Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 19 September 2021

TAHU ATURAN MAIN (Part 3 of 5)



E.     ADANYA ALQURAN SEBAGAI BUKU MANUAL HIDUP & KEHIDUPAN.

 

Sekarang mari kita pelajari konsep Tahu Aturan Main selanjutnya, yaitu adanya AlQuran sebagai buku manual bagi hidup dan kehidupan umat manusia saat hidup di muka bumi ini. Allah SWT menurunkan AlQuran bukanlah untuk menjadikan umat manusia menjadi susah, ataupun menjadikan umat manusia menjadi celaka ataupun sengsara. Hal ini sebagai-mana firman-Nya berikut ini: “Kami tidak menurunkan AlQuran ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah. (surat Thaahaa (20) ayat 2)”. AlQuran diturunkan oleh Allah SWT dalam kerangka menjadikan umat manusia bahagia, aman, sentosa, nyaman dan bisa melaksanakan konsep datang fitrah kembali kepada Allah SWT dalam kondisi fitrah pula dan akhirnya bisa pulang kampung ke kampung kebahagiaan, yaitu syurga.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi tentunya kita diutus ke muka bumi ini bukan begitu saja diutus, kita hidup di muka bumi ini bukan hanya sekedar hidup, melainkan ada tanggung jawabnya, ada maksud dan tujuannya, ada yang harus dicapai, ada yang harus diperjuangkan, ada yang harus dipersiapkan sebagai bekal untuk kembali kepada-Nya dalam kerangka untuk mempertanggungjawabkan atas apa apa yang telah kita lakukan saat hidup di muka bumi ini.

 

Sekarang bagaimana kita bisa menjadi manusia-manusia yang sesuai dengan kehendak Allah SWT jika kita sendiri tidak mau mengimanai, mempelajari, memahami, mengamalkan, melaksanakan, mengajarkan, menyebarluaskan buku manual yang telah diturunkan oleh Allah SWT kepada diri kita serta mampu pula menjadikan diri kita menjadi AlQuran berjalan sehingga AlQuran menjadi akhlak bagi diri kita. Untuk itu mari kita perhatikan hadits berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Orang yang pandai membaca AlQuran (di hari Kiamat) bersama malaikat yang mulia dan patuh kepada Allah, dan orang yang membaca AlQuran sedang ia tidak lancar membacanya dan mengalami kesukaran atas bacaannya baginya dua pahala” (Hadits Riwayat Bukhari Muslim)”. Apa yang dikemukakan dalam hadits ini tidak ada yang salah, namun akan menjadi masalah yang besar jika kita hanya pandai membaca AlQuran dengan tartil, tajwid dan qiraat yang baik dan benar jika tanpa diiringi dengan mengimani, tanpa memahami, tanpa menghayati, tanpa mengamalkan, dan tanpa menyebarluaskan untuk kemaslahatan diri dan juga orang lain serta tidak mampu menjadikan AlQuran sebagai akhlak bagi diri kita.

 

AlQuran diturunkan ke muka bumi oleh Allah SWT, bukan untuk kepentingan Allah SWT karena Allah SWT tidak butuh dengan AlQuran; karena Allah SWT  sudah maha dan akan maha selamanya. AlQur’an diturunkan oleh Allah SWT untuk kepentingan diri kita, untuk kepentingan anak dan keturunan kita selaku abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sampai dengan hari kiamat kelak. Allah SWT tidak akan pernah berkurang kekuasaan-Nya, Allah SWT tidak akan pernah berkurang kemahaan-Nya jika manusia tidak mau mengakui, tidak mau menerima, tidak mau melaksanakan segala ketentuan yang ada di dalam AlQuran. Akan tetapi manusialah yang membutuhkan AlQuran saat hidup di muka bumi ini. Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, yang sangat berkepentingan dengan AlQuran dan sangat membutuhkan AlQuran ketahuilah bahwa AlQuran diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi ini untuk hal-hal sebagai berikut:  

 

1.        Untuk Dijadikan Petunjuk dan Pedoman. Sebelum kami membahas tentang AlQuran adalah petunjuk bagi manusia, perkenankan kami mengemukakan ilustrasi sebagai berikut: Saat ini jalan tol antara kota Surabaya sampai dengan  pelabuhan Merak sudah tersambung. Lalu bisakah kita menempuh perjalanan melalui jalan tol dari Surabaya menuju ke pelabuhan Merak jika di jalan tol itu tidak ada sama sekali rambu-rambu penunjuk jalan? Jika di jalan tol Surabaya sampa Merak tidak ada rambu-rambu penunjuk jalan maka kemungkinan besar perjalanan diri kita dari Surabaya menuju pelabuhan Merak tidak sampai atau kesasar. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa untuk sampai ke pelabuhan Merak dari Surabaya kita sangat membutuh-kan buku panduan perjalanan yang di dalamnya ada  rambu rambu penunjuk jalan dari satu kota menuju kota lain sehingga memudahkan pengguna jalan sampai ke tujuannya.

 

Sekarang bagaimana dengan diri kita yang telah diangkat sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi bisa sukses melaksanakan tugas jika tidak ada buku panduan yang berfungsi sebagai buku petunjuk? Lalu bagaimana dengan perja-lanan diri kita yang datang fitrah harus kembali dalam keadaan fitrah untuk bertemu dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Fitrah, apakah bisa kita lakukan? Apakah kita akan sampai? Untuk itulah AlQuran diturunkan Allah SWT ke muka bumi. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 185 berikut ini: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

 

Berdasarkan ayat di atas, ada satu hal yang wajib kita perhatikan yaitu AlQuran diturunkan dan jika AlQuran itu diturunkan berarti asal muasal dari AlQuran bukanlah dari bumi yang letaknya di bawah melainkan berasal dari atas, dalam hal ini dari Allah SWT yang berkedudukan di Arsy,  karena mustahil di akal jika makna diturunkan bera-sal dari bawah. Setelah AlQuran oleh Allah SWT maka salah satu tujuan dari diturunkannya AlQuran ke muka bumi adalah untuk menjadi petunjuk bagi setiap Nass (ruh/jiwa) setiap manusia yang ada di muka bumi ini (maksudnya adalah untuk kepen-tingan seluruh untuk manusia dalam arti ruh yang tidak lain adalah jati diri manusia yang sesungguhnya).

 

Hal ini penting kami kemukakan karena setiap ruh saat datang ke muka bumi (maksudnya saat dipersatukan dengan jasmani) dalam kondisi fitrah dan harus kembali dalam kondisi fitrah pula. Fitrahnya ruh akan mempengaruhi pula kesehatan jasmani diri kita. Semakin fitrah ruh maka semakin sehat jasmani diri kita. Sekarang bagaimana kita bisa mempertahankan kefitrahan ruh dan juga kesehatan jasmani jika tidak ada sesuatu yang fitrah pula untuk merawat dan menjaga kefitrahan ruh dan kesehatan jasmani. Disinilah letaknya betapa Allah SWT sangat sayang kepada diri kita dengan menurunkan AlQuran yang berasal dari fitrahNya untuk kepentingan seluruh manusia, termasuk untuk diri kita.

 

Dan dengan adanya AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT maka kita memiliki petunjuk yang sesuai dengan kehendak Allah SWT untuk menjaga, untuk merawat, untuk mempertahankan kefitrahan ruh dan juga untuk menjaga kesehatan jasmani dari waktu ke waktu yang pada akhirnya mampu menghantarkan diri kita bisa bertemu dengan Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah (syurga). Sekarang apa yang terjadi jika AlQuran sebagai buku petunjuk kita abaikan atau bahkan kita anggap tidak ada? Jika ini yang terjadi maka konsep datang fitrah kembali fitrah tidak bisa kita laksanakan. Justru yang terjadi adalah datang fitrah namun kembalinya tidak fitrah sehingga akhir dari perjalanan akan difitrahkan oleh Allah SWT melalui jalur neraka jahannam.

 

Allah SWT menurunkan AlQuran ke muka bumi bukanlah untuk mencelakakan Nass (mencelakakan ruh diri kita dan kesehatan jasmani kita). AlQuran diturunkan bukan pula untuk menyusahkan Nass (ruh dan jasmani diri kita) sehingga membuat Nass (ruh diri kita) menjadi sengsara (masuk neraka) dan juga jasmani menjadi sakit. AlQuran diturunkan oleh Allah SWT dalam kerangka kebaikan bagi Nass (ruh dan jasmani diri kita) agar tetap fitrah bagi ruhani dan sehat bagi jasamani sepanjang hayat masih di kandung badan atau selama diri kita menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi. Timbul pertanyaan, kebaikan apakah yang ada di dalam AlQuran? Salah satu kebaikan yang terdapat di dalam AlQuran yaitu adanya banyak petunjuk dari Allah SWT kepada diri kita. Adanya petunjuk yang ada di dalam AlQuran maka :

 

a.        Diri kita selalu berada di jalan keselamatan atau ditunjukkan oleh Allah SWT untuk menuju ke jalan keselamatan;

b.       Diri kita dikeluarkan dari jalan kegelapan atau kesesatan menuju jalan yang terang atau jalan yang dikehendaki oleh Allah SWT;

c.        Diri kita ditunjukkan jalan yang lurus atau selalu berada di jalan yang lurus yang sesuai dengan kehendak Allah SWT;

d.       Diri kita selalu berada di dalam kesesuaian kehendak Allah SWT.

 

Untuk itu ada baiknya sekarang kita lihat dan perhatikan rambu lalu lintas yang telah dibuat oleh aparat kepolisian, apakah keberadaan rambu lalu lintas itu ada karena adanya aparat kepolisian ataukah karena adanya pengguna jalan? Rambu lalu lintas dibuat bukanlah karena adanya aparat kepolisian semata, akan tetapi aparat kepolisian membuat rambu lalu lintas dikarenakan adanya pengguna jalan yang mempergunakan jalan secara bersama-sama untuk menuju suatu tujuan dengan selamat tanpa mengalami kemacetan. Adanya kondisi seperti ini maka aparat kepolisian sebagai pihak yang bertanggung jawab mengatur lalu lintas perlu menetapkan dan membuat rambu lalu lintas agar terjadi ketertiban dan keselamatan di jalan raya.

 

Lalu siapakah yang menjadikan rambu lalu lintas itu berlaku, apakah aparat kepolisian ataukah diri kita sebagai pengguna jalan? Berlaku atau tidaknya rambu lalu lintas setelah dibuat oleh aparat Kepolisian sangat tergantung mau atau tidaknya diri kita sebagai pengguna jalan untuk mentaati rambu lalu lintas tersebut. Jika semua pengguna jalan mau mentaati maka terjadilah ketertiban di jalan raya serta keselamatan pengguna jalan raya. Sekarang bagaimana dengan petunjuk Allah SWT yang telah ada di dalam AlQuran, apakah kita akan memanfaatkannya ataukah akan mencampakkannya ataukah hanya membiarkan nya saja tersimpan di rak buku?

Allah SWT selaku narasumber tunggal AlQuran sudah mengingatkan dalam firman-Nya kepada umat manusia sebagaimana berikut ini: “dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (surat Al Maa-idah (5) ayat 16).”  Dalam permasalahan ini yang jelas adalah Allah SWT tidak membutuhkan sama sekali petunjuk yang ada di dalam AlQuran, jika ini adalah keadaan Allah SWT, bagaimana dengan diri kita? Sikap yang kita ambil dengan adanya petunjuk yang ada di dalam AlQuran, akan mencerminkan keadaan diri kita sendiri, yaitu apabila kita telah merasa cukup sehingga tidak membutuhkan lagi AlQuran sebagai petunjuk dari Allah SWT dapat dipastikan diri kita termasuk jiwa fujur.

 

Demikian pula sebaliknya yaitu jika kita merasa sangat membutuhkan AlQuran, yang merupakan petunjuk dari Allah SWT maka diri kita dapat dipastikan berada di dalam jiwa taqwa. Lalu samakah atau berbedakah antara petunjuk Allah SWT yang ada di dalam AlQuran dengan petunjuk yang berasal langsung dari Allah SWT (maksudnya petunjuk yang masih ada pada Allah SWT) yang didapatkan dari petunjuk yang terdapat di dalam AlQuran? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita perhatikan hal-hal sebagai berikut:

 

a.        Allah SWT memiliki sifat kalam (berkata kata) dimana sifat kalam tersebut bersifat “Baqa” dan juga bersifat “Mukhalafah Lil Hawadish”. Allah SWT juga memiliki asma Al Haadii yang juga bersifat “Baqa” dan juga bersifat “Mukhalafah Lil Hawadish”. Adanya kondisi ini berarti baik sifat kalam maupun asma Al Haadii  yang dimiliki oleh Allah SWT akan tetap utuh selamanya dan akan tetap ada pada Allah SWT.  

 

b.       Untuk menunjukkan sifat kalam yang dimilikiNya maka Allah SWT menzhahirkan sifat kalam tersebut sehingga jadilah AlQuran sebagai kumpulan dari kalam Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril as. Demikian pula dengan asma Al Haadii yang dimiliki Allah SWT maka Allah SWT menzhahirkan asma Al Haadii (Maha Pemberi Petunjuk) yang dimiliki-Nya tersebut dengan menjadikan AlQuran sebagai petunjuk bagi umat manusia.

 

Adanya 2(dua) buah keterangan yang kami kemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa petunjuk yang ada di dalam AlQuran sangat berbeda dengan petunjuk yang berasal langsung dari Allah SWT. Petunjuk yang ada di dalam AlQuran merupakan bentuk penzhahiran dari Sifat Kalam dan Asma Al Haadii sedangkan Sifat Kalam dan Asma Al Haadii yang masih dimiliki oleh Allah SWT masih tetap utuh dan masih ada pada  Allah SWT walaupun sudah dizhahirkan. Jika ini adalah keadaanya maka kita harus dapat meletakkan dan menempatkan kondisi ini dengan sebenar-benarnya yaitu dengan menjadikan petunjuk yang ada di dalam AlQuran untuk memperoleh dan mendapatkan petunjuk yang berasal langsung dari Allah SWT. Jika kita hanya berpedoman dan berpatokan kepada AlQuran adalah segalanya berarti kita telah menempatkan AlQuran lebih tinggi daripada Allah SWT. 

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, yang manakah yang sering kita dapatkan, apakah petunjuk yang berasal dari AlQuran ataukah petunjuk yang berasal langsung dari Allah SWT melalui petunjuk yang berasal dari AlQuran? Kami sangat berharap jamaah sekalian adalah orang-orang yang telah dapat menjadikan AlQuran sebagai alat bantu, atau media untuk memperoleh dan mendapatkan petunjuk yang berasal langsung dari Allah SWT melalui hati nurani. Dan untuk memperoleh dan merasakan petunjuk dari Allah SWT maka kita harus memper-siapkan tempat diletakkannya petunjuk itu terlebih dahulu, dalam hal ini adalah hati nurani, barulah petunjuk dari Allah SWT akan kita dapatkan. Sepanjang hati nurani sebagai tempat diletakkannya petunjuk Allah SWT belum sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT selaku pemberi petunjuk maka petunjuk dari Allah SWT tidak akan diberikan. Agar diri kita selalu memperoleh petunjuk Allah SWT yang masih di Allah SWT, penuhilah syarat yang dikehendaki oleh Allah SWT yaitu jadikan diri kita dan juga hati nurani kita masuk dalam kategori mukmin yaitu beriman dan beramal Shaleh, sebagaimana hadits berikut ini: “Wahab bin Munabbih berkata, Allah ta'ala berfirman: Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku namun Aku telah dijangkau oleh hati seorang mukmin. (Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih, 272:32).”

 

Hal yang harus kita pahami adalah petunjuk yang berasal dari Allah SWT bukanlah petunjuk yang dapat dikalkulasi atau bisa dikonversi dengan bilangan atau nilai tertentu. Petunjuk  dari Allah SWT tidak dapat dinilai atau tidak dapat dikalkulasi  ke dalam bentuk bilangan atau dalam bentuk angka-angka sebab petunjuk dari Allah SWT dapat berupa:(1) Diberikannya firasat yang baik melalui Hati Ruhani atau dibukanya pintu Ilham atau ide dan pemikiran yang brilian tanpa disangka-sangka; (2) Diberikannya pemahaman dan kemantapan hati di dalam mempelajari Diinul Islam, termasuk hal-hal lainnya; (3) Diturunkannya Maunah atau Pertolongan di luar jangkauan kemampuan atau nalar manusia yang digetarkan melalui hati nuraninya.

 

Sekarang bagaimana dengan petunjuk yang berasal dari syaitan? Untuk memperoleh petunjuk dari syaitan syaratnya sangat mudah dan murah, yaitu: (1) cukup dengan konsisten dari waktu ke waktu berada di luar kehendak Allah SWT atau: (2) jadikan ahwa/hawa nafsu sebagai Tuhan pengganti selain Allah SWT atau; (3)  jangan pernah terima Diinul Islam sebagai agama yang haq dari Allah SWT atau; (4)  jangan pernah laksanakan Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan dalam satu kesatuan atau; (5) saat belajar agama lakukan tindakan ngobrol atau sibuk dengan hp saat belajar agama atau mendengarkan nasehat. Jika kita mampu melaksanakan hal-hal yang kami sebutkan di atas secara konsisten maka syaitan akan konsisten pula memberikan petunjuk kepada diri kita dari waktu ke waktu dan ingat konsekuensinya adalah kita diajak oleh syaitan untuk pulang kampung ke kampung kesengsaraan dan kebinasaan yaitu neraka.

 

2.        Untuk Dijadikan Peringatan dan Pelajaran. AlQuran itu bukanlah perkataan dari syaitan yang terkutuk, melainkan peringatan bagi seluruh alam yang berasal dari Allah SWT. Jika hal ini sudah dikondisikan oleh Allah SWT berarti Allah SWT adalah pemberi peringatan sedangkan diri kita termasuk anak keturunan kita adalah orang yang diberi peringatan, sebagaimana dikemukakan dalam surat At Takwiir (81) ayat 25 sampai 27 yang kami kemukakan berikut ini: “dan AlQuran itu bukanlah Perkataan syaitan yang terkutuk, Maka ke manakah kamu akan pergi[1560]? AlQuran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.”

 

[1560] Maksudnya: sesudah diterangkan bahwa AlQuran itu benar-benar datang dari Allah dan di dalamnya berisi pelajaran dan petunjuk yang memimpin manusia ke jalan yang lurus, ditanyakanlah kepada orang-orang kafir itu:"Jalan manakah yang akan kamu tempuh lagi?"

 

Allah SWT selaku  pemberi peringatan melalui AlQuran yang telah diturunkan-Nya dapat dipastikan tidak memiliki kepentingan apapun kepada peringatan yang telah diperingatkannya, namun peringatan itu dapat menjadi suatu bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya yang juga khalifah-Nya, sepanjang hamba-Nya dan khalifah-Nya mau diperingatkan oleh Allah SWT dan sepanjang hamba-Nya dan khalifah-Nya mau menerima peringatan Allah SWT karena peringatan itu untuk kebaikan manusia. Dan Allah SWT selaku permberi peringatan melalui AlQuran tentu tidak sembarangan dalam memberi peringatan, tentu ada dasarnya kenapa Allah SWT harus memperi-ngatkan umat manusia. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A’laa (87) ayat 9 berikut ini: oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat.” Allah SWT  menyatakan bahwa peringatan itu sangat bermanfaat bagi kesuksesan diri kita dan juga bagi anak keturunan kita saat melaksanakan tugas sebagai hamba dan juga khalifah di muka bumi. Hal ini dikarenakan peringatan dari Allah SWT merupakan suatu bentuk “early warning system” buat kepentingan dan kesuksesan hidup manusia. Dan yang pasti adalah Allah SWT tidak akan pernah rugi sedikitpun apalagi berkurang kemahaanNya jika peringatan yang telah diperingatkan diabaikan oleh manusia.

 

Lalu siapakah orang yang mau diperingatkan oleh Allah SWT? Jika kita mengacu kepada ketentuan surat Al Haaqqah (69) ayat 12 yang kami kemukakan berikut ini: “agar Kami jadikan Peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.” Orang yang mau diperingatkan adalah orang yang mau memperha-tikan apa apa yang telah terjadi dan yang mau mendengar apa apa yang telah dikemu-kakan. Disinilah pentingnya kita mempergunakan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT kepada diri kita seperti mata, telinga, perasaan serta ilmu. Sepanjang apa yang telah diberikan oleh Allah SWT tidak dipergunakan sesuai dengan kehendak Allah SWT  maka sepanjang itu pula peringatan Allah SWT tidak akan tepat sasaran.

 

AlQuran selain sebagai sebuah peringatan dan AlQuran juga sebagai kumpulan pelajaran yang berasal dari Allah SWT. Hal ini tertuang dalam surat Al Haaqqah (69) ayat 40 sampai 43 berikut ini:  “Sesungguhnya AlQuran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia,dan AlQuran itu bukanlah Perkataan seorang penyair. sedikit sekali kamu beriman kepadanya.dan bukan pula Perkataan tukang tenung. sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam.”

 

Lalu, siapakah yang bisa dan yang mau menjadikan AlQuran itu adalah sebuah pelajaran? Berdasarkan surat Al Haaqqah (69) ayat 48  yang kami kemukakan berikut ini: dan Sesungguhnya AlQuran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”  Hanya orang yang bertaqwalah yang mampu menjadikan AlQuran adalah pelajaran. Pelajaran itu sampai ke tujuan akhir. Pelajaran agar bisa memenangakan pertandingan melawan ahwa (hawa nafsu) dan syaitan. Pelajaran agar mampu menjadi khalifah dikehendaki Allah SWT, yang kesemuanya hanya bisa dilaksanakan oleh orang yang bertaqwa. Lalu sudahkah kita mengambil pelajaran yang dikemukakan Allah SWT untuk kebahagiaan hidup dan kehidupan kita, sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan AlQuran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran? (surat Al Qamar (54) ayat 40).” Sekarang semuanya sangat tergantung kepada diri kita sendiri maukah mengambil pelajaran dan belajar melalui AlQuran yang memang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk untuk kepentingan diri kita.

 

Saat ini kitab suci AlQuran sudah ada dihadapan kita dan kitab suci AlQuran yang ada sekarang ini juga merupakan bagian dari mata rantai kitab-kitab yang telah diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi. Adanya kondisi ini tentu AlQuran tidak terlepas dari perjalanan panjang dari rencana besar kekhalifahan di muka bumi termasuk di dalamnya perjalanan umat-umat terdahulu baik yang mengakui Allah SWT dan Rasul-Nya serta yang tidak mau mengakui  Allah SWT dan Rasul-Nya. Jika ini kondisi dari AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT maka sudah sepantasnya Allah SWT selaku inisiator, pencipta dan pemilik dari AlQuran menerangkan kembali tentang kejadian-kejadian yang baik-baik maupun yang buruk dari umat-umat terdahulu atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau agar manusia termasuk diri kita yang datang dikemudian hari dapat mengambil pelajaran atau mengambil hikmah atau menjadi peringatan bagi diri kita agar jangan mengulangi peristiwa-peristiwa yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT sebagaimana firman-Nya berikut ini: “ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (surat Al A'raaf (7) ayat 2).”

 

Allah SWT mengemukakan dan menceritakan kembali peristiwa-peristiwa masa lampau tentu bukanlah sekedar cerita belaka (dongeng) yang diceritakan kembali tanpa maksud dan tujuan atau cerita untuk menakut-nakuti umat manusia yang datang di kemudian hari. Allah SWT mengemukakan dan menceritakan kembali hal ini karena Allah SWT sangat sayang kepada umat manusia atau sangat sayang kepada diri kita sehingga jangan sampai kita terjerumus ke dalam lubang yang sama dua kali, atau jangan sampai keledai lebih pintar dari diri kita yang tidak masuk lubang yang sama dua kali, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “dan Apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Alkitab (AlQuran) sedang Dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (AlQuran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.(surat Al Ankabuut (29) ayat 51)

 

Selanjutnya jika kita mengacu kepada AlQuran sebagai bagian dari mata rantai kitab-kitab Allah SWT yang telah diturunkan ke muka bumi, dalam hal ini taurat, injil dan zabur, maka diri kitapun tidak terlepas dari mata rantai dari keberadaan umat-umat yang terdahulu. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya yang sedang menjalankan tugas di muka bumi, kita tidak dapat menghindar atau terhindar dari sejarah umat manusia sebelum diri kita ada di muka bumi ini. Dan jika di dalam AlQuran ada cerita tentang:

 

a.        Umat Nabi Luth as, umat Nabi Nuh as, umat Nabi Musa as, atau cerita tentang Fir’aun, dan juga cerita tentang Qarun yang kesemuanya diazab oleh Allah SWT karena ke-ingkaran mereka lalu sudahkah kita mengambil hikmah dan pelajaran sehingga kita tidak meniru mereka? ;

b.       Nabi Ibrahim as, yang tidak hangus di makan api, Nabi Yunus as, yang tetap hidup walaupun berada di dalam perut ikan, Nabi Isa as, yang dapat berbicara sejak bayi, Nabi Musa as, yang mampu membelah lautan lalu sudah kita mengambil hikmah dan pelajaran di balik kejadian tersebut?

 

Jika kita termasuk orang yang telah tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir, maka dengan diceritakannya kembali oleh Allah SWT kejadian-kejadian yang menimpa umat terdahulu baik yang buruk maupun yang sukses, sudah sepatutnya dan sepantasnya apa yang diwahyukan oleh Allah SWT kita percayai, tanpa dibantah, serta kita harus bercermin dengan kejadian tersebut agar diri kita tidak mengalami kejadian serupa dengan umat yang terdahulu terutama umat yang telah diazab oleh Allah SWT sebab azab itu bukan tidak mungkin dapat menimpa diri kita dan juga menimpa anak keturunan kita sendiri oleh sebab perbuatan yang kita lakukan.

 

3.        Untuk Membedakan Kualitas Manusia. AlQuran adalah pembeda antara orang yang beriman dengan orang yang kafir. Jika AlQuran adalah pembeda berarti AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT dapat menjadi alat bantu untuk menseleksi kekhalifahan yang ada di muka bumi ini secara alamiah melalui kriteria iman kepada AlQuran atau kriteria ingkar kepada AlQuran. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Israa’ (17) ayat 45 yang kami kemukakan berikut ini: dan apabila kamu membaca AlQuran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.”  Hasil akhir dari adanya seleksi alamiah terhadap abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi melalui AlQuran, akan menghasilkan dua kelompok manusia yang berbeda, yaitu manusia yang beriman (bertaqwa) atau manusia yang kafir, dan juga manusia yang berhak masuk syurga dan yang berhak masuk neraka.

 

Sekarang, mari kita bandingkan posisi AlQuran diantara orang yang beriman (bertaqwa) dengan orang yang kafir. Berdasarkan surat Al Ma’arij (70) ayat 48 dikemukakan: “Dan sungguh, AlQuran itu pelajaran bagi orang orang yang bertaqwa.Sedangkan berdasarkan surat Al Ma’arij (70) ayat 50 dikemukakan bahwa: Dan sungguh, AlQuran itu akan menimbulkan penyesalan bagi orang orang kafir (di akhirat).Berdasarkan ketentuan dua buah ayat di atas ini, menandakan bahwa AlQuran mampu membedakan umat manusia berdasarkan perlakuannya terhadap AlQuran.

 

Selain itu AlQuran juga bisa membedakan kemana pulang kampungnya seseorang apakah ke syurga ataukah ke neraka, atau mampu pula membedakan saat malaikat maut melaksanakan tugasnya. Allah SWT berfirman: Demi malaikat yang mencabut nyawa dengan keras. (surat An Naziat (79) ayat 1)”. Dan Allah SWT juga berfirman: Demi malaikat yang mencabut nyawa dengan lemah lembut. (surat An Naziat (79) ayat 2). Sekarang yang manakah posisi diri kita, apakah orang yang beriman yang dicabut nyawanya dengan lemah lembut ataukah orang yang kafir yang dicabut nyawanya dengan keras?  Yang pasti adalah Allah SWT tidak butuh dengan iman dan kafir yang kita miliki, tetapi kitalah yang membutuhkan iman (taqwa) jika ingin pulang kampung ke syurga serta kita juga yang butuh dengan kekafiran jika kita ingin pulang kampung ke neraka.

 

Dan tidak akan mungkin orang yang kafir akan memperoleh syurga sedangkan orang yang beriman akan memperoleh neraka. Pilihan menjadi orang yang beriman (bertaqwa) atau menjadi orang kafir ada di tangan kita karena Allah SWT sudah menginformasikan  di dalam AlQuran tentang resiko yang akan dirasakan oleh orang yang kafir saat hidup di dunia maupun saat di akhirat kelak. Hal yang samapun juga diinformasikan oleh Allah SWT tentang  apa apa yang diperoleh saat hidup di dunia dan saat di akhirat kelak bagi orang yang beriman. Adanya kondisi ini akan terlihat adanya perbedaan di antara keduanya sehingga terpisahlah kedua kelompok ini dengan dinding yang tertutup rapat.

 

AlQuran juga menjadi pembeda diantara sesama orang orang yang beriman karena kemampuan seseorang di dalam mensikapi AlQuran dapat berbeda-beda pula kualitas pemahamannya antara yang satu dengan yang lainnya. Bisa saja seseorang menjadi sangat berbeda dikarenakan ia hanya mampu membaca AlQuran semata, sedangkan yang lainnya mampu membaca dan memahami yang diikuti dengan mengamalkan dan mengajarkannya atau mendakawahkannya kepada sesama. Dimana keduanya memiliki banyak tingkatan di dalamnya. Semoga kita termasuk orang orang yang tidak hanya mampu membaca AlQuran semata, melainkan mampu pula memahaminya serta mampu menyebarluaskannya ke sesama manusia dan mampu pula menjadikan AlQuran sebagai akhlak bagi diri kita.

 

4.        Untuk Menyempurnakan Kitab-Kitab Allah SWT yang turun terlebih dahulu. Allah SWT telah menurunkan 4(empat) buku manual  bagi kepentingan kekhalifahan yang ada di muka bumi ini, yang terdiri dari Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as; Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as.; Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as; dan Kitab AlQuran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nisaa' (4) ayat 163 yang kami kemukakan berikut ini:“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” Dimana Allah SWT telah menurunkan kitab Zabur kepada Nabi Daud as,.

Sedangkan  berdasarkan surat surat Ali Imran (3) ayat 3 berikut ini: “Dia menurunkan Alkitab (AlQuran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.” Allah SWT juga telah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa as, dan kitab Injil kepada Nabi Isa as,. Sedangkan berdasarkan surat Yunus (10) ayat 37 yang kami kemukakan berikut ini: “tidaklah mungkin AlQuran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi  (AlQuran itu) membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.”  Allah SWT menurunkan kitab AlQuran kepada Nabi Muhammad SAW.

 

Timbul pertanyaan kitab yang manakah yang saat ini berlaku bagi program peng-hambaan dan juga program kekhalifahan di muka bumi sampai dengan hari kiamat? Jika kita mengacu kepada urut-urutan dari mata rantai Nabi dan Rasul yang diutus Allah SWT ke muka bumi serta kitab yang diturunkan oleh Allah SWT, maka posisi Nabi Muhammad SAW selain penerus dari Nabi-Nabi dan juga sebagai penutup dari rangkaian Nabi-Nabi yang diutus Allah SWT ke muka bumi maka kitab yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW  adalah kitab yang terakhir diturunkan Allah SWT ke muka bumi. Adanya kondisi ini dapat dikatakan bahwa: (1) Kitab AlQuran yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi kepada Nabi Muhammad SAW merupakan bagian dari mata rantai Kitab yang telah diturunkan Allah SWT ke  muka bumi (ingat AlQuran adalah penyempurna bagi Kitab Allah SWT sebelumnya); (2) Kitab AlQuran merupakan kitab penutup dari rangkaian kitab yang telah diturunkan Allah SWT  ke muka bumi sehingga AlQuran inilah yang akan berlaku sampai dengan hari kiamat kelak.Adanya 2(dua) buah kondisi yang kami kemukakan di atas ini, maka kita harus dapat menempatkan Kitab-Kitab Allah SWT sebagai berikut:

 

a.        Kita harus dan wajib mengimani kedudukan AlQuran sebagai penerus atau bagian dari mata rantai  Kitab-Kitab  yang telah diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi;

b.       Kita harus dan wajib menjadikan AlQuran sebagai kitab terakhir yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi untuk menggantikan dan menyempurnakan Kitab Zabur, Kitab Taurat, dan Kitab Injil yang telah diturunkan sebelum AlQuran diturunkan.

 

Dijadikannya AlQuran sebagai satu-satunya kitab yang berlaku saat ini sampai dengan hari kiamat tiba dalam rangka untuk memberikan kemudahan serta untuk tidak menim-bulkan kebingungan bagi manusia yang ada di muka bumi.

 

Adanya kesamaan buku manual yang berlaku akan memudahkan penghambaan kepada Allah SWT dan juga memudahkan kekhalifahan yang ada di muka bumi menjalankan tugas yang sesuai dengan kehendak  Allah SWT. Hal ini didukung karena hanya AlQuran lah satu-satunya kitab suci yang dijamin oleh Allah SWT baik isi, makna, keaslian maupun kandungan yang terdapat di dalamnya. Sedangkan kitab kitab yang lainnya seperti Zabur, Taurat dan Injil sudah tidak bisa lagi dipertanggungjawabkan keasliannya karena memang tidak dijamin oleh Allah SWT. Adanya kepastian AlQuran yang isinya tidak akan ada perubahan apapun maka terjadilah kepastian hukum yang mengikat antara umat manusia dengan Allah SWT.

 

5.        Untuk Menjadi Rahmat dan Kebaikan Dari Allah SWT untuk Manusia. Buku Manual yang dibuat oleh pabrikan berfungsi sebagai sarana bagi pabrikan untuk mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan produk yang dihasilkannya. Hal ini dikarenakan hanya pabrikanlah satu satunya pihak yang paling mengerti dan yang paling mengetahui secara detail dari produk yang dihasilkannya. Buku manual juga merupakan wujud tanggung jawab pabrikan kepada konsumen atas suatu produk yang telah diproduksinya. Hal ini terlihat dari bagaimana produsen sangat berharap kepada konsumen, jika ingin produk yang dibelinya awet dan tahan lama maka lakukanlah hal-hal yang telah dikemukakan dalam buku manual. Adanya kondisi ini berarti keberadaan buku manual (manual handbook) merupakan bagian yang tidak terpisahkan antara produsen dengan konsumen melalui keberadaan produk yang dihasilkannya.

 

Selanjutnya jika produsen saja memberlakukan hal itu kepada konsumennya melalui produk yang dihasilkanya. Sekarang bagaimana dengan Allah SWT kepada umat manusia yang telah diangkatnya menjadi hamba yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi? Allah SWT menurunkan AlQuran kepada umat manusia bukan hanya sekedar sarana untuk memperkenalkan Nama-Nya, akan tetapi lebih dari itu semua. Allah SWT menurunkan AlQuran kepada umat manusia merupakan wujud tanggung jawab Allah SWT selaku pencipta yang sekaligus pemilik dari langit dan bumi serta pemilik dan pencipta rencana besar kekhalifahan yang ada di muka bumi. AlQuran juga merupakan  wujud kasih sayang Allah SWT kepada umat manusia yang telah diangkat oleh Allah SWT menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “dan kamu tidak pernah mengharap agar AlQuran diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu [1143], sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir. (surat Al Qashash (28) ayat 86)

 

[1143] Maksudnya: AlQuranul karim itu diturunkan bukanlah karena Nabi Muhammad s.a.w. mengharap agar diturunkan, melainkan karena rahmat daripada Allah.

 

Jika ini adalah asumsi dasar dari diturunkannya AlQuran oleh Allah SWT ke muka bumi, berarti AlQuran diturunkan Allah SWT bukanlah sesuatu yang sia-sia belaka, atau AlQuran  bukanlah sesuatu kemudharatan yang diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi. AlQuran diturunkan kepada manusia, termasuk kepada diri kita merupakan rahmat dari Allah SWT untuk kemaslahatan umat manusia. Selain daripada itu, AlQuran juga diturunkan oleh Allah SWT merupakan bagian yang tidak terpisahkan antara Allah SWT dengan rencana besar penghambaan dan kekhalifahan yang ada di muka bumi ini.

 

Sekarang bagaimana jadinya jika sampai Allah SWT tidak pernah menurunkan AlQuran kepada umat manusia? Yang jelas umat manusia tidak akan tahu dan tidak akan mengerti hal-hal sebagai berikut: (a) tentang Allah SWT; (b) tentang  kekhalifahan di muka bumi; (c) tentang siapa diri kita yang sesungguhnya; (d) tentang hak dan kewajiban diri kita kepada Allah SWT; (e) tentang apa itu Diinul Islam yang terdiri Rukun Iman, Rukun Islam dan Ikhsan; (f) tentang musuh diri kita, dan lain sebagainya. Sudahkah kita bersyukur kepada Allah SWT atas diturunkannya AlQuran ke muka bumi ini?  Syukur kepada Allah SWT tidak cukup dengan mengatakan terima kasih atau dengan mengucapkan bacaan  Alhamdulillah”. Syukur kepada Allah SWT atas diturunkannya AlQuran tidak cukup AlQuran hanya sekedar dibaca saja atau menjadikan AlQuran sebagai buku bacaan wajib yang harus dibaca setiap hari atau dihafalkan. 

 

Bersyukur kepada Allah SWT atas diturunkannya AlQuran maka kita harus dapat meletakkan dan juga menempatkan AlQuran sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki  Allah SWT selaku pemilik dari kumpulan wahyu lalu berusaha untuk mengimaninya, mempelajarinya, memahaminya, mengamalkan apa apa yang telah dipahaminya, lalu menyebarluas-kannya dengan cara mengajarkan kepada orang lain (mendakwahkan) dan yang terakhir berusaha untuk menjadikan AlQuran menjadi akhlak bagi diri kita. Dan semoga kita mampu mengemban dan melaksanakan itu semua melalui contoh dan suri teladan Nabi Muhammad SAW saat menjadi hambaNya dan yang juga khalifahNya di muka bumi ini serta mampu pula mengajarkan itu semua kepada anak keturunan kita sendiri serta masyarakat luas sebagai salah satu bukti syukur diri kita atas diturunkannya AlQuran. Sudahkah kita mencoba untuk melaksanakannya! 

6.        Untuk Dijadikan Sahabat bagi Manusia. AlQuran adalah sahabat. AlQuran sebagai sahabat tidak bisa berdiri sendiri karena persahabatan tidak mengenal satu pihak saja melainkan harus ada pihak lainnya, dalam hal ini adalah diri kita, keluarga dan anak keturunan kita. AlQuran sebagai sahabat tentu akan memberikan sesuatu yang sangat luar biasa kepada sahabatnya, sepanjang sahabatnya mau melaksanakan apa yang disebut inti dari sebuah persahabatan, yaitu adanya pengorbanan untuk sebuah persahabatan; adanya perhatian khusus untuk sebuah persahabatan; adanya karya nyata sebagai bukti adanya sebuah persahabatan.

 

AlQuran adalah nikmat terbesar bagi umat manusia harus yang diikuti dengan langkah nyata yang menunjukkan bahwa memang AlQuran adalah kebutuhan dalam kehidupan umat manusia. Kesadaran akan pentingnya AlQuran tanpa diikuti dengan langkah nyata, akan mengakibatkan kehidupan kita kehilangan segalanya dan hilang pula persahabatan. Sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: Nabi SAW bersabda: “Berbahagialah orang yang menjadikan AlQuran sebagai sebaik-baik sahabat. Tiap hari ia akrab dengan Kalam Rabb-nya. Membacanya, mengamalkannya, menghafalnya, mempe-lajarinya, bahkan mendakwahkannya. Ia menjadi sebaik-baik manusia sebagaimana sabda Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “sebaik-baik dari kalian adalah yang mempelajari AlQuran dan mengajarkannya.” (Hadits Riwayat Bukhari).

 

Dan agar persahabatan antara diri kita dengan AlQuran bisa terbina dan terpelihara dari waktu ke waktu, ada sebuah metode untuk menjadikan AlQuran sebagai sahabat bagi diri kita yaitu “Metode Akrab dengan AlQuran”, sebagaimana dikemukakan dalam laman “madaninews.id” berikut ini:

 

a.       AlQuran wajib dijadikan sebagai buku pelajaran harian, karena mempelajari AlQuran adalah langkah awal dalam berinteraksi dengannya serta pintu masuk untuk menjalin persahabatan dengannya. AlQuran hendaknya dijadikan pelajaran utama kita setiap hari. Ada target belajar  harian yang disesuaikan dengan kemampuan kita.

b.       Mendengarkan bacaan AlQuran, sebagaimana Rasulullah SAW sering meminta sahabat untuk membacakan AlQur’an untuknya. Saat ini selain bisa mendengarkan bacaan qari secara langsung, banyak alat atau fasilitas elektronik dimana kita bisa mendengarkan bacaan AlQur’an. Jika mendengar musik atau hal-hal lain yang hanya mengeraskan hati maka mendengarkan bacaan AlQuran justru akan menen-tramkan hati.

c.       Meluangkan waktu secara terjadwal untuk mentadabburinya (memahami dan mengkajinya). Ayat-ayat AlQuran akan semakin menyentuh hati kita saat kita mengetahui maknanya. Selain bisa mengetahui makna AlQuran dari buku-buku tafsir, kitapun bisa mengikuti halaqah-halaqah kajian AlQuran.

d.       Mengamalkannya, yakni mengejawantahkan ajaran-ajaran AlQuran dalam kehidu-pan sehari-hari. Menjadikannya rujukan disamping hadits dari Rasulullah SAW baik dalam amalan ibadah maupun dalam hal muamalah dan lainnya.

e.       Berusaha untuk menghafalkan AlQuran. Mulai dari ayat atau surah-surah yang mudah untuk kita hafal. Kesibukan ataupun faktor umur tidak menjadi penghalang asalkan kita mempunyai kemauan kuat untuk “menyimpan” AlQuran di dalam dada-dada kita. Banyak perangkat dan metode yang akhir-akhir ini berkembang yang bisa menjadi sarana buat kita untuk menghafal AlQuran.

f.        Mendakwahkannya, yaitu menjadikan sebagai bahasan dan referensi utama dalam berdakwah serta memperjuangkan agar isinya menjadi rujukan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

 

Inilah 6 (enam) langkah mudah agar diri kita menjadi sahabat AlQuran. Lalu apa yang akan kita peroleh dari persahabatan ini? Banyak hal yang akan diberikan AlQuran kepada sahabatnya yang mana kualitasnya sangat tergantung kepada nilai persahabatan yang telah kita lakukan kepada AlQuran dan jangan berharap banyak memperoleh sesuatu dari persahabatan kita dengan AlQuran jika kita sendiri malas-malasan, tidak bersemangat, tidak mau berbagi kepada sesama setelah memperoleh pelajaran dari AlQuran. Dan inilah yang akan kita peroleh dari persahabatan diri kita dengan AlQuran, yaitu: sebaik-baik sahabat karib adalah AlQuran yang dengannya akan membuat hati kita menjadi tenteram, bahagia dan lebih dari itu AlQuran akan menjadi pembela kita di hari kiamat kelak. “Pelajarilah AlQuran, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa’at bagi orang-orang yang bersahabat dengannya”. (Hadits Riwayat Muslim).

 

AlQuran juga akan menentramkan hati bagi orang-orang beriman yang sering berinteraksi dengannya melalui aktifitas mengimaninya, mempelajarinya, mengha-yatinya, memahaminya, serta melaksanakannya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati akan merasa tentram.” (surat Ar-Ra’d (13) ayat 28). Di lain sisi, Ibnul Qayyim Al Jauziyah juga telah menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini adalah mengingat (merenungkan) AlQuran. Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bim-bingan AlQuran yang kita pelajari dan pahami secara konsisten dari waktu ke waktu.

 

2.       Untuk Dijadikan Sarana dan Alat Bantu Berkomunikasi dan Berinteraksi dengan Allah SWT saat mendirikan Shalat. AlQuran adalah kumpulan dari kata kata Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril as,. AlQuran sebagai kumpulan dari kata kata Allah SWT dapat dikatakan sebagai salah satu cara Allah SWT untuk berinteraksi, untuk berkomunikasi, untuk berbicara kepada umat manusia dengan cara mengatakan kembali kata kata Allah SWT tersebut kepada Allah SWT. Kondisi ini akan dapat tercapai atau dapat kita rasakan jika diri kita mampu menjadikan AlQuran sebagai salah satu media bagi diri kita untuk berinteraksi, berkomunikasi dan berbicara kepada Allah SWT selaku pemilik kumpulan kata kata dengan cara mempelajarinya (dengan memulainya melalui proses membaca AlQuran).

 

Adanya proses membaca sebagai bagian dari mempelajari AlQuran maka terjadilah proses interaksi dalam bentuk melakukan pembicaraan kepada Allah SWT melalui mengatakan kembali kata kata Allah SWT yang telah dikatakan yang ada di dalam AlQuran kepada Allah SWT selaku pemilik kata kata maka terjadilah komunikasi antara diri kita dengan Allah SWT. Dan hal yang harus kita perhatikan dengan benar saat berkomunikasi dengan Allah SWT adalah kedudukan diri kita tidak sejajar dengan Allah SWT sehingga kita yang kecil harus bisa menempatkan diri dihadapan Dzat Yang Maha Besar dengan merendahkan posisi diri kita saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan Allah SWT. Adanya kondisi ini mengharuskan diri kita untuk menyesuaikan diri kita dengan apa apa yang dikehendaki oleh Allah SWT karena kitalah yang membutuhkan berkomunikasi dengan Allah SWT.

 

Apabila hal ini mampu kita lakukan dengan baik dan benar disinilah salah satu letak dari terjadinya interaksi dan juga adanya pembicaraan antara diri kita dengan Allah SWT melalui AlQuran yang sedang kita  baca sebagai bagian dari mempelajari AlQuran. Selain daripada itu, ketahuilah bahwa jika kita mampu menghargai AlQuran sebagai kata kata yang bersifat original hanya dari Allah SWT semata yang telah dikatakan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW berarti kita telah menghargai kebesaran, kemahaan dan kedudukan  Allah SWT selaku Tuhan seluruh alam. Adanya bentuk penghargaan diri kita kepada AlQuran maka terbukalah jalan untuk mengimani Allah SWT sebagai satu satunya narasumber AlQuran. Sudahkah kita mampu melakukannya dengan baik dan benar!

 

Di lain sisi, diri kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk mendirikan shalat wajib minimal 5 (lima) kali dalam sehari. Saat diri kita mendirikan shalat maka kita diwajibkan untuk membaca bacaan shalat yang mana bacaan shalat itu tidak bisa dilepaskan dengan  kata kata Allah SWT yang telah dikatakanNya yang kini ada di dalam AlQuran. Contohnya, kita wajib membaca Alfatehah di setiap shalat yang kita dirikan, jika tidak maka shalat yang kita dirikan menjadi tidak sah serta setelah diri kita menyelesaikan membaca Alfatehah maka juga membaca minimal satu ayat yang ada di dalam AlQuran. Lalu dimana letaknya kita bisa merasakan rasa berkomunikasi, berdialog, berinteraksi dan berbicara kepada Allah SWT itu? Ibadah shalat merupakan salah satu ibadah wajib yang menjadi kebutuhan diri kita sehari hari, dimana di dalam ibadah shalat inilah terdapat bacaan shalat yang di dalamnya ada ayat ayat AlQuran.

 

Saat diri kita mendirikan shalat maka pada saat itu pula terjadilah apa yang dikatakan dengan terjadinya proses interaksi, komunikasi dan berbicara dengan Allah SWT melalui bacaan shalat yang berasal dari AlQuran yang kita katakan kembali kepada Allah SWT. Saat diri kita membaca Alfatehah dalam shalat, maka terjadilah apa yang dikemukakan dalam dua buah hadits berikut ini: “Ubay bin Ka’ab ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam, Aku telah menurunkan tujuh ayat; tiga diantaranya untukKu, dan tiga untukmu serta satu antara Aku dengan engkau. Adapun yang untukKu, yaitu: “Alhadulillahi Rabbil Alamin, Ar rahmanirrahim, Maliki yaumiddin” (segala puja dan puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara alam semesta, Maha Pemurah lagi Pengasih, yang memiliki hari pembasalan). Adapun yang antara Aku dan engkau, yaitu: “Iyyaka na’budu wa Iyyakan nasta’in” (hanya kepadaMu lah aku menyembah, dan hanya kepadaMu lah aku minta tolong. Dari engkau manusia beribadah dan Aku yang menolong)”. Adapun yang untukmu, yaitu: “Ihdinasshiratal mustaqim, Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil magh dhubi alaihim waladh dhaaliin (bimbinglah  kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang orang yang Engkau anugerahi nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurka dan bukan pula jalan mereka yang sesat). (Hadits Riwayat Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ayshath; 272:01)

 

Dan juga dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: “Bacalah Al-fatihah untuk diri kalian sendiri karena aku mendengar Rasulullah SAW, “Allah Ta’ala berfirman: Aku membagi shalat (maksudnya: Al-fatihah) menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil ‘alamin (segala puji hanya milik Allah)’, Allah ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘ar rahmanir rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘maaliki yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan)’, Allah ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Beliau berkata sesekali: Hamba-Ku telah memberi kuasa penuh pada-Ku. Jika ia mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyebah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)’, Allah ta’ala berfirman: Ini antara-Ku dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia mengucapkan ‘ihdiinash shiroothol mustaqiim, shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi ‘alaihim wa laaddhoollin’ (tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat), Allah ta’ala berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (Hadits Riwayat Muslim no. 395).

 

Berdasarkan dua buah hadits di atas ini, saat diri kita membaca surat Alfatehah ketika mendirikan shalat, terjadilah tiga hal, yaitu:

 

a.        Adanya pernyataan sikap kita yang khusus kita tujukan kepada Allah SWT;

b.       Adanya permohonan yang kita ajukan kepada Allah SWT yang sebelumnya didahului dengan adanya pernyataan, “hanya kepada-Mu aku menyembah, dan hanya kepada-Mu aku minta tolong”;

c.        Adanya interaksi, komunikasi dan dialog antara diri kita dengan Allah SWT secara langsung tanpa perantara siapapun melalui bacaan AlFatehah yang kita katakan kembali kepada Allah SWT. 

 

Dan agar dialog, interakasi, komunikasi yang kita lakukan dengan Allah SWT memberi-kan dampak yang luar biasa bagi diri kita maka kita harus melakukannya secara dua arah. Dimana diri kitalah yang harus aktif memulai terlebih dahulu untuk berdialog, berinteraksi, berkomunikasi maka barulah Allah SWT beraksi sesuai dengan kualitas apa yang kita lakukan. Sehingga berlakulah hukum aksi dan reaksi sebagaimana hadits berikut ini: Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah Ta’ala berfirman: “Apabila hamba-Ku ingin menemui-Ku, Aku pun ingin menemuinya. Tetapi bila ia enggan menemui-Ku, Aku pun enggan menemuinya. (Hadits Riwayat Bukhari, Malik, dan An Nasa’i; 272:17). Disinilah letak pentingnya kita memiliki adab dan sopan santun saat berdialog, saat berinteraksi, dan saat berkomunikasi dengan Allah SWT. Jangan sampai apa yang telah dikemukakan dalam hadits diatas tidak berlaku kepada diri kita karena ulah diri kita sendiri yang melakukan interaksi, dialog dan komunikasi secara satu arah, secara tergesa gesa, serta malas malasan, padahal yang membutuhkan hasil dari interaksi, dialog dan komunikasi dengan Allah SWT adalah diri kita.

 

Ingat, posisi dan kedudukan diri kita tidak sejajar dengan Allah SWT sehingga diri kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan Allah SWT karena kitalah yang membu-tuhkan Allah SWT sedangkan Allah SWT tidak membutuhkan diri kita. Katakan, jika Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Suci  (Al Quddus) kitapun harus mensucikan diri terlebih dahulu dengan melaksanakan proses thaharah sebelum mendirikan shalat, sebelum berdoa dan memohon kepada-Nya serta sebelum mempelajari AlQuran. Jika tidak, maka terjadilah ketidaksesuaian posisi sehingga antara diri kita dengan keadaan Allah SWT berseberangan, dimana Allah SWT Yang Maha Suci tidak akan mungkin bisa kita ajak beriteraksi, berdialog dan berkumunikasi jika kita sendiri masih kotor, baik hadast kecil ataupun besar. Sudahkah kita memahami hal ini dan mengetahui penting-nya melakukan proses thaharah! 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar