Dalam salah satu ayat Al-Qur’an telah dikemukakan tentang
keledai yaitu seburuk-buruk suara adalah suara keledai, hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan sederhanakanlah dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (surat Luqman (31) ayat
19)”.
Keledai sang pemilik suara yang sangat buruk,
sebagaimana ayat di atas, memiliki sebuah perumpamaan yang harus kita jadikan
pedoman hidup yaitu keledai tidak masuk lubang yang sama 2 (dua) kali. Dan jika
sampai ada seseorang yang melakukan perbuatan buruk yang sama seperti mencuri,
korupsi, masuk penjara lebih dari satu kali, apakah itu dua kali, ataukah tiga
kali, maka ada baiknya yang bersangkutan untuk berguru kepada pemilik suara
yang terburuk, yaitu sang keledai. Wahai keledai apa yang membuatmu tidak masuk
lubang yang sama dua kali!
Untuk itu katakan kepada diri Anda, cukup sekali mencuri,
korupsi ataupun masuk penjara, atau cukup menipu orang sekali dan jika sampai
Anda terus mengulangi perbuatan buruk di atas maka jangan pernah menyalahkan yang lebih pintar dari pada Anda. Sekarang
bagaimana jika ada seseorang yang mencuri, yang korupsi, yang menipu atau yang
masuk penjara lebih dari 1 (satu) kali atau bahkan lebih dari 2 (dua) kali?
Jika sampai ini terjadi pada diri Anda maka kunci jawabannya adalah siapakah
yang lebih bodoh daripada keledai!.
Selain berguru kepada keledai, kucingpun dapat kita jadikan guru bagi
kehidupan ini. Dimana kucing mampu mengajarkan kepada umat manusia bahwa
mencuri tidak akan menghasilkan ketenangan hidup. Apa buktinya? Lihat kucing
yang tidak tenang saat memakan makanan hasil curiannya. Lain halnya jika kucing
diberi makan langsung oleh pemiliknya, maka ia akan tenang saat memakan makanan
yang diberikan kepadanya. Hal ini terjadi karena kucing tahu dan mengerti bahwa
mencuri adalah tindakan yang tidak benar.
Dan jika sekarang ada seseorang yang mengambil barang hak milik orang
lain lalu ia tidak merasa bersalah setelah mengambil barang orang lain tersebut
maka bertanyalah kepada kucing. Wahai kucing kenapa engkau mampu tahu diri bahwa
mencuri itu salah sedangkan aku mencuri barang orang lain namun aku tidak
merasa bersalah? Disinilah letak berguru kepada seekor kucing.
Selanjutnya mari
kita perhatikan firman-Nya: “Sungguh,
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (surat At Tin
(95) ayat 4)”. Sebagai
makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang sebaik-baiknya, lalu
dengan adanya pembelajaran yang dipertontonkan oleh seekor kucing maka bisa
jadi manusia yang melakukan tindakan pencurian menjadi lebih rendah
kedudukannya dibandingkan dengan seekor kucing, sebagaimana firman-Nya berikut
ini: “Kemudian Kami kembalikan dia ke
tempat yang serendah-rendahnya. (surat At Tin (95) ayat 5)”.
Berdasarkan
ketentuan ayat yang kami kemukakan di atas ini, bisa jadi diri kita yang
kedudukannya lebih tinggi dari kucing namun karena tidak mampu mengambil
pelajaran dari yang dipertontonkan oleh seekor kucing akhirnya diri kita
menjadi makhluk yang serendah-rendahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar