita baru memenuhi syariat-syariat yang terdapat di dalam perintah saja? Jika ini yang terjadi berarti apa-apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemberi perintah masih tetap utuh di tempatnya, atau apa yang terdapat dibalik perintah SHALAT belum dapat kita rasakan. Selanjutnya agar jangan sampai diri kita mengalami hal yang kami kemukakan di atas ini, maka kita harus tahu, kita harus mengerti apa itu hakikat dari SHALAT yang diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada umat manusia, apakah hanya sebatas ritual semata, ataukah ada sesuatu yang melebihi dari ritual yang kita lakukan. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hakikat dari perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah SHALAT. 


1. APA itu SHALAT


Langit dan Bumi diciptakan dan dimiliki oleh ALLAH SWT. Jika demikian berarti segala peraturan, segala hukum, segala undang-undang, segala ketetentuan yang berlaku di muka bumi ini adalah peraturan, hukum, undang-undang, ketentuan dari pencipta dan pemilik dari langit dan bumi, dalam hal ini adalah ALLAH SWT. Sekarang ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik dari langit dan bumi telah memerintahkan untuk mendirikan shalat kepada seluruh umat manusia yang ada di langit dan yang ada di bumi ini. Apa arti dari ini semua?

Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
(surat Al Hajj (22) ayat 77)

Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
(surat An Nisaa' (4) ayat 103)

dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44].
(surat Al Baqarah (2) ayat 43)

[44] Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.

Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
(surat Thaahaa (20) ayat 14)


.
Sebuah perintah yang telah diperintahkan oleh pencipta dan pemilik langit dan bumi tidak lain adalah  aturan, hukum, ketentuan, undang-undang yang yang wajib berlaku di langit dan di muka bumi ini. Sebagai orang yang sedang menumpang atau menjadi tamu di langit dan di muka bumi ini maka kita wajib mempelajari, mengetahui, memahami lalu melaksanakan aturan main tersebut sesuai dengan kehendak pemberi perintah, dalam hal ini ALLAH SWT.

Di dalam melaksanakan perintah mendirikan shalat yang telah diperintahkan ALLAH SWT, akan terdapat beberapa kemungkinan bila ditinjau dari sisi penerima perintah, dalam hal ini manusia, yaitu:

a.          Manusia atau diri kita bisa memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT sebatas melaksanakan rukun islam semata. Jika ini yang kita lakukan maka sebatas itulah kita memperoleh makna dan hakekat dari perintah mendirikan shalat.

b.         Manusia atau diri kita bisa memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT sebagai sebuah penggugur kewajiban semata, sehingga apa yang diperintahkan oleh ALLAH SWT kita laksanakan tanpa melihat makna yang tersembunyi apa yang ada di balik perintah mendirikan shalat. Jika ini yang kita lakukan maka kita akan terburu-buru melaksanakannya.

c.          Manusia atau diri kita bisa memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT untuk mencari nilai atau pahala dari ibadah shalat yang kita dirikan, sehingga nilai atau pahala lah yang menjadi tujuan kita melaksanakan perintah ALLAH SWT. Jika ini yang kita lakukan maka kita tidak akan menikmati hadirnya ALLAH SWT di dalam shalat yang kita dirikan.

d.         Manusia atau diri kita bisa memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT sekedar menyenangkan pemberi perintah sehingga kita tidak pernah merasakan rasa dari melaksanakan perintah yang hakiki.

e.          Manusia atau diri kita bisa memaknai perintah yang diperintahkan ALLAH SWT sebagai sebuah kebutuhan yang hakiki bagi diri kita. Jika hal ini mampu kita laksanakan berarti kita mampu melihat bahwa dibalik perintah mendirikan shalat ada sesuatu yang luar bisa yang siap kita rasakan  atau akan kita dapatkan dari shalat yang kita dirikan. Jika ini kondisinya maka dapat dipastikan orang yang mendirikan shalat sebagai sebuah kebutuhan akan mendirikan shalat tidak akan terburu-buru, akan khusyuk sehingga akan merasakan rasa hadirnya ALLAH SWT di dalam shalat yang kita dirikan.


ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan shalat, mempersilahkan diri kita untuk memilih makna dari perintah-Nya. Ingat, pilihan dari memaknai perintah akan memberikan dampak yang berbeda beda pula. Awas jangan sampai salah pilih.

Di dalam buku ini kami tidak membahas tentang tata cara SHALAT, karena sudah banyak buku tentang hal itu. Buku tentang SHALAT yang kami tulis lebih menekankan kepada makna hakiki dari SHALAT itu sendiri, sehingga apa yang kami kemukakan lebih banyak membahas tentang pengertian dasar dari SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT kepada seluruh umat manusia, termasuk di dalamnya untuk diri kita dan anak dan keturunan kita. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa pengertian yang hakiki dari perintah mendirikan SHALAT sebagai satu-satunya perintah langsung ALLAH SWT kepada Nabi MUHAMMAD SAW, pada saat peristiwa Isra Mi’raj, yang akan berlaku sampai dengan hari kiamat kelak di muka bumi ini bagi seluruh umat manusia, yaitu:

A.     Berkomunikasi dengan ALLAH SWT

Apa itu SHALAT? SHALAT adalah berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT tanpa melalui perantara siapapun juga, atau SHALAT merupakan kesempatan bagi diri kita untuk melakukan komunikasi langsung dengan ALLAH SWT tanpa  perantara. Apa dasarnya? Berdasarkan surat Al Israa' (17) ayat 110 yang kami kemukakan di bawah ini, dibalik perintah mendirikan SHALAT terdapat maksud dan tujuan tertentu yaitu ALLAH SWT hendak menjadikan SHALAT yang kita dirikan sebagai sarana, atau alat bantu untuk menyeru, untuk memanggil, untuk melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT. Ini berarti jika kita tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT dengan baik dan benar maka jangan pernah berharap kita dapat melaksanakan komunikasi dengan ALLAH SWT dengan baik dan benar pula.


Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah 
Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai  Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu".
(surat Al Israa' (17) ayat 110)

[870] Maksudnya janganlah membaca ayat Al Quran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum.

Selanjutnya jika hal ini adalah maksud dan tujuan yang ada dibalik perintah mendirikan SHALAT yang terdapat di dalam surat Al Israa' (17) ayat 110 di atas, timbul pertanyaan untuk apa ALLAH SWT melakukan itu semua kepada diri kita? Sebelum kami menjawab pertanyaan ini, perkenankan kami mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Untuk dapat memperoleh sambungan komunikasi yang  yang telah disiapkan oleh operator selular, kita harus memenuhi 4(empat) buah ketentuan secara sekaligus, yaitu kita harus memiliki handphone; yang kedua kita harus mengaktifasi kartu; yang ketiga kita harus mengisi pulsa dan yang ke empat kita harus selalu menjaga battery handphone agar selalu terjaga dari waktu ke waktu. Adanya kondisi ini terlihat dengan jelas bahwa segala fasilitas yang dimiliki oleh operator selular tidak serta merta akan diberikan kepada diri kita sebelum diri kita memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh operator selular. Sekarang apa jadinya jika kita ingin melaksanakan komunikasi via handphone, tetapi handphone  tidak pernah kita miliki, atau kita memiliki handphone tetapi prasyarat yang diminta oleh operator selular tidak pernah kita penuhi, atau jika kita memiliki handphone tetapi batterynya soak? Jika ini yang terjadi maka jangan pernah berharap kita dapat melakukan komunikasi dengan orang lain via handphone atau memperoleh segala fasilitas yang telah dipersiapkan oleh operator selular.


Hal yang sama juga berlaku jika kita ingin berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT tanpa melalui perantara, yaitu jangan pernah berharap dapat berkomunikasi dengan ALLAH SWT secara langsung jika kita tidak pernah mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT, atau memenuhi segala apa yang dikehendaki oleh        ALLAH SWT melalui perintah mendirikan SHALAT. Adanya kondisi ini berarti kita tidak bisa serta merta dapat berkomunikasi dengan ALLAH SWT sebelum diri kita mampu memenuhi segala syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh ALLAH SWT.


Abu Hurairah ra berkata, Nabi SAW bersabda, Allah Ta'ala berfirman: Apabila hamba-Ku ingin menemui-Ku. Akupun ingin menemuinya dan bila ia enggan menemui-Ku, Akupun enggan menemuinya.
(HQR Bukhari, Malik dan Annasa'ie dari Abu Hurairah; 272:17)


Untuk itu tolong perhatikan dengan baik hadits yang kami kemukakan di atas ini, dimana ALLAH SWT bertindak sesuai dengan apa yang kita lakukan, atau ALLAH SWT berbuat sesuai dengan apa yang kita perbuat, yaitu Apabila hamba-Ku ingin menemui-Ku. Akupun ingin menemuinya dan bila ia enggan menemui-Ku, Akupun enggan menemuinya, demikian seterusnya. Sebagai Khalifah di muka bumi yang sangat membutuhkan SHALAT, bersungguh-sungguhlah kita saat berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun akan bersungguh-sungguh pula berkomunikasi dengan diri kita. Selanjutnya dengan adanya perintah mendirikan SHALAT sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan ALLAH SWT, ini berarti jarak dan juga kualitas dari komunikasi dengan ALLAH SWT hanya terhijab, atau sangat tergantung sejauh mana diri kita mau memenuhi, mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Semakin baik kualitas SHALAT yang kita dirikan, semakin baik pula komunikasi yang kita laksanakan kepada ALLAH SWT. Demikian pula sebaliknya, semakin jelek kualitas SHALAT yang kita dirikan, semakin jelek pula kualitas komunikasi yang kita laksanakan kepada ALLAH SWT.

Timbul pertanyaan, melalui media apa kita berkomunikasi dengan  ALLAH SWT dan apa-apa saja yang dapat kita komunikasikan kepada ALLAH SWT? Jika kita mengacu kepada isi makna yang terkandung dalam bacaan yang kita baca ketika mendirikan SHALAT, berarti media yang dapat kita gunakan untuk melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT adalah melalui pengakuan diri kita kepada ALLAH SWT dan Doa yang kita mohonkan kepada ALLAH SWT. Sedangkan apa-apa yang dapat di komunikasikan dengan ALLAH SWT pada dasarnya tidak ada batasannya. Apapun dapat di komunikasikan kepada ALLAH SWT sepanjang memang hal yang akan kita komunikasikan, atau yang akan kita sampaikan patut dan pantas dikomunikasikan kepada ALLAH SWT yang memiliki sifat Ma’ani yang tujuh dan 99 (sembilan puluh sembilan) nama yang indah.
Di dalam kehidupan sehari-hari, untuk bisa melakukan komunikasi yang efektif dengan sesama manusia, komunikasi tidak bisa dilakukan dengan seenak-enaknya saja. Komunikasi harus ada tata caranya. Komunikasi harus ada etikanya. Komunikasi harus bersifat dua arah. Hal yang samapun berlaku pada saat diri kita melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT melalui SHALAT yang kita dirikan. Untuk melakukan komunikasi dengan  ALLAH SWT tidak bisa disamakan dengan komunikasi yang kita lakukan di dalam kehidupan sehari-hari, dikarenakan kondisi dan kedudukan diri kita tidak sebanding dengan kondisi dan kedudukan ALLAH SWT serta diri kitalah yang sangat membutuhkan komunikasi dengan ALLAH SWT. Adanya kondisi ini berarti antara diri kita dengan ALLAH SWT ada sebuah jurang perbedaan yang sangat dalam, sehingga kita tidak bisa menyamakan posisi diri kita dengan ALLAH SWT, atau kita tidak bisa mensejajarkan diri kita dengan ALLAH SWT saat mendirikan SHALAT, ataupun saat melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT. Berdasarkan keadaan ini maka kitapun tidak bisa seenaknya saja berkomunikasi dengan ALLAH SWT, kita harus tahu adab dan sopan santun saat berkomunikasi dengan ALLAH SWT. Sekarang sudahkah diri kita memiliki Ilmu tentang ALLAH SWT sehingga kita mampu menempatkan dan meletakkan ALLAH SWT sesuai dengan kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya?.


Sebagai KHALIFAH di muka bumi, butuhkah kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT melalui SHALAT yang kita dirikan? Sebagai perpanjangan tangan ALLAH SWT di muka bumi, akan sangat janggal, akan sangat aneh, akan sangat lucu, jika kita tidak mau melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT, selaku pengutus, selaku pencipta diri kita sehingga diri kita ada di muka bumi ini. Hal lain kenapa kita harus berkomunikasi dengan ALLAH SWT melalui SHALAT karena kita tidak bisa sendirian menghadapi Ahwa   dan juga tidak bisa sendirian mengalahkan Syaitan yang jumlahnya sudah melebihi jumlah manusia. Jika ini kondisinya berarti hanya diri kita sendirilah yang tahu secara pasti apakah kita membutuhkan komunikasi dengan ALLAH SWST ataukah tidak, dan yang pasti ALLAH SWT tidak membutuhkan komunikasi dengan diri kita. 


Timbul pertanyaan baru, adakah syarat untuk berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT? Adapun syarat untuk berkomunikasi dengan ALLAH SWT ada pada surat Al-A'raaf (7) ayat 55 yang kami kemukakan di bawah ini. Seperti apakah syarat tersebut? Syarat berkomunikasi dengan ALLAH SWT saat SHALAT, ataupun saat berdoa, dapat kami kemukakan sebagai berikut : ALLAH SWT itu Dekat dan jika ALLAH SWT sudah dekat berarti kita diharuskan oleh ALLAH SWT untuk berkata-kata dengan lemah lembut, bersuara rendah lagi merendahkan diri yang diiringi dengan Af’idah, atau Perasaan saat berkomunikasi dengan ALLAH SWT. Hal yang harus kita perhatikan adalah    ALLAH SWT adalah Maha sedangkan diri kita Hina sehingga kita harus sopan, kita harus santun, kita harus  merendahkan diri saat berkomunikasi dengan ALLAH SWT karena diri kitalah yang sangat membutuhkan ALLAH SWT dan juga kita tidak sebanding dengan ALLAH SWT.

  
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[549].
(surat Al A'raaf (7) ayat 55)

[549] Maksudnya: melampaui batas tentang yang diminta dan cara meminta.

Sekarang apa jadinya jika kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT yang sudah dekat dengan diri kita, tetapi justru kita mengeraskan suara, justru kita terburu-buru saat berkomuniklasi dengan          ALLAH SWT, kita tidak sabaran saat berkumunikasi dengan ALLAH SWT, atau malah mempergunakan teknologi pengeras suara saat berkomunikasi dengan ALLAH SWT?

Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Aku selalu memperturutkan persangkaan hamba-Ku terhadap diriku, jika ia bersangka baik maka ia dapat balasannya, demikian pula bila ia bersangka jahat, maka ia dapat balasannya.
(HQR Ahmad, Muslim, Atthabarani, Ibn Annajjar; 272:73)


Jika ini yang terjadi pada diri kita berarti kita telah keluar dari syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh  ALLAH SWT, atau kita telah menganggap bahwa ALLAH SWT itu jauh, kita telah menganggap bahwa ALLAH SWT tidak bisa mendengar, sehingga kita harus bersuara dengan keras saat berkomunikasi dengan ALLAH SWT. Hasil akhir dari ini semua adalah komunikasi yang kita lakukan, atau SHALAT yang kita dirikan belum sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Sehingga Doa yang kita mohonkan belum sesuai dengan syarat dan ketentuan ALLAH SWT. Selain daripada itu, jika kita berpatokan, atau berpedoman dengan hadits yang kami kemukakan di bawah ini, dapatkah kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT dengan baik jika tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang telah kami kemukakan di atas? Ketentuan hadits dibawah ini tidak bisa kita laksanakan karena kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT dilakukan secara asal-asalan, atau buru-buru, atau secara acak-acakan serta tanpa perasaan. Sedangkan isi dari hadits di bawah ini mengharuskan diri kita bersikap merendahkan diri kepada ALLAH SWT yaitu dengan membaca surat Al Fathihah dengan tartil dan tajwid yang benar serta penuh perasaan. Apa dasarnya? Hal ini dikarenakan surat  Al Faatihah yang kita katakan kepada ALLAH SWT adalah kalam ALLAH SWT yang kita katakan kembali kepada ALLAH SWT yang di dalamnya terdapat doa dan pengakuan kita kepada ALLAH SWT.


Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: ALLAH ta'ala berfirman: Aku telah membagi Shalat menjadi dua bagian diantara Aku dan hamba-Ku dan Aku beri hamba-Ku apa yang ia minta. Bila ia mengucapkan "Alhamdulillahi Rabbil Alamin", berfirman Allah: Hamba-Ku telah mensyukuri-Ku dan bila mengucapkan "Arrahmani Rahiem" berfirmanlah Allah: Hamba-ku yang telah memuji-Ku dan bila ia mengucapkan "Maliki yau middin" berfirman Allah: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Bila ia mengucapkan "Iyyaka na'budu dan Iyyakanasta'in" berfirmanlah Allah: "Inilah persoalan antara Aku dan Hamba-Ku dan Aku beri hamba-Ku apa yang ia minta" Dan mengucapkan "Ihdinash shiratal mustaqiem dan seterusnya" berfirman Allah: Inilah melulu untuk hamba-Ku dan Aku beri hamba-Ku apa yang ia minta.
(HQR Ahmad, Abu Dawud, Atthirmidzi, Annasa'ie, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah; 272:115)

Sekarang apa jadinya jika surat  Al Faatihah yang kita baca saat mendirikan SHALAT dilakukan terburu-buru, dilakukan dengan satu napas, dilakukan dengan tidak mengindahkan tartil dan tajwid yang benar serta tanpa perasaan? Jika ini yang terjadi berarti maksud dan tujuan yang terdapat di balik bacaan Al Faatihah yang isinya adalah dialog, yang isinya adalah komunikasi serta yang isinya adalah permohonan diri kita kepada ALLAH SWT, tidak akan pernah tercapai karena diri kita tidak tahu adab, tidak tahu sopan santun, tidak tahu tata krama, di dalam berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT. Selanjutnya seperti apakah cara bekerjanya manfaat berkomunikasi dengan ALLAH SWT yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT sehingga kita dapat merasakan hikmah di balik perintah mendirikan SHALAT?

Mendirikan SHALAT berarti kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT, dengan berkomunikasi dengan ALLAH SWT berarti kita telah melaporkan segala rintangan, segala hambatan, segala persoalan kepada ALLAH SWT. Adanya laporan yang kita lakukan kepada ALLAH SWT maka tindakan ini dapat diartikan sebagai tindakan untuk  meminta pertolongan kepada ALLAH SWT, atau meminta ALLAH SWT turut bertanggungjawab kepada diri kita. Yang pada akhirnya akan memudahkan diri kita selamat sampai di tujuan, selamat dari gangguan Ahwa dan Syaitan serta mampu menjaga kefitrahan diri tetap utuh dari waktu ke waktu.

Dilain sisi kita telah diberikan Af’idah atau perasaan oleh ALLAH SWT yang diletakkan di  dalam hati ruhani. Adanya Af’idah atau perasaan yang ada di dalam hati harus kita pergunakan saat berkomunikasi dengan ALLAH SWT (maksudnya saat mendirikan shalat), atau saat berdialog dengan ALLAH SWT melalui bacaan yang  kita baca saat mendirikan shalat. Alangkah indah dan syahdunya saat kita mendirikan shalat atau saat  kita berkomunikasi dengan ALLAH SWT dengan mengikutsertakan Af’idah atau  perasaan yang kita miliki. Setiap bacaan shalat yang kita bacakan akan sangat terasa indah dan merasuk dalam hati dan terasa betapa indahnya berkomunikasi dengan ALLAH SWT. Saat diri kita mengucapkan takbiratul ihram akan terasa betapa besar dan agungnya ALLAH SWT dan kita akan terasa kecil dihadapan ALLAH SWT. Hal yang samapun akan terasa di semua bacaan shalat yang kita kemukakan apakah itu doa iftitah, apakah itu saat membaca surat Alfatehah, apakah itu saat membaca doa di antara dua sujud, apakah itu saat rukuk, apakah itu saat sujud dan juga saat kita memberikan salam.


Adanya Af’idah atau perasaan yang ada di dalam hati harus kita pergunakan saat diri kita mendirikan shalat, karena hanya dengan cara inilah kita bisa merasakan rasa mendirikan shalat dari waktu ke waktu atau kita mampu merasakan rasa hadirnya ALLAH SWT di dalam shalat yang  kita dirikan sehingga memudahkan kita merasakan khusyuk di dalam shalat. Sekarang apa jadinya jika kita mendirikan shalat tanpa menghadirkan af’idah atau perasaan saat diri kita mendirikan shalat? Shalat yang kita dirikan akan terasa hambar, terburu-buru serta tidak ada kesan dari shalat yang kita dirikan dan jauh pulalah khusyuk dari diri kita. Sekarang sudahkah af’idah atau perasaan selalu kita hadirkan di setiap ibadah yang kita laksanakan?  



B. Berdoa kepada ALLAH SWT


Apa itu SHALAT? SHALAT adalah berdoa kepada  ALLAH SWT, atau SHALAT adalah saat diri kita mengajukan permohonan kepada ALLAH SWT. Apa dasarnya? SHALAT adalah berdoa kepada ALLAH SWT atau SHALAT adalah saat diri kita mengajukan permohonan kepada ALLAH SWT dikarenakan sebahagian bacaan SHALAT isinya adalah Doa atau Permohonan diri kita kepada ALLAH SWT. Apa buktinya? Perhatikanlah bacaan yang ada pada saat duduk di antara dua sujud di bawah ini serta sebahagian dari isi surat Al Fathihah.

Allahummaghfirlii warhamnii wajburnii wahdinii warzauqnii
Ya, ALLAH ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah aku, tunjukilah aku, dan berilah aku rezeki.
(HR Tirmidzi dari Ibnu Abbas ra)

Tunjukilah[8] Kami jalan yang lurus,
(surat Al Fathihah (1) ayat 6)

[8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.

Selanjutnya jika SHALAT adalah Doa dan Permohonan kita kepada ALLAH SWT, lalu untuk siapakah SHALAT itu, atau untuk siapakah Doa dan Permohonan kepada ALLAH SWT itu, apakah untuk      ALLAH SWT ataukah untuk diri kita yang sedang menjadi KHALIFAH di muka bumi? ALLAH SWT tidak membutuhkan Doa dan Permohonan dari diri kita dikarenakan ALLAH SWT sudah MAHA dan akan MAHA selamanya. Jika ini kondisinya berarti Doa dan Permohonan sangat dibutuhkan oleh yang mengajukan Doa karena yang mengajukan Doa dapat dipastikan dalam posisi lemah, orang yang mengajukan doa dapat dipastikan memiliki masalah, orang yang mengajukan doa dapat dipastikan memiliki kekurangan, orang yang mengajukan doa dapat dipastikan memiliki keterbatasan dibandingkan ALLAH SWT. Sekarang harus bagaimanakah kita bersikap saat mendirikan SHALAT, atau bagaimanakah sikap kita saat berdoa dan saat mengajukan permohonan kepada ALLAH SWT, apakah doa dan permohonan bisa dilakukan seenaknya saja di sampaikan kepada ALLAH SWT, ataukah harus memenuhi syarat dan ketentuan terlebih dahulu?


Hal yang pertama harus kita lakukan jika merasa sangat membutuhkan SHALAT, jika kita merasa sangat-sangat membutuhkan doa yang dipanjatkan kepada ALLAH SWT, jika kita merasa membutuhkan pertolongan dari ALLAH SWT maka kita harus Tahu Diri yaitu Tahu siapa diri kita dan Tahu siapa ALLAH SWT, Tahu siapa yang mengajukan Doa dan Tahu siapa yang akan mengabulkan Doa.Timbul pertanyaan, kenapa hal ini harus kita lakukan? Hal ini dikarenakan antara diri kita dengan ALLAH SWT terdapat jurang perbedaan yang sangat dalam sehingga kita tidak akan dapat mensejajarkan diri dengan ALLAH SWT. Untuk itu kita harus dapat meletakkan, harus dapat menempatkan ALLAH SWT sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya saat diri kita mendirikan SHALAT, saat diri kita berdoa, saat diri kita mengajukan permohonan kepada ALLAH SWT, yang dilanjutkan dengan merendahkan diri di hadapan ALLAH SWT.

dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(surat Al Baqarah (2) ayat 186)


Selanjutnya adakah tuntunan yang berasal dari  ALLAH SWT tentang adab berdoa? ALLAH SWT melalui surat Al Baqarah (2) ayat 186 memberikan petunjuk-Nya jika kita ingin memanjatkan doa kepada ALLAH SWT. Lalu seperti apakah tuntunan berdoa yang dikehendaki oleh  ALLAH SWT itu? Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 186 yang kami kemukakan di atas ini, terdapat beberapa ketentuan yang harus kita ketahui dan pahami saat mendirikan SHALAT, atau saat berdoa langsung kepada ALLAH SWT, yaitu :


1.      Untuk mendapatkan Janji ALLAH SWT berupa dikabulkannya doa yang dimohonkan kepada-Nya maka kita harus terlebih dahulu memenuhi syarat dan ketentuan yang diminta oleh ALLAH SWT. Adanya kondisi ini berarti ALLAH SWT tidak serta merta akan mengabulkan doa hamba-Nya sebelum hamba-Nya memenuhi ketentuan yang dikehendaki-Nya. Agar doa yang kita mohonkan dijawab oleh ALLAH SWT maka  kita diharuskan untuk memenuhi segala apa-apa yang telah diperintahkan oleh  ALLAH SWT serta diwajibkan untuk beriman kepada  ALLAH SWT.  

Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Tidaklah Aku akan memperhatikan hak hamba-Ku sebelum ia memperhatikan hak-Ku terhadap dia.
(HQR Aththabarani; 272:125)


2.      ALLAH SWT sudah menyatakan bahwa keberadaan-Nya sudah sangat dekat dengan diri kita. Adanya kondisi ini berarti ALLAH SWT berkehendak kepada diri kita yang akan berdoa kepada-Nya untuk mencerminkan kondisi antara diri kita  dengan ALLAH SWT sudah dalam keadaan yang dekat pula. Apa maksudnya? Maksudnya adalah saat kita SHALAT, atau saat berdoa kepada ALLAH SWT harus dilakukan dengan cara yang lemah lembut, tidak dengan bersuara keras, harus dengan merendahkan diri, dengan tuma’ninah. Jika sampai diri kita bersuara keras lagi menyombongkan diri saat berdoa berarti kita telah keluar dari yang dikehendaki ALLAH SWT. Kenapa ini terjadi? Jika kita bersuara keras sedangkan ALLAH SWT sudah dekat berarti kita telah memposisikan bahwa ALLAH SWT masih jauh, atau ALLAH SWT tidak mampu mendengar apa yang kita mohonkan. Sedangkan jika kita menyombongkan diri saat berdoa berarti kita memposisikan diri sejajar dengan ALLAH SWT, atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan ALLAH SWT.


Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT dan juga Doa kepada ALLAH SWT, sudahkah diri kita memenuhi dua buah kriteria yang kami kemukakan di atas ini saat mendirikan SHALAT, ataupun saat berdoa kepada ALLAH SWT? Jika kita tidak mampu memenuhi apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT maka pepatah Jauh panggang dari Api berlaku kepada diri kita. Untuk itu segeralah memperbaiki kualitas dan juga kuantitas SHALAT yang kita dirikan (maksudnya perbaiki kualitas SHALAT Wajib dan lakukan SHALAT yang bersifat Sunnah) saat ini juga, karena kita tidak tahu kapan Ruh berpisah dengan Jasmani serta waktu tidak akan mungkin dapat diputar ulang. 


C. Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar

Apa itu SHALAT? SHALAT adalah mencegah perbuatan Keji dan Mungkar. Apa dasarnya? Seperti kita ketahui bersama bahwa hidup adalah saat bersatunya Jasmani dengan Ruhani. Hidup adalah saat terjadinya tarik menarik, atau saling pengaruh mempengaruhi antara Jasmani dengan Ruhani. Hidup adalah saat Nilai-Nilai Keburukan seperti pelit, malas, lemah, selalu mementingkan diri sendiri dan kelompok, selalu berkeluh kesah yang dibawa oleh Jasmani berebut dan bertarung dengan Nilai-Nilai Kebaikan seperti dermawan, aktif, kuat, selalu dalam kasih sayang, selalu di dalam kebersamaan, selalu sabar, yang dibawa oleh Ruhani. Selanjutnya jika yang terjadi Jasmani mampu mengalahkan Ruhani maka Nilai-Nilai Keburukan akan menjadi perilaku diri kita sehingga kondisi kejiwaan diri kita dikelompokkan ke dalam Jiwa Fujur. Apa maksudnya? Katakan jika pelit bin bakhil, tidak mau berbagi yang dibawa oleh Jasmani mampu mengalahkan sifat dermawan yang di bawa oleh Ruhani maka tindakan atau perbuatan manusia akan mementingkan diri sendiri, akan berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan sesuatu sehingga apa yang diperbuat oleh manusia dikategorikan sebagai perbuatan keji dan mungkar. Sekarang bagaimana jika Ruhani mampu mengalahkan Jasmani? Jika Ruhani mampu mengalahkan Jasmani maka Nilai-Nilai Kebaikan akan menjadi perilaku diri kita sehingga kondisi kejiwaan diri kita dikelompokkan ke dalam Jiwa Taqwa. Apa maksudnya?


Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
(surat An Nisaa’ (4) ayat 28)

Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
(surat Al Qiyaamah (75) ayat 5)

Katakan sifat pelit mampu dikalahkan dengan sifat dermawan, maka yang akan ada di dalam diri, ataupun masyarakat adalah timbulnya kerukunan antar sesama manusia, angka kriminalitas menjadi rendah serta jurang orang kaya dengan orang miskin semakin tipis.

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusuahan ia berkeluh kesah. Dan apabila dapat kebaikan ia amat kikir.
 (surat Al Ma’aarij (70) ayat 19-20-21)

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakanNya dan diberiNya kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila TuhanNya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.
(surat Al Fajr (89) ayat 15-16)


Apa yang kami kemukakan di atas, akan terus terjadi sepanjang manusia terdiri dari Jasmani dan Ruhani, atau sepanjang ruh belum tiba dikerongkongan, atau sampai dengan hari kiamat kelak. Sekarang, timbul pertanyaan apa hubungannya antara Nilai-Nilai Keburukan yang dibawa oleh Jasmani (atau apa hubungannya antara AHWA dengan SHALAT), atau apa hubungannya perbuatan keji dan mungkar dengan SHALAT yang kita dirikan? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita kembali lagi ke cerita tentang perintah mandi dan gosok gigi yang kami kemukakan di awal bab ini. Di dalam kehidupan sehari-hari, aktivitas Mandi dan Gosok Gigi merupakan salah satu sarana untuk menghilangkan kuman dan bakteri yang menempel di kulit akibat aktivitas kerja atau pengaruh udara kotor atau akibat adanya keringat yang keluar dari tubuh kita. Adanya kegiatan mandi dan gosok gigi yang kita lakukan dengan baik dan benar maka akan timbul dalam diri apa yang dinamakan kesegaran dan kesehatan tubuh. Selanjutnya jika hal ini adalah tujuan dari mandi dan gosok gigi, maka tidak salah jika kita membutuhkan mandi dan gosok gigi. 


Sekarang aktivitas mandi dan gosok gigi sudah kita laksanakan tiap hari, lalu dapatkah diri kita dinyatakan telah sukses melaksanakan mandi dan gosok gigi jika kuman dan bakteri masih ada di tubuh dan gigi kita, atau setelah mandi kita masih menggaruk-garuk kegatalan akibat masih banyaknya daki yang menempel di tubuh kita? Jika keadaan ini yang terjadi setelah mandi berarti kegiatan mandi yang kita lakukan belum sesuai dengan tujuan dari aktivitas mandi, atau ada sesuatu yang salah saat diri kita mandi dan gosok gigi. Adanya kondisi ini berarti hasil akhir dari aktivitas mandi dan gosok gigi sangat tergantung dari masing-masing individu apakah mau mandi dan gosok gigi secara baik dan benar. Semakin baik dan benar mandi dan gosok yang kita lakukan maka semakin baik pula kesehatan kulit dan gigi, demikian pula sebaliknya.


Selanjutnya bagaimana dengan SHALAT yang kita dirikan sehari semalam lima waktu? Jika mandi yang baik dan benar saja bisa mendatangkan kesegaran dan kesehatan tubuh maka apakah SHALAT tidak memiliki maksud dan tujuan yang mulia dibandingkan perintah mandi? SHALAT yang tidak lain adalah perintah ALLAH SWT pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu atau mendirikan SHALAT pasti akan memberikan dampak positif baik kepada Ruhani dan juga kepada Jasmani manusia karena tidak mungkin perintah mendirikan SHALAT yang asalnya langsung dari ALLAH SWT berkualitas rendah. Apa maksudnya? Untuk menerangkan hal ini ada sesuatu yang harus kita perhatikan yaitu setiap manusia pasti terdiri dari Ruhani dan Jasmani. Adanya kondisi ini berarti baik Ruhani maupun Jasmani tidak bisa dilepaskan dari perintah mendirikan SHALAT.


Hal ini dikarenakan melalui SHALAT yang kita dirikan berarti kita telah berusaha untuk mempertemukan Ruhani yang berasal dari ALLAH SWT dengan ALLAH SWT (maksudnya adalah berusaha untuk mempertemukan Ruhani dengan Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT) sehingga dengan adanya pertemuan Ruhani dengan ALLAH SWT akan terjadi apa yang dinamakan dengan sinergi antara Ruhani diri kita dengan ALLAH SWT yang mengakibatkan diri kita selalu berada di dalam Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT. Hasil akhir dari ini adalah Ruhani mampu mengalahkan Jasmani, atau kondisi jiwa manusia masuk dalam kategori Jiwa Taqwa. Selanjutnya jika ini yang terjadi maka pengaruh-pengaruh negatif yang mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan yang berasal dari sifat-sifat Jasmani dapat kita kalahkan, atau dapat kita hilangkan sehingga yang ada adalah Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Ruhani. Apa contohnya?

bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab  (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Ankaabut (29) ayat 45)

Malas yang dibawa Jasmani hilang menjadi Produktif, Pelit yang dibawa Jasmani hilang menjadi Dermawan, Keji dan Mungkar yang dibawa Jasmani hilang menjadi Kasih Sayang kepada sesama, demikian seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Jika sudah demikian keadaannya berarti Nila-Nilai Kebaikan akan selalu menyertai individu-individu yang telah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Selanjutnya dengan adanya kondisi ini berarti modal awal bagi ketentraman dan ketertiban yang terjadi di dalam masyarakat sudah kita miliki. 

Selain daripada itu, SHALAT juga memberikan dampak positif kepada kesehatan Jasmani manusia, yaitu melalui gerakan-gerakan yang terdapat di dalam SHALAT seperti saat berdiri, saat takbiratul ihram, saat rukuk, saat sujud, saat I'tidal (bangun dari rukuk), duduk di antara dua sujud, saat duduk tasyahud awal, saat duduk tasyahud akhir dan saat salam, yang kesemuanya memiliki manfaat ditinjau dari sudut kesehatan jasmani. Adanya kondisi ini berarti mendirikan SHALAT memiliki dua manfaat bagi Jasmani, yaitu mampu menghilangkan, atau meniadakan sifat-sifat Jasmani yang mencerminkan Nilai-Nilai Keburukan akibat dari Ruhani tersambung ,atau bersinergi dengan kemahaan dan kebesaran ALLAH SWT dan juga mampu memberikan manfaat kepada Jasmani itu sendiri melalui gerakan SHALAT. Sekarang kita telah mengetahui bahwa manfaat SHALAT tidak hanya untuk kepentingan Ruhani saja, akan tetapi juga untuk kepentingan Jasmani.


Sekarang bagaimana jika setelah SHALAT kita dirikan, akan tetapi justru perbuatan korupsi, kolusi, nepotisme, pembalakan liar, menipu, menyebarkan fitnah, melakukan tindakan keji dan mungkar, mementingkan golongan tidak juga hilang dalam kehidupan kita, atau Nilai-Nilai Keburukan yang disukai oleh Syaitan masih tetap kita lakukan bahkan kualitasnya malah meningkat dari waktu ke waktu? Jika kita mengacu kepada perintah mandi dan gosok, berarti SHALAT yang kita dirikan belum sesuai dengan kehendak ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT, atau ada sesuatu yang salah di dalam SHALAT yang kita dirikan, yaitu kita tidak bisa melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Untuk itu jika kita merasa sangat membutuhkan SHALAT seperti kita membutuhkan mandi dan gosok gigi maka kita harus memperbaiki kualitas SHALAT yang kita dirikan mulai saat ini juga sebelum RUH tiba dikerongkongan, atau segeralah memanfaatkan kesempatan ke dua yang telah diberikan oleh ALLAH SWT sebelum Malaikat Izrail melaksanakan tugasnya memisahkan Jasmani dan Ruhani diri kita.


D. Mengingat ALLAH SWT


Apa itu SHALAT? SHALAT adalah mengingat ALLAH SWT. Apa dasarnya? Sebagai makhluk yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan Kehendak, Kemampuan serta Ilmu ALLAH SWT, tentu kita tidak bisa begitu saja melepaskan diri dari ALLAH SWT baik sebagai pencipta dan pemilik langit dan bumi maupun pencipta dan pemilik kekhalifahan yang ada di muka bumi ini,  dikarenakan di dalam hubungan ini ada hak dan tanggung jawab. Selanjutnya agar diri kita selalu tetap berada di dalam kehendak ALLAH SWT, atau agar diri kita selalu berada di dalam hubungan antara pencipta dengan ciptaan-Nya, atau agar tanggung jawab ALLAH SWT kepada ciptaan-Nya dapat terlaksana maka diperlukan sarana atau media tertentu untuk melaksanakannya. Apakah sarana itu? Salah satu sarana yang paling baik untuk menjaga hubungan diri kita dengan ALLAH SWT adalah melalui SHALAT yang kita dirikan karena di dalamnya ada kesempatan diri kita untuk berkomunikasi, mengajukan doa kepada ALLAH SWT dengan mempergunakan kalam  ALLAH SWT yang sudah dikalamkan.


Selanjutnya dengan adanya SHALAT yang kita dirikan berarti kita selalu  ingat kepada ALLAH SWT sehari semalam minimal 5 (lima) kali. Di lain sisi,  saat diri kita mendirikan SHALAT, atau saat diri kita ingat kepada ALLAH SWT maka pada saat itu pula Ahwa dan Syaitan akan mengganggu, akan merusak, akan melalaikan, akan melupakan diri kita untuk menjaga hubungan antara diri kita dengan  ALLAH SWT dari waktu ke waktu, atau syaitan akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk  menurunkan kualitas hubungan antara diri kita dengan ALLAH SWT. Disinilah salah satu letak pentingnya diri kita mendirikan SHALAT, sebab melalui SHALATlah Ahwa dan juga Syaitan dapat kita kalahkan, atau apakah kita sudah merasa mampu untuk mengalahkan Ahwa dan juga Syaitan seorang diri sehingga tidak membutuhkan lagi mendirikan SHALAT. Sekarang perintah mendirikan SHALAT sudah berlaku di muka bumi ini, dan kitapun wajib melaksanakan hal tersebut secara baik dan benar. Timbul pertanyaan, apa yang harus kita ingat dari  ALLAH SWT saat mendirikan SHALAT, apa hanya cukup di ingat saja, ataukah lebih dari itu? Jika kita mengacu kepada surat Thaahaa (20) ayat 14 di bawah ini, dengan mendirikan SHALAT maka kita ingat kepada ALLAH SWT, yang menjadi persoalan adalah apa yang harus diingat dari           ALLAH SWT dan apa yang harus kita perbuat setelah ingat kepada ALLAH SWT.


Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.
(surat Thaahaa (20) ayat 14)

Hal yang harus kita perhatikan setelah mendirikan SHALAT adalah jika kita ingat kepada ALLAH SWT lalu kita hanya diam saja tanpa dibarengi dengan perbuatan, atau tingkah laku yang sesuai dengan yang kita ingat (dalam hal ini adalah ALLAH SWT) berarti apa yang kita lakukan adalah level terendah dari ingat kepada ALLAH SWT. Selanjutnya agar kualitas dari mengingat kepada ALLAH SWT memiliki nilai tertinggi, berikut ini akan kami kemukakan hal-hal yang harus kita lakukan dengan sebaik-baiknya setelah diri kita mampu mendirikan SHALAT dalam rangka mengingat ALLAH SWT, yaitu :


a.       Ingat kepada ALLAH SWT maka kita harus tahu, kita harus mengerti, kita harus meyakini bahwa ALLAH SWT itu memiliki sifat Salbiyah, sifat Ma'ani dan juga 99 Nama-Nama yang Indah lalu letakkan, dudukkan, ALLAH SWT sesuai dengan kemahaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya dan jangan pernah berbuat Syirik kepada-Nya.

b.      Ingat kepada ALLAH SWT maka perhatikanlah dan amalkanlah segala apa yang telah disyariatkan-Nya.


c.       Ingat kepada ALLAH SWT maka perhatikanlah selalu alam sekitar kita atau perhatikanlah keadaan tubuh kita yang telah diciptakan ALLAH SWT dengan sebaik-baiknya, lalu bersyukurlah dengan apa yang telah diberikan oleh ALLAH SWT dengan menjaga, memelihara serta mempergunakan itu semua sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pencipta-Nya.

d.      Ingat kepada ALLAH SWT maka laksanakanlah dakwah baik melalui Tutur Kata, ataupun melalui Tulisan, atau amalkanlah ilmu kepada sesama umat manusia.


e.       Ingat kepada ALLAH SWT maka memohonlah hanya kepada ALLAH SWT; panjatkanlah doa hanya kepada ALLAH SWT saja.


f.       Ingat kepada ALLAH SWT maka pikirkanlah setelah kita hidup di dunia maka kita akan mati, untuk itu carilah bekal untuk pulang kampung.

g.       Ingat kepada ALLAH SWT maka pegang teguhlah apa-apa yang telah diwahyukan-Nya atau jadikanlah Al-Qur'an sebagai buku manual di dalam melaksanakan kekhalifahan di muka bumi.


h.      Ingat kepada ALLAH SWT maka kendalikanlah Ahwa sehingga jiwa kita dikategorikan sebagai Jiwa Mutmainnah.

i.        Ingat kepada ALLAH SWT maka taatilah perintah-Nya dan beribadatlah hanya kepada ALLAH SWT semata.


j.        Ingat kepada ALLAH SWT maka jagalah diri dari pengaruh Ahwa dan Syaitan serta jagalah diri dari Azab ALLAH SWT.

k.      Ingat kepada ALLAH SWT maka tepatilah janji-janji kepada ALLAH SWT dan juga kepada sesama manusia.


l.        Ingat kepada ALLAH SWT maka perhatikanlah dan bantulah sesama manusia dengan ikhlas.

m.    Ingat kepada ALLAH SWT maka contoh dan teladanilah Nabi MUHAMMAD SAW sehingga kita mampu menjadi teladan pula bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.


n.      Ingat kepada ALLAH SWT maka jangan pernah halangi orang  yang akan beriman kepada ALLAH SWT.

o.      Ingat kepada ALLAH SWT maka akui diri berdosa lalu lakukanlah taubatan nasuha.


p.      Ingat kepada ALLAH SWT dirikanlah SHALAT dan Kerjakan Amal Shaleh sebanyak-banyaknya.

q.      Ingat kepada ALLAH SWT pelihara Al-Qur'an; pelajari  dan amalkan Al-Qur'an dari waktu ke waktu.


r.        Ingat kepada ALLAH SWT maka lakukanlah syukur setiap saat, dimanapun dan kapanpun.

s.       Ingat kepada ALLAH SWT maka peliharalah, amalkan Amanah karena akan dipertanggungjawabkan.


t.        Ingat kepada ALLAH SWT maka yakinlah bahwa ALLAH SWT akan selalu menjagamu.

u.      Ingat kepada ALLAH SWT maka beribadahlah, berbuatlah seolah-olah engkau melihat-Nya, sekalipun engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya ALLAH SWT melihatmu.


v.      Ingat kepada ALLAH SWT maka bertindaklah, bertingkah lakulah yang baik sebab ALLAH SWT selalu beserta kita.
w.     Ingat kepada ALLAH SWT lalu tunduk dan patuhlah kepada-Nya dimanapun kita berada. 


Sebagai KHALIFAH yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, jika kita merasa membutuhkan SHALAT berarti kita harus pula  melaksanakan apa-apa yang kami kemukakan di atas ini setelah mendirikan SHALAT. Jika tidak berarti SHALAT yang kita dirikan hanyalah sebatas ingat kepada ALLAH SWT tanpa bisa berbuat dengan apa yang kita ingat. Untuk itu jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika kita hanya mampu memperoleh pahala  dari SHALAT, atau pahala dari mengingat ALLAH SWT sedangkan kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT tidak pernah kita dapatkan dan rasakan. Sekarang semua kembali kepada diri kita masing-masing, mau yang mana?  





Tidak ada komentar:

Posting Komentar