Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 12 Maret 2016

SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI KITA, BUKAN KEWAJIBAN : Pendahuluan





Hamba ALLAH SWT yang selalu dirahmati-Nya
Buku ini merupakan Kaji Inyiak Rasul,  atau Kaji dari H.Karim Amrullah, yang kami peroleh dari guru kami yaitu H.Datuk Nurdin Hakami, anak dari Hasyim L Husaini (di Sumatra Barat Hasyim L Husaini akrab disapa dengan panggilan  Hasyim Tiku, beliau adalah murid dari H.Karim Amrullah), sedangkan H. Karim Amrullah adalah murid dari Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. Buku yang sedang anda baca juga kami tulis dan kami sajikan dengan semangat untuk mengamalkan ajaran Diinul Islam yang berlaku, yaitu:


Rasulullah SAW bersabda: “Wahai orang yang berilmu! Ketahuilah bahwa jika engkau tidak mengamalkan ilmu yang engkau miliki, maka ia tidak akan membelamu kelak dihadapan (pengadilan) Rabbmu”. 
(HR Ad-Darimi)


Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang telah meninggal, terputus untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal yang tetap kekal: Shadaqah Jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang senantiasa mendoakannya
(HR Bukhari-Muslim)


“Tiap-tiap sesuatu ada zakatnya (penyuciannya). Zakat harta ialah sedekah kepada fakir miskin dan yang membutuhkan lainnya. Zakat kekuatan ialah membela kaum dhuafa yang teraniaya. Zakat argumentasi dan kefasehan lidah ialah mengokohkan hujjah dan dalil-dalil agama. Dan Zakat ilmu pengetahuan adalah dengan mengajarkan ilmunya kepada orang lain”.                                                                             (Alim Ulama)


Buku yang sedang anda baca merupakan salah satu jawaban atas tantangan ALLAH SWT yang tertuang dalam perintah Iqra. Iqra secara harfiah artinya Baca, sekarang dapatkah manusia melaksanakan perintah Iqra jika tidak ada sesuatu yang tertulis terlebih dahulu atau tidak ada tanda-tanda khusus tertentu terlebih dahulu? Untuk dapat melaksanakan perintah Iqra tentu mutlak diperlukan adanya sebuah media tertentu untuk melaksanakannya, sebab tanpa media ini aktivitas Iqra tidak dapat dilakukan dengan baik oleh manusia. Ini berarti untuk melaksanakan perintah Iqra mutlak harus ada sesuatu yang tertulis terlebih dahulu atau harus ada tanda-tanda khusus tertentu terlebih dahulu, barulah manusia termasuk diri kita bisa melaksanakan perintah Iqra dengan baik. Adanya kondisi seperti ini berarti perintah Iqra bukanlah sekedar perintah untuk Membaca semata, akan tetapi perintah Iqra dapat juga berarti  perintah untuk Membaca dan juga Menulis serta perintah untuk belajar atau mencari Ilmu tentang sesuatu secara konfrehensif.


Di lain sisi, saat ini diri kita sudah diberikan oleh ALLAH SWT  sebuah Buku Manual yang sangat HEBAT yaitu Al-Qur'an. Dimana Al-Qur'an yang kita terima saat ini sudah dalam keadaan Tertulis. Sekarang apakah Al-Qur'an yang sudah Tertulis itu cukup sekedar di baca saja lalu kita dapat  memperoleh secara keseluruhan maksud dan tujuan dari Al-Qur'an yang di turunkan oleh ALLAH SWT ke muka bumi? Al-Qur'an yang tidak lain adalah Kalam   ALLAH SWT yang telah dikalamkan, Al-Qur'an sebagai Ilmu ALLAH SWT yang telah diilmukan, Al-Qur'an sebagai sarana untuk memperkenalkan ALLAH SWT kepada makhluk-Nya, Al-Qur'an sebagai aturan dan juga undang-undang yang berasal dari ALLAH SWT, tidak akan mungkin hanya dengan  dibaca saja maka secara keseluruhan isi dan makna yang terkandung di dalam Al-Qur'an dapat kita ketahui. Selanjutnya jika kita hanya mampu meletakkan atau hanya mampu membaca Al-Qur'an sebatas apa yang tertulis dalam huruf Arab semata, ini berarti kita hanya memperoleh pahala membaca  Al-Qur’an semata tanpa  pernah tahu apa isi yang terkandung di dalam Al-Qur’an sesuai dengan kehendak ALLAH SWT. Sekarang jika ini yang terjadi pada diri kita saat menjawab tantangan Iqra yang berasal dari ALLAH SWT maka akan tersimpanlah segala isi dan makna yang terkandung di dalam Al-Qur'an itu di lemari buku atau di perpustakaan selama-lamanya dan kondisi ini sangat dikehendaki oleh Syaitan sang laknatullah.


Selain daripada itu, melalui buku-buku yang kami tulis, kami juga ingin memulai setahap demi setahap untuk menjadikan buku sebagai jembatan untuk menyeimbangkan Budaya Tutur yang sudah melanda sebahagian masyarakat dengan Budaya Tulis yang telah mulai hilang di tengah masyarakat (maksudnya orang lebih senang berbicara atau ngomong dibandingkan dengan menulis)  Ingat, Budaya Tutur akan hilang setelah Penuturnya tiada, akan tetapi jika Budaya Tulis yang terjadi, walaupun penulisnya telah tiada, tulisannya akan tetap ada sepanjang jaman, sehingga dapat dipelajari oleh generasi yang datang dikemudian hari. Sekarang apa jadinya jika sampai Bukhari dan Muslim atau perawi Hadits lainya, tidak menulis tentang Hadits-Hadits yang dikumpulkannya?Tentu kita tidak akan pernah Tahu apa yang dinamakan dengan Hadits yang perawinya Bukhari dan Muslim sampai dengan hari kiamat kelak. Adanya kondisi seperti ini, berarti Umur dari Bukhari dan Muslim akan tetap ada sampai dengan hari kiamat, walaupun usia beliau sudah tidak ada lagi.


