Tulisan ini kami ambil dari buku “Innallaha Ma’ana (Allah Selalu Menemani Kita)” yang ditulis oleh “Huda Rahmansyah dkk”, sebagaimana berikut ini:
Bicara tentang
realita hidup, tentu tidak lepas dari kesabaran. Bahkan jika kita bicara tentang
jalan menuju syurga, banyak hal yang bisa kita ikhtiarkan untuk bisa menuju ke
sana. Bisa dengan cara memaksimalkan ibadah. Bisa dengan cara memperindah
akhlak. Bisa dengan cara memperbanyak amalan-amalan. Bisa juga dengan cara
memperbaiki moral. Namun semua cara itu, tentunya membutuhkan sabra/kesabaran
di dalamnya.
Sabar dan ikhlas
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sabar dan ikhlas
adalah modal istiqamah hingga akhir hayat.
Tapi, apakah
syarat sesungguhnya menjadi orang yang sabra? Apakah harus banyak menghafal
ayat-ayat dan hadits? Apakah harus menjadi orang alim?
Syarat menjadi
orang yang sabra itu bukan dengan sering mendengar materi tentang sabar. Bukan
juga dengan sekedar mengetahui hadits atau ayat-ayat yang berkaitan dengan
kesabaran. Orang yang sabar adalah mereka yang sering mendapat ujian tapi
berhasil melewati ujian-ujian itu dengan tetap dalam ketaatan sekalipun ia
tidak tahu tentang hadits atau ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan sabar.
Boleh jadi ia
lebih penyabar dari kita yang tahu ayat-ayat tentang sabar, namun masih sering
berkeluh kesah ketika mendapatkan ujian dari-Nya. Karena itu, kita perlu banyak
belajar dan melatih kesabaran, sebab
sabar tidaklah terbatas. Dan betapa banyak kebaikan yang kita peroleh ketika kita bisa banyak bersabar.
Allah SWT
berfirman: “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman”
sedang mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang
yang dusta. (surat Al Ankabut (29) ayat 2-3)”.
Seolah-olah Allah menyampaikan sindirian melaluli ayat
tersebut. Sindiran bagi mereka yang berputus asa setelah berhijrah. Sindiran
bagi mereka yang berputus asa setelah beriman. Sindiran bagi mereka yang
berputus asa dan mengeluh setelah bertobat.
Seolah Allah
berkata kepada hamba-Nya, “Mengapa setelah beriman, kalian justru sering
berkeluh kesah? Mengapa setelah bertobat, kalian justru semakin ragu kepada-Ku?
Mengapa setelah berhijrah, kalian justru menjadi labil? Bukankah seharusnya
setelah mengatakan, “Kami beriman, bertobat, berhijrah”, iman kalian seharusnya
semakin merekah?
Ya, saat kita
telah menyatakan beriman, Allah akan menguji kita untuk benar-benar membuktikan
kualitas keimana yang telah kita nyatakan. Dan Allah akan menguji kita dengan
kapasitas ujian yang berbeda-beda, sesuai kemampuan kita.
Tidak mungkin
Allah memberi ujian di luar batas kemampuan kita. Teman, jika kamu merasa
ujianmu sangat berat, yakinlah ujian itu sudah sesuai kadar kemampuanmu.
Yakinlah kamu mampu melewatinya.
Ujian adalah
tabiat iman. Ujian dapat meningkatkan kualitas iman kita, sekaligus dapat
meruntuhkan keimanan kita. Karena, Allah menguji kita untuk melihat sejauh mana
tingkat keimanan kita. Apakah saat diuji, kita mampu bersabar? Ataukah saat
diuji, kita justru marah dan berkeluh kesah. Karena dengan ujian, bisa dibedakan
mana seorang yang bersungguh-sungguh dan mana seorang yang munafik.
Kita bisa diuji
dengan apa yang kita suka dan bisa juga
diuji dengan apa yang kita tidak suka. Boleh jadi kita diuji dengan ujian yang
sifatnya fisik, boleh jadi pula kita diuji dengan harta, atau yang lebih berat
lagi, kita diuji dengan perasaan. Tak jarang pula Allah menguji kita dengan
sesuatu yang kita lemah terhadapnya. Jangan heran! Sebab jika kehidupan tidak
memiliki rintangan yang terjal, kita tidak akan pernah merasakan bangkit
setelah terpuruk dan tersenyum penuh syukur setelah menangis memohon
pertolongan Allah.
Sabar adalah
tabiat iman. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Ternyata ciri yang paling jelas
seorang yang baik imannya adalah dengan sabarnya. Semakin baik imannya, maka
semakin baik pula sabarnya. Tapi siapakah orang sabar itu? Apakah mereka yang
paling banyak menghafal hadits dan ayat tentang sabar? Tidak, belum tentu orang
yang wawasannya luas adalah orang paling baik imannya.
Bukankah iblis
juga makhluk yang berwawasan luas? Dia mengerti banyak hal yang bahkan manusia
tidak mengerti, iblis mengerti tentang dunia di langit. Iblis mengerti tentang
alam yang ada di akhirat. Iblis bahkan mengetahui kondisi syurga. Ilmu iblis
lebih banyak daripada manusia. Tapi mengapa ketakwaan, keimanan, dan kesalehan
iblis tidak sebanding dengan wawasannya? Karena iblis tidak mampu bersabar atas
ujian. Ujian iblis meliputi popularitas dan perasaan. Iblis yang diciptakan
lebih dahulu ketimbang manusia pertama, Adam as, merasa tersaingi, hingga
menolak dan tidak mau mematuhi perintah Allah ketika Allah memerintahkannya
untuk sujud kepada Adam, sehingga Allah pun mengeluarkannya dari syurga.
Selalu ada
hikmah dari kebaikan dan rengkuhan nikmat Allah Ta’ala dalam setiap kondisi
yang dialami para hamba yang beriman.
Sekalipun itu
hal yang menyenangkan atau bahkan yang menyedihkan, namun segala takdir yang
ditetapkan Allah bagi mereka merupakan suatu kebaikan yang teramat besar.
Hal ini sesuai
dengan hadits berikut ini: “Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini
tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan
kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan bagianya.
Sebaliknya apabila ditimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu
merupakan kebaikan baginya”.
Hadits ini
mencakup seluruh takdir yang Allah tetapkan bagi para hamba yang beriman. Segala
takdir itu akan bernilai kebaikan, apabila sang hamba bersabar terhadap takdir
Allah yang tidak disukainya dan bersyukur atas takdir Allah yang disukainya.
Teman, saat kita
tengah diuji atau saat kita sedang punya masalah, bangunlah keyakinan dalam
diri, bahwa Allah ingin membersihkan jiwa kita dari dosa-dosa. Perbanyaklah
istighfar sebelum kita mencari-cari kesalahan orang lain. Sebelum kita
marah-marah pada orang lain. Suatu hal yang manusiawi memang bila kita merasa
marah karena ucapan atau perbuatan orang lain. Tapi sebelum kita meluapkan
emosi dan amarah karenanya, cobalah kita instrospeksi diri, barangkali ada
kesalahan atau dosa yang tanpa sadar telah kita perbuat, sehingga itu berimbas
balik pada diri kita sendiri. Barangkali ada dosa masa lalu yang ingin Allah
hapuskan dari kita. Dosa yang dilakukan saat kita belum bertobat, saat kita
belum berhijrah. Dan Allah ingin membersihkan semua itu saat kita mengaku “kami
berhijrah, kami bertobat, kami beriman”.
Supaya saat kita
kembali kepada-Nya, kita sudah dalam keadaan bersih. Sebab pembersihan di dunia
jauh lebih baik daripada pembersihan di akhirat. Karena tentunya pertanggung-jawaban
di akhirat nanti berkali-kali lebih berat ketimbang di dunia saat ini.
“Tidaklah Allah memberikan kepada manusia
suatu ujian, kecuali salah satu alasannya adalah Allah ingin menghapuskan dosa”.
Lapangkanlah
sabar dan perbanyaklah doa. Sebab doa, selama tidak menimbulkan mudharat dan
termasuk dalam perkara yang baik, pasti Allah akan mengabulkannya dan kelak
akan menjadi lading kebaikan bagi yang memanjatkannya. Sekalipun saat ini Allah
tengah menangguhkannya, tetap kita akan menjumpai doa-doa itu kelak di akhirat,
insya Allah.
Ketika hati kita
lapang untuk menerima ketentuan dan kehendak-Nya, Allah pun akan mulai
memperlihatkan kebaikan-kebaikan yang ada di balik ujian itu. Sebab, tak
mungkin Allah menyia-nyiakan hamba-Nya. Tak mungkin Allah ingin membuat
hamba-Nya menderita, kecuali ada maksud baik di balik ujian-Nya.
Tidakkah kita
ingin berbaik sangka pada Allah? Barangkali ujian-ujian berat yang tengah kita
hadapi hingga berlinang air mata atau bahkan berdarah-darah adalah ujian yang
paling kita syukuri kala di akhirat kelak. Di dunia ini, Allah akan terus
memberikan ujian kepada hamba yang dicintainya, sehingga ia “pulang” dalam
keadaan tanpa dosa. Maka bersyukurlah, teman, ketika kita masih diberi ujian,
Itu tandanya Allah masih sayang pada kita. Itu tandanya Allah rindu mendengar
rintihan tangis yang amat berharap kepada-Nya. Allah ingin mendengar doa-doa
yang barangkali sudah lama tak menghiasi sepertiga malam kita. Dan tentu Allah
menyayangi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar