Sekarang
mari kita pelajari bagian selanjutnya dari rumus kehidupan ini yaitu kita harus
tahu aturan main setelah diri kita tahu diri; tahu Allah; tahu orang tua/mertua
dan juga tahu tentang Nabi Muhammad SAW. Tahu aturan main menjadi sesuatu yang sangat
penting kita ketahui dan pahami saat diri kita hidup di muka bumi ini. Hal ini
dikarenakan diri kita bukanlah pencipta dan pemilik dari langit dan bumi dan
juga bukan pula pencipta dan pemilik dari rencana besar penciptaan manusia di
muka bumi ini. Namun Allah SWT lah pencipta yang sekaligus pemilik dari alam
semesta ini dan juga manusia yang ada di muka bumi ini sehingga hanya Allah SWT
sajalah yang berhak menentukan hukum, ketentuan serta aturan main yang berlaku.
Dan sebagai orang yang menumpang di langit dan di muka bumi ini maka sudah
sepatutnya kita mengetahui dan memahami bahwa hidup di dunia ini ada aturan
mainnya sehingga hidup ini tidak bisa seenaknya saja kita jalani tanpa
mengindahkan aturan main yang telah ditetapkan oleh Allah SWT selaku tuan rumah.
Dan
agar pemahaman diri kita tentang aturan main ini baik dan benar maka kita harus
bisa memahami segala sesuatunya sesuai dengan yang dikehendaki (apa yang
direncanakan) oleh Allah SWT. Sekarang mari kita pelajari tentang tahu aturan
main ini dengan sebaik-baiknya yang dilanjutkan dengan berdoa kepada Allah SWT
agar kita mampu melaksanakan aturan main ini yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT.
A.
ADANYA KONSEP BERPASANG-PASANGAN.
Konsep aturan main
yang pertama yang dapat kami kemukakan adalah adanya konsep berpasang-pasangan,
Yang mana konsep berpasang-pasangan ini telah dikemukakan oleh seorang ilmuwan
Inggris, Paul Dirac, telah dianugerahi hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun
1933. Ilmuwan ini menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan. Penemuan
ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan
dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang
berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi
bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam
sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut: "…setiap partikel memiliki
anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … … dan hubungan ketidakpastian
mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan
terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat." Apa yang
dikemukakan oleh Paul Dirac tentang unsur yang berpasang-pasangan diatas,
bukanlah sesuatu yang baru, namun sudah dikemukakan oleh Allah SWT dalam
AlQuran 14 abad yang lalu.
Lalu apakah yang berpasang-pasangan itu ada
dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan ataukah konsep berpasang-pasangan
itu merupakan bagian dari proses alam? Berdasarkan surat Yaa Siin (36) ayat 36 berikut
ini: “Maha
suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui.” Berdasarkan ayat ini, Allah
SWT lah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan, baik
apa-apa yang ada di muka bumi maupun yang ada pada diri manusia maupun dari apa-apa
yang tidak kita ketahui.
Lalu, pernahkah kita membayangkan, butuh seribu tahun
lebih, konsep berpasang-pasangan baru bisa dipecahkan oleh umat manusia,
terutama jika kita mengambil patokan kepada hasil penelitian Paul Dirac yang
memperoleh hadiah Nobel bidang fisika tahun 1933. Apakah hal ini masih kurang
sehingga kita masih tidak meyakini AlQuran itu benar-benar wahyu dari Allah SWT
atau bahkan tidak mempercayai Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam
semesta ini! Begitu banyak yang
berpasang-pasangan di alam semesta ini seperti laki laki dan perempuan, tua dan
muda, kaya dan miskin, negatif dan positif, atas dan bawah, proton dan neutron,
langit dan bumi, jiwa taqwa dan jiwa fujur, ruhani dan jasmani dan lain
sebagainya. Apakah Allah SWT menciptakan hal ini tanpa ada maksud dan tujuan
yang haq. Lalu apa yang dimaksud dengan berpasang-pasangan itu? Sebelum kami membahas lebih lanjut tentang
konsep berpasang-pasangan, sudahkah kita mengetahui dan memahami tentang konsep
dasar dari aturan main yang berlaku sampai dengan hari kiamat kelak? Untuk itu
mari kita pelajari hadits yang kami kemukakan berikut ini:
“Abu Na’im dalam
kitabnya ‘al Hilyah’ telah meriwayatkan sebagai berikut: Allah telah memberi
wahyu kepada Musa, Nabi Bani Israil, bahwa barangsiapa bertemu dengan Aku, padahal
ia ingkar kepada Ahmad, niscaya Aku masukkan dirinya ke dalam neraka. Musa
berkata: “Siapakah Ahmad itu, Ya Rabbi?” Allah berfirman; “Tidak pernah Aku
ciptakan satu ciptaan yang lebih mulia menurut pandanganKu daripadanya. Telah
kutuliskan namanya bersama namaKu di Arasy sebelum Aku ciptakan tujuh lapis
langit dan bumi. Sesungguhnya syuga itu terlarang bagi semua makhluk-Ku,
sebelum ia dan umatnya terlebih dahulu memasukinya.” Musa as, berkata: Siapakah
umatnya itu?” Firmannya: Mereka yang banyak memuji Allah. Mereka memuji Allah
sambil naik, sambil turun dan pada setiap keadaan. Mereka mengikat pinggang
(menutup aurat) dan berwudhu,
membersihkan anggota badan. Mereka shaum (puasa) siang hari, bersepi diri dan
berdzikir sepanjang malam. Aku terima amal yang dikerjakan dengan ikhlas,
meskipun sedikit. Akan kumasukkan mereka ke dalam syurga karena kesaksiannya:
Tiada Tuhan yang sebenarnya wajib diibadahi selain Allah. Musa berkata: “Jadikanlah saya Nabi Ummat
itu?” Allah berfirman: “Nabi ummat itu dari mereka sendiri.” Musa berkata lagi: “Masukkanlah saya ke dalam
golongan ummat Nabi itu. Allah menerangkan: “Engkau lahir mendahului Nabi dan
ummat itu, sedangkan dia lahir kemudian. Aku berjanji kepadamu untuk
mengumpulkan engkau bersamanya di Darul Jalal (Syurga). (Hadits Qudsi Riwayat
Abu Na’im dalam Al Hilyah)
Berdasarkan hadits di atas ini, Allah SWT menerangkan
kepada umat manusia bahwa sudah memiliki konsep syahadat ketauhidan dan juga
syahadat kerasulan sebelum menciptakan langit dan bumi yaitu dengan
menyandingkan nama Allah SWT dengan nama Muhammad dengan bunyi hadits sebagai
berikut: “Telah
kutuliskan namanya bersama nama-Ku di Arasy sebelum Aku ciptakan tujuh lapis
langit dan bumi.” Setelah memiliki memiliki konsep ketauhidan berupa syahadat
yang mengharuskan diri kita mempersaksikan Allah SWT (syahadat ketauhidan) dan
juga Nabi Muhammad SAW sebagai rasul-Nya (syahadat kerasulan) dalam satu
kesatuan.
Allah SWT juga telah memiliki konsep dasar dari
aturan main yang bersifat berpasang-pasangan yang akan diberlakukan bagi umat
manusia yaitu adanya dua buah tempat kembali yaitu adanya syurga dan adanya neraka.
Adanya konsep syurga dan neraka sebagai bagian dari konsep berpasang-pasangan
yang dipersiapkan oleh Allah SWT untuk tempat kembali bagi seluruh umat manusia
menunjukkan bahwa:
1. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik konsep
syurga dan neraka dapat dipas-tikan Allah SWT penguasa tunggal yang berhak
menentukan siapa yang berhak masuk syurga dan yang akan dimasukkan ke neraka;
2. Adanya konsep syurga dan neraka menunjukkan
akan adanya hak hidup bagi calon- calon penghuni syurga dan adanya hak hidup
bagi calon-calon penghuni neraka sehingga hidup di muka bumi bukanlah hidup
yang bersifat homogen (satu golongan saja) namun hidup yang bersifat heterogen (lebih
dari satu golongan);
3. Agar syurga dan neraka bisa diisi secara adil
dan beradab maka Allah SWT sajalah yang berhak menentukan aturan main yang baku,
dalam hal ini Diinul Islam, di dalamnya terdapat ukuran (parameter) yang bersifat
informatif yang berlaku bagi seluruh umat manusia dan selalu sesuai dengan perkembangan
zaman;
4. Setiap manusia akan dihadapkan dengan konsep
keadilan pada saat hari berhisab (hari perhitungan) sebelum menempati syurga
ataupun neraka melalui konsep apa-apa yang telah manusia perbuat maka kondisi
itulah yang akan dinilai dan diadili secara adil oleh Allah SWT.
Sekarang konsep syurga dan neraka sebagai salah
satu bentuk dari konsep berpasang-pasangan sudah diberlakukan oleh Allah SWT. Lalu
sudahkah kita selaku abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya dan juga
sekaligus orang yang akan menempati syurga atau neraka meneliti secara mendalam
tentang konsep berpasang-pasangan itu? Apakah konsep berpasang-pasangan itu
hanya syurga dan neraka semata? Konsep
berpasang-pasangan bukanlah konsep yang bersifat statis hanya untuk satu pengertian
saja. Konsep berpasang-pasangaan adalah suatu konsep yang bersifat dinamis
sehingga konsep ini bermakna sangat luas, seluas ilmu Allah SWT.
Berikut ini akan kami kemukakan beberapa
makna lainnya dari konsep berpasang- pasangan itu yang kesemuanya tidak bisa
dipisahkan dengan konsep adanya syurga dan neraka, yaitu:
1. Konsep berpasang-pasangan dapat kita maknai sebagai ibadah yang tidak
bisa dipisahkan antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya. Contohnya mendiri-kan shalat dengan
menunaikan zakat sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan jangan-lah kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kebhatilan dan
janganlah kamu menyem-bunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya. Dan
tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang orang yang
rukuk.” (surat Al Baqarah (2) ayat 42, 43). Adanya perintah mendirikan
shalat yang dipasangkan dengan dengan perintah menunaikan zakat maka konsep
berpasangan yang seperti bisa bermakna bahwa ibadah shalat dengan ibadah
menunaikan zakat merupakan ibadah yang tidak bisa dipisahkan begitu saja
sehingga ibadah shalat yang dipasangkan dengan ibadah zakat ini memiliki makna:
a.
Ibadah habblumminallah (ibadah
shalat) harus diimbangi dengan ibadah habblum-minanass (menunaikan zakat);
b.
Kita tidak bisa hanya
menerima saja namun juga harus memberi kepada sesama sehingga akan tampillah
kesalehan diri dalam bentuk kesalehan sosial;
c.
Kita tidak bisa hanya
berbuat untuk kepentingan duniawi semata dengan mengor-bankan kepentingan
akhirat;
d.
Kita harus bisa
melaksanakan secara seimbang ibadah badaniah (jasmani) dengan ibadah ruhiyah
dalam kerangka kebaikan diri dan juga masyarakat.
Jika sampai diri kita memisahkan ketentuan
ini berarti kita telah menganiaya diri sendiri karena menghilangkan
keseimbangan dalam beribadah, menghilangkan keseimbangan dalam berbuat dan
bertindak (dalam berkarya nyata) yang telah ditetapkan Allah SWT.
2. Konsep berpasang-pasangan juga bisa kita maknai sebagai keselarasan dan
keseimbangan antara yang satu dengan yang lainnya. Contohnya seperti mengurangi dengan
menambah, atas dengan bawah, tua dengan muda, proton dengan neutron, positif
dengan negatif, aktiva dengan pasiva, mendengar dengan melihat; patuh dan taat,
keshalehan diri dan keshalehan sosial, yang kesemuanya terikat dengan
konsekuensi (atau terikat dengan hukum kausalitas atau hukum sebab akibat). Jika
sampai diri kita memisahkan ketentuan ini berarti kita telah merusak tatanan
keseimbangan yang ada di dalam kehidupan yang pada akhirnya akan terjadi
perbedaan kualiatas antar individu umat manusia. Akhirnya dengan terjadinya
perbedaan-perbedaan ini maka tampillah kebesaran dan kemahaan Allah SWT
dihadapan diri kita.
3. Konsep berpasang-pasangan juga bermakna pilihan. Contohnya seperti apakah mau beriman
ataukah mau kafir, apakah mau berbuat kebaikan ataukah keburukan, apakah mau
syurga ataukah neraka, apakah mau bahagia ataukah mau celaka, mau halal ataukah
mau haram, mau maju ataukah mau mundur, mau jalan lurus ataukah jalan yang
bengkok dan lain sebagainya. Untuk itulah Allah SWT menciptakan dua buah
makhluk ghaib berupa malaikat sebagai bentuk manifestasi makhluk yang patuh dan
taat serta berupa iblis (syaitan) sebagai manifestasi makhluk yang pembangkang.
Jika kita sampai salah memilih atau salah dalam menentukan sikap maka hasil
akhir dari pilihan yang kita pilih akan memberikan dampak yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Jika kita memilih kebaikan maka kebaikan yang akan
kita terima, namun jika kita memilih keburukan maka keburukan yang akan kita
terima.
4. Konsep berpasang-pasangan juga memiliki makna petunjuk untuk memperoleh
atau menuju pola hidup sehat. Contohnya melalui konsep halal dengan haram; melalui konsep thayyib (kebaikan
bagi tubuh) dengan khabits (menjijikkan, merusak bagi tubuh); melalui konsep keseimbangan
asam dengan basa; melalui konsep air dengan udara, melalui konsep manis dengan
pahit, yang kesemuanya sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Hal ini sejalan
dengan fungsi dari lambung yang mana lambung adalah kolamnya tubuh dan pembuluh
darah bersumber darinya. Jika lambung itu baik, maka pembuluh darah yang keluar
darinya pun akan sehat. Dan jika lambung itu sakit, maka pembuluh darahnya pun
akan sakit. Dan lambung itu sendiri hanya memiliki kapasitas sebesar satu liter
untuk menampung sepertiga maka-nan, sepertiga air dan sepertiga udara. Alangkah
bijak seseorang jika maka tidak berlebih-lebihan, sebagaimana hadits Nabi SAW
berikut ini: “Isilah lambung kalian
dengan sepertiga makanan, sepertiga air dan sepertiga udara. (Hadits Riwayat
Ahmad, Ath Thirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim)
Dilain sisi, keseimbangan asam dan basa dalam
tubuh ini tidak bisa disepelekan. Untuk itulah kita harus bisa mengetahui nilai pH (potensial
hidrogen) dalam diri kita karena nilai pH adalah tolak ukur keseimbangan kadar
asam dan basa dalam darah. Dilansir dari Medicine Net, pH tubuh dalam keadaan
normal idealnya berkisar pada rentang netral-cenderung basa, yaitu sekitar 7.35
sampai 7.45. Kadar pH yang kurang dari 7 dikatakan bersifat asam dan jika lebih
dari 7 sudah tergolong basa.Tubuh menjaga kadar pHnya dengan bantuan ginjal dan
paru-paru untuk mengatur kadar bikarbonat. Bikarbonat digunakan sebagai
pelindung jika tiba-tiba pH mengalami perubahan.
Sedangkan Ginjal
berperan untuk mengubah jumlah asam dan basa yang ada di dalam tubuh, sementara
pusat pernapasan di dalam otak mengatur paru-paru untuk mengendalikan jumlah
karbondioksida yang Anda keluarkan saat bernapas. Gangguan pada salah satu atau
ketiga faktor penyeimbang pH tubuh ini akan membuat sifat darah menjadi terlalu
asam atau terlalu basa. Dan jika kita ingin memiliki
tubuh yang sehat, jangan abaikan sayur sayuran dan buah buahan. Selain kaya
vitamin, mineral, serta enzim; sayur sayuran dan buah buahan juga berperan
sebagai penyeimbang asam dan basa dalam tubuh yang paling ampuh.
Adanya 4 (empat) buah contoh konsep berpasang-pasangan
yang kami kemukakan di atas, ketahuilah bahwa inilah aturan main yang paling
mendasar yang berlaku di muka bumi ini yang mana kesemuanya sudah sesuai dengan
konsep manusia adalah makhluk dwifungsi dan juga makhluk dwidimensi. Lalu untuk
apakah Allah SWT menetapkan adanya 4 (empat) buah ketentuan berpasang-pasangan
seperti yang kami kemukakan di atas? Adanya konsep dasar berpasangan-pasangan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT maka akan melahirkan hal-hal sebagai
berikut, yaitu:
1.
Hidup ini bukanlah
sesuatu yang bersifat monoton, namun bersifat dinamis karena adanya perbedaan-perbedaan
diantara sesama umat manusia. Adanya kondisi ini akan diketahui siapa yang
terbaik diantara yang terbaik atau bahkan akan menunjukkan siapakah yang
terburuk dari yang terbaik sehingga akan terlihat dengan jelas siapa yang
beriman, siapa yang kafir dan siapa yang munafik yang akhirnya akan diketahui
siapa yang berhak masuk syurga dan siapa yang akan dimasukkan ke dalam neraka
secara adil dan beradab;
2.
Terjadilah pembeda
(adanya perbedaan-perbedaan terutama tentang ukuran dari kualitas keimanan dan
ketaqwaan) antara satu dengan yang lainnya seperti kafir dengan beriman, jalan
yang lurus dengan jalan yang bengkok, jiwa taqwa dengan jiwa fujur, taat dan
patuh, riya dengan ikhlas dan lain sebagainya, yang pada akhirnya akan
menghasil-kan hasil akhir (output) yang berbeda pula sehingga terlihatlah
tingkatan-tingkatan manusia baik yang di syurga maupun yang di neraka;
3.
Mampu menjadikan manusia
mampu melaksanakan pola hidup yang sehat dan bugar, yang tercermin dari
sehatnya jasmani sedangkan kefitrahan ruh tetap terjaga.
Adanya 3(tiga) buah kondisi yang kami
kemukakan di atas ini, maka kita wajib bersikap tegas untuk menentukan sikap
karena konsekuensi dari pilihan di atas akan menentukan kualitas hidup baik di
dunia maupun di akhirat kelak. Yang pada akhirnya akan menentukan kemana kita
akan pulang kampung apakah ke syurga ataukah ke neraka. Ingat, pilihan ini kita
yang menentukan bukan Allah SWT yang menentukan.
Setelah diri kita mengetahui adanya konsep
berpasang-pasangan seperti yang kami kemukakan di atas, sekarang bisakah kita
membayangkan jika di langit dan di bumi ini tidak ada konsep berpasang pasangan?
Allah
SWT menciptakan segala sesuatu secara berpasang- pasangan tidak lain agar
terjadi keseimbangan, keteraturan, dan adanya kepastian terhadap proses yang terjadi
di alam semesta ini, yang kesemuanya untuk kebaikan makhluk yang hidup di muka
bumi ini. Adanya siang dan malam maka terjadilah suatu kepastian kapan manusia
bekerja dan kapan manusia akan istirahat. Adanya syurga dan adanya neraka
sebagai tempat kembali manusia maka terjadilah proses seleksi yang berbeda-beda
bagi calon penghuni syurga dan calon
penghuni neraka, dan seterusnya.
Sekarang apa yang bisa kita perbuat jika
tidak ada malam dan siang? Apa yang bisa kita rasakan jika tidak ada konsep positif
dan konsep negatif atau jika tidak ada laki laki dan perempuan atau
jika tidak ada kebaikan dan keburukan? Semuanya sama sehingga yang ada hanyalah
satu tanpa ada perbedaan yang mengakibatkan hidup bersifat monoton dan searah.
Sedangkan melalui perbedaan perbedaan yang terjadi dalam kehidupan ini akan menunjukkan
betapa hebatnya Allah SWT dalam menciptakan segala sesuatu serta aktif pula
kemahaan dan kebesaran Allah SWT. Hal ini sejalan dan sesuai dengan apa yang
dikemu-kakan oleh Allah SWT dalam surat Adz Dzariyaat (51) ayat 49 berikut ini:
“dan segala sesuatu Kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” Berdasarkan
ketentuan ayat ini, Allah SWT lah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan konsep
berpasang pasangan lalu Allah SWT juga yang mengingatkan kita bahwa dibalik
berpasang pasangan itu ada kebesaran Allah SWT yang menyertainya. Sudahkah kita
menyadarinya!
Lalu sampai kapankah konsep berpasang-pasangan
ini berlaku? Konsep berpasang-pasangan
sebagai sebuah sunnatullah (ketetapan Allah SWT) akan terus berlaku di alam
semesta ini sampai dengan hari kiamat
kelak. Mahasuci Allah, begitu hebat Allah SWT dan begitu jelas dan transfaran
Allah SWT dalam menciptakan segala sesuatu. Sekarang tinggal bagaimana kita
menyikapinya!
Saat ini dan seterusnya, kebaikan telah
dipasangkan dengan keburukan oleh Allah SWT, apa yang harus kita sikapi?
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi kita harus
memilih atau menentukan sikap apakah menjadikan kebaikan sebagai cerminan (label)
bagi diri kita ataukah menjadikan keburukan sebagai cerminan (label) bagi diri
kita. Kebaikan dan Keburukan sebagai
sebuah pilihan yang harus dipilih, keduanya memiliki karakteristik yang
berbeda. Jika kebaikan yang kita pilih lalu kebaikan itu pula yang kita
lakukan maka kebaikan pula yang akan kita raih dan rasakan saat hidup di dunia
ini. Dan jika keburukan yang kita pilih lalu keburukan itu pula yang kita
lakukan maka keburukan pula yang akan kita raih dan rasakan saat hidup di dunia
ini. Dan hal yang tidak akan terjadi adalah jika kita berbuat keburukan hasil
akhirnya adalah adalah kebaikan. Demikian pula sebaliknya, jika kita berbuat
kebaikan hasil akhirnya adalah keburukan.
B.
ADANYA KETENTUAN
BAHWA ALLAH SWT TIDAK BUTUH MANUSIA NAMUN MANUSIALAH YANG MEMBUTUHKAN ALLAH SWT.
Konsep Tahu Aturan Main
yang kedua yang harus kita pahami saat diri kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang
sekaligus khalifah-Nya di muka bumi adalah Allah SWT tidak butuh sama sekali
dengan ibadah manusia. Namun manusialah yang sangat membutuhkan ibadah kepada
Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Baqarah (2) ayat 21: “Wahai
manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang
sebelum kamu, agar kamu bertakwa” Ayat ini mengemukakan bahwa Allah
telah memerintahkan kepada manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya dengan
menyembah hanya kepada Allah SWT semata. Adanya
perintah ini bukan berarti Allah SWT yang sangat membutuhkan ibadah hamba-Nya.
Melainkan karena manusialah yang membutuhkan ibadah yang telah Allah SWT
perintahkan dan juga menunjukkan jika Allah SWT sangat peduli dan sayang kepada
umat manusia. Hal ini dikarenakan setiap perintah yang diperintahkan oleh
Allah SWT bukanlah untuk kepentingan yang memerintah, melainkan untuk
kepentingan yang diperintah. Dalam ayat di atas, perintah menyembah Allah SWT
agar diri kita menjadi orang yang bertaqwa dan ingat kualitas taqwa merupakan
parameter yang akan dipergunakan oleh Allah SWT untuk menilai diri kita dan
juga seluruh umat manusia yang pernah hidup di muka bumi.
Sekarang mari kita
perhatian hadits berikut ini: “Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan
jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang
paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai
hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir
penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun
tidak mengurangi kekuasaan-Ku” (Hadits Riwayat Muslim, no.2577). Berdasarkan hadits ini
kita bisa memahami bahwa walaupun semua manusia dan jin memiliki akhlak yang
baik, ibadahnya luar biasa dan rajin, ataupun mereka memiliki level ketaqwaan
yang paling tinggi. Itu semua tidak akan menguntungkan sama sekali bagi Allah
SWT. Begitu juga jika semua makhluk hidup yang ada di permukaan bumi ini,
mereka tidak pernah beribadah, selalu membuat kerusakan di muka bumi ini,
membuat permusuhan dan kebencian, ataupun memiliki level kejahatan dan juga kedzaliman
yang paling tinggi. Maka itu tidak akan merugikan Allah SWT sedikitpun.
Selanjutnya Allah SWT
berfirman dalam surat Adz Dzariat (51) ayat 56,57,58 sebagaimana berikut ini: “Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada Ku.
Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar
mereka memberi makan kepada Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki
Yang mempunyai Kekuatan lagi sangat kukuh.” Berdasarkan ayat ini
terlihat dengan jelas bahwa Allah tidak butuh dengan ibadah yang kita
laksanakan melainkan kitalah yang membutuh-kannya. Ibadah bisa diibaratkan
dengan makan, kita makan agar mendapatkan energi, membantu pertumbuhan jasmani
serta dalam kerangka menjaga kesehatan jasmani. Begitu juga dengan ibadah, kita
beribadah kepada Allah SWT agar mendapatkan ketentraman dan kedamaian ruh, dan juga
agar semakin menumbuhkan rasa keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT yang
pada akhirnya mampu menjadikan ruh tetap fitrah dari waktu ke waktu sampai
kembali kepada Allah SWT dalam kondisi fitrah. Semoga kita tetap
senantiasa istiqamah dalam beribadah, menjadikan ibadah sebagai kebutuhan
sehingga melahirkan berbagai kebaikkan bagi diri, bagi keluarga, bagi
masyarakat sebagai bentuk keshalehan diri yang tercermin dalam keshalehan
sosial.
Sekarang mari kita perhatikan diri kita sendiri, kita mempunyai
kedudukan, kita memiliki kekuatan, kita memiliki kekayaan dan kejayaan, kita memiliki jabatan, kita
memiliki harta, kita memiliki istri/suami serta anak dan lain sebagainya. Lalu
pernahkah kita bayangkan kalau dahulunya kita berasal dari saripati tanah yang
sangat hina dilanjutkan terjadinya pembuahan antara sel telur dengan sperma,
yang kemudian menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging dan jika
telah disempurnakan dan dicatat amal baik dan burukya, rezekinya, umurnya dan
kemudian ditiupkan ruh oleh Allah SWT? Ataukah kita memang tidak pernah mau
menengok kebelakang melihat asal-usul diri kita sendiri! Padahal melalui proses
penciptaan manusia ini Allah SWT bermaksud menyampaikan pesan, informasi,
pelajaran, teguran kepada kita semua, janganlah kita berlaku sombong, congkak,
membangkang perintah Allah SWT. Jika kamu itu dahulu seperti
itu, tidak ada apa-apanya dan sekarang sudah mampu janganlah kamu berlaku
sombong, membantah, dan berpaling kepada yang lainnya, maka bertaqwalah kamu
kepada Allah SWT, Tuhan semesta Alam.
Setelah diri kita
tahu proses kejadian manusia yang seperti itu, apakah kita tetap berlaku tidak
baik dan berlaku sombong ataukah kita wajib merendahkan diri kepada Allah SWT,
sebagaimana firman Allah SWT berikut
ini: “dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak
memperhatikan? dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang yakin. (surat Adz Dzariyaat (51) ayat 21-20). Melalui proses penciptaan manusia, banyak
pelajaran, banyak perumpamaan yang Allah
SWT berikan kepada umatnya yang mau melihat dan mau memperhatikan, yang mau
berfikir, yang mau membuat perbandingan, yang mau mencari persamaan dan
pertentangannya, yang mau memperban- dingkan dan yang mau menguji apa yang
terjadi dalam proses kejadian manusia.
Selain daripada itu,
Allah SWT juga berkehendak untuk menunjukkan kekuasaan-Nya kepada kita melalui
diri kita sendiri. Untuk itu maukah kita menerima keadaan ini dengan penuh
kerendahan hati dan menyatakan bahwa memang Allah SWT adalah pencipta diri
kita. Inilah yang Allah SWT kehendaki
dari ditunjukkannya tanda-tanda keberadaan atau tanda-tanda kebesaran Allah SWT
pada diri manusia sehingga terjadilah hubungan timbal balik
antara ciptaan dengan Allah SWT
selaku pencipta, lalu timbullah keimanan
dan ketaqwaan dalam diri manusia.
Marilah kita
bersyukur kepada Allah SWT yang selalu mencurahkan kepada kita rahmat dan
nikmat-Nya yang tiada tara dan tiada terhingga. Yang dengan rahmat dan kasih
sayang-Nya kita kemudian beraktivitas
dan menjalani kehidupan kita detik demi detik di permukaan bumi ini. Kita
menjadi diri kita yang sekarang karena setiap hari Allah SWT terus menerus mencurahkan
nikmat yang luar biasa banyak dan besar kepada kita. Kita menjadi diri kita yang
sekarang ini karena sudah puluhan tahun Allah SWT memberi kita: nikmat mata, nikmat pendengaran, nikmat
lisan, nikmat anggota tubuh seperti jantung, paru paru, ginjal dan lain
sebagainya; nikmat oksigen, nikmat air, nikmat makan dan minum yang kesemuanya
itu tidak berhenti ada di muka bumi ini. Dan diantara nikmat nikmat
tersebut ada yang tidak bisa kita berlepas darinya walaupun sejenak. Walaupun
kita sedang tertidur tetap akan membutuhkan nikmat-nikmat Allah yang telah Allah
SWT ciptakan kepada kita. Sudahkah kita menyadarinya!
Selanjutnya mari kita
perhatikan firman-Nya berikut ini: “Wahai manusia! Sungguh telah datang Rasul
(Muhammad) kepadamu dengan membawa kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah
(kepadanya), itu lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, itu tidak merugikan
Allah sedikitpun, karena sesungguhnya milik Allahlah apa yang di langit dan di
bumi. Allah Maha Mengetahui Maha Bijaksana. (surat An Nissaa’ (4) ayat 170). Berdasarkan
ayat ini, Allah SWT tidak akan rugi sama sekali karena ulah kita yang
menjadikan diri kita kafir (berseberangan dengan kehendak Allah SWT). Justru
kitalah yang merugikan diri sendiri karena Allah SWT pemilik langit dan bumi
yang tidak membutuhkan apapun dan dari siapapun. Dan jika sampai diri kita
melepaskan diri dari apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT berarti diri kita
sendirilah yang memberikan kesempatan bagi ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan
melaksanakan aksinya yang pada akhirnya akan menghantarkan diri kita pulang
kampung ke kampung kesengsaraan dan kebinasaan untuk hidup bertetangga dengan
syaitan. Semoga diri kita dan juga anak keturunan kita tidak mengalami hal ini.
“Wahai manusia!
Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan
sesuatu), Maha Terpuji. (surat Faathir (35) ayat 15). Dalam ayat ini dengan
jelas dikemukakan bahwa Allah SWT tidak butuh kepada diri kita, melainkan diri
kitalah yang membutuhkan Allah SWT. Dan jika sekarang kita yang butuh kepada
Allah SWT sudahkah saat diri kita hidup dan melaksanakan kehidupan ini sesuai
dengan kehendak Allah SWT? Jika belum berarti ada sesuatu yang salah di dalam
diri kita dan bersiaplah merasakan segala resikonya.
Berdasarkan uraian di
atas ini, maka tidak berlebihan jika saat kita hidup di muka bumi ini maka kita
harus bisa selalu menyatakan dan juga menghadirkan Allah SWT di setiap kegiatan
yang kita lakukan yang dibuktikan dengan selalu mengucapkan Basmallah di awal
kita memulai suatu aktifitas seperti saat memulai membaca, saat memulai makan
dan minum, saat berjalan, saat melihat sesuatu, atau saat apapun yang kita mau
semua butuh Allah karena semua datangnya dari Allah SWT dan selalu mengucapkan
Hamdallah setelah selesai melakukan aktifitas, baik untuk kepentingan hidup
kita dunia, terlebih lagi untuk kebutuhan kita saat di akhirat kelak.
Sekarang mari kita renungkan hadits yang
kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW
bersabda: Allah ta'ala berfirman: Wahai Anak Adam! Jika engkau ingat kepada-Ku,
Aku Ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku, Akupun ingat kepadamu. Jika
engkau taat kepada-Ku pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat dimana Aku
berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan da-Ku. Engkau berpaling
daripada-Ku padahal aku menghadap kepadamu, Siapakah yang memberimu makan
dikala engkau masih di dalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan
memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka setelah Aku
keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat banyak maksiat. Apakah demikian
seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan kepadamu?. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nasher Rabi'ah bin
Ali Al Ajli dan Arrafi'ie; 272:182).
Berdasarkan ketentuan hadits ini, hubungan
Allah SWT kepada makhluk-Nya, termasuk kepada diri kita, akan terus terjadi
sampai kapanpun walaupun kita telah melupakan Allah SWT, atau walaupun kita
telah memutuskan hubungan dengan Allah SWT. Allah SWT tetap memperhatikan diri
kita, Allah SWT tetap menghadapi diri kita sampai dengan Allah SWT mengadili
diri kita di hari kiamat kelak. Sekarang apakah akan kita sia-siakan Allah SWT
yang sudah begitu sayang kepada diri kita sehingga kita menukarnya dengan
menjadi makhluk kebanggaan setan?
#Rumus kehidupan #tahu diri #tahu Allah # tahu orang tua dan mertua
#Tahu Nabi Muhammad # tahu aturan main
Tidak ada komentar:
Posting Komentar