E. Menghadap ALLAH SWT
Apa
itu SHALAT? SHALAT
adalah menghadap ALLAH SWT. atau Mi’rajnya orang mukmin. Apa dasarnya?
Setiap manusia tanpa terkecuali tidak hanya terdiri dari Jasmani dan Ruhani.
Akan tetapi setiap manusia memiliki apa yang dinamakan dengan Amanah 7 (Qudrat;
Iradat; Kalam; Hayat; Sam’i; Bashir; dan Ilmu), Hubbul (Hubbul
Hurriyah; Hubbul Istitlaq; Hubbul Maal; Hubbul Riasah, Hubbul Jam’i; Hubbul
Maadah dan Hubbul Syahwat), Hati Ruhani atau Perasaan, Malaikat dan juga
Syaitan, dimana komposisi dan keadaan itu semua hanya ALLAH SWT sajalah yang
tahu dan mengerti. Selanjutnya siapakah pembuat Ruhani, Amanah 7, Hubbul, Hati
atau Perasaaan, Malaikat dan juga Syaitan selain dari pada ALLAH SWT? Jika
jawaban dari pertanyaan ini adalah tidak ada satupun makhluk yang mampu
menciptakan itu semua selain dari pada ALLAH SWT, berarti hanya ALLAH SWT
sajalah yang mampu merawat, yang mampu memelihara, yang mampu menjaga, yang
mampu menambah, yang mampu mengurangi, yang paling mengerti, yang paling ahli
tentang Jasmani, tentang Ruhani, tentang Amanah 7, tentang Hubbul, tentang Hati
Ruhani atau Perasaan, tentang Malaikat dan juga tentang Syaitan. Sekarang apa
hubungannya keadaan ini dengan perintah mendirikan SHALAT lima waktu sehari
semalam?
SHALAT dikatakan
menghadap kepada ALLAH SWT dikarenakan pada saat diri kita SHALAT maka seluruh
apa yang kita miliki (maksudnya Ruhani, Amanah 7, Af’idah) kita hadapkan, kita
fokuskan, kita sambungkan, kita sinergikan, dengan ALLAH SWT selaku pencipta
Ruh, selaku pencipta Amanah 7 dan juga selaku pencipta Perasaaan sehingga hal
inilah yang dikatakan dengan Mi’rajnya orang mukmin. Lalu untuk
apakah kita melakukan itu semua melalui SHALAT? Menghadapkan, memfokuskan,
menyambungkan Ruh, Amanah 7 dan juga HATI Ruhani atau Perasaan kepada ALLAH SWT
adalah upaya untuk mensinergikan diri kita, atau mensinergikan apa-apa yang
telah diberikan oleh ALLAH SWT dengan ALLAH SWT itu sendiri. Adanya sinergi
yang kita lakukan berarti diri kita telah berupaya meningkatkan kualitas,
berupaya menambah, berupaya memperbaiki, Ruh, Amanah 7, Hati Ruhani atau
Perasaan akibat pengaruh negatif yang berasal dari Ahwa dan juga Syaitan
sehingga dengan adanya sinergi tersebut diri kita mampu mengalahkan Ahwa dan
juga Syaitan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan
langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah
Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.
(surat Al An'am (6) ayat 79)
Sekarang dapatkah kita SHALAT
dengan malas-malasan, atau dapatkah kita menghadap ALLAH SWT ala kadarnya, atau
dapatkah kita menghadap ALLAH SWT sesekali saja, atau jika ingat lalu kita
menghadap ALLAH SWT? Jika kita mengacu kepada Hadits qudsi yang kami
kemukakan di bawah ini, semuanya sangat tergantung kepada diri kita sendiri.
Jika kita ingin menghadap ALLAH SWT dengan sebenar-benarnya menghadap maka
ALLAH SWT pun akan menghadapi kita dengan sebenar-benarnya, atau menerima diri
kita dengan sebenar-benarnya menghadap. Demikian pula sebaliknya, jika kita
enggan, atau bermalas-malasan, atau hanya ala kadarnya menghadap kepada ALLAH
SWT melalui SHALAT yang kita dirikan maka ALLAH SWT pun akan melakukan hal yang
sama dengan yang kita perbuat. Adanya kondisi ini terlihat dengan jelas
bahwa ALLAH SWT sangat demokratis, tidak memaksakan kehendak, kepada diri kita,
ALLAH SWT sangat menghormati diri kita, serta ALLAH SWT tidak hendak memaksa
diri kita untuk menghadap kepada-Nya. ALLAH SWT tidak memaksa diri kita untuk
mendirikan SHALAT.
Abu Hurairah r.a. berkata; Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Apabila hamba-Ku ingin menemui-Ku, Akupun ingin menemuinya dan bila ia enggan menemui-Ku, Akupun enggan menemuinya.
(HQR Al-Bukhari, Malik dan Annasa'ie
dari Abu Hurairah, 272:17)
Selanjutnya sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT seperti halnya diri kita membutuhkan mandi, berarti kita harus menghadap kepada ALLAH SWT dengan sebenar-benarnya menghadap, terkecuali jika kita tidak membutuhkan sinergi dengan ALLAH SWT untuk mengalahkan Ahwa dan juga Syaitan. Untuk itu, pilihan dari ini semua, kembali kepada diri kita masing-masing. Selamat memilih dan selamat menikmati apa yang telah kita pilih.
F.