Yang menjadi persoalan sekarang adalah maukah kita berumur panjang seperti umur Bukhari dan Muslim? Jika anda mau berumur panjang seperti halnya Bukhari dan Muslim menulislah atau lakukanlah perbuatan baik dengan melakukan suatu karya besar yang dapat dinikmati masyarakat luas atau amalkanlah ilmu yang bermanfaat melalui Tulisan atau jadikan Budaya Tulis menjadi kebiasaan di tengah masyarakat. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, mendorong kami untuk terus berkarya melalui tulisan-tulisan yang berkenaan dengan Aqidah Islam sehingga masyarakat akan selalu memiliki buku-buku pembanding atas buku-buku yang telah terbit terlebih dahulu, yang pada akhirnya akan menjadikan masyarakat menjadi dinamis dengan perkembangan ilmu maupun perubahan jaman.


Sebagai KHALIFAH yang saat ini sedang melaksanakan tugas di muka bumi, tentunya saat ini diri kita tidak bisa terlepas dari gangguan Ahwa yang tidak sesuai dengan Nilai-Nilai Ilahiah maupun gangguan Syaitan, termasuk di dalamnya Syaitan yang telah berubah wujud menjadi manusia atau manusia yang telah berubah wujud menjadi Syaitan. Sedangkan di lain sisi kita harus mampu dapat menjaga kefitrahan diri sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dari waktu ke waktu. Timbul pertanyaan, melalui cara apakah agar kita bisa selamat dari gangguan Ahwa dan Syaitan tanpa mengakibatkan kefitrahan diri rusak atau dapatkah kita mengalahkan Ahwa dan juga Syaitan sedangkan diri kita tetap fitrah dari waktu ke waktu? ALLAH SWT selaku inisiator, ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan di muka bumi sudah mempersiapkan apa yang dinamakan dengan Diinul Islam.


Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],
(surat Ar Ruum (30) ayat 30)

[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.


Selanjutnya apakah itu Diinul Islam? Berdasarkan surat Ar Ruum (30) ayat 30 yang kami kemukakan di atas, Diinul Islam adalah konsep Ilahiah yang berasal dari fitrah ALLAH SWT yang khusus diciptakan oleh ALLAH SWT untuk kepentingan kekhalifahan di muka bumi yang ingin selalu berada di dalam fitrah ALLAH SWT, atau yang akan memudahkan dan mensukseskan manusia menjadi KHALIFAH di muka bumi yang sesuai dengan fitrah ALLAH SWT, atau yang dapat menjadikan diri kita bahagia dunia dan di akhirat kelak. Lalu seperti apakah Diinul Islam itu? Diinul Islam terdiri dari 3(tiga) ketentuan pokok yaitu ketentuan tentang Rukun Iman, ketentuan tentang Rukun Islam dan ketentuan tentang Ikhsan, dimana  ketiganya tidak dapat dipisahkan oleh sebab apapun juga. Apa maksudnya? Contohnya kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Rukun Iman saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Islam dan Ikhsan. Demikian pula sebaliknya kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Rukun Islam saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Iman dan Ikhsan atau kita tidak bisa melaksanakan ketentuan Ikhsan saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Iman dan Rukun Islam. Adanya kondisi ini maka kita harus melaksanakan ketiganya (maksudnya melaksanakan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan) dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan oleh sebab apapun juga.

Sekarang bagaimana dengan ketentuan mendirikan SHALAT? Ketentuan mendirikan SHALAT juga tidak bisa dipisahkan dengan ketentuan Rukun Islam yang lainnya seperti Syahadat, Puasa, Zakat, Haji serta ketentuan Rukun Iman dan ketentuan Ikhsan. Adanya kondisi ini berarti :

a.    kita tidak bisa hanya mendirikan SHALAT saja dengan mengabaikan ketentuan Diinul Islam yang lainnya,  atau

b.   kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan tentang Syahadat saja dengan mengabaikan ketentuan Diinul Islam yang lainnya, atau

c.   kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Zakat saja dengan mengabaikan ketentuan Diinul Islam yang lainnya, atau

d.      kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Puasa saja dengan mengabaikan ketentuan Diinul Islam yang lainnya, atau

e.       kita tidak bisa hanya melaksanakan ketentuan Haji saja dengan mengabaikan ketentuan Diinul Islam yang lainnya, atau

f.       kita tidak bisa hanya melaksanakan Rukun Iman saja dengan mengabaikan ketentuan Diinul Islam yang lainnya, atau

g.       kita tidak bisa hanya melaksanakan Ikhsan saja dengan mengabaikan ketentuan Rukun Iman dan Rukun Islam.


Hal ini dikarenakan, pengertian dasar dari Rukun itu sendiri adalah ketentuan dasar yang harus dilaksanakan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan oleh sebab apapun juga. Adanya kondisi dasar yang seperti ini maka kita harus mampu melaksanakan Diinul Islam secara satu kesatuan yang tidak terpisahkan (maksudnya adalah melaksanakan Diinul Islam secara Kaffah) jika kita ingin selalu sesuai dengan kehendak ALLAH SWT, atau sesuai dengan fitrah ALLAH SWT dari waktu ke waktu.


Sekarang seperti apakah pola kerja, atau mekanisme Kerja pelaksanaan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan itu dalam kehidupan sehari-hari? Berikut ini akan kami kemukakan mekanisme kerja pelaksanaan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang kiranya dapat kita jadikan patokan awal saat diri kita  melaksanakaan Diinul Islam secara Kaffah, yaitu:


1.      Ketentuan Rukun Iman.


Melalui Rukun Iman yang terdiri dari 6(enam) ketentuan pokok, ALLAH SWT berkehendak kepada diri kita untuk mengenal, untuk mengetahui, untuk mengimani, serta untuk meyakini seluruh ketentuan Rukun IMAN yang terdiri: Iman kepada ALLAH; Iman kepada para Rasul, Iman kepada Kitab-Kitab ALLAH SWT, Iman kepada Malaikat; Iman kepada Hari Kiamat; Iman kepada Qadha, Qadar dan Taqdir. Sehingga hasil akhir dari pelaksanaan dari Rukun Iman ini harus dapat menghantarkan diri kita mampu menempatkan dan meletakkan ketentuan Rukun Iman dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Selanjutnya hal yang paling mendasar dari pelaksanaan Rukun Iman adalah Iman kepada ALLAH SWT. Hal ini dikarenakan kedudukan ALLAH SWT sangat sentral dan sangat sakral, dan juga dikarenakan tanpa Iman kepada ALLAH SWT maka Iman yang lainnya menjadi batal. Selain daripada itu melalui Iman kepada ALLAH yang kita lakukan harus dapat menghantarkan diri kita merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT.


2.      Ketentuan Rukun Islam


Melalui Rukun Islam yang terdiri dari 5(lima) ketentuan pokok, ALLAH SWT berkehendak kepada diri kita untuk berinteraksi, untuk merasakan secara langsung dengan apa-apa yang telah kita imani, apakah itu Iman kepada ALLAH SWT, apakah itu iman kepada Rasul, apakah itu iman kepada Kitab, apakah itu iman kepada Malaikat, apakah itu Iman kepada Hari Akhirat, apakah itu iman kepada Qadha, Qadar dan Taqdir melalui SYAHADAT yang kita laksanakan, melalui SHALAT yang kita dirikan, melalui PUASA, melalui ZAKAT yang kita tunaikan dan melalui HAJI yang kita laksanakan, dengan ketentuan sebagai berikut: 


a.  melalui pelaksanaan SYAHADAT kita diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk mempersaksikan Kemahaan dan Kebesaran ALLAH SWT secara langsung melalui ciptaan-Nya, melalui diri manusia, melalui alam, melalui tumbuhan, melalui binatang, melalui udara, melalui air dan lain sebagainya. Sehingga berdasarkan itu semua kita akan mampu mempersaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain ALLAH SWT yang mampu memperlihatkan, yang mampu mempertunjukkan segala kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya dengan sejelas-jelasnya, dengan segamblang-gamblangnya, bahwa tiada Tuhan selain ALLAH SWT yang sanggup mengadakan ini semua.


Selanjutnya agar manusia tidak salah langkah, atau agar manusia tidak salah di dalam melaksanakan Diinul Islam maka ALLAH SWT perlu mengutus manusia pilihan-Nya yaitu Nabi MUHAMMAD SAW sebagai utusan ALLAH SWT, yang tidak lain harus kita jadikan suri teladan bagi manusia sewaktu menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. Berikutnya, ada hal lain yang harus kita perhatikan yaitu kita tidak akan dapat merasakan, atau memperoleh apa-apa yang terdapat di balik maksud dan tujuan perintah SHALAT, perintah PUASA, perintah ZAKAT dan perintah HAJI, jika kita tidak pernah melaksanakan SYAHADAT. SYAHADAT di dalam Rukun Islam memegang peranan sangat penting dikarenakan SYAHADAT merupakan pintu gerbang, atau syarat utama untuk menjadikan Agama Islam sebagai Agama yang Haq, atau prasyarat untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada ALLAH SWT, atau kunci pembuka bagi kesuksesan hidup dan kehidupan yang kita jalani saat ini.    


b.      melalui SHALAT, manusia diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk merasakan sendiri-sendiri secara langsung rasa dari kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT, atau merasakan langsung hasil dari komunikasi antara diri kita dengan ALLAH SWT melalui SHALAT yang kita dirikan. Hal ini dimungkinkan sebab melalui SHALAT yang Khusyu' maka manusia dapat berdialog dan berbisik langsung dengan ALLAH SWT, manusia dapat meminta pertolongan, manusia dapat meminta petunjuk, manusia dapat meminta ampunan, manusia dapat mensucikan diri, agar manusia hidup subur dan makmur, dan lain sebagainya serta melalui SHALAT pula ALLAH SWT hendak menyempurnakan segala nikmat-nikmat yang telah ALLAH SWT berikan. Sekarang apa-apa yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT tidak akan dapat kita peroleh sebelum diri kita melaksanakan SYAHADAT, apalagi jika kita sendiri tidak mau mendirikan SHALAT.


c.       melalui PUASA, manusia diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk mengembalikan Kefitrahan diri yang telah tercemar akibat pengaruh Ahwa dan Syaitan selama kurun waktu 11 (sebelas) bulan. Hal ini dikarenakan yang berpuasa adalah Jasmani  sedangkan Ruhani pada bulan puasa, atau Ruhani saat berpuasa jangan pernah dipuasakan sedetikpun. Selanjutnya dengan dipuasakannya Jasmani selama kurun waktu tertentu maka kesehatan Jasmani dapat terjaga karena di-istirahatkan serta dengan dikuranginya makan kepada Jasmani diharapkan pengaruh Ahwa, atau Nilai-Nilai Keburukan yang dibawa oleh Jasmani dapat berkurang dan juga pengaruh Syaitan kepada Ruhani dapat berkurang. Dilain sisi, Ruhani selama PUASA diberi kesempatan oleh ALLAH SWT untuk diberi makan seluas-luasnya tanpa batasan melalui ibadah SUNNAH yang ditingkatkan oleh ALLAH SWT menjadi WAJIB, sedangkan ibadah WAJIB dilipat gandakan pahalanya. 


d.      melalui ZAKAT, manusia diperintahkan oleh ALLAH SWT untuk membersihkan segala hasil usaha yang telah kita kerjakan selama kurun waktu setahun dengan mengeluarkan Hak   ALLAH SWT atas segala hasil usaha yang kita lakukan di muka bumi yang tidak pernah kita miliki. Hal yang harus kita ingat adalah diri kita tidak memiliki apapun di muka bumi ini, karena ALLAH SWT lah yang memberikan modal berupa Jasmani, berupa Ruhani, berupa Amanah 7, berupa Hubbul,  berupa Hati Ruhani tempat diletakkanya Akal dan Perasaan. Selanjutnya dengan adanya ZAKAT yang ditunaikan maka akan terciptalah keseimbangan antara orang yang berpunya (Muzakki) dengan orang yang tidak berpunya, atau orang yang berhak menerima Zakat (Mustahik).


e.     melalui ibadah HAJI, kita diundang oleh ALLAH SWT untuk datang ke Rumah ALLAH SWT (Baitullah) sebagai Tamu,  sedangkan ALLAH SWT sebagai Tuan Rumah, atau kita diberi kesempatan untuk menghadiri Open House yang diadakan oleh ALLAH SWT di Padang Arafah, minimal sekali seumur hidup. Hal yang harus kita perhatikan sewaktu melaksanakan ibadah HAJI adalah jadilah Tamu yang dapat menyenangkan Tuan Rumah dengan selalu mematuhi segala syarat Protokoler yang telah ditetapkan oleh Tuan Rumah berupa RUKUN Haji, WAJIB Haji ataupun SUNNAH Haji.


3.      Ketentuan Ikhsan


Ikhsan  dapat dikatakan Buah, atau Hasil dari pelaksanaan Rukun Iman dan Rukun Islam yang telah kita laksanakan yang akan tercermin dari seberapa tinggi Perbuatan Baik,  atau Kebaikan yang telah kita lakukan selama menjalankan tugas sebagai KHALIFAH di muka bumi. Semakin baik dan tinggi kualitas Rukun Iman dan Rukun Islam yang kita laksanakan maka semakin tinggi pula tingkat kualitas IKHSAN yang telah kita laksanakan, atau yang tercermin di dalam diri kita, demikian pula sebaliknya.


Hamba ALLAH SWT, itulah mekanisme kerja dari Diinul Islam yang diciptakan oleh ALLAH SWT untuk kepentingan manusia, termasuk untuk kepentingan diri kita saat menjadi KHALIFAH di muka bumi. Timbul pertanyaan, siapakah yang paling membutuhkan Diinul Islam, apakah ALLAH SWT ataukah diri kita? ALLAH SWT dapat dipastikan tidak akan pernah membutuhkan Diinul Islam karena ALLAH SWT sudah Maha dan akan Maha selamanya. Adanya kondisi ini maka yang membutuhkan Diinul Islam adalah Manusia, termasuk di dalamnya diri kita, anak dan keturunan kita. Jika ini kondisinya berarti tinggi rendahnya kualitas Diinul Islam yang kita lakukan tergantung tinggi rendahnya manusia melaksanakan Diinul Islam itu sendiri. Semakin tinggi kualitas pelaksanaan Diinul Islam yang kita laksanakan maka semakin tinggi pula kesemapatn untuk merasakan nikmat dari bertuhankan kepada ALLAH SWT, demikian pula sebaliknya. 


Selanjutnya, sebagai KHALIFAH di muka bumi tahukah anda, mengertikah anda, pahamkah anda bahwa SHALAT adalah satu-satunya ibadah yang paling HEBAT dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya. Timbul pertanyaan, kenapa SHALAT dikatakan HEBAT atau atas dasar apakah SHALAT dikatakan ibadah yang HEBAT? Berikut ini akan kami kemukakan alasannya, yaitu Berdasarkan surat  Al Israa' (17) ayat 1 dan Hadits Isra' Mi'raj yang kami kemukakan di bawah ini, perintah mendirikan SHALAT adalah satu-satunya perintah yang langsung disampaikan oleh ALLAH SWT kepada Nabi MUHAMMAD SAW tanpa melalui perantaraan siapapun juga yang di lakukan di tempat dan kedudukan ALLAH SWT. Apa buktinya? Buktinya ALLAH SWT mengundang langsung Nabi MUHAMMAD SAW untuk datang ke ARSY untuk menerima perintah mendirikan SHALAT dari ALLAH SWT melalui peristiwa Isra' Mi'raj yang dialami oleh Nabi MUHAMMAD SAW. Adanya kondisi ini berarti perintah mendirikan SHALAT kepada seluruh manusia, termasuk perintah kepada diri kita, bukanlah  perintah yang bersifat main-main, atau suatu perintah yang bersifat asal-asalan, melainkan perintah yang bersifat Sakral lagi Hebat  kepada seluruh umat manusia. Sekarang, coba anda bayangkan, Inisiator, Pencipta dan Pemilik dari alam semesta ini termasuk di dalamnya diri kita, memerintahkan secara langsung tanpa perantaraan siapapun juga di tempat dan kedudukan-Nya sendiri kepada Nabi MUHAMMAD SAW untuk mendirikan SHALAT, apakah hal ini tidak memiliki makna yang sangat mendalam bagi umat manusia?      
  

Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya[847] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
(surat Al Israa' (17) ayat 1)

[847] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.


Jika kita termasuk orang yang telah Tahu Diri, tentunya kita harus memahami bahwa perintah mendirikan SHALAT bukanlah suatu perintah untuk kepentingan bagi pemberi perintah, dikarenakan   ALLAH SWT selaku pemberi perintah sudah Maha dan akan Maha selamanya sehingga ALLAH SWT tidak akan membutuhkan apapun dari yang diperintahkannya itu. Jika sekarang ALLAH SWT tidak membutuhkan apapun juga dari yang diperintahkannya, lalu untuk kepentingan siapakah perintah mendirikan SHALAT itu? ALLAH SWT memerintahkan mendirikan SHALAT untuk kepentingan manusia selaku yang diperintahkan oleh  ALLAH SWT. Jika ini adalah kondisinya berarti segala manfaat yang terdapat di balik perintah mendirikan SHALAT, baik langsung ataupun tidak langsung, untuk kepentingan manusia yang mendirikan SHALAT. Sedangkan bagi yang tidak mau mendirikan SHALAT maka ia tidak akan pernah merasakan sedikitpun manfaat, atau hikmah yang terdapat dibalik perintah SHALAT.    



dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
(surat Al Baqarah (2) ayat 110)


Selanjutnya mari kita bandingkan perintah mendirikan SHALAT dibandingkan dengan perintah melaksanakan Syahadat, perintah menunaikan Zakat, perintah melaksanakan Puasa, perintah melaksanakan Haji. Perintah melaksanakan Syahadat, Puasa, Zakat dan Haji merupakan perintah ALLAH SWT yang bersifat tidak langsung. Hal ini dikarenakan perintah itu disampaikan melalui Malaikat Jibril as, kepada Nabi MUHAMMAD SAW, atau perintah yang berasal dari Wahyu. Jika hal ini kami jadikan dasar untuk menilai tingginya derajat perintah SHALAT, maka tidak berlebihan jika perintah mendirikan SHALAT adalah perintah yang Sakral lagi Hebat untuk kepentingan manusia yang akan di jadikan ALLAH SWT sebagai KHALIFAH di muka bumi. 


Malik bin Sha’sha’ah  r.a. berkata: Nabi SAW bersabda: Ketika aku di dekat Ka’bah di antara tidur dan jaga, tiba-tiba aku mendengar suara salah seorang, yaitu yang di antara dua orang , lalu disediakan mangkok emas yang berisi hikmat dan iman, lalu dibelah dari bawah tenggorokan hingga perutku, kemudian dibasuh dadaku dengan air zamzam, lalu dipenuhi dengan hikmat dan iman, lalu didatangkan untukku binatang yang putih lebih besar dari himar dan di bawah keledai (baghel) bernama buraq, lalu berangkat bersama Jibril hingga sampai langit dunia, dan ketika ditanya: Siapakah itu? Jawabnya: Jibril. Ditanya: Bersama siapa? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut selamat datang, maka aku bertemu dengan Adam a.s. dan memberi salam, dan menyambutku dengan Selamat datang putraku dan nabi. Kemudian kita naik ke langit kedua, dan ditanya: Siapakah itu? Jawabnya: Jibril. Ditanya: Siapa yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Lalu disambut: Selamat datang, di sana kami bertemu dengan Isa dan Yahya a.s. keduanya menyambut: Selamat datang saudara sebagai nabi. Kemudian kami naik ke langit ketiga, lalu ditanya: Siapakah itu? Jawab: Jibril. Ditanya: Dan siapa yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut dengan selamat datang, dan disitu bertemu dengan Yusuf  a.s. dan setelah memberi salam padanya ia menyambut: Selamat datang saudara sebagai nabi. Kemudian kami naik ke langit keempat, dan ditanya: Siapakah itu? Jawab: Jibril. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut dengan selamat datang, dan disitu bertemu dengan Idris a.s. Sesudah saya beri salam, ia menyambut: Selamat datang saudara sebagai nabi. Kemudian kami naik ke langit kelima, dan ditanya: Siapakah itu? Jawabnya: Jibril. Dan ditanya: Siapakah yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya pula: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut: Selamat datang. Disitu kami bertemu dengan Harun a.s. maka aku memberi salam, dan ia menyambut: Selamat datang saudara sebagai nabi. Kemudian kami naik ke langit keenam, juga ditanya: Siapakah itu? Jawab: Jibril. Lalu ditanya: Dan siapa yang bersamamu? Dijawab: Muhammad. Ditanya: Apakah dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut: Selamat datang, dan disitu bertemu dengan Musa a.s. setelah aku memberi salam, ia menyambut dengan ucapan: Selamat datang saudara sebagai nabi. Dan ketika kami meninggalkannya ia menangis, dan ketika ditanya: Mengapakah ia menangis? Jawabnya: Ya Rabbi itu pemuda yang Tuhan utus sesudahku akan masuk sorga dari ummatnya lebih banyak dari ummatku. Kemudian kami naik ke langit ketujuh, maka ditanya: Siapakah itu? Jawab: Jibril, Ditanya: Siapa yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah ia dipanggil? Jawabnya: Ya. Maka disambut: Selamat datang, dan disitu kami bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s .Sesudah aku memberi salam, maka ia sambut dengan: Selamat datang putraku sebagai nabi. Kemudian tampak padaku albaitul ma’mur, maka aku tanya kepada Jibril. Jawabnya: Ini baitul ma’mur tiap hari dimasuki oleh tujuh puluh ribu Malaikat untuk sembahyang, jika telah keluar tidak akan masuk lagi untuk selamanya. Kemudian diperlihatkan kepadaku Sidratul Muntaha, mendadak buahnya bagaikan gentong (tempat air) Hajar, sedang daunnya bagaikan telinga gajah dan dibawahnya menyumber empat sungai, dua kedalam dan dua keluar. Aku bertanya kepada Jibril. Jawabnya: Yang dalam itu di sorga, sedang yang keluar itu yaitu sungai Nil dan Furat. Kemudian diwajibkan atasku lima puluh kali sembahyang. Lalu aku turun bertemu Musa, lalu ia bertanya: Apakah yang anda dapat? Jawabku: Diwajibkan atasku lima puluh kali sembahyang. Musa berkata: Aku lebih berpengalaman dari padamu, aku telah bersusah payah melatih Bani Israil, dan ummatmu tidak akan kuat, karena itu kembali minta keringanan, dan diringankan sepuluh sehingga tinggal empat puluh, kemudian dikurangi lagi sepuluh sehingga tinggal tiga puluh, kemudian diringankan lagi sepuluh sehingga tinggal dua puluh, kemudian diringankan lagi sepuluh sehingga tinggal sepuluh, dan aku kembali kepada Musa dan ia tetap menganjurkan supaya minta keringanan, maka aku minta keringanan, dan dijadikannya lima kali. Maka aku bertemu Musa dan menyatakan bahwa kini tinggal lima, maka ia tetap menganjurkan supaya minta keringanan, tetapi saya jawab: Aku telah menerima dengan baik. Maka terdengar seruan: Aku telah menetapkan kewajibanKu, dan meringankan pada hamba-hambaKu, dan akan membalas tiap hasanat dengan sepuluh lipat gandanya.
(HR Bukhari, Muslim,Al Lulu Wal Marjan: 103)



Alasan yang ke dua kenapa SHALAT dikatakan Ibadah yang sangat Sakral lagi Hebat bagi kepentingan manusia? Hal ini dikarenakan ibadah mendirikan SHALAT adalah ibadah yang pertama kali akan dihisab, ibadah yang pertama kali akan dinilai, ibadah yang pertama kali akan diperhitungkan oleh   ALLAH SWT saat hari kiamat kelak dibandingkan dengan ibadah yang lainnya. Sekarang bayangkan, ALLAH SWT memberikan penilaian yang pertama untuk SHALAT yang kita dirikan sedangkan kitapun sudah melaksanakan perintah-perintah ALLAH SWT yang lainnya. Timbul pertanyaan, atas dasar apakah hal ini dilakukan oleh ALLAH SWT?

Dari Huraits bin Qabishah, ia berkata : Saya sampai di Madinah. Ia berkata : "Wahai Allah mudahkanlah bagiku (mendapat) teman duduk yang baik. Lalu saya duduk kepada Abu Hurairah ra. Ia berkata : Saya berkata : "Saya berdo'a kepada Tuhan (Allah) Yang Maha Mulia dan Maha Besar -untuk memudahkan bagiku teman duduk yang baik, maka sampaikanlah kepadaKu hadits yang kamu dengar dari Rasulullah saw.- Semoga Allah memberi manfaat kepadaku dengan itu". Ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya sesuatu yang paling dulu dihisab pada hamba adalah shalatnya. Jika shalat itu baik maka ia telah menang dan sukses. Jika shalatnya rusak maka ia telah merugi". Hammam berkata : Saya tidak tahu, ini dari perkataan Qatadah atau riwavat. Jika dari fardhunya ada kekurangan-kekurangan, Allah berfirman : "Lihatlah, apakah hambaKu mempunyai shalat sunnat, maka fardhu yang kurang itu dapat disempurnakan. Kemudian demikian itu caranya dalam menghisab seluruh amalnya".
(Hadits ditakhrij oleh An Nasa'i).


Hal ini dikarenakan perintah mendirikan SHALAT adalah satu-satunya perintah langsung dari ALLAH SWT sehingga atas dasar inilah maka ALLAH SWT mendahulukan penilaian atas SHALAT yang kita dirikan saat hidup di dunia (ingat perintah lainnya yang diperintahkan oleh ALLAH SWT kepada manusia adalah perintah berdasarkan Wahyu). Selanjutnya SHALAT juga dikatakan sebagai ibadah yang Sakral lagi Hebat dikarenakan SHALAT tidak boleh sekalipun di tinggalkan oleh sebab apapun juga. Jika kita tidak mampu melaksanakannya secara berdiri, maka SHALAT dapat dilaksanakan dengan cara duduk, jika cara duduk tidak bisa dilakukan maka SHALAT dapat dilaksanakan secara tiduran, jika tiduran tidak bisa dilaksanakan maka SHALATlah dengan bahasa Isyarat dan jika dengan bahasa atau melalui cara Isyarat tidak bisa maka tibalah waktunya untuk di shalatkan. 



Adanya kondisi ini berarti perintah mendirikan SHALAT merupakan perintah yang tidak bisa ditawar-tawar, apalagi dibantah. Selain daripada itu SHALAT dikatakan ibadah yang sangat HEBAT lagi SAKRAL dikarenakan SHALAT dijadikan sebagai tiang AGAMA (tiang Diinul Islam). SHALAT sebagai tiang AGAMA maka buah dari SHALAT yang kita dirikan harus dapat menjadi cerminan dari Diinul Islam itu sendiri, atau setiap pribadi-pribadi yang mendirikan SHALAT wajib mencerminan perbuatan dan perilaku sebagai makhluk yang terhormat, atau wajib menjadi Teladan bagi masyarakat luas setelah mendirikan SHALAT. Adanya kondisi tentang SHALAT yang begitu Sakral lagi Hebat menandakan bahwa perintah mendirikan SHALAT kepada umat manusia bukanlah perintah yang bersifat main-main, atau perintah yang asal-asalan. Akan tetapi sebuah perintah yang sangat MULIA yang berasal dari ALLAH SWT bagi kepentingan umat manusia itu sendiri saat menjadi KHALIFAH di muka, atau saat menghadapi Ahwa dan juga Syaitan.

Shalluu kamaa ra aitumuunii ushalli
Shalatlah sebagaimana kalian melihatku Shalat.
(HR Bukhari dari Malik)

Sekarang SHALAT yang seperti apakah yang paling dikehendaki ALLAH SWT? SHALAT yang harus kita lakukan adalah SHALAT yang dicontohkan oleh utusan ALLAH SWT, dalam hal ini adalah Nabi MUHAMMAD SAW. Adanya kondisi ini berarti kita tidak boleh sembarangan, atau asal-asalan saat mendirikan SHALAT. Timbul pertanyaan, bolehkah diri kita mendirikan SHALAT tetapi tata cara SHALATnya bukan yang dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW? Jika sampai diri kita mendirikan SHALAT tetapi tata caranya tidak sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW maka SHALAT yang kita dirikan  tidak sesuai lagi dengan apa yang dikehendaki oleh pemberi perintah mendirikan SHALAT. Selanjutnya sudahkah diri kita mendirikan SHALAT yang diperintahkan oleh ALLAH SWT sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT?


Saat ini perintah mendirikan SHALAT sudah di tetapkan berlaku oleh ALLAH SWT untuk seluruh manusia. Timbul pertanyaan di manakah berlakunya ketentuan mendirikan SHALAT itu? Perintah mendirikan SHALAT berlaku di muka bumi yang saat ini kita tempati. Selanjutnya sebagai KHALIFAH yang sedang menjadi tamu di langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki oleh   ALLAH SWT, apa yang harus kita lakukan dengan adanya perintah SHALAT yang berlaku di muka bumi ini? Jika kita merasa menjadi Tamu yang Baik bagi Tuan Rumah, atau jika kita berkeinginan menjadi Tamu yang Terhormat dihadapan pencipta dan pemilik langit dan bumi maka sudah seharusnya kita melaksanakan apa yang diperintahkan oleh ALLAH SWT dengan sebaik-baiknya dikarenakan segala ketentuan yang berlaku di muka bumi ini adalah ketentuan pencipta dan pemilik dari langit dan bumi, dalam hal ini adalah ALLAH SWT.


Selanjutnya bagaimana jika kita yang sedang menjadi tamu di langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki oleh ALLAH SWT, lalu kita tidak mau melaksanakan perintah ALLAH SWT, atau kita tidak mau mendirikan SHALAT seperti yang dikehendaki ALLAH SWT, atau kita mendirikan SHALAT namun tata caranya tidak sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW?  Jika kita mengacu kepada isi dari surat  Al Hajj (22) ayat 18 dan surat Al Hadiid (57) ayat 1 yang kami kemukakan di bawah ini, maka dapat dikatakan bahwa Langit, bumi, matahari, bulan, bintang, udara, air, gunung, pohon, binatang lebih tinggi kedudukannya, lebih terhormat di bandingkan dengan manusia yang tidak mau melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan oleh ALLAH SWT


Apa buktinya dan apa dasarnya? Buktinya adalah Langit, bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon, air, udara, binatang, semuanya sujud, patuh dan taat kepada ALLAH SWT dan juga semuanya bertasbih kepada ALLAH SWT. Jika ini adalah kondisi dari apa-apa yang ada di langit dan di bumi kepada ALLAH SWT, lalu dimanakah posisi diri kita saat ini? Jika kita merasa telah dijadikan oleh ALLAH SWT sebagai Makhluk yang Terhormat di muka bumi ini, atau jika kita merasa sebagai Perpanjangan Tangan ALLAH SWT di muka bumi ini, atau jika kita merasa telah diciptakan oleh ALLAH SWT tentunya kita harus lebih baik, kita harus lebih terhormat dari Langit, dari bumi, dari matahari, dari bulan, dari bintang, dari gunung, dari pohon dan dari binatang sebab diri kita diciptakan oleh ALLAH SWT sebagai pengatur mereka semuanya saat hidup di dunia.


Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
(surat Al Hajj (22) ayat 18)

semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(surat Al Hadiid (57) ayat 1)


Akan tetapi jika ibadah yang kita lakukan kalah dibandingkan dengan ibadah mereka, atau jika keadaan diri kita lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan mereka semua, berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita. Hal ini dikarenakan diri kita sudah tidak sesuai lagi dengan konsep awal ALLAH SWT saat menciptakan manusia.Untuk itu segeralah lalukan Taubatan Nasuha sebelum Ruh tiba dikerongkongan, atau lakukan perbaikan kualitas pelaksanaan Diinul Islam yang Kaffah saat ini juga sebelum Ruh berpisah dengan Jasmani, terkecuali jika kita ingin pulang kampung ke Neraka Jahannam untuk hidup bertetangga dengan Syaitan sang laknatullah kelak. 


Sekarang apa yang akan terjadi pada diri kita jika kita mampu mendirikan SHALAT yang telah diperintahkan ALLAH SWT saat hidup di dunia? Jika diri kita mampu melaksanakan perintah SHALAT yang berlaku di muka bumi ini berarti diri kita telah melakukan suatu tindakan, atau suatu perbuatan yang dapat menjadi pembeda antara diri kita sebagai orang yang beriman kepada ALLAH SWT dengan orang yang kafir yang tidak mau beriman kepada ALLAH SWT, menjadi pembeda mana tamu yang tidak tahu diri dengan tamu yang disukai oleh Tuan Rumah, menjadi pembeda mana Khalifah yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT dengan Khalifah yang sesuai dengan kehendak Syaitan. Adanya kondisi seperti ini terjadilah seleksi alamiah secara adil tentang siapa yang berhak menempati Syurga dan siapa yang berhak menempati Neraka, atau siapa yang masih berhak menyandang status sebagai makhluk yang terhormat dengan yang tidak terhormat. Hal ini dimungkinkan karena perintah mendirikan SHALAT merupakan sarana, atau tolak ukur bagi penilaian atas kekhalifahan yang dilaksanakan oleh seluruh umat manusia. Selanjutnya sebagai KHALIFAH yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, sudahkah diri kita mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak ALLAH SWT atau yang telah dicontohkan oleh Nabi MUHAMMAD SAW?


Shalluu kamaa ra aitumuunii ushalli
Shalatlah sebagaimana kalian melihatku Shalat.
(HR Bukhari dari Malik)


Jika saat ini kita belum juga mau mendirikan SHALAT, jangan pernah salahkan ALLAH SWT jika kita selalu di dalam kehendak Syaitan sang laknatullah. Hal ini disebabkan apa yang kita lakukan merupakan hal yang paling disenangi, hal yang paling disukai, dan hal yang paling didambakan oleh Syaitan sang laknatullah, yang tidak lain adalah musuh abadi manusia. Adanya kondisi ini maka Syaitan sang laknatullah tidak akan pernah  sendirian lagi pulang kampung ke Neraka Jahannam kelak karena sudah ada manusia yang akan menjadi teman senasib dan sepenanggungan untuk mengarungi hidup baru di kampung kesengsaraan dan kebinasaan kelak. Hal yang harus kita perhatikan adalah Syaitan pulang ke Neraka Jahannam bukanlah sesuatu yang memberatkan baginya karena memang disanalah kampung halamannya, sedangkan kampung halaman manusia yang aslinya adalah Syurga. 



Hamba ALLAH SWT, itulah kondisi dasar dari perintah mendirikan SHALAT yang akan berlaku sampai dengan Hari Kiamat kelak. Selanjutnya sebagai KHALIFAH di muka bumi butuhkah kita dengan SHALAT, atau perlukah diri kita dengan SHALAT? Jawablah pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya. Jika jawaban dari diri kita bahwa pengertian Butuh dan Perlu adalah sama artinya berarti diri kita sudah berada di luar kehendak ALLAH SWT. Akan tetapi jika jawaban dari diri kita membutuhkan SHALAT saat menjadi KHALIFAH di muka bumi berarti kita sudah berada di dalam kehendak ALLAH SWT. Sekarang sudah sampai dimanakah kebutuhan diri kita dengan SHALAT? Jika kita yang membutuhkan SHALAT, lalu siapakah yang sebenarnya sangat membutuhkan SHALAT itu, apakah Jasmani kita, atau Ruhani kita atau siapakah yang harus mendirikan SHALAT itu? Hal ini penting kami kemukakan karena kita terdiri dari Jasmani dan Ruhani.


Selanjutnya adakah konsekuensi jika diri kita tidak mau melaksanakan perintah mendirikan SHALAT saat menjadi KHALIFAH di muka bumi? Lalu SHALAT yang seperti apakah yang dapat menghantarkan diri kita sesuai dengan Kehendak ALLAH SWT selaku pemberi perintah mendirikan SHALAT? Sekarang setelah diri kita mampu mendirikan SHALAT lalu apakah kita sudah merasakan rasa bertuhankan kepada ALLAH SWT melalui pertolongan yang diberikan oleh ALLAH SWT, melalui doa yang dikabulkan oleh ALLAH SWT, atau apakah Af’idah yang ada di dalam diri kita sudah tidak mampu lagi merasakan apa yang seharusnya dirasakan setelah mendirikan SHALAT dikarenakan SHALAT yang kita dirikan tidak memiliki rasa lagi? Hal lainnya yang harus juga kita perhatikan adalah jika kita tidak mampu merasakan rasa kekhusyu’an dari SHALAT yang kita dirikan, atau kita tidak mampu memperoleh manfaat yang ada dibalik perintah mendirikan SHALAT bukanlah karena perintah mendirikan SHALAT yang diperintahkan oleh ALLAH SWT itu yang salah. Akan tetapi diri kita sendirilah yang tidak mampu melaksanakan perintah mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak dari pemberi perintah mendirikan SHALAT. Sekarang adakah ciri-ciri dari manusia yang telah mampu mendirikan SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT?


Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT seperti halnya membutuhkan mandi, ada baiknya kita memperhatikan dengan seksama beberapa kekhawatiran dari Nabi kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah dikemukakannya 1432 (seribu empat ratus tiga puluh dua) tahun yang lalu, yang harus kita jadikan penggugah bagi diri kita agar jangan sampai terjadi pada diri kita dan pada anak keturunan diri kita sendiri, yaitu:


Akan datang satu masa atas manusia, dimana mereka shalat padahal sebenarnya mereka tidak shalat.
(HR Ahmad)


Banyak orang yang mendirikan Shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah.
(HR Abu Dawud)


Akan datang pada suatu masa, orang yang mengerjakan Shalat tetapi mereka belum merasakan Shalat.
(HR Ahmad)


 Kececeran yang pertama akan kamu alami dari agamamu ialah amanat, dan kececeran yang terakhir ialah Shalat. Dan sesungguhnya (akan terjadi) orang yang melakukan Shalat sedang mereka tidak berakhlak.
(HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)


Adanya hadits yang kami kemukakan di atas ini, menunjukkan kepada diri kita bahwa Nabi Muhammad SAW selaku satu-satunya pemberi contoh bagaimana SHALAT harus didirikan yang berlaku di muka bumi ini, adalah seorang yang sangat Visioner sehingga mampu berfikir jauh melebihi jamannya sehingga apa yang dikemukakannya harus kita jadikan pedoman saat mendirikan SHALAT serta jangan sampai diri kita mengalami apa-apa yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW di atas ini



Sebagai KHALIFAH yang membutuhkan SHALAT tentu kita tidak berharap ketentuan hadits di atas ini, menimpa diri kita, menimpa anak dan keturunan kita. Dan jika hal ini tidak kita hendaki maka  tidak ada jalan lain bagi diri kita, mulai saat ini kita harus belajar, kita harus memiliki Ilmu yang konprehensif tentang SHALAT, tentang ALLAH SWT, tentang Diri Sendiri, atau tentang Diinul Islam yang kesemuanya harus sesuai dengan kehendak ALLAH SWT selaku pencipta dan pemilik langit dan bumi. Selanjutnya jika anda merasa ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan langsung tentang SHALAT, maka anda harus terus mempelajari buku “SIAPA BERANI Tidak SHALAT!”, sampai tuntas. Hal ini dikarenakan pembahasan selanjutnya dari buku ini akan  membahas apa-apa yang menjadi pertanyaan yang kami kemukakan di atas ini.


Semoga ALLAH SWT memberikan kemudahan bagi diri kita semua untuk memperoleh pengertian tentang SHALAT yang sesuai dengan kehendak pemberi perintah mendirikan SHALAT serta dimudahkannya diri kita untuk merasakan langsung kenikmatan bertuhankan kepada ALLAH SWT dari waktu ke waktu melalui SHALAT yang Khusyu’ yang kita dirikan. Dan semoga kita semua mampu pulang kampung ke Tempat yang Terhormat untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat dalam suasana yang saling hormat menghormati. Amien.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar