Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 19 September 2021

TAHU ATURAN MAIN (Part 2 of 5)

  


C. ADANYA KETENTUAN HIDUP SEKALI SEHARUSNYA BERARTI LALU MATI.

 

Konsep Tahu Aturan Main yang berikutnya yang harus kita ketahui dan pahami adalah hidup di dunia ini hanya sekali dan seharusnya menjadi hidup yang sangat berarti bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara lalu kita akan mati. Inilah hakekat hidup yang sedang kita laksanakan saat ini. Di lain sisi, hidup yang kita jalani saat ini tidak bisa selamanya kita laksanakan. Hidup ini ada jangka waktunya. Dan hanya di dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT itulah kita bisa melaksanakan tugas baik selaku abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi serta disitulah kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT bagi diri kita menjalani hidup yang berarti, yang  bermakna, yang bermanfaat, dan yang berguna serta yang bisa menghantarkan diri ini pulang kampung ke syurga. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari rencana besar penghambaan dan kekhalifahan di muka bumi telah  memberikan modal yang sama kepada setiap orang yaitu berupa waktu atau usia atau lamanya kita hidup di dunia. Di dalam waktu inilah kita harus bisa menunjukkan kualitas diri masing-masing. Apakah menjadi kebanggaan Allah SWT yang mampu mempertahankan datang fitrah kembali juga dalam keadaan fitrah sehingga mampu meninggalkan jejak-jejak kebaikan bagi orang banyak, ataukah menjadi kebanggaan setan sang laknatullah yang tidak mampu mempertahankan konsep datang fitrah kembali fitrah sehingga hanya mampu meninggalkan jejak-jejak keburukan bagi orang banyak. Untuk itu ketahuilah apabila kita mampu menjadi kebanggaan Allah SWT maka pulang kampung-nya ke syurga dan apabila menjadi kebanggaan setan pulang kampungnya ke neraka.

 

Hal yang harus kita pahami adalah bahwa waktu kita hidup di dunia sangatlah terbatas, kita tidak bisa selamanya hidup, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: Usia umatku berkisar antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Sedikit yang berhasil melewatinya. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi dan Ibnu Majah).” Hal ini dikarenakan lamanya kita hidup di dunia ini bukanlah kita yang menentukan melainkan Allah SWT yang menetapkan, yaitu dimulai saat ditiupkannya ruh ke dalam jasmani sampai dengan dipisahkannya kembali ruh dengan jasmani. Dimana di dalamnya ada ketentuan jika nyawa (ruh) telah tiba di kerongkongan maka kesempatan untuk bertaubat hilang (tidak ada lagi kesempatan) untuk meminta ampun kepada Allah SWT atas segala dosa dan kesalahan yang pernah kita perbuat.

 

Lalu apakah itu hidup? Hidup yang kita jalani saat ini, dapat kita maknai dalam beberapa makna, yaitu:

 

a.    Saat diri kita melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus seba-gai khalifah-Nya di muka bumi;

b.       Saat masih bersatunya antara ruh dengan jasmani;

c.     Saat terjadinya tarik menarik kepentingan nilai nilai kebaikan (nass) yang dibawa oleh ruh dengan nilai nilai keburukan yang dibawa oleh jasmani (insan);

d.    Saat diri kita menjadi pemain dalam permainan untuk bisa mengalahkan ahwa (hawa nafsu) dan juga setan;

e.     Saat diri melakukan sebuah perjalanan dari perantauan (muka bumi) menuju tem-pat keabadian (syurga atau neraka);

f.      Saat diri kita membuktikan apakah kita mampu menjadi kebanggaan Allah SWT ataukah menjadi kebanggaan setan;

g.     Saat diri kita mempersiapkan bekal untuk kehidupan di akhirat kelak, apakah un-tuk ke syurga ataukah untuk ke neraka dan lain sebagainya.

 

Lalu dimanakah kita bisa hidup yang bisa melaksanakan konsep hidup di atas? Berdasarkan ketentuan yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al A’raaf (7) ayat 24 dan 25 berikut ini: “Allah berfirman: “Turunlah kamu! Kamu akan saling bermusuhan satu sama lain. Bumi adalah tempat kediaman dan kesenanganmu sampai waktu yang telah ditentukan. Allah berfirman, “Disana kamu hidup, disana kamu mati dan dari sana (pula) kamu akan dibangkitkan.”  Hidup hanya dapat kita lakukan di muka bumi ini. Dan tidak hanya kita hidup di muka bumi ini, namun kitapun mati di muka bumi serta akan dibangkitkan dari muka bumi. Dan ingat, hidup yang kita laksanakan dan jalani di muka bumi ini hanya sebentar dan hal ini tidak bisa kita hindari, namun harus kita laksanakan sesuai dengan kaidah kaidah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

 

Sebagai pelaksana dari hidup ini maka kita harus bisa mengetahui dan memahami dengan baik dan benar tentang makna (arti) dari kehidupan dunia yang kita laksanakan saat ini. Hal ini menjadi penting karena makna (arti) dari kehidupan di dunia tidak hanya satu pengertian saja. Akan tetapi ada 6 (enam) maknanya (artinya) sebagaimana yang dikemukakan oleh Allah SWT di dalam AlQuran dan juga berdasarkan ketentuan hadits berikut ini:

 

1.       Dunia adalah Tempat Kesenanangan Sementara. Dunia adalah la’ib (main-main) dan laghwu (senda gurau). Dunia hanyalah tempat sandiwara kehidupan dipentaskan. Bukankah hidup ini sebenarnya adalah sangat sederhana? Kita bagaikan aktor ataupun artis yang sedang memegang peran masing-masing. Sedangkan sutradaranya adalah Allah SWT. Di sandiwara kehidupan ini, ada skenario Tuhan yang wajib diperankan dengan sebaik-baiknya dan juga semaksimal mungkin diperankan oleh diri kita, sebagaimana termaktub dalam surat Al An'am (6) ayat 32 berikut ini: “dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”.

 

[468] Maksudnya: kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. janganlah orang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.

 

Jika kehidupan dunia sudah dikatakan oleh Allah SWT sebagai tempat kesenangan sementara berarti ada tempat kesenangan yang tetap yang akan disediakan Allah SWT. Timbul pertanyaan dimanakah letak kesenangan tetap tersebut? Letak kesenangan tetap ada pada kehidupan akhirat dan sebagai seorang abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi ini kita diminta oleh Allah SWT untuk memahani hal ini dengan baik dan benar. Lalu untuk siapakah kesenangan tetap yang ada di negeri akhirat itu, apakah untuk Allah SWT ataukah untuk diri kita? Allah SWT tidak membutuhkan itu semua, dan jika Allah SWT tidak membutuhkan, lalu siapakah yang membutuhkan? Jika kita merasa sangat membutuhkan kesenangan tetap yang ada di negeri akhirat, maka kita harus memiliki bekal untuk menuju kesana atau kita harus berusaha memiliki tiket masuk menuju kesenangan tetap yang ada di negeri akhirat. Hal yang harus kita perhatikan adalah kita tidak akan mungkin memperoleh tempat kembali berupa syurga jika tiket yang kita miliki adalah tiket masuk ke neraka atau bekal yang sesuai dengan kehendak setan.  

 

2.       Dunia adalah Tempat Ujian. Kehidupan dunia adalah tempat ujian, hal ini berdasarkan surat Thaahaa (20) ayat 131-132  berikut ini: “dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” Jika kehidupan dunia sudah dikatakan oleh Allah SWT sebagai tempat ujian berarti saat ini diri kita sedang melaksanakan test atau sedang diuji oleh Allah SWT untuk menghadapi musuh abadi manusia, dalam hal ini ahwa (hawa nafsu) dan juga setan. Adanya test atau ujian yang dilakukan oleh Allah SWT maka akan menghasilkan apa yang dinamakan dengan nilai seseorang, kelulusan seseorang, kemenangan seseorang atau kekalahan seseorang. Jika kita lulus ujian melawan ahwa (hawa nafsu) dan juga setan berarti diri kita adalah pemenang dan setan adalah pecundang. Pemenang akan memperoleh syurga sedangkan pecundang akan memperoleh neraka.Selanjutnya sudahkah diri kita mempersiapkan diri untuk menjadi pemenang atau lulus dari ujian Allah SWT? 

 

3.       Dunia adalah Laksana Air Hujan. Allah SWT melalui surat Al Kahfi (18) ayat 45-46  berikut ini mengemukakan: “dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”  Allah SWT melalui ayat ini telah mengingatkan kepada diri kita agar jangan sampai diri kita tertipu dengan kehidupan dunia lalu lupa dengan kehidupan akhirat yang menjadi tujuan akhir diri kita. Allah SWT memberikan peringatan dini kepada diri kita seperti ini karena setan dengan segala kemampuan yang dimilikinya mampu memanipulasi sesuatu yang tidak baik menjadi baik atau mampu menjadikan sesuatu yang baik menjadi sesuatu yang tidak baik. Jika sampai diri kita mampu dipengaruhi setan maka kita tidak akan mampu menjadi seorang pemenang, atau yang akan disambut dengan karpet merah saat pulang  kampung. Untuk itu berhati-hatilah dengan setan saat diri kita melaksanakan tugas di muka bumi dengan tetap menjadikan setan sebagai musuh yang nyata bagi diri kita. 

 

4.       Dunia adalah Mataa’ (kesenangan yang menipu). Berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 14 berikut ini: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yaitu: wanita wanita, anak anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga). (surat Ali Imran (3) ayat 14)”. Dunia adalah mataa’ (kesenangan yang menipu). Ketertipuan terhadap dunia terjadi ketika kita menjadikan dunia sebagai tujuan akhir. Padahal dunia ini hanyalah perantara atau media untuk menggapai kebahagiaan hidup di alam abadi. Dunia adalah media untuk mencari bekal hidup agar kelak kita meraih syurga.

 

5.       Dunia adalah Qalil (kecil). Berdasarkan ketentuan surat An Nisaa (4) ayat 77 berikut ini: “Kesenangan di dunia ini hanya kecil (sebentar) dan akhirat itu lebih baik untuk orang orang yang bertaqwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun. (surat An Nisaa (4) ayat 77)”. Dunia adalah qalil (kecil). Dalam ayat ini Allah SWT membandingkan dunia dengan akhirat. Segala yang ada dunia ini kecil. Manusia itu kecil. Harta itu kecil. Nikmat di dunia itu kecil. Kesengsaraan di dunia itu kecil. Kelak di akhiratlah segala yang besar besar itu berada. Kenikmatan di syurga, kata Rasul SAW, belum pernah terdengar telinga, belum pernah terlihat mata, bahkan belum pernah terjamah oleh pikiran manusia. Begitu pula dengan kesengsaraan dan kebinasaan di neraka, yang belum pernah terjamah dan dirasakan oleh manusia. Untuk itu bersabarlah di dunia yang singkat dan kecil ini. Jangan terlena dengan kenikmatan dunia yang kecil ini. Jangan menyerah dengan cobaan dan kesengsaraan hidup di dunia yang juga kecil ini. Asalkan kita berada di titian iman dan taqwa hingga ajal tiba, Allah SWT akan menjanjikan kenikmatan yang jauh lebih indah, kekal dan abadi.

 

6.       Dunia adalah Penjara. Dunia adalah penjara. Ada yang mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan penjara adalah beragam aturan aturan yang membatasi diri seorang muslim. Hal ini tertuang dalam hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan syurga bagi orang kafir.” (Hadits Riwayat Ahmad)”.  Sebagaimana kita ketahui bahwa di dunia ini seorang muslim diikat oleh aturan yang bernama syariat. Ada perintah dan ada larangan. Ada perintah untuk mengontrol dan mengalahkan hawa nafsu. Ada kewajiban, sunnah, mubah, makruh, serta haram. Ada perintah shalat, puasa, zakat, serta berhaji bagi yang mampu. Ada larangan judi, zinah, korupsi, minum minuman keras, meninggalkan shalat dan lain lain.

 

Sebagian ulama berpendapat bahwa semua itulah yang dimaksud dengan belenggu. Kematian adalah saat dimana belenggu belenggu itu terlepas. Kematian adalah masa terbebasnya diri seorang muslim dari segala belenggu belenggu yang selama di dunia telah mengikatnya. Allah SWT berfirman: Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka menghina orang-orang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. (surat Al-Baqarah (2) ayat  212)”.  Kematian adalah masa kebahagiaan bagi seorang muslim karena ia akan segera disambut dengan kenikmatan kenikmatan akhirat sebagai hadiah atas kesabarannya meniti jalan yang telah diatur oleh Allah SWT saat hidup di dunia.

 

Itulah 6 (enam) makna dari kehidupan dunia, yang kesemuanya harus dapat kita maknai sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Selain makna (arti) kehidupan dunia yang telah kami kemukakan di atas, masih ada makna (arti) kehidupan dunia yang lainnya, sebagaimana hadits berikut ini: “Sahabat yang mulia, Jabir bin Abdullah ra, mengabarkan bahwa Rasulullah pernah melewati sebuah pasar hingga kemudian banyak orang yang mengelilinginya. Sesaat kemudian beliau melihat bangkai anak kambing yang cacat telinganya. Beliau mengambil dan memegang telinga kambing itu seraya bersabda, ''Siapa di antara kalian yang mau memiliki anak kambing ini dengan harga satu dirham.'' Para sahabat menjawab, ''Kami tidak mau anak kambing itu menjadi milik kami walau dengan harga murah, lagi pula apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?'' Kemudian Rasulullah berkata lagi, ''Apakah kalian suka anak kambing ini menjadi milik kalian?'' Mereka menjawab, ''Demi Allah, seandainya anak kambing ini hidup, maka ia cacat telinganya. Apalagi dalam keadaan mati.'' Mendengar pernyataan mereka, Nabi bersabda, ''Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini untuk kalian.'' (Hadits Riwayat Muslim). Berdasarkan hadits ini kehidupan dunia lebih rendah dan hina di mata Allah SWT dibandingkan dengan bangkai anak kambing.

 

Dalam riwayat lain disebutkan: “Pada suatu waktu, Rasulullah memegang pundak Abdullah bin Umar Beliau berpesan, ''Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekadar melewati jalan (musafir).'' Abdullah menyimak dengan khidmat pesan itu dan memberikan nasihat kepada sahabatnya yang lain: ''Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah engkau menanti datangnya pagi. Sebaliknya, bila engkau berada di pagi hari, janganlah engkau menanti datangnya sore. Ambillah (manfaatkanlah) waktu sehatmu sebelum engkau terbaring sakit, dan gunakanlah masa hidupmu untuk beramal sebelum datangnya kematianmu.'' (Hadits Riwayat Bukhari). Sedang berdasarkan hadits ini kita telah diiingatkan oleh Nabi Muhammad SAW agar menjadikan kehidupan dunia ini sekedar melewati jalan atau menjadikan diri kita sebagai musafir semata sehingga bukan untuk menetap selamanya di dunia.

 

Sekarang setelah menjadi tamu yang baik dapatkah kita sewenang-wenang memperlakukan langit dan bumi seolah-olah kita yang memiliki? Dapatkah kita merusak langit dan bumi atas nama pemilik? Dapatkah kita menghambur-hamburkankan segala jerih payah di muka bumi tanpa memikirkan bekal untuk pulang ke negeri akhirat? Jika kita termasuk tamu yang baik yang menyenangkan hati tuan rumah maka kita harus menjaga, merawat, memelihara langit dan bumi sesuai dengan kehendak dari pencipta dan pemiliknya. Sedangkan jika kita termasuk perantau yang baik maka kita harus mencari, membekali diri dengan bekal yang cukup untuk pulang kampung ke negeri akhirat. Dan agar hidup dan kehidupan yang kita laksanakan saat ini sesuai dengan kehendak Allah SWT. Berikut ini akan kami kemukakan 3 (tiga) buah cara hidup di muka bumi yang harus bisa kita laksanakan, yaitu:

 

1.       Jangan pernah Sombong di saat dunia. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya pernahkah diri kita membayangkan punya apakah diri kita saat lahir ke muka bumi ini? Apakah diri kita lahir ke muka bumi langsung menciptakan sendiri jasmani, ruh, Amanah yang 7, Hubbul yang 7, hati ruhani, akal, perasaan, udara, air, langit dan bumi serta Diinul Islam? Jika kita memiliki kemampuan untuk  menciptakan itu semua, kenapa saat diri kita lahir dalam kondisi lemah yang hanya bisa menangis untuk segala apa yang kita rasakan? Setiap manusia yang ada di muka bumi ini, termasuk diri kita, tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan langit dan bumi, untuk menciptakan jasmani dan  ruhani, untuk menciptakan amanah yang 7, hubbul yang 7, akal, perasaan, untuk menciptakan udara dan air, serta untuk menciptakan Diinul Islam, apapun kedudukan manusia itu.

 

Setiap manusia yang ada di muka bumi adalah tamu yang menumpang di bumi Allah SWT, setiap manusia adalah perantau yang harus pulang ke negeri akhirat. Jika setiap manusia itu miskin, jika setiap manusia itu hina, jika setiap manusia tidak memiliki apa-apa saat datang (lahir) pertama kali di muka bumi, sekarang patut dan pantaskah manusia sombong di langit dan di bumi Allah SWT ini? Jika kita termasuk orang yang sudah tahu diri maka jangan sampai diri kita mencontoh perbuatan karun yang bersikap sombong atau menjadi karun-karun generasi baru di muka bumi ini, sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". dan Apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya [1139]. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". (surat Al Qashash (28) ayat 78-79)

 

[1139] Menurut mufassir: Karun ke luar dalam satu iring-iringan yang lengkap dengan pengawal, hamba sahaya dan inang pengasuh untuk memperlihatkan kemegahannya kepada kaumnya.

 

Sebagai orang yang tidak pernah menciptakan dan memiliki langit dan bumi, berarti diri kita tidak memiliki alasan apapun yang dapat dipertanggung jawabkan untuk berlaku sombong di muka bumi ini yang dimiliki Allah SWT. Jika sampai diri kita kita berlaku sombong di muka bumi berarti diri kita telah menerapkan prinsip hidup atau peribahasa sebagai berikut, tamu yang berlagak seperti tuan rumah, atau dikasih hati minta rempela atau sudahlah menumpang masih pula kurang ajar alias tidak tahu diri. Sekarang dari manakah asalnya sikap sombong yang ada pada diri manusia? Sikap sombong yang ada pada diri manusia ditularkan oleh iblis/setan. Selanjutnya jika kita bersikap sombong berarti diri kita sudah berperilaku seperti iblis/setan. Dan perilaku sombong, angkuh, congkak, tidak akan dapat menghantarkan diri kita ke kampung kebahagiaan, dikarenakan tempat kembali orang sombong adalah neraka Jahannam.

 

Sebagai makhluk yang terhormat, tentu diri kita wajib mencerminkan, menjaga serta mempertahankan kehormatan yang kita miliki tersebut saat diri kita hidup di muka bumi. Dan jika sampai diri kita tidak dapat mempertahankan kehormatan yang dimiliki-nya saat hidup di dunia ini seperti sombongnya iblis melawan perintah Allah SWT;  hidup tanpa etika, tanpa sopan santun, tanpa tata krama sehingga perintah dan larangan Allah SWT dilanggar, hidup seenaknya saja sehingga alam yang tidak pernah diciptakan dan dimiliki di rusak? Jika ini yang kita lakukan berarti memang diri kita tidak pantas menyandang gelar sebagai makhluk yang terhormat atau menjadi perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi. Hasil akhir dari ini semua adalah pulang kampung ke tempat yang tidak terhormat yaitu ke neraka Jahannam.  

 

2.       Jangan Mencintai Dunia. Seorang perantau yang menetap di negeri orang, suatu saat pasti akan kembali ke kampung halaman. Jika ini adalah konsep dasar merantau berarti hidup di rantau yang dilakukan oleh seseorang bukanlah tujuan akhir, akan tetapi tujuan sementara dalam rangka untuk mencari bekal pulang kampung atau untuk pembuktian diri atas keberhasilan hidup di rantau. Adanya kondisi ini berarti kualitas hidup di rantau sangat berhubungan erat dengan keberhasilan di kampung halaman. Ini berarti segala apa yang kita lakukan saat hidup di rantau, akan mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan hidup di kampung halaman kelak. Sekarang bagaimana dengan diri kita yang saat ini sedang merantau ke muka bumi, apakah kualitas merantau yang kita lakukan saat ini akan memberikan dampak keberhasilankah atau memberikan dampak ketidakberhasilankah untuk pulang ke negeri akhirat? Agar diri kita berhasil menuju negeri akhirat yang bernama syurga, tentu saat ini kita harus mencari bekal sebanyak mungkin di dalam koridor ketentuan untuk masuk syurga.

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah bekal untuk masuk syurga tidak sama dengan bekal untuk masuk neraka. Adanya perbedaan bekal untuk masuk syurga dan neraka, hal ini akan mempengaruhi pula pola kerja saat diri kita menjadi khalifah di muka bumi. Untuk itu sewaktu menjadi khalifah kita harus menentukan mau pulang kemanakah diri kita, apakah mau ke syurga ataukah ke neraka. Jika pilihan kita adalah neraka jahannam, nomorsatukan kehidupan dunia, nomor-akhirkan kehidupan akhirat, atau cintai kehidu-pan dunia saja, lalu lalaikan kehidupan akhirat. Akan tetapi jika kita mengambil keputusan untuk pulang kampung ke syurga berarti kita tidak boleh mencintai dunia, kita tidak boleh menomorsatukan dunia, dengan mengakhirkan akhirat.

 

Apalagi Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan di muka bumi melalui surat Al Baqarah (2) ayat 204 berikut ini: “dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.” telah mengingatkan agar jangan sampai kehidupan dunia menarik hati kita sehingga meng-abaikan kehidupan akhirat. Adanya peringatan dari Allah SWT seharusnya dapat menjadikan diri kita mawas diri saat menjadi khalifah di muka bumi karena kehidupan dunia bukanlah kehidupan yang hakiki.

 

Yang menjadi persoalan saat ini adalah kita berkehendak untuk pulang kampung ke syurga namun perilaku hidup kita selalu tidak konsisten dengan apa yang kita hendaki. Seolah-olah dengan perilaku ziq-zaq, kadang baik kadang buruk, dapat menghantarkan diri kita ke syurga. Dan jika ini yang kita lakukan kita akan berada di daerah abu-abu, sedangkan Allah SWT hanya menetapkan hitam (neraka) atau putih (syurga) saja. Untuk itu perhatikanlah firman Allah SWT sebagaimana berikut ini: Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (surat An Najm (53) ayat 29-30).” Selain daripada itu Allah SWT juga mengingatkan kepada diri kita untuk tidak banyak bergaul dengan orang yang menomorsatukan kehidupan dunia dibandingkan kehidupan akhirat atau orang yang selalu menginginkan kehidupan duniawi. Hal ini agar diri kita tidak tergoda atau digoda oleh mereka sehingga maksud dan tujuan kita yang seharusnya pulang ke syurga justru berubah menjadi ke neraka Jahannam.  

 

D.  ADANYA KETENTUAN BAHWA SETAN BUKANLAH TEMAN MELAIN-KAN MUSUH NYATA BAGI MANUSIA.

 

Konsep Tahu Aturan Main yang selanjutnya adalah setan bukanlah teman melainkan musuh yang nyata bagi manusia. Inilah ketetapan Allah SWT yang sudah berlaku sampai hari kiamat tiba sehingga kita wajib mengetahuinya dan wajib pula memahami serta wajib melaksanakannya dan jangan sampai setan mengalahkan diri kita.

 

Allah SWT selaku pencipta setan sudah memperingatkan kepada diri kita dan juga kepada umat manusia tentang adanya setan. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala nyala. (surat Fathir (35) ayat 6).” Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT tidak memperkenankan diri kita untuk menjadikan setan sebagai teman, sebagai penolong, sebagai konsultan apalagi jika kita jadikan tempat sandaran hidup. Setan sudah ditetapkan oleh Allah SWT adalah musuh yang nyata bagi manusia. Jika sampai diri kita keluar dari ketetapan Allah SWT tentang setan maka bersiaplah untuk dibawa oleh setan sebagai penghuni neraka.

 

Adanya ketatapan yang berasal dari Allah SWT melahirkan konsep permusuhan abadi antara manusia dengan setan yang mana konsep permusuhan ini sejalan dengan konsep hidup ini adalah permainan, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang orang yang bertaqwa. Tidakkah kamu mengerti? (surat Al An’am (6) ayat 32). Ingat, hidup sebagai sebuah permainan maka hidup harus memenuhi konsep dasar sebuah permainan, yaitu adanya musuh, adanya waktu permainan, adanya arena, adanya aturan permainan, adanya wasit serta yang paling utama adalah menghasilkan apa yang dinamakan pemenang atau juga pecundang. Jika saat ini kita sedang hidup berarti kita sedang melaksanakan konsep hidup adalah permainan. Sebagai pemain maka kita harus mengetahui dengan pasti siapa musuh kita, sampai kapan kita bermain, dimana kita melaksanakan permainan, bagaimana cara bermain yang sesuai dengan konsep dasar permainan, kita harus paham aturan permainan serta mengetahui pula siapa pendukung diri kita. Setelah kita paham dan mengerti tentang konsep hidup adalah permainan maka kita harus bisa menjadi pemenang di dalam permainan, jika tidak bersiaplah menjadi pecundang.

 

Setan sebagai musuh abadi manusia, memiliki hal-hal yang tidak dimiliki oleh manusia yang telah dijadikannya kafir, yang telah dijadikannya tersesat, yang telah dijadikannya menyim-pang dari jalan yang lurus, yaitu :

 

1.        Sejahat-jahatnya iblis/setan, dia masih dapat menempatkan diri sebagai seorang hamba kepada Tuhannya. Iblis/setan masih tetap mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya Yang Maha Mulia. Hal ini sangat bertolak belakang dengan manusia yang telah kafir atau yang telah berbuat syirik lagi musyrik, dimana ia telah meniadakan Allah SWT sebagai Tuhan bagi semesta alam. Adanya kondisi ini berarti setan masih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan manusia kafir, atau manusia yang telah berbuat syirik/musyrik;

2.        Sesombong-sombongnya setan yang bertekad untuk menggoda dan merayu anak keturunan Nabi Adam as, melalui muka, belakang, kanan, kiri serta melalui aliran darah. Setan masih memiliki kejujuran untuk mengakui keutamaan manusia-manusia yang mukhlis, sebagaimana terdapat dalam surat Shaad (38) ayat 82, 83 berikut ini:  iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” Adanya informasi ini, jika kita ingin keluar dari gangguan dan godaan setan, pintu keluar yang diakui secara jujur oleh setan adalah pintu manusia yang mukhlis. Sekarang bandingkan dengan manusia-manusia yang telah dibuat menjadi kesetanan, perilakunya telah melebihi setan itu sendiri. Ia sudah tidak takut lagi dengan Allah SWT, apalagi dengan manusia.

 

Adanya dua hal yang kami kemukakan di atas, kiranya dapat kita jadikan pembelajaran agar diri kita tahu bahwa setan selaku musuh diri kita masih memiliki martabat dengan tetap masih mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya. Dan jika sampai kita berperilaku melebihi setan, memang sudah sepantasnya diri kita diberi ganjaran pulang kampung ke neraka Jahannam oleh Allah SWT.

 

Saat ini setan sudah menyertai diri kita dimanapun kita berada. Lalu berjarakkah setan kepada diri kita? Jika kita memperhatikan surat Az Zukhruf (43) ayat 36 berikut ini: Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah  (AlQur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (surat Az Zukhruf (43) ayat 36). Ketahuilah bahwa walaupun setan sudah menyertai diri kita namun tidak otomatis setan itu memiliki jarak kepada diri kita. Jauh dekatnya setan kepada diri kita sangat tergantung kepada diri kita sendiri, yaitu sejauh mana kita mau diganggu atau digoda, atau dipengaruhi oleh setan. Jika kita mau diganggu, mau digoda, atau mau dipengaruhi  oleh setan maka syaitan sudah tidak berjarak lagi dengan diri kita.

 

Lain halnya jika kita berusaha untuk menghindar dari gangguan dan godaan serta pengaruh setan maka jarak antara antara diri kita dengan setan memiliki jarak, walaupun setan itu sendiri ada pada aliran darah dan daging kita. Dan adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa jauh dekatnya setan kepada diri kita sangat tergantung kepada diri kita sendiri, yaitu sejauh mana kita mau menerima ataupun menolak gangguan dan godaan serta rayuan dari setan melalui ahwa (hawa nafsu) atau melalui sifat alamiah jasmani yang kita perturutkan.

 

Contohnya jika kita mempeturutkan rasa malas untuk belajar maka setan akan melancarkan aksinya kepada diri kira. Saat diri kita belajar yang seharusnya konsentrasi ke depan lalu kita membuka hp maka setan datang kepada diri kita untuk membuyarkan konsetrasi belajar. Jika ini kondisi dasar setan kepada diri kita dan juga kondisi dasar kita kepada setan, lalu apa yang bisa kita perbuat dengan keadaan ini? Keberadaan setan adalah sunnatullah yang harus kita hadapi sebagai musuh tidak dapat kita hindari. Akan tetapi kita harus bisa menghadapi setan dengan cara-cara yang terhormat sesuai dengan kehormatan yang kita miliki yang tentunya harus sesuai dengan kehendak Allah SWT seperti memohon perlindungan kepada Allah SWT. 

 

Lalu dimanakah posisi Allah SWT saat setan mengepung diri kita? Posisi Allah SWT sudah pula bersama diri kita. Hal ini dikarenakan  jarak antara kemahaan dan kebesaran Allah SWT kepada diri kita lebih dekat, atau bahkan diri kita sudah tidak bisa dipisahkan dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT dibandingkan posisi diri kita kepada setan. Adanya kondisi ini berarti antara diri kita dengan setan masih memiliki jarak sedangkan kepada Allah SWT sudah tidak berjarak sepanjang diri kita tidak melepaskan diri dari Allah SWT. Hal ini telah dikemukakan oleh Allah SWT melalui surat An Nahl (16) ayat 99-100 yang kami kemukakan berikut ini: Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaanNya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaanNya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya Jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.”  

 

Ayat ini menerangkan bahwa setan tidak memiliki kemampuan apapun, atau setan tidak akan bisa mengganggu dan menggoda orang yang beriman kepada Allah SWT dan juga kepada orang yang bertawakkal kepada Allah SWT.Selanjutnya jika posisi Allah SWT lebih dekat kepada diri kita, kenapa harus kepada setan kita melapor, kenapa harus kepada setan kita berlindung, kenapa kepada setan kita mengadu, kenapa harus setan yang kita jadikan konsultan, padahal Allah SWT sudah bersama diri kita.

 

Kami senantiasa berharap jangan sampai diri kita termasuk orang-orang yang ingin terhindar dari gangguan setan, namun mempergunakan jalan yang paling disukai oleh setan, atau jangan sampai diri kita bermaksud terhindar dari gangguan setan namun jalannya justru yang  paling dibenci oleh Allah SWT. Mudah-mudahan diri kita mampu mengatasi setan baik dalam wujud aslinya maupun yang sudah berubah wujud menjadi manusia, atau manusia itu sendiri yang telah berubah wujud menjadi setan. Sekarang mari kita perhatikan 2 (dua) buah sikap setan kepada diri kita, yang keduanya pasti dilaksanakan oleh setan tanpa memandang latar belakang siapa diri kita, sebagaimana firmanNya berikut ini:iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka[1304]. (surat Shaad (38) ayat 82-83)

 

[1304] Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah SWT.

 

Selain ayat di atas, Allah SWT juga berfirman: “iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,  kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (surat Al A’raaf (7) ayat 16-17).

 

Berdasarkan kedua ayat di atas, setan akan mengganggu, menggoda siapapun tanpa tanpa terkecuali termasuk di dalamnya diri kita, untuk dihalangi  dari jalan yang lurus dari muka, dari belakang, dari kiri, dari kanan, semuanya akan disesatkan. Jika ini sikap setan kepada diri kita lalu bagaimana sikap Allah SWT kepada diri kita? Sikap Allah SWT kepada diri kita sangat berbeda dengan sikap setan kepada diri kita. Apa buktinya? Berikut ini akan kami kemukakan (3) buah sikap Allah SWT kepada diri kita, yaitu:

 

1.        Allah SWT Tidak Lepas Tangan. Hal ini dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Hijr (15) ayat 40-41-42 yang kami kemukakan berikut ini: kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis[799] di antara mereka”. Allah berfirman: “Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya) [800]. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, Yaitu orang-orang yang sesat.

 

[799] Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah s.w.t.

[800] Maksudnya pemberian taufiq dari Allah s.w.t. untuk mentaati-Nya, sehingga seseorang terlepas dari tipu daya syaitan mengikuti jalan yang Lurus yang dijaga Allah s.w.t. Jadi sesat atau tidaknya seseorang adalah Allah yang menentukan.

 

Berdasarkan ayat di atas, Allah SWT tidak akan lepas tangan kepada diri kita dengan selalu memberikan penjagaan kepada diri kita sepanjang diri kita mau menjadi hamba Allah SWT yang mukhlis.

 

2.        Allah SWT Tidak Berpaling. Hal ini dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Az Zukhruf (43) ayat 36 yang kami kemukakan berikut ini, “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (AlQuran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” Allah SWT tidak akan pernah berpaling dari diri kita sepanjang diri kita selalu berada di dalam pengajaran Allah SWT; selama kita selalu berada bersama Allah SWT dan selama kita selalu di dalam kehendak Allah SWT.

 

3.        Allah SWT Memberikan Ampunan. Hal ini juga telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam  hadits qudsi yang kami kemukakan berikut ini: Abu Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Andaikan hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi, namun ia tidak bersyirik menyekutukan sesuatu kepada-Ku, akan kuhadapinya dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu. (Hadits Riwayat Ath Thabrani, 272:127)” Dimana Allah SWT akan tetap memberikan ampunan kepada diri kita walaupun dosa dan kesalahan kita sepenuh wadah di muka bumi, sepanjang diri kita tidak pernah melakukan perbuatan syirik/musyrik kepada Allah SWT.

 

Selain dari pada itu, berdasarkan hadits yang kami kemukakan berikut ini: Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis kepada Tuhannya: Demi keagungan dan kebesaran-Mu, akan aku sesatkan selalu anak-anak Adam selama ruh dikandung badan mereka. Lalu Allah berfirman kepadanya: Demi keagungan dan kebesaran-Ku akan Aku ampuni mereka selama mereka beristighfar minta ampun pada-Ku. (Hadits Riwayat Abu Nua’im, 272:261). Allah SWT akan tetap memberikan ampunan kepada diri kita, sepanjang diri kita minta ampun kepada Allah SWT.

 

Lalu adakah perbedaan yang mencolok antara sikap setan kepada diri kita dibandingkan dengan sikap Allah SWT kepada diri kita? Berdasarkan uraian yang kami kemukakan diatas, terlihat sangat jelas bahwa sikap setan kepada diri kita sangatlah bertolak belakang dengan sikap Allah SWT kepada diri kita. Dimana Allah SWT tetap terus ingat kepada diri kita walaupun kita tidak ingat kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang kami kemukakan berikut ini:  

 

Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam! Jika engkau ingat kepada-Ku Aku Ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku Akupun ingat kepadamu. Dan jika engkau ta’at kepada-Ku pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan da-Ku. Engkau berpaling dari pada-Ku padahal Aku menghadap kepadamu. Siapakah yang memberimu makan dikala engkau masih janin di dalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka setelah Aku keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat banyak maksiat. Apakah demikian seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan kepadamu. (Hadits Riwayat Abu Nasher Rabi’ah bin Ali Al-ajli dan Arrafi’ie, 272:182).”

 

Sebagai orang yang pasti berhadapan dengan setan, sekarang semuanya terpulang kepada diri kita saat menghadapi setan. Hal ini dikarenakan pada saat diri kita menghadapi setan, maka pada saat itu juga Allah SWT juga sudah bersama diri kita, yang kedekatannya bahkan lebih dekat dengan kedekatan diri kita kepada setan. Silahkan kita memilih, karena pilihan hanya ada dua. Jika kita berpaling dari Allah SWT, maka setan siap mengganggu dan menggoda diri kita dan jika kita menghadap kepada Allah SWT, jika kita berkomunikasi dengan Allah STW dan  jika kita bersinergi dengan Allah SWT  melalui shalat maka setan yang akan berpaling dari diri kita.

 

Dan yang harus kita ketahui dan pahami adalah setan yang ada di dalam diri ataupun yang ada di luar diri, keberadaannya tidak dapat kita hilangkan atau kita bunuh. Setan tetap akan terus bersama diri kita sampai ruh berpisah dengan jasmani. Namun yang bisa kita lakukan hanyalah mengurangi kekuatan setan, mensayat-sayat kekuatan setan di dalam mengganggu diri kita melalui makanan dan minuman yang memenuhi konsep halal lagi baik (thayib), melalui pekerjaan dan penghasilan yang memenuhi konsep halal lagi baik,  serta melalui sinergi dengan Allah SWT melalui ibadah wajib dan ibadah sunnah di dalam kerangka melaksanakan Diinul Islam secara kaffah. Sehingga setannya tetap ada bersama diri kita, namun kekuatan untuk mempengaruhi diri kita menjadi lemah. Semoga hal ini mampu kita laksanakan.

 

Sebagai pengingat bagi kita semua, ada beberapa hal yang harus kami tegaskan kembali dan hendaknya menjadi perhatian diri kita saat menghadapi musuh abadi diri kita, yaitu :

 

1.       Jangan pernah menganggap remeh tentang musuh yang kita hadapi. Jangan pernah menganggap kalau kita sudah mampu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah maka kita bisa terbebas dari serangan musuh. Syaitan sebagai musuh akan terus menyerang musuhnya sampai dengan proses “sakratul maut” tiba. Jika syaitan sudah tidak bisa menyerang lagi diri kita karena kita sudah termasuk manusia yang mukhlis, maka syaitan akan menyerang melalui anak keturunan kita, syaitan akan menyerang melalui harta kekayaan kita, syaitan juga akan menyerang melalui suami atau istri kita serta melalui keikhlasan kita di dalam melalukan ibadah. Ingat, Prinsip perang adalah jangan pernah mengasumsikan musuh tidak akan datang, melainkan bersiaplah menyambut kedatangannya. Jangan menduga musuh tidak akan menyerang, melainkan buatlah agar posisi anda tidak bisa diserang. (Sun Tzu dalam the art of war)

 

2.       Jangan pernah berhenti melawan musuh, karena musuh kita akan terus menyerang musuhnya sampai kapanpun juga sepanjang diri kita masih dinamakan dengan manusia. Sebagai musuh dari iblis/syaitan jangan pernah menganggap kita dibiarkan begitu saja oleh musuh kita. Musuh tetaplah musuh dan musuh harus terus kita kalahkan karena kita harus menjadi pemenang.

 

3.       Jumlah jin, iblis dan syaitan saat ini sudah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah manusia, dikarenakan setelah ruh berpisah dari jasmani syaitan yang menyertai diri kita tidak serta merta ikut meninggal dunia ditambah ada manusia manusia yang telah berubah menjadi syaitan. Jika jumlah jin, iblis/syaitan sudah lebih banyak dari jumlah manusia, berarti Nilai-Nilai Keburukan saat ini pasti lebih mendominasi di dalam kehidupan. Untuk itu kita tidak bisa sendirian menghadapinya, kita sangat membutuhkan Allah SWT untuk mengalahkan jin, iblis/syaitan yang jumlahnya lebih banyak dari diri kita. Yang menjadi persoalan adalah sudahkah diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT jika membutuhkan Allah SWT?

 

4.       Allah SWT sudah mempersiapkan 2(dua) buah tempat kembali bagi manusia, yaitu syurga dan neraka. Jika syurga dan neraka sudah ditetapkan oleh Allah SWT berarti saat ini ada calon penghuni neraka dan calon penghuni syurga. Adanya kondisi ini tidak hanya calon penghuni syurga saja yang memiliki “Hak Hidup” di muka bumi ini,  akan tetapi calon penghuni neraka juga memiliki “Hak Hidup” yang sama di muka bumi ini. Jika calon penghuni neraka dan calon penghuni syurga sama-sama memiliki hak hidup, maka kita tidak boleh saling mencaci maki, tidak boleh saling bunuh membunuh, saling benar sendiri.

 

5.       Syaitan sudah ditetapkan sebagai musuh, sebagai musuh maka syaitan tidak akan pernah senang kepada musuhnya. Musuh akan selalu bertindak dan berbuat  untuk mengalahkan, menjatuhkan musuhnya. Untuk itu kita harus dapat mengalahkan serta  melumpuhkan musuh tersebut sebab tanpa melalui musuh kita tidak akan pernah memperoleh kemenangan yang pada akhirnya akan menghantarkan diri kita ke kampung Kebahagiaan.

 

6.       Selain daripada itu, masih ada hal lainnya yang harus kita perhatikan yaitu jarak antara kemahaan dan kebesaran Allah SWT  kepada diri kita lebih dekat atau bahkan diri kita sudah tidak bisa dipisahkan dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT dibandingkan posisi diri kita kepada setan. Adanya kondisi ini berarti antara diri kita dengan Syaitan masih memiliki Jarak sedangkan kepada Allah SWT tidak berjarak sepanjang diri kita tidak melepaskan diri dari Allah SWT. Selanjutnya jika posisi Allah SWT lebih dekat kepada diri kita, kenapa harus kepada setan kita melapor, kenapa harus kepada setan kita berlindung, kenapa kepada setan kita mengadu, kenapa harus setan yang kita jadikan konsultan, padahal  Allah SWT sudah bersama diri kita.

 

Dan mudah-mudahan diri kita mampu mengatasi setan baik dalam wujud aslinya maupun yang sudah berubah wujud menjadi manusia atau manusia yang telah berubah menjadi setan melalui bantuan dan pertolongan  Allah SWT yang pada akhirnya dapat menghantarkan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT.


#tahu diri #tahu Allah

#tahu aturan main # tahu konsep berpasang pasangan

#tahu adanya konsep hidup sekali seharusnya berarti lalu mati


Tidak ada komentar:

Posting Komentar