Pengagungan kepada ALLAH SWT
Apa
itu SHALAT? SHALAT
adalah pengagungan kepada ALLAH SWT. Apa dasarnya? Adanya langit dan
bumi beserta segala isinya, adanya kekhalifahan di muka bumi, menunjukkan
kepada diri kita bahwa ALLAH SWT adalah Inisiator, Pencipta dan juga Pemilik
dari itu semua. Selanjutnya sebagai Inisiator, sebagai Pencipta dan juga
sebagai Pemilik dari langit dan bumi serta kekhalifahan yang ada muka bumi ini,
tentu apa yang ada ini tidak akan dapat terealisir jika yang menjadi Inisiator,
Pencipta dan Pemilik tidak memiliki Kebesaran, Kemahaan, Kehendak dan Kemampuan
yang sangat hebat. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa ALLAH
SWT tiada bandingnya sehingga ALLAH SWT wajib di-agungkan. Sekarang diri kita
yang juga diciptakan oleh ALLAH SWT sedang hidup di muka bumi yang tidak pernah
sekalipun kita ciptakan, lalu sebagai apakah diri kita saat ini di muka bumi?
Jika bumi ini bukan kita ciptakan
berarti diri kita sedang menumpang di tempat yang dimiliki oleh ALLAH SWT. Sebagai orang yang menumpang harus
bagaimanakah diri kita bersikap kepada tuan rumah? Jika kita merasa tidak
sebanding dengan ALLAH SWT, jika kita merasa tamu yang baik lagi menyenangkan
bagi tuan rumah maka sudah sepantasnya dan sepatutnya diri kita untuk mematuhi
segala peraturan, untuk mematuhi segala hukum, untuk mematuhi segala ketentuan
yang berlaku di muka bumi in, yang dilanjutkan dengan mengagungkan tuan rumah
serta mengakui kebesaran dan kemahaan dari tuan rumah itu sendiri, dalam hal
ini ALLAH SWT.
Di
lain sisi, ALLAH SWT selaku tuan rumah tentu harus pula menunjukkan kebesaran,
kemahaan yang dimiliki-Nya kepada tamu yang menumpang di muka bumi yang
dimiliki-Nya. Timbul pertanyaan, melalui cara apakah ALLAH SWT menunjukkan
kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya sehingga posisi ALLAH SWT di agungkan oleh manusia? SHALAT
merupakan salah satu sarana bagi manusia, termasuk bagi diri kita, untuk
mengakui, untuk mengagungkan kebesaran dan kemahaan ALLAH SWT. Apa buktinya?
Untuk itu perhatikanlah isi bacaan dari Doa Iftitah yang kami kemukakan di
bawah ini.
Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samaawaati wal ardha haniifam muslimaw wama ana minal musyrikin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabiil ‘aalamiin. Laa syariika lahuu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimin. dst
Aku hadapkan
wajahku ke hadapan Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi dengan tunduk
dan menyerahkan diri. Dan aku bukanlah dari golongan orang-orang musyrik.
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah penguasa
alam semesta. Tiada sekutu bagi-Nya, oleh karena itu aku diperintah dan aku
termasuk dari golongan orang-orang yang berserah diri. Ya Allah,Engkau adalah
Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah berbuat aniaya terhadap diiriku dan
aku mengakui kesalahanku, oleh karena itu ampunilah seluruh dosaku. Dan tidak
ada yang dapat mengampuni segala dosa kecuali hanyalah Engkau. Dan tunjukilah
aku kepada akhlak yang terpuji. Tak ada yang dapat menuntun kepada akhlak yang
terpuji itu selain Engkau. Dan jauhkanlah aku dari akhlak yang tercela. Tidak
ada seorang pun yang dapat menjauhkan aku dari akhlak yang tercela kecuali
engkau semata. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, dan aku patuhi perintah-Mu.
Dan kebaikan itu seluruhnya berada di tangan-Mu, sedangkan kejahatan itu tidak
dapat dipergunakan untuk menghampirkan diri kepada-Mu. Aku hanya dapat hidup
dengan-Mu, dan akan kembali kepada-Mu. Maha Berkah Engkau dan Maha Tinggi. Aku
mohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu.
(HR Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Abu Daud
dari Ali bin Abi Thalib)
Selanjutnya berdasarkan Doa Iftitah yang kita baca saat mendirikan SHALAT, terlihat dengan jelas bahwa diri kita sangat mengakui dan mengagungkan kebesaran dan kemahaan
Sekarang dengan adanya perbedaan
kondisi yang sangat mendasar antara diri kita dengan ALLAH SWT maka sudah
selayaknya dan sepatutnya diri kita mampu menjadi Tamu yang baik lagi
menyenangkan tuan rumah saat hidup di muka bumi ini. Dan jika
sekarang pencipta dan pemilik langit dan bumi, sudah memerintahkan kepada diri
kita untuk mendirikan SHALAT berarti kitapun harus melaksanakan perintah
tersebut dengan sebaik-baiknya seperti halnya diri kita membutuhkan mandi untuk
memperoleh kesehatan kulit. Jika kita
tidak mau mendirikan SHALAT maka sudah sepantasnya dan sepatutnya diri kita
mencari bumi baru, atau tempat bernaung yang baru selain yang telah diciptakan
oleh ALLAH SWT. Jika hal ini yang kita lakukan berarti kita mampu
menghormati tuan rumah dengan baik, yang menjadi persoalan adalah adakah langit
dan bumi baru yang diciptakan selain oleh ALLAH SWT untuk kita tempati atau
adakah tuhan lain yang mampu menciptakan manusia seperti manusia yang
diciptakan oleh ALLAH SWT?
G. Mensucikan/Membersihkan JIWA
Apa itu SHALAT? SHALAT adalah Mensucikan Jiwa atau
Membersihkan Jiwa. Apa maksudnya? Sewaktu diri kita hidup di dunia,
maka pada saat itu akan terjadi apa yang dinamakan dengan gangguan Ahwa dan
juga gangguan Syaitan kepada Ruhani yang mengakibatkan Ruhani terpengaruh oleh
Jasmani, atau Hati Ruhani menjadi tidak fitrah lagi. Dimana ke dua gangguan ini
tidak akan mungkin hilang, atau dihilangkan begitu saja sebab sepanjang manusia
masih terdiri dari Jasmani dan Ruhani maka ke dua gangguan itu akan terus ada
sampai Ruhani berpisah dengan Jasmani. Sedangkan di lain sisi, saat kita hidup
di dunia kita harus tetap mempertahankan kefitrahan diri yang sesuai dengan
kehendak ALLAH SWT. Adanya dua
buah keadaan yang sangat bertolak belakang, dimana kita harus dapat mengalahkan
Ahwa dan Syaitan, di lain sisi kita harus dapat mempertahankan Kefitrahan Diri,
lalu apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi kondisi seperti ini, apakah
hanya dengan berdiam diri kita mampu mengalahkan Ahwa dan Syaitan, ataukah kita
melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk mengalahkan Ahwa dan
Syaitan? Untuk menghadapi Ahwa dan
Syaitan serta mempertahankan kefitrahan diri, tidak bisa dilakukan dengan
cara-cara, atau methode yang berasal dari diri sendiri sebab ketiga hal yang
kami kemukakan di atas asalnya dari ALLAH SWT.
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu
sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
(surat Al Maa-idah (5) ayat 6)
[403] Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.
[404] Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah:
menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.
Jika ketiganya dari ALLAH SWT maka
hanya dengan bersama ALLAH SWT sajalah,
atau hanya dengan bantuan dan pertolongan ALLAH SWT sajalah kita dapat
mengalahkan Ahwa dan Syaitan dan juga menjaga kefitrahan diri. Sekarang methode apakah yang sudah
dipersiapkan oleh ALLAH SWT untuk menghadapi itu semua? Berdasarkan surat Al Maaidah (5) ayat 6 yang kami kemukakan di
atas ini dikemukakan bahwa SHALAT merupakan sarana dan alat bantu yang sudah
dipersiapkan oleh ALLAH SWT untuk mengatasi apa yang kita alami. Adanya kondisi ini berarti di balik perintah
SHALAT terdapat maksud dan tujuan tertentu yaitu adanya kehendak ALLAH SWT
untuk mensucikan, atau untuk membersihkan Ruhani manusia akibat dari pengaruh
buruk Ahwa dan juga Syaitan, atau untuk mensucikan Hati Ruhani manusia akibat
pengaruh dosa yang pernah kita lakukan serta untuk menyempurnakan nikmat yang
telah ALLAH SWT berikan kepada diri kita. Ini berarti hanya
orang-orang yang mendirikan SHALAT sajalah yang akan disucikan, atau
dibersihkan jiwanya oleh ALLAH SWT.
Lalu bagaimana dengan orang yang
tidak mau mendirikan SHALAT? Jika kita
tidak mau mendirikan SHALAT berarti
ALLAH SWT tidak akan pernah mensucikan, atau membersihkan diri kita, atau ALLAH
SWT tidak akan menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya kepada diri kita. Sekarang
jika hal ini adalah pengertian dasar dari SHALAT dan juga maksud dan tujuan
dari perintah mendirikan SHALAT, timbul pertanyaan untuk apakah ALLAH SWT melakukan itu semua kepada
khalifah-Nya termasuk kepada diri kita? Manusia termasuk diri kita
dipersilahkan oleh ALLAH SWT untuk merasakan langsung secara sendiri-sendiri
rasa dari bertuhankan kepada ALLAH SWT, atau merasakan nikmatnya bertuhankan
kepada ALLAH SWT melalui perintah mendirikan SHALAT.
Selanjutnya seperti apakah bekerjanya manfaat yang terdapat di balik
perintah SHALAT itu dirasakan oleh manusia? Setiap manusia tanpa terkecuali
pasti terdiri dari Jasmani dan Ruhani. Jasmani
berasal dari alam sehingga ia
akan membawa sifat-sifat alam, atau cikal bakal tumbuhnya AHWA di dalam diri sedangkan Ruhani yang asalnya
dari ALLAH SWT pasti akan membawa sifat dan perbuatan ALLAH SWT atau cikal
bakal tumbuhnya sifat-sifat ilahiah dalam diri manusia. Sekarang apa jadinya
jika Ruhani dan Jasmani bersatu di dalam
diri kita? Bersatunya Ruhani dengan Jasmani maka terjadilah apa yang dinamakan
dengan Hidup.
Adanya
Hidup maka akan terjadilah apa yang dinamakan dengan proses saling pengaruh
mempengaruhi antara Jasmani dengan Ruhani di dalam diri manusia. Jika Jasmani
mampu mengalahkan Ruhani maka kondisi jiwa manusia dikelompokkan menjadi Jiwa
Fujur, atau nilai-nilai keburukan sebagai sesuatu yang sangat disukai oleh
Syaitan akan mendominasi perilaku manusia. Sedangkan jika Ruhani mampu
mengalahkan Jasmani maka Jiwa Taqwa akan terjadi pada diri kita atau
nilai-nilai kebaikan yang berasal dari nilai-nilai ilahiah yang sangat
dikehendaki ALLAH SWT akan mendominasi perilaku manusia sehingga diri kita akan selalu berada di
dalam kehendak ALLAH SWT. Jika saat ini diri kita berada di dalam
kondisi Jiwa Fujur, sebuah kondisi kejiwaan yang paling dikehendaki oleh
Syaitan, yang terdiri dari Jiwa Hewani, Jiwa Amarah ataupun Jiwa Musawwilah,
maka melalui perintah mendirikan SHALAT, ALLAH SWT berkehendak untuk
membersihkan pengaruh Negatif dari Jasmani yang telah mengotori Ruhani, atau
mengembalikan kondisi Ruhani ke kondisi yang sebenarnya, atau untuk
mengembalikan manusia sesuai dengan fitrahnya.
Sekarang bagaimana jika kondisi
kita saat ini sudah berada di dalam kondisi Jiwa Taqwa? SHALAT yang diperintahkan oleh ALLAH SWT akan
dapat menghantarkan diri kita merasakan nikmatnya bertuhankan ALLAH SWT, atau
ALLAH SWT akan menyempurnakan nikmat-nikmat yang telah dijanjikan kepada
manusia agar diri kita selalu bersyukur kepada-Nya.Selain daripada itu melalui SHALAT
yang kita dirikan, maka hubungan antara diri kita dengan ALLAH SWT akan tetap
terjaga dari waktu ke waktu sehingga Syaitan tidak mampu melaksanakan aksinya
menggoda diri kita karena adanya perlindungan dari ALLAH SWT. Dan juga Nilai-Nilai Kebaikan yang
berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah akan selalu mendominasi perbuatan kita yang
pada akhirnya kita selalu berada di dalam kesesuaian dengan kehendak ALLAH SWT.
Selanjutnya jika hal ini yang akan kita peroleh melalui SHALAT yang dirikan,
sekarang sudahkah kita mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak ALLAH SWT yaitu
SHALAT yang dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW? Ingat ALLAH SWT hanya akan
menerima SHALAT yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW sebagai
Utusan-Nya di muka bumi ini, jika hal itu tidak kita lakukan dengan baik dan
benar, maka jangan pernah berharap ALLAH SWT membantu diri kita untuk
mengalahkan Ahwa dan Syaitan serta menjaga kefitrahan diri.
H. MEMENUHI JANJI kepada ALLAH
SWT
Apa
itu SHALAT? SHALAT
adalah Memenuhi Janji kepada ALLAH SWT. Apa
dasarnya? Berdasarkan surat Al A'raaf (7) ayat 172 dikemukakan bahwa baik ALLAH
SWT dan juga Manusia (dalam hal ini Ruh setiap manusia) sudah terikat di dalam
suatu perjanjian, atau di dalam suatu pernyataan sikap. ALLAH SWT memberikan
pernyataan “Akulah Tuhan” bagi semesta alam sedangkan setiap Ruh manusia juga
telah memberikan pernyataan untuk bertuhankan hanya kepada ALLAH SWT yang
bersifat permanen sampai dengan Ruh itu sendiri berpisah dengan Jasmani. Adanya
kondisi seperti ini berarti baik ALLAH SWT maupun Ruh setiap manusia, akan
terikat dengan pernyataannya masing-masing sampai hari kiamat kelak. Timbul
pertanyaan, bagaimanakah kualitas pernyataan yang telah dibuat oleh ALLAH SWT
dan juga oleh Manusia? Yang pasti adalah ALLAH SWT tidak akan pernah ingkar
janji dengan pernyataan “Akulah Tuhan” sehingga kualitas pernyataan ALLAH SWT
akan tetap utuh sampai kapanpun juga. Yang menjadi persoalan adalah sudah
sejauh mana kualitas pernyataan bertuhankan kepada ALLAH SWT dari diri kita
saat ini, masih utuhkah, atau sudah berkurang?
dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
(surat Al A'raaf (7)
ayat 172)
Sebagai
KHALIFAH yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, tentu kita harus
mempertahankan kualitas pernyataan yang telah kita buat saat masih di dalam
rahim ibu. Timbul pertanyaan, melalui cara apakah kita mempertahankan kualitas
pernyataan bertuhankan hanya kepada ALLAH SWT semata selama hayat dikandung
badan? Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 83 yang kami kemukakan di bawah
ini, SHALAT adalah salah satu sarana manusia untuk memenuhi janji untuk
bertuhankan kepada ALLAH SWT. Adanya
kondisi ini, berarti jika kita tidak mau mendirikan SHALAT maka pernyataan,
atau janji untuk bertuhankan kepada ALLAH SWT yang telah kita ikrarkan dalam
rahim ibu menjadi batal sehingga kita termasuk orang-orang yang Ingkar Janji
atau memiliki janji palsu atau orang yang tidak bisa dipegang janjinya.
dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
(surat Al Baqarah (2)
ayat 83)
Sekarang ketentuan mendirikan SHALAT sudah berlaku di muka bumi, berarti ikrar untuk bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui SHALAT yang kita dirikan juga wajib kita laksanakan dengan baik dan benar pula. Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT seperti membutuhkan mandi, sudahkah kita mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT?
Hamba
ALLAH SWT, itulah 8(delapan) pengertian dasar tentang Apa itu SHALAT. Timbul
pertanyaan masih adakah pengertian dasar SHALAT yang lainnya? Pengertian dasar
tentang SHALAT tidak hanya delapan, akan tetapi masih ada banyak pengertian
dasar dari SHALAT yang terdapat di dalam Al-Qur'an dan juga Hadits. Berikut ini
akan kami kemukakan pengertian dasar di maksud, yaitu :
1. Berdasarkan surat Al Bayyinah (98) ayat 5 yang kami kemukakan di bawah
ini, SHALAT dikatakan sebagai Agama yang lurus atau mendirikan SHALAT adalah
Agama yang lurus.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah
agama yang lurus.
(surat Al Bayyinah
(98) ayat 5)
[1595] Lurus berarti jauh dari syirik
(mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
2. Berdasarkan surat
Al Baqarah (2) ayat 238 yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT dapat juga
dikatakan sebagai Berdiri atau Berkarya
atau Berbuat sesuatu untuk AL LAH SWT semata.
peliharalah
semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyu'.
(surat Al Baqarah (2) ayat 238)
[152] Shalat wusthaa ialah shalat yang di
tengah-tengah dan yang paling utama. Ada
yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar.
Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu
dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
3. Berdasarkan
surat Huud (11) ayat 114 yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT adalah penghapus
amal jahat yang telah pernah kita lakukan atau penghapus dosa atau ALLAH SWT
akan mensucikan, akan membersihkan jiwa kita dari pengaruh Ahwa dan Syaitan
melalui SHALAT.
dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
(surat Huud (11) ayat
114)
4. Berdasarkan surat Al Hajj (22) ayat 77 yang kami
kemukakan di bawah ini, SHALAT adalah jalan atau sarana atau alat bantu bagi
diri kita untuk mendapatkan kemenangan.
Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
(surat Al Hajj (22) ayat 77)
5. Berdasarkan surat Al Israa' (17) ayat
78-79-80 yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT adalah jalan untuk menuju
kepada kemuliaan ALLAH SWT baik untuk kehidupan di dunia maupun untuk kehidupan
di akhirat kelak.
dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam
dan (dirikanlah pula shalat) subuh[865]. Sesungguhnya shalat subuh itu
disaksikan (oleh malaikat).
dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai
suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat
yang Terpuji.
dan Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang
benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku
dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong[866].
(surat Al Israa' (17)
ayat 78-79-80)
[865] Ayat ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima . tergelincir matahari
untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya.
[866] Maksudnya: memohon kepada Allah supaya kita
memasuki suatu ibadah dan selesai daripadanya dengan niat yang baik dan penuh
keikhlasan serta bersih dari ria dan dari sesuatu yang merusakkan pahala. ayat
ini juga mengisyaratkan kepada Nabi supaya berhijrah dari Mekah ke Madinah. dan
ada juga yang menafsirkan: memohon kepada Allah s.w.t. supaya kita memasuki
kubur dengan baik dan keluar daripadanya waktu hari-hari berbangkit dengan baik
pula.
6.
Berdasarkan surat Al Baqarah
(2) ayat 40-41-42-43 yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT merupakan wujud
dari rasa syukur diri kita kepada ALLAH SWT atas apa-apa yang telah diberikan
kepada diri kita.
Hai Bani Israil[41], ingatlah
akan nikmat-Ku yang telah aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu
kepada-Ku[42], niscaya aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah
kamu harus takut (tunduk).
dan berimanlah kamu kepada
apa yang telah aku turunkan (Al Quran)
yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang
yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan
harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.
dan janganlah kamu campur
adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak
itu[43], sedang kamu mengetahui.
dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44].
(surat Al Baqarah (2) ayat 40-41-42-43)
[41]
Israil adalah sebutan bagi Nabi Ya'qub. Bani Israil adalah turunan Nabi Ya'qub;
sekarang terkenal dengan bangsa Yahudi.
[42]
Janji Bani Israil kepada Tuhan Ialah: bahwa mereka akan menyembah Allah dan
tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, serta beriman kepada
rasul-rasul-Nya di antaranya Nabi Muhammad s.a.w. sebagaimana yang tersebut di
dalam Taurat.
[43]
Di antara yang mereka sembunyikan itu Ialah: Tuhan akan mengutus seorang Nabi
dari keturunan Ismail yang akan membangun umat yang besar di belakang hari,
Yaitu Nabi Muhammad s.a.w.
[44]
Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah
kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
7. Berdasarkan surat Ali Imran (3)
ayat 39 yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT merupakan sarana untuk
memperoleh petunjuk dari ALLAH SWT atau sarana untuk mendapatkan arahan dari
ALLAH SWT atau SHALAT merupakan prasyarat yang harus kita miliki untuk
mendapatkan petunjuk atau arahan yang berasal langsung dari ALLAH SWT.
kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya,
sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya):
"Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang
puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat[193] (yang datang) dari Allah,
menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi Termasuk
keturunan orang-orang saleh".
(surat Ali Imran (3) ayat 39)
[193] Maksudnya: membenarkan kedatangan seorang Nabi
yang diciptakan dengan kalimat kun (jadilah) tanpa bapak Yaitu Nabi Isa a.s.
8. Berdasarkan surat Luqman (31) ayat 2-3-4-5 yang kami
kemukakan di bawah, SHALAT adalah Bukti atas pernyataan keimanan diri kita
kepada ALLAH SWT.
Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmat,
menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
berbuat kebaikan,
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.
mereka Itulah orang-orang yang tetap mendapat
petunjuk dari Tuhannya dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
(surat
Luqman (31) ayat 2-3-4-5)
9. Berdasarkan Hadits Bukhari yang
kami kemuakakan di bawah ini, SHALAT
berarti diri kita sedang Berdialog langsung dengan ALLAH SWT, atau sedang
Berbisik dengan ALLAH SWT.
Dari Anas ra, katanya Nabi SAW bersabda:"Apabila seseorang kamu
sedang shalat, maka sesungguhnya ia sedang berbisik dengan Tuhannya. Maka
karena itu janganlah meludah ke hadapan atau ke kanan, tetapi ke kiri di bawah
telapak kakinya".
(HR Bukhari No.638)
Sekarang kita telah mengetahui
dengan jelas pengertian dasar yang
hakiki tentang apa itu SHALAT berdasarkan Al-Qur'an dan juga Hadits. Selanjutnya berdasarkan uraian di atas
terlihat dengan jelas bahwa perintah
mendirikan SHALAT bukanlah sebuah perintah yang bersifat mengada-ngada, atau
perintah yang bersifat main-main untuk kepentingan ALLAH SWT. ALLAH SWT dengan kemahaan dan kebesaran
yang dimiliki-Nya tidak membutuhkan
SHALAT yang kita dirikan, namun kita sendirilah yang membutuhkan SHALAT seperti
halnya diri kita membutuhkan mandi. Jika sampai diri kita mampu
mengatakan dengan penuh keyakinan “butuh dengan mandi” tetapi tidak mampu
mengatakan dengan pernuh keyakinan “butuh dengan SHALAT” berarti ada sesuatu
yang salah di dalam diri kita. Untuk itu segeralah lakukan Taubatan Nasuha
sebelum Malaikat Izrail menjalankan tugasnya kepada diri kita.
2.
KETENTUAN DASAR Tentang SHALAT
SHALAT sebagai satu-satunya
perintah ALLAH SWT yang bersifat langsung, maka SHALAT tidak bisa dilaksanakan dengan seenak saja. SHALAT tentu tidak
bisa didirikan dengan asal-asalan. Jika ini adalah kondisi dasar dari
perintah SHALAT berarti SHALAT
yang kita dirikan harus didirikan sesuai dengan kehendak dari pemberi perintah
itu sendiri. Selanjutnya seperti apakah SHALAT yang dikehendaki
oleh ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT? ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan
SHALAT tidak mengatur bagaimana SHALAT harus didirikan. Akan tetapi karena
ALLAH SWT memiliki utusan khusus di muka bumi, dalam hal ini adalah Nabi
MUHAMMAD SAW maka melalui Nabi MUHAMMAD
SAW inilah perintah ALLAH SWT tentang perintah mendirikan SHALAT diterjemahkan
sehingga lahirlah Tata Cara SHALAT yang dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW.
Sekarang dapatkah diri kita
mendirikan SHALAT yang diperintahkan oleh ALLAH SWT namun Tata Cara SHALAT yang
kita lakukan tidak sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW dengan
cara merubah, menambah, mengurangi? Jika ini yang kita lakukan berarti SHALAT
yang kita dirikan tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pemberi
perintah mendirikan SHALAT.
Shalluu kamaa ra
aitumuunii ushalli
Shalatlah
sebagaimana kalian melihatku Shalat.
(HR Bukhari dari
Malik)
Adanya kondisi ini berarti SHALAT
yang kita dirikan tidak Sah, atau melanggar ketentuan Tata Cara SHALAT yang
dicontohkan Nabi MUHAMMAD SAW. Oleh
karena itu kita wajib mendirikan SHALAT sesuai dengan tata cara yang telah
dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW tanpa dirubah, tanpa ditambah, tanpa
dikurangi sedikitpun oleh sebab apapun juga. Timbul pertanyaan, sampai
kapankah masa berlakunya Tata Cara SHALAT yang dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD
SAW itu? Tata Cara SHALAT yang
dicontohkan Nabi MUHAMMAD SAW berlaku sejak dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW
sampai dengan HARI KIAMAT kelak. Selanjutnya sebagai
KHALIFAH di muka bumi bolehkah kita merubah, menambah, mengurangi Tata Cara
SHALAT yang telah dicontohkan Nabi MUHAMMAD SAW untuk kepentingan diri sendiri,
atau untuk kepentingan kelompok tertentu?
Sebagai
KHALIFAH yang tahu diri, sebagai KHALIFAH yang menumpang di muka bumi ALLAH SWT, kita tidak memiliki kewenangan
apapun juga untuk merubah, untuk menambah, untuk mengurangi, untuk menyesuaikan
Tata Cara SHALAT yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW oleh sebab
apapun juga. Sehingga apa yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW itulah
yang harus kita laksanakan saat mendirikan SHALAT, terkecuali jika kita sendiri
telah mampu menciptakan langit dan bumi seperti yang diciptakan oleh ALLAH SWT. Jika
ini sampai kita lakukan berarti kita telah menjadi tamu yang tidak tahu diri,
sudahlah menumpang di langit dan di bumi yang tidak pernah kita ciptakan dan
tidak pernah pula kita miliki. Lalu pencipta dan pemilik dari itu semua justru
kita lawan perintahnya (atau tamu melawan tuan rumah di langit dan bumi yang
dimiliki tuan rumah).
Selain
dari pada itu kita tidak diperkenankan oleh ALLAH SWT hanya mendirikan SHALAT
tanpa melaksanakan ketentuan Diinul Islam yang lainnya (maksudnya tidak mau
melaksanakan rukun Iman dan tidak mau melaksanakan Ikhsan serta tidak mau
melaksanakan Syahadat, Puasa, Zakat dan Haji). Dan juga kita tidak
diperkenankan hanya sewaktu-waktu saja mendirikan SHALAT (kalau
ingat kita SHALAT, kalau tidak ingat tidak SHALAT). Hal lainnya yang juga harus kita perhatikan adalah SHALAT tidak bisa
diganti dengan ibadah apapun juga seperti SHALAT diganti dengan pergi haji dan
umroh, SHALAT diganti dengan memberi sedekah, dan lain sebagainya.
Selanjutnya seperti apakah SHALAT yang pling dikehendaki oleh ALLAH SWT itu
atau seperti apakah ketentuan SHALAT yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD
SAW itu? Berikut ini akan kami kemukakan
ketentuan-ketentuan singkat tentang SHALAT yang berlaku saat ini sampai dengan
akhir jaman yang telah dicontohkan Nabi MUHAMMAD SAW, yaitu:
A. Syarat Wajib SHALAT
Untuk
mendirikan SHALAT yang dikehendaki oleh ALLAH SWT maka kita harus terlebih
dahulu memenuhi kriteria Syarat Wajib SHALAT sebagai berikut yaitu :
a. Harus beragama Islam,
b. Berakal,
c. Baligh,
d. Suci dari Haid dan Nifas,
e. Terjaga (sadar, tidak hilang ingatan),
f. Telah sampai perintah SHALAT kepadanya.
B. Syarat SAH SHALAT
SHALAT yang
kita dirikan baru dapat dikatakan SAH jika memenuhi syarat sebagai berikut,
yaitu :
a. Waktu untuk mendirikan SHALAT sudah masuk,
b. Suci dari hadas besar ataupun kecil,
c. Suci dari Najis,
d. Menghadap Kiblat,
e. Menutup Aurat.
C. Rukun SHALAT
Rukun SHALAT
adalah tata cara atau rangkaian dari pelaksanaan dari SHALAT yang harus kita
lakukan secara utuh serta berurutan (tertib) yang terdiri dari:
a.
Niat,
b.
Berdiri (bagi yang mampu),
c.
Takbiratul Ihram, yaitu
mengucapkan “ ALLAAHU AKBAR “ sebagai tanda dimulainya SHALAT,
d.
membaca surat Al Faatihah,
e.
Rukuk,
f.
I’tidal,
g.
Sujud,
h.
Duduk di antara dua sujud,
i.
Duduk tasyahud akhir,
j.
membaca doa tasyahud akhir,
k.
Membaca Shalawat Nabi
MUHAMMAD SAW,
l.
memberi salam, dan
m.
Tertib (sesuai dengan urut-urutan yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD
SAW).
D. Sunnah-Sunnah SHALAT
Sunnah-Sunnah SHALAT adalah hal-hal yang di anjurkan untuk dikerjakan saat mendirikan SHALAT. Jika kita melakukannya mendapat pahala dan jika meninggalkannya tidak berdosa namun mendapat kerugian. Hal ini dikarenakan, sunnah-sunnah SHALAT dapat mempengaruhi kesempurnaan dan kekhusyu'kan SHALAT.
a. mengangkat kedua tangan ketika Takbiratul Ihram, akan melakukan rukuk,
bangkit dari rukuk (I'tidal) dan berdiri pada rakaat yang ketiga (setelah
tasyahud awal)
b. Meletakkan telapak tangan kan an
di atas pergelangan tangan kiri ketika bersedekap.
c. Membaca doa iftitah sesudah melakukan takbiratul ihram, pada rakaat
pertama.
d. Membaca Ta'awudz sewaktu akan membaca surat Al Faatihah.
e. Membaca Amiin setelah membaca surat
Al Faatihah.
f. Membaca ayat atau surat Al-qur'an sesudah membaca surat Al Fathihah pada rakaat pertama dan rakaat
kedua.
g. Mengeraskan bacaan Al Faatihah dan ayat, atau surat Al Qur'an pada rakaat pertama dan rakaat
kedua dalam shalat Maghrib, Isya dan Subuh bagi Imam.
h. Membaca Takbir ketika berpindah rukun.
i. Meluruskan bagian belakang kepala dengan punggung ketika rukuk,
j. Membaca tasbih ketika rukuk dan sujud
k. Membaca 'Sami'allaahu lima n
hamidah" ketika bangkit dari rukuk dan membaca "Rabbana walakal
hamdu'.
l. Meletakkan ke dua telapan tangan di atas paha ketika duduk tasyahud.
Telapak kiri dibuka (menelungkup) sedangkan telapak kan an menggenggam sambil menunjukkan jari
telunjuk.
m. Duduk iftirasy dalam semua duduk shalat.
n. Duduk tawamuk 'bersimpuh' pada waktu tasyahud akhir.
o. Membaca salam kedua.
p. Memalingkan muka ke kan an
dan ke kiri pada waktu membaca salam yang pertama dan ke dua.
E. Hal-Hal yang makruh dalam SHALAT
Makruh
artinya sesuatu yang tidak di sukai. Bila tidak dikerjakan mendapat pahala dan
jika kita melakukannya tidak mendapat ridha AL LAH SWT. Hal-hal yang bersifat makruh di
bawah ini hendaknya ditinggalkan karena akan dapat mempengaruhi kesempurnaan
dan kekhusyu’kan SHALAT yang kita dirikan. Adapun hal-hal yang masuk dalam
kriteria Makruh dalam SHALAT yang kita dirikan adalah :
a.
Tidak menyempurnakan rukuk
dan sujud;
b.
Berpaling ke kanan atau ke
kiri ketika shalat;
c.
Menengadah ke langit;
d.
Menggerak-gerakkan anggota
badan;
e.
Meludah ke depan;
f.
Bertolak pinggang;
g.
Menguap;
h.
Membunyikan ruas jari tangan;
i.
Menahan buang air besar dan
buang air kecil ataupun kentut;
j.
menahan keinginan makan dan
minum sesudah makanan tersedia;
k.
Memejamkan mata;
l.
Melakukan shalat ketika
sedang mengantuk;
m.
Mengerjakan shalat di atas
kuburan;
n.
Menurunkan kain hingga
mengenai lantai (bagi laki-laki).
F. Hal-Hal yang membatalkan SHALAT
Apabila
seseorang melakukan salah satu dari hal-hal yang kami kemukakan di bawah ini
maka batallah SHALAT yang didirikannya atau tidak sah, yaitu:
a.
Meninggalkan salah satu
syarat sahnya SHALAT, seperti terkena najis yang tidak dimaafkan, tidak
menghadap kiblat, belum masuk waktu shalat, dan lain-lain.
b.
Meninggalkan salah satu rukun
shalat atau sengaja tidak menyempurnakannya, seperti melakukan I'tidal sebelum
rukuk.
c.
Banyak bergerak, melakukan
berbagai gerakan yang tidak ada hubungannya dengan gerakan-gerakan shalat
seperti memukul, berjalan, dan lain-lain.
d.
Berbicara dengan sengaja; Makan
dan minum; Buang angin
Selain daripada itu semua, saat
mendirikan SHALAT kita tidak bisa melepaskan diri dari Bacaan yang dibaca saat
mendirikan SHALAT. Dimana Bacaan SHALAT yang dimaksud, sudah pula dicontohkan
oleh Nabi MUHAMMAD SAW, dalam hal ini adalah Bacaan yang mempergunakan bahasa
ALLAH SWT yang mempergunakan huruf Arab (ingat bahasa ALLAH SWT tidak sama
dengan bahasa Arab, walaupun keduanya mempergunakan huruf Arab). Adanya
ketentuan ini maka kita tidak diperkenankan sama sekali untuk membaca bacaan
yang terdapat di dalam SHALAT mempergunakan bahasa lain seperti bahasa
Indonesia, bahasa Inggris, kecuali bahasa ALLAH SWT yang mempergunakan huruf
Arab seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW. Hal ini
dipertegas dengan bacaan SHALAT itu sendiri adalah kalam ALLAH SWT yang telah
dikalamkan yang kemudian kita kemukakan kembali kepada ALLAH SWT. Jadi kita
harus sopan di dalam menyampaikan kalam ALLAH SWT saat mendirikan SHALAT.
Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang
membutuhkan SHALAT, tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk memahami,
mengerti dan melaksanakan segala ketentuan-ketentuan yang mengatur Tata Cara
SHALAT yang telah dicontohkan Nabi MUHAMMAD SAW dengan sebaik-baiknya,
terkecuali jika kita sudah tidak lagi membutuhkan SHALAT serta mampu
mengalahkan Ahwa dan Syaitan seorang diri tanpa bantuan ALLAH SWT atau
berkeinginan untuk pulang kampung ke Neraka Jahannam untuk hidup bertetangga
dengan Syaitan dan sudah merasa lebih hebat dari pencipta dan pemilik dari
langit dan bumi.
Sebagai penutup bab ini, kami ingin mengajak hamba ALLAH SWT untuk merenung selama hayat
dikandung badan guna memikirkan sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, yaitu perhatikanlah dan renungkanlah Adzan
sebagai penanda datangnya waktu SHALAT. Seperti kita ketahui bersama bahwa
di muka bumi ini terdapat perbedaan waktu akibat adanya perbedaan letak dan
posisi suatu tempat dengan tempat yang lainnya. Adanya perbedaan waktu antara
satu tempat dengan tempat yang lainnya, akibat perputaran bumi terhadap
matahari, maka akan terjadi pula perbedaan waktu Adzan sebagai penanda
datangnya waktu SHALAT antara satu tempat dengan tempat lainnya di muka bumi
ini sampai dengan hari kiamat kelak. Di lain sisi, untuk menentukan waktu
Adzan, atau datangnya waktu SHALAT sangat dipengaruhi oleh pergerakan matahari
atau bayangan matahari yang dilihat dari bumi. Adanya kondisi ini, jika terjadi Adzan di satu tempat untuk
SHALAT Subuh, maka dibelahan bumi yang lainnya akan terjadi Adzan untuk SHALAT
Magrib, atau akan terjadi Adzan untuk SHALAT Isya, atau akan terjadi Adzan
untuk SHALAT Dzuhur atau akan terjadi Adzan untuk SHALAT Ashar. Demikian hal
ini terjadi disetiap menit yang berlalu di muka bumi.
Selanjutnya
jika Adzan sudah terjadi di setiap menit yang berlaku di muka bumi ini berarti
suara, atau ajakan, atau seruan untuk mendirikan SHALAT di muka bumi ini tidak
pernah putus sampai dengan hari kiamat kelak. Jika ini yang terjadi di
muka bumi yang kita tempati saat ini, jika ini yang terjadi di muka bumi yang
saat ini kita khalifahi, berarti
ALLAH SWT tidak pernah putus-putusnya menyeru, ALLAH SWT tidak putus-putusnya
memanggil, ALLAH SWT tidak bosan-bosannya mengingatkan, ALLAH SWT tidak
bosan-bosannya memerintahkan kepada diri, kepada anak dan keturunan kita untuk
selalu mendirikan SHALAT melalui Adzan yang dikumandangkan disetiap menit yang
berlalu di muka bumi ini sampai dengan hari kiamat kelak.
Sebagai KHALIFAH di muka
bumi, pernahkah kita memikirkan hal ini, tahukah kita dengan keadaan ini,
sadarkah kita dengan kondisi ini? Jika kita mau berfikir, jika kita mau tahu
dan sadar akan hal ini serta jika kita memiliki hati untuk memikirkan hal yang
terjadi di alam semesta ini, maka sebagai orang yang sedang menumpang di langit
dan di bumi ALLAH SWT, sebagai tamu yang sedang menumpang di langit dan di bumi
ALLAH SWT maka sudah seharusnya segala ketentuan ALLAH SWT tentang perintah mendirikan SHALAT wajib kita
kerjakan dengan sebaik mungkin karena kita tidak mampu membuat, tidak mampu
menciptakan serta tidak pernah pula memiliki langit dan bumi. Sedangkan di
lain sisi kita mengambil manfaat dan kegunaan dari langit dan bumi yang
diciptakan oleh ALLAH SWT untuk kepentingan diri kita dan anak keturunan kita.
Selain daripada itu, alangkah lucunya, alangkah naifnya, alangkah janggalnya, jika manusia, termasuk diri kita, yang telah diangkat menjadi KHALIFAH di muka bumi, yang telah diangkat menjadi perpanjangan tangan ALLAH SWT di muka bumi, tidak mau berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT melalui SHALAT, tidak mau melaporkan apa yang dialaminya kepada ALLAH SWT saat menjadi KHALIFAH di muka bumi melalui SHALAT yang kita dirikan. Padahal ALLAH SWT adalah pencipta kekhalifahan di muka bumi. Padahal ALLAH SWT adalah pengutus diri kita, sehingga kita saat ini bisa hidup di muka bumi ini karena ALLAH SWT. Sekarang pilihan untuk mendirikan SHALAT ada pada diri kita sendiri sehingga apapun hasil akhirnya, diri kita sendirilah yang akan merasakan buah dari pilihan yang kita lakukan. Selamat Memilih dan Menentukan Sikap.
Selain daripada itu, alangkah lucunya, alangkah naifnya, alangkah janggalnya, jika manusia, termasuk diri kita, yang telah diangkat menjadi KHALIFAH di muka bumi, yang telah diangkat menjadi perpanjangan tangan ALLAH SWT di muka bumi, tidak mau berkomunikasi langsung dengan ALLAH SWT melalui SHALAT, tidak mau melaporkan apa yang dialaminya kepada ALLAH SWT saat menjadi KHALIFAH di muka bumi melalui SHALAT yang kita dirikan. Padahal ALLAH SWT adalah pencipta kekhalifahan di muka bumi. Padahal ALLAH SWT adalah pengutus diri kita, sehingga kita saat ini bisa hidup di muka bumi ini karena ALLAH SWT. Sekarang pilihan untuk mendirikan SHALAT ada pada diri kita sendiri sehingga apapun hasil akhirnya, diri kita sendirilah yang akan merasakan buah dari pilihan yang kita lakukan. Selamat Memilih dan Menentukan Sikap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar