Rasullah
SAW mengingatkan untuk: “Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara
(yakni): masa mudamu sebelum datang masa tuamu; masa sehatmu sebelum datang masa
sakitmu; masa kayamu sebelum datangnya kefakiranmu; masa lapangmu sebelum datang
masa sibukmu, hidupmu sebelum datang matimu”.
(Hadits
Riwayat Al Hakim)
Hidup adalah kesempatan. Hidup adalah
pilihan. Hidup adalah permainan. Hidup adalah saat diri kita berusaha
meninggalkan jejak jejak kebaikan atau jejak jejak keburukan. Hidup adalah saat
diri menentukan sikap mau pulang kampung kemana, apakah ke kampung kebahagiaan (syurga)
ataukah ke kampung kesengsaraan dan kebinasaan (neraka).
Hidup adalah saat kita memiliki asset
(maksudnya waktu) yang tidak bisa disimpan di dalam peti/brankas. Akhirnya
hidup sangat membutuhkan adanya waktu dan Allah SWT pun sudah mempersiapkan
waktu waktu yang berbeda beda kepada masing masing manusia. Untuk itu
gunakanlah waktu waktu itu dengan baik dan benar agar bermanfaat sesuai dengan
kehendak pemberi waktu.
Allah SWT selaku pemberi waktu telah
mencontohkan adanya pembagian waktu, dalam hal ini adalah waktu waktu shalat. Waktu
waktu shalat, jika kita mau memperhatikan dengan akal dan pemikiran yang seksama, merupakan
peta perjalanan hidup kita. Waktu subuh adalah saat kelahiran diri kita,
sedangkan waktu isya adalah saat kematian diri kita. Jika kita mengacu kepada
kondisi ini maka hidup pada hakekatnya adalah jalan menuju kepada maut/kematian
yang diumpamakan dengan menuju waktu isya.
Kondisi ini sangat berkesesuaian dengan apa
yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat At Takwir (81) ayat 26 berikut ini:
“Maka
kemanakah kamu akan pergi? (surat At Takwir (81) ayat 26)”. Dan juga
surat Al Baqarah (2) ayat 28 berikut ini: “Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal
kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu
lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepadaNyalah kamu dikembalikan.
(surat Al Baqarah (2) ayat 28”. yaitu ke manakah kita akan pergi?
Jawabannya adalah dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT melalui proses
kematian. Ingat, hanya melalui proses kematian yang dilaksanakan oleh malaikat
Izrail lah yang diperkenankan oleh Allah SWT.
Jika kita takut kepada ular, menjauhlah dari
ular. Namun, jika kita takut kepada Allah SWT, semakin mendekatlah kepada Allah
SWT, dikarenakan kehidupan ini makin hari makin bertambah dekat dengan
kematian. Dan Jika saat ini kita masih hidup, berarti kita sedang berada di
sisa perjalanan hidup, lalu hendak kemanakah kita akan pergi? Tanyakan kepada
diri sendiri, di sisa perjalanan hidup ini kemanakah kita akan berlabuh?
Kota “lahat”
yang ukurannya 1,5 x 2 meter telah menanti kita, kampung “balikpapan” siap untuk digali. Sebagai orang yang sedang menunggu
giliran untuk menuju ke gerbang kematian, alangkah baiknya kita tahu dan
mengerti serta paham tentang hal hal yang berhubungan dengan proses kematian
itu. Kita tidak bisa hanya memiliki ilmu The
Art of Living semata, akan tetapi kita harus pula memiliki ilmu The Art Of Dying secara paralel, agar
tidak menyesal nantinya.
A. KEMATIAN ADALAH MUTLAK TERJADI.
Berdasarkan ketentuan
surat Al An’am (6) ayat 2 berikut ini: “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah,
kemudian Dia menetapkan ajal
(kematianmu), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui olehNya. Namun
demikian kamu masih meragukannya. (surat Al An’am (6) ayat 2)”. Allah
SWT mengemukakan dengan tegas bahwa hidup yang kita jalani di dunia ini
memiliki batasan jangka waktu, yang batasannya ditetapkan oleh Allah SWT. Diri
kita hanya menjalani hidup di rentang waktu yang sudah ada ketetapan lamanya,
kita tidak bisa menentukan berapa lama kita hidup di dunia.
Hanya Allah SWT
sajalah yang tahu berapa lama kita hidup, sehingga dimana dan kapannya hidup
akan berakhir hanya Allah SWT sajalah yang tahu. Jika ini kondisinya berarti
kita hanya bisa melaksanakan atas apa apa yang telah ditetapkan berlaku kepada
diri kita. Dan saat ini batasan waktu kita hidup di dunia sudah ditetapkan oleh
Allah SWT dan batasan kita hidup sampai kapan sudah pula ditetapkan oleh Allah
SWT.
Sebagai orang yang
terikat dengan hukum dan ketentuan Allah SWT tersebut di atas, sudah selayaknya
kita memanfaatkan waktu yang telah ditetapkan untuk kita dengan sebaik mungkin.
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati
dan mereka akan mati (pula). (surat Az Zumar (39) ayat 30)”. Adanya
ketentuann waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berarti ada rahasia yang
tetap dipegang oleh Allah SWT sehingga kita hidup di dalam rentamg rahasia
waktu tersebut.
Dan adanya rahasia
waktu terutama tentang lamanya kita hidup di dunia, maka kita wajib memiliki
manajemen waktu agar waktu-waktu yang sedikit ini bisa memiliki dampak yang
luar biasa bagi hidup dan kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Sebagai orang yang
memiliki keterbatasan wakatu, ketahuilah bahwa dalam kehidupan ini, kita
memiliki 5 (lima) buah kategori waktu, yaitu :
1. Waktu kemarin, yang
tidak bisa kembali;
2. Waktu sekarang (hari
ini) yang sedang kita jalani;
3. Waktu akan datang,
yang tidak bisa kita ketahui;
4. Waktu kematian yang
pasti akan datang;
5. Waktu berbangkit dan
berhisab yang pasti ada.
Dari kelima waktu
itu, waktu yang paling berharga adalah waktu sekarang (hari ini) karena di saat
inilah kita mau berbuat apa setelah waktu kemarin berlalu. Lalu apa harapan dan
aktifitas yang akan kita buat untuk esok hari.
Ingat, waktu sekarang
inilah yang menentukan waktu yang akan datang; yang akan menentukan seperti apa
cara dan metode kematian yang akan kita rasakan dan seperti apa waktu
berbangkit dan juga mempertanggungjawabkan tugas dan tanggungjawab waktu
berhisab kelak. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Wahai
orang orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Sungguh,
Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (surat Al Hasyr (59) ayat
18)”.
Untuk itu ketahuilah
bahwa diam serta malas adalah musuh utama dari sisa waktu yang kita miliki dan
yang akan menggagalkan kita menikmati kebahagiaan di akhirat kelak.
1. Hubungan
Manusia dengan Kematian. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi yang telah ditempatkan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang
terhormat, dapatkah kita menolak kematian? Walaupun diri kita telah ditempatkan
sebagai makhluk yang terhormat, tidak akan mungkin dapat menghindar dari
kematian. Kematian akan datang dan menghampiri setiap manusia tanpa terkecuali.
Allah SWT berfirman: “Kami
telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan
dapat dikalahkan, (surat
Al Waaqi'ah (56) ayat 60)”. Sehebat
hebatnya manusia, untuk menolak dan menghilangkan kantuk saja tidak mampu,
apalagi mau menghindar dari kematian.
Adanya
contoh kematian dan kantuk yang tidak dapat dihindari oleh manusia, berarti
manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang lemah yang tidak memiliki
kemampuan apapun untuk membela keadaan dirinya sendiri. Jika sudah begini
keadaannya, masih mau bersikap sombongkah kita kepada Allah SWT?
Sekarang
carilah alat bantu dengan mempergunakan teknologi yang canggih yang dapat
menghindarkan diri kita dari kematian? Rasanya tidak akan ada teknologi yang
mampu menjadikan manusia hidup selamanya dan juga tidak akan mungkin ada teknologi
yang dapat menghindarkan manusia dari kantuk, menahan buang air besar atau
kecil, apalagi untuk menghidar dari kematian.
2. Kematian
itu adalah Suatu Ketetapan Allah SWT. Setiap manusia tanpa terke-cuali pasti
akan mengalami kematian, yaitu saat berpisahnya ruh dengan jasmani. Hal ini
terjadi dikarenakan mati merupakan sebuah ketetapan Allah SWT yang tidak dapat
dibantah lagi dan wajib berlaku tanpa pandang bulu. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Allah SWT dalam surat Al Munaafiquun (63) ayat 11 berikut ini:
“dan
Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah
datang waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. (surat Al Munaafiquun (63) ayat 11)”. yaitu
Allah SWT sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah
datang waktu untuk kematian.
Sekarang
mari kita hubungkan antara surat Al Munaafiquun (63) ayat 11 dengan tugas malaikat
Izrail, yaitu apakah mungkin malaikat Izrail
yang tunduk dan patuh kepada Allah SWT mau melawan perintah Allah SWT
dengan tidak mau mencabut nyawa seseorang? Rasanya tidak akan mungkin malaikat
Izrail mau melawan perintah Allah SWT dengan melalaikan tugasnya untuk memisahkan
ruh dengan jasmani seseorang. Adanya kepatuhan dan ketaatan dari malaikat
Izrail, maka kematian seseorang tidak akan mungkin di tunda apalagi digagalkan oleh
malaikat Izrail.
3. Kematian
Pasti Datang dan Tidak Bisa Dielakkan. Allah SWT melalui surat An Nisaa' (4)
ayat 78 berikut ini : “di mana saja kamu berada, kematian
akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh,
dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari
sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan:
"Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah:
"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (surat An Nisaa' (4) ayat 78)”. Telah menyatakan dengan tegas bahwa kematian pasti akan
mendatangimu dimana saja kamu berada sehingga kita tidak akan bisa lari dari
keadaan ini.
Allah SWT
berfirman: “Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika
kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar
dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar
saja". (surat
Al Ahzab (33) ayat 16)”. Jika ini adalah keadaan yang berlaku
untuk setiap manusia tentang kematian, mka tidak ada guna dan manfaatnya
benteng yang tinggi lagi kokoh, ataupun lari untuk menghindar dari kematian,
sebab Malaikat Izrail pasti dapat melaksanakan tugasnya untuk memisahkan
ruh/ruhani dengan jasmani seorang manusia.
Sebagai
bahan pertimbangan bagi kita di dalam menyikapi ketetapan Allah SWT tentang kematian,
tolong perhatikan dengan seksama hadits qudsi yang kami kemukakan berikut ini: “Anas
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Barangsiapa tidak rela
dengan hukum-Ku dan takdir-Ku maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku. (HQR Al Baihaqi dari Ibnu Umar serta
Aththabarani dan Ibnu Hibban dari Abi Hind, Al Albaihaqi dan Ibnu Najjar;
272:153)”. Jadi hadapilah kematian dengan
sewajarnya sebab kita pasti akan mati dan jika kita ingin mati dalam husnul khatimah
tidak ada jalan lain kecuali kita selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.
Agar diri
kita mampu menghadapi kematian dengan sewajarnya, berikut ini akan kami
kemukakan 2(dua) buah kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia selama hayat
di kandung badan sebelum ia mati yang khusus berlaku untuk diri sendiri, yaitu:
1. Sering
seringlah memohon ampunan atas kesalahan dosa yang pernah kita buat. Lakukanlah
taubatan nasuha sebelum kedatangan mati atau lakukan taubatan nasuha sebelum ruh
tiba dikerongkongan atau minimal membaca syahadat menjelang kematian. Allah SWT
berfirman: “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (surat An Nisaa' (4) ayat 48)”.
2. Sering
seringlah melakukan infaq (shadaqah) jariah sebelum kedatangan mati da-lam
rangka memberikan rezeki kepada ruh atau dalam rangka mempersiapkan bekal
perjalanan di akhirat kelak. Allah SWT berfirman: “dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata:
"Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu
yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang
yang saleh?" (surat
Al Munaafiquun (63) ayat 10)”.
Kematian sebagai
sebuah ketetapan yang sudah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT tentu harus
disikapi dengan cara cara yang baik dan benar. Namun kenyataannya, ada 3(tiga) bentuk sikap manusia di dalam
menghadapi kematian itu, yakni :
1. Berdasarkan ketentuan
surat Al Hijr (15) ayat 3 di bawah ini, ada yang tidak mem-perdulikan kematian,
bagi orang ini yang ada adalah bagaimana dapat menikmati kehidupan. Sehingga
kehidupannya hanya difokuskan untuk mencari kesenangan dan kenikmatan, tanpa
menghiraukan halal dan haram, tanpa mengindahkan mendzalimi orang atau tidak,
yang terpenting segala keinginannya tercapai. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Biarkanlah
mereka (di dunia ini) makan dan bersenang senang dan dilalaikan oleh angan
angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya).
(surat Al Hijr (15) ayat 3)
2. Berdasarkan ketentuan
surat Al Haqqah (69) ayat 27, 28, 29 di bawah ini, ada orang yang menyadari
kematiannya setelah tua, setelah mengalami sakit berkepanjangan, sehingga
timbul penyesalan kenapa tidak mengisi kehidupan selagi muda. Sebagaimana Allah
SWT berfirman: “Wahai, kiranya (kematian) itulah yang menyudahi segala sesuatu. Hartaku
sama sekali tidak berguna bagiku. Kekuasaanku telah hilang dariku.(surat Al
Haqqah (69) ayat 27, 28, 29).
Dalam sebuah riwayat,
ketika Khalifah Harun Al Rasyid akan meninggal dia membaca surat Al Haqqah (69)
ayat 27, 28, 29 di atas ini, dia menyadari bahwa harta dan kekuasaannya tidak
dapat menghalangi kematian yang sebentar lagi akan datang kepadanya. Jika ini
terjadi, kondisi ini adalah lebih baik, peluang untuk bertaubat masih terbuka,
kalimat istighfar masih dapat diucapkan pada sisa waktu dan Allah SWT sendiri
masih membuka pintu maaf baginya.
3. Ada orang yang selalu
ingat akan kematian, dan ia mempersiapkan dirinya untuk menghadapinya. Kematian
baginya adalah pintu gerbang untuk berjumpa dengan kekasih hatinya, Allah SWT.
Seseorang yang mampu mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kematian adalah
orang yang telah memperoleh nur hidayah atau cahaya petunjuk yang dapat
menyelamatkannya nanti di akhirat.
Sebagaimana hadits
berikut ini: “Rasulullah SAW dalam sebuah hadits menjelaskan tentang adanya tiga
indikasi seseorang yang telah memperoleh cahaya hidayah, yaitu: (1) ada
kerinduan ingin kembali ke negeri yang kekal; (2) menjauhkan diri dari tipuan
dunia; (3) mempersiapkan kematian sebelum datang kematian itu. (Hadits Riwayat Ibnu
Abid Dunya dan Al Hakim)
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, takutkah kita menghadapi kematian
yang merupakan gerbang untuk menuju hari kiamat? Jika kita mengacu kepada ketentuan
surat Muhammad (47) ayat 20 berikut ini : “dan orang-orang yang beriman
berkata: "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila
diturunkan suatu surat yang jelas Maksudnya dan disebutkan di dalamnya
(perintah) perang, kamu Lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya
memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan
kecelakaanlah bagi mereka. (surat Muhammad (47) ayat 20)”.
Jika kita
takut akan kematian berarti kita digolongkan oleh Allah SWT sebagai makhluk
yang tidak beriman. Apabila kita tidak mau dikatakan sebagai makhluk yang tidak
beriman, jangan pernah takut akan kematian sebab mati pasti akan terjadi. Lalu,
sebagai
orang yang sedang menunggu giliran menuju gerbang kematian, di posisi manakah
pemahaman diri kita tentang kematian itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar