Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 29 Maret 2016

SAMPAI KAPAN MASA BERLAKUNYA PERINTAH MENDIRIKAN SHALAT dan BERAPA KALI KITA HARUS MENDIRIKAN SHALAT



Hamba ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya

Sebelum kami membahas lebih lanjut bab ini perkenankan kami mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Sewaktu diri kita melaksanakan mandi dan gosok gigi, tentu kita berharap dengan mandi dan gosok gigi yang kita lakukan maka kesehatan kulit serta kesehatan mulut dan gigi dapat kita dapatkan. Adanya kondisi seperti ini menandakan bahwa sepanjang diri kita mau melaksanakan mandi dan gosok gigi dengan baik dan benar maka sepanjang itu pula kesehatan kulit serta kesehatan mulut dan gigi dapat kita peroleh. Selanjutnya timbul pertanyaan, sampai kapankah kita melaksanakan mandi dan gosok gigi? Jawaban dari pertanyaan ini, bisa pendek dan juga bisa panjang. Apa maksudnya? Masa berlakunya aktivitas mandi dan gosok gigi sangat tergantung kepada :  


1.      Apakah diri kita mau melaksanakan mandi dan gosok gigi, atau 
2.      Apakah diri kita merasa membutuhkan manfaat dari kegiatan mandi dan gosok gigi, atau
3.      Apakah diri kita memutuskan untuk tidak mau melaksanakan lagi kegiatan mandi dan gosok gigi.


Jika ke tiga hal yang kami kemukakan di atas ini, kita laksanakan maka berlakulah ketentuan masa berlakunya aktivitas mandi dan gosok gigi kepada diri kita. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini berarti panjang atau pendeknya masa berlakunya aktivitas mandi dan gosok gigi sangat ditentukan oleh diri kita sendiri sehingga bisa pendek dan juga bisa panjang masa berlakunya. Inilah kondisi yang terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari, lalu bagaimanakah dengan perintah mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT, apakah perintah ini memiliki jangka waktu atau tidak? 

Jika perintah mendirikan SHALAT ada masa berlakunya, sampai kapan perintah mendirikan SHALAT itu berlaku? Selanjutnya berapa kalikah kita harus mendirikan SHALAT, apakah ada batasannya ataukah tidak? Lalu bagaimanakah kita harus menyikapi kondisi ini? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada lanjutan bab ini.


1.  SAMPAI KAPAN MASA BERLAKUNYA SHALAT


Masa Berlaku perintah mendirikan SHALAT kepada seluruh umat manusia, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu masa berlaku dalam arti umum dan masa berlaku dalam arti khusus. Secara umum masa berlaku perintah mendirikan SHALAT, sepanjang manusia ada di muka bumi, atau sepanjang bumi ini masih ada maka perintah mendirikan SHALAT masih berlaku, atau sepanjang Diinul Islam adalah Agama yang Haq di muka bumi ini maka sepanjang itu pula perintah mendirikan SHALAT berlaku, atau perintah mendirikan SHALAT mulai berlaku sejak peristiwa Isra' Mi'raj sampai dengan hari Kiamat kelak. Sekarang bagaimana dengan masa berlakunya perintah mendirikan SHALAT dalam arti khusus yaitu masa berlaku bagi individual atau bagi pribadi-pribadi?


Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahlah tempat tidur mereka (putera-puteri).
(HR. Abu Dawud)

Hukum tidak berlaku bagi tiga golongan,  orang  yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai mimpi basah, dan orang gila sampai sembuh.
(HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Annasa’i)


Bagi individual atau secara pribadi-pribadi, masa berlaku perintah mendirikan SHALAT dapat dibedakan menjadi 2(dua) yaitu dimulai dari saat berlakunya kewajiban perintah mendirikan SHALAT (dalam hal ini adalah setelah Akil Baliq) sampai dengan sebelum Ruh tiba dikerongkongan, atau dimulai dari saat berlakunya kewajiban perintah mendirikan SHALAT (dalam hal ini adalah setelah Akil Baliq) sampai dengan diri kita sendiri yang memutuskan untuk tidak mau lagi mendirikan SHALAT, atau sampai diri kita merasa sudah tidak membutuhkan lagi SHALAT dikarenakan kita merasa lebih hebat daripada ALLAH SWT. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, dapat dikatakan bahwa masa berlaku perintah mendirikan SHALAT bagi individual sangat tergantung kepada individu itu sendiri, yaitu:


a.   Apakah individu itu mau melaksanakan atau mau berkomitmen untuk melaksanakan perintah mendirikan SHALAT, ataukah


b.  Apakah individu itu tidak mau menerima atau tidak mau berkomitmen untuk melaksanakan perintah mendirikan SHALAT.


Berdasarkan 2(dua) buah kondisi yang kami kemukakan di atas ini, berarti jika kita mau berkomitmen untuk melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT maka masa berlaku perintah mendirikan SHALAT yang kita lakukan akan panjang yaitu selama hayat dikandung badan, atau sampai Ruh kita tiba dikerongkongan.


dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
(surat Maryam (19) ayat 31)

Demikian pula sebaliknya, jika kita memutuskan untuk tidak mau berkomitmen untuk mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT, maka sampai disitulah masa berlaku perintah mendirikan SHALAT yang kita laksanakan, atau berakhirlah kebutuhan diri kita dengan SHALAT. Sekarang pilihan untuk melaksanakan perintah mendirikan SHALAT ada pada diri kita sendiri. Untuk itu jangan pernah salahkan pemberi perintah mendirikan SHALAT jika kita tidak bisa memperoleh manfaat di balik perintah itu, akibat diri kita yang tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT.  


Selain daripada itu, setelah diri kita mengetahui dengan pasti bahwa perintah mendirikan SHALAT sangat tergantung kepada diri kita sendiri apakah mau melaksanakan atau tidak. Selanjutnya jika sampai diri kita tidak mau mendirikan SHALAT saat hidup di dunia berarti diri kita telah memutuskan hubungan dua arah yang terjadi saat mendirikan SHALAT, yaitu memutuskan hubungan antara pemberi perintah dengan  yang melaksanakan perintah, padahal diri kita sangat membutuhkan ALLAH SWT saat menjadi KHALIFAH di muka bumi. Selanjutnya agar komunikasi diri kita dengan ALLAH SWT berjalan lancar maka kita harus mengetahui ketentuan dasar saat melakukan komunikasi dua arah dengan ALLAH SWT yaitu diri kitalah yang harus aktif untuk memulai komunikasi dua arah melalui SHALAT yang kita dirikan, atau diri kitalah yang harus aktif untuk membina komunikasi dua arah dengan ALLAH SWT melalui SHALAT, atau ibadah yang lainnya. Hal ini dikarenakan ALLAH SWT tidak butuh dengan diri kita sehingga yang membutuhkanlah yang harus aktif terlebih dahulu untuk membina komunikasi dengan ALLAH SWT maka barulah ALLAH SWT akan aktif menjalin komunikasi dengan diri kita.   


Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda, Allah ta'ala berfirman: Tidaklah Aku akan memperhatikan hak hamba-Ku sebelum ia memperhatikan hak-Ku terhadap dia.
(HQR Aththabarani; 272:125)


Abu Hurairah r.a. berkata; Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Apabila hamba-Ku ingin menemui-Ku,
Akupun ingin menemuinya dan bila ia enggan 
menemui-Ku, Akupun enggan menemuinya.
(HQR Al-Bukhari, Malik dan Annasa'ie dari Abu Hurairah, 272:17)


Untuk itu perhatikanlah dengan seksama Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas ini, yaitu ALLAH SWT dengan tegas menyatakan bahwa ALLAH SWT tidak akan pernah memperhatikan diri kita sebelum diri kita memperhatikan apa-apa yang telah ditetapkan oleh  ALLAH SWT. ALLAH SWT tidak akan pernah memperhatikan diri kita sebelum diri kita melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT. ALLAH SWT juga tidak akan pernah memperhatikan diri kita sebelum diri kita mematuhi apa yang telah dilarang oleh ALLAH SWT.


Selain dari pada itu, masih ada ketentuan lainnya yang juga berlaku jika kita mau berkomunikasi dengan ALLAH SWT, apakah itu? Hal ini bisa kita lihat melalui Hadits Qudsi yang kami kemukakan di atas, yaitu jika diri kita mau menemui ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun mau menemui diri kita dan jika kita mau berkomunikasi dengan ALLAH SWT maka ALLAH SWT pun mau berkomunikasi dengan diri kita, demikian pula sebaliknya. Jika kita enggan dan tidak mau untuk berkomunikasi dengan ALLAH SWT maka  ALLAH SWT pun enggan dan tidak mau berkomunikasi dengan diri kita. Hal lain yang harus pula kita perhatikan saat melakukan komunikasi langsung dengan ALLAH SWT baik melalui SHALAT ataupun melalui ibadah lainnya adalah ALLAH SWT selaku Dzat yang Maha, maka dapat dipastikan tidak akan membutuhkan komunikasi dengan diri kita. Akan tetapi diri kitalah yang sangat membutuhkan komunikasi dengan ALLAH SWT. Jika ini keadaannya, apakah kita akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berkomunikasi dengan ALLAH SWT, atau membuang begitu saja kesempatan yang telah diberikan ALLAH SWT untuk meminta sesuatu kepada-Nya, atau kita telah merasa hebat sehingga mampu mengalahkan Ahwa dan Syaitan seorang diri tanpa bantuan ALLAH SWT?


2.  BERAPA KALI KITA HARUS MENDIRIKAN SHALAT


Sebagai KHALIFAH yang sangat membutuhkan SHALAT seperti membutuhkan mandi dan gosok gigi, ada satu pertanyaan penting yang harus kita jawab, yaitu berapa kalikah kita harus mendirikan SHALAT saat diri kita menjadi KHALIFAH di muka bumi ini? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus terlebih dahulu mengetahui bentuk atau jenis SHALAT. Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim di bawah ini, SHALAT terdiri dari 2 (dua) bentuk yaitu ada SHALAT Wajib dan ada SHALAT Sunnah. Sekarang timbul pertanyaan, apakah itu SHALAT Wajib dan apakah itu SHALAT Sunnah? 


Thalhah bin Ubaidillah r.a. berkata: Seorang dari Najed datang kepada Nabi SAW, sedang ia terurai rambutnya, lalu ia mendekat kepada Nabi SAW, dapat didengar dengung suaranya tetapi tidak dapat ditangkap (dimengerti) apa yang ditanyakannya, tiba-tiba ia menanya tentang Islam. Maka Rasulullah SAW bersabda: Lima kali sembahyang dalam sehari semalam. Ia bertanya: Apakah ada kewajiban bagiku selain itu? Jawab Nabi SAW: Tidak, kecuali jika anda akan sembahyang sunnat. Lalu Nabi SAW bersabda: Dan puasa pada bulan Ramadhan. Orang itu bertanya: Apakah ada lagi puasa yang wajib atasku selain itu? Jawab Nabi SAW: Tidak, kecuali jika anda puasa sunnat. Lalu Nabi SAW menerangkan kewajiban zakat. Maka ia tanya: Apakah ada kewajiban selain itu? Jawab Nabi SAW: Tidak kecuali jika anda bersedekah sunnat. Maka pergilah orang itu, sambil berkata: Demi ALLAH saya tidak akan melebihi atau mengurangi dari itu. Maka Rasulullah SAW, bersabda: Sungguh bahagia ia jika benar-benar (yakni dalam ucapannya tidak akan mengurangi atau melebihi itu)
(HR Bukhari, Muslim, Al Lulu Wal Marjan No.6) 


SHALAT Wajib adalah SHALAT yang harus kita dirikan sehari semalam sebanyak lima waktu yang terdiri dari SHALAT Subuh, SHALAT Dzuhur, SHALAT Ashar, SHALAT Magrib dan SHALAT Isya. Sedangkan SHALAT Sunnah adalah SHALAT tambahan, atau dapat dikatakan SHALAT yang didirikan selain SHALAT wajib lima waktu.


Qatadah ra berkata, Nabi SAW bersabda, Allah ta'ala berfirman:
Aku telah mewajibkan di atas umat-Ku sembahyang lima waktu dan berjanji kepada diri-Ku bahwa barang siapa rajin melaksanakannya tepat pada waktunya akau Aku masukkan Syurga. dan siapa yang tidak melaksanakannya maka tidak ada janji apa-apa padaku.
(HQR Ibnu Majah dan Abu Nu'aim dan Qatadah; 272:30)


Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di atas, jumlah SHALAT Wajib yang harus kita dirikan sehari semalam minimal 5 (lima) waktu, yang terdiri dari SHALAT Subuh 2 (dua) rakaat, SHALAT Dzuhur 4 (empat) rakaat, SHALAT Ashar 4 (empat) rakaat, SHALAT Magrib 3 (tiga) rakaat, dan juga SHALAT Isya 4 (empat) rakaat. Jika ini adalah kondisi dasar yang harus kita laksanakan berarti kita wajib melakukan komunikasi dengan ALLAH SWT  5 (lima) kali dalam sehari semalam, atau minimal 5 (lima) kali dalam sehari semalam kita harus menghadap kepada ALLAH SWT secara langsung guna melaporkan kekhalifahan di muka bumi yang kita laksanakan, atau minimal 5(lima) kali sehari semalam kita berdoa kepada  ALLAH SWT secara langsung.


Sekarang timbul pertanyaan, jika ketentuan minimal mendirikan SHALAT sudah ditetapkan, sekarang adakah larangan bagi diri kita jika ingin mendirikan SHALAT melebihi ketentuan minimal? Apabila diri kita berkeinginan untuk mendirikan SHALAT lebih dari 5(lima) waktu dalam sehari semalam, maka yang harus kita lakukan adalah mendirikan SHALAT Sunnah. Kenapa harus SHALAT Sunnah yang kita dirikan? Hal ini dikarenakan SHALAT Wajib jumlahnya sudah ditentukan yaitu hanya 5(lima) waktu sehari semalam, sehingga kita tidak boleh menambah jumlah SHALAT Wajib menjadi lebih dari 5(lima) waktu. Selanjutnya agar diri kita dapat mendirikan SHALAT sehari semalam lebih dari 5(lima) waktu atau melebihi ketentuan maka kita dapat mendirikan ibadah SHALAT Sunnah baik yang dikerjakan secara sendirian seperti SHALAT Tahajjud, SHALAT Dhuha, SHALAT Sunnah Rawwatib, SHALAT Tahiyyatul Masjid, SHALAT Istikharah, maupun mendirikan SHALAT Sunnah yang dikerjakan berjamaah seperti SHALAT Taraweh,  SHALAT Hari Raya (Idhul Fitri dan Idhul Adha), SHALAT Gerhana.


SHALAT WAJIB vs SHALAT SUNNAH
Apa yang harus kita Sikapi?


Hari ini sampai dengan hari kiamat kelak, di muka bumi ini sudah ada ketentuan tentang SHALAT Wajib dan juga SHALAT Sunnah. Timbul pertanyaan, untuk apakah SHALAT Sunnah itu diadakan, apakah tidak cukup dengan SHALAT Wajib saja? Adanya ketentuan SHALAT Sunnah yang diperkenankan oleh ALLAH SWT serta yang juga telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW  tentu tidak serta merta diperkenankan untuk didirikan jika tidak ada maksud dan tujuan tertentu untuk kepentingan manusia itu sendiri. Ada beberapa alasan yang dapat kita jadikan pedoman kenapa SHALAT Sunnah diperkenankan oleh ALLAH SWT untuk kita dirikan, yaitu:

1.  SHALAT Sunnah dapat menjadi penyempurna, atau dapat menjadi pelengkap dari SHALAT Wajib terutama jika SHALAT Wajib yang kita lakukan tidak sempurna.


Berdasarkan Hadits yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT Sunnah menjadi penting artinya dikarenakan SHALAT Sunnah dapat menjadi penolong, dapat menjadi pelengkap, dapat menjadi penambal, dapat menjadi penyempurna, dapat menjadi penambah nilai dari SHALAT Wajib yang telah kita dirikan. 


Dari Huraits bin Qabishah, ia berkata : Saya sampai di Madinah. Ia berkata : "Wahai Allah mudahkanlah bagiku (mendapat) teman duduk yang baik. Lalu saya duduk kepada Abu Hurairah ra. Ia berkata : Saya berkata : "Saya berdo'a kepada Tuhan (Allah) Yang Maha Mulia dan Maha Besar -untuk memudahkan bagiku teman duduk yang baik, maka sampaikanlah kepadaKu hadits yang kamu dengar dari Rasulullah saw.- Semoga Allah memberi manfaat kepadaku dengan itu". Ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya sesuatu yang paling dulu dihisab pada hamba adalah shalatnya. Jika shalat itu baik maka ia telah menang dan sukses. Jika shalatnya rusak maka ia telah merugi". Hammam berkata : Saya tidak tahu, ini dari perkataan Qatadah atau riwavat. Jika dari fardhunya ada kekurangan-kekurangan, Allah berfirman : "Lihatlah, apakah hambaKu mempunyai shalat sunnat, maka fardhu yang kurang itu dapat disempurnakan. Kemudian demikian itu caranya dalam menghisab seluruh amalnya".
(Hadits ditakhrij oleh An Nasa'i).


Selain daripada itu, adanya SHALAT Sunnah yang diperkenankan oleh ALLAH SWT berarti diri kita diberi kesempatan untuk memperoleh Nilai Positif dari SHALAT yang kita dirikan. Apa maksudnya? Dalam kehidupan jika kita memenuhi suatu kewajiban berarti Nilai yang kita peroleh setelah kewajiban dipenuhi baru memiliki nilai Nol. Hal yang samapun terjadi jika kita baru memenuhi kewajiban SHALAT Wajib berarti Nilai yang kita peroleh belum ada nilainya, alias Nol. Adanya kesempatan untuk mendirikan SHALAT Sunnah berarti kita diberikan kesempatan untuk memperoleh nilai positif. Sekarang mana yang lebih besar Nilai Nol dibandingan dengan nilai 0,0000000001? Berdasarkan perhitungan matematika secara umum, Nilai 0,0000000001 lebih tinggi nilainya dari pada Nol. Jika ini kondisinya berarti jika kita ingin memperoleh Nilai Positif dari SHALAT yang kita dirikan maka tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk mendirikan SHALAT Sunnah yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW.


2.  Sesuatu yang bersifat Khusus harus dihadapi dengan sesuatu yang bersifat khusus pula.


Melaksanakan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi, tidaklah semudah membalik telapak tangan sehingga setiap KHALIFAH pasti akan mengalami benturan, pasti akan mengalami hambatan, pasti akan mengalami cobaan, pasti akan mengalami suatu keadaan yang membingungkan, pasti akan mengalami suatu keadaan yang dilematis sehingga manusia, atau diri kita dihadapkan dengan situasi diluar kemampuan diri kita. Jika apa yang kami kemukakan di atas ini adalah sesuatu kondisi yang bersifat khusus berarti kondisi yang bersifat khusus ini harus pula dihadapi dengan cara yang khusus sehingga terjadilah keseimbangan di dalam menghadapi sesuatu yang khusus. Sebagai contoh, saat diri kita menghadapi pilihan yang tidak mengenakkan, atau sesuatu yang sangat membingungkan diri kita maka senjata yang paling ampuh untuk menghadapinya adalah SHALAT Istikharah.


Dari Jabir ra, ia berkata, Nabi SAW  mengajari kami untuk meminta petunjuk dalam segala urusan sebagaimana mengajarkan surah Al Qur'an. Beliau berkata: " Apabila salah seorang di antara kalian bimbang dalam suatu urusan, maka hendaknya ia shalat dua rakaat kemudian membaca doa Allaahumm……………
(HR Bukhari dan Ash Habus Sunan)


Sekarang apa yang harus kita lakukan, jika kita menghadapi sesuatu persoalan atau sesuatu keinginan agar mudah dikerjakan, agar  mudah dilakukan, agar mudah dicapai? Jika ini yang kita hadapi, maka SHALAT Hajat merupakan jalan keluar yang terbaik yang pernah diajarkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW kepada diri kita.


Siapa yang berwudhu dan menyempurnakannya, kemudian shalat dua rakaat dengan sempurna, maka Allah akan memberikan apa yang ia minta, cepat atau lambat.
(HR Ahmad, dari Abu Darda')


Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sangat membutuhkan SHALAT, sudahkah diri kita memanfaatkan segala fasilitas khusus yang telah disediakan oleh ALLAH SWT untuk kepentingan yang khusus pula?

Selain daripada itu, masih ada satu SHALAT Sunnah lainnya yang kedudukannya sangat hebat, apakah itu? SHALAT Sunnah yang kedudukannya sangat hebat adalah SHALAT Tahajjud. Timbul pertanyaan atas dasar apakah SHALAT Tahajjud dikatakan sebagai SHALAT Sunnah yang sangat hebat? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa alasan kenapa SHALAT Tahajjud dikatakan hebat, yaitu:


1. Berdasarkan surat Al Israa' (17) ayat 79, SHALAT Tahajjud merupakan sarana untuk meningkatkan derajat atau kedudukan manusia menjadi lebih tinggi.


dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.
(surat Al Israa' (17) ayat 79)


2.   Berdasarkan Hadits yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT Tahajjud (atau SHALAT Qiyamul Lail) merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada ALLAH SWT.


Bahwa suatu malam Nabi SAW pernah mengerjakan Qiyamul Lail (Shalat Malam Tahajjud) hingga ke dua kakinya bengkak, Lalu Aisyah bertanya "Mengapa engkau melakukan hal ini wahai Rasulullah, bukankah Allah telah memberikan ampunan kepadamu atas dosa-dosa yang telah lalu atau yang akan datang? Beliau menjawab, "Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang suka bersyukur?'
(HR Muttafaq Alaih)

      Sedangkan berdasarkan surat Adz Dzariyat (51) ayat 15-18, dikemukakan bahwa orang yang selalu menjaga SHALAT Tahajjud  itulah yang sebenarnya orang-orang yang bertaqwa, mereka akan mendapat kebaikan, rahmat dan ampunan dari ALLAH SWT.


Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.
di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.
dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.
(surat Adz Dzariyat (51) ayat 16-17-18)


3.      Berdasarkan hadits yang kami kemukakan di bawah ini,  dikemukakan bahwa SHALAT Tahajjud merupakan SHALAT yang paling afdhal setelah SHALAT Fardhu (wajib).


Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadha adalah puasa pada bulan Allah, yaitu Muharram dan sebaik-baik shalat sesudah shalat fardhu adalah shalat malam.
(HR Muslim dari Abu Hurairah ra)



4. Berdasarkan surat Al Furqaan (25) ayat 63-64 dikemukakan bahwa ALLAH SWT akan memuji orang yang melaksanakan SHALAT Tahajjud serta memasukkannya ke dalam golongan orang yang berbakti kepada ALLAH SWT.


dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka[1072].
(surat Al Furqaan (25) ayat 63-64)

[1072] Maksudnya orang-orang yang sembahyang tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah.


5.  Berdasarkan Hadits yang kami kemukakan di bawah ini, SHALAT Tahajjud dapat menghapuskan berbagai kesalahan dan dosa serta mencegah perbuatan keji dan juga sebagai penyembuh dari berbagai macam penyakit.


Hendaklah kalian membiasakan qiyamul lail, karena sesungguhnya ia merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian, dan juga sebagai pendekatan diri kepada Allah, sekaligus sebagai pencegah perbuatan keji, penghapus dosa-dosa dan pengusir penyakit dari badan.
(HR Tirmidzi dari Bilal)

Untuk menambah wawasan kenapa SHALAT Tahajjud bisa begitu hebat, berikut ini akan kami kemukakan ilustrasi sebagai berikut : Seperti telah kita ketahui bersama bahwa pelaksanaan SHALAT Tahajjud yang paling baik adalah pada separuh malam terakhir. Dimana pada saat itu, hampir semua orang sedang terlelap tidur.


Waktu yang paling dekat antara Rabb dengan hambanya adalah pada separuh malam terakhir, maka jika kamu dapat menjadi salah satu orang yang mengingat Allah, maka lakukanlah.
(HR Tirmidzi dan Nasa'i dari Amr bin Abasah)


Sekarang, pada saat kebanyakan orang sedang terlelap tidur berarti saat diri kita mendirikan SHALAT Tahajjud maka perhatian, atau atttensi ALLAH SWT hanya tertuju kepada orang yang sedang mendirikan SHALAT Tahajjud saja. Kenapa bisa terjadi? Hal ini dimungkinkan karena di saat orang lain terlelap tidur berarti pada saat itu hanya sedikit saja orang yang mampu mendirikan SHALAT Tahajjud, sebab yang lainnya sedang tertidur. Adanya perhatian KHUSUS yang berasal dari  ALLAH SWT kepada orang yang mampu mendirikan SHALAT Tahajjud maka akan memudahkan orang yang mendirikan SHALAT Tahajjud tersebut memperoleh manfaat yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT Tahajjud. Sekarang, setelah mengetahui dengan pasti adanya 6(enam) buah manfaat yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT Tahajjud, sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT, apakah kesempatan yang telah dipersiapkan oleh ALLAH SWT ini akan kita sia-siakan lewat begitu saja saat diri kita hidup di dunia?


Selanjutnya ada hal lain yang harus menjadi perhatian bagi diri kita yang berkeinginan untuk mendirikan SHALAT Sunnah, apakah itu SHALAT sunnah Rawatib, SHALAT sunnah Hajat, SHALAT sunnah Istikharah, SHALAT Tahajjud, SHALAT Dhuha ataupun SHALAT Sunnah lainnya adalah :


1.      SHALAT Sunnah sebagai SHALAT tambahan tidak bisa mengalahkan SHALAT Wajib atau SHALAT Sunnah tidak bisa meniadakan atau menggantikan SHALAT Wajib, atau SHALAT Sunnah bukanlah pengganti SHALAT Wajib sebab SHALAT Wajib tidak mengenal Istilah SHALAT pengganti seperti halnya ibadah Puasa Ramadhan yang bisa diganti di lain hari. SHALAT hanya mengenal istilah Qashar dan Jama' dimana kedua hal ini bukanlah ketentuan untuk meniadakan, atau untuk mengganti SHALAT. Qashar dan Jama’ melainkan kemudahan untuk mendirikan SHALAT saat diri kita di dalam perjalanan. Adanya kondisi ini berarti kita tidak bisa meninggalkan SHALAT Wajib dengan alasan apapun juga, terkecuali jika kita ingin segera dishalatkan. Untuk itu kita tidak bisa hanya mendirikan SHALAT Sunnah saja dari waktu ke waktu dengan mengorbankan SHALAT Wajib dikarenakan kedudukan SHALAT Wajib lebih tinggi kedudukannya daripada SHALAT Sunnah. 


2.      SHALAT Sunnah walaupun kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan SHALAT Wajib, SHALAT Sunnah tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Asal sudah dilaksanakan maka selesai sudah SHALAT Sunnah kita dirikan. Kualitas SHALAT Sunnah harus sama kualitasnya dengan SHALAT Wajib karena bacaan yang dibaca saat SHALAT Sunnah sama dengan bacaan SHALAT Wajib. Timbul pertanyaan kenapa hal ini perlu kami kemukakan? Hal ini disebabkan karena sering terjadi suatu kondisi dimana seseorang pada saat mendirikan SHALAT Wajib, ia begitu khusyuk, ia begitu tuma'ninah, sehingga bacaan yang dibaca sangat memenuhi tartil dan tajwid yang baik dan benar sehingga SHALAT Wajib yang didirikan begitu fasih. Akan tetapi saat yang bersangkutan mendirikan SHALAT Sunnah Rawwatib, apa yang kami kemukakan di atas hilang semua, sehingga SHALAT Sunnah Rawwatib yang didirikan lalu begitu saja seperti angin. Padahal tidak ada satupun ketentuan yang mengatur jika SHALAT Sunnah didirikan maka kualitasnya harus lebih rendah daripada SHALAT Wajib sedangkan bacaannya sama.


Jjika sampai diri kita melakukan hal ini saat mendirikan SHALAT Sunnah berarti SHALAT Sunnah yang kita dirikan seolah-olah tidak ada manfaatnya sama sekali dan seolah-olah SHALAT Wajib yang kita dirikan sudah pasti sempurna sehingga pasti sesuai dengan kehendak ALLAH SWT atau sudah pasti diterima ALLAH SWT. Sebagai KHALIFAH di muka bumi, jangan sampai diri kita melakukan hal itu karena kita tidak pernah tahu apakah SHALAT Wajib yang kita dirikan akan diterima atau tidak, apakah SHALAT Wajib yang kita dirikan sudah sesuai dengan kehendak ALLAH SWT atau tidak, namun dengan adanya kesempatan mendirikan SHALAT Sunnah Rawwatib berarti diri kita diberikan kesempatan oleh ALLAH SWT untuk menyempurnakan SHALAT Wajib yang kita dirikan.  Sekarang tergantung diri kita apakah mau memanfaatkan kesempatan dan kemudahan ALLAH SWT ini? 


Adanya 2(dua) buah ketentuan yang telah kami kemukakan di atas, sebagai KHALIFAH di muka bumi yang sangat membutuhkan SHALAT tentu kita harus pandai-pandai menyikapi ketentuan yang telah kami kemukakan di atas, agar maksud dan tujuan dari setiap SHALAT yang kita dirikan, apakah SHALAT Wajib ataupun SHALAT Sunnah, selalu sesuai dengan kehendak dari ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT yang berlaku sampai hari kiamat kelak.


SHALAT BERJAMAAH vs SHALAT SENDIRI-SENDIRI
Apa yang harus kita Sikapi?



Untuk dapat mendirikan SHALAT, terdapat dua buah methode yang dapat kita lakukan yaitu bisa didirikan secara Berjamaah dan juga  bisa dirikan secarta sendiri-sendiri. Timbul pertanyaan apakah itu SHALAT Berjamaah? SHALAT Berjamaah adalah SHALAT yang didirikan secara bersama-sama dan sekurang-kurangnya terdiri dari 2 (dua) orang yakni imam dan makmum. Sedangkan SHALAT sendiri-sendiri adalah SHALAT yang dikerjakan secara sendiri-sendiri. SHALAT yang dianjurkan didirikan secara berjemaah, adalah SHALAT  fardhu/wajib lima waktu; SHALAT Idhul Fitri dan Idhul Adha, Shalat Tarawih dan Witir dalam bulan Ramadhan, SHALAT minta Hujan, SHALAT Gerhana Matahari dan Bulan; SHALAT Jenazah. 

Shalat berjemaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.
(HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Umar)



Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di atas, SHALAT yang didirikan secara berjamaah, terutama SHALAT Wajib atau SHALAT Fardhu, lebih baik dan lebih utama jika dibandingkan dengan SHALAT yang dilakukan secara sendirian (munfarid) yaitu 1(satu) berbanding 27 (dua puluh tujuh). Selain daripada itu, SHALAT Berjamaah memiliki makna lain, atau memiliki manfaat lain terutama di dalam peningkatan hubungan antar sesama umat manusia. Hal ini dikarenakan melalui SHALAT Berjamaah akan terjadi apa yang dinamakan interaksi sosial antar sesama jamaah SHALAT, yang pada akhirnya akan terjalinlah hubungan baik sesama jamaah serta dapat terpeliharanya ukhuwah islamiah. Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT, tentu kita harus dapat mendirikan SHALAT Berjamaah dengan sebaik mungkin di tengah kesibukan pekerjaan yang kita lakukan. Hal ini bukan saja baik untuk diri kita sendiri tetapi juga baik untuk kepentingan sesama umat manusia.


Sebagai KHALIFAH di muka bumi yang membutuhkan SHALAT, ada satu hal lain yang harus kita perhatikan betul saat diri kita mendirikan SHALAT, apakah itu? Berdasarkan dua buah Hadits yang kami kemukakan di bawah ini, hal yang harus kita perhatikan saat mendirikan SHALAT adalah waktu atau saat SHALAT yang akan kita dirikan. Apa maksudnya? Berdasarkan hadits di bawah ini, Nabi Muhammad SAW sudah mengemukakan bahwa Waktu SHALAT, atau Saat mendirikan SHALAT yang paling baik adalah SHALAT yang didirikan tepat pada waktunya atau SHALAT yang baik adalah SHALAT  yang didirikan di awal Waktu.


Abdullah ibnu Mas'ud Ra berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling afdol?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku bertanya lagi, "Lalu apa lagi?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Berjihad di jalan Allah."
(HR. Bukhari)

Aisyah ra, berkata, Nabi SAW bersabda, Allah ta'ala berfirman: Sungguh Aku berjanji kepada hambaku bila ia melakukan Shalat tepat pada waktunya, tidak akan Aku siksa dan pasti akan Aku masukkan syurga tanpa hisab.
(HQR Al Haakim, 272:41)


Selanjutnya jika kita berbicara tentang Waktu SHALAT maka hal ini tidak bisa dipisahkan dengan adanya Adzan yang selalu dikumandangkan sebagai penanda datangnya waktu SHALAT. Hal yang harus kita pahami adalah Adzan memiliki makna ganda, yaitu di satu sisi Adzan adalah penanda datangnya waktu SHALAT. Dilain sisi Adzan adalah ajakan, atau panggilan, atau seruan yang berasal dari ALLAH SWT kepada seluruh umat manusia untuk segera mendirikan SHALAT. Dan jika kita mampu mendirikan SHALAT setelah Adzan dikumandangkan berarti kita telah mampu menempatkan dan menghargai ajakan, panggilan dan seruan ALLAH SWT untuk mendirikan SHALAT sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT. Sebagai KHALIFAH yang sangat membutuhkan SHALAT, sudahkah diri kita mampu untuk selalu mendirikan SHALAT di awal waktu sesuai dengan panggilan ALLAH SWT melalui Adzan? 


Sebagai penutup bab ini ada satu hal yang akan kami kemukakan sebagai bahan pemikiran bagi diri kita untuk selalu memperbaiki kualitas SHALAT yang kita dirikan, yaitu di dalam masyarakat  sering terjadi apa yang dinamakan dengan sibuk membicarakan  tata cara mendirikan SHALAT, atau lebih mendahulukan bagaimana ritual SHALAT harus didirikan, tetapi lupa akan makna hakiki dari SHALAT itu sendiri, atau lupa bahwa SHALAT yang kita dirikan itu tidak terlepas dari nilai pertemuan diri kita dengan ALLAH SWT, atau Nilai pertemuan kepada ALLAH SWT lebih tinggi nilainya dari ritual SHALAT. Sehingga yang sering terjadi adalah sering timbulnya salah paham atau saling klaim tentang tata cara SHALAT yang akan di dirikan, yang pada akhirnya akan keluar pernyataan bahwa SHALAT harus didirikan begini, SHALAT tidak boleh didirikan begitu, kalau SHALAT didirikan begitu tidak syah, demikian seterusnya terjadi, yang pada akhirnya menyisakan kebingungan karena tidak pernah ada penyelesaian yang konprehensif mengenai hal yang diributkan.


Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT, jangan sampai diri kita hanya sibuk memikirkan tata cara mendirikan SHALAT,  tetapi lupa akan maksud dan tujuan yang hakiki dari mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT, lupa kepada nilai pertemuan dengan ALLAH SWT. Sehingga apa yang seharusnya dapat kita peroleh dan rasakan melalui SHALAT yang kita dirikan, justru hilang ditelan hiruk pikuk di dalam menentukan tata cara SHALAT yang tidak pernah kunjung selesai. Untuk itu alangkah baiknya mulai saat ini kita memiliki kesadaran betapa pentingnya mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT serta kita harus pula belajar untuk memiliki Ilmu tentang SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT sebelum diri kita mendirikan SHALAT.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar