Allah SWT adalah pembuat skenario rencana besar bahwa hidup di muka bumi ini adalah sebuah permainan yang sangat sempurna mempersiapkan rencananya. Hal ini bisa kita rasakan langsung kesempurnaannya. Salah satunya adalah jika sampai Nabi Muhammad SAW tidak diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini tentu kita tidak tahu bagaimana cara melaksanakan hak-hak Allah SWT dalam kerangka melaksanakan hubungan yang harmonis antara diri kita dengan Allah SWT.
Diutusnya Nabi
Muhammad SAW merupakan suri tauladan bagi diri kita, sebagaimana firman-Nya: “Sungguh
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang
banyak meningat Allah. (surat Al Ahzab (33) ayat 21).” Adanya ketentuan
Nabi Muhammad SWT sebagai suri tauladan bagi manusia maka kita sekarang
memiliki contoh, cara, methode yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui perkataannya, melalui perbuatan
(perilaku)nya serta melalui takrir (perbuatan sahabat) yang disetujui oleh Nabi
Muhammad SAW dan inilah yang disebut dengan hadits.
Selanjutnya
mari kita perhatikan firman Allah SWT berikut ini: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman,
namun kebanyakan mereka adalah orang orang fasik. (surat Ali Imran (3) ayat
110).” Secara umum, ayat itu jelas ditujukan kepada
umat Nabi Muhammad SAW.
Ayat di atas dikuatkan dengan adanya sabda
Rasulullah SAW: “Umatku dijadikan sebagai umat terbaik.” (Hadits Riwayat
Ahmad).
Lalu sadarkah kita bahwa kita adalah umat terbaik? Sadar atau tidaknya diri
kita sebagai umat terbaik tergantung kepada diri kita sendiri yaitu maukah kita
menjadi umat Nabi Muhammad SAW, jika tidak bersiaplah kita melanggar ketentuan
syahadat kerasulan.
A. POSISI DAN KEDUDUKAN NABI MUHAMMAD
SAW.
Sekarang
mari kita pelajari posisi dan kedudukan dari Nabi Muhammad SAW dari sudut
pandang kita harus tahu tentang Nabi Muhammad SAW. Untuk menjawabnya mari kita
perhatikan ketentuan yang terdapat dalam firmanNya berikut ini: “Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu[1223].,
tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha
mengetahui segala sesuatu. (surat Al Ahzab (33) ayat 40)
[1223] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w.
bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, karena itu janda Zaid dapat dikawini
oleh Rasulullah s.a.w.
Dan juga berdasarkan
firman-Nya sebagaimana berikut ini: “Muhammad itu tidak lain hanyalah
seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[234].
Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. (surat Ali Imran (3) ayat 144)
[234] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. ialah
seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul. Rasul-rasul sebelumnya telah
wafat. ada yang wafat karena terbunuh ada pula yang karena sakit biasa. karena
itu Nabi Muhammad s.a.w. juga akan wafat seperti halnya Rasul-rasul yang
terdahulu itu. di waktu berkecamuknya perang Uhud tersiarlah berita bahwa Nabi
Muhammad s.a.w. mati terbunuh. berita ini mengacaukan kaum muslimin, sehingga
ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada Abu Sufyan (pemimpin kaum
Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau Nabi
Muhammad itu seorang Nabi tentulah Dia tidak akan mati terbunuh. Maka Allah
menurunkan ayat ini untuk menenteramkan hati kaum muslimin dan membantah
kata-kata orang-orang munafik itu. (Sahih Bukhari bab Jihad). Abu Bakar r.a.
mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula kegelisahan di kalangan Para sahabat
di hari wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. untuk menenteramkan Umar Ibnul Khaththab
r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang kewafatan Nabi itu. (Sahih
Bukhari bab Ketakwaan Sahabat).
Berdasarkan
ketentuan surat Al Ahzab (33) ayat 40 dan surat Ali Imran (3) ayat 144 yang
kami kemukakan di atas ditambah dengan mampunya diri kita telah melaksanakan
syahadat, dalam arti telah memberikan pernyataan sikap tentang Allah SWT dan
Nabi Muhammad SAW sehingga diri kita telah mampu berkomitmen penuh untuk selalu
menjadikan, meletakkan dan menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
1. Kita wajib mengimani kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai penerus dari
Nabi dan Rasul yang telah diutus oleh Allah
SWT ke muka bumi sehingga Nabi Muhammad SAW merupakan bagian dari mata rantai Nabi dan Rasul yang telah diutus Allah SWT ke muka bumi.
2. Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan dan suri tauladan
bagi diri kita di dalam melaksanakan program kekhalifahan di muka bumi.
3. Kita
wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan bagi diri kita untuk
melaksanakan konsep dari Allah SWT kembali kepada Allah SWT.
4. Kita
wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai penerang isi dan kan-dungan AlQuran.
5. Kita
wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai penyeru bagi diri kita untuk hanya
menyembah Allah SWT dan untuk menjauhi Thaghut.
6. Kita
wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa petunjuk dan agama yang
benar yang berasal dari Allah SWT semata.
7. Kita
wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai penuntun yang meng-ajarkan dan
mencontohkan bagaimana cara untuk menjalankan syariat Diinul Islam yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT.
8. Kita
wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagi penuntun dan pemberi pe-tunjuk untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT serta penuntun dan juga pemberi petunjuk bagi diri
kita di dalam melaksanakan ketauhidan atau beraqidah hanya kepada Allah SWT.
9. Kita wajib menjadikan
Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai, pengajar, pe-nyebar Diinul Islam sebagai
satu-satunya agama yang haq.
10. Kita wajib menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai
salah satu pemberi syafaat bagi orang-orang yang beriman di waktu hari kiamat bagi
orang orang yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang dikehendaki Allah
SWT.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang
sedang melaksanakan tugas di muka bumi, sudahkah kita mampu melaksanakan 10
(sepuluh) ketentuan yang kami kemukakan di atas ini sesuai dengan kehendak Allah
SWT? Kami berharap jamaah sekalian mampu melaksanakan, mampu menempatkan dan
mampu meletakkan posisi Nabi Muhammad SAW yang sesuai dengan kehendak Allah SWT
sebagai bagian dari pelaksa-naan Diinul Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam satu kesatuan dan juga sebagai bagian
dari pelaksanaan tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir.
B. KEISTIMEWAAN UMAT NABI MUHAMMAD
SAW.
Jika saat ini kita
masih hidup di muka bumi ini, sudahkah kita tahu apa keistimewaan dari umat
Nabi Muhammad SAW itu? Sebelum kami
membahas tentang keistimewaan dari umat Nabi Muhammad SAW, ada baiknya kami
mengemukakan terlebih dahulu tentang pentingnya diri kita mewaspadai ataupun
waspada bahwa waktu kiamat itu sudah dekat, sebagaimana telah dikemukakan oleh
Allah SWT dalam surat Al Ahzab (33) ayat 63 berikut ini: “Manusia bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang hari Kiamat. Katakanlah, “Ilmu tentang hari Kiamat itu hanya di sisi
Allah,” Dan tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya.” Berdasarkan
ayat ini telah dikemukakan bahwa perkara kapan terjadinya kiamat, merupakan
rahasia Allah SAW sehingga hanya Allah SWT sajalah yang tahu ketepatan jadwal
terjadinya hari kiamat dan yang harus kita jadikan kewaspadaan adalah adanya
pernyataan Allah SWT yang berbunyi “boleh
jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya.”
Untuk untuk itu mari
kita perhatikan hadits berikut ini: “Dari
Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda: “Aku dan hari Kiamat diutus
berdampingan seperti ini.” Dan beliau menghimpun jari telunjuk dengan jari
tengahnya. (Hadits Riwayat Muslim).” Adanya isyarat yang disam-paikan
oleh Nabi Muhammad SAW, bila jari telunjuk mengisyaratkan saat diutusnya Nabi
Muhammad SAW dan jari tengah yang mengisyaratkan saat terjadinya hari Kiamat,
begitulah gambaran dekatnya antara saat diutusnya Nabi Muhammad SAW dengan saat
tibanya hari Kiamat. Tidakkah hal ini kita waspadai dan menjadi perhatian bagi
diri kita!.
Di lain sisi, Nabi
Muhammad SAW merupakan nabi terakhir yang diutus oleh Allah SWT ke muka bumi
dan ajaran yang beliau bawa juga sudah sempurna dan sudah pula mencapai bentuk
final, sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Maidah (5) ayat 3
berikut: “……Pada hari ini telah Aku
sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmatKu bagimu, dan telah
Aku ridhai Islam sebagai agamamu…..” Dan jika Nabi Muhammad SAW sudah mengemukakan
tentang dekatnya hari Kiamat sebagaimana hadits di atas berarti umat Nabi
Muhammad SAW adalah umat akhir zaman sehingga diri kita dan anak keturunan kita
merupakan umat terakhir menjelang tibanya hari Kiamat.
Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya: “Sesungguhnya perumpamaan zaman kalian dengan
zaman umat sebelum kalian, hanyalah bagaikan jarak antara shalat Ashar dengan
terbenamnya matahari. (Hadits Riwayat Bukhari). Berdasarkan hadits ini,
dapat dikatakan umat Nabi Muhammad SAW adalah umat yang yang mengisi perjalanan
sejarah dunia sejak waktu Ashar hingga terbenamnya matahari, yaitu saat
datangnya hari Kiamat dan yang juga berarti bahwa umat Nabi Muhammad SAW pula
yang akan mengalami secara langsung dahsyatnya hari kiamat. Siapa umatnya itu?
Bisa jadi umatnya itu adalah anak dan keturunan dari diri kita sendiri, lalu
apakah hal ini tidak bisa menyadarkan diri kita!
Apa yang dikemukakan
dalam hadits di atas dan yang juga kami kemukakan tentang saat datangnya hari
kiamat, sejalan dengan tradisi (methode) kalender Islam, dimana pergantian hari
terjadi ketika matahari terbenam, yakni saat waktu Maghrib tiba. Sehingga
ketika Maghrib tiba, berarti hari sudah berganti. Jika satu hari telah berlalu maka
lembaran baru di buka. Tidakkah hal ini menjadi perhatian kita bahwa kiamat
pasti akan terjadi. Adanya kondisi ini berarti umat Nabi Muhammad SAW jika
dilihat dari ukuran rentang waktu dapat dikatakan waktunya sangat pendek. Namun
demikian pendeknya waktu yang dimiliki oleh umat Nabi Muhammad SAW bukanlah
sesuatu yang harus kita tangisi, apalagi disesali. Akan tetapi ketahuilah
dibalik pendeknya waktu terdapat banyak keistimewaan-keistime-waan yang
dimiliki oleh umat Nabi Muhammad SAW yang tidak dimiliki oleh umat-umat nabi
sebelumnya. Untuk
itu mari kita perhatikan hadits berikut ini yang menerangkan tentang salah satu
keistimewaan dari umat Nabi Muhammad SAW, yaitu:
“Abu Na’im dalam
kitabnya ‘al Hilyah’ telah meriwayatkan sebagai berikut: Allah telah memberi
wahyu kepada Musa, Nabi Bani Israil, bahwa barangsiapa bertemu dengan Aku,
padahal ia ingkar kepada Ahmad, niscaya Aku masukkan dirinya ke dalam neraka.
Musa berkata: “Siapakah Ahmad itu, Ya Rabbi?” Allah berfirman; “Tidak pernah
Aku ciptakan satu ciptaan yang lebih mulia menurut pandangan-Ku daripadanya.
Telah kutuliskan namanya bersama namaKu di Arasy sebelum Aku ciptakan tujuh
lapis langit dan bumi. Sesungguhnya syuga itu terlarang bagi semua makhluk-Ku,
sebelum ia dan umatnya terlebih dahulu memasukinya.” Musa as, berkata:
Siapakah umatnya itu?” Firmannya: Mereka yang banyak memuji Allah. Mereka
memuji Allah sambil naik, sambil turun dan pada setiap keadaan. Mereka mengikat
pinggang (menutup aurat) dan berwudhu,
membersihkan anggota badan. Mereka shaum (puasa) siang hari, bersepi diri dan
berdzikir sepanjang malam. Aku terima amal yang dikerjakan dengan ikhlas,
meskipun sedikit. Akan kumasukkan mereka ke dalam syurga karena kesaksiannya:
Tiada Tuhan yang sebenarnya wajib diibadahi selain Allah. Musa berkata: “Jadikanlah saya Nabi Ummat
itu?” Allah berfirman: “Nabi ummat itu dari mereka sendiri.” Musa berkata lagi: “Masukkanlah saya ke dalam
golongan ummat Nabi itu. Allah menerangkan: “Engkau lahir mendahului Nabi dan
ummat itu, sedangkan dia lahir kemudian. Aku berjanji kepadamu untuk
mengumpulkan engkau bersamanya di Darul Jalal (Syurga). (Hadits Qudsi Riwayat
Abu Na’im dalam Al Hilyah).
Berdasarkan hadits
ini diketahui bahwa umat Nabi Muhammad SAW adalah umat yang
terlebih dahulu memasuki syurga sebelum umat umat lainnya bisa masuk ke dalam
syurga. Selain itu, umat
Nabi Muhammad SAW juga diberikan banyak keistimewaan oleh Allah SWT
dibandingkan umat-umat lainnya, dimana derajat keistimewaan dari umat Nabi
Muhammad SAW ini tidak lain merupakan pancaran kemuliaan nur Rasulullah SAW
yang melebihi nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu. Hal ini dapat kita pelajari
melalui hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim sebagaimana berikut ini yang menyatakan bahwa ada 5 (lima)
keistimewaan Nabi Muhammad SAW yang Allah SWT berikan kepadanya yang tidak
diberikan kepada nabi sebelumnya, sebagaimana sabdanya: “Aku
diberi lima yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelum aku: (1) Aku
ditolong dengan rasa takut (di hati musuhku) selama satu bulan; (2) Bumi
dijadikan sebagai tempat shalat dan suci bagiku. Siapa saja dari umatku yang
sampai waktu shalat padanya, maka hendaklah ia melaksanakan shalat; (3)
Dihalalkan harta rampasan perang bagiku, tidak dihalalkan bagi seorang pun
sebelumku; (4) Aku diberi hak syafaat;
(5) Seorang nabi diutus untuk kaumnya saja, aku diutus untuk seluruh manusia”. (Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim).
Selain hadits diatas,
masih ada hadits lainnya yang menerangkan tentang keistimewaan umat dari umat
Nabi Muhammad SAW di mata Nabi Muhammad SAW itu sendiri sebagaimana 2 (dua)
buah hadits yang akan kami kemukakan berikut ini: Diriwayatkan dari Abu Jumu’ah ra
yang berkata: “Suatu saat kami pernah makan siang bersama Rasulullah SAW dan
ketika itu ada Abu Ubaidah bin Jarrah
ra, yang berkata “Wahai Rasulullah adakah orang yang lebih baik dari kami? Kami
memeluk Islam dan berjihad bersama Engkau”. Beliau menjawab “Ya ada, yaitu kaum
yang akan datang setelah kalian, yang beriman kepadaku padahal mereka tidak
melihatku”. (Hadits Riwayat Ahmad, Nomor
17017)
Dan juga berdasarkan
hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Dari Ibnu Abbas ra, diriwayatkan suatu
ketika selepas shalat subuh, seperti biasa Rasulullah SAW duduk menghadap ke
para sahabat. Kemudian Beliau bertanya, “Wahai manusia siapakah makhluk Tuhan
yang imannya paling menakjubkan?” Sahabat menjawab, “Malaikat, ya Rasul.”
“Bagaimana Malaikat tidak beriman, sedangkan mereka pelaksana perintah Tuhan?”
Tukas Rasulullah. “Kalau begitu, para Nabi Ya Rasulullah, “para sahabat kembali
menjawab. “Bagaimana nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun
kepada mereka? ujar Rasulullah. “Kalau begitu para sahabat sahabatmu, ya
Rasul,” Tanya salah seorang sahabat. “Bagaimana sahabat sahabatku tidak
beriman, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu
langsung denganku, melihatku, mendengar kata kataku, dan juga menyaksikan
dengan mata kepada sendiri tanda tanda kerasulanku.” Ujar Rasulullah. Lalu Nabi
SAW terdiam sejenak, kemudian dengan lemah lembut beliau bersabda, “yang paling
menakjubkan imannya,” ujar Rasulullah “adalah kaum yang datang sesudah kalian
semua. Mereka beriman kepadaku, tanpa pernah melihatku. Mereka membenarkanku
tanpa pernah menyaksikanku. Mereka menemukan tulisan dan beriman kepadaku.
Mereka mengamalkan apa apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka mengamalkan apa
apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membela aku seperti kalian membelaku.
Alangkah inginnya aku berjumpa dengan saudara saudaraku itu.”Kemudian, Nabi SAW
meneruskan dengan membaca surat Al Baqarah (2) ayat 3, “(yaitu) mereka yang
beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian
rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka.” Lalu Nabi SAW bersabda,
“berbahagialah orang yang pernah melihatku dan beriman kepadaku”. Nabi SAW
mengucapkan itu satu kali. “Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal
tidak pernah melihatku.” Nabi SAW mengucapkan kalimat kedua itu hingga tujuh
kali. “Aku sungguh rindu hendak bertemu dengan mereka,” ucap Rasulullah lagi
setelah membisu untuk sementara waktu.” (Hadits Riwayat Adh Darimi, Nomor 2744).
Sebagai umat Nabi
Muhammad SAW pernahkah kita membayangkan bahwa diri kita, keluarga kita dan
juga anak keturunan kita, sangat dirindukan oleh Nabi Muhammad SAW berdasarkan
ketentuan di atas. Lalu bertanyalah kepada diri sendiri, apakah diri ini memang
sudah pantas menjadi orang yang dirindukan oleh Nabi Muhammad SAW? Ayo segera
jadikan diri ini sebagai orang orang yang memang pantas untuk dirindukan oleh
Nabi Muhammad SAW dengan mampunya diri ini tahu diri, tahu aturan main dan tahu
tujuan akhir. Amiin.
Selanjutnya untuk
lebih mempertegas tentang umat Nabi Muhammad SAW yang telah kami kemukakan di
atas. Berikut ini akan kami kemukakan keistimewaan keistimewaan lainnya dari
umat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dikemukakan oleh “Ibnu Rochi Syakiran”
dalam laman “alirsyad.or.id.” berikut ini;
1. Umat Nabi Muhammad
SAW adalah umat pertama yang masuk syurga, sebagai-mana hadits berikut ini: Rasulullah
SAW bersabda: “Kita (Muhammad SAW dan
umatnya) adalah umat yang terakhir, dan yang paling pertama pada hari kiamat,
kami adalah orang yang pertama masuk surga.”
2. Umat Nabi Muhammad
SAW merupakan umat yang tidak sepakat dalam kese-satan, sebagaimana hadits
berikut ini: “Dari Ibnu Umar ra, bahwa
Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku (umat nabi
Muhammad) atas kesesatan.” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).
3. Allah SWT memaafkan
umat Nabi Muhammad SAW dikala lupa, sebagaimana hadits berikut ini: Rasulullah
SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah
memaafkan dari umatku, apa yang terbersit di dalam hati, selama belum diucapkan
maupun dilakukan.” (Hadits Riwayat Muslim). Kemudian dari hadits lain,
Rasulullah SAW bersabda: “Dimaafkan untuk umatku akibat, tersalah (tak
sengaja), terlupa dan terpaksa.” (Hadits Riwayat Al Baihaqi)
4. Allah SWT memberi
umat Nabi Muhammad SAW pahala dua kali lipat. “Se-sungguhnya perumpamaan kalian
dibandingkan orang-orang Yahudi dan Nashrani seperti seseorang yang
memperkerjakan para pekerja yang dia berkata; “Siapa yang mau bekerja untukku
hingga pertengahan siang dengan upah satu qirath, maka orang-orang Yahudi
melaksanakannya dengan upah satu qirath per satu qirath. Lalu orang-orang
Nashrani mengerjakannya dengan upah satu qirath per satu qirath. Kemudian
kalian mengerjakan mulai dari shalat Ashar hingga terbenamnya matahari dengan upah
dua qirath per dua qirath. Maka orang-orang Yahudi dan Nashrani marah seraya
berkata: “Kami yang lebih banyak amal namun lebih sedikit upah!” Lalu orang itu
berkata; “Apakah ada yang aku zalimi dari hak kalian?” Mereka menjawab; “Tidak
ada”. Orang itu berkata; “Itulah karunia dari-Ku yang Aku memberikannya kepada
siapa yang aku kehendaki.” (Hadits Riwayat Bukhari & Muslim)
5. Nabi Muhammad SAW
memiliki syafa’at besar untuk umatnya. Hal ini seba-gaimana dikemukakan dalam
hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Saya disuruh memilih antara setengah umatku akan di masukkan ke surga
dengan di beri syafa’at, maka saya memilih syafa’at, karena sesungguhnya
syafa’at lebih mencakup dan lebih mencukupi, bagaimana pendapat kalian, apakah
ia hanya di berikan kepada orang-orang yang bertakwa saja? Tidak, akan tetapi
ia di berikan juga terhadap orang-orang yang berdosa dan orang-orang yang
banyak kesalahan.” (Hadits Riwayat Ibnu Majah Nomor 4301)
6. Umat Nabi Muhammad
SAW dapat memberi syafa’at kepada orang lain. Seba-gaimana sabda Rasulullah : “Wahai Rabb kami, mereka selalu berpuasa
bersama kami, shalat bersama kami, dan berhaji bersama kami.” Maka dikatakan
kepada mereka; “keluarkanlah orang-orang yang kalian ketahui.” Maka
bentuk-bentuk mereka hitam kelam karena terpanggang api neraka, kemudian mereka
mengeluarkan begitu banyak orang yang telah di makan neraka sampai pada
pertengahan betisnya dan sampai kedua lututnya. Kemudian mereka berkata; “Wahai
Rabb kami tidak tersisa lagi seseorang pun yang telah engkau perintahkan kepada
kami.” (Hadits Riwayat Muslim)
7. Umat Nabi Muhammad
SAW akan masuk surga dengan wajah bersinar. Rasu-lullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dengan wajah berseri-seri
karena bekas air wudhu.” (Hadits Riwayat Bukhari)
8. Umat Nabi Muhammad
SAW tidak mendapat siksa pada hari kiamat. Dari Abu Musa Al Asy’ari ra.
Rasulullah SAW bersabda: “Umatku ini umat
yang disayangi, ia tidak disiksa pada hari kiamat. Siksaannya ada di dunia
berupa fitnah, gempa dan pembunuhan.” (Hadits Riwayat Abu Dawud dan Al
Hakim) dan dari umat Nabi Muhammad SAW akan diutus para pembaharu. “Sesungguhnya Allah membangkitkan bagi umat
ini dalam awal setiap seratus tahun orang yang akan memperbaharui agama mereka.”
(Hadits Riwayat Abu Dawud)
Bersyukurlah jika
saat ini diri kita telah menjadi umat Nabi Muhammad SAW dan karena keistimewaan-keistimewaan
di sisi Allah SWT membuat banyak nabi dan rasul mengido-lakan umat seperti umat
Nabi Muhammad SAW dan bahkan sampai ada salah satu nabi yang merasa iri dengan
keistimewaan yang diberikan oleh umat Rasulullah SAW. Nabi itu adalah Nabi Adam
as, hal ini seperti yang pernah dijelaskan oleh Imam Nawawi Al-Bantani dalam
kitabnya Nashohihul Ibad. Dimana ada 4 (empat) hal yang membuat Nabi Adam AS
iri dengan umat Nabi Muhammad SAW. Dikisahkan bahwa Nabi Adam AS berkata: “Sesungguhnya
Allah SWT memberikan empat kemuliaan kepada umat Nabi Muhammad SAW, yang mana
dia tidak memberikannya kepadaku.”
Berikut ini akan kami
kemukakan 4 (empat) hal yang membuat Nabi Adam as, iri kepada umat Nabi
Muhammad SAW, diantaranya:
1. Bisa bertaubat di
mana saja. Nabi Adam AS
berkata: “Taubatku hanya diterima ketika di kota Makkah, sedangkan umat Nabi
Muhammad SAW bertaubat dimanapun tempatnya lalu Allah SWT menerima taubat mereka.” Setelah
Nabi Adam AS dan Hawa bermaksiat dengan memakan buah khuldi di syurga. Allah
SWT telah menghukum dan memenjarakan keduanya ke dalam dunia, namun keduanya
tiada henti menangis, menyesal, dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Barulah
ketika keduanya berada di kota Mekkah, Allah SWT mengampuni dosa Nabi Adam as, dan
Siti Hawa. Hal terse-but sangat berbeda dengan umat Rasulullah SAW. Allah
SWT menjadikan dimana pun tempatnya dan kapanpun waktunya untuk bertaubat dari
dosa-dosa seberapa dosa seorang hamba, jika dia mau bertaubat dan menyesali
kesalahannya, maka rahmat dan ampunan dari Allah SWT lebih luas daripada
murka-Nya, sehingga taubatnya pasti akan diterima.
2. Diberikan pakaian
oleh Allah SWT meski bermaksiat. Nabi Adam as, berka-ta: “Sesungguhnya aku
mengenakan pakaian ketika aku bermaksiat. Maka Allah SWT menjadikanku
telanjang, sedangkan umat Nabi Muhammad SAW bermaksiat dalam keadaan telanjang,
namun Dia memberikan pakaian kepada mereka.” Setelah Nabi Adam AS dan Hawa
bermaksiat kepada Allah SWT dengan memakan buah khuldi. Allah SWT pun melepas
semua pakaian mewah yang indah dari surga. Bahkan dalam salah satu riwayat,
dahulu kulit Nabi Adam as, berbentuk seperti kuku, ketika ia bermaksiat bentuk
kuku itu hanya tersisa di ujung tangan dan kakinya. Sedangkan umat Nabi
Muhammad SAW yang senantiasa bermaksiat dengan melakukan perbuatan zina dan
sebagainya, namun Allah SWT tetap memberikan mereka pakaian di dunia, bahkan
mampu membeli dan mengenakan pakaian baru yang lebih bagus.
3. Meski bermaksiat
Allah SWT tidak memisahkan mereka dengan istrinya. “Ke-tika aku
bermaksiat, maka Allah SWT memisahkan antara aku dan istriku, sedangkan umat
Nabi Muhammad SAW bermaksiat kepada Allah SWT dan Dia tidak memisahkan antara
mereka dan istri-istri mereka.” Dikisahkan ketika Nabi Adam as, dan Siti Hawa
diusir dari syurga setelah melakukan perbuatan maksiat, keduanya pun dipisahkan
antara pojok bumi dengan pojok bumi lainnya. Namun, umat Nabi Muhammad SAW
tetap mampu berkumpul bersama istri, anak-anak dan keluarga setelah melakukan
dosa besar.
4. Dimasukkan syurga
tatkala bertaubat. “Sesungguhnya
aku telah bermaksiat di dalam surga lalu Allah SWT mengusirku dari surga.
Sedangkan umat Nabi Muhammad SAW bermaksiat kepada Allah SWT di luar syurga,
lalu Dia memasukkan mereka ke dalam syurga tatkala mereka bertaubat.” Jika
dahulu, Nabi Adam as, dan Siti Hawa diusir dari surga dan diturunkan ke dunia
setelah bermaksiat. Namun hal tersebut berbeda dengan yang umat Nabi Muhammad
SAW, seberapa besar dan berat dosa seorang hamba di dunia, jika ia mau bertobat
dengan sungguh-sungguh, maka Allah SWT akan membalasnya dengan surga.
Itulah ke empat hal
yang membuat Nabi Adam as, iri dengan umat Nabi Muhammad SAW, dan hendaknya hal
tersebut dapat diambil pelajaran bagi diri kita bahwa begitu mulianya umat Nabi
Muhammad SAW. Lalu sudahkah kita menjadi orang yang mulia dihadapan Allah SWT
saat hidup di muka bumi ini!
Sebagai penutup dari
pembahasan tentang Tahu Nabi Muhammad SAW perkenankan kami untuk mengemukakan
tentang asal usul atau keturunan seseorang yang dihubungkan dengan Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana telah kita pahami dan ketahui bersama bahwa setiap manusia,
siapapun dia, pasti terdiri dari jasmani dan ruh dan pasti anak keturunan dari
Nabi Adam as,. Adanya jasmani dan juga adanya ruh dalam diri setiap manusia
maka manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang berdimensi dua (dwidimensi). Sebagai
makhluk yang berdimensi dua (dwidimensi) maka ketahuilah bahwa: Ruh berasal hanya
dari Allah SWT sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan mereka bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “ruh itu temasuk urasan Tuhanku, sedangkan
kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (surat Al Israa’ (17) ayat 85).
Sehingga hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui urusan ruh ini serta ruh
terikat dengan ketentuan datang fitrah kembali harus fitrah. Sedangkan jasmani berasal
dari sari pati tanah sehingga kondisi dasar jasmani terikat dengan ketentuan
halal dan thayib (baik) atau haram dan khabits (buruk, merusak) atau kombinasi
dari keduanya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Wahai manusia! Makanlah dari
(makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata
bagimu.”(surat Al Baqarah (2) ayat 168).
Sekarang jika kita
berpedoman bahwa ruh asalnya hanya dari Allah SWT yang kemudian dipersatukan
dengan jasmani, dimana ruh saat mulai dipersatukan dengan jasmani hanya
memiliki kondisi dasar fitrah maka dapat dikatakan bahwa ruh tidak memiliki
catatan apapun selain kondisinya fitrah (suci, murni masih sesuai dengan konsep
dasar penciptaan-nya) saat dipersatukan ke dalam jasmani oleh Allah SWT.
Sekarang bagaimana dengan jasmani? Dan jika ruh tidak memiliki catatan apapun
juga selain kondisinya fitrah di awal dipersatukannya dengan jasmani. Ini
berarti jika ada catatan seseorang yang dinyatakan sebagai keturunan dari
seseorang tertentu, maka dapat dipastikan catatan keturunan itu pasti berasal
dari jasmani manusia melalui konsep adanya pertalian darah yang sedapat mungkin
harus dapat pula dibuktikan secara ilmiah melalui test DNA (deoxyribonucleic
acid). Dimana DNA merupakan rantai molekul yang berisi materi genetic yang khas
pada setiap orang. Tidak hanya pada manusia, tapi pada semua makhluk hidup
memiliki DNA. DNA bisa bermanfaat untuk menunjukkan perbedaan satu organisme
dengan organisme lainnya.
Saat ini hanya ada
dua konsep pertalian darah yang berlaku,yaitu: (1) Azas Patriakat, garis
keturunan berdasarkan nasab bapak dan; (2) Azas Matriakat, garis keturunan
berdasarkan nasab ibu. Dan yang pasti, baik mempergunakan konsep
patriakat maupun konsep matriakat, siapapun orangnya ia adalah anak keturunan dari
Nabi Adam as,. Adanya kondisi ini maka sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi, kita harus memiliki ilmu dan pemahaman tentang
persoalan keturunan ini dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ketahuilah dan
pahamilah bahwa:
1. Setiap manusia,
siapapun orangnya, selama ia masih terdiri dari jasmani dan ruh adalah manusia
biasa yang berasal dari anak keturunan dari Nabi Adam as,. Dimana setiap anak
keturunan dari Nabi Adam as, akan terikat dengan aturan main, “datang fitrah, kembali harus fitrah untuk
dapat bertemu dengan Allah SWT di tempat yang fitrah sehingga mereka semua juga
harus bisa menjalankan konsep Tahu Diri, Tahu Aturan Main dan Tahu Tujuan Akhir
dan tempat kembalinya (tujuan akhirnya) hanya ada dua pilihan yaitu Syurga atau
Neraka;
2. Allah SWT selaku
pencipta dan pemilik rencana besar konsep penghambaan dan kekhalifahan di muka
bumi telah memiliki parameter tersendiri di dalam menilai seseorang. Allah SWT tidak akan pernah menilai
seseorang berdasarkan garis keturunan (nasab) baik melalui konsep matriakat
ataupun konsep patriakat. Allah SWT juga tidak akan menilai seseorang berdasakan
pangkat, kedudukan, jabatan, harta
kekayaan, warna kulit, budaya, bahasa dan suku bangsa. Penilaian Allah SWT kepada
umat manusia hanya berdasarkan para-meter tingkat keimanan dan ketaqwaan
seseorang.
3. Keturunan (nasab)
seseorang baik berdasarkan garis keturunan ibu (matriakat) ataupun berdasarkan
garis keturunan bapak (patriakat), bukanlah cerminan kualitas diri manusia yang
sesungguhnya karena jati diri manusia
yang sesungguhnya adalah ruh yang berasal dari Nur Allah SWT. Dimana ruh inilah yang akan dimintakan
pertanggungjawabannya oleh Allah SWT karena ruh terikat dengan ketentuan datang
fitrah kembali harus fitrah serta ruh tidak pernah mati. Untuk itu lihatlah
jasmani yang di dalamnya ada garis keturunan atau ada pertalian darah seseorang,
jika telah dipisahkan dengan ruh, ia tidak mampu berbuat apa-apa sedangkan ruh
akan tetap hidup yang kelak akan merasakan nikmat dan azab yang berasal dari
Allah SWT.
Jika saat ini ada
banyak orang yang mengaku, atau ada orang orang tertentu yang telah dinobatkan
atau telah dinyatakan sebagai keturunan dari Nabi Muhammad SAW melalui methode
tertentu dan oleh lembaga tertentu. Lalu apa yang harus kita sikapi? Berikut
ini akan kami kemukakan beberapa sikap yang harus kita miliki dan ketahui, yaitu:
1. Adanya catatan
seseorang yang dinyatakan sebagai keturunan dari Nabi Muhammad SAW berdasarkan
methode pertalian darah oleh lembaga tertentu bukan berarti keturunan dari Nabi
Muhammad SAW itu adalah pengganti ataupun penerus dari kena-bian dari Nabi
Muhammad SAW sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Muhammad itu bukanlah bapak dari
seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (surat Al Ahzab (33) ayat 40).”
Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi sehingga tidak
ada Nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW tiada.
2. Adanya catatan
seseorang yang dinyatakan sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW ketahuilah bahwa siapapun
orangnya bukanlah orang yang memiliki fasilitas ma’syum dari Allah SWT dan juga
tidak memiliki fasilitas untuk memberikan syafaat sebagaimana termaktub dalam
surat Yunus (10) ayat 3 berikut ini: “Tidak ada yang dapat memberi syafaat
kecuali setelah ada izin-Nya.” Sehingga seseorang atau bahkan Nabi
Muhammad SAW sendiri pun tidak bisa
memberi syafaat sebelum diizinkan oleh Allah SWT. Kondisi ini dipertegas dalam
surat Az Zumar (39) ayat 44 berikut ini:
“Katakanlah,
Hanya kepunyaan Allah lah syafaat itu semuanya. Milik-Nya lah kerajaan langit
dan bumi. Kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”;
3. Adanya catatan yang menerangkan bahwa seseorang tertentu adalah
keturunan Nabi Muhammad SAW berdasarkan pertalian darah melalui cara tertentu
dan oleh lembaga tertentu, bukanlah sesuatu yang harus didewakan, lalu diagung-agungkan,
seolah-olah keturunan Nabi adalah orang yang suci selayaknya Nabi SAW. Lalu ia minta
dihormati, tidak boleh dicaci maki dan seterusnya. Sehingga menjadikan diri
kita fanatik buta kepada mereka lalu para keturunan Nabi ini diperbolehkan
untuk berbuat dan bertindak menghalalkan segala cara dan bisa berbuat seenaknya
saja lalu mengambil keuntungan dari masyarakat. Padahal ketentuan saling hormat
menghormati serta tidak boleh mencaci maki orang lain merupakan ketentuan yang
bersifat universal yang berlaku bagi setiap orang yang ada di muka bumi ini. Dan
berperilaku baik dan benar serta santun kepada sesama merupakan sebuah
kewajiban yang melekat pada diri seseorang sebagaimana dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW.
Sekarang pernahkah
kita membayangkan perasaan yang terdalam dari Nabi Muhammad SAW setelah
mengetahui adanya seseorang yang mengaku-ngaku, atau telah dinyatakan sebagai
keturunannya berdasarkan methode pertalian darah oleh lembaga tertentu lalu
orang tersebut justru memiliki sifat dan perilaku serta perbuatan yang tidak sesuai dengan sifat, tingkah laku
dan perbuatan Nabi Muhammad SAW seperti berbuat kriminal, mudah mencaci-maki
orang dengan sebutan kebun binatang ditambah yang bersangkutan mengam-bil
keuntungan materiil maupun immaterial dari adanya pernyataan dirinya adalah keturu-nan
Nabi. Rasanya tidak terbayangkan oleh diri kita bagaimana perasaan yang
terdalam dari Nabi Muhammad SAW terhadap keadaan yang seperti ini.
Adanya perbedaan
kualitas sifat serta adanya penyimpangan perilaku antara Nabi Muhammad SAW
dengan orang orang yang mengaku-ngaku keturunannya, atau yang telah dinyatakan
oleh lembaga tertentu, sudah pasti: (a) Akan membuat Nabi Muhammad SAW sedih dan sangat
marah; (b) Akan membuat Nabi Muhammad
SAW kecewa; (c) Akan membuat Nabi
Muhammad SAW tidak suka; (d) Akan membuat
malu Beliau dihadapan Allah SWT dengan keadaan yang seperti itu. Lalu
bagaimana dengan orang orang yang telah mengagungagungkan keturunan Nabi
Muhammad SAW sehingga membuat dirinya taklid buta karena berharap memperoleh
syafaat dari keturunan Nabi? Hal ini juga
akan membuat Nabi Muhammad SAW sangat kecewa dan marah karena hal itu tidak
pernah Beliau contohkan dan ajarkan. Sehingga adanya pemahaman akan diberikan
syafaat oleh keturunan Nabi seperti yang dipahami oleh orang-orang yang
mentaklidkan keturunan Nabi tidak akan pernah terjadi dan untuk itu bersiaplah mempertanggung-jawabkan
pemahaman yang seperti ini kelak saat hari berhisab.
Ingat, Allah SWT tidak pernah memberikan jaminan apapun kepada
orang-orang yang telah dinyatakan sebagai keturunan Nabi berdasarkan methode
pertalian darah tertentu oleh lembaga tertentu dapat masuk syurga. Ini berarti
keturunan Nabi juga akan mempertanggungjawabkan secara individual atas apa-apa
yang telah diperbuatnya (dilakukannya) saat hidup di muka bumi ini sehingga
untuk menolong dirinya sendiri para keturunan Nabi ini belum tentu ia mampu
apalagi menolong orang lain untuk masuk syurga. Dan semoga dengan
adanya informasi ini, bisa menjadi bahan pemikiran bagi diri kita dan juga bagi
masyarakat luas yang pada akhirnya kita semua mampu menempatkan segala
sesuatunya dengan baik dan benar. Hal ini dikarenakan setiap pemahaman yang
kita miliki akan dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah SWT.
#tahunabimuhammadsaw #ayokitamempelajarisiapaumatnabimuhammadsaw
#rumuskehidupan #tahudiritahuallahtahuorangtuatahuaturanmaintahutujuanakhir
#hidupharustahuaturanmain #tahuallahlebihmudahdibandingtahudiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